• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KASUS SENGKETA KEPERDATAAN KEPEMILIKAN TANAH YANG BERSERTIFIKAT GANDA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KABANJAHE NOMOR 30/PDT.G/2009/PN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS KASUS SENGKETA KEPERDATAAN KEPEMILIKAN TANAH YANG BERSERTIFIKAT GANDA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KABANJAHE NOMOR 30/PDT.G/2009/PN."

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

YESICHA CRISTIANITA GINTING

147011009/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YESICHA CRISTIANITA GINTING

147011009/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Nomor Pokok : 147011009 Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof.Dr.Syafruddin Kalo, SH, MHum) (Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH,MS,CN) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Prof. Dr. Madiasa Ablizar, SH, MHum 4. Dr. Hamdan, SH, MHum

(5)

Nim : 147011009

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS KASUS SENGKETA KEPERDATAAN

KEPEMILIKAN TANAH YANG BERSERTIFIKAT

GANDA (STUDI PUTUSAN PENGADILAN

NEGERI KABANJAHE NOMOR

30/PDT.G/2009/PN.KBJ)

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama : YESICHA CRISTIANITA GINTING Nim : 147011009

(6)

i

Charlie mengajukan gugatan mengenai Pemilikan Tanah yang beritikad Baik dalam putusan ini dimana telah terbit sertipikat ganda dalam satu bidang tanah yang memiliki luas dan batas-batas yang berbeda dan Ishak Charli menggugat bahwa telah membeli tanah tersebut dengan prosedur yang telah ada. Dimana dalam pendaftaran hak atas tanah melihat riwayat tanah yang dimiliki seseorang tersebut dalam penerbitan sertipikat. Karena Ishak Charli mengajukan gugatan mengenai Pemilikan Tanah beritikad baik maka dalam hal inilah ranah Pengadilan Negeri Kabanjahe untuk memutuskan perkara tersebut.

Jenis Penelitian ini adalah penelitian normatif, Sifat Penelitian ini adalah deskriptif analitis. Sumber data adalah data primer. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka. Analisis data berdasarkan kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan secara deduktif, semua data diungkapkan terlebih dahulu hal-hal yang bersifat umum kemudian dikerucutkan pengungkapan data yang bersifat khusus.

Dalam Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe nomor 30/Pdt.G/2009/Kbj putusan Majelis Hakim menyatakan bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima karena tidak lengkapnya subyek yang digugat sehingga Ishak Charlie tidak mendapatkan keadilan dalam gugatan yang digugatnya meskipun telah adanya saksi-saksi maupun dokumen-dokumen yang telah dibuktikaan di Pengadilan Negeri, dan dalam hal ini sertipikat yang dimiliki oleh Ishak Charlie telah dinyatakan batal demi hukum oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dan yang sah diakui oleh PTUN ialah Sertipikat yang dimiliki oleh Syamsuddin Arifin.

(7)

ii

on Land Title with good faith in which there are doubled land title certificates with different areas and borders and Ishak Charli claims that he has purchased the land in accordance with the existing procedures. In registering land title, the land history of its certificate issuance is examined. Since Ishak Charli claims the Land Title with good faith, it is the jurisdiction of Kabanjahe District Court to settle the case.

The research type is normative. The research is descriptive analysis. The source data is primary data. The data are obtained through library studies. The data analysis used qualitative method and the conclusions are drawn deductively; all data are firstly presented from the general things and are then narrowed to the specific ones.

In Kabanjahe District Court’s Ruling Number 30/Pdt.G/2009/Kbj, it is stated that the claim is void due to the incomplete claimed subject so that Ishak Charlie does not obtain justice in his claim despite witnesses and documents that have been proven in the District Court, the certificate possessed by Ishak Charlie has been pronounced annulled before law by State Administrative Court and the valid certificate that is recognized by the State Administrative Court is the one that belongs to Syamsuddin Arifin.

(8)

iii

dan karunia-Nya penulisan Tesis ini dengan judul “Analisis Kasus Sengketa Keperdataan Kepemilikan Tanah yang Bersertipikat Ganda (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe Nomor 30/Pdt.G/2009/PN.Kbj)”, telah dapat diselesaikan. Penulisan Tesis merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat waktunya,. Oleh karena itu, ucapan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS,CN, Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Komisi Pembimbing yang dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Kemudian juga, semua pihak yang telah berkenan memberi masukan dan arahan dalam penulisan tesis ini sejak seminar kolokium, seminar hasil sampai ujian tertutup sehingga penulisan ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan

(9)

iv

Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. BapakProf. Dr. Muhammad Yamin, SH,MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan ini. 4. IbuDr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk segera menyelesaikan penulisan ini

5. Bapak Dr. Hamdan, SH, M.Hum, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran atas penulisan Tesis ini

6. Bapak Prof. Dr. Madiasa Ablizar, SH, M.Hum, selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran atas penulisan Tesis ini

7. Bapak dan Ibu Dosen Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta ilmu yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti proses kegiatan belajar di perkuliahan.

8. Motivator terbesar dalam hidup penulis yang selalu memberikan doa, cinta kasih sayang, semangat dan dukungan yang tidak pernah putus yaitu Ayahanda

(10)

v

9. Rekan-rekan mahasiswa dan mahasiswi di Magister Kenotariatan, Khususnya angkatan tahun 2014 Group B yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam memberikan masukan dan dukungan dalam penulisan tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna namun penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama para pemerhati hukum Pertanahan pada umunya.

Medan, Juni 2016 Penulis,

(11)

vi

Tempat/Tanggal Lahir : Binjai, 20 Oktober 1989

Alamat : Jalan Ikan Hiu Nomor 24

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 26 Tahun

Kewarhanegaraan : Indonesia

Nama Bapak : Darman Ginting

Nama Ibu : Nurlena

2. PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD METHODIST BINJAI (1996-2002) Sekolah Menengah Pertama : SMP NEGERI 7 BINJAI (2002-2005) Sekolah Menengah Atas : SMA NEGERI 1 BINJAI (2005-2009) Universitas S1 : Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera

Utara (2009-2014)

Universitas S2 : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (2014-2016)

(12)

vii

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 A. LatarBelakangMasalah... 1 B. PerumusanMasalah ... 14 C. TujuanPenelitian ... 15 D. ManfaatPenelitian ... 15 E. KeaslianPenelitian... 16 F. KerangkaTeoridanKonsepsi... 17 1. KerangkaTeori... 17 2. Konsepsi... 20 G. MetodePenelitian... 21

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH YANG BERITIKAD BAIK... 25

A. Perjanjian Jual Beli Hak Atas Tanah ... 25

B. Perlindungan bagi Pembeli yang Beritikad Baik Dalam Pemilikan Tanah... 36

C. Pendaftaran Tanah... 39

D. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)... 53

E. Fungsi dan Tugas Badan Pertanahan Nasional ... 61

(13)

viii

B. KasusPosisi ... 68

C. Putusan Niet Ontvankelijke Verklaard... 91

BAB IV AKIBAT HUKUM PUTUSAN PENGADILAN NEGERI KABANJAHE NOMOR 30/PDT.G/2009/PN.K.bj ... 93

A. AkibatHukumdariPutusanPengadilannomor 30/Pdt.g/2009/PN.K.bj ... 93

B. AkibatHukumPerdataTerhadap Para Pihak... 97

C. AkibatHukumPidanaTerhadap Para Pihak... 106

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

A. Kesimpulan ... 114

B. Saran ... 115

(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara etimologi sertipikat berasal dari bahasa Belanda “Certificat” yang artinya surat bukti atau surat keterangan yang membuktikan tentang sesuatu. Jadi kalau dikatakan sertipikat tanah adalah surat keterangan yang membuktikan hak seseorang atas sebidang tanah, atau dengan kata lain kenyataan tersebut menyatakan bahwa ada seseorang yang memiliki bidang-bidang tanah tertentu dan pemilikan itu mempunyai bukti yang kuat berupa surat yang dibuat oleh instansi yang berwenang inilah yang disebut sertipikat tanah tadi.1

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961, maka yang dimaksud dengan “Sertifikat” adalah Surat Tanda Bukti Hak yang terdiri Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur, diberi sampul dijilid menjadi satu, yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria / Kepala BPN. Bahwa Sertifikat (hak atas tanah) merupakan produk hukum yang diterbitkan oleh BPNRI yang dipergunakan sebagai tanda bukti dan alat pembuktian hak seseorang atau badan hukum (privat atau publik) mempunyai hak atas suatu bidang tanah. Sertifikat diberikan bagi tanah-tanah yang sudah ada Surat Ukurnya, atau pun tanah-tanah-tanah-tanah yang sudah

1

Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, 2008, hal. 198

(15)

diselenggarakan pengukuran dari desa ke desa oleh BPN karenanya Sertifikat ini, merupakan pembuktian yang kuat, baik subyek maupun obyek ilmu Hak atas tanah.

