TEKNIK INDUSTRI
TEKNIK INDUSTRI
Jurnal Keilmuan Teknik dan Manajemen Industri
Jurnal Keilmuan Teknik dan Manajemen Industri
Jurnal Ilmiah
Jurnal Ilmiah
Peningkatan kinerja mesin dengan pengukuran nilai Oee pada Departemen Forging di PT. AAP
Usulan Perencanaan kebutuhan bahan baku di PT. KMT
Usulan perbaikan kualitas dengan penerapan metode six sigma dan FMEA pada proses produksi roller conveyor MBC di PT XYZ
Perancangan ergonomis tempat tidur rumah sakit
Manajemen sistem kerja untuk peningkatan kinerja karyawan PT. CP
Usulan penjadwalan flowshop dengan pendekatan algoritma tabu search dan algoritma genetika di PT. Super Metal Bangka Jaya Abadi
Masyarakat dan teknologi (Sebuah kajian tentang sosiologi industri)
Application of all-unit discount factor for perishable product replenishment in food manufacturing industry
Analisis line balancing produk sandal dengan metoda heuristik
Ahmad, Iwan A. Soenandi dan Christine Aprilia
Iveline Anne Marie, Silvi Ariyanti dan Monika Tangel
Lithrone Laricha, Rosehan dan Cynthia
Iwan A. Soenandi, Meriastuti Ginting dan Budi Marpaung
Delvis Agusman, Lithrone Laricha dan Metasilani
Lina Gozali, Andres dan Viktor Aditya
Suharsono
Popy Yuliarty dan Arip Mustakim
Johan Oscar Ong
Volume 1 Nomor 2, Juni 2013
ISSN 2337 - 5841
I
I
J
T
V
o
lu
m
e
1
N
o
m
o
r
2
J
u
n
i 2
0
Jurnal Ilmiah Teknik Industri (2013), Vol. 1 No. 2, 86 – 94
USULAN PERBAIKAN KUALITAS DENGAN PENERAPAN METODE
SIX SIGMA DAN FMEA (FAILURE MODE AND EFFECT ANALYSIS) PADA PROSES
PRODUKSI ROLLER CONVEYOR MBC DI PT XYZ
Lithrone Laricha¹), Rosehan2) dan Cynthia3)
1,3)
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara
2)
Program Studi TeknikMesin, Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara e-mail: kho_cynthia@yahoo.com
ABSTRAK
Setiap perusahaan harus mampu menghasilkan produk yang memiliki kualitas yang baik, sehingga perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain dan memuaskan pelanggan. Penelitian ini dilakukan di PTXYZ, salah satu perusahaan yang memproduksi rol conveyor jenis MBC. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Six Sigma dengan DMAIC sedangkan faktor kegagalan proses dianalisis dengan menggunakan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Usulan perbaikan ditentukan berdasarkan hasil penilaian SOD dan nilai RPN dalam analisis. Berdasarkan perhitungan dari data produk cacat, nilai-nilai DPMO adalah 8634 unit dengan tingkat sigma dari 3,88 sigma. Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan fishbone diagram dan metode FMEA, diperoleh usulan perbaikan kualitas bagi perusahaan
Kata kunci: Kualitas,Six Sigma, DMAIC, FMEA
ABSTRACT
Every company should be able to produce products that are of good quality, so that the company can compete with other companies and satisfy customers. The research was conducted in PT XYZ, one of the companies that produce roller conveyor type MBC. The method used in this research is to use Six Sigma DMAIC method factor is the failure of the process was analyzed using FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Proposed improvement are determined based on the assessment results and SOD RPN value in the analysis. Based on calculations from the data product defects, DPMO values are 8634 units with sigma sigma level of 3.88. Based on the analysis performed by using fishbone diagrams and FMEA method, obtained by the proposed improvements to the quality of the company
Keywords: Quality, Six Sigma, DMAIC, FMEA PENDAHULUAN
Setiap industri kini berusaha dan bersaing untuk mendapatkan perhatian dan kepercayaan dari konsumen di tengah persaingan yang ketat. Salah satu cara yang dilakukan adalah melalui usaha peningkatan kualitas produk.
