• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGERTIAN PHARMACEUTICAL CARE (PC)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGERTIAN PHARMACEUTICAL CARE (PC)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGERTIAN PHARMACEUTICAL CARE (PC)

Menurut Linda Strand : Pharmaceutical care (PC) adalah sebuah praktek dimana praktikan langsung mengambil tanggung jawab pengobatan pasien dan memegang kebutuhan tanggung jawab untuk komitmen ini.

Menurut Hepler and strand : Pharmaceutical care (PC) adalah tanggung jawab dari terapi obat untuk mendapatkan outcome yang pasti yaitu peningkatan hidup pasien.

Menurut ASHP : Pharmaceutical care (PC) adalah menunjukkan fungsi dari apoteker dalam penggunaan obat yang optimal untuk mendapatkan outcome yaitu peningkatan kualitas hidup pasien

Menurut Cipolle : Pharmaceutical Care adalah sebuah komponen dari praktek kefarmasian yang mensyaratkan interaksi langsung antara apoteker dan pasien dengan tujuan untuk membantu melayani permasalahan pasien mengenai masalah terkait obat.

ELEMEN DARI PHARMACEUTICAL CARE :

1. Tanggung jawab bertanggung jawab penuh, menganggap pasien yang datang adalah pasien ku

2. Interaksi langsung fokus, kontak dan berinteraksi langsung dengan pasien 3. Kepedulian menunjukkan rasa kepedulian terhadap apa yang dialami pasien,

menganggap mereka adalah orang yang kita sayangi, dan menerapkan patient oriented (orientasi terhadap pasien), untuk menerapkan patient oriented ini kita harus terus mengupdate skill./keterampilan, pengetahuan dan komunikasi

4. Mendapatkan tujuan positif (outcome) : penyembuhan penyakit, mengurangi dan menghilangkan penyakit dan gejala, mencegah gejala, dan mencegah perkembangan penyakit.

5. Meningkatkan kualitas hidup pasien

6. Resolusi dari medication-related problem (MRP's) DRP seperti : dosis terlalu besar/kecil, obat yang salah, obat tanpa indikasi, ADR, IO, kegagalan menerima obat dll.

PERBEDAAN PHARMACEUTICAL CARE DAN FARMASI KLINIK : Pharmaceutical care :

- patient oriented

- berinteraksi langsung dengan pasien - berdasarkan kepedulian

- kualitas hidup

- diterapkan pada semua tatanan - harus dilakukan semua APT Farmasi klinik :

- drug oriented

(2)

- berdasarkan kompetensi - kualitas dari siklus kepedulian - diterapkan pada kasus kronik - dilakukan hanya oleh sebagian APT Referensi : Pharmaceutical Care FFUP

DEFINISI PHARMACEUTICAL CARE PHARMACEUTICAL PUBLIC HEALTH

Menurut American Society of Hospital Pharmacists (1993), asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) merupakan tanggung jawab langsung apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute dan metode pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian informasi dan konseling pada pasien. Asuhan kefarmasian adalah konsep yang melibatkan tanggung jawab farmasis yang menuju keberhasilan outcome tertentu sehingga pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat (Heppler and Strand, 1990).

Outcome yang dimaksud adalah (Heppler and strand, 1990) :  Merawat Penyakit

 Menghilangkan atau menurunkan gejala

 Menghambat atau memperlama proses penyakit  Mencegah penyakit atau gejala

DEFINISI PHARMACEUTICAL PUBLIC HEALTH

Pharmaceutical Public Health didefinisikan bahwa apoteker dapat menerapkan ketrampilan farmasi, pengetahuan dan sumber daya untuk mendukung data-data objektif dengan tujuan menetapkan, menangani dan memantau kebutuhan kesehatan yang nyata dari populasi. (Armstrong dkk,2005)

Pharmaceutical Public Health juga didefinisikan sebagai penerapan dari pengetahuan, ketrampilan dan sumber daya dari ilmu pengetahuan dan seni dalam pencegahan penyakit, memperpanjang hidup, mendukung, melindungi dan memperbaiki kesehatan dalam suatu komunitas (WHO, 2006)

Tanggung Jawab Apoteker dalam Ruang Lingkup Pharmaceutical Care Fungsi dari asuhan kefarmasian adalah (Heppler and strand, 1990) :

1. Identifikasi aktual dan potensial masalah yang berhubungan dengan obat. 2. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat / Drug Related Problem (DRP).

3. Mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dangan obat.

Berdasarkan hasil kongres WHO di New Delhi (1988), maka pada tahun 1990,

(3)

mengakui/merekomendasi/menetapkan kemampuan untuk diserahi tanggung jawab kepada farmasis yang secara garis besar adalah sebagai berikut (Anonim, 1990) :

1. Memahami prinsip-prinsip jaminan mutu (quality assurance) obat sehingga dapat mempertanggung jawabkan dan fungsi kontrol.

2. Menguasai masalah-masalah jalur distribusi obat (dan pengawasannya), serta paham prinsip-prinsip penyediaannya.

3. Mengenal dengan baik struktur harga obat (sediaan obat).

4. Mengelola informasi obat dan siap melaksanakan pelayanan informasi.

5. Mampu memberi advice yang informatif kepada pasien tentang penyakit ringan (minor illnesses), dan tidak jarang kepada pasien dengan penyakit kronik yang telah ditentukan dengan jelas pengobatannya.

6. Mampu menjaga keharmonisan hubungan antara fungsi pelayanan medik dengan pelayanan farmasi

Manajemen risiko adalah bagian yang mendasar dari tanggung jawab apoteker. Dalam upaya pengendalian risiko, praktek konvensional farmasi telah berhasil menurunkan biaya obat tapi belum menyelesaikan masalah sehubungan dengan penggunaan obat. Pesatnya perkembangan teknologi farmasi yang menghasilkan obat-obat baru juga membutuhkan perhatian akan kemungkinan terjadinya risiko pada pasien.

Apoteker berada dalam posisi strategis untuk meminimalkan medication errors, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan. Kontribusi yang dimungkinkan dilakukan antara lain dengan meningkatkan pelaporan, pemberian informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan lain, meningkatkan keberlangsungan rejimen pengobatan pasien, peningkatan kualitas dan keselamatan pengobatan pasien di rumah. Data yang dapat dipaparkan antara lain dari menurunnya (46%) tingkat keseriusan penyakit pasien anak, meningkatnya insiden berstatus nyaris cedera (dari 9% menjadi 8-51%) dan meningkatnya tingkat pelaporan insiden dua sampai enam kali lipat. (effect of pharmacist-led pediatrics medication safety team on medication-error reporting (Am J Health-Sist Pharm, 2007, vol64;1422-26)).

Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan efektifitas penggunaan obat. Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama Apoteker dalam hal keselamatan pasien adalah memastikan bahwa semua pasien mendapatkan pengobatan yang optimal. Hal ini telah dikuatkan dengan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa kontribusi Apoteker dapat menurunkan medication errors.

Dalam relasi antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker sebagai penyedia obat (pelayanan tradisional farmasi), dokter dipercaya terhadap hasil dari farmakoterapi. Dengan berubahnya situasi secara cepat di sistem kesehatan, praktek asuhan kefarmasian diasumsikan apoteker bertanggung jawab terhadap pasien dan masyarakat tidak hanya menerima asumsi tersebut.

Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, alur pelayanan, sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan aspek klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring dan evaluasi. Kegiatan farmasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien

(4)

yang menerima pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik terbukti memiliki konstribusi besar dalam menurunkan insiden/kesalahan.

Dengan demikian apoteker bertanggung jawab langsung pada pasien tentang biaya, kualitas, hasil pelayanan kefarmasian.

IMPLEMENTASI ASUHAN KEFARMASIAN

Pelaksanaan dan Tanggung Jawab Pharmacetical care meliputi Assesment

 Bertemu dengan pasien  Menetapkan hubungan terapi

 Memperoleh informasi yang relevan dari pasien

 Menetapkan siapa pasien anda dengan cara mempelajari alasan untuk menemui, demografi pasien, pengobatan dan informasi klinis yang lainnya.