Di atas sudah disebut sertipikat adalah surat tanda bukti hak, oleh karena itu telah kelihatan berfungsinya, bahwa sertipikat itu berguna sebagai “alat bukti”. Alat bukti yang menyatakan tanah ini telah diadministrasi oleh negara.Dengan dilakukan administrasinya lalu diberikan buktinya kepada orang yang mengadministrasikan tersebut.Bukti atau sertipikat adalah milik seseorang sesuai dengan yang tertera dalam tulisan di dalam sertipikat tadi.Jadi bagi si pemilik tanah, sertipikat tadi adalah merupakan pegangan yang kuat dalam pembuktian hak miliknya, sebab dikeluarkan oleh instansi yang sah dan berwenang secara hukum.Hukum melindungi pemegang sertipikat tersebut dan lebih kokoh bila pemegang itu adalah namanya yang tersebut dalam sertipikat. Sehingga bila yang memegang sertipikat itu belum namanya maka perlu dilakukan balik namanya kepada yang memegangnya sehingga terhindar lagi dari gangguan pihak lain.

Dalam penerbitan sertipikat tanah masih dapat dipertanyakan keefektifannya dalam memberikan kepastian dan perlindungan hukum, apakah sertipikat benar-benar melindungi hak (subyek) atau tanahnya (obyek) atau hanya bukti fisik sertipikatnya saja, karena sering terjadi ketika dibawa ke pengadilan, dapat saja diakui secara formal sertipikatnya, tetapi tidak melindungi subyek dan obyeknya. Peradilan Tata Usaha Negara dapat saja menolak menyatakan untuk membatalkan sertipikat tanah,

(16)

tetapi peradilan umum menyatakan orang yang terdaftar namanya dalam sertipikat tidak berhak atas tanah yang disengketakan.2

Walaupun fungsi utama sertipikat hak atas tanah adalah sebagai alat bukti, tetapi sertipikat bukan satu-satunya alat bukti hak atas tanah. Hak atas tanah seseorang masih mungkin dibuktikan dengan alat bukti lain.3 Sertipikat sebagai alat bukti sangat penting misalnya di dalam hal pemindahan hak, dan perbuatan hukum pemindahan hak bertujuan untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain (yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak ), yang berupa : jual – beli tanah, tukar menukar, hibah atau hibah wasiat dan lain – lainnya.

UUPA menganut sistem negatif, sehingga keterangan yang tercantum didalam surat bukti hak mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima oleh hakim sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat pembuktian lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Jika terjadi hal demikian maka pengadilan akan memutuskan alat pembuktian mana yang benar. Pendaftaran tanah tidak menyebabkan mereka yang tidak berhak menjadi berhak atas suatu bidang tanah hanya karena namanya keliru dicatat sebagai yang berhak. Mereka yang berhak dapat menuntut diadakannya pembetulan dan jika tanah yangbersangkutan sudah berada didalam penguasaan pihak ketiga, ia berhak menuntut penyerahan kembali kepadanya.4

2Ibid, hal 207

3Alat Bukti lain seperti Surat Keterang Camat, Surat Lurah, Grand Sultan

(17)

Dalam rangka menjamin kepastian hak dan kepastian hukum atas tanah, UUPA telah menggariskan adanya keharusan untuk melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia, sebagaimana diamanatkan Pasal 19 UUPA. Pasal tersebut mencantumkan ketentuan-ketentuan umum dari pendaftaran tanah di Indonesia, yaitu: 1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2. Pasal 19 UUPA tersebut dalam ayat 1 meliputi : a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah;

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut;

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

3. Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

4. Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat (2) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Ketentuan dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA yaitu dalam Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah, Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut, Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alatpembuktian

(18)

yang kuat.Merupakan ketentuan yang ditujukan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia, yang sekaligus juga merupakan dasar hukum bagi pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka memperoleh surat tanda bukti hak atas tanah yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Untuk menindaklanjuti hal tersebut, telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, sebagai penyempurnaan dari Peraturan Pemerintah sebelumnya.Penyelenggaran pendaftaran tanah dalam masyarakat merupakan tugas Negara yang diselenggarakan oleh Pemerintah bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan status hak atas tanah di Indonesia.

Tanah menurut Pasal 4 ayat (1) UUPA adalah “permukaan bumi yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum”. Pasal 4 ayat (2) UUPA menegaskan bahwa tanah- tanah yang dimaksud pada ayat (1) memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sekedar diperlukan untuk kepentingan langsung berhubungan dengan penggunaan tanah dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan yang lebih tinggi.5

Adapun tujuan dari Undang-Undang Pokok Agraria adalah:

a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional;

b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;

(19)

c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.6

Sesuai dengan amanat Pasal 19 UUPA maka setiap tanah harus didaftarkan pada kantor pertanahan setempat. Dengan adanya pendaftaran tanah tersebut seseorang dapat dengan mudah memperoleh keterangan berkenaan dengan sebidang tanah, seperti hak apa yang dipunyai, berapa luas lokasi tanah, apakah dibebani hak tanggungan dan yang terpenting adalah tanah tersebut akan mendapatkan Sertifikat sebagai alat bukti hak.

Dengan demikian maka pendaftaran ini akan menghasilkan peta-peta pendaftaran, surat-surat ukur (untuk kepastian tentang letak, batas dan laus tanah), keterangan dan subjek yang bersangkutan, status haknya, serta beba-baban apa yang berada diatas tanah hak tersebut dan yang terakhir menghasilkan sertifikat (sebagai alat pembuktian yang kuat).7

Pendaftaran tanah memiliki arti penting dalam memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat Indonesia seperti yang ditegaskan dalam Pasal 19 UUPA bahwa pemerintah mengadakan pendaftaran tanah yang bersifat recht cadastre8 diseluruh wilayah Republik Indonesia.Perbuatan hukum pendaftaran tanah menyangkut dengan hak keperdataan seseorang.Hak keperdataan merupakan hak asasi seorang manusia yang harus kita junjung tinggi dan hormati oleh sesama 6Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

7Sudargo Gautama, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Alumni, Bandung, 1981, Hal 41-42

8Recht Cadaster adalah pendaftaran tanah yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah, sedangkan bagi tanah-tanah yang tunduk pada hukum adat didaftarkan dengan tujuan menetapkan siapa yang berkewajiban membayar pajak atas tanah

(20)

manusia lainnya yang bertujuan untuk adanya kedamaian dalam kehidupan masyarakat.

Untuk mencegah terjadinya kepemilikan ganda dengan memperhatikan proses pendaftaran dengan melihat kelengkapan bukti asal usul atau riwayat tanah dalam pengurusan surat kepemilikan hak atas tanah maupun bangunan untuk rumah tinggal atau tempat usaha, diperlukan bukti-bukti tentang riwayat atau asal usul tanah dan rumah yang dimintakan bukti surat kepemilikannya tersebut. Asal usul atau riwayat tanah dapat berupa hak turun temurun karena waris, atau bukti peralihan hak karena sebab hibah, jual beli, sewa tanah atau pemberian hak dari Negara.