PT XYZ merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. Perusahaan ini merakit sistem konveyor serta memproduksi saringan kawat baja (wire screen) dan roller conveyor. Salah satu kendala yang masih dihadapi perusahaan saat ini adalah masalah cacat pada proses produksi roller conveyor. Produk juga sering dikembalikan oleh konsumen karena terdapat cacat dan ketidaksesuaian warna produk dengan permintaan. Kendala tersebut mengakibatkan perusahaan harus melakukan rework dari produk yang cacat, dimana ada beberapa jenis cacat yang dapat diperbaiki dan ada jenis cacat
yang tidak dapat diperbaiki. Untuk mengurangi cacat produk diperlukan suatu upaya perbaikan.
Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2012 di PT XYZ yang berlokasi di Kapuk, Jakarta Barat, dengan fokus penelitian hanya dilakukan pada produk roller conveyor MBC ukuran 270 x 330 x Ø20 mm karena ukuran tersebut yang paling banyak diproduksi perusahaan setiap bulan serta memiliki total cacat paling besar. Data cacat produk yang digunakan dalam pengamatan adalah data historis pada bulan Januari 2012 sampai dengan September 2012. Penelitian hanya dilakukan sampai di tahap pemberian usulan (Improve).
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis cacat yang terjadi pada proses produksi produk roller conveyor, mengetahui proses produksi yang menghasilkan jenis cacat paling besar, mengetahui faktor-faktor yang
Jurnal Ilmiah Teknik Industri 1(2), 2013; 86 – 94
87 mempengaruhi cacat pada produk roller
conveyor, mengetahui kapabilitas proses dan levelsigma dari produk roller conveyor yang
cacat, serta memberikan usulan perbaikan kualitas bagi perusahaan untuk mengurangi cacat produk berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan. Manfaat dari penelitian ini bagi perusahaan adalah sebagai bahan pertimbangan dalam pengendalian kualitas produk.
TINJAUAN PUSTAKA
H.L. Gilmore mendefinisikan mutu sebagai suatu kondisi dimana produk sesuai dengan desain atau spesifikasi tertentu [1]. Menurut Feigenbaum (2009), TQM atau kendali mutu terpadu merupakan suatu sistem yang efektif untuk memadukan pengembangan mutu, pemeliharaan mutu, dan upaya perbaikan mutu berbagai kelompok dalam sebuah organisasi agar pemasaran, kerekayasaan, produksi, dan jasa dapat berada pada tingkatan yang paling ekonomis agar pelanggan mendapat kepuasan penuh [2].
Six Sigma adalah suatu visi peningkatan
kualitas menuju target 3,4 kegagalan persatu juta kesempatan untuk setiap transaksi produk barang dan jasa[3]. Ada lima tahap atau langkah dasar dalam menerapkan strategi Six Sigma yaitu Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC). Define adalah langkah awal dalam peningkatan kualitas dimana masalah mulai diidentifikasi. Measure merupakan aktifitas pengukuran proses sebelum, yang bertujuan untuk mengevaluasi berdasarkan goals yang telah ada. Analyze merupakan tahap dimana dilakukan identifikasi akar penyebab masalah dengan berdasarkan pada analisis data. Improve adalah tahap dimana pengujian dan implementasi dari solusi dilakukan untuk mengeliminasi penyebab masalah yang ada dan
improve dari proses yang ada. Control adalah
tahap terakhir yang dilakukan untuk melakukan kontrol dalam setiap kegiatan, sehingga memeperoleh hasil yang baik. Langkah perhitungan DPMO dalam Six Sigma adalah sebagai berikut [4]:
1. Unit (U), jumlah produk yang diperiksa dalam inspeksi.
2. Opportunities (OP), karakteristik kritis bagi kualitas adalah karakteristik yang berpotensi untuk cacat.
3. Defect (D), jumlah kecacatan yang terjadi dalam produksi.
4. Defect per Unit (DPU), DPU = D/U 5. Total Opportunities (TOP), TOP = U x OP 6. Defect per Opportunities (DPO), DPO =
D/TOP
7. Defect per Million Opportunities (DPMO), DPMO = DPO x 1000000
8. Tingkat Sigma. Tingkat Sigma dapat dihitung dengan bantuan aplikasi software menggunakan formula sebagai berikut. [4] Tingkat Sigma = NORMSINV (1 –
dpmo/1E+06) + SHIFT (1) FMEA (Failure Mode and Effect
Analysis) adalah metodologi yang digunakan
untuk mengidentifikasi potensi kegagalan, efek yang ditimbulkan pada operasi dari produk dan mengidentifikasi aksi untuk mengatasi masalah tersebut. Faktor penilaian dalam FMEA terdiri atas [5]:
1. Severity (S), merupakan kuantifikasi seberapa serius kondisi yang diakibatkan jika terjadi kegagalan. Menurut tingkat keseriusan, severity dinilai pada skala 1-10.
2. Occurance (O), merupakan tingkat
kemungkinan terjadinya kegagalan. Ditunjukkan dalam skala 1-10 dari yang hampir tidak pernah terjadi (1) sampai yang paling mungkin terjadi atau sulit dihindari (10).
3. Detection (D). Menunjukkan tingkat
kemungkinan penyebab kegagalan dapat lolos dari kontrol yang sudah dipasang. Level untuk detection juga dari 1-10, dimana angka 1 menunjukkan kemungkinan pasti terdeteksi, dan 10 menunjukkan kemungkinan tidak terdeteksi adalah sangat besar.
4. Risk Priority Number (RPN). Berdasarkan definisi, RPN merupakan hasil perkalian dari nilai rankingseverity, occurance,dan
detection: [5]
Usulan perbaikan kualitas dengan penerapan metode six sigma dan FMEA pada proses produksi roller conveyor MBC di PT XYZ
Lithrone Laricha, Rosehan dan Cynthia
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan mengikuti tahapan DMAIC dalam proses Six Sigma. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan pengamatan langsung di pabrik. Penelitian diawali dengan memilih jenis produk yang akan menjadi fokus penelitian, dilanjutkan dengan pembuatan Diagram SIPOC (Supplier –
Input – Process – Output – Customer).
Kemudian dilakukan identifikasi Critical to
Quality (CTQ) untuk mengidentifikasi
karakteristik cacat yang penting dalam menentukan kualitas produk. Pengolahan data cacat produk dilakukan dengan pembuatan peta kendali yang dilanjutkan dengan analisis kapabilitas proses, perhitungan nilai DPMO, dan penentuan tingkat sigma. Penyebab-penyebab cacat dianalisis dengan menggunakan
fishbone diagram, sedangkan faktor kegagalan
proses dianalisis dengan menggunakan metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis). Usulan perbaikan ditentukan berdasarkan hasil penilaian SOD dan nilai RPN dalam analisis FMEA.Tahapan-tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Usulan perbaikan kualitas dilakukan dengan menerapkan fase DMAIC dalam metode
Six Sigma.
Tahap Define
Pada tahap pertama ini dilakukan identifikasi terhadap produk untuk memilih produk yang akan diteliti dalam usaha peningkatan kualitas. PT XYZ memproduksi dua tipe roller conveyor, yaitu tipe MBC dan tipe Medium. Berdasarkan pengamatan data produksi diperoleh bahwa produk roller
conveyor MBC ukuran 270 x 330 x Ø20 mm
merupakan produk yang paling banyak diproduksi setiap bulan serta memiliki total cacat paling besar, sehingga fokus penelitian akan dilakukan terhadap produk ini. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan diagram SIPOC untuk mengidentifikasi segala unsur penting dalam suatu proses produksi berupa informasi-informasi mengenai Suppliers, Inputs, Process,
Outputs, dan Customers. Diagram SIPOC untuk
proses produksi roller conveyor MBC di PT XYZ dapat dilihat pada Gambar 2.