 Menetapkan kebutuhan obat pasien yang dijumpai

(indikasi,efektifitas,keamanan,kepatuhan), identifikasi DRP. Care plan

 Menetapkan tujuan terapi

 Negosiasi dan and agree upon endpoints and timeframe for pharmacotherapies with the patient

 Memilih intervensi yang tepat untuk : resolusi DRP  Menghargai goal terapi

 Mencegah masalah terapi obat

 Mempertimbangkan alternative terapi

 Memilih Farmakoterapi yang specifik untuk pasien  Memilih intervensi tanpa obat

Edukasi pasien

 Membuat jadwal follow-up evaluation

 Menetapkan jadwal secara tepat dan sesuai secara klinis untuk pasien Follow-up evaluation

 Menetapkan bukti klinis/ lab pasien outcome terbaru dan mebandingkan terhadap tujuan terapi yang ditetapkan sebagai efektifitas terapi obat

Evaluasi efektifitas farmakoterapi

 Menetakan bukti klinis/lab adverse effect untuk mnetapkan keamanan terapi obat

 Evaluasi keamanan farmakoterapi  Menetapkan kepatuhan pasien

 Status dokumen klinis dan perubahan dalam farmakoterapi yang diperlukan  Membuat keputusan sebagai yang diatur dengan terapi obat.

 Menilai pasien untuk DRP terbaru

 Identifikasi DRP yang baru dan penyebabnya  Jadwalkan evaluasi selanjutnya

(5)

 Sediakan perawatan lanjutan (Cippole dkk, 1998)

ASUHAN KEFARMASIAN SEBAGAI RUH GOOD PHARMACY PRACTICE (GPP)

WHO & FIP telah menerbitkan panduan Good Pharmacy Practice (GPP) dan menghimbau semua negara untuk mengembangkan standar minimal praktik farmasi. Apoteker sebagai bagian dari tenaga kesehatan mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mewujudkan pelayanan kefarmasian yg berkualitas. Good Pharmacy Practice (GPP) atau Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik (CPFB) adalah cara untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian yang baik secara komprehensif, berupa panduan yang berisi sejumlah standar bagi para Apoteker dalam menjalankan praktik profesinya di sarana pelayanan kefarmasian. Good Pharmacy Practice (GPP) merupakan praktek kefarmasian yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat yang menggunakan jasa apoteker untuk memberikan pelayanan yang optimal, asuhan berbasis bukti. Cara Pelayanan Kefarmasian yang Baik [CPFB] (=Good Pharmacy Practice [GPP]) adalah suatu pedoman, sebagai perangkat untuk memastikan Apoteker dalam memberikan setiap pelayanan kepada pasien di Apotek, Puskesmas, Klinik maupun Rumah Sakit agar memenuhi standar mutu dan merupakan cara untuk menerapkan Pharmaceutical Care (Asuhan Kefarmasian).

Pelaksanaan konteks Good Pharmacy Practice (GPP) yang berlandaskan konsep asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) memerlukan persyaratan-persyaratan sebagai berikut (Sudjaswadi, 2001):

1. GPP mensyaratkan bahwa perhatian pertama dan utama seorang apoteker di semua aspek adalah mengenai kesejahteraan pasien.

2. GPP mensyaratkan bahwa inti dari kegiatan farmasi adalah untuk membantu pasien menggunakan obat-obatan terbaik, meliputi persediaan obat dan produk perawatan kesehatan lainnya dengan kualitas terjamin, menyediakan informasi dan saran yang tepat, pemberian obat, kapan saat membutuhkan obat, dan pemantauan efek penggunaan obat-obatan.

3. GPP mensyaratkan bahwa bagian integral dari kontribusi apoteker adalah mempromosikan peresepan yang rasional dan ekonomis, termasuk proses dispensing.

4. GPP mensyaratkan bahwa tujuan dari setiap elemen pelayanan kefarmasian relevan dengan pasien, didefinisikan secara jelas dan dikomunikasikan secara efektif pada semua yang terlibat. Kolaborasi multidisiplin antara kesehatan-asuhan secara professional adalah faktor kunci untuk keberhasilan meningkatkan keselamatan pasien.

