• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAERAH PENYEBARAN, POPULASI DAN HABITAT PAKU POHON

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAERAH PENYEBARAN, POPULASI DAN HABITAT PAKU POHON"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

111

(Cyathea spp. dan Dicksonia spp.) DI BALI (Distribution, Population and Habitat of Tree Ferns (Dicksonia spp. and Cyathea spp.) in Bali Island)*

Siti Fatimah Hanum1, Ema Hendriyani2 dan/and Agung Kurniawan3 UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya “Eka Karya” Bali-LIPI

Candikuning, Baturiti, Tabanan, Bali. 82191

E-mail : sitifatimahhanum2004@yahoo.com1, neng_ema01@yahoo.com2, agun003@lipi.go.id3,

ABSTRACT

Tree ferns of genus Cibotium, Cyathea and Dicksonia belong to the group of plants with high priority for conservation in Indonesia. The objective of this study was to examine regional distribution, population status and habitat of two tree ferns species in Bali island. Three species were studied, e.g. Cyathea contaminans (Wall.ex Hook.) Copel., and Cyathea latebrosa (Wall.ex Hook) Copel., both belong to Cyatheaceae and Dicksonia blumei (Kunze) Moore which belongs to Dicksoniaceae. Exploration has been done in several places, vegetation of tree ferns was conducted using random sampling method to reveal structure of the habitat and transect method to calculate population of the tree ferns. The three species of tree ferns were encountered scattered in several places. D.blumei only found at Tapak hill and Pohen hill, Tabanan. This population only 12 tree/ha at Batukahu nature reserve. Distribution information of D. blumei is spread to Pohen hill because it has previously been reported on Tapak hill, found at nature forest, open shade-shade, elevation at 1.540-1.875 m asl. Population of Cyathea latebrosa and C. contaminans at Batukahu nature reserve 332 tree/ha and 13 tree/ha respectively. Otherside at Abang-Agung protected forest 105 tree/ha and 41 tree/ha.

Keywords : Tree fern, population and distribution, reintroduction, Bali

ABSTRAK

Paku pohon marga Cibotium, Cyathea dan Dicksonia termasuk kelompok tumbuhan dengan prioritas tinggi untuk konservasi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis paku pohon, penyebaran, kondisi populasi dan habitatnya di Bali untuk pelaksanaan reintroduksi. Paku pohon yang digunakan dalam penelitian ini adalah marga Cyathea dan Dicksonia yang terdiri dari Cyathea contaminans (Wall.ex Hook) Copel., Cyathea latebrosa (Wall.ex Hook) Copel., dan Dicksonia blumei (Kunze) Moore. Penelitian dilakukan melalui eksplorasi dan identifikasi jenis-jenis tumbuhan paku pohon dengan metode purposive random sampling, menghitung jumlah dan struktur populasi dengan metode transek. C. contaminans, C. latebrosa dan D.blumei dijumpai di Pulau Bali. Penyebaran D.blumei bertambah hingga Bukit Pohen setelah sebelumnya dilaporkan hanya dijumpai di Bukit Tapak. Populasi D.blumei pada CA Batukahu memiliki kerapatan 12 pohon/ha, habitat hutan alami, agak terbuka-terlindung dari kemiringan tanah dari landai sampai curam pada ketinggian lokasi 1.540-1.875 m dpl. Populasi C latebrosa dan C. contaminans pada CA Batukahu memiliki kerapatan 332 pohon/ha dan 13 pohon/ha sedangkan di Hutan Gunung Abang-Agung memiliki kerapatan 105 pohon/ha dan 41 pohon/ha.

Kata kunci : Paku pohon, populasi dan penyebaran, reintroduksi, Bali

I. PENDAHULUAN

Meski kebanyakan tumbuhan paku bukan merupakan tumbuhan bernilai ekonomi penting, namun beberapa jenis diantaranya merupakan komoditas ekspor bagi Indonesia, diantaranya adalah beberapa jenis tumbuhan paku pohon yang termasuk dalam marga Cibotium, Cyathea dan Dicksonia. Ketiganya merupakan jenis tumbuhan paku yang dilindungi dan termasuk dalam Appendix II CITES (Convention on International Trade

(2)

112

Endangered species of Wild Fauna and Flora) (Soehartono et al., 2003; Large et al., 2004). Risna et al. (2010), bahkan memasukkan ke tiga marga tersebut ke dalam kelompok tumbuhan yang menjadi prioritas untuk dikonservasi di Indonesia. Menurut McGough (2004), Cyathea dan Dicksonia diperdagangkan sebagai tanaman hias, kebanyakan yang diperjualbelikan adalah batangnya, baik dalam bentuk gelondongan maupun pot, yang biasanya digunakan dalam hortikultura sebagai media tumbuh tanaman lain, terutama anggrek. Akan tetapi belum ada peraturan pemerintah yang membatasi penggunaan batang Cyathea dan Dicksonia untuk media tanam. Marga lainnya, yaitu Cibotium diperdagangkan dalam bentuk akar kering dan sebagai bahan obat dalam pengobatan Cina. Paku kidang (Dickonia blumei (Kunze) Moore) dimanfaatkan sebagai obat pencegah pendarahan (Sastrapradja et al., 1978; Perry, 1980; Heyne, 1987) dan sebagai tanaman hias (Sastrapradja et al., 1978). Ke tiga jenis paku ini belum umum dibudidayakan masyarakat.