Pemilihan Jenis Produk
Pembuatan OPC
Pembuatan Diagram SIPOC
Penentuan CTQ
Identifikasi Jenis Cacat
Pengumpulan Data Cacat
Perhitungan Proporsi Cacat
Perhitungan Batas Kendali
Pembuatan Peta Kendali P
Apakah Data berada dalam
Batas Kendali?
Perhitungan DPMO
Pengukuran Sigma Level
Perhitungan Cp
Diagram Sebab Akibat
Tabel FMEA
Penentuan RankingSOD
Pengurutan RankingRPN
Menentukan Rencana Perbaikan berdasarkan RPN
Memberikan Usulan Perbaikan Mulai Selesai Ya Tidak D E F I N E M E A S U R E A N A L Y Z E I M P R O V E M E A S U R E
Jurnal Ilmiah Teknik Industri 1(2), 2013; 86 – 94
89
Tahap Measure
Pada tahap ini, dilakukan pengukuran terhadap proses dan mengukur kinerja dan performansi yang ada, dimulai dari penentuan
Critical to Quality (CTQ) dan dilanjutkan
dengan perhitungan Statistical Process Control (SPC). Penentuan CTQ bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik-karakteristik yang berpotensi menjadi cacat pada hasil akhir. CTQ
tree untuk produk roller conveyor berkualitas
tinggi dapat dilihat pada Gambar 3.
Perhitungan SPC dilakukan dengan pembuatan peta kendali untuk menganalisis apakah hasil produk roller conveyor MBC ukuran 270 x 330 x Ø20 (mm) sudah berada dalam pengendalian statistikal atau tidak. Peta kendali yang digunakan adalah peta kendali p karena data cacat yang digunakan berupa data atribut. Data yang digunakan adalah data pada bulan Januari sampai dengan September 2012. Perhitungan dengan peta kendali p dapat dilihat pada Gambar 4. Setelah menganalisis produk
Inputs Process Outputs Customers
Suppliers PT. Persada
Nusantara Steel Pipa Baja
PT. Batraja Besi As Ring Plat Seal Bushing Kumala Sari Housing Bearing Cat Laris Cutting Pipa Cutting As Pon As Press Housing Perakitan Press Pipa Spot Welding Brazing Painting Final Inspection
Aneka Bearing Bearing
Frais As Roller Conveyor MBC Wibawa Teknik Lestari Utama Surya Teknik Dinamika Lestari Utama Sejati Auto Mandiri Bearing Ro ll e r C o n v ey o r M B C 270 m m x 3 3 0 m m x ∅ 20 m m
Gambar 2. Diagram SIPOC
Produk Roller Conveyor Berkualitas
Material
Dimensi
Pengiriman
Pemeriksaan ukuran bahan baku sesuai dengan spesifikasi
permintaan
Roller tidak retak dan penyok
Dimensi sesuai dengan permintaan Warna roller sesuai dengan
permintaan
Produk yang dikirim dikemas dengan rapi dan diberi keterangan
Ketepatan waktu pengiriman produk kepada konsumen
Proses Tidak terdapat cacat dalam
proses produksi
Penampilan
Roller dapat berfungsi dengan
baik (perputaran seimbang) Fungsi
Pemeriksaan bahan baku pada saat penerimaan
Usulan perbaikan kualitas dengan penerapan metode six sigma dan FMEA pada proses produksi roller conveyor MBC di PT XYZ
Lithrone Laricha, Rosehan dan Cynthia
menggunakan peta kendali p, kemudian dilanjutkan dengan menghitung nilai DPMO dan level sigma.
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 Sample P rop or ti o n _ P=0.05180 UCL=0.06095 LCL=0.04266 1 1 1 1 1 1
P Chart of Jumlah Cacat
Tests performed with unequal sample sizes
Gambar 4. Peta Kendali p
Jumlah Cacat 836 500 441 242 97 74 Percent 38.2 22.8 20.1 11.1 4.4 3.4 Cum % 38.2 61.0 81.1 92.2 96.6 100.0 Jenis Cacat As Be ngko k Ukur an P ipa N G Bear ing H ouse NG Pipa P enyo k War na T idak S esua i Pipa Peca h 2500 2000 1500 1000 500 0 100 80 60 40 20 0 Ju m la h C a ca t Pe rc e n t
Pareto Chart of Jenis Cacat
Gambar 5. Diagram Pareto Jenis Cacat Berdasarkan peta kendali p, dapat dilihat bahwa proporsi cacat tahun 2012 pada bulan Januari, Maret, April, Mei, Juli, dan September berada di luar batas kendali karena titik proporsi cacat berada di luar batas UCL dan LCL. Ketidaknormalan ini disebabkan oleh defect yang masih terjadi dalam proses produksi. Diagram Pareto untuk jenis dan total defect yang terjadi dapat dilihat pada Gambar 5.
Perhitungan DPMO untuk produk roller
conveyor MBC ukuran 270 x 330 x Ø20 mm
adalah sebagai berikut: 1. Unit (U)
Unit adalah jumlah produk (270 mm x 330 mm x Ø20 mm) yang diproduksi selama bulan Januari 2012 sampai September 2012. U = 42275
2. Opportunities (OP)
Karakteristik kritis bagi kualitas yaitu karakteristik yang berpotensi untuk menjadi cacat. OP = 6
3. Defect (D)
Jumlah produk yang cacat selama bulan Januari 2012 sampai September 2012. D = 2190
4. Defect Per Unit (DPU)
DPU = D / U = 2190 / 42275 = 0,051804 5. Total Opportunities (TOP)
TOP = U x OP = 42275 x 6= 253650 6. Defect Per Opportunities (DPO)
DPO = D / TOP = 2190/253650 = 0,008634 7. Defect Per Million Opportunities (DPMO)
DPMO = DPO x 1000000 = 0,008634 x 1000000 = 8634 unit
8. Tingkat Sigma
Perhitungan konversi nilai DPMO menjadi nilai sigma = (normsinv (1000000 – DPMO)/1000000) + 1,5) = 3,88 sigma
Perhitungan kapabilitas proses untuk proses produksi roller conveyor MBC ukuran 270 x 330 x Ø20 (mm) adalah sebagai berikut : 1. Cp a = 2 100 % 1 x cacat proporsi − = 2 100 100 45815 , 0 1 x x − = 0,7709 Berdasarkan Tabel Z = 0,74 Cp = Titik Z / 3 = 0,74 / 3 = 0,2467
Nilai Cp < 1.00 menunjukkan bahwa kapabilitas proses rendah.
2. Cpk a = 100 % 1− proporsicacat = 100 100 45815 , 0 1− x = 0,5419 Berdasarkan Tabel Z = 0,11 Cpk = Titik Z / 3= 0,11 / 3 = 0,0367
Nilai Cpk < 1 menunjukkan bahwa proses menghasilkan produk yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
Tahap Analyze
Pada tahap ketiga ini dilakukan identifikasi terhadap akar-akar penyebab cacat dan kegagalan pada proses pembuatan Roller
Jurnal Ilmiah Teknik Industri 1(2), 2013; 86 – 94
91 Proses dianalisis dengan menggunakan diagram
sebab akibat (Cause and Effect Diagram), kemudian dilanjutkan dengan mencari penyebab utama dan perencanaan perbaikan dengan menggunakan metode FMEA (Failure Mode and
Effect Analysis). Diagram sebab akibat untuk
empat jenis cacat yang paling berpengaruh dapat dilihat pada Gambar 6 sampai Gambar 9.
Pipa Pecah Manusia Mesin Metode Lingkungan Ukuran Ø hampir sama Dies mesin press aus Temperatur ruangan panas Tidak dilakukan maintenance berkala Lupa mengganti dies mesin press
Mal pipa tidak
centre dengan dies mesin
Kurang
sirkulasi udara Setting pipa di
mesin press tidak tepat Operator bekerja
bergantian
Gambar 6. Diagram Sebab Akibat untuk Pipa
Pecah Pipa Penyok Manusia Material Metode Material telah penyok Material handling tidak tepat Kurang inspeksi di bagian penerimaan raw material Operator terburu - buru Penyusunan
roller di lift barang
terlalu banyak Pipa bertumpuk dan terbentur Kesalahan transportasi produk Pipa terbanting Order dalam jumlah besar
Gambar 7. Diagram Sebab Akibat untuk Pipa Penyok
Penentuan rank dari Severity (S),
Occurance (O), dan Detectability (D) untuk
FMEA dapat dilihat pada Tabel 1.
Bearing House NG Manusia Metode Operator tidak bekerja sesuai instruksi Peletakan bearing house di mesin press tidak centre Diameter bearing dan
diameter bearing house belum sesuai
sudah dipress
Setting bearing house di mesin press tidak tepat
Gambar 8. Diagram Sebab Akibat untuk Bearing House NG Ukuran Pipa NG Manusia Metode Setting mal mesin cutting tidak pas Mesin Tidak memeriksa mesin sebelum proses Sering digunakan Mata potong tumpul Ukuran berubah Pengaturan
posisi mal tidak sesuai ukuran Operator tidak teliti Pemakaian sudah cukup lama Mata potong patah
Mata potong tumpul tidak diganti Pengaturan kecepatan mesin
tidak tepat
Gambar 9. Diagram Sebab Akibat untuk Ukuran Pipa NG
Berdasarkan urutan rank terbesar maka diperolehlima urutan rank yang memiliki nilai RPN terbesar yang akan menjadi prioritas perbaikan dalam tahap Improve:
1. Rank 1, RPN 240. Dies mesin press yang tidak sesuai dengan ukuran pipa dapat menyebabkan cacat pada pipa.
2. Rank 2, RPN 210. Setting mal mesin cutting yang tidak pas dapat menyebabkan ukuran pemotongan berubah, sehingga ukuran hasil potong menjadi tidak sesuai.
Usulan perbaikan kualitas dengan penerapan metode six sigma dan FMEA pada proses produksi roller conveyor MBC di PT XYZ
Lithrone Laricha, Rosehan dan Cynthia
Tabel 1. Failure Mode and Effect Analysis
Fungsi Proses Modus Kegagalan Potensial Penyebab Kegagalan O Akibat Kegagalan Proses S Kontrol yang Dilakukan D RPN Rank Pemakaian sudah cukup lama 5 Ukuran pipa NG 7 Dilakukan pemeriksaan sebelum proses 5 175 5 Mata potong tumpul
Sering digunakan 6 Ukuran
pipa NG 7
Mata potong diasah / diganti dengan
yang baru
2 84 13 Mata potong yang
sudah tumpul tidak diganti dan
terus digunakan
5 Ukuran
pipa NG 7
Diganti dengan
mata potong baru 2 70 14
Mata potong patah
Pengaturan kecepatan mesin potong tidak tepat
5 Ukuran pipa NG 7 Operator diawasi dan diberi pelatihan 3 105 10 Ukuran berubah
Setting mal tidak
pas 6
Ukuran
pipa NG 7
Pemeriksaan posisi
mal sebelum proses 5 210 2
Material handling tidak tepat Pipa bertumpuk dan terbentur 7 Pipa penyok 7 Operator diberi teguran 3 147 7 Cutting Material telah penyok Kurang inspeksi di bagian penerimaan raw material 7 Pipa penyok 7 Pelaksanaan inspeksi yang lebih
detail 4 196 3 Diameter bearing dan diameter housing bearing tidak pas Operator tidak bekerja sesuai instruksi 6 Housing Bearing pecah 8 Diganti dengan housing bearing yang baru 2 96 11 Press Housing Bearing Settinghousing bearing di mesin tidak pas Mal housing
bearing dan dies
mesin tidak centre 7 Housing Bearing pecah 8 Dilakukan pengawasan 3 168 6 Dies tidak diganti Ukuran diameter hampir sama 6 Pipa pecah 8 Melakukan pemeriksaan diameter pipa sebelum proses 5 240 1 Dies aus Tidak dilakukan maintenance berkala 4 Pipa pecah 8 Dies diganti
dengan yang baru 2 64 15
Press
Pipa
Setting pipa di
mesin tidak tepat
Mal pipa tidak
centre dengan dies mesin 8 Pipa pecah 8 Dilakukan pengawasan 3 192 4 Thiner cuci digunakan untuk campuran cat 6 Cat rontok atau terkelupas 4
Wadah thiner cuci dan thiner campuran
cat diberi label
2 48 16 Cat duco dan cat
½ duco dicampur 6 Cat rontok atau terkelupas 4 Diberi keterangan jenis cat yang sedang digunakan
5 120 9
Painting Pencampuran
warna salah
Cat duco dan cat
½ duco dicampur 6 Cat rontok atau terkelupas 4 Diberi keterangan jenis cat yang sedang digunakan
Jurnal Ilmiah Teknik Industri 1(2), 2013; 86 – 94
93 3. Rank 3, RPN 196
Material yang telah cacat dan lolos dalam pemeriksaan karena kurang inspeksi di bagian penerimaan raw material dapat mengakibatkan cacat berupa pipa penyok. Jika pipa yang telah penyok digunakan, maka roller tidak dapat berputar dengan seimbang.
4. Rank 4, RPN 192
Peletakan mal pipa yang tidak centre
dengan dies mesin press dapat
mengakibatkan pipa pecah ketika proses
press berlangsung. Operator harus bekerja
dengan teliti agar jenis kesalahan ini tidak sering terjadi.
5. Rank 5, RPN 175
Mata potong mesin yang tumpul karena pemakaian yang sudah cukup lama dapat mengakibatkan hasil pemotongan menjadi tidak rata atau tidak beraturan dan kasar.Jika mata potong yang tumpul tidak segera diganti dan terus digunakan, mata potong dapat patah. Oleh sebab itu, operator harus rutin memeriksa kondisi mesin dan mata potong setiap kali proses berlangsung.
Tahap Improve
Tahap ini merupakan tahap keempat dalam peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini akan diberikan solusi bagi masalah yang terjadi, yaitu:.
1. Penambahan rak untuk meletakkan dies mesin press dan pipa yang akan diproses di
mesin press dari proses assembly.
Penempatan dies dan pipa yang biasa diletakkan di atas lantai tidak efektif dan
dapat mengakibatkan operator lupa untuk mengganti dan memeriksa ukuran dies sebelum proses. Setelah diberi rak, pengambilan dies akan menjadi lebih mudah dan jelas karena setiap tempat penempatan
dies akan diberi label keterangan ukuran
diameter.
2. Untuk posisi mal mesin potong yang tidak pas, dibuat standar setiap 5 sampai 10 kali proses pemotongan, dilakukan pemeriksaan ukuran hasil pemotongan dan pemeriksaan posisi mal. Kekencangan baut mal juga harus diperiksa.
3. Setelah material diangkut dengan menggunakan crane dan hoist, material harus diperiksa kembali karena proses transportasi dengan menggunakan crane dan hoist yang tidak tepat dapat
mengakibatkan material terbentur dan bertumpuk, sehingga menjadi penyok.
4. Mesin press pipa dimodifikasi dengan diberi tambahan sensor cahaya yang dapat mendeteksi posisi pipa dan housing bearing di mesin press.
5. Membuat standar untuk penggunaan mata potong mesin cutting, misalnya setiap 400– 500 kali proses pemotongan atau setiap bulan mata potong diperiksa dan diganti dengan yang baru agar mata potong tidak patah dan mesin tidak cepat rusak.
6. Membuat jadwal untuk maintenance setiap satu atau dua bulan sekali agar mesin lebih terawat dan tahan lama. Maintenance secara rutin dilakukan untuk menghindari
pengeluaran cost yang tinggi akibat
kerusakan yang terjadi pada mesin. Lanjutan Tabel 1. Failure Mode and Effect Analysis
Fungsi Proses Modus Kegagalan Potensial Penyebab Kegagalan O Akibat Kegagalan Proses S Kontrol yang Dilakukan D RPN Rank
Tidak diberi cat
dasar/primer 4 Cat rontok atau terkelupas 4 Operator diberi pengawasan 3 48 17 Cat tidak
menempel Proses pencucian
dengan thiner cuci tidak bersih
7 Cat rontok atau terkelupas 4 Pemeriksaan permukaan roller sebelum dicat 5 140 8 Painting Pergesekan antar roller Packing beberapa roller sekaligus dalam 1 karung 8 Cat rontok atau terkelupas 4 Sebelum packing di dalam karung, setiap roller dibungkus plastik 3 96 12
Usulan perbaikan kualitas dengan penerapan metode six sigma dan FMEA pada proses produksi roller conveyor MBC di PT XYZ
Lithrone Laricha, Rosehan dan Cynthia
KESIMPULAN
Berdasarkan data historis pada bulan Januari sampai dengan September 2012 terdapat enam jenis cacat pada roller conveyor MBCukuran 270 x 330 x Ø20 mm, yaitu pipa pecah, warna tidak sesuai (kesalahan warna), pipa penyok, bearing house NG, ukuran pipa NG, dan as bengkok. Proses press pipa menghasilkan jenis cacat terbesar, yaitu pipa pecah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi cacat pada produk roller conveyor berasal dari kesalahan operator dan metode.
Dari perhitungan yang dilakukan pada tahap measure, diperoleh nilai DPMO sebanyak 8634 unit dengan level sigma sebesar 3,88
sigma. Untuk perhitungan kapabilitas proses
diperoleh nilai Cp sebesar 0,2467 dan nilai Cpk sebesar 0,0367. Berdasarkan hasil nilai Cp dan Cpk, diperoleh bahwa kapabilitas proses masih rendah dan proses yang dilakukan saat ini belum mampu menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang ada.
Berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan fishbone diagram dan metode FMEA, diperoleh usulan perbaikan kualitas bagi perusahaan, yaitu penambahan rak untuk meletakkan dies mesin press dan pipa
yang akan diproses di mesin press dari proses
assembly, membuat standar agar setiap 5
sampai 10 kali proses pemotongan dilakukan pemeriksaan ukuran hasil pemotongan dan pemeriksaan posisi mal, serta melakukan inspeksi material setelah proses transportasi dengan menggunakan crane dan hoistagar material yang penyok karena terbentur dapat segera dideteksi.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Ariani, Dorothea Wahyu., 1999,
Manajemen Kualitas, Universitas Atma
Jaya, Yogyakarta.
[2]. Feigenbaum, A.V., 2009, Kendali Mutu
Terpadu, Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta.
[3]. Gaspersz, Vincent, 2005, Total Quality
Management, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
[4]. Evans, James R., dan Lindsay, William M., 2005, An Introduction to Six Sigma &
Process Improvement, Thomson.
[5]. Besterfield, Dale H., 2003, Total Quality
Management, Third Edition, Pearson