Dengan adanya pendaftaran tanah ini barulah dapat dijamin tentang hak-hak seseorang atas tanah. Pihak ketiga pun secara mudah dapat melihat hak-hak apa atau beban apa yang terletak diatas sebidang tanah. Dengan demikian terpenuhi syarat tentang pengumuman (openbarheid), yang merupakan salah satu syarat yang melekat kepada hak-hak yang brsifat kebendaan. Hanya dengan adanya sistem kadaster untuk semua hak-hak tanggungan atas tanah, hipotik atau lain-lain hak tanggungan atas tanah tidak akan dapat dilaksanakan dalam praktek bilamana tidak terdapat kewajiban atau pendaftaran ini.9

Pendaftaran tanah menerapkan system negative yang bukan murni tetapi system negative berunsur positif. System ini memberi makna sebagai berikut:

1. Negara tidak menjamin kebenaran data 100%

(21)

2. Pengumpulan data dilakukan dengan secermat-cermatnya sehingga didapatkan data yang akurat.

3. Data yang diperoleh sedemikian rupa diuji kebenarannya oleh Panitia Ajudikasi/Kepala Kantor Pertanahan.

4. Data yang dikumpulkan itu diumumkan untuk menjaring pendapat public tentang kebenaran data dan tujuan pendaftarannya.

5. Dibuka peluang bagu public untuk mengajukan keberatan/gugatan atas data dan tujuan pendaftaran tanah yang bersangkutan.10

Adapun tata cara yang dapat digunakan untuk memperoleh hak atas tanah tergantung pada status tanah yang tersedia yaitu, Tanah Negara atau Tanah Hak.

Jika tanah yang tersedia berstatus Tanah Negara, tata cara yang harus digunakan untuk memperoleh tanah tersebut adalah melalui permohonan hak.

Dan jika yang tersedia berstatus Tanah Hak (hak-hak primer), maka tata cara yang dapat digunakan untuk memperoleh tanah tersebut di antaranya adalah melalui, pemindahan hak (jual-beli, hibah tukar, menukar)11

Dalam penerbitan sertifikat ganda dalam satu bidang dimana salah satu dari sertifikat tersebut tidak memenuhi syarat dalam penerbitannya. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan sertifikat itu batal demi hukum yaitu :

1. Kesalahan prosedur

10Tampil Ansari Siregar, Pendaftaran Tanah Kepastian Hak,Multi Grafik, Medan, 2007, hal.235

11Sunario Basuki, Garis Besar Hukum Tanah Indonesia Landasan Hukum Penguasaan dan Penggunaan Tanah,Program Spesialis Notariat FHUI, hlm. 29

(22)

2. Kesalahan objek 3. Kesalahan subjek 4. Kesalahan hak 5. Kesalahan ukur

6. Kesalahan penerapan peraturan 7. Kesalahan administrative lain.12

Masalah yang berhubungan dengan tanah harus mendapat perhatian dan penanganan yang khusus dari pemerintah sebagai penyelenggara administrasi pertanahan agar dapat memberikan jaminan kepastian hukum atas tanah. Agar jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan terwujud, maka sangat diperlukan :

1. Tersedianya perangkat hukum tertulis, yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten;

2. Penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif13

Dalam hal ini apabila terjadi permasalahan maka penyelesaian dalam pengadilan dapat dilihat dari :

1. Otentitas masing-masing sertifikat. Apakah benar-benar diterbitkan oleh BPN atau pihak lainnya.

2. Latar belakang terjadinya penerbitan sertifikat oleh BPN.

Bila pemerintah tidak menjamin sertifikat yang dikeluarkannya secara materil, sudah pasti fungsinya sebagai pengaman milik tidak berwujud. Bila tidak terwujud

12Catatan Pendaftaran Tanah tanggal 11-11-2015

13 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanaan Djambatan, Jakarta, 2005, hal 69.

(23)

maka sebagai surat berharga juga tidak akan bernilai tinggi, yang tentunya akan tidak dapat digunakan sebagai benda ekonomi yang diminati masyarakat.14

Sejarah cara memperoleh sertifikat tidak hanya menyangkut umur, namun cara-cara memperoleh sertifikat tersebut apakah telah melalui prosedur hukum yang benar (mulai dari kegiatan jual belinya sampai penerbitan sertifikat).Badan pertahanan Nasional (BPN) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988.Sejak dikeluarkannya peraturan tersebut tugas dan wewenang dibidang pertahanan yang semula berada pada Departemen Dalam Negeri yakni Direktorat Jendral Agraria beralih kepada BPN.Ruang lingkup kegiatan BPN hanya meliputi Agraria dalam arti sempit yaitu tanah.

Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan Nasional sebagaimana ditetapkan dalan keputusan Presiden tersebut tidak hanya meliputi fungsi administrasi saja, melainkan juga mencakup fungsi perumusan kebijaksanaan yang berkaitan dengan pertanahan, baik berdasarkan UUPA maupun Peraturan perundang-undangan lain. Oleh karena masalah pertanahan merupakan masalah kompleks dan menyangkut kepentingan banyak instansi.Dalam melaksanakan tugas tersebut BPN menyelenggarakan fungsi :

1. Merumuskan Kebijaksanaan dan Perencanaan Penguasaan dan Penggunaan Tanah.

2. Merumuskan Kebijaksanaan dan Perencanaan Pengaturan Pemilikan Tanah dengan prinsip-prinsip bahwa tanah mempunyi sosial sebagaimana diatur dalam UUPA.

(24)

3. Merencanakan Pengukuran dan Pemetaan serta Pendaftaran Tanah dalam upaya memberikan kepastian hak dibidang Pertanahan.

4. Melaksanakan Pengurusan Hak-hak Atas Tanah dalam rangka memelihara tertib administrasi dibidang pertanahan.

5. Melaksanakan Penelitian dan Pengembangan dibidang pertanahan sertaPendidikan dan Latihan tenaga-tenaga yang diperlukan dibidangAdministrasi Pertanahan.15

Dalam penerbitan sertifikat diperlukan suatu proses yang melibatkan pihak pemohon, para pemilik tanah yang bersebelahan, Pamong Desa maupun pihak instansi yang terkait untuk memperoleh penjelasan dan surat-surat sebagai alas hak yang berhubungan dengan permohonan sertifikat tersebut. ”Penjelasan baik lisan maupun tertulis dari pihak terkait memiliki peluang untuk terjadinya pemalsuan, daluwarsa bahkan adakalanya tidak benar atau fiktif sehingga timbul sertifikat cacat hukum.”16

Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas Badan Pertanahan Nasional ialah sebagai berikut :

1. Masalah-masalah yang berkaitan dengan Konversi Hak-hak Atas Tanah Milik Rakyat atau Adat.

2. Masalah Okupasi Ilegal

15 Ali Achmad Chomzah, Hukum Pertanahan Seri Hukum Pertanahan III-Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV-Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, Jakarta,2003, hal. 9.

(25)

3. Masalah Pelaksanaan Landreform 4. Masalah Pembebasan Tanah:

a. Pembebasan tanah untuk instansi Pemerintah, dalam hal ini biasanya dilakukan pengadaan tanah untuk fasilitas umum.

b. Penyediaan tanah untuk Keperluan Swasta yang digunakan untuk kawasan industri baik yang menggunakan fasilitas PMA/PMDN maupun yang tidak menggunakan fasilitas.

5. Masalah Pensertifikatan Tanah: a. Sertifikat Palsu

Sertifikat hak atas tanah adalah tanda bukti atau alat pembuktian mengenai pemilikan tanah sehingga merupakan Surat/barang bernilai dengan kecenderungan untuk memalsukan surat/barang yakni Sertifikat.

b. Sertifikat Aspal (asli tapi palsu)

Surat bukti sebagai alas/dasar hak untuk penerbitan Sertifikat tersebut ternyata tidak benar atau dipalsukan.

c. Sertifikat Ganda.

Sertifikat yang untuk sebidang tanah diterbitkan lebih dari satu Sertifikat yang letak tanahnya tumpang tindih seluruhnya atau sebagiannya17

Hal inilah yang melatar belakangi penelitian ini untuk menelaah lebih lanjut masalah sengketa kepemilikan atas sertifikat ganda yang terjadi melalui studi putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe No. 30/Pdt.G/2009/PN.Kbj.