(6)

OBAT

Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi . (Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992).

Sesuai Permenkes No. 917/MENKES/PER/X/1993 tentang Wajib Daftar Obat Jadi. yang dimaksud dengan golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi yang terdiri dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek (obat keras yang dapat diperoleh tanpa resep dokter diapotek, diserahkan oleh apoteker), obat keras, psikotropika dan narkotika. Untuk obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter maka pada kemasan dan etiketnya tertera tanda khusus.

Penggolongan Jenis Obat berdasarkan berbagai undang undang dan peraturan menteri kesehatan dibagi menjadi :

Obat Bebas

Obat bebas sering juga disebut OTC (Over The Counter) adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.

Contoh : Parasetamol, vitamin

Obat bebas ini dapat diperoleh di toko/warung, toko obat, dan apotik. Obat Bebas Terbatas (Daftar W: Warschuwing)

Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. disertai tanda peringatan dalam kemasannya:

P1. Awas! Obat Keras. Bacalah Aturan Memakainya.

P2. Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur, jangan ditelan P3. Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar dan badan. P4. Awas! Obat Keras. Hanya Untuk Dibakar.

P5. Awas! Obat Keras. Tidak Boleh Ditelan.

P6. Awas! Obat Keras. Obat Wasir, jangan ditelan. Contoh obat : CTM, Antimo, noza

Obat bebas terbatas dan obat bebas disebut juga OTC (over the counter)

Obat bebas terbatas ini dapat diperoleh di toko obat, dan apotik tanpa resep dokter.

(7)

Obat Keras (Daftar G : Gevarlijk : berbahaya)

Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam.

Contoh : Asam Mefenamat, semua obat antibiotik (ampisilin, tetrasiklin, sefalosporin, penisilin, dll), serta obat-obatan yang mengandung hormon (obat diabetes, obat penenang, dll)

Obat keras ini dapat diperoleh di apotik, harus dengan resep dokter. Obat Psikotropika dan Narkotika (Daftar O)

a. Psikotropika

Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Contoh : Diazepam, Phenobarbital, ekstasi, sabu-sabu

Obat psikotropika ini dapat diperoleh di apotik, harus dengan resep dokter. b. Narkotika

Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan.

Contoh : Morfin, Petidin

Narkotika digolongkan menjadi 3 golongan :

Narkotika golongan I : Contohnya : Tanaman Papaver Somniferum L kecuali bijinya, Opium mentah, Opium masak, candu, jicing, jicingko, Tanaman koka, Daun koka, Kokain mentah, dll

Narkotika golongan II : Contohnya : Alfasetilmetadol, Alfameprodina, Alfametadol, Alfaprodina, dll

Narkotika golongan III : Contohnya : Asetildihidrokodeina, Dekstropropoksifena, Dihidrokodeina, Etilmorfina, dll

Obat narkotika ini dapat diperoleh di apotik, harus dengan resep dokter

Lebih jelasnya lihat 5 artikel Narkotika, Penggolongan Narkotika, dan Narkotika golongan I, II, III dan UU Narkotika No. 35 thn 2009 di : LABEL NARKOTIKA

NARKOTIKA

Menurut UU No.22 tahun 1997, narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

(8)

Narkotika digolongkan menjadi 3 golongan :

Golongan I : Hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, Tidak digunakan dalam terapi, Potensi ketergantungan sangat tinggi. Contoh : Heroin (putauw), kokain, ganja

Golongan II : Untuk pengobatan pilihan terakhir, Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, Potensi ketergantungan sangat tinggi. Contoh : fentanil, petidin, morfin

Golongan III : Digunakan dalam terapi, Potensi ketergantungan ringan. Contoh : kodein, difenoksilat

PSIKOTROPIKA

Menurut UU No.5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah atau sintesis bukan narkotika yang bersifat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan aktivitas mental dan perilaku.