Di Pulau Bali, marga Cyathea cukup tersebar, namun keanekaragaman jenis dan populasinya belum diketahui. Sebelumnya tidak ada catatan penyebaran D.blumei di Bali, namun pada tahun 1981 ditemukan tiga populasi D. blumei dengan jumlah total 15 individu di Bukit Pohen (Arinasa, 2007). Tidak pernah tercatat adanya persebaran marga Cibotium di pulau ini. Mengingat status dan kondisinya yang termasuk kategori dilindungi, adalah penting untuk mengetahui keanekaragaman jenis dan populasinya di alam. Hasil kegiatan ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah sebagai dasar pelaksanaan konservasi dan reintroduksi paku pohon di Bali.

II. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di dua lokasi tempat populasi paku pohon masih dapat ditemukan pada berbagai tipe habitat, meliputi Cagar Alam (CA) Batukahu pada tanggal 4-9 Oktober 2011 dan Hutan Lindung Gunung Abang-Agung pada tanggal 8-13 September 2011. CA Batukahu terletak pada koordinat 8°10´-8°23´LS dan 115°02´-115°15´BT kurang lebih 55 km dari arah selatan Denpasar. Cagar Alam Batukahu terletak di dua desa, yaitu Desa Candikuning (Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan) dan Desa Asah Munduk (Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng) dan termasuk dalam Register Tanah Kehutanan (RTK) 4, kelompok Hutan Batukahu. Iklim di kawasan ini termasuk tipe iklim A, menurut klasifikasi iklim Schmidt & Fergusson. Rata-rata curah hujan 2.000-2.800 mm per tahun, dengan jumlah hari hujan rata-rata 155,6 hari/tahun. Jumlah bulan basah 4-10 bulan, bulan kering rata-rata 0-5 bulan. Suhu udara rata-rata berkisar antara 11,5°C-24°C. Keadaan topografi kawasan ini berbukit dan bergelombang yang terdiri atas tiga lokasi bukit yang terpisah, yaitu Cagar Alam Batukahu I (Bukit Tapak), Cagar Alam Batukahu II (Bukit Pohang/Pohen) dan Cagar Alam Batukahu III (Bukit Lesong) dengan ketinggian tempat antara 1.860-2.089 m dari permukaan laut (dpl) (BKSDA, 2011). Unit pengamatan untuk lokasi ini, yaitu Bukit Pengelengan, Bukit Tapak dan Bukit Pohen (Gambar 1).

Kelompok Hutan Gunung Abang-Agung termasuk dalam RTK delapan yang terletak di Kabupaten Karangasem, Bali sekitar 60 m dari Denpasar. Terletak pada koordinat 8°11´-8°24´LS dan 115°22´-115°33´BT. Menurut fungsinya Kelompok Hutan Gunung Abang-Agung terdiri dari hutan lindung seluas 14.038,63 ha, hutan produksi terbatas seluas 204,11 ha dan taman wisata alam seluas 574,27 ha. Iklim di kawasan ini termasuk dalam tipe iklim F menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson dengan rata-rata curah hujan 740-2.700 mm/tahun dan suhu udara berkisar antara 18°-30°C (BKSDA, 2011).

(3)

113 Unit pengamatan pada lokasi penelitian ini adalah yang masih mempunyai populasi alami tumbuhan paku pohon, yaitu Munduk Bubung, Munduk Pengubengan dan Munduk Keboh. (Gambar 2).

B. Bahan dan Alat

Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah Global Positioning System (GPS), Klinometer, kamera digital, peta lokasi penelitian dan buku lapangan. Bahan yang digunakan adalah jenis paku pohon Dicksonia spp. dan Cyathea spp.

C. Metode Penelitian

Eksplorasi jenis-jenis tumbuhan paku pohon dilakukan dengan metode purposive random sampling menghitung jumlah dan struktur populasi dengan metode transek menurut Agurauija (2001). Apabila di lokasi ditemukan adanya paku pohon, maka populasi tiap jenis dalam plot kuadrat berukuran 20 m x 20 m dihitung (Tabel 1). Untuk mengetahui struktur populasinya, tahap pertumbuhan yaitu anakan dan dewasa dicatat. Kriteria anakan yang dimaksud di sini adalah paku pohon dengan ketinggian di bawah 1,5 m sedangkan kriteria dewasa di atas 1,5 m. Tidak ada pembedaan ukuran plot ketika menghitung anakan dan dewasa. Data yang dikumpulkan meliputi jumlah jenis, populasi dan habitat Dicksonia spp. dan Cyathea spp. Dalam kegiatan ini tidak dilakukan pembuatan herbarium, karena tanaman langsung diidentifikasi di lapangan.

