• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Gaya Kepemimpinan

2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan organisasi. Jika seorang pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah bagaimana seorang pemimpin melakasanakan fungsi kepemimpinannya dan bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau mereka yang mungkin sedang mengamati dari luar (Robbert, 1992). Sedangkan James et. al (1996) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah berbagai pola tingkah laku yang disukai oleh pemimpin dalam proses mengarahkan dan mempengaruhi pekerja.

Menurut Tampubolon (2007) gaya kepemimpinan adalah perilaku dan strategi, sebagai hasil kombinasi dari falsafah, keterampilan, sifat, sikap, yang sering diterapkan seorang pemimpin ketika ia mencoba mempengaruhi kinerja bawahannya. Begitupun dengan Tjiptono (2006) yang juga mendefinisikan gaya kepemimpinan, menurutnya gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan pemimpin dalam berinteraksi dengan bawahan. Sementara itu, pendapat lain mengatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah perilaku atau cara

(2)

7

yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi (Nawawi, 2003).

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin dalam mengarahkan, mempengaruhi, mendorong dan mengendalikan orang lain atau bawahan untuk bisa melakukan sesuatu pekerjaan atas kesadarannya dalam mencapai suatu tujuan tertentu.

2.1.2 Jenis – jenis Gaya Kepemimpinan

Bass (2005) menyebutkan gaya kepemimpinan ada dua jenis yaitu gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional. yang dideskripsikan sebagai berikut:

1. Gaya Kepemimpinan Transformasional

Gaya kepemimpinan transformasional adalah pengaruh pemimpin terhadap pengikutnya, sehingga para pengikut merasakan kepercayaan, kegunaan, kesetiaan dan penghormatan terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari pada yang awalnya diharapkan dari mereka, sesuai dengan yang dikatakan Bass (dalam Syukri, 2010). Selanjutnya Yulk (2009) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional sering didefinisikan melalui dampaknya terhadap bagaimana para pemimpin memperkuat sikap saling mempercayai dan kerja sama, identifikasi dengan tim, kemajuan diri secara kolektif dan pembelajaran tim. Disini para pemimpin transformasional membuat para pengikutnya menjadi lebih menyadari kepentingan dan nilai dari pekerjaan dan

(3)

8

membujuk pengikut untuk tidak mendahulukan kepentingan pribadi diatas kepentingan organisasi.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara mengarahkan, menyadarkan bahwa kepentingan kelompok lebih diutamakan, dan berusaha memberikan motivasi kepada para bawahannya untuk melakukan lebih dari apa yang diharapkan sebelumnya.

Bass dalam Robbin dan Judge (2008) mengemukakan adanya empat karakteristik kepemimpinan transformasional, yaitu :

a. Attributed Charisma

Pemimpin mendahulukan kepentingan perusahaan dan kepentingan orang lain dari kepentingan diri sendiri. Pemimpin menimbulkan kesan pada karyawan bahwa pemimpin memiliki keahlian untuk melakukan tugas pekerjaan, sehingga patut dihargai. Kharisma dan pengaruh yang ideal dari pemimpin menunjukkan adanya pendirian menekankan kebanggaan dan kepercayaan, menempatkan isu-isu yang sulit, menunjukkan nilai yang paling penting dalam visi dan misi yang kuat, menekankan pentingnya tujuan, komitmen dan konsekuen etika dari keputusan serta mrmiliki sence of mission. Dengan demikian pemimpin akan diteladani, membangkitkan kebanggaan, loyalitas, hormat, antusiasme dan keprcayaan bawahan. selain itu pemimpin akan membuat bawahan mempunyai kepercayaan diri. Sunarsih (2001).

(4)

9 b. Intellectual Stimulation

Karyawan merasa bahwa manajer mendorong pegawai untuk memikirkan kembali cara kerja karyawan, untuk mencari cara-cara baru dalam melaksanakan tugas, karyawan merasa mendapatkan cara baru dalam mempersepsikan tugas-tugas karyawan. Stimulasi intelektual memberikan kontribusi yang besar pada sikap karyawan lini depan yang mampu mengambil inisiatif untuk memberi pelayanan yang memuaskan pada konsumen dalam situasi yang berbeda-beda. Karyawan lini depan dituntut untuk selalu mampu melakukan inisiatif terhadap asumsi dasar untuk memilih berbagai cara untuk mengambil tindakan dalam waktu yang singkat sesuai dengan apa yang diperlukan dan apa yang diinginkan konsumen atau pelanggan (Andira dan Subroto, 2003).

c. Inspirational Leadership

Pemimpin mampu menimbulkan inspirasi pada pegawai, antara lain dengan menentukan standar-standar tinggi, memberikan keyakinan bahwa tujuan dapat dicapai. Karyawan merasa diberi inspirasi oleh sang pemimpin. Aspek kepemimpinan transformasional ini berperan terutama untuk menciptakan dan menjaga semangat karyawan lini depan agar selalu berorientasi pada kepuasan konsumen/pelanggan. Mereka harus memiliki kesadaran bahwa tujuan dan cita-cita bersama yang ingin dicapai yaitu menjadi perusahaan jasa yang unggul ada ditangan mereka saat terjadi interaksi dengan pelanggan (Andira dan Subroto, 2003).

(5)

10 d. Individualized Consideration

Karyawan merasa diperhatikan dan diperlakukan secara khusus oleh pemimpin. Pemimpin memperlakukan setiap karyawan sebagai seorang pribadi dengan kecakapan, kebutuhan, dan keinginan masing-masing. Pemimpin memberikan nasihat yang bermakna, memberi pelatihan yang diperlukan dan bersedia mendengarkan pandangan dan keluhan karyawan. Konsiderasi individu merupakan kunci suksesnya suatu kualitas fungsional karena hal ini menunjukkan adanya keterlibatan dari semua karyawan lini depan untuk memberikan kontribusi yang tinggi melalui kinerja yang diberikan pada saat terjadinya interaksi dengan pelanggan (Andira dan Subroto, 2003).

2. Gaya Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional adalah pemimpin memandu atau memotivasi para pengikut mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk menciptakan perubahan bagi bawahannya. Dan menurut Yulk (2009), kepemimpinan transaksional dapat melibatkan nilai-nilai, tetapi nilai tersebut relevan dengan proses pertukaran seperti kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan timbal balik.

Pada prinsipnya, kepemimpinan transaksional memotivasi bawahannya untuk berprestasi sesuai dengan yang diharapkan. Jadi kepemimpinan transaksional hanya bersifat transaksi interpersonal antara pemimpin dengan bawahannya,

(6)

11

ketika pemimpin tidak mampu untuk memberikan imbalan maka sikap dan semangat bahkan produktivitas akan menurun.

Menurut Bycio dkk. (1995) serta Koh dkk. (1995), kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

Dengan demikian kepemimpinan transaksional adalah gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara mengarahkan setiap pekerjaan yang sudah disepakati sebelumnya dan memotivasi karyawan untuk melakukan pekerjaan yang sudah ditargetkan dengan memberikan imbalan.

Bass dalam Robbins dan Judge (2008) mengemukakan karakteristik gaya kepemimpinan transaksional, sebagai berikut :

a. Contingent Reward

Jika bawahan melakukan pekerjaan untuk kepentingan yang menguntungkan organisasi, maka kepada mereka dijanjikan imbalan yang setimpal.

b. Management by Exception-Active

Pemimpin secara aktif dan ketat memantau pelaksanaan tugas pekerjaan bawahannya agar tidak membuat kesalahan, atau kegagalan. Atau agar kesalahan dan kegagalan tersebut dapat secepatnya diketahui untuk diperbaiki.

(7)

12 c. Management by Exception-Passive

Pemimpin baru bertindak setelah terjadi kegagalan dalam proses pencapaian tujuan, atau setelah benar-benar timbul masalah yang serius. Seorang pemimpin transaksional akan memberikan peringatan dan sanksi kepada bawahannya apabila terjadi kesalahan dalam proses yang dilakukan oleh bawahan yang bersangkutan. Namun apabila proses kerja yang dilaksanakan masih berjalan sesuai standar dan prosedur, maka pemimpin transaksional tidak memberikan evaluasi apapun kepada bawahan (Harahap, 2010).