(26)

Ringkasan kasus dari perkara tersebut di atas adalah sebagai berikut:

Bapak Pasang Ginting (PG) menggarap tanah sejak tahun 1949 sampai dengan tahun 1992 yang pada tahun tersebut Bapak PG menaikkan tingkat Surat Keterangan Garapan yang dikeluarkan oleh Kepala Desa pada tahun 1991 bahwasanya Bapak PG telah menggarap di tanah tersebut dari tahun 1949 sampai dengan tahun 1992. Pada tahun 1990 tanah tersebut pernah digugat oleh Iwan Kuasa Purba berdasarkan Hak Guna Bangunan, namun Hak Guna Bangunan tersebut sudah habis dan Iwan Kuasa tersebut kalah oleh para penggarap sampai ke tingkat Mahkamah Agung, maka setelah dari gugatan tersebut Bapak BG membuat surat atas tanahnya seluas kurang lebih 4.067 M2 (empat ribu enampuluh tujuh meter persegi). Pada saat Bapak BG meninggal dunia tanah tersebut beralih ke Ahli Waris yaitu David Ginting (DG), oleh DG tanah tersebut dijual ke Bapak Charlie Ishak (CI) dengan Akta Jual Beli No. 622/AJB/VI/07/2001 tertanggal 06 (enam) Juni 2009 yang dibuat dihadapan Notaris Darwin Sjam Manda, dengan Sertifikat Hak Milik nomor 63/Desa Jaranguda tertanggal 28 (duapuluh delapan) Oktober 1991 (seribu sembilanratus sembilanpuluh satu) , luas 4.067 M2 dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Jalan;

b. Sebelah Selatan berbatas dengan tanah milik Penggugat; c. Sebelah Barat berbatasan dengan Jalan Pendidikan;

(27)

d. Sebelah Timur dahulu berbatasan dengan tanah Pasang Ginting, sekarang tanah Sarno;

Tanah tersebut telah beralih ke CI sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan berdasarkan PP. 24 tahun 1997.Namun sejak kurun 5 tahun terbitnya tidak ada pihak manapun yang menuntut bahwa tanah tersebut telah timbul sertifikat Hak Milik. Timbul masalah setelah lewat dari 5 tahun bahwa tanah tersbut telah ada yang memiliki dengan Sertifikat Hak Milik No. 24/Jaranguda , tertanggal 23 (duapuluh tiga) September 1986 (seribu sembilanratus delapanpuluh enam), dimana mengenai luas, bentuk ukuran dan batas-batas serta letak tanah. Secara nyata jauh berbeda dengan Sertifikat Hak Milik No. 63/Jaranguda tahun 1992. Dalam kasus ini telah terbit 2 sertifikat tanah yang belum diketahui siapa pemilik aslinya apabila dilihat dari kepemilikan pertama telah terbit sertifikat dan dibebankan dengan Hak Tanggungan Nomor.3585 tertanggal 15 Oktober 1996 pada sertifikat Hak Milik No, 24/Jaranguda tertanggal 23 September 1986 sebesar Rp. 100.000.000 (Seratus Juta Rupiah) dan kepemilikan kedua didapat berdasarkan Jual Beli yang sah.

Berdasarkan uraian di atas maka penelitian tesis ini mengambil judul tentang : “ANALISIS KASUS SENGKETA KEPERDATAANKEPEMILIKANTANAH YANG BERSERTIFIKATGANDA(Studi Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe No. 30/Pdt.G/2009/PN.Kbj).’

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut diatas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut;

(28)

1. Apakah pemilikan tanah yang beritikad baik telah terlindungi atas adanya putusan No.30/Pdt.G/2009/PN.Kbj?

2. Bagaimana dasar pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara gugatan penggugat dalam Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe No.30/Pdt.G/2009/PN.Kbj?

3. Bagaimana akibat hukum dari putusan Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe No.30/Pdt.G/2009/PN.Kbj?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang tersebut diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah;

1. Untuk mengetahui apakah pemilikan tanah yang beritikad baik telah terlindungi atas adanya putusan tersebut.

2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim dalam memutuskan perkara gugatan penggugat dalam Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe No.30/Pdt.G/2009/PN.Kbj.

3. Untuk mengetahui akibat hukum dari putusan Putusan Pengadilan Negeri Kabanjahe No.30/Pdt.G/2009/PN.Kbj.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis agar dapat bermanfaat antara lain:

(29)

a. Diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang teliti.

b. Diharapkan dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum Agraria pada khususnya dan penelitian ini dapat menambah bahan terutama mengenai Sertifikat Hak Milik Ganda.

c. Diharapkan dapat menambah referensi/literature sebagai bahan acuan bagi penelitian yang akan datang apabila melakukan penelitian dibidang yang sama dengan bahan yang telah diteliti.

2. Manfaat secara praktis

a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam penelitian ini.

b. Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat umum dan menambah pengetahuan penelitian yang berkaitan dengan Sertifikat Hak Milik Ganda.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya dilingkungan Fakultas Hukum Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, penelitian mengenai “Analisis kasus sengketa kepemilikan Sertifikat Ganda (studi kasus No. 30/Pdt.G/2009/PN.Kbj” belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga dengan

(30)

demikian penelitian ini adalah asli adanya dan secara akademis dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan penelusuran kepustakaan sementara di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Pascasarjana Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan beberapa judul tesis yang berhubungan dengan topik tesis ini antara lain:

1. Nama : JULI ASTUTI Dengan Judul thesis:

Akibat Hukum Pendaftaran hak tanggungan yang objek dan subjeknya satu sertifikat namun kemudian bermasalah karena sertipikatnya ganda.

a. Apakah yang menjadi penyebab terbitnya Sertifikat Pengganti kemudian diketahui sertipikatnya ganda?

b. Bagaimana akibat hukum pendaftaran hak tanggungan atas sertifikat yang objek dan subjeknya satu kemudian diketahui sertipikatnya ganda?

c. Bagaimana penyelesaian hukum pendaftaran hak tanggungan atas sertifikat yang objek dan subjeknya satu namun kemudian diketahui sertipikatnya ganda?

2. Nama : SARILELA MASIDAH Dengan Judul thesis:

Tinjauan Yuridis pembatalan sertifikat yang berawal dari terindikasi ganda: studi kasus putusan PTUN No. 53/G.Tun/2005/PTUN-Medan.

a. Bagaimana factor-faktor penyebab timbulnya sengketa pembatalan sertipikat ganda?

b. Bagaiman kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara dalam pembatalan sertipikat ganda?

c. Bagaimana pertimbangan hukum Hakim dalam pembatalan sertipikat ganda?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori memberikan penjelasan dengan cara mengorganisasikan dan mensistemasikan masalah yang dibicarakan dan teori juga bisa mengandung

(31)

subjektivitas apabila berhadapan dengan suatu fenomena yang cukup kompleks.18 Setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori adalah untuk menerangkan dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu terjadi.19

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukan masalah penelitian yang telah dirumuskan didalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.

Dalam penelitian ilmiah kerangka teori menjadi landasan yang sangat penting serta teori mengacu sebagai pemberi sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan serta lebih baik.20Teori merupakan bagian fundamental dalam penelitian ini, untuk itu akan memudahkan dalam menyusun arah dan tujuan penelitian ini, Teori bertujuan menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan meghadapakan pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.21

Kerangka Teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis, yang mungkin ia setujui ataupun tidak disetujuinya. Sedangkan tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan mengintreprestasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan

18Satijpto Rahardjo, Ilmu Hukum cetakan ke 6, Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal 253 19 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, hal 122

20 Satijpto Rahardjo Op.cit hal 259

(32)

hasil-hasil penelitian yang terlebih dahulu.22Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah Teori Keadilan Hukum.

Hukum harus mengandung nilai keadilan bagi semua orang.Mengartikan keadilan memang tidak mudah. Keadilan diartikan begitu beragam, Ulpianus mengatakan keadilan adalah kemauan yang bersifat terus menerus untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya dimiliki. Aristoteles mengartikan keadilan dengan memberikan kepada seseorang apa yang menjadi haknya (due) atau sesuatu yang menjadi miliknya. Menurut Hart keadilan dan moralitas adalah sebagai berdampingan (koeksistensif), meskipun fakta berbicara bahwa keadilan adalah bagian tersendiri dari moralitas. Sedangkan David Hume menyatakan bahwa keadilan adalah aturan aturan di mana barang barang materil (kepemilikan/kemakmuran) ditujukan kepada individu individu, dan moralitas keadilan terlihat dengan menghormati kepemilikan itu tanpa melakukan tindakan tindakan memperoleh barang orang yang diperoleh secara tidak sah dan dikembalikan kepada pemiliknya.23

Dalam Kasus ini dapat dilihat kepemilikan sertifikat ganda dimana setiap para pihak memilik sertifikat tanah di dalam satu bidang tanah, namun dalam hal ini dimana sertifikat setiap pihak memilik batas dan ukuran yang berbeda, maka dari sini lah diperlukan suatu keadilan hukum dalam menetukan ukuran dan batas-batas mana yang benar dan akurat untuk satu bidang tanah tersebut.