D. Analisis Data

Data yang dikumpulkan dari setiap plot adalah jenis paku pohon, jumlah Cyathea spp dan Dicksonia spp. anakan atau dewasa, tipe habitat, ketinggian lokasi, tutupan tajuk dan kemiringan. Data kemudian diolah secara deskriptif, yaitu :

1. Menghitung jumlah Dicksonia blumei, Cyathea contaminans dan C. latebrosa dalam tiap plot

2. Menghitung kerapatan menggunakan rumus sebagai berikut : Kerapatan = Jumlah individu yang terdapat dalam tiap plot

Luas area

Gambar (Figure) 1. Lokasi Cagar Alam Batukahu (Batukahu Nature Reserve)

Sumber (Source) : www.ksda-bali.go.id/? page_id=11)

Gambar (Figure) 2. Lokasi Hutan Lindung Gunung Abang-Agung (Abang-Agung protected forest) Sumber (Source) : www.ksda-bali.go.id/? page_id=16)

(4)

114

Tabel (Table) 1. Plot untuk sensus Cyathea dan Dicksonia (Studied plots for Cyathea and Dicksonia census) Nama unit pengamatan (Name

of sub sites) Jumlah plot (buah) (Number of plots) Ketinggian (m dpl) (Altitude) Luasan (Ha) (Area)

Tipe habitat (Habitat type)

I. Cagar Alam Batukahu (Batukahu Nature Reserve) Bukit Pengelengan

(Pengelengan Hill)

17 1.649-1.824 0,68 Hutan alami (Natural forest)

Bukit Tapak - Dasong (Tapak Hill - Dasong)

9 1.527-1.924 0,36 Hutan alami (Natural forest)

Bukit Pohen – Belt 2 (Pohen Hill - Belt 2)

7 1.548-1.875 0,28 Hutan alami (Natural forest)

Bukit Tapak – Belt 3 (Tapak Hill - Belt 3)

2 1.752-1.755 0,08 Hutan alami (Natural forest)

II. Hutan Lindung Gunung Abang-Agung (Mount Abang-Agung Protected Forest) Munduk Bubung (Bubung

Hill)

4 1.070-1.090 0,16 Hutan alami terganggu (Disturbed natural forest) Batas RPH Daya-RPH

Rendang (RPH Daya-RPH Rendang boundary)

3 1.060-1.065 0.12 Tepi jalan aspal (Forest edge)

Tanah Mel 6 975 0,24 Hutan tanaman (Plantation

Forest) Munduk Pengubengan

(Pengubengan Hill)

7 1.050-1.090 0,28 Hutan tanaman (Plantation Forest)

Munduk Pengubengan (Pengubengan Hill)

11 1.060-1.090 0,44 Hutan alam terganggu (Disturbed natural forest) Munduk Keboh (Keboh Hill) 10 1.225-1.230 0,4 Hutan alam (Natural

forest) Munduk Penulisan (Penulisan

Hill)

2 1.550 0,08 Hutan tanaman (Plantation Forest)

Munduk Lantang - Penulisan (Munduk Lantang - Penulisan)

5 1.490-1.530 0,2 Hutan tanaman (Plantation Forest)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada dua lokasi penelitian yang terdiri dari 83 plot dijumpai tiga jenis paku pohon yang diamati, yaitu: Dicksonia blumei, Cyathea contaminans dan Cyathea latebrosa dengan sebaran berbeda-beda. D.blumei hanya ditemukan di Cagar Alam Batukahu tepatnya di Bukit Tapak dan Bukit Pohen. Tabel 2 menunjukkan bahwa C. latebrosa merupakan jenis paku pohon dengan jumlah populasi tertinggi, yaitu 352 individu dewasa dan 27 individu anakan ditemukan di Bukit Pengelengan. Disusul secara berturut-turut oleh C. contaminans sebanyak 19 individu dewasa dan 17 individu anakan serta D. blumei sebanyak sembilan individu dewasa dan empat individu anakan.

(5)

115

Tabel (Table) 2. Frekuensi ditemukannya paku pohon di Cagar Alam Batukahu dan Hutan Lindung Gunung Agung (Frequency of tree ferns at Batukahu nature reserve and Mount Abang-Agung protected forest)

Nama unit pengamatan (Name of sub sites)

D.blumei C.contaminans C. latebrosa

Anakan (Juvenile) Dewasa (Mature) Anakan (Juvenile) Dewasa (Mature) Anakan (Juvenile) Dewasa (Mature) Cagar Alam Batukahu (Batukahu Nature Reserve)

Bukit Pengelengan (Pengelengan Hill)

0 0 7 3 27 352

Bukit Tapak - Dasong (Tapak Hill - Dasong)

0 0 7 2 0 80

Bukit Pohen – Belt 2 (Pohen Hill - Belt 2)

0 4 0 0 0 7

Bukit Tapak – Belt 3 (Tapak Hill - Belt 3)

4 9 0 0 0 0

Hutan Lindung Gunung Abang-Agung (Mount Abang-Agung Protected Forest) Munduk Bubung (Bubung

Hill)

0 0 0 3 1 2

Batas RPH daya dan RPH Rendang (RPH Daya-RPH Rendang boundary) 0 0 14 1 4 0 Tanah Mel 0 0 17 19 0 0 Munduk Pegubengan (Pengubengan Hill) 0 0 0 17 6 91

Munduk Keboh (Keboh Hill) 0 0 0 8 5 59

Munduk Penulisan (Penulisan Hill)