2.2 Big Five Personality

2.2.1 Pengertian Big Five Personality

Kepribadian telah dikonsepkan dari bermacam-macam perspektif teoritis yang masing-masing berbeda tingkat keluasannya (McAdams dalam John & Srivastava, 1999). Masing-masing tingkatan ini memiliki keunikan dalam memahami perbedaan individu dalam perilaku dan pengalamannya. Namun, jumlah sifat kepribadian dan skala kepribadian tetap dirancang tanpa henti-hentinya (Goldberg dalam John & Srivastava, 1999).

Psikologi kepribadian memerlukan model deskriptif atau taksonomi mengenai kepribadian itu sendiri. Salah satu tujuan utama taksonomi dalam ilmu pengetahuan adalah untuk menyederhanakan defenisi yang saling tumpang-tindih. Oleh karena itu, dalam psikologi kepribadian, suatu taksonomi akan mempermudah para peneliti untuk meneliti sumber utama karakteristik

(8)

13

kepribadian daripada hanya memeriksa ribuan atribut yang berbeda-beda yang membuat setiap individu berbeda dan unik (John & Srivastava, 1999).

Setelah beberapa dekade, cabang psikologi kepribadian memperoleh suatu pendekatan taksonomi kepribadian yang dapat diterima secara umum yaitu dimensi “Big Five Personality”. Dimensi Big Five pertama kali diperkenalkan oleh Goldberg pada tahun 1981. Dimensi ini tidak mencerminkan perspektif teoritis tertentu, tetapi merupakan hasil dari analisis bahasa alami manusia dalam menjelaskan dirinya sendiri dan orang lain. Taksonomi Big Five bukan bertujuan untuk mengganti sistem yang terdahulu, melainkan sebagai penyatu karena dapat memberikan penjelasan sistem kepribadian secara umum (John & Srivastava, 1999).

Big Five disusun bukan untuk menggolongkan individu ke dalam satu kepribadian tertentu, melainkan untuk menggambarkan sifat-sifat kepribadian yang disadari oleh individu itu sendiri dalam kehidupannya sehari-hari. Pendekatan ini disebut Goldberg sebagai Fundamental Lexical (Language) Hypothesis; perbedaan individu yang paling mendasar digambarkan hanya dengan satu istilah yang terdapat pada setiap bahasa (dalam Pervin, 2005).

Big Five Personality atau yang juga disebut dengan Five Factor Model oleh McCrae & Costa (1997) dibuat berdasarkan pendekatan yang lebih sederhana. Di sini, peneliti berusaha menemukan unit dasar kepribadian dengan menganalisa kata-kata yang digunakan orang pada umumnya, yang tidak hanya dimengerti oleh para psikolog, namun juga orang biasa (Pervin, 2005).

(9)

14 2.2.2 Tipe-tipe Big Five Personality

Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelumnya, bahwa big five personality terdiri dari lima tipe atau faktor. Terdapat beberapa istilah untuk menjelaskan kelima faktor tersebut. Namun, di sini kita akan menyebutnya dengan istilah-istilah berikut:

1. Neuroticism (N) 2. Extraversion (E)

3. Openness to New Experience (O) 4. Agreeableness (A)

5. Conscientiousness (C)

Untuk lebih mudah mengingatnya, istilah-istilah tersebut di atas disingkat menjadi OCEAN (Pervin, 2005).

Mandasari (2012), kepribadian big five sangat pesat dalam berbagai riset kepribadian. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa banyak hal yang mampu diprediksi dengan trait-trait dalam kepribadian big five. Ciri-ciri kepribadian yang diklasifikasikan ke dalam lima faktor:

1. Extraversion (Ekstraversi)

Menilai kuantitas dan intensitas interaksi interpersonal, level aktivitasnya, kebutuhan untuk didukung, kemampuan untuk berbahagia. Dimensi ini menunjukkan tingkat kesenangan seseorang akan hubungan. Kaum ekstravert cenderung ramah dan terbuka serta menghabiskan banyak waktu untuk mempertahankan dan menikmati sejumlah hubungan. Sementara kaum introvert

(10)

15

cenderung tidak sepenuhnya terbuka dan memiliki hubungan yang lebih sedikit dan tidak seperti kebanyakan orang lain, mereka lebih senang dengan kesendirian.

2. Agreeableness (Keramahan)

Menilai kualitas orientasi individu dengan kontinum nilai dari lemah lembut sampaiantagonis didalam berpikir, perasaan dan perilaku. Dimensi ini merujuk kepada kecenderungan seseorang untuk tunduk kepada orang lain. Orang yang mampu bersepakat, jauh lebih menghargai harmoni daripada ucapan atau cara mereka. Mereka tergolong orang yang kooperatif dan percaya pada orang lain. Orang yang menilai rendah kemampuan untuk bersepakat, memusatkan perhatian lebih pada kebutuhan mereka sendiri ketimbang kebutuhan orang lain.

3. Conscientiousness (Kesadaran)

Menilai kemampuan individu didalam organisasi, baik mengenai ketekunan dan motivasi dalam mencapai tujuan sebagai perilaku langsungnya. Sebagai lawannya menilai apakah individu tersebut tergantung, malas dan tidak rapi. Dimensi ini merujuk pada jumlah tujuan yang menjadi pusat perhatian seseorang. Orang yang mempunyai skor tinggi cenderung mendengarkan kata hati dan mengejar sedikit tujuan dalam satu cara yang terarah dan cenderung bertanggung jawab, kuat bertahan, tergantung, dan berorientasi pada prestasi. Sementara yang skornya rendah, ia akan cenderung menjadi lebih kacau pikirannya,mengejar banyak tujuan, dan lebih edonistik (Robbins, 2001).

4. Neuroticism (Neurotisme)

Trait ini menilai kestabilan dan ketidakstabilan emosi. Mengidentifikasi kecenderungan individu apakah individu tersebut mudah mengalami stres,

(11)

16

mempunyai ide-ide yang tidak realistis, mempunyai coping response yang mal adaptif. Dimensi ini menampung kemampuan seseorang untuk menahan stres. Orang dengan kemantapan emosional positif cenderung berciri tenang, bergairah dan aman. Sementara mereka yang skornya negatif tinggi cenderung tertekan, gelisah dan tidak aman.

5. Openness to Experience (Keterbukaan akan pengalaman baru)

Menilai usahanya secara proaktif dan penghargaannya terhadap pengalaman demi kepentingannya sendiri. Menilai bagaimana ia menggali sesuatu yang baru dan tidak biasa. Dimensi ini mengarah tentang minat seseorang. Seseorang yang terpesona oleh hal baru dan inovasi, ia akan cenderung menjadi imajinatif, benar-benar sensitif dan intelek. Sementara orang yang disisi lain kategori ini keterbukaannya terlihat lebih konvensional dan menemukan kesenangan dalam keakraban.

Dari lima faktor di dalam big five personality, masing-masing faktor terdiri dari beberapa facet. Facet merupakan trait yang lebih spesifik, merupakan komponen dari lima faktor tersebut.

Komponen dari big five faktor tersebut menurut NEO PI-R yang dikembangkan oleh Costa & McCrae (Pervin & John, 2001) adalah :

1) Agreeableness

Kepercayaan (Trust), Moralitas (Morality), Berperilaku menolong (Altruism), Kemampuan bekerjasama (Cooperation), Kerendahan hati (Modesty), Simpatik (Sympathy).

(12)

17 2) Extraversion

Minat berteman (Friendliness), Minat berkelompok (Gregariousness), kemampuan asertif (Assertiveness), Tingkat aktivitas (Activity-level), Mencari kesenangan (Excitement-seeking), Kebahagiaan (Cheerfulness).

3) Conscientiousness

Kecukupan diri (Self efficacy), Keteraturan (Orderliness), Rasa tanggung jawab (Dutifulness), Keinginan untuk berprestasi ( Achievement-striving), Disiplin diri (Self-disciplin), Kehati-hatian (Cautiosness).

4) Neuroticism

Kecemasan (Anxiety), Kemarahan (Anger), Depresi (Depression), Kesadaran diri (Self-consciousness), Kurangnya kontrol diri (Immoderation), Kerapuhan (Vulnerability).

5) Opennes to Experience

Kemampuan imajinasi (Imagination), Minat terhadap seni (Artistic interest), Emotionalitas (Emotionality), Minat berpetualangan (Adventurouness), Intelektualitas (Intellect), Kebebasan (Liberalism).

2.3 Hubungan Antara Big Five Personality Dengan Gaya Kepemimpinan Kepribadian adalah perilaku kunci dalam kepemimpinan. Ketika pemimpin kreatif, dia bisa mengubah orang dan organisasi menuju ke visi yang lebih inspiratif. Pemimpin tidak hanya diidentifikasi oleh gaya kepemimpinan mereka, tetapi juga oleh kepribadian mereka, kesadaran mereka sendiri dan orang lain, penghargaan keragaman, fleksibilitas dan paradoks (Handbury, 2001).

(13)

18

Kepemimpinan dan kepribadian bukanlah aspek yang terpisah dalam kehidupan seseorang. Kombinasi gaya kepemimpinan dan tipe kepribadian berbaur menjadi kombinasi psikologis yang menghasilkan etos pemimpin. Karekteristik pemimpin memainkan peranan penting dalam mempengaruhi, membujuk dan memobilisasi orang lain (Bass, 1985). Pemimpin memiliki kualitas yang membedakan mereka dari pengikut atau orang yang dipimpinnya.

Bono dan Hakim (2004) menemukan bahwa Kepribadian extraversion menjadi kepribadian yang berkolerasi dengan kepemimpinan transformasional. Interpersonal ciri extraversion dan agreeableness yang positif terkait dengan gaya kepemimpinan transformasional diantara para pemimpin masyarakat. Extraversion dan agreeableness tidak hanya memprediksi keterlibatan masyarakat, tetapi ciri-ciri yang sama juga tampaknya untuk memprediksi siapa yang mengasumsikan peran kepemimpinan (Judge & Bono 2000). Pemimpin dengan kepribadian agreeableness, mereka peduli terhadap orang lain, mereka cenderung untuk peduli dengan pertumbuhan individu dan kebutuhan pembangunan dan cenderung untuk memastikan bahwa individu dihargai secara tepat dan memuji untuk bekerja dengan baik dilakukan (Bass, 1985).

(14)

19 2.4 Kerangka Berfikir

Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran

Gaya Kepemimpinan Transformasional

Transaksional

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan kajian pustaka dapat diketahui bahwa variabel bebas dalam penelitian ini adalah big five personality, sedangkan variabel terikatnya adalah gaya kepemimpinan. Dan hipotesis penelitian ini adalah :

 Ada hubungan antara big five personality dengan gaya kepemimpinan.

 Ada hubungan antara big five personality neuroticism dengan gaya kepemimpinan.

 Ada hubungan antara big five personality extraversion dengan gaya kepemimpinan.

 Ada hubungan antara big five personality openness to experience dengan gaya kepemimpinan.

 Ada hubungan antara big five personality agreeableness dengan gaya kepemimpinan.

 Ada hubungan antara big five personality conscientious dengan gaya kepemimpinan.

Big Five Personality Neuroticism

Extraversion

Openness to experience agreeableness

Referensi

Dokumen terkait

Proses pengembangan instrumen penelitian terdiri dari dua bagian yaitu uji validitas dan uji reliabilitas yang digunakan untuk menguji tiap item pernyataan yang terdapat

perkebunan di kabupaten indragiri hilir, banyak kendala- kendala yang terjadi dalam pengawasan terhadap pelestarian hutan lindung pada dinas kehutanan dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara hormon testosteron darah dengan kadar kalsium ranggah muda rusa Timor sebesar 0,825 dan hubungan negatif

Berdasarkan maklumat yang diberikan dalam petikan di bawah ini, sediakan graf yang sesuai untuk menunjukkan aliran kadar perubahan indeks harga pengguna di

lain. Satuan gramatik yang unsurnya berupa kata dan pokok kata, atau pokok kata semua, berdasarkan ciri ini, merupakan kata majemuk karena pokok kata merupakan

Hasil kajian terhadap hubungan antara absensi dengan kinerja menunjukan bahwa korelasi yang signifikan atau nyata terdapat pada variabel megisi absen, penerapan absen,

Dengan polymer polycarboxylate yang menghasilkan electrosteric stabilization yang cukup kuat untuk tetap menahan dan menjaga jarak antar partikel semen maka akibatnya tidak hanya

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kegunaan dan kemudahan pembayaran pajak terhadap penerapan e -billing di Kota Palembang.Dimana penelitian