22M.Solly Lubus, Filsafat Ilmu dan Penelitian, PT Sofmedia, Medan, 2012, hal 80

23Hari Chand, Modern Jurisprudence, International Law Book Service, Kuala Lumpur, 1994, hal. 225

(33)

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menggabungkan teori dengan observasi, antara abstrak dan kenyataan.Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.24 Menurut Burhan Ashshofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok atau individu tertentu.25

Adapun Uraian dari pada konsep yang dipakai dalam penelitian ini adalah:

a. Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik yang langsung untuk kehidupannya maupun untuk usahanya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian tanah yaitu di permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali.26

b. Tanah yang bersertipikat artinya tanah yang telah memiliki hak dan telah terdaftar di Kantor Pertanahan setempat.

c. Sertipikat Tanah adalah surat keterangan yang membuktikan hak seseorang atas sebidang tanah.

d. Sertifikat tanah ganda adalah terjadinya penerbitan lebih dari satu sertifikat pada obyek tanah yang sama.

24Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hal 31 25Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1996, hal 19 26Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hal 3

(34)

e. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,”sengketa adalah segalasesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertikaian atauperbantahan.”27

f. Sengketa merupakan kelanjutan dari konflik, sedangkan konflik itu sendiri adalah suatu perselisihan antara dua pihak, tetapi perselisihan itu hanya dipendam dan tidak diperlihatkan dan apabila perselisihan itu diberitahukan kepada pihak lain maka akan menjadi sengketa.28

G. Metode Penelitian

Penelitian (research) sesuai dengan tujuannya dapat didefinisikan sebagai usaha untuk menentukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetetahuan.29Usaha mana dilakukan dengan metode-metode ilmiah yang disebut dengan metodologi penelitian.30 Sebagai suatu penelitian yang ilmiah, maka rangkaian kegiatan penelitian diawali dengan pengumpulan data sehingga analisis datayang dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis artinya yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian.31

27Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, Hal. 643

28Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, PT. Citra Aditya Bhakti, Bandung ,2003, Hal. 1.

29 Muslam Abdurrahman, Sosiologi dan Metode Penelitian Hukum, UMM Press, Malang, 2009, hal.91

30Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1973, hal 5

(35)

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode yang bersifat yuridis normatif, Penelitian metode Yuridis Normatif ialah dengan menggunakan “pendekatan perundang-undangan (statue approach)”.32Yang memfokuskan pengumpulan semua perundang-undangan yang terkait dengan sertifikat ganda, kemudian menganalisa baik yang tertulis di dalam buku, melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pengaturan hukum dan implikasi pelaksanaannya di Indonesia maupun hukum yang diputuskan melalui proses pengadilan.

3. Sumber Data

Penelitian ini menitik beratkan pada studi kepustakaan.Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini menggunakan data sekunder. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dari arsip-arsip, bahan pustaka data resmi pada Instansi Pemerintah, Undang-undang, makalah yang ada kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti, yang terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer,33yaitu bahan hukum yang mengikat, yaitu : Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960, Peraturan perundang-undangan Nomor 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

b. Bahan Hukum Sekunder34yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer, antara lain berupa buku, hasil-hasil penelitian, tulisan atau pendapat pakar-pakar hukum.

32Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo persada, Jakarta, 1997, hal 39

33Ronny Hanitjo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1988, hal 55

(36)

c. Bahan Hukum tertier, yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya penunjang untuk dapat memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti jurnal hukum, jurnal ilmiah, surat kabar, internet serta makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggung jawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh melalui:

Studi Kepustakaan

Menurut Bambang Waiuyo, “Sebagai Penelitian hukum yang bersifat normative, teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (Library Research) yakni upaya untuk memperoleh data dari penelusuran literature kepustakaan, peraturan perundang-undangan, majalah, Koran, artikel dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian.35

5. Analisis Data

Sesuai dengan sifat penelitian ini yang bersifat deskriftif analitis, dimana analisis data merupakan sebuah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan.36Data Kualitatif bersifat mendalam dan rinci, sehingga juga bersifat panjang-lebar. Akibatnya analisis data kualitatis bersifat spesifik, terutama untuk meringkas data dan menyatukannya dalam

34Ibid

35 Bambang Waiuyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal 14 36Lexy Meleong, Metode Penelitian Kualitatis, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004, hal 103

(37)

suatu alur analisis yang mudah dipahami pihak lain. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini dengan menggunakan metode deduktif artinya semua data diungkapkan terlebih dahulu dalam hal-hal yang bersifat umum kemudian dikerucutkan menjadi pengungkapan data yang bersifat khusus.

(38)

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS KEPEMILIKAN HAK ATAS TANAH YANG BERITIKAD BAIK

A. Perjanjian Jual Beli Hak Atas Tanah

Dalam hal melakukan Perjanjian Jual Beli hak atas tanah terkhususnya Hak Milik Tanaha berdasarkan kedudukannya terbagi menjadi tanah yang bersertipikat dan tanah yang belum bersertipikat. Tanah yang bersertipikat adalah tanah yang memiliki hak dan telah terdaftar di kantor pertanahan sedangkan tanah yang belum bersertipikat merupakan tanah yang belum memiliki hak tertentu dan status tanahnya masih merupakan tanah negara. Dalam pembuatan dokumen tanah untuk bisa berlangsungnya penerbitan akta, yang harus dipersiapkan ialah sertifikat tanah apabila belum adanya sertifikat maka penggantinya adalah bukti lain yang dikuatkan oleh Surat Keterangan Lurah dan Camat setempat mengenai kebenaran kepemilikan atas tanah.37 Dalam hal ini perjanjian Jual Beli Hak Atas Tanah yang dilakukan ialah Perjanjian Jual Beli hak atas Tanah Milik yang telah terbit sertipikat hak miliknya pada satu bidang tanah.

Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.” Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst (Belanda) yang

37Herman Hermit, Cara Memperoleh Sertifikat Tanah Hak Milik, Tanah Negara dan Tanah Pemda Teori dan Praktik Pendaftaran Tanah di Indonesia, cetakan I, Mandar Maju, Bandung 2004, hal 224

(39)

diterjemahkan dengan persetujuan / perjanjian.38Syarat-syarat Sahnya menurut pasal 1320 KUHPerdata ada empat syarat yang harus ada pada setiap perjanjian, sebab dengan dipenuhinya syarat-syarat inilah suatu perjanjian itu baru dinyatakan sah . Adapun keempat syarat-syarat sahnya perjanjian yaitu :

1. Kata sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya.

Kata sepakat mereka harus diberikan secara bebas, walaupun syarat kata sepakat ini sudah dirasakan atau dianggap telah dipenuhi, mungkin terdapat suatu kehilapan di mana suatu perjanjian yang telah terjadi itu pada dasarnya ternyata bukan perjanjian, apabila kedua belah pihak beranggapan menghendaki sesuatu yang sama akan tetapi tidak, Keadaan ini kita jumpai bilamana terjadi kekhilafan. Perjanjian yang timbul secara demikian dalam beberapa hal dapat dibatalkan.

2. Kecakapan untuk membuat perjanjian.

Orang yang cakap adalah mereka yang telah berumur 21 tahun atau yang belum berumur 21 tahun tetapi sudah pernah menikah. Secara umum pengertian cakap.adalah mampu memahami dan bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya. Bila membahas tentang cakap berbuat, hal ini berarti sama dengan membahas subyek hukum karena subyek hukum adalah sesuatu yang dapat melakukan perbuatan hukum atau menjadi pihak dalam hubungan hukum atau apa saja yang cakap untuk membuat suatu perjanjian.39 Menurut

38R. Subekti, R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita,Jakarta, 2003, hal. 338

39Hardijan Rusli,Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan,Jakarta, 1993,ha. 75

(40)

Setiawan40seseorang adalah tidak cakap, apabila ia pada umumnya berdasarkan ketentuan undang-undang tidak mampu membuat sendiri persetujuan-persetujuan dengan akibat-akibat hukum yang sempurna. Terdapat ketidak wenangan jika seseorang yang pada umumnya adalah cakap untuk mengikatkan dirinya, namun demikian tidak dapat melakukan perbuatan hukum tertentu. Dalam Pasal 1330 KUHPerdata disebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian, yaitu :41 1. orang-orang yang belum dewasa;

2. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;42

Seorang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang, dan semuaorang kepada siapa undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu.

3. Suatu hal Tertentu

adanya perihal tertentu artinya apa yang diperjanjikan, hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul perselisihan. Prestasi dari persetujuan harus tertentu atau dapat ditentukan. Paling tidak harus ditentukan jenisnya, sedangkan jumlahnya asal dapat ditentukan. Jadi yang dimaksud perihal tertentu tidak lain adalah perihal yang merupakan obyek dari suatu kontrak. Agar terdapat kepastian hukum maka obyek suatu perjanjian harus jelas

40R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Putra A. Bardin,Bandung, 1999, hal 61 41Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek., Psl 1329

42Pengampuan adalah keadaan dimana seseorang (disebut curandus) karena sifat-sifat pribadinya dianggap tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap untuk bertindak sendiri (atau pribadi) di dalam lalu lintas hukum, karena orang tersebut (curandus), oleh putusan hakim dimasukkan ke dalam golongan orang yang tidak cakap bertindak dan lantas diberi seorang wakil.

(41)

identitasnya. Jika tidak jelas maka terbuka kemungkinan akan timbulnya suatu masalah. Hukum melarang orang mengadakan perjanjian tanpa ada obyeknya atau berupa sesuatu yang belum ada.

4. Sebab yang halal.

sebab yang halal yaitu sebab yang dibenarkan undang-undang artinya sebab mengapa kontrak tersebut dibuat. Sebab yang halal merupakan syarat sah perjanjian yang paling terakhir yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Yang dimaksudkan dengan kausa yang halal adalah isi dari perjanjian itu sendiri yang wajib dilakukan atau dipenuhi oleh para pihak. Undang-undang tidak memberikan pengertian khusus mengenai apa yang dimaksud dengan kausa. Tetapi yang dimaksud tentu tidak terkait dengan sebab akibat, sehingga pengertian kausa di sini bukanlah sebab yang mendorong para pihak untuk mengadakan perjanjian, karena apa yang menjadi motif dari seseorang untuk mengadakan perjanjian itu tidak menjadi perhatian hukum.

Suatu perjanjian baru mengikat dan mempunyai akibat hukum apabila perjanjian tersebut sudah memenuhi syarat-syarat yang diuraikan tersebut di atas, sehingga lahirlah suatu perikatan. Oleh karena itu perjanjian dan perikatan terdapat kaitan yang erat dan mempunyai hubungan yang penting karena perjanjian merupakan sumber dari perikatan.43 Pasal 1338 KUHPerdata mengatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

(42)

yang membuatnya. Artinya setiap kontrak yang dibuat mengikat para pihak. Yang dimaksud dengan para pihak ialah :44

a. para pihak yang membuatnya (Pasal 1340 KUHPerdata);

b. ahli waris berdasarkan alas hak umum karena mereka itu memperoleh segala hak dari seseorang secara tidak terperinci (en bloc).

c. pihak ketiga yang diuntungkan dari perjanjian yang dibuat berdasarkan alas hak khusus karena mereka itu memperoleh segala hak dari sesorang secara terperinci/khusus.

Di dalam Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan tiga alasan pembatalan perjanjian, yaitu :45

1. kekhilafan/kesesatan (dwaling); 2. paksaan (dwang);

3. penipuan (bedrog).

Pengertian kekhilafan atau kesesatan dapat dimengerti sebagai apabila pernyataan dalam kesepakatan sudah sesuai dengan kemauan tetapi kemauan tersebut didasari oleh gambaran yang keliru. Pengertian paksaan adalah kemauan untuk mengadakan perjanjian bukan berdasarkan kehendak sendiri tetapi karena dipengaruhi oleh pihak lain atau karena paksaan.46 Sedangkan pengertian penipuan adalah adanya pihak yang menggunakan daya akalnya untuk menanamkan gambaran

44Subekti dan R. Tjitrosudibio, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1984, hal.32 45Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) op. Cit, Psl. 1321

46Dapat juga diartikan bahwa pengertian paksaan dalam perjanjian adalah kekerasan jasmani atau ancaman (akan membuka rahasia) dengan sesuatu yang diperbolehkan hukum yang menimbulkan ketakutan kepada seseorang sehingga ia membuat perjanjian. Dikutip dari Mariam Darus Badrulzaman, KUHPerdata Buku III, Alumni, Bandung, 2006), hlm. 101

(43)

yang keliru tentang orang atau obyek dalam perjanjian sehingga menggerakkan pihak lain untuk membuat suatu perjanjian.

Perjanjian jual beli Menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.47 Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan.48 Menurut M. Yahya Harahap yang dimaksud dengan jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual dengan berjanji menyerahkan sesuatu barang / benda (zaak) dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri dengan berjanji untuk membayar harganya.49

Menurut Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, dalam jual beli senantiasa terdapat dua sisi hukum perdata yaitu hukum kebendaan dan hukum perikatan. Dikatakan demikian karena pada sisi hukum kebendaan, jual beli melahirkan hal bagi kedua belah pihak atas tagihan yang berupa penyerahan kebendaan pada satu pihak dan pembayaran harga jual pada pihak lainnya. Sedangkan dari sisi perikatan, jual beli merupakan suatu bentuk perjanjian yang melahirkan kewajiban dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual dan penyerahan uang oleh pembeli

47Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1457 48Subekti, op.cit, hal 52

49M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, cetakan kedua, Alumni, Bandung, 1986, hal 181

(44)

kepada penjual. Namun, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata melihat jual beli hanya dari sisi perikatannya saja yaitu dalam bentuk kewajiban dalam lapangan harta kekayaan dari masing-masing pihak secara bertimbal balik satu terhadap lainnya dan karena itu pula maka jual beli dimasukkan dalam Buku Ketiga tentang Perikatan50

Jual Beli tanah sebagai suatu lembaga hukum, tidak secara tegas dan terperinci diatur dalam UUPA. Bahkan, sampai sekarang belum ada peraturan yang mengatur khusus mengenai pelaksanaan Jual beli. Menurut Hukum Adat, Jual Beli tanah adalah suatu perbuatan pemindahan hak atas tanah yang bersifat terang dan tunai. Terang berarti perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan kepala adat, yang berperan sebagai pejabat yang menanggung keteraturan dan sahnya perbuatan pemindahan hak tersebut sehingga perbuatan tersebut diketahui umum. Tunai maksudnya, bahwa perbuatan pemindahan hak dan pembayaran harganya dilakukan secara serentak. Oleh karena itu, maka tunai mungkin berarti harga tanah dibayar secara kontan, atau baru dibayar sebagian (tunai dianggap tunai). Dalam hal ini pembeli tidak membayar sisanya, maka penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah, akan tetapi atas dasar hukum utang piutang.51

Dalam Hukum adat, jual beli tanah dimasukkan dalam hukum benda, khususnya hukum benda tetap atau tanah, tidak dalam hukum perikatan khususnya hukum perjanjian, hal ini karena:52

50

Kartini Mulyadi dan Gunawan Widjaja , Jual Beli, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2003, Hal 7

51Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, Rajawali, Jakarta, 1983, hal 211 52Ibid

(45)

1. Jual Beli tanah menurut Hukum Adat bukan merupakan suatu perjanjian, sehingga tidak mewajibkan para pihak untuk melaksanakan jual beli tersebut. 2. Jual Beli tanah menurut Hukum Adat tidak menimbulkan hak dan kewajiban,

yang ada hanya pemindahan hak dan kewajiban atas tanah, Jadi, apabila pembeli baru membayar harga tanah sebagian dan tidak membayar sisanya maka penjual tidak dapat menuntut atas dasar terjadinya jual beli tanah tersebut.

Ciri-ciri yang menandai dari jual beli tersebut antara lain, jual beli tersebut serentak selesai dengan tercapainya persetujuan atau persesuaian kehendak (konsensus) yang diikuti dengan ikrar/pembuatan kontrak jual beli di hadapan Kepala Persekutuan hukum yang berwenang, dibuktikan dengan pembayaran harga tanah oleh pembeli dan disambut dengan kesediaan penjual untuk memindahkan hak miliknya kepada pembeli. Dengan terjadinya jual beli tersebut, hak milik atas tanah telah berpindah, meskipun formalitas balik nama belum terselesaikan. Kemudian ciri kedua adalah sifatnya yang terang, berarti tidak gelap. Sifat ini ditandai dengan peranan dari Kepala Persekutuan, yaitu menangggung bahwa perbuatan itu sudah cukup tertib dan cukup sah menurut hukumnya. Adanya tanggungan dari Kepala Persekutuan tersebut menjadikan perbuatan tersebut terangkat menjadi suatu perbuatan yang mengarah pada ketertiban umum sehingga menjadikannya didalam lalu lintas hukum yang bebas dan terjamin.53

53Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, cetakan keenam, Jakarta, 2014, hal 72-73

(46)

Transaksi tanah, di lapangan hukum harta kekayaan merupakan salah satu bentuk perbuatan tunai dan berobjek tanah. Intinya adalah penyerahan benda (sebagai prestasi) yang berjalan serentak dengan penerimaan pembayaran tunai (seluruhnya, kadang-kadang sebagian, selaku kontra prestasi). Perbuatan menyerahkan ini dinyatakan dengan istilah jual (Indonesia), adol, sade (Jawa).54

Dalam UUPA istilah jual beli hanya disebutkan dalam pasal 26 yaitu yang menyangkut jual beli hak milik atas tanah. Dalam pasal-pasal lainnya, tidak ada kata yang menyebutkan jual beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan suatu perbuatan hukum yang disengaja untuk memindahkan hak atas tanah kepada pihak lain melalui jual beli, hibah, tukar-menukar, dan hibah wasiat. Jadi, meskipun dalam pasal hanya disebutkan dialihkan, termasuk salah satunya adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah karena jual beli.55

Sejak berlakunya PP Nomor 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT yang bertugas membuat aktanya. Dengan dilakukan oleh para pihak di hadapan PPAT, dipenuhi syarat terang (bukan perbuatan hukum yang gelap, yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi). Akta jual beli yang ditandatangani para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual kepada pembelinya dengan disertai pembayaran harganya, telah memenuhi syarat tunai dan menunjukkan bahwa secara nyata atau riil perbuatan hukum jual beli yang bersangkutan telah dilaksanakan. Akta tersebut membuktikan bahwa benar telah

54Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Liberty, Yogyakarta, 1981, hal 28 55Adrian Sutedi, Op.cit, hal 76

(47)

dilakukan perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya dan pembayaran harganya. Karena perbuatan hukum yang dilakukan merupakan perbuaan hukum pemindahan hak, maka akta tersebut membuktikan bahwa penerima hak (pembeli) sudah menjadi pemegang haknya yang baru. Akan tetapi, hal itu baru diketahui oleh para pihak dan ahli warisnya, karena juga baru mengikat para pihak dan ahli warisnya karena administrasi PPAT sifatnya tertutup bagi umum.56

Syarat jual beli tanah ada dua, yaitu syarat materiil dan syarat formil; 1. Syarat Materiil

Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut, antara lain sebagai berikut:

a. Pembeli berhak membeli tanah hak milik yang bersangkutan

Maksudnya adalah pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya. Untuk menentukan berhak atau tidaknya si pembeli memperoleh hak atas tanah yang dbelinya tergantung pada hak apa yang ada pada tanah tersebut, apakah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai..

b. Penjual berhak menjual tanah hak milik yang bersangkutan

Yang berhak menjual suatu bidang tanah tentu saja si pemegang yang sah dari hak atas tanah tersebut yang disebut pemilik. Kalau pemilik sebidang tanah hanya satu orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu.

56Budi Harsono, Hukum Agraria; Sejarah Pembentukan Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1997, hal 296

(48)

Akan tetapi, bila pemilik tanah adalah dua orang maka yang berhak menjual tanah itu adalah kedua orang itu bersama-sama. Tidak boleh seorang saja yang bertindak sebagai penjual.57

c. Tanah hak milik yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan tidak sedang dalam sengketa.

Mengenai tanah-tanah hak apa yang boleh diperjualbelikan telah ditentukan dalam UUPA yaitu hak milik (pasal 20), hak guna usaha (pasal 28), hak guna bangunan (pasal 35), hak pakai (pasal 41). Jika salah satu syarat materiil ini tidak dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakan orang yang berhak atas tanah yang dijual atau pembeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemilik hak atas tanah atau tanah, yang diperjualbelikan sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang tidak boleh diperjualbelikan, maka jual beli tanah tersebut adalah tidak sah. Jual beli tanah yang dilakukan oleh yang tidak berhak adalah batal demi hukum. Artinya, sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli.58

2. Syarat Formal

Setelah semua persyaratan materiil dipenuhi maka PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) akan membuat kata jual belinya. Akta jual beli menurut Pasal 37 PP 24/1997 harus dibuat oleh PPAT. Jual Beli yang dilakukan tanpa

57Effendi Perangin, Praktik Jual Beli Tanah, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, hal 2 58Ibid

(49)

dihadapan PPAT tetap sah karena UUPA berlandaskan pada Hukum Adat (Pasal 5 UUPA), sedangkan dalam Hukum Adat sistem yang dipakai adalah sistem yang konkret/kontan/nyata/riil. Kedatipun demikian, untuk mewujudkan adanya suatu kepastian hukum dalam setiap peralihan hak atas tanah, Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 sebagai peraturan pelaksana dari UUPA telah menentukan bahwa setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan di hadapan PPAT.59

Suatu Yurisprudensi jual beli telah ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 350 K/Sip/1968 yang menyatakan “jual beli adalah bersifat obligatoir sedangkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan baru berpindah bila barang tersebut telah diserahkan secara yuridis”. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, jika ditinjau dari sistem UUPA dan sejarah pembentukannya, maka Putusan Mahkamah Agung tersebut memang dapat dipertanggungjawabkan.60 Akta Jual Beli tanah merupakan suatu hal yang sangat penting yang berfungsi untuk terjadinya pemindahan hak milik atas tanah dan terjadinya kepemilikan tanah.61

B. Perlindungan bagi Pembeli yang Beritikad Baik Dalam Pemilikan Tanah Dalam Black’s Law Dictionary yang dimaksud itikad baik atau good faith adalah 62“a state of mind consisting in (1) honesty in belief or purpose, (2)

59

Bachtiar Effendi, Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah, Alumni, Bandung, 1993, hal 23

60Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Masalah Hukum Dalam Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hipotek serta hambatan-hambatannya dalam Praktik di Medan, Alumni, Bandung, 1978, hal 118

61Harun Al-Rasyid, Sekilas tentang Jual Beli Tanah, cetakan I, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1987, hal 64

62Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, eight Edition, United Stated of America,2004, Hal. 713.

(50)

faithfulness to one’s duty or obligation, (3) observance of reasonable commercial standards of fair dealing in a given trade or bussines, or (4) absence of intent to defraud or to seek unconscionable advantage”.Prof. R Subekti SH merumuskan

itikad baik dengan pengertian sebagai berikut: Itikad baik di waktu membuat suatu perjanjian berarti kejujuran, orang yang beritikad baik menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada pihak lawan, yang dianggapnya jujur dan tidak menyembunyikan sesuatu yang buruk yang dikemudian hari akan menimbulkan kesulitan-kesulitan.63

Dalam Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata membahas mengenai pelaksanaan suatu perjanjian dan berbunyi :” Perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Jadi dalam perikatan yang dilahirkan dari perjanjian, maka para pihak bukan hanya terikat oleh kata-kata perjanjian itu, tetapi juga oleh itikad baik.

Martijn Hasselin menyebutkan semua itikad baik yang bersifat objektif mengacu kepada konsep normatif. Sesungguhnya itikad baik seringkali dilihat sebagai suatu norma tertinggi dari hukum kontrak, hukum perikatan, bahkan hukum perdata. Itikad baik seringpula dikatakan sebagai berhubungan dengan standar moral.Di satu sisi, dikatakan menjadi suatu standar moral itu sendiri, yakni suatu prinsip legal ethical, sehingga itikad baik bermakna honesty.Dengan demikian, pada dasarnya itikad baik bermakna bahwa satu pihak harus memperhatikan kepentingan pihak lainnya di dalam kontrak.Di sisi lain, itikad baik dapat dikatakan sebagai pintu masuk hukum melalui nilai moral (moral values). Dengan keadaan yang demikian itu

63Samuel M.P. Hutabarat, Penawaran dan Penerimaan dalam Hukum Perjanjian, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta,2010, Hal.45

(51)

menjadikan itikad baik sebagai norma terbuka (open norm), yakni suatu norma yang isinya tidak dapat ditetapkan secara abstrak, tetapi ditetapkan melalui kongkretisasi kasus demi kasus dengan memperhatikan kondisi yang ada.64

Dalam common law Inggris dikenal dua makna itikad baik yang berbeda, yakni:

“good faith performance dan good faith purchase. Good faith performance berkaitan dengan kepatutan (yang objektif), atau reasonableness pelaksanaan kontrak.Di dalam makna yang demikian itu, itikad baik digunakan sebagai

implide term, yang digunakan dalam hukum Romawi, mensyaratkan adanya

kerjasama diantara para pihak untuk tidak menimbulkan kerugian dari

reasonableness expectation.Good faith purchase, di lain pihak, berkaitan

dengan a contracting party’s subjective state of mind; apakah seseorang membeli dengan itikad baik sepenuhnya digantungkan pada ketidaktauannya, kecurigaan, dan pemberitahuan yang berkaitan dengan kontrak65.

Kejujuran dalam pelaksanaan persetujuan harus diperbedakan daripada kejujuran pada waktu mulai berlakunya perhubungan hukum dan kejujuran dalam pelaksanaan perjanjian.Dalam kejujuran pada waktu mulai berlakunya suatu perhubungan hukum berupa pengiraan dalam hati sanubari terhadap syarat untuk memperoleh hak milik barang telah dipenuhi. Sedangkan kejujuran dalam pelaksanaan perjanjian terletak pada keadaan jiwa manusia, akan tetapi titik berat dari kejujuran ini terletak pada tindakan yang dilakukan kedua belah pihak dalam hal melaksanakan janji. Dalam melaksanakan tindakan inilah kejujuran harus berjalan dalam hari sanubari seorang manusia berupa selalu mengingat, bahwa manusia itu sebagai anggota masyarakat harus jauh dari sifat menipukan pihak lain dengan

64Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Pascasarjana UI, Jakarta, 2004, hlm.34-35.

(52)

menggunakan secara membabi buta kata-kata yang dipakai pada waktu kedua belah pihak membentuk suatu persetujuan. Kedua belah pihak harus selalu memperhatikan hal ini dan tidak boleh mempergunakan kelalaian pihak lain untuk menguntungkan diri pribadi.66

Pemilikan yang beritikad baik dalam hal ini memiliki keinginan untuk membeli satu bidang tanah sesuai dengan prosedur yang telah dibuat dan segala hal mengenai informasi tentang tanah tersebut telah di check ke Badan Pertanahan dan pada saat telah terjadi jual beli hak milik atas tanah tersebut dengan menaruh kepercayaan bahwa tanah tersebut tidak sedang bersengketa maupun dalam agunan. Seharusnya dalam jual beli hak milik atas tanah memperhatikan setiap kepentingan para pihak sehingga tidak merugikan ataupun memberikan kesulitan bagi para pihak setelah terjadinya jual beli hak milik atas tanah tersebut. Apabila setelah dilakukan jual beli timbul masalah maka salah satu dari pihak yang melakukan perjanjian jual beli hak milik atas tanah tersebut tidak melakukan perbuatan itikad baik. Dalam putusan Nomor 30/Pdt.G/2009/PN.Kbj pembeli belum mendapatkan perlindungan meskipun dalam hal ini pembeli telah melaksanakan Jual Beli maupun Pendaftaran Tanah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

C. Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah berasal dari kata Cadaster atau dalam bahasa belanda merupakan suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman) yang menerapkan

(53)

mengenai luas, nilai dan kepemilikan terhadap suatu bidang tanah.67Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa : “Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan, dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”.68

Data Fisik menurut Pasal 1 angka 6 PP 24/1997 adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya sedangkan Data Yuridis menurut Pasal 1 angka 7 PP 24/1997 adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya. Boedi Harsono merumuskan pengertian pendaftaran tanah sebagai suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur dan terus menerus untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan menyajikan data tertentu mengenai bidang-bidang atau tanah-tanah tertentu yang ada di suatu wilayah tertentu dengan tujuan tertentu.69

67AP. Parlindungan, Pendaftaran Tanah dan Konversi hak milik atas tanah menurut UUPA, Alumni, Bandung, 1988, hal 2.

68Budi Harsono, Op.cit, hal 474

69Hasan Wargakusumah, Hukum Agraria I, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995 hal.80.

(54)

Kegiatan pendaftaran tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah secara terus menerus dalam rangka menginventarisasikan data-data berkenaan dengan hak-hak atas tanah menurut undang-undang pokok agraria dan peraturan Pemerintah, sedangkan pendaftaran hak atas tanah merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh si pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan dilaksanakan secara terus menerus setiap ada peralihan hak-hak atas tanah tersebut menurut undang-undang pokok agraria dan peraturan pemerintah guna mendapatkan sertipikat tanda bukti tanah yang kuat.70

Sistem Pendaftaran Tanah yang dipakai di suatu negara tergantung pada asas hukum yang dianut negara tersebut dalam mengalihkan hak atas tanahnya. Terdapat 2 macam asas hukum, yaitu asas itikad baik dan asas nemo plus yuris. Di dalam asas

nemo plus yuris, perlindungan diberikan kepada pemegang hak yang sebenarnya,

maka dengan asas ini, selalu terbuka kemungkinan adanya gugatan kepada pemilik terdaftar dari orang yang merasa sebagai pemilik sebenarnya.

Terlepas dari kemungkinan kalah atau menangnya tergugat yaitu pemegang hak terdaftar, maka hal ini berarti bahwa daftar umum yang diselenggarakan di suatu negara dengan prinsip pemilik terdaftar tidak dilindungi, tidak mempunyai bukti kekuatan. Ini berarti bahwa terdaftarnya seseorang di dalam daftar umum sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum. Jadi, pemerintah tidak menjamin kebenaran

70Bachtiar Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1993, hal 15.

Referensi

Dokumen terkait

Metode pembahasan diawali dengan pengumpulan data yang diolah melalui analisis dan sintesis data yang kemudian diprosese menjadi sebuah konsep

Ta – Tetep jumeneng ing dzat kang tanpa niat (Tetap berada dalam dzat yang tanpa niat).Dat atau zat tanpa bertempat tinggal,yang merupakan awal mula adalah dat

Rasio Anak-Wanita (Child-Woman Ratio) merupakan ukuran fertilitas yang diperoleh dari sensus penduduk (Palmore 1978, diacu dalam Hadi 2008), CWR ini dinyatakan dengan rasio

Sebagaimana rancangan sistem penyediaan BBM Solar, agar semua kebutuhan nelayan dapat terpenuhi maka pendataan terhadap kapal yang digunakan menjadi satu kebutuhan yang

TINJAUAN PUSTAKA 11 Distribusi Binomial Variabel Acak Diskrit Distribusi Normal Standart Distribusi Bernoulli Distribusi Normal Penelitian Terdahulu PENDAHULUAN TINJAUAN

Algoritma K-Nearest Neighbor dapat diterapkan dalam sistem pendukung keputusan seleksi Paskibraka untuk melakukan klasifikasi dalam menentukan status diterima atau tidak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel Return On Equity dan Debt to Equity Ratio terhadap Harga Saham baik secara parsial

Pewarnaan-total