0 0 0 0 3 10

Munduk Lantang - Penulisan (Munduk Lantang - Penulisan)

0 0 0 1 6 18

A. Karakteristik Paku Pohon

1. Lempunah (Cyathea contaminans (Wall.ex Hook.) Copel.)

Paku tiang yang berbulu putih pada pangkal daunnya (Gambar 3a). Lempunah sebagai tanaman hias bentuknya bagaikan payung di taman. Batang yang diserut menampakkan rupa yang artistik untuk karya seni (Sumantera, 2004). Perawakan ramping, berbatang hitam yang ditutupi oleh akar-akar kasar, rapat dan tebal, warnanya hitam. Pada batang tersebut terdapat lekukan-lekukan dangkal bekas tangkai daun melekat. Batangnya tinggi sampai mencapai ukuran antara 6-20 m dengan pangkal batang menebal. Panjang ental umumnya 3-4 m, berwarna keunguan di bagian pangkal, biasanya berduri keras, berbulu coklat halus dan menyirip ganda. Helaian daun bertoreh dalam dan letaknya berpasang-pasangan. Tidak mempunyai indusium (penutup kantung spora). Sorus (kotak spora), berkelompok/berbaris berdekatan dengan ibu tulang daun, bentuknya bulat. Di alam, jenis ini biasanya terdapat di rumpang hutan atau di tempat-tempat terbuka, khususnya di dekat sungai pada ketinggian 200 - 1.600 m dpl. Daerah penyebarannya di seluruh kawasan Malesia dan Semenanjung India (Sastrapradja et al., 1978; Large et al., 2004). Tanaman ini mudah dikenali dari pangkal daun yang berwarna keunguan dan diselimuti rambut berwarna putih (Ong, 2003) Tanaman ini berkembangbiak menggunakan spora.

2. Lemputu (Cyathea latebrosa (Wall.) Copel.)

Paku tiang yang batang dan tangkai daun berduri hitam-keras (Gambar 3b). Keberadaannya terancam, karena akar dan batangnya dijadikan media anggrek. Batangnya untuk tiang rumah tidak permenen seperti kandang sapi, huma, dapur dan pelinggih pura

(6)

116

(Sumantera, 2004). Berbatang tegak, hitam, tinggi antara 3-4 m. Panjang ental mencapai 2 m, berwarna coklat kemerahan, pada pangkalnya berduri banyak dan pendek, bersisik banyak warna gelap, tebal dan sempit pada bagian pucuk daun. Memiliki indusium kecil berbentuk seperti sisik, berlekuk dua. Sorus terletak dekat dengan ibu tulang daun. C. latebrosa umumnya tumbuh di dataran rendah, pada habitat yang beragam termasuk hutan sekunder dan perkebunan, ketinggian 0-1.500 m dpl. Tersebar di Indocina termasuk Kamboja dan Thailand, Semenanjung Malaysia hingga ke Indonesia, termasuk Kalimantan dan Sumatra. Media tanam yang cocok untuk C. latebrosa adalah tanah yang kaya humus baik pengairan dan kelembaban, tumbuh di tempat hangat dan tidak dapat bertahan pada kondisi beku (Holttum, 1966; Large et al., 2004).

3. Paku Kidang (Dicksonia blumei (Kunze) Moore)

Perawakannya ramping, tinggi batang mencapai 6-10 m, panjang ental sampai 2 m, melengkung ke bawah, berwarna gelap, di bagian pangkal tertutupi rambut/bulu berwarna kemerahan - coklat hitam (Gambar 3c). Ental muda ditutupi oleh bulu-bulu halus, panjang, lurus dan mengkilat, warnanya coklat muda sampai coklat tua. Indusium terdapat pada tepi daun, berderet, bentuknya bulat melonjong hingga melingkar. Tumbuhnya di tempat-tempat yang berhawa dingin, di hutan pegunungan hingga ketinggian 1.500-2.500 m dpl. Di kawasan Malesia D. blumei tersebar di Sumatera (utara sampai dataran tinggi Karo), Jawa, Sulawesi Tengah, Kalimantan, Papua Nugini dan Filipinia. D. blumei tumbuh paling baik pada media humus, toleran terhadap intensitas cahaya yang tinggi hingga agak ternaung pada tempat terbuka dan ternaungi. (Holttum, 1963; Sastrapradja et al., 1978; Large et al., 2004).

Gambar (Figure) 3. a. Lempunah (Cyathea contaminans (Wall.ex Hook.) Copel.) di Kebun Raya “Eka Karya” Bali (Lempunah at Eka Karya Bali botanical garden); b. Lemputu (Cyathea latebrosa (Wall.) Copel.); c. Dicksonia blumei (Kunze) Moore

(7)

117

B. Daerah Penyebaran, Populasi dan Habitat Paku Pohon

Tabel (Table) 3. Struktur populasi tumbuhan Dicksonia blumei, Cyathea contaminans dan C. latebrosa (Population structure of Dicksonia blumei, Cyathea contaminans and C. latebrosa)

No. Lokasi/parameter (Site/parameter)

D. blumei C. contaminans C. latebrosa

Anakan (Juvenile) Dewasa (Mature) Total (Total) Anakan (Juvenile) Dewasa (Mature) Total (Total) Anakan (Juvenile) Dewasa (Mature) Total (Total) Cagar Alam Batukahu (Batukahu Nature Reserve)

1. Jumlah individu (Number of individuals) 4 13 17 14 5 19 27 439 466 2. Kerapatan [pohon/ha] (Density [tree/ha]) 12 13 332

Hutan Lindung Gunung Abang-Agung (Mount Abang-Agung Protected Forest) 1. Jumlah individu (Number of individuals) 0 0 0 31 49 80 25 178 203 2. Kerapatan (pohon/ha) (Density [tree/ha]) 0 0 0 41 105

Tabel 3 diperoleh informasi bahwa kerapatan C. latebrosa adalah yang paling tinggi dibanding dua jenis yang lain dan ditemukan di CA Batukahu dan Hutan gunung Abang-Agung. Kerapatan terendah adalah D. blumei (12 pohon/ha) yang hanya dijumpai di CA Batukahu.

D. blumei ditemukan di Bukit Pohen dan Bukit Tapak, CA Batukahu. Untuk mencapai puncak Bukit Tapak ada beberapa jalur yang dapat dilewati diantaranya melalui kawasan Bali energy (1.752-1.755 m dpl), selain Cyathea juga ditemukan sembilan individu dewasa dan empat anakan D. blumei. Penemuan jenis ini di Bukit Tapak merupakan catatan baru, karena sebelumnya di Bali jenis ini hanya pernah dilaporkan terdapat di Bukit Pohen (Arinasa, 2007). Populasi yang ditemukan di Bukit Pohen oleh Arinasa pada tahun 1981 tersebut berjumlah 15 individu. Ketika lokasi penemuan D. blumei di Bukit Pohen tersebut dikunjungi kembali pada kegiatan kali ini (tahun 2011), terjadi penyusutan jumlah anggota populasi menjadi hanya empat individu dewasa saja. Berkaitan dengan ini, diperlukan perhatian yang lebih pada D. blumei khususnya dalam konservasi ex-situ. Menurunnya jumlah populasi ini juga dipercepat oleh adanya kenyataan bahwa pertumbuhan D. blumei sangat lambat serta tingkat keberhasilan spora yang tumbuh menjadi tanaman dewasa di alam tergolong rendah.

Di beberapa tempat anakan C. contaminans jarang sekali ditemukan, hanya menyisakan populasi dewasa yang relatif sedikit. Di Munduk Pengubengan, Rendang, jumlah individu dewasanya cukup banyak ditemukan namun, anakan tidak ditemukan. Hal ini disebabkan oleh perubahan fungsi lahan menjadi perkebunan, sehingga anakan C. contaminans banyak yang dipangkas.

(8)

118

Tabel (Table) 4. Karakteristik habitat Dicksonia blumei, Cyathea contaminans dan C. latebrosa (Habitat characterization of Dicksonia blumei, Cyathea contaminans and C. latebrosa)

Nama unit pengamatan (Name of sub sites) Kabupaten (Districts) Tipe habitat (The type of habitat) Tutupan tajuk (Canopy coverage) Ketinggian (m dpl) (Altitude) Kemiringan (Slope)

Cagar Alam Batukahu (Batukahu Nature Reserve) Bukit

Pengelengan (Pengelengan

Hill)

Buleleng Hutan alami -

baik (Natural forest - good) Agak terbuka- terlindung (slightly open-shade) 1.650-1.830 Datar-curam (Even-steep) Bukit Tapak - Dasong (Tapak Hill - Dasong)

Buleleng Hutan alami -

baik (Natural forest - good) Terbuka-terlindung (Open-shade) 1.520- 1.930 Landai-curam (Sloping-steep) Bukit Pohen - Belt 2 (Pohen Hill

- Belt 2)

Tabanan Hutan alami -

baik (Natural forest - good) Agak terbuka-terlindung (slightly open-shade) 1.540-1.875 Curam (Steep) Bukit Tapak - Belt 3 (Tapak Hill

- Belt 3)

Tabanan Hutan alami -

baik (Natural forest - good) Agak terbuka (slightly open) 1.750- 1.755 Landai (Sloping) Hutan Lindung Gunung Abang-Agung (Mount Abang-Agung Protected Forest)

Munduk Bubung (Bubung Hill)

Karangasem Hutan alami

terganggu (Disturbed natural forest) Agak terbuka-terbuka (Slightly open-open) 1.070-1.090 Landai - sangat curam (Sloping-very steep) Batas RPH Daya dan RPH Rendang (RPH Daya-RPH Rendang boundary)

Karangasem Tepi jalan

aspal (Forest edge) Agak terbuka-terbuka (Slightly open-open) 1.060-1.065 Landai- sangat curam (Sloping-very steep)

Tanah Mel Karangasem Hutan

tanaman (Plantation Forest) Agak terbuka – terbuka (Slightly open-open 975 Sangat curam -hampir vertikal (Very steep-nearly vertical) Munduk Pengubengan (Pengubengan Hill) Karangasem Hutan tanaman -Hutan alami terganggu (Plantation Forest - Disturbed natural forest) Terbuka-terlindung (Open-shade) 1.060-1.090 Landai- hampir vertikal (Sloping-nearly vertical) Munduk Keboh (Keboh Hill)

Karangasem Hutan alami

(Natural forest) Terbuka- terlindung (Open-shade) 1.225-1.230 Datar- sangat curam (Even-very steep) Munduk Penulisan (Penulisan Hill) Bangli Hutan tanaman (Plantation Forest) Terbuka- terlindung (Open-shade) 1.550 Landai- hampir vertikal (Sloping-nearly vertical) Munduk Lantang - Penulisan (Munduk Lantang - Penulisan) Bangli Hutan tanaman (Plantation Forest) Agak terbuka - terlindung (Slightly open-shade) 1.490- 1.530 Landai- hampir vertikal (Sloping-nearly vertical)

(9)

119 Berdasarkan data pada Tabel 4, terdapat sebelas unit pengamatan tersebar di empat kabupaten di Bali, yaitu Bangli, Buleleng, Karangasem dan Tabanan. Kesebelas unit pengamatan terdiri dari beberapa tipe ekosistem, yaitu hutan alami dengan kondisi yang relatif baik, hutan alami dengan kondisi terganggu, hutan tanaman dan tepi sungai. C. contaminans dan C. latebrosa ditemukan tersebar dari hutan alami yang terganggu hingga hutan alami yang masih baik kondisinya, dari tempat terbuka hingga terlindung, dari tempat yang landai-curam pada ketinggian 975-1.930 m dpl. Di alam, C. contaminans umum dijumpai ditempat yang agak terbuka pada ketinggian 200-1.600 m dpl, kadang melimpah dipinggir hutan sepanjang jalan, memerlukan sinar matahari untuk tajuk dan kelembaban untuk akarnya (Ong, 2003; Holttum, 1963).

Untuk D. blumei memiliki karakteristik habitat hutan alami, agak terbuka-terlindung dari kemiringan tanah yang curam dan landai pada ketinggian lokasi 1.540-1.875 m dpl. D. blumei hanya ditemukan pada ketinggian 1.500-2.500 m di Indonesia (Sumatra, Jawa dan Sulawesi) pada hutan pegunungan (Praptosuwiryo, 2003)

Tabel (Table) 5. Rerata tinggi paku pohon dewasa Dicksonia blumei, Cyathea contaminans dan C. latebrosa. (The height average of mature tree ferns of Dicksonia blumei, Cyathea contaminans and C. latebrosa)

Nama unit pengamatan (Name of sub sites)

Kabupaten (District)

Rerata tinggi (m) (Average of height) D. blumei C. contaminans C. latebrosa Cagar Alam Batukahu (Batukahu Nature Reserve)

Bukit Pengelengan (Pengelengan Hill)

Buleleng - 11 2,68

Bukit Tapak - Dasong (Tapak Hill - Dasong)

Buleleng - 6 4,83

Bukit Pohen - Belt 2 (Pohen Hill - Belt 2)

Tabanan 5,57 - -

Bukit Tapak - Belt 3 (Tapak Hill - Belt 3)

Tabanan 6,5 - -

Hutan Gunung Abang-Agung (Mount Abang-Agung Protected Forest)

Munduk Bubung (Bubung Hill) Karangasem - 2,37 3,5

Batas RPH Daya dan RPH Rendang (RPH Daya - RPH Rendang boundary)

Karangasem - 5 -

Tanah Mel Karangasem - 1,76 -

Munduk Pengubengan (Pengubengan Hill)

Karangasem - 9,13 4,21

Munduk Keboh (Keboh Hill) Karangasem - 9,67 7,21

Munduk Penulisan (Penulisan Hill) Bangli - - 2,37

Munduk Lantang - Penulisan (Munduk Lantang - Penulisan)

Bangli - 3 1,76

Tabel 5 di atas diketahui bahwa rerata tinggi paku pohon terbesar adalah pada C. contaminans yang ditemukan di Bukit Pengelengan, yaitu 11 m. Hal yang menarik lainnya adalah C. contaminans dengan rerata tertinggi ini hanya ditemukan tiga individu saja di Bukit Pengelengan. Hartini (2009) menyatakan bahwa C. contaminans memiliki perawakan ramping yang tingginya dapat mencapai 10 m atau lebih. Umumnya rerata C. latebrosa berkisar di bawah lima m, hanya di kawasan Munduk Keboh saja yang memiliki rerata di atas lima m sekaligus sebagai rerata tertinggi, yaitu 7,21 m. D. blumei, dengan sebaran yang hanya ditemukan di Bukit Pohen dan Bukit Tapak - CA Batukahu, memiliki rerata di atas lima m. Kadang-kadang tinggi D. blumei sampai 10 meter (Sastrapradja et al. 1978).