Psikotropika digolongkan menjadi 4 golongan :

Golongan I : Hanya untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, Tidak digunakan dalam terapi, Potensi sindrom ketergantungan amat kuat. Contoh : LSD, MDMA/ekstasi

Golongan II : Untuk pengobatan, Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, Potensi sindrom ketergantungan kuat. Contoh : metamfetamin (shabu), sekobarbital

Golongan III : Untuk pengobatan atau terapi, Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, Potensi sindrom ketergantungan sedang, Contoh : amobarbital, pentazosine

Golongan IV : Untuk pengobatan atau terapi, Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, Potensi sindrom ketergantungan ringan. Contoh : diazepam, halozepam, triazolam, klordiazepoksida

(9)

OWA

Selain memproduksi obat generik, untuk memenuhi keterjangkauan pelayanan kesehatan khususnya akses obat, pemerintah mengeluarkan kebijakan Obat Wajib Apoteker (OWA). OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) kepada pasien.

Disini terdapat daftar obat wajib apotek yang dikeluarkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan. Sampai saat ini sudah ada 3 daftar obat yang diperbolehkan diserahkan tanpa resep dokter. Peraturan mengenai Daftar Obat Wajib Apotek tercantum dalam :

1. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, berisi Daftar Obat Wajib Apotek No. 1

2. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2

3. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3

Dalam peraturan ini disebutkanbahwa untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dirasa perlu ditunjang dengan sarana yang dapat meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional. Peningkatan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional dapat dicapai melalui peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan disertai dengan informasi yang tepat sehingga menjamin penggunaan yang tepat dari obat tersebut.

Oleh karena itu, peran apoteker di apotek dalam pelayanan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) serta pelayanan obat kepada masyarakat perlu ditingkatkan dalam rangka peningkatan pengobatan sendiri. Walaupun APA boleh memberikan obat keras, namun ada persayaratan yang harus dilakukan dalam penyerahan OWA.

Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien (nama, alamat, umur) serta penyakit yang diderita.

Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada pasien. Contohnya hanya jenis oksitetrasiklin salep saja yang termasuk OWA, dan hanya boleh diberikan 1 tube.

Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi, kontra-indikasi, cara pemakain, cara penyimpanan dan efek samping obat yang mungkin timbul serta tindakan yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut timbul.

JENIS OWA

Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masayrakat, maka obat-obat yang digolongkan dalam OWA adalah obat ang diperlukan bagi kebanyakan penyakit yang diderita pasien. Antara lain: obat antiinflamasi (asam mefenamat), obat alergi kulit (salep hidrokotison), infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), antialergi sistemik (CTM), obat KB hormonal.

Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan:

(10)

Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.

Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.

Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.

Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.

Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK (OWA) NO.1 NAMA OBAT & JUMLAH TIAP JENIS OBAT PER PASIEN

Aminofilin Supp. maks 3 supp. Asam Mefenamat maks 20 tab sirup 1 botol

Asetilsistein maks 20 dus Astemizole

Betametason maks 1 tube Bisakodil Supp. maks 3 supp Bromhexin maks 20 tab sirup 1 botol Desoksimetason maks 1 tub Dexchlorpheniramine maleat Difluocortolon maks 1 tube

Dimethinden maleat Ekonazol maks 1 tube

Eritromisin maks 1 botol Framisetna SO4 maks 2 lembar Fluokortolon maks 1 tube Fopredniliden maks 1 tube Gentamisin SO4 maks 1 tube Glafenin maks 20 tab Heksakklorofene maks 1 botol Hexetidine maks 1 botol Hidrokortison maks 1 tube Hidroquinon maks 1 tube Hidroquinon dgn PABA maks 1 tube Homochlorcyclizin HCl

Karbosistein maks 20 tab sirup 1 botol Ketotifen maks 10 tab sirup 1 botol Kloramfenikol maks 1 tube Lidokain HCl maks 1 tube

Linestrenol 1 siklus Mebendazol maks 6 tab sirup 1 botol Mebhidrolin maks 20 tab Metampiron maks 20 tab sirup 1 botol

DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK (OWA) NO.2 NAMA OBAT & JUMLAH TIAP JENIS OBAT PER PASIEN

Albendazol tab 200mg, 6 tab tab 400mg, 3 tab Bacitracin 1 tube Benorilate 10 tablet Bismuth subcitrate 10 tablet

(11)

Carbinoxamin 10 tablet Clindamicin 1 tube

Dexametason 1 tube Dexpanthenol 1 tube

Diclofenac 1 tube Diponium 10 table

Fenoterol 1 tabung Flumetason 1 tube

Hydrocortison butyrat 1 tube Ibuprofen tab 400 mg, 10 tab tab 600 mg, 10 tab

Isoconazol 1 tube Ketokonazole kadar <2% krim 1 tube scalp sol. 1 bt

Levamizole tab 50 mg, 3 tab Methylprednisolon 1 tub Niclosamide tab 500mg, 4 tab Noretisteron 1 siklus Omeprazole 7 tab Oxiconazole kadar<2%,

Pipazetate sirup 1 botol Piratiasin Kloroteofilin 10 tablet

Pirenzepine 20 tablet Piroxicam 1 tube

Polymixin B Sulfate 1 tube Prednisolon 1 tube Scopolamin 10 tablet Silver Sulfadiazin 1 tube Sucralfate 20 tablet Sulfasalazine 20 tablet

Tioconazole 1 tube Urea 1 tube

DAFTAR OBAT WAJIB APOTEK (OWA) NO.3 NAMA OBAT & JUMLAH TIAP JENIS OBAT PER PASIEN

Alopurinol maks 10 tab 100mg Aminofilin supositoria maks 3 supositoria

Asam Azeleat maks 1 tube 5g Asam Fusidat maks 1 tube 5g Bromheksin maks 20 tab sirup 1 botol Diazepam maks 20 tab

Diklofenak natrium maks 10 tab 25mg Famotidin maks 10 tab 20mg/40mg Gentamisin maks 1 tube 5 gr atau botol 5 ml Glafenin maks 20 tab

Heksetidin maks 1 botol Klemastin Maks 10 tab Kloramfenikol (Obat Mata) maks 1 tube 5 gr atau botol 5ml

Kloramfenikol (Obat Telinga) maks 1 botol 5ml Mebendazol maks 6 tab sirup 1 botol

Metampiron + Klordiazepoksid maks 20 tab Mequitazin maks 10 tab atau botol 60mg

(12)

Piroksikam maks 10 tab 10mg Prometazin teoklat maks 10 tab atau botol 60ml

Ranitidin maks 10 tab 150mg Satirizin maks 10 tab Siproheptadin maks 10 tab Toisiklat maks 1 tube 5g Tolnaftat maks 1 tube Tretinoin maks 1 tube 5g

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan obat yang berlebih serta disalahgunakan merupakan faktor risiko untuk terjadinya hipertensi. Nikotin yang terkandung dalam rokok

• Penyiapan perumusan kebijakan peningkatan penggunaan produk dalam negeri di bidang produksi dan distribusi obat, obat tradisional, kosmetika, narkotika,

Gambar 5.7 Diagram batang distribusi responden berdasarkan item peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai pada implementasi patient safety………55.. Gambar 5.8 Diagram

Informasi aspek keamanan terkini terkait pro- duk obat golongan fluoroquinolone yang diperoleh dari US FDA menyebutkan bahwa terdapat peningkatan risiko efek samping tendonitis dan

Informasi aspek keamanan terkini terkait produk obat golongan bisphosphonates yang diperoleh dari US FDA menyebutkan bahwa terdapat kemungkinan peningkatan risiko fraktur tulang

Hal ini berarti dalam kinerjanya dokter percaya farmasis dapat bertanggung jawab dalam pemantauan penggunaan obat dan alat kesehatan, sebagai pelayanan informasi obat dan

Tabel Pola Penggunaan Obat Pada Subjek Penelitian Golongan Obat Jumlah Pasien yang Menggunakan Kontrol Uji 1,2,3,4,5,8,10 9 7 1,2,3,4,6,8,10 7 4 1,2,3,4,5,6,8,10 3 3 Keterangan: