• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

18 HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Sanggalangi’

Kecamatan Sanggalangi’ merupakan satu kecamatan dari dua puluh satu kecamatan dalam wilayah administrasi Kabupaten Toraja Utara sebagai pengembangan wilayah administrasi Tana Toraja yang baru. Luas wilayah Kecamatan Sanggalangi’ berkisar 39,00 Km2 atau sekitar 3900 ha. Luas wilayah Kecamatan Sanggalangi’ memiliki 3,39% terhadap luas wilayah Kabupaten Toraja Utara.

Kecamatan Sanggalangi’ berada pada 119 oBT dan 3 oLS serta berada sekitar 809 meter di atas permukaan laut (DPL). Batas-batas wilayah administrasi Kecamatan Sanggalangi’ adalah sebagai berikut : (1) sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sanggala, (2) sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Buntao dan Rantebua, (3) sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Tondon dan (4) sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kesu’.

(2)

19 Keadaan Topografi (Potensi Wilayah)

Bentuk wilayah Kecamatan Sanggalangi’ terdiri atas 66,67% daerah berbukit dan 33,33% daerah datar (Gambar 7). Daerah berbukit mendominasi Lembang Tallung Penanian, Lembang Pata’padang, Lembang Tandung La’bo’, dan Kelurahan Pa’paelean, sedangkan daerah datar mendominasi Lembang Buntu La’bo dan Lembang La’bo. Bentuk wilayah tidak rata akan sulit berkembang bila dibandingkan dengan wilayah yang datar karena akan semakin sulit untuk menjangkaunya dan biaya transportasi semakin tinggi. Biaya transportasi semakin tinggi maka akan menaikkan harga komoditas barang pertanian maupun kebutuhan sehari-hari. Kondisi berbukit pada Lembang Buntu La’bo dimanfaatkan masyarakat untuk areal pertanian terutama persawahan.

A. Daerah Perbukitan B. Daerah Dataran Gambar 7. Bentuk Topografi Wilayah Kecamatan Sanggalangi’

Luas lahan di Kecamatan Sanggalangi’ ialah sebesar 3900 ha. Penggunaan lahan yang dominan ialah lahan sawah dengan luas 755 ha atau sekitar 19,08% dari luas lahan Kecamatan Sanggalangi’ dan lahan kering dengan luas 3145 ha atau sekitar 80,92% dari luas lahan Kecamatan Sanggalangi’. Luas lahan sawah dirinci menurut jenis pengairan ialah sebesar 112 ha untuk pengairan sederhana PU (Pengairan Umum) dan 643 ha untuk sawah tadah hujan dan pasang surut. Luas lahan kering terdiri atas pinggir jalan dan pekarangan sebesar 323 ha, perkebunan sebesar 204,6 ha, tegalan sebesar 200 ha, rawa-rawa 280 ha, padang rumput 415 ha, hutan 1.033,50 ha dan lainnya 688,9 ha (BPS Toraja Utara, 2008).

(3)

20 Kecamatan Sanggalangi’ pada tahun 2009 memiliki suhu rata-rata 230 C dengan suhu terendah 180 C dan suhu tertinggi 290 C dengan kelembaban udara rata-rata ialah sebesar 59-75%, sedangkan suhu umum adalah 250 C pada siang hari dan 190 C pada malam hari (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2008). Fahimuddin (1975) menjelaskan bahwa zona nyaman untuk ternak kerbau berkisar antara 15,5-21,0 0 C, jika suhu udara lebih dari 240 C kerbau sudah mengalami stress dan batas kritis untuk mekanisme termoregulasi ialah 36,500 C. Potensi suhu tersebut sangat mendukung ternak kerbau agar berkembangbiak dengan baik. Prabuningrum (2005) menjelaskan bahwa semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka suhu tempat tersebut semakin rendah. Kecamatan Sanggalangi memiliki ketinggian 809 m dpl dan Lembang Tandung La’bo sebesar 825 m dpl. Hal ini yang menyebabkan suhu di lokasi penelitian tergolong rendah.

Curah hujan per tahun ialah berkisar antara 2000-2700 mm/tahun. Intensitas curah hujan secara umum hampir sama pada semua bulan kecuali bulan Oktober, November dan Desember. Kecepatan angin berkisar antara 10-85 km/jam, sedangkan arah angin selalu berubah-ubah (Dinas Pertanian Toraja Utara, 2008). Curah hujan yang semakin tinggi akan menambah cadangan air dalam tanah dan menambah debit air sungai apabila kondisi alam tidak rusak. Cadangan air yang semakin tinggi akan mampu memenuhi kebutuhan kerbau untuk minum dan mandi (berkubang) baik kondisi musim hujan maupun musim kemarau.

Keadaan Demografi

Jumlah penduduk berdasarkan kepadatan penduduk tahun 2010 sebanyak 10.929 jiwa yang terdiri atas 5.531 laki-laki dan 5.398 perempuan dengan kepadatan penduduk 296 jiwa/km2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Sanggalangi’ ialah sebesar 2.408 jiwa. Rincian jumlah penduduk dan KK di Kecamatan Sanggalangi’ disajikan pada Tabel 1.

Penduduk di Kecamatan Sanggalangi’ umumnya didominasi oleh penduduk asli atau suku Toraja asli yang memegang teguh adat kebudayaan, terutama untuk upacara Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’. Keadaan sosial budaya masyarakat Kecamatan Sanggalangi’ merujuk kepada adat istiadat Toraja yang beriringan dengan kepercayaan Kristiani, yakni Katolik dan Protestan.

(4)

21 Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Sanggalangi’

Tahun 2010

Kelurahan/Lembang Jumlah Kepala Keluarga (KK) Penduduk Jumlah Penduduk Laki-Laki Perempuan ---Jiwa--- Pa’paelean 242 620 605 1.225 Buntu La’bo’ 465 1.108 1.031 2139 La’bo 513 1.241 1.170 2.411 Tandung La’bo 449 988 995 1.983 Tallung Penanian 318 675 673 1.348 Pata’padang 421 899 924 1.823 Jumlah 2.408 5.531 5.398 10.929

Sumber : Dinas Kecamatan Sanggalangi’ (2010) Mata Pencaharian

Mata pencaharian utama masyarakat didominasi oleh petani atau bekerja di bidang pertanian, kemudian disusul sebagai pekerja di bidang bangunan (buruh), bidang perdagangan, restoran, dan hotel, bidang industri pengolahan, bidang jasa, bidang pertambangan dan penggalian, serta bidang angkutan dan komunikasi. Tabel 2. Jumlah Tenaga Kerja di Kecamatan Sanggalangi’

Lapangan Usaha Laki-Laki Perempuan Jumlah ---Jiwa---

Pertanian 1.125 1.420 2.545

Pertambangan 75 - 75

Industri Pengolahan 125 - 125

Listrik, Gas dan Air Bersih - - -

Bangunan 256 - 256

Perdagangan, Restoran & Hotel 60 - 60

Angkutan dan Komunikasi 72 - 72

Jasa-jasa 47 62 109

Jumlah 1.760 1.482 3.242

(5)

22 Petani di lokasi penelitian sebagian besar mempunyai usaha sambilan yakni beternak karena beternak merupakan salah satu kultur sosial budaya masyarakat setempat. Petani yang banyak dijumpai ialah petani padi, petani sayur-mayur, dan petani umbi-umbian. Usaha peternakan yang dominan ialah babi, kerbau, ayam buras, itik, sapi potong, kuda, kambing dan itik manila.

Karakteristik Peternak

Peternak yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah kepala rumah tangga yang berumur antara 20-60 tahun. Sebagian besar (33,33%) peternak di lokasi penelitian berumur antara 31-35 tahun, dan 24,44% berumur antara 26-30 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar peternak masih usia produktif dan didominasi oleh pasangan muda.

Tabel 3. Sebaran Peternak Berdasarkan Umur

Umur Peternak Jumlah Responden Persentase

(Tahun) (Jiwa) 20-25 5 5,56 26-30 22 24,44 31-35 30 33,33 36-40 14 15,56 41-45 8 8,89 46-50 5 5,56 51-55 4 4,44 56-60 2 2,22 Jumlah 90 100

Pendidikan formal sebagian besar peternak ialah lulusan SD sebesar 50% dan pendidikan tertinggi adalah SLTA sebesar 13,33%. Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan peternak kerbau di lokasi penelitian masih rendah. Secara umum tidak terdapat kesukaran dalam melakukan wawancara karena semua peternak yang diwawancarai telah menguasai baca tulis walaupun ada peternak yang tidak tamat SD sebesar 4,44%. Peternak juga mampu berkomunikasi dengan baik dengan menggunakan bahasa Indonesia.

(6)

23 Tabel 4. Sebaran Peternak Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (Jiwa) Tidak Tamat SD 4 4,44 SD 45 50 SLTP 29 32,22 SLTA 12 13,33 Jumlah 90 100

Karakteristik Usaha Ternak Kerbau

Alasan yang dijadikan para peternak sebagai motivasi dalam menjalankan usaha ternak kerbau belang bervariasi. Tabel 5 memperlihatkan hal-hal yang menjadi motivasi peternak sehingga tertarik menjalankan usaha ternak kerbau. Motivasi peternak yang paling besar untuk beternak kerbau belang adalah karena mendapatkan keuntungan yang sangat besar. Hal ini disebabkan karena harga jual kerbau belang yang sangat tinggi yakni untuk kerbau belang dewasa berkisar antara Rp. 80.000.000 hingga Rp. 400.000.000,-.

Tabel 5. Motivasi Peternak untuk Menjalankan Usaha Ternak Kerbau

Motivasi Jumlah Responden Persentase

(Jiwa)

Status sosial 36 40

Keuntungan besar 54 60

Jumlah 90 100

Motivasi berikutnya ialah status sosial karena umumnya masyarakat yang memelihara kerbau memiliki strata yang berbeda. Makin tinggi strata masyarakat maka Kerbau Belang yang dipelihara akan semakin banyak. Hal ini juga menunjukkan bahwa semakin tinggi strata masyarakat akan semakin banyak dipotong pada saat upacara adat Rambu Solo’.

Jumlah ternak Kerbau Belang yang dipelihara di Kecamatan Sanggalangi’ tidak terlalu beragam yakni berkisar antar 1-8 ekor dengan jumlah terbesar yakni 1-5 ekor. Peternak kebanyakan memelihara 1-5 ekor Kerbau Belang karena harga Kerbau Belang yang relatif mahal sehingga membutuhkan modal yang besar untuk membeli

(7)

24 bibit atau kerbau dara yang harganya berkisar Rp. 50.000.000,- Rp. 100.000.000,-. Kerbau Belang jantan lebih banyak dipelihara daripada Kerbau Belang Betina. Hal ini disebabkan karena pemasaran ternak Kerbau Belang berkaitan erat dengan adat budaya upacara kematian Rambu Solo’ yang harus memotong Kerbau Belang jantan. Tabel 6. Sebaran Peternak Berdasarkan Jumlah Ternak Kerbau Belang yang

Dipelihara

Jumlah Ternak Kerbau Belang Jumlah Responden Persentase

(Ekor) (Jiwa)

1-5 68 75,56

6-10 15 16,66

>10 7 7,78

Jumlah 90 100

Rata-rata jumlah ternak yang dipelihara ialah 1-5 ekor/peternak, angka ini memang merupakan angka yang relatif kecil dalam memberikan jaminan kesejahteraan kepada peternak terutama untuk yang telah lama menjalankan usaha ternak Kerbau Belang. Kondisi ini disebabkan salah satunya oleh pola pemeliharaan yang masih tradisional dan belum mengarah pada tujuan jangka panjang (agribisnis). Tabel 7. Jumlah Ternak Kerbau Belang yang Dipelihara Peternak

Kelompok Kerbau Jenis Kelamin Jumlah ternak Persentase

(ST) (%) Anak Jantan 3,75 2,16 Betina 2,75 1,58 Dara Jantan 30 17,24 Betina 7,5 4,31 Dewasa Jantan 95 54,60 Betina 35 20,11 Jumlah 174 100

Keterangan : Kerbau dewasa : 1 ST, Kerbau dara : 0,5 ST, Kerbau anak : 0,25.

Bibit ternak yang dipelihara oleh peternak ialah dibeli langsung di Pasar Hewan Bolu di Rantepao (ibukota Toraja Utara) dan titipan dari orang lain. Peternak yang membeli langsung dari pasar hewan ialah sebesar 38,89% sedangkan bibit dari titipan orang lain ialah 61,11%. Bibit Kerbau Belang yang berasal dari titipan orang

(8)

25 lain lebih dominan karena sistem kepemilikan ternak sebagian besar sistem bagi hasil (menggaduh) dari pihak yang menitipkan. Kondisi kepemilikan menggaduh ini disebabkan karena biaya bibit yang relatif besar sedangkan petani belum memiliki modal yang memadai.

Populasi Kerbau Belang

Budidaya ternak yang dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Sanggalangi’ antara lain babi, kerbau, kambing, itik, ayam ras petelur, dan ayam ras pedaging. Tabel 8 menunjukkan populasi ternak di Kecamatan Sanggalangi’ pada tahun 2008 hingga tahun 2010. Keberadaan ternak kerbau dibandingkan dengan ternak ruminansia lainnya yakni menduduki peringkat pertama. Penggunaan ternak kerbau oleh masyarakat pada umumnya digunakan sebagai ternak yang dipotong atau diadu dalam pesta yang berkaitan dengan budaya setempat. Ternak yang populasinya terbanyak pada tahun 2008 hingga tahun 2010 ialah ternak babi. Ternak babi dan kerbau sangat erat dengan adat budaya setempat dan kepercayaan yang sebagian besar dianut oleh masyarakat Sanggalangi’ yakni Protestan dan Katolik.

Tabel 8. Populasi Ternak di Kecamatan Sanggalangi’

Jenis Ternak Tahun

2008 2009 2010 ---Ekor--- Sapi Potong 43 54 87 Kerbau 3.582 3.480 3.030 Kambing 320 1.335 1.250 Babi 6.578 35.240 41.510 Ayam Kampung 26.581 12.850 17.395 Ayam Broiler 3.950 3.410 4.500 Ayam Petelur 3.830 5.226 5.960 Itik 825 1.380 1.452

Sumber : Subdinas Peternakan Toraja Utara (2010)

Perkembangan populasi Kerbau Belang di lokasi penelitian bahkan terjadi penurunan terutama Kerbau Belang. Jumlah populasi kerbau biasa mengalami peningkatan sebesar 4,5% pada tahun 2009 bila tahun 2008 diasumsikan sebagai

(9)

26 tahun awal, akan tetapi mengalami penurunan pada tahun 2010 sebesar 12,93%. Kerbau Belang pada tahun 2009 hingga tahun 2010 mengalami penurunan masing-masing sebesar 16,70% dan 12,93%. Perkembangan populasi tersebut dipengaruhi oleh jumlah pemotongan yang sangat tinggi dan tatalaksana pemeliharaan kerbau yang kurang optimal.

Tabel 9. Perkembangan Populasi Ternak Kerbau Tahun 2008-2010

Jenis Kerbau Jumlah Ternak (Ekor) Laju Perkembangan (%)

2008 2009 2010 2008 2009 2010

Kerbau Biasa 2329 2436 2121 0 +4,59 -12,93

Kerbau Belang 1253 1044 2121 0 -16,70 -12,93

Jumlah 3582 3480 3030 0 -12,11 -25,86

Sumber : Subdinas Peternakan Toraja Utara (Diolah) (2010)

Struktur populasi Kerbau Belang sangat penting diketahui karena dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pemetaan persebaran kerbau yang ideal pada suatu usaha peternakan. Persentase jumlah betina produktif terhadap total populasi kerbau belang ialah 25,03% yang berarti betina produktif di lokasi penelitian masih sedikit. Angka ini masih tergolong rendah yakni masih di bawah 40% sehingga perlu dilakukan usaha penambahan betina produktif untuk menghindari penurunan populasi ternak kerbau.

Tabel 10. Struktur Populasi Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi’ Tahun 2010 Jenis Kerbau

Jenis Kelamin Jumlah

Jantan Betina

Ekor ST Ekor ST Ekor ST

Anak 19 4,75 0 0 19 4,75

Dara 147 73,5 35 17,5 182 91

Dewasa 498 498 210 210 708 708

Jumlah 664 576,25 245 227,5 909 803,75

Sumber : Subdinas Peternakan Toraja Utara (Diolah) (2010)

(10)

27 Manajemen Pemeliharaan Kerbau Belang

Perkandangan

Konstruksi dan model kandang merupakan salah satu faktor penting dalam sistem pemeliharaan ternak Kerbau Belang. Kerbau belang dipelihara atau diistirahatkan di dalam kandang apabila siang hari atau malam hari. Kandang kerbau belang biasanya diletakkan di samping rumah Tongkonan, rumah adat Toraja yang berbentuk rumah panggung (rumah penyimpanan mayat sementara). Kerbau Belang juga biasanya digembalakan di sekitar kandang yang biasanya disebut bala’. Sebuah

bala’ umumnya dipagari dengan tanaman pagar atau tanaman bambu guna

mengamankan Kerbau Belang apabila keluar dari bala’. Selain itu, peternak juga biasa bercocok tanam di dekat bala’ tersebut dan menggunakan kotoran ternak sebagai pupuk.

Kandang yang umumnya digunakan oleh peternak ialah kandang sederhana atau disebut kandang tradisional (Gambar 8). Beberapa pertimbangan sehingga peternak membuat kandang tradisional ialah sumber daya alam melimpah yakni bambu, daun lontar, dan kayu atau pohon hutan, harga bahan baku pembuatan kandang yang murah, serta faktor kenyamanan ternak.

Gambar 8. Kandang Kerbau Belang

Kandang tradisional memiliki ciri-ciri yakni lantainya berupa tanah susunan kayu papan yang kokoh, atap terbuat dari rumbia (lontar) atau seng, dan dinding terbuat dari papan dan atau bambu yang dianyam dengan menggunakan tali (tampar) sebagai pengikat anyaman. Keadaan dinding kandang ini masih terbuka sehingga hembusan angin/cahaya masuk ke kandang. Tempat pakan yang terbuat dari papan terdapat pada kandangdan diletakkan atau dipasang di dinding kandang.

(11)

28 Jenis kandang yang digunakan ialah kandang individu dan sangat jarang dijumpai kandang kelompok. Hal ini disebabkan karena ternak Kerbau Belang jantan umumya dipelihara oleh peternak dan kerbau jantan tersebut mempunyai kebiasaan menyeruduk kerbau lainnya apabila dikandangkan secara berkoloni (kelompok). Ukuran kandang tunggal dari responden peternak yang diamati sangat bervariasi dan sangat dipengaruhu oleh jenis kerbau. Ukuran luas kandang untuk Kerbau Belang yang dibuat peternak ialah ukuran 2 m × 3 m (22,22%), ukuran 3 m × 4 m (40%), ukuran 3 m × 4,5 m (32,22%), dan ukuran 3 m × 5 m (5,56%).

Sistem Pemeliharaan

Sistem pemeliharaan Kerbau Belang yang dilakukan oleh masyarakat terbagi atas dua sistem yakni sistem intensif dan sistem semi intensif. Sistem pemeliharaan yang paling banyak dilakukan oleh peternak di lokasi penelitian ialah sistem intensif. Alasan peternak menggunakan sistem intensif karena harga kerbau belang tergolong mahal dam membutuhkan perawatan yang baik. Selain itu, peternak juga lebih mudah untuk mengontrol kerbau karena beternak kerbau masih merupakan usaha sampingan. Pemeliharaan kerbau dilakukan dengan cara mengandangkan kerbau seharian penuh (24 jam).

Pemeliharaan secara semi intensif umumnya dilakukan oleh peternak yang memiliki banyak waktu luang dan beternak adalah pekerjaan utamanya. Kerbau Belang biasanya digembalakan pada pagi hari hingga sore hari. Tempat bernaung atau tempat berteduh Kerbau Belang pada saat siang hari ialah di bawah pohon-pohon sekitar padang penggembalaan dan juga di bawah kolong rumah adat Tongkonan. Kerbau dimandikan pada saat siang dan sore hari sebelum dikandangkan kembali.

Pakan Kerbau Belang

Pakan merupakan aspek penting dalam usaha ternak Kerbau Belang karena akan menentukan kelangsungan hidup kerbau serta penampilan performa kerbau secara keseluruhan. Pakan ternak yang diberikan oleh peternak ke kerbau terbagi atas dua yakni hijauan rumput-rumputan dan limbah hasil pertanian. Pakan ternak tersebut sangat berlimpah ketersediannya sehingga hal ini menjadi salah satu keuntungan bagi peternak untuk beternak kerbau. Pemberian pakan konsentrat hampir tidak dijumpai di lokasi penelitian dan walaupun ada jumlahnya masih sangat

(12)

29 sedikit. Konsentrat yang diberikan adalah dedak padi yang dicampur dengan cacahan rumput gajah. Selain itu, terkadang juga ditambahkan madu dalam pakan untuk kerbau yang memiliki pola warna belang yang merata.

Hijauan rumput-rumputan yang sering diberikan peternak dalam bentuk segar antara lain rumput lapang, rumput gajah, dan rumput alang-alang. Hijauan pakan ternak di Kecamatan Sanggalangi’ tersedia cukup banyak untuk memenuhi kebutuhan ternak karena lahan yang tersedia luas dan potensi iklim yang cukup baik sehingga hijauan tersedia sepanjang tahun.

Pakan yang berasal dari limbah hasil pertanian diantaranya jerami, daun jagung dan daun ubi jalar. Ketersediaan jerami sangat memadai karena luas area persawahan cukup luas sehingga limbah hasil persawahan juga cukup banyak. Daun ubi jalar melimpah karena budaya masyarakat lokal yang menanam ubi jalar di pekarangan maupun di kebun. Selain itu, daun ubi jalar tersebut biasanya juga digunakan sebagai pakan utama untuk ternak babi.

Jumlah pemberian pakan ternak bergantung dari sistem pemeliharaan ternak Kerbau Belang dan jumlah kerbau yang dipelihara. Peternak masih kurang memperhatikan faktor jenis kelamin dan umur kerbau (kerbau anak, dara dan dewasa). Sistem pemeliharaan intensif biasanya membutuhkan jumlah pakan 40 kg dalam sehari penuh. Pemberian pakan dalam jumlah tersebut masih sangat bervariasi dalam kombinasi penggunaan hijauan rumput-rumputan maupun limbah hasil pertanian. Frekuensi pemberian pakan untuk pemeliharaan intensif ialah 2 kali (37,78%) dan 3 kali (62,22%) dalam sehari. Frekuensi 2 kali biasanya diberikan oleh peternak sebanyak 20 kg pada pagi hari dan 20 kg lagi menjelang sore hingga pagi hari. Untuk frekuensi 3 kali, peternak umumnya memberikan 15 kg pada pagi hari, 10 kg pada siang hari, dan 15 kg lagi pada malam hari hingga pagi. Sistem pemeliharaan semi intensif umumnya dikandangkan pada malam hari dan pada saat itu diberi pakan rumput atau limbah hasil pertanian dalam jumlah yang tidak terbatas. Perawatan Kerbau Belang

Memandikan kerbau demi menjaga kebersihan seluruh tubuh Kerbau Belang merupakan suatu rutinitas yang sangat penting dilakukan oleh peternak. Kebersihan kerbau belang juga merupakan salah satu langkah preventif untuk menjaga kesehatan kerbau belang. Selain itu, warna kulit Kerbau Belang yang cantik mengharuskan

(13)

30 peternak untuk memberikan perawatan yang ekstra, salah satunya dengan cara memandikannya secara rutin.

Peternak memandikan kerbau belang minimal dua kali dalam sehari, yakni pada pagi hari, siang atau sore hari. Kerbau jantan umumnya tiga kali dalam sehari sedangkan kerbau betina umumnya dua kali dalam sehari. Kerbau sering dimandikan di sawah yang memiliki tempat kubangan, di pinggir sungai dan di dekat sumber air lainnya (air sumur dan tempat penampungan air hujan). Saat musim kemarau tiba, ketersedian air masih cukup memadai karena lokasi penelitian merupakan daerah pegunungan. Cara yang paling banyak dilakukan oleh peternak dalam memandikan Kerbau Belang ialah dengan membawa kerbau ke sawah atau tempat kubangan. Apabila musim tanam padi telah berlangsung, maka peternak lebih memilih untuk memandikan kerbau belang di tempat kubangan karena lahan kosong yang berfungsi sebagai tempat kubangan kerbau belang sangat banyak dijumpai di lokasi penelitian.

Performa Sifat Reproduksi

Sifat reproduksi Kerbau Belang sangat penting untuk diketahui karena hal tersebut sangat berguna dalam pemuliabiakan ternak (breeding). Hal ini juga penting untuk menjaga kelestarian Kerbau Belang yang populasinya semakin menurun tiap tahun. Karakteristik Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi’ dapat dilihat pada Tabel 11.

Nilai perbandingan jantan dan betina adalah 1,5, artinya perbandingan kerbau jantan dengan betina ialah 3:2. Perbandingan jantan dan betina dapat dikatakan rendah karena sebanyak tiga ekor pejantan berbanding dengan dua ekor betina. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah ternak kerbau jantan relatif banyak. Hal ini disebabkan karena peternak di Kecamatan Sanggalangi’ umumnya memelihara Kerbau Belang yang berjenis kelamin jantan. Perbandingan jantan : betina yang disarankan menurut Deptan (2008) ialah 1:8 karena pada perbandingan tersebut kerbau akan mampu menampakkan angka kebuntingan yang tinggi. Jumlah pejantan yang berlebih akan memberikan dampak negatif yakni diantaranya terjadinya

(14)

31 Tabel 11. Sifat Reproduksi Kerbau Belang

No. Sifat Reproduksi Hasil

1. Nisbah Jantan Betina 1,5 ± 0,32

2. Umur Berahi Pertama (Tahun) 2,48 ± 0,37

3. Umur Kawin Pertama (Tahun) 2,87 ± 0,26

4. Lama Berahi (Jam) 22,6 ± 8,32

5. Siklus Berahi (Hari) 19,5 ± 7,48

6. Service per Conception (Kali) 1,85 ± 0,41

7. Angka Kebuntingan (%) 86,5 ± 0,07

8. Lama Kebuntingan (Hari) 387,4 ± 27,20

9. Persentase Kelahiran 89 ± 0,05

10. Calf Crop (%) 77± 0,58

11. Tingkat Kematian Anak (%) 2,35 ± 0,01

12. Umur Induk Melahirkan I (Tahun) 3,74 ± 0,17 13. Selang Beranak/Calving Interval (Tahun) 2,04 ± 0,22

Pubertas atau dewasa kelamin adalah umur pada waktu betina menunjukkan gejala-gejala berahi pertama. Umur berahi pertama (pubertas) Kerbau Belang betina ialah pada umur 2,48 tahun. Umur berahi tersebut sejalan dengan penjelasan Fahimuddin (1975) yang menjelaskan bahwa umur pubertas pada kerbau betina adalah bervariasi, pada umumnya kerbau betina lebih lambat dalam mencapai pubertasnya yakni 2-4 tahun. Berdasarkan penjelasan Fahimuddin (1975) tersebut, maka umur pubertas kerbau belang betina masih relatif wajar atau tidak terlalu tua. Hasil penelitian Lendhanie (2005) juga menunjukkan bahwa ternak kerbau betina di Kalimantan Selatan baru berahi pertama setelah 3 tahun. Suharno dan Nazaruddin (1994) menyatakan bahwa kerbau berahi pertama pada umur satu tahun.

Pubertas terjadi karena dipengaruhi oleh faktor hewannya diantaranya, yaitu : umur, bobot badan, ras dan genetik. Beberapa faktor yang juga sangat berpengaruh ialah faktor lingkungan yaitu: suhu, musim dan iklim. Faktor lain yang mempunyai pengaruh besar terutama nutrisi dan pakan (Tomaszewska et al., l99l). Hardjopranjoto (1995) menambahkan bahwa perbedaan umur pubertas dipengaruhi oleh bangsa ternak, tatalaksana pemeliharaan, pakan yang diberikan, beban kerja,

(15)

32 dan musim. Putu (2003) menjelaskan bahwa pemberian pakan yang lebih baik yaitu dengan penambahan konsentrat sebanyak 5 kg/ekor/hari dapat meningkatkan bobot badan dan memperbaiki kondisi tubuh kerbau betina sehingga akhirnya dapat merangsang aktivitas berahi, konsepsi dan reproduksi anak.

Berahi merupakan saat hewan betina bersedia menerima pejantan untuk kopulasi. Berdasarkan hasil penelitian, responden peternak umumnya mengetahui tanda-tanda berahi pada Kerbau Belang betina walaupun kerbau termasuk ternak yang berahinya kurang jelas (silent heat). Hal ini disebabkan karena peternak pernah mendapatkan penyuluhan dan mempunyai pengalaman beternak yang lama. Gejala-gejala berahi pada kerbau belang ialah induk kerbau selalu gelisah dan gaduh, selalu ingin mencoba menaiki kerbau lain, nafsu makan menurun dan menetesnya cairan dari vagina dalam jumlah sedikit. Toelihere (1976) menjelaskan bahwa gejala berahi pada kerbau lumpur cukup jelas. Kerbau betina memperlihatkan pembengkakan vulva, pengeluaran lendir jernih melalui vulva, dan diam berdiri dinaiki oleh pejantan atau betina lainnya.

Lama berahi Kerbau Belang ialah 22,6 jam dengan siklus berahi 19,5 hari. Lama berahi berkisar antara waktu penerimaan pertama sampai penolakan terakhir (McNitt, 1983) sedangkan siklus berahi adalah jarak antara berahi yang satu sampai pada berahi berikutnya (Partodihardjo, 1980). Lama berahi kerbau belang sejalan dengan Mongkopunya (1980) yang menjelaskan bahwa lama berahi kerbau rawa adalah 20-32 jam. Toelihere (1976) juga menambahkan bahwa kisaran lama berahi ialah 12-96 jam (0,5-4 hari). Lama siklus berahi Kerbau Belang juga sejalan dengan penjelasan Toelihere (1976) bahwa kerbau memiliki siklus berahi yang berkisar antara 17-96 hari (rata-rata 21,53 hari), sedangkan menurut Soedarsono (1998) panjang siklus berahi kerbau rawa ialah bervariasi antara 7-40 hari dengan kisaran rata-ratanya selama 20 hari. Williamson dan Payne (1993) menambahkan bahwa faktor yang paling penting yang mempengaruhi siklus berahi antara lain tingkat pakan, panjangnya siang dan temperatur lingkungan.

Umumnya gejala berahi akan tampak pada saat pagi yang segar (subuh) sekitar jam 04.00 - 07.00 WITA atau petang yang teduh sekitar jam 17.00 - 20.00 WITA. Selain itu Kerbau Belang juga terkadang menampakkan gejala berahi pada siang hari jam 11.00 - 13.00 WITA. Hal ini menunjukkan bahwa kebiasaan

(16)

33 berkubang ditambah kesejukan udara sangat mempengaruhi periode berahi dan penampilan gejala berahi pada ternak kerbau di Kecamatan Sanggalangi’.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur kawin pertama induk atau umur konsepsi pertama induk ialah umur 2,87 tahun. Hal ini berarti bahwa pada saat kerbau belang betina berahi pertama, kerbau belang betina tidak langsung kawin atau tidak langsung terjadi konsepsi. Selang untuk mencapai konsepsi dari berahi pertama ialah berkisar 142 hari atau sekitar 4,7 bulan. Lita (2009) menjelaskan bahwa konsepsi pertama kerbau lumpur di Kutai ialah pada umur 2,8 tahun. Umur kerbau betina pada konsepsi pertama berbeda-beda tergantung pada manajemen pemeliharaan, penggunaan pakan dan genetik (Fahimuddin, 1975).

Service per conception (S/C) Kerbau Belang betina ialah rata-rata 1,85 kali, artinya jumlah perkawinan (service) dengan IB atau kawin alam dari seekor kerbau belang betina sampai terjadinya kebuntingan. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesuburan Kerbau Belang betina tersebut masih relatif normal. Nilai S/C yang normal adalah 1,6-2,0. Nilai S/C makin rendah maka makin tinggi kesuburan hewan betina dalam kelompok tersebut, tetapi sebaliknya makin tinggi nilai S/C, maka makin rendah kesuburan hewan betina dalam kelompok tersebut (Toelihere, l98l).

Angka kebuntingan atau conception rate (CR) Kerbau Belang betina ialah 86,5% yang berarti bahwa jumlah betina yang bunting dari IB pertama atau kawin pertama ialah 86,5% dari jumlah seluruh betina yang di IB pertama atau kawin pertama. Misalkan, jumlah seluruh betina yang di IB pertama ialah 100 ekor, maka jumlah betina yang bunting ialah 86 ekor. Hasil penelitian bahwa jumlah kerbau yang bunting dari 65 ekor betina ialah 56 ekor. Toelihere (1981) menjelaskan bahwa angka kebuntingan dipengaruhi oleh tiga faktor yakni kesuburan pejantan, kesuburan betina dan teknik inseminasi.

Lama kebuntingan Kerbau Belang betina rata-rata sebesar 387,4 hari atau 12,7 bulan. Angka ini tidak berbeda signifikan dengan penjelasan Toelihere (1974) bahwa lama kebuntingan kerbau rawa di Pulau Jawa ialah 12 bulan. Guzman (1980) menjelaskan bahwa lama bunting kerbau rawa ialah 320-325 hari, sedangkan Mongkopunya (1980) menjelaskan bahwa kerbau rawa memiliki masa bunting selama 336 hari atau sekitar 11 bulan. Perbedaan lama kebuntingan dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan, faktor pakan dan iklim atau kondisi lingkungan.

(17)

34 Persentase kelahiran Kerbau Belang betina ialah 89%. Faktor yang mempengaruhi persentase kelahiran adalah keberhasilan perkawinan antara jantan dan betina. Persentase kelahiran dihitung dari jumlah total anak yang lahir tiap tahun dari persentese betina dewasa. Persentase kelahiran di Kecamatan Sanggalangi’ termasuk cukup tinggi karena menurut Hardjosubroto (1984) bahwa rata-rata persentase kelahiran anak kerbau di Indonesia adalah 54,69%. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya persentase kelahiran tersebut ialah keberhasilan perkawinan antara jantan dan betina serta rendahnya tingkat mortalitas anak sebelum maupun sesudah melahirkan.

Tingginya persentase kelahiran ternyata tidak selamanya diiringi dengan kerbau betina melahirkan Kerbau Belang. Kerbau Belang jantan yang dikawinkan dengan Kerbau Belang betina belum tentu akan melahirkan anak Kerbau Belang. Hal inilah juga yang menyebabkan peternak malas untuk memelihara Kerbau Belang betina dan lebih mempertimbangkan untuk membeli bibit Kerbau Belang jantan. Peternak beranggapan bahwa Kerbau Belang merupakan suatu berkah yang diturunkan oleh Tuhan sehingga jumlahnya sangat jarang. Selain itu, sulitnya mendapatkan anak Kerbau Belang mengakibatkan harga Kerbau Belang menjadi sangat mahal.

Calf crop atau panen anak adalah persentase jumlah anak yang hidup pada saat lepas sapih selama satu tahun dari semua induk yang diteliti. Angka panen anak dari hasil penelitian ialah 77%. Hasanatun dan Handiwirawan (2005) menjelaskan bahwa calf crop rata-rata di Indonesia ialah sebesar 33%. Faktor yang menyebabkan angka panen anak yang cukup tinggi karena manajemen pemeliharaan yang cukup baik terutama dari segi manajemen pakan dan perawatan kerbau sehingga kerbau betina maupun jantan jarang terkena penyakit. Selain itu, rendahnya mortalitas sebelum dan sesudah melahirkan membuat persentase calf crop kerbau belang cukup tinggi.

Tingkat kematian (mortalitas) anak Kerbau Belang ialah sebesar 2,35% dan lebih rendah dari rata-rata mortalitas yang terjadi di Indonesia menurut Hardjosubroto (1984) yakni sebesar 7,38%. Rendahnya mortalitas Kerbau Belang dipengaruhi oleh keadaan sebelum induk melahirkan yakni Kerbau Belang pejantan dan Kerbau Belang betina jarang terkena penyakit. Penyakit berpengaruh terhadap

(18)

35 mortalitas sebelum melahirkan karena apabila ternak kerbau terserang penyakit maka hal tersebut dapat menyebabkan tidak terjadinya pembuahan dalam rahim, kematian janin, serta ganguan kelahiran seperti distokia. Selain itu, pemberian pakan cukup baik pada saat kerbau betina dalam masa bunting.

Kerbau Belang betina melahirkan pertama pada umur 3,74 tahun, umur kawin pertama 2,87 tahun dan lama kebuntingan yang berkisar 12 bulan. Hasil penelitian Baikuni (2000) menyatakan bahwa umur kerbau betina melahirkan pertama ialah 3,8-3,9 tahun.

Selang beranak adalah jangka waktu dari saat induk beranak hingga saat beranak berikutnya. Calving interval atau selang beranak induk Kerbau Belang ialah 2,04 tahun atau berkisar 24 bulan. Hal ini sejalan dengan penjelasan Hardjopranjoto (1995) bahwa kerbau lumpur di Serang mempunyai kisaran selang beranak 1,7-2,1 tahun dan kerbau lumpur di Jawa Timur mempunyai selang beranak 2,08 tahun.

Calving interval dipengaruhi oleh daya reproduksi dan ditentukan oleh lamanya

masa kosong serta angka perkawinan per kebuntingan. Calving interval lebih banyak diatur oleh faktor non genetik yaitu ada kesempatan menurunkannya dengan efisiensi manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan yang tepat (Fahimuddin, 1975).

Dinamika Populasi Kerbau Belang

Tingkat pengeluaran ternak Kerbau Belang dapat dilihat pada Tabel 12. Variabel yang masuk dalam pengeluaran ternak ialah penjualan Kerbau Belang, mortalitas Kerbau Belang dan pemotongan ternak. Variabel-varibel tersebut berpengaruh terhadap perkembangan populasi ternak Kerbau Belang. Tingkat penjualan terbesar terjadi pada ternak Kerbau Belang jantan dan kelompok Kerbau belang jantan dewasa menempati penjualan tertinggi. Daya jual Kerbau Belang jantan dewasa tinggi karena terkait dengan penggunaan kerbau tersebut pada upacara

Rambu Solo’. Selain itu, kerbau belang jantan lebih banyak yang dijual dibandingkan

dengan Kerbau Belang betina karena Kerbau Belang jantan harganya sangat tinggi daripada ternak betina.

(19)

36 Tabel 12. Tingkat Pengeluaran Kerbau Belang Periode Juni 2009-Juni 2010

Kelompok Penjualan Mortalitas Pemotongan

Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina ---Ekor---

Anak 21 0 4 0 0 0

Dara 79 8 0 2 14 0

Dewasa 118 23 0 0 395 21

Total 218 31 4 2 409 21

Mortalitas atau kematian ternak kerbau pada lokasi penelitian satu tahun terakhir ialah cukup kecil. Kematian dijumpai pada anak Kerbau Belang karena terkena penyakit berak susu dan pengaruh pemberian pakan yang kurang optimal pada kerbau tersebut. Pemotongan Kerbau Belang jantan dewasa sangat tinggi bila dibandingkan dengan kelamin betina. Hal ini disebabkan karena pada tradisi adat upacara Rambu Solo’, Kerbau Belang yang dipotong ialah kerbau jantan dewasa. Kerbau Belang betina dewasa dipotong karena betina tersebut sudah memasuki umur non produktif sehingga betina tersebut harus diafkir.

Tingkat pemasukan ternak Kerbau Belang dapat dilihat pada Tabel 13. Variabel yang masuk dalam pemasukan adalah pembelian dan kelahiran ternak Kerbau Belang. Tingkat kelahiran Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi’ periode Juni 2009 hingga Juni 2010 ialah 52 ekor jantan dan 30 ekor betina. Anak Kerbau Belang cukup sulit untuk didapatkan karena perkawinan antara Kerbau Belang jantan dan Kerbau Belang betina belum tentu akan menghasilkan anak kerbau yang bercorak warna belang.

Tabel 13. Tingkat Pemasukan Kerbau Belang Periode Juni 2009 – Juni 2010

Kelompok Kelahiran Pembelian

Jantan Betina Jantan Betina

---Ekor---

Anak 52 30 35 0

Dara 0 0 80 14

Dewasa 0 0 84 0

(20)

37 Pembelian anak kerbau terbesar terjadi pada anak kerbau yang berjenis kelamin jantan sedangkan kerbau betina hanya pada Kerbau Belang betina yang berumur muda. Pembelian kerbau jantan jantan dara dan dewasa sangat besar karena pembelian tersebut bertujuan untuk proses penggemukan sehingga saat mencapai dewasa yang siap dijual, peternak mendapatkan harga yang relatif sangat tinggi. Pembelian kerbau betina muda atau dara dimaksudkan sebagai induk pengganti.

Analisa dinamika populasi ternak Kerbau Belang dapat diestimasi berdasarkan formula Turner dan Young (1969). Waktu yang digunakan dalam analisis ditetapkan selama 5 tahun kedepan dimana tahun awal ialah pada tahun 2010. Berdasarkan data sifat reproduksi yang diketahui dan pengeluaran ternak sebesar 75% maka dapat dilakukan estimasi terhadap perubahan ternak Kerbau Belang betina produktif yang dihasilkan dengan asumsi waktu yang digunakan selama 5 tahun.

Tabel 14. Dinamika Populasi Ternak Kerbau Belang selama 5 Tahun

N0 Rm R0 Nt Lf Betina

Pengganti

Betina Afkir (ekor) (%) (ekor/tahun) (ekor) (Tahun) (Ekor) (Ekor)

210 -24,31 0,46 62,28 3,08 106 79

Keterangan :

Nt = jumlah induk yang siap berproduksi pada waktu t (ekor)

rm = tingkat penambahan ternak per tahun No = jumlah populasi awal induk (ekor)

Ro = banyaknya induk pengganti yang dihasilkan oleh seekor induk selama hidupnya (ekor)

Lt = umur rata-rata betina pada saat melahirkan pertama kali

Hasil analisis estimasi dinamika populasi ternak induk Kerbau Belang menunjukkan bahwa di Kecamatan Sanggalangi’ terjadi penurunan jumlah ternak Kerbau Belang sebanyak 24,31% per tahun. Penurunan populasi ini terjadi karena pemotongan ternak cukup tinggi yakni dengan tingkat pengeluaran sebesar 75%. Estimasi jumlah ternak kerbau betina produktif pada tahun ke-5 (tahun 2015) adalah 62 ekor dari populasi awal pada tahun 2010 sebesar 210 ekor. Salah satu faktor yang juga mempengaruhi penurunan populasi ternak karena selang beranak induk kerbau waktunya lebih panjang. Kerbau Belang betina yang harus ada pada Kecamatan Sanggalangi’ selama 5 tahun ialah 106 ekor betina pengganti, sedangkan Kerbau Belang betina yang harus dikeluarkan (afkir) ialah 79 ekor betina afkir. Hasil ini

(21)

38 menunjukkan bahwa apabila tidak dilakukan usaha perbaikan manajemen yang intensif dan pengontrolan terhadap perkawinan serta pengeluaran ternak, maka jumlah ternak kerbau akan semakin berkurang dan akan mengancam kelestarian Kerbau Belang.

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)

Total populasi ternak ruminansia di Kecamatan Sanggalangi’ pada tahun 2010 adalah 3180,25 ST dengan total daya tampung ternak ruminansia atau potensi maksimal sumberdaya lahan (PMSL) sebesar 2059,25 ST berdasarkan metode Nell dan Rollinson (1974). Hasil perhitungan nilai KPPTR di Kecamatan Sanggalangi’ dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Nilai KPPTR di Kecamatan Sanggalangi’

Peubah Nilai (ST)

Populasi Riil Ternak Ruminansia 3180,25

PMSL atau KT Wilayah 2055,531

Jumlah Kepala Keluarga (KK) 2409

PMKK 7227

KPPTR (SL) -1124,72

KPPTR (KK) 4046,75

KPPTR (E) -1124,72

Keterangan : PMSL = Potensi maksimum sumber daya lahan

KT (KK) = Kapasitas tampung berdasarkan tenaga kerja (kk) PMKK = Potensi maksimum kepala keluarga

KPPTR (SL) = Kapasitas peningkatan populasi ternak berdasarkan sumber daya lahan

KPPTR (KK) = Kapasitas peningkatan populasi ternak berdasarkan sumber daya Kepala keluarga

KPPTR (E) = KPPTR efektif atau KPPTR pembatas

Hasil perhitungan Kapasitas Nilai Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Efektif di Kecamatan Sanggalangi’ ialah -1124,72 ST. Nilai KPPTR Efektif yang bernilai negatif di Kecamatan Sanggalangi’, artinya secara analisis daerah ini sudah tidak memungkinkan untuk menampung ternak ruminansia lagi atau kelebihan ternak ruminansia sebesar 1124 ST, akan tetapi pada kenyataan di lapangan Kecamatan Sanggalangi’ masih mampu menampung populasi ternak ruminansia sebanyak 3180,25 ST pada tahun 2010. KPPTR efektif sumberdaya lahan

(22)

39 menunjukkan bahwa terbatasnya ketersediaan hijauan makanan ternak untuk ternak ruminansia di Kecamatan Sanggalangi’.