(10)

120

C. Strategi Konservasi Paku Pohon di Bali

Pemanfaatan suatu spesies tanpa disertai usaha budidaya, lambat laun akan mengganggu kelestarian spesies tersebut di alam. Demikian halnya dengan paku pohon, masyarakat masih mengandalkan hutan sebagai sumber untuk mendapatkannya. Menurut Ranil et al. (2011) prioritas konservasi disarankan berdasarkan data penyebaran, ukuran populasi dan kondisi populasi yang ada dan ukuran potensi konservasi secara ex situ dan in situ. Salah satu upaya penyelamatannya secara ex situ dengan mengkoleksinya di kebun raya. Saat ini di Kebun Raya Eka Karya Bali telah mengoleksi Cyathea contaminans, C. latebrosa dan Dicksonia blumei yang berasal dari Bali dan Nusa Tenggara Timur. Upaya perbanyakan D. blumei menjadi prioritas karena keberadaannya di alam, khususnya di Bali sudah mulai jarang ditemukan. Hal ini didukung oleh kenyataan bahwa pertumbuhan D. blumei sangat lambat serta tingkat keberhasilan pertumbuhan spora menjadi tumbuhan dewasa di alam tergolong rendah (Hartini, 2006). Lanjutnya, spora dan bibit D. blumei berkecambah dan tumbuh paling baik pada media cacahan batang pakis. Namun untuk D. blumei media terbaik adalah cacahan akar kadaka (Lestari, 2003). Saat ini D. blumei di Kebun Raya "Eka Karya" Bali sudah diperbanyak sebanyak 350 bibit dan siap untuk reintroduksi.

Kepunahan populasi perlu dihindari agar potensinya kelak tetap dapat dimanfaatkan secara bijaksana untuk kepentingan dan kesejahteraan manusia. Salah satu cara untuk menghindari kepunahan adalah dengan melakukan reintroduksi (Dodo, 2007). Reintroduksi menurut Widyatmoko et al. (2007) adalah pelepasan dan pengelolaan suatu spesies tumbuhan atau binatang ke suatu area, dimana spesies tersebut dulu pernah ada, tetapi sekarang telah punah atau dipercaya telah punah dari area tersebut. Tujuan reintroduksi adalah untuk memulihkan keberadaan suatu spesies yang telah punah secara global atau lokal di habitat alaminya. Meski paku pohon belum termasuk ke dalam jenis tanaman yang terancam punah, namun dari segi populasinya D. blumei jarang dijumpai dengan jumlah yang sedikit dan hanya ditemukan di Bukit Tapak dan Bukit Pohen, Tabanan, sehingga perlu dilakukan kegiatan pengayaan individu jenis ke lokasi alaminya, yaitu Bukit Pohen sebagai bagian dari kegiatan reintroduksi.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN

1. Paku pohon berupa Cyathea contaminans (Wall.ex Hook) Copel., Cyathea latebrosa (Wall.ex Hook) Copel. dan Dicksonia blumei (Kunze) Moore tersebar di beberapa tempat di Pulau Bali. D. blumei paling jarang dijumpai dengan jumlah yang sedikit, tempatnya pun hanya di Bukit Tapak dan Bukit Pohen, Tabanan. Penemuan D. blumei di Bukit Tapak merupakan catatan baru tentang penyebaran D. blumei di Bali.

2. Kondisi populasi D. blumei pada CA Batukahu memiliki kerapatan 12 pohon/ha, habitat hutan alami, agak terbuka-terlindung, dari kemiringan tanah yang curam dan landai, pada ketinggian lokasi 1.540-1.875 m dpl.

3. Kondisi populasi C. latebrosa dan C. contaminans pada CA Batukahu memiliki kerapatan 332 pohon/ha dan 13 pohon/ha sedangkan di Hutan Gunung Abang-Agung memiliki kerapatan 105 pohon/ha dan 41 pohon/ha.

4. Habitat C. contaminans dan C. latebrosa ditemukan tersebar dari hutan alam yang terganggu hingga hutan alam dengan kondisi baik, dari tempat terbuka hingga terlindung, dari tempat yang landai - curam pada ketinggian 975 -1.930 m dpl.

(11)

121

B. SARAN

Perlu dilakukan upaya budidaya dan pengayaan jenis Dicksonia blumei (Kunze) Moore sebagai bagian dari kegiatan reintroduksi di Bukit Pohen untuk menyelamatkan populasinya di alam karena populasinya yang semakin sedikit dan tidak ditemukannya anakan di sekitar lokasi.

DAFTAR PUSTAKA

BKSDA, (2011). Cagar Alam Batukahu. http://www.ksda-bali.go.id/?page_id=11 Diakses tanggal 10 April 2014.

BKSDA, (2011). TWA Penelokan. http://www.ksda-bali.go.id/?page_id=16 Diakses tanggal 10 April 2014.

Agurauija, R. (2001). Population status of five hawaiian endemic fern taxa within the Genus Diellia (Aspleniaceae). CBM:s Skriftserie 3: 7-24.

Arinasa, IBK. (2007). Notes on Dicksonia blumei Moore in Bali and Timor. Buletin Kebun Raya Indonesia. 10 (1) : 31-32.

Dodo. (2007). Reintroduksi pinang jawa (Pinanga javana Blume) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Provinsi Jawa Barat. Warta Kebun Raya 7 (1) : 3-8.

Hartini, S. (2006). Perkecambahan spora dan siklus hidup Dicksonia blumei Moore. Biodiversitas. 7 (1) : 85-89.

Hartini, S. (2009). Keanekaragaman tumbuhan paku di lokasi calon Kebun Raya Samosir, Sumatera Utara. Warta Kebun Raya 9 (1) : 48-54.