Solusi untuk mengatasi KPPTR negatif suatu wilayah menurut Ditjetnak (1985) antara lain : 1) mendatangkan pakan dari daerah lain; 2) memanfaatkan sumber pakan inkonvensional seperti lahan hutan, perkebunan, dan sebagainya; dan 3) pemanfaatan dan penanaman leguminosa pohon, limbah pertanian, industri pertanian, perkebunan atau sumber pakan lainnya. Solusi yang tepat untuk wilayah Kecamatan Sanggalangi ialah optimalisasi daya dukung lahan dalam penyediaan pakan ternak yakni dengan menanami lahan-lahan kosong dengan tanaman makanan ternak, pengolahan / pengawetan hijauan makanan ternak, serta memaksimalkan penggunaan limbah tanaman pangan atau hasil pertanian. Limbah pertanian yang melimpah di Kecamatan Sanggalangi’ adalah jerami padi dan ubi jalar. Pengolahan atau pengawetan pakan ternak yang dapat direkomendasikan ialah silase dan hay.

Hasil perhitungan KPPTR masing-masing jenis ternak ruminansia dapat dilihat pada Tabel 16. Jenis ternak ruminansia yang terdapat di Kecamatan Sanggalangi’ adalah sapi potong, kerbau dan kambing. Kapasitas peningkatan ketiga ternak ruminasia tersebut bernilai negatif, terutama terkait dengan ternak kerbau. Tabel 16 menunjukkan bahwa peningkatan ternak kerbau sebesar -1032,42 ST. Hal ini berarti bahwa di Kecamatan Sanggalangi’ telah terjadi kelebihan ternak kerbau sebesar 1032,42 ST.

Tabel 16. Nilai KPPTR di Kecamatan Sanggalangi’

No Jenis Ternak Nilai KPPTR (ST)

1. Sapi Potong -27,4048

2. Kerbau -1032,42

3. Kambing 61,89

Jumlah -1124,72

Analisis SWOT

Strategi adalah alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumberdaya. Perenca-naan strategis harus menganalisis faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam kondisi saat ini, hal ini yang disebut Analsais situasi dan model yang

(23)

40 paling populer untuk analisis ini adalah analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity dan Threat) (Rangkuti, 2000).

Analisis SWOT (strength, weaknesses, opportunities, threats) diperlukan untuk mengetahui strategi dan arahan pengembangan Kerbau Belang di Kecamatan Sanggalangi’. Langkah awal dalam analisis SWOT adalah menentukan dan mengidentifikasi faktor internal yang berupa kekuatan dan kelemahan serta faktor internal yang berupa peluang dan ancaman. Hasil analisis faktor internal di Kecamatan Sanggalangi’ dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Matriks Perbandingan Faktor Internal

No. Faktor-Faktor Internal Bobot

(B) Rating (R) Nilai (BxR) Kekuatan (Strength)

1. Bobot badan tinggi dan pola warna unik 0,08 3,5 0,28

2. Motivasi beternak tinggi 0,08 3,2 0,256

3. Adanya tempat berkubang dan bernaung 0,06 3 0,18

4. Pengalaman beternak 0,06 3 0,18

5. Ketersedian sumber air 0,05 2,8 0,14

6. Umur peternak produktif 0,06 3 0,18

7. Mortalitas rendah 0,05 2,5 0,125

8. Tersedianya limbah pertanian 0,06 3 0,18

Jumlah 0,50 1,521

Kelemahan (Weaknesses)

9. Keterbatasan modal & skala usaha kecil 0,06 -3,2 -0,19 10. Pemanfaatan teknolgi IB belum optimal 0,06 -3 -0,18 11. Upaya peningkatan SDM masih kurang 0,06 -3 -0,18 12. Terbatasnya sarana transportasi 0,05 -3 -0,15

13. Pembibitan masih rendah 0,06 -3 -0,18

14. KPPTR bernilai negatif 0,08 -4,0 -0,32

15 Kerjasama dengan pemerintah terbatas 0,05 -2,5 -0,13 16 Kerbau betina sangat sedikit 0,08 -3,8 -0,3

Jumlah 0,50 -1,63

Skor 1 -0.11

Kekuatan terbesar dalam pengembangan usaha ternak kerbau belang ialah rataan bobot badan kerbau belang dewasa sangat tinggi dan memiliki pola warna belang yang menarik. Kondisi seperti inilah yang menyebabkan harga jual kerbau

(24)

41 belang menjadi sangat tinggi. Selain itu, ternak kerbau belang juga memiliki tingkat kematian (mortalitas) yang rendah bila dibandingkan dengan jenis kerbau lainnya yang terdapat di Toraja Utara.

Faktor sumberdaya manusia yang menjadi kekuatan ialah motivasi beternak yang tinggi, peternak memiliki pengalaman beternak dan umur peternak yang tergolong produktif. Motivasi peternak untuk beternak Kerbau Belang sangat tinggi karena harga jual Kerbau Belang yang sangat tinggi. Peternak memiliki pengalaman beternak kerbau belang yakni berkisar dari 1-25 tahun. Umur peternak masih sangat produktif yakni berkisar 26-40 tahun.

Faktor sumberdaya alam yang juga menjadi kekuatan ialah adanya tempat berkubang dan tempat bernaung. Lahan-lahan kosong untuk tempat berkubang cukup banyak. Tempat bernaung cukup banyak di Kecamatan Sanggalangi’ karena lokasi tersebut merupakan daerah pegunungan sehingga vegetasi tanaman sangat banyak. Sumber air cukup banyak karena intensitas curah hujan yang tinggi serta topografi pegunungan sehingga cadangan atau debit air tersedia sepanjang tahun. Selain itu, ketersediaan limbah pertanian cukup banyak yakni jerami padi, daun ubi jalar, daun jagung, dan daun kacang tanah.

Kelemahan yang terbesar dalam pengembangan usaha Kerbau Belang ialah angka KPPTR yang bernilai negatif. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kelebihan ternak ruminansia di Kecamatan Sanggalangi’. Faktor pembatas ini ialah sumberdaya lahan yang terbatas untuk menampung kelebihan ternak kerbau yang berada di Kecamatan Sanggalangi’. Kelemahan terbesar berikutnya ialah jumlah betina yang sangat sedikit. Kerbau Belang betina sangat sedikit karena peternak lebih memilih untuk beternak kerbau jantan yang bernilai jual tinggi.

Keterbatasan modal dan skala usaha yang masih kecil juga menjadi kelemahan. Hal ini menjadi salah satu kendala dalam pengembangan usaha ternak Kerbau Belang. Selain itu, usaha pembibitan Kerbau Belang juga masih sedikit padahal bibit Kerbau Belang sangat penting untuk menjamin ketersediaan bakalan di Kecamatan Sanggalangi’ serta untuk menjaga kelestarian Kerbau Belang.

Upaya peningkatan sumberdaya peternak masih belum maksimal terutama dalam hal penyuluhan mengenai manajemen pemeliharaan ternak kerbau dan pemanfaatan teknologi IB. Hal ini juga disebabkan karena kerjasama dengan

(25)

42 pemerintah yang masih terbatas terutama dalam hal penjualan, penentuan harga jual dan penerapan teknologi IB. Selain itu, sarana transportasi (angkutan umum dan truk) masih terbatas di Kecamatan Sanggalangi’ serta infrakstruktur jalan yang belum sepenuhnya diaspal. Hal ini dapat menghambat dalam hal pendistribusian maupun penjualan Kerbau Belang.

Matriks perbandingan faktor ekternal di Kecamatan Sanggalangi’ dapat dilihat pada Tabel 18. Faktor ekternal merupakan faktor-faktor yang dapat mendukung maupun menghambat potensi pengembangan Kerbau Belang.

Tabel 18. Matriks Perbandingan Faktor Eksternal No. Faktor-Faktor Eksternal Bobot

(B) Rating (R) Skor (BxR) Peluang (Opportunities)

1 Harga kerbau sangat tinggi 0,15 3,8 0,57

2 Budaya upacara adat kematian 0,14 4,0 0,56

3 Adanya teknologi IB 0,10 2,5 0,25

4 Tersedia kredit bank 0,11 3,2 0,352

5 Status sosial 0,13 3,5 0,455

Jumlah 0,63 2,187

Ancaman (Threats)

6 Banyaknya pejantan yang dipotong 0,14 -4,0 -0,56

7 Penurunan populasi 0,12 -3,5 -0,42

8 Penyakit 0,11 -3,0 -0,33

Jumlah 0,37 -1,31

Skor 1 0,877

Faktor-faktor eksternal yang dianggap memiliki peluang yang terbesar ialah budaya upacara kematian Rambu Solo’ dan hal ini menyebabkan harga jual kerbau belang menjadi sangat tinggi. Kecamatan Sanggalangi’ merupakan salah satu kecamatan di Toraja Utara yang memiliki tingkat kunjungan turis maupun wisatawan domestik yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh masyarakat Kecamatan Sanggalangi’ masih memegang teguh adat istiadat etnis Toraja. Status sosial masyarakat juga menjadi peluang dalam pengembangan kerbau belang karena semakin tinggi status sosial masyarakat maka upacara Rambu Solo’ akan semakin lama dilakukan dan jumlah Kerbau Belang yang digunakan akan semakin banyak. Lembaga bank yang beroperasi di Kecamatan Sanggalangi’ dapat menjadi peluang untuk

(26)

43 mengembangkan usaha ternak Kerbau Belang yakni dengan mendapatkan bantuan kredit usaha. Selain itu, peluang adanya teknologi IB akan membantu meningkatkan produktivitas ternak kerbau belang apabila diaplikasikan dalam usaha ternak Kerbau Belang.

Ancaman yang paling besar yang akan menghambat pengembangan Kerbau Belang ialah tingginya tingkat pemotongan kerbau belang pejantan tanpa diiringi dengan penambahan jumlah betina. Kerbau pejantan yang banyak dipotong dikhawatirkan akan mengancam kelestarian kerbau belang karena akan berkurangnya pejantan unggul. Ancaman berikutnya ialah penurunan jumlah populasi Kerbau Belang karena tingkat pengeluaran ternak yang cukup tinggi yakni sekitar 76% dari total populasi yang ada. Ancaman penyakit yang umumnya menyerang Kerbau Belang ialah berak susu dan cacingan akan menyebabkan kematian pada Kerbau Belang apabila tidak ada langkah penanggulangan.

Strategi Pengembangan

Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa skor nilai untuk faktor internal ialah -0,11 sedangkan untuk faktor eksternal ialah 0,88. Hal ini berarti bahwa kedudukan atau posisi Kecamatan Sanggalangi’ berada pada posisi turnaround

sehingga langkah strategi yang perlu diambil untuk pengembangan Kerbau Belang ialah meminimumkan kelemahan yang ada untuk meraih peluang yang ada. Strategi

turnaround umumnya juga disebut sebagai strategi stabilitasi W-O (Weaknesses,

Opportunities). Posisi strategi turnaround (Stabilitasi WO) dapat dilihat pada Gambar 9.

(27)

44 Gambar 9. Grafik Posisi Strategi Pengembangan Kerbau Belang

Alternatif strategi turnaround untuk pengembangan Kerbau Belang ialah (1). optimalisasi daya dukung lahan dalam penyediaan pakan ternak, menanami lahan-lahan kosong dengan tanaman makanan ternak, pengolahan-lahan / pengawetan hijauan makanan ternak, memaksimalkan penggunaan limbah tanaman pangan atau hasil pertanian; (2) kerjasama pemerintah dengan peternak bisa menjadi lebih baik yakni pemberian pinjaman modal ke peternak dari pemerintah atau bank sehingga diharapkan akan menguntungkan kedua belah pihak karena peluang harga jual Kerbau Belang yang cukup tinggi. Pemberian pinjaman oleh pemerintah atau bank akan membantu peternak untuk bisa mengembangkan usaha ternak Kerbau Belang sehingga skala usaha bisa meningkat; (3). membenahi transportasi seperti infrakstruktur jalan dan transportasi darat (angkutan umum) sehingga mempermudah penjualan ternak dan jumlah wisatawan domestik maupun mancanegara juga akan semakin banyak yang berkunjung ke Kecamatan Sanggalangi’; dan 4) peningkatan SDM peternak melalui penyuluhan termasuk pengenalan teknologi IB guna meningkatkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peternak dalam usaha ternak Kerbau Belang.

Implementasi Strategi

Berdasarkan analisis SWOT dan menggacu kepada strategi alternatif maka dapat dirumuskan bentuk-bentuk implementasi:

(28)

45 1. Peningkatan populasi dengan mendatangkan betina produktif, pengendalian

pe-nyakit reproduksi dan mendatangkan ternak bibit Kerbau Belang.

2. Perbaikan mutu genetik ternak untuk menghasilkan bibit unggul misalnya program seleksi dan atau persilangan.

3. KPPTR yang bernilai negatif menjadi sebuah tantangan sehingga perlu adanya optimalisasi daya dukung lahandalam penyediaan pakan ternak, menanami lahan-lahan kosong dengan tanaman makanan ternak, pengolahan-lahan / pengawetan hijauan makanan ternak, serta memaksimalkan penggunaan limbah tanaman pangan atau hasil pertanian.

5. Peningkatan sumber daya manusia, baik peternak maupun aparat yang terkait dengan bidang peternakan. Hal yang dapat dilakukan ialah mengikutsertakan, memfasilitasi dan mengadakan diklat, magang, studi banding, temu karya, temu usaha guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peternak.

6. Peningkatan dan pemberdayaan peran kelembagaan. Peran KUD, Pos pelayanan IB, Pos Kesehatan Ternak ditingkatkan serta kelompok peternak dan kandang-kandang kelompok yang telah ada terus dibina dan dikembangkan .

7. Menjalin kerjasama kemitraan. Kemitraan dapat dilakukan dengan pihak swasta baik dalam maupun luar negeri. Hal ini dapat dibentuk dengan pemberian kredit usaha kepada peternak kerbau belang. Potensi kerbau belang yang memiliki nilai jual yang tinggi dan nilai budaya masyarakat menjadi peluang yang dapat menguntungkan kedua pihak.

Gambar

Gambar 6. Peta Kabupaten Toraja Utara (BPS Toraja Utara, 2010)
Tabel 2.   Jumlah Tenaga Kerja di Kecamatan Sanggalangi’
Tabel 3.  Sebaran Peternak Berdasarkan Umur
Tabel 5.  Motivasi Peternak untuk Menjalankan Usaha Ternak Kerbau
+7

Referensi

Dokumen terkait

Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah salah satu penyakit demyelinating yang Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah salah satu penyakit demyelinating yang menyerang

Sistem informasi akuntansi penggajian harus dapat mendukung tugas-tugas bagian HRD terutama dalam membuat pendataan karyawan baru, membuat pendataan karyawan mutasi,

Kemampuan pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya dituangkan dalam anggaran. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh partisipasi anggaran dan asimetri

Data kualitatif digunakan untuk mengumpulkan data tentang gambaran mengenai lokasi penelitian dan proses belajar mengajar yang nantinya akan diolah dengan

Pabrik Es yang berfungsi sebagai tempat penghasil es untuk mengawetkan hasil tangkapan. Pabrik es ini sangat penting untuk menjamin tepeliharanya kualitas ikan tangkapan

Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membuat zat penolak (repelen) nyamuk, namun repelen yang yang tersedia di pasaran saat ini banyak mengandung bahan kimia

Hal tersebut berdasarkan perhitungan t hitung > t tabel dengan nilai 11,15 > 1,711, maka dapat disimpulkan bahwa mobile learning materi Perkenalan Diri Bahasa

pengguna Internet, hal ini yang kemudian membuat Sosial Media dan Internet menjadi tidak terpisahkan. Tidak heran, jika mendengar kata Sosial Media maka pikiran orang orang tentu