Heyne, K. (1987). Tumbuhan berguna Indonesia I (diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan Jakarta). Jakarta. Yayasan Sarana Wana Jaya. 91-92.

Holttum, R. E. (1963). Cyatheaceae. Flora Malesiana Series II. Vol. I : 65-176. Wolters-Noordhoff Publishing, Groningen, The Netherlands.

____________(1966). A revised flora of Malaya, Volume II Ferns of Malaya. Singapore. Government Printing Office. Pp.120.

Large, Mark F. and Braggins, John E. (2004). Tree ferns. Oregon, USA. Timber Press, Inc. Lestari, W.S. (2003). Perbanyakan Dicksonia blumei Moore dengan metode konvensional.

Laporan teknik 2003. Proyek Pelestarian, Penelitian dan Pengembangan Flora Kawasan Timur Indonesia. UPT BKT Kebun Raya Eka Karya Bali. Laporan Internal.

McGough, H. N., M. Groves, M. Mustard & C. Brodie. (2004). CITES and plants : a user’s guide version 3.0. Kew Royal Botanic Gardens. Kew.

Perry, L. M. (1980). Medicinal plants of East Asia and Southeast Asia : attributed properties and uses. Cambridge. England. The MIT press. 123-124

Praptosuwiryo, T. Ng. (2003). Cibotium barometz (L.) J. Smith. In: de Winter,W.P. and Amoroso, V.B. (Editors) : Plant resources of South-East Asia No 15 (2). Cryptogams : Ferns and Fern Allies. PROSEA Foundation. Bogor. Indonesia. pp 81.

Ranil, R.H.G.; D.K.N.G. Pushpakumara; T. Janssen; C.R. Fraser Jenkins and D.S.A. Wijesundara. (2011). Conservation priorities for tree ferns (Cyatheaceae) in Sri Lanka. Taiwania. 56 (3) : 201-209.

Risna, R., Y.W.C. Kusuma, D. Widyatmoko, R. Hendrian dan D.O. Pribadi. (2010). Spesies prioritas untuk konservasi tumbuhan Indonesia. Seri I-Arecaceae, Cyatheaceae, Nepenthaceae, Orchidaceae. Bogor. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor-LIPI.

Sastrapradja, S. J. J. Afriastini, D. Darnaedi, E. A. Widjaja. (1978). Jenis paku Indonesia. Bogor. Lembaga Biologi Nasional-LIPI.

(12)

122

Soehartono, T. & A. Mardiastuti. (2003). Pelaksanaan konvensi CITES di Indonesia. Jakarta : JICA.

Sumantera, I W. (2004). Potensi hutan Bukit Tapak sebagai sarana upacara adat, pendidikan dan konservasi lingkungan. Biodiversitas 5 (2) : 81-84.

Widyatmoko, D. dan Irawati. (2007). Kamus istilah konservasi. Pusat konservasi tumbuhan Kebun Raya Bogor. LIPI Press. Jakarta.

Ong, H.C. (2003). Cyathea J.E. Smith. In : de Winter, W.P. and Amoroso, V.B. (Editors) : Plant Resources of South East Asia No 15 (2). Cryptogams: Ferns and fern allies. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia. pp. 82-87.

Gambar

Gambar  (Figure) 3. a. Lempunah (Cyathea contaminans (Wall.ex Hook.)  Copel.) di Kebun Raya “Eka  Karya”  Bali  (Lempunah at Eka  Karya  Bali botanical  garden); b
Tabel  3  diperoleh  informasi  bahwa  kerapatan  C.  latebrosa  adalah  yang  paling  tinggi  dibanding dua jenis yang lain dan ditemukan di CA Batukahu dan Hutan gunung  Abang-Agung
Tabel  5  di  atas  diketahui  bahwa  rerata  tinggi  paku  pohon  terbesar  adalah  pada  C

Referensi

Dokumen terkait

Atas latar belakang yang ada diatas, peneliti mengangkat judul “PENGARUH INDEPENDENSI , ETIKA PROFESI, PENGALAMAN KERJA DAN INTEGRITAS AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT (studi

Atas dasar tersebut, PUSM yang terdiri daripada Perpustakaan Hamzah Sendut (PHS), Perpustakaan Hamdan Tahir (PHT) dan Perpustakaan Kejuruteraan (PK) telah

Vacuum rear atau rear end disebabkan oleh ruang yang terbentuk di udara saat kendaraan melaju pada kecepatan tertentu, sehingga menyerupai ruang hampa pada bagian

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian kulit daging buah kopi fermentasi MOL sebagai ransum dalam bentuk pelet terhadap kelinci peranakan rex jantan lepas

kita harus menebak dan coba-coba dua bilangan yang apabila dijumlahkan akan. menghasilkan nilai koefesien b dan apabila dikalikan akan menghasilkan

demikian tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh masing- masing faktor sumber PAD ( pajak, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah

Beberapa metode yang sering digunakan sebagai penduga besarnya potensi cadangan hara dalam tanah antara lain melalui: (1) analisis kimia tanah di laboratorium, (2) hasil uji

Bila diadakan perjanjian antara buruh dan pengusaha mengenai suatu ketentuan yang merugikan buruh dan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini