• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Pondasi ialah bagian dari suatu sistem rekayasa yang meneruskan beban yang ditopang oleh pondasi dan beratnya-sendiri kepada dan kedalam tanah dan batuan yang terletak di bawahnya.

Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya orthogonal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang di buat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah konstruksi, dengan tumpuan pondasi (Nakazawa, 2005).

Pondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat terletak sangat dalam. Pondasi jenis ini dapat juga digunakan untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat ke atas, terutama pada bangunan-bangunan tingkat yang dipengaruhi oleh gaya-gaya penggulingan akibat beban angin. Tiang-tiang juda digunmakan untuk mendukung bangunan dermaga. Pada bangunan ini, tiang-tiang dipengaruhi oleh gaya-gaya benturan kapal dan gelombang air (Hardiyatmo, 2011).

Pondasi tiang digunakan untuk beberapa maksud, antara lain:

1. Untuk meneruskan beban bangunan yang terletak di atas air atau tanah lunak, ke tanah pendukung yang kuat;

2. Untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu sehingga bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup

(2)

8 untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah disekitarnya;

3. Untuk mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat ke atas akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan;

4. Untuk menahan gaya-gaya horizontal dan gaya yang arahnya miring; 5. Untuk memadatkan tanah pasir, sehingga kapasitas daya dukung tanah

tersebut bertambah;

6. Untuk mendukung pondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah terguras air (Hardiyatmo, 2011).

2.2Penyelidikan Tanah (Soil Investigation)

Penyelidikan tanah (soil investigation) adalah proses pengambilan contoh (sample) tanah yang bertujuan untuk menyelidiki karakteristik tanah tersebut. Dalam mendesain pondasi, penting bagi para engineer untuk mengetahui sifat setiap lapisan tanah, (seperti berat isi tanah, daya dukung, ataupun daya rembes), dan juga ketinggian muka air tanah. Oleh sebab itu, soil investigation adalah pekerjaan awal yang harus dilakukan sebelum memutuskan akan menggunakan jenis pondasi dangkal atau pondasi dalam.

Ada dua jenis penyelidikan tanah yang biasa dilakukan, yaitu penyelidikan di lapangan (in situ) dan penyelidikan di laboratorium (laboratory test). Adapun jenis penyelidikan di lapangan, seperti pengeboran (hand boring ataupun machine boring), Standard Penetration Test (SPT), Cone Penetrometer Test (sondir), Dynamic Cone Penetrometer, dan Sand Cone Test. Sedangkan jenis penyelidikan di laboratorium terdiri dari uji index properties tanah (Atterberg Limit, Water Content, Spesific Gravity, Sieve Analysis) dan engineering properties tanah (direct

(3)

9 shear test, triaxial test, consolidation test, permeability test, compaction test, CBR test, dan lain-lain ).

Contoh tanah ( soil sampling ) yang didapatkan sebagai hasil penyelidikan tanah ini, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Contoh tanah tidak terganggu (Undisturbed Soil)

Suatu contoh tanah dikatakan tidak terganggu apabila contoh tanah itu dianggap masih menunjukkan sifat-sifat asli tanah tersebut. Sifat asli yang dimaksud adalah contoh tanah tersebut tidak mengalami perubahan pada strukturnya, kadar air, atau susunan kimianya. Contoh tanah seperti ini tidaklah mungkin bisa didapatkan, akan tetapi dengan menggunakan teknik – teknik pelaksanaan yang baik, maka kerusakan – kerusakan pada contoh tanah tersebut dapat diminimalisir. Undisturbed soil digunakan untuk percobaan engineering properties.

2. Contoh tanah terganggu ( Disturbed Soil )

Contoh tanah terganggu adalah contoh tanah yang diambil tanpa adanya usaha – usaha tertentu untuk melindungi struktur asli tanah tersebut. Disturbed soil digunakan untuk percobaan uji index properties tanah. 2.2.1 Cone Penetrometer Test ( Sondering Test )

Pengujian CPT atau sering disebut dengan sondir adalah proses memasukkan suatu batang tusuk dengan ujung berbentuk kerucut bersudut 60° dan luasan ujung 1,54 inch2 ke dalam tanah dengan kecepatan tetap 2 cm/detik. Dengan pembacaan manometer yang terdapat pada alat sondir tersebut, kita dapat mengukur besarnya kekuatan tanah pada kedalaman tertentu.

(4)

10 Berdasarkan kapasitasnya, alat sondir dibagi menjadi dua jenis :

1. Sondir ringan, dengan kapasitas dua ton. Sondir ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm2 atau penetrasi konus telah mencapai kedalaman 30 cm.

2. Sondir berat, dengan kapasitas sepuluh ton. Sondir berat digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 500 kg/cm2 atau penetrasi konus telah mencapai kedalaman 50 m.

Ada dua tipe ujung konus pada sondir mekanis :

1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar dimana besar perlawanan lekatnya kecil.

2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan lekatnya dan biasanya digunakan untuk tanah berbutir halus. Tahanan ujung konus dan hambatan lekat dibaca setiap kedalaman 20 cm.

Cara pembacaan sondir dilakukan secara manual dan bertahap, yaitu dengan mengurangi hasil pengukuran (pembacaan manometer) kedua terhadap pengukuran (pembacaan manometer) pertama. Pembacaan sondir akan dihentikan apabila pembacaan manometer mencapai lebih dari 150 kg/cm2 (untuk sondir ringan) sebanyak tiga kali berturut-turut.

Dari hasil test sondir ini didapatkan nilai jumlah perlawanan ( JP ) dan nilai perlawanan konus ( PK ), sehingga hambatan lekat (HL) didapatkan dengan menggunakan rumus :

1. Hambatan Lekat ( HL )

(5)

11 2. Jumlah Hambatan Lekat ( JHL )

𝐽𝐻𝐿𝑖=∑𝑖0 𝐻 𝐿 ... (2. 2) Dimana :

PK = Perlawanan penetrasi konus ( qc )

JP = Jumlah perlawanan ( perlawanan ujung konus + selimut ) A = Interval pembacaan ( setiap pembacaan 20 cm )

B = Faktor alat = 𝑙𝑢𝑎𝑠𝑘𝑜𝑛𝑢𝑠

𝑙𝑢𝑎𝑠𝑡𝑜𝑟𝑎𝑘

= 10 cm

i = kedalaman lapisan tanah yang ditinjau ( m ) JHL= Jumlah Hambatan Lekat

Hasil penyelidikan dengan sondir ini digambarkan dalam bentuk gafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap lapisan tanah dengan perlawanan penetrasi konus atau perlawanan tanah terhadap konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya per satuan panjang. 2.3 Penggolongan Pondasi Tiang

Pondasi dapat dibagi menjadi menjadi 3 kategori sebagai berikut : 1. Tiang Perpindahan Besar (large displacement pile).

Tiang perpindahan besar (large displacement pile), yaitu tiang pejal atau berlubang dengan ujung tertutup yang dipancang ke dalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume tanah yang relatif besar. Termasuk dalam tiang

(6)

12 perpindahan besar adalah tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang (pejal atau berlubang), tiang bulat (tertutup pada ujungnya). 2. Tiang Perpindahan Kecil (small displacement pile).

Tiang perpindahan kecil (small displacement pile), adalah sama seperti tiang kategori pertama hanya volume tanah yang dipindahkan saat pemancangan relatif kecil, contohnya : tiang beton bertulang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang dengan ujung terbuka, tiang baja H, tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulir.

3. Tiang Tanpa Perpindahan (non displacement pile).

Tiang tanpa perpindahan (non displacement pile), terdiri dari tiang yang dipasang didalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah. Termasuk dalam tiang tanpa perpindahan adalah bored pile, yaitu tiang beton yang pengecorannya langsung dalam lubang hasil pengeboran tanah (pipa baja diletakkan di dalam lubang dan di cor beton) (Hardiyatmo, 2011).

Pondasi tiang dapat berdasarkan kualitas material yang dikandung dalam penyusunnya, cara pelaksanaannya, pemakaian bahan-bahan dan sebagainya.

Penggolongan berdasarkan kualitas material dengan cara pembuatannya bisa dilihat dalam Tabel 2.1, untuk penggolongan tiang berdasarkan cara pemasangannya dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1 Macam-macam Tipe Pondasi Berdasarkan Kualitas Material dan Cara Pembuatannya

Kualitas

Bahan Nama Tiang Cara Pembuatan Bentuk

(7)

13

Baja elektris, di arah

datar, mengeliling Tiang dengan Flens Lebar

(Penampang H) Diasiah dalam keadaan panas, dilas H Tiang Beton Tiang beton Pracetak

Tiang beton tulang pracetak 1. Diaduk dengan gaya sentrifugal Lingkaran segitiga dan lain-lain. 2. Diaduk dengan penggetar tiang beton prategang

pracetak 1. Sistem penarikan awal Lingkaran 2. Sistem penarikan akhir Tiang yang dicor ditempat 1. Tiang alas Sistem Pemancangan Lingkaran 2. Tiang beton Reymond 1. Dengan menggoyangkan semua tabung pelindung Sistem pengeboran 2. Dengan membor tanah 3. Dengan Pemutaran 4. Dengan pemutaran berlawanan arah 5. Dengan pondasi dalam

(8)

14 Tabel 2.2 Macam-macam Tipe Pondasi Berdasarkan Teknik Pemasangannya Berdasarkan penyaluran beban ke tanah, pondasi tiang dibedakan jadi tiga yaitu :

1. Pondasi tiang dengan tahanan ujung (end bearing pile).tiang ini meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang kelapisan tanah pendukung.

2. Pondasi tiang dengan tahanan geser (friction pile). Tiang ini meneruskan beban ke tanah melalui tahanan geser selimut tiang.

3. Kombinasi end bearing pile dan friction pile. 2. 4 Pondasi Bored Pile

Bored pile dipasang kedalam tanah dengan cara mengebor tanah terlebih dahulu, baru kemudian diisi tulangan dan dicor beton. Tiang ini biasanya, dipakai pada tanah stabil dan kaku, sehingga memungkinkan untuk membentuk lubang

(9)

15 yang stabil dengan alat bor. Jika tanah mengandung air, pipa besi dibutuhkan untuk menahan dinding lubang dan pipa ini ditarik ke atas pada waktu pengecoran beton. Pada tanah yang keras atau batuan lunak, dasar tiang dapat dibesarkan untuk menambah tahanan daya dukung ujung tiang.

Ada berbagai jenis pondasi bored pile yaitu : 1. Bored pile lurus untuk tanah keras.

2. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk bel. 3. Bored pile yang ujungnya diperbesar berbentuk trapesium. 4. Bored pile lurus untuk tanah berbatu-batuan.

Ada beberapa alasan digunakan pondasi bored pile dalam konstruksi : 1. Bored pile dapat digunakan pada tiang kelompok atau pile cap. 2. Kedalaman tiang dapat divariasikan.

3. Bored pile dapat didirikan sebelum penyelesaian tahapan selanjutnya. 4. Ketika proses pemancangan dilakukan, getaran tanah mengakibatkan

kerusakan pada bangunan yang ada didekatnya, tetapi dengan penggunaan pondasi bored pile hal ini dapat dicegah.

5. Pada pondasi tiang pancang, proses pemancangan pada tanah lempung akan membuat tanah bergelombang dan menyebabkan tiang pancang sebelum bergerak kesamping. Hal ini tidak terjadi pada konstruksi pondasi bored pile.

6. Selama pelaksanaan pondasi bored pile tidak ada suara yang ditimbulkan oleh alat pancang seperti yang terjadi pada pelaksanaan pondasi tiang pancang.

(10)

16 7. Karena dasar pondasi bored pile dapat diperbesar, hal ini memberikan

ketahanan yang besar untuk gaya ke atas.

8. Permukaan diatas dimana didasar bored pile didirikan dapat diperiksa secara langsung.

9. Pondasi bored pile mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap beban lateral.

Beberapa kelemahan dari pondasi bored pile :

1. Keadaan cuaca yang buruk dapat mempersulit pengeboran dan pengecoran, dapat diatasi dengan cara menunda pengeboran dan pengecoran sampai keadaan cuaca memungkinkan atau memasang tenda sebagai penutup.

2. Pengeboran dapat mengganggu kepadatan, bila tanah pasir atau tanah kerikil maka menggunakan bentonite sebagai penahan longsor.

3. Pengecoran beton sulit bila dipengaruhi air tanah karena mutu beton tidak dapat dikontrol dengan baik maka diatasi dengan cara ujung pipa tremie berjarak 25-50 cm dari dasar lubang pondasi.

4. Air yang mengalir kedalam lubang bor dapat mengakibatkan gangguan tanah, sehingga mengurangi kapasitas dukung tanah terhadap tiang, maka air yang mengalir langsung dihisap dan di buang kembali ke dalam kolam air.

5. Akan terjadi tanah runtuh (ground loss) jika tindakan pencegahan tidak dilakukan, maka dipasang casing untuk mencegah kelongsoran.

(11)

17 6. Karena diameter tiang cukup besar dan memerlukan banyak beton dan

material, untuk pekerjaan kecil mengakibatkan biayanya sangat melonjak maka ukuran tiang bored pile disesuaikan dengan beban yang dibutuhkan. 7. Walaupun penetrasi sampai ke tanah pendukung pondasi dianggap telah

terpenuhi, kadang-kadang terjadi bahwa tiang pendukung kurang sempurna karena adanya lumpur yang tertimbun di dasar, maka dipasang pipa paralon pada tulangan bored pile untuk pekerjaan base grouting. 2.5 Pengaruh Pemasangan Tiang Bor

2.5.1 Tiang Bor dalam Tanah Granuler

Pada saat melakukan pengeboran, biasanya dibutuhkan tabung luar (casing) sebagai pelindung terhadap longsoran dinding galian dan larutan tertentu kadang-kadang juga digunakan dengan maksud yang sama untuk melindungi dinding lubang tersebut. Gangguan kepadatan tanah, terjadi saat tabung pelindung di tarik ke atas saat pengecoran. Sebab itu, di dalam hitungan kapasitas dukung tiang bor di dalam tanah pasir, Tomlinson (1977) menyarankan untuk menggunakan sudut gesek dalam ultimit dari contoh terganggu, kecuali jika tiang diletakkan pada kerikil padat di mana dinding lubang yang bergelombang tidak terjadi. Jika pemadatan yang baik dapat dilakukan pada saat pengecoran beton yang berada di dasar tiang, maka gangguan kepadatan tanah dapat dieliminasi sehingga sudut gesek dalam pada kondisi padat dapat digunakan. Akan tetapi, pemadatan tersebut mungkin sulit dikerjakan karena terhalang oleh tulangan beton.

(12)

18 Penelitian pada pengaruh pekerjaan pemasangan tiang bor pada adhesi antara sisi tiang dan tanah di sekitarnya, menunjukkan bahwa nilai adhesi lebih kecil dari pada nilai kohesi tak terdrainase (undrained cohesian) tanah sebelum pemasangan tiang. Hal ini, adalah akibat dari pelunakan lempung di sekitar dinding lubang bor. Pelunakan tersebut adalah pengaruh dari bertambahnya kadar air lempung oleh pengaruh-pengaruh: air pada pengecoran beton, pengaliran air tanah ke zona yang bertekanan lebih rendah di sekitar lubang bor, dan air yang dipakai untuk pelaksanaan pembuatan lubang bor. Pelunakan pada lempung dapat dikurangi, jika pengeboran dan pengecoran dilaksanakan dalam waktu 1atau 2 jam.

Pelaksanaan pengeboran juga mempengaruhi kondisi dasar lubang yang dibuat. Pengeboran mengakibatkan pelunakan dan gangguan tanah lempung di dasar lubang, yang berakibat menambah besarnya penurunan. Pengaruh gangguan ini sangat besar, terutama bila diameter ujung tiang diperbesar. Pada ujung tiang yang diperbesar ini kapasitas dukungnya sebagian besar bergantung pada tahanan ujung tiang. Karena itu, penting untuk membersihkan dasar lubang. Gangguan yang lain dapat pula terjadi akibat pemasangan tiang yang tidak baik, seperti: pengecoran yang melengkung, pemisahan campuran beton saat pengecoran dan pelengkungan tulangan beton saat pemasangan.

2.6 Metode Pelaksanaan Konstruksi Bored Pile

Aspek teknologi sangat berperan dalam suatu proyek lonstruksi. Umumnya, aplikasi teknologi ini banyak diterapkan dalam dalam metode pelaksanaan konstruksi. Penggunaan metode yang tepat, praktis, cepat dan aman,

(13)

19 sangat membantu dalam penyelesaian pekerjaan pada suatu pyoyek konstruksi. Sehingga target waktu, biaya dan mutu sebagaimana ditetapkan dapat tercapai.

Tahapan pekerjaan pondasi bored pile adalah sebagai berikut : 1. Persiapan Lokasi Pekerjaan (Site Preparation)

Pelajari Lay-out pondasi dan titik-titik bores pile, membersihkan lokasi pekerjaan dari gangguan yang ada seperti bangunan-bangunan, tanaman atau pohon-pohon, tiang listrik atau telepon, kabel dan lain-lainnya.

2. Rute / Alur Pengeboran (Route of Boring)

Merencanakan alur / urutan pengeboran sehingga setiap pergerakan mesin RCD, Excavator, Crane dan Truk Mixer dapat termobilisasi tanpa halangan.

3. Survey Lapangan Dan Penentuan Titik Pondasi (Site Survey and Centering Of Pile)

Menentukan dan mengukur posisi titik koordinat bored pile dengan bantuan alat theodolite.

4. Pemasangan stand Pipe

Stand pipe dipasang dengan ketentuan bahwa pusat dari stand pipe harus berada pada titik as pondasi yang telah di survey. Pemasangan stand pipe dilakukan dengan bantuan Excavator (Back hoe).

5. Pembuatan Drainase dan Kolam Air

Kolam air berfungsi untuk tempat penampung air bersih yang akan digunakan untuk perjakaan pengeboran sekaligus untuk tempat penampungan air bercampur lumpur hasil dari pengeboran. Ukuran kolom air 3m X 3m X 2,5m dan drainase/parit penghubung dari kolam ke stand

(14)

20 pipe berukuran 1,2m, kedalaman 0,7m (tergantung kondisi). Jarak kolam air tidak boleh terlalu dekat dengan lubang pengeboran. Sehingga lumpur dalam air hasil pengeboran mengendap dulu sebelum airnya mengalir kembali kedalam lubang pengeboran. Lumpur hasil pengeboran yang mengendap dalam kolam diambil (dibersihkan) dengan bantuan Excavator. 6. Setting Mesin RCD (RCD Machine Instalation)

Setelah Stand Pipe terpasang, mata bor sesuai dengan diameter yang ditentukan dimasukkan terlebih dahulu kedalam Stand Pipe, kemudian beberapa buah pelat dipasang untuk memperkuat tanah dasar dudukam mesin RCD, kemudian mesin RCD diposisikan dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Mata bor disambung dengan stang pemutar, kemudian mata bor diperiksa apakah sudah benar-benar berada pada pusat as/ as stand pipe (titik pondasi).

2. Posisi mesin RCD harus tegak lurus terhadap lubang yang akan dibor (yang sudah terpasang stand pipe), hal ini dapat dicek dengan alat water pass.

7. Proses Pengeboran (Driling Work)

Setelah letak/ posisi mesin RCD sudah benar-benar tegak lurus, maka proses pengeboran dapat dimulai dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Pengeboran dilakukan dengan memutar mata bor kearah kanan, dan sesekali diputar kearah kiri untuk memastikan bahwa lubang pengeboran benar-benar mulus, sekaligus untuk menghancurkan tanah hasil pengeboran supaya larut dalam air agar lebih mudah dihisap.

(15)

21 2. Proses pengeboran dilakukan secara bersamaan dengan proses

pengisapan lumpur hasil pengeboran,, oleh karena itu air yang ditampung pada kolam air harus dapat memenuhi sirkulasi air yang diperlukan untuk pengeboran.

3. Setiap pengeboran sedalam ± 3 meter, dalakukan penyambungan stang bor sampai kedalaman yang diinginkan tercapai.

4. Jika kedalaman yang kita inginkan tercapai (± 1 meter lagi), maka proses penghisapan dihentikan (mesin pompa hisap tidak diaktifkan), sementara proses pengeboran terus dilakukan sampai kedalamn yang diinginkan (dapat diperkirakan dari stang bor yang sudah masuk), selanjutnya stang bor dinaikkan sekitar 0,5-1 meter, lalu proses penghisapan dilakukan terus sampai air yang keluar dari selang buang kelihatan lebih bersih(± 15 menit).

5. Kedalaman pengeboran diukur dengan meteran pengukur kedalaman, jika kedalaman yang diinginkan belum tercapai maka proses pada langkah ke-4 dilakukan kembali. Jika kedalaman yang diinginkan sudah tercapai maka stang bor boleh diangkat dan dibuka.

8. Instalasi Tulangan dan Pipe Tremie (Stell Cage and Tremie Pipe Instalation)

Tulangan yang digunakan sudah harus tersedia lebih dahulu sebelum pengeboran dilakukan, sehingga begitu proses pengeboran selesai, langsung dilakukan instalasi tulangan, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kelongsoran dinding lubang yang sudah selesai di bor. Tulangan harus dirakit rapih dan ikatan tulangan spiral dengan tulangan utama harus

(16)

22 benar-benar kuat sehingga pada waktu pengangkutan tulangan oleh crane tidak terjadi kerusakan pada tulangan ( ikatan lepas dan sebagainya). Proses instalasi tulangan dilakukan sebagai berikut :

1. Posisi crane harus benar-benar diperhatikan, sehingga tulangan akan dimasukkan benar-benar tegak lurus terhadap lubang bor, dan juga pada waktu pengecoran tidak menghalangi jalan masuk truck mixer. 2. Pada tulangan diikatkan dua buah sling, satu buah pada ujung atas

tulangan dan satu buah lagi pada bagian sisi memanjang tulangan. Pada bagian dimana sling diikat, ikatan tulangan spiral dengan tulangan utama diperkuat (bila perlu dilas), sehingga pada waktu tulangan diangkat, tulangan tidak rusak (ikatan spiral dengan tulangan utama tidak lepas). Pada setiap sambungan (bagian overlap) sebaiknya dilas, karena pada pengecoran, sewaktu pipe tremie dinaikkan dan diturunkan kemungkinan dapat mengenai sisi tulangan yang dapat menyebabkan sambungan tulangan lepas dan tulangan terangkat ke atas.

3. Tulangan diangkat dengan menggunakan dua hook crane, satu pada sling bagian ujung atas dan satu lagi pada bagian sisi memanjang, pengangkatan dilakukan dengan menarik hook secara bergantian sehingga tulangan benar-benar lurus, dan setelah tulangan terangkat dan sudah tegak lurus dengan lubang bor, kemudian dimasukkan pelan-pelan kedalam lubang, posisi tulangan terus dijaga supaya tidak menyentuh dinding lubang bor dan posisinya harus benar-benar ditengah/ dipusat lubang bor.

(17)

23 4. Jika level yang diinginkan berada dibawah permukaan tanah, maka

digunakan besi penggantung.

5. Setelah tulangan dimasukkan, kemudian pipe tremie dimasukkan. Pipa tremie disambung-sambung untuk memudahkan proses instalasi dan juga untuk memudahkan pemotongan tremie pada waktu pengecoran. Ujung pipe tremie berjarak 25-50 cm dari dasar lubang pondasi. Jika jaraknya kurang dari 25 cm maka pada saat pengecoran beton lambat keluar dari pipe tremie , sedangkan jika jaraknya lebih dari 50 cm maka pada saat pertama kali beton keluar dari tremie akan terjadi pengenceran karena bercampur dengan air pondasi ( penting untuk diperhatikan). Pada bagian ujung atas pipe tremie disambung dengan corong pengecoran.

9. Pengecoran dengan Ready Mix Concrete (Concreting)

Proses pengecoran harus segera dilakukan setelah instalasi tulangan dan pipa tremie selesai, guna menghindari kemungkinan terjadinya kelongsoran pada dinding lubang bor. Oleh karena itu pemesanan ready mix concrete harus dapat diperkirakan waktunya dengan waktu pengecoran.

Proses pengecoran dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Pipa tremie dinaikkan setinggi 25-50 cm di atas dasar lubang bor, air dalam pipe tremie dibiarkan dulu stabil, kemudian dimasukkan bola karet atau mangkok karet yang diameternya sama dengan diameter dalam pipa tremie, yang berfungsi untuk menekan air campur lumpur

(18)

24 ke dasar lubang sewaktu betondituang pertama sekali, sehingga beton tidak bercampur dengan lumpur.

2. Pada awal pengecoran, penuangan lebih cepat, hal ini dilakukan supaya bola karet atau mangkuk karet dapat benar-benar menekan air bercampur lumpur didalam pipe tremie, setelah itu penuangan distabilkan sehingga beton tidak tumpah dari corong.

3. Jika beton dalam corong penuh, pipe tremie dapat digerakkan naik turun dengan syarat pipe tremie yang tertahan dalam beton minimal 1 meter pada saat pipe tremie dinaikkan. Jika pipe tremie yang tertanam dalam beton terlalu panjang, hal ini dapat memperlambat proses pengecoran, sehingga perlu dilakukan pemotongan pipa tremie dengan memperhatikan syarat bahwa pipa tremie yang masih tertanam dalam beton minimal 1 meter.

4. Proses pengecoran dilakukan dengan mengandalkan gaya gravitasi bumi (gerak jatuh bebas), posisi pipa tremie harus berada pada pusat lubang bor, sehingga tidak merusak tulangan atau tidak menyebabkan tulangan terangkat pada saat pipa tremie digerakkan naik turun.

5. Pengecoran dihentikan 0,5-1 meter diatas batas beton bersih, sehingga kualitas beton pada batas beton bersih benar-benar terjamin (bebas dari lumpur).

6. Setelah pengecoran selesai dilakukan, pipa tremie diangkat dan dibuka, serta dibersihkan. Batas pengecoran diukur dengan meteran kedalaman.

(19)

25 Lubang pondasi yang telah selesai dicor ditutup kembali dengan tanah setelah beton mengeras dan stand pipe dicabut, kemudian tanah tersebut dipadatkan, sehingga dapat dilewati truck dan alat-alat berat nantinya. 2.7 Kapasitas Daya Dukung Bored Pile dari Hasil Sondir

Untuk menghitung daya dukung tiang bor berdasarkan data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode Meyerhof.

Daya dukung ultimit pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :

Qult = (qc x Ap) + (JHL x K)……….(2.7)

dimana :

Qult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal (kg)

qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)

Ap = Luas penampang tiang (cm2)

JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm) K = Keliling tiang (cm)

Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus : Qijin= 𝑞𝑐𝑥𝐴𝑝 3 + 𝐽𝐻𝐿𝑥𝐾 5 ………(2.8) dimana :

Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi (kg)

qc = Tahanan ujung sondir (kg/cm2)

Ap = Luas penampang tiang (cm2)

JHL = Jumlah hambatan lekat (kg/cm) K = Keliling tiang (cm)

(20)

26 1. Daya dukung ujung pondasi bored pile (end bearing), (Reese &

Wright,1977).

Qp = Ap . qp ... (2.5)

Dimana :

Ap = Luas penampang bore pile (m2)

qp = Tahanan ujung per satuan luas (ton/m2)

Qp = Daya dukung ujung tiang (ton)

Untuk tanah non kohesif :

Gambar 2.1 Daya Dukung Ujung Batas Bored Pile pada Tanah Pasiran (Reese & Wright, 1977) qp = 9 Cu ... (2.6) Cu =N-SPT/2 . 2/3 . 10 ... (2.7) Dimana : Untuk N < 60 maka qp = 7N (t/m2) < 400 (t/m2) ... (2.8) Untuk N > 60 maka qp = 400 (t/m2) ... (2.9) N adalah nilai rata – rata SPT

2. Daya dukung selimut bored pile (skin friction), (Resse & Wright, 1977). Qs = f . Li . p ... (2.10)

Dimana :

f = Tahanan satuan skin friction (ton/m2) Li = Panjang lapisan tanah (m)

(21)

27 Qs = daya dukung selimut tiang (ton)

Pada tanah kohesif :

F = α . cu ...(2.11)

Dimana :

α = Faktor adhesi.

- Berdasarkan penelitian Resse & Wright (1977) α = 0,55

- Metode Kullway (1984), berdasarkan Grafik Undrained Shearing Resistance VS Adhesion Factor.

cu = Kohesi tanah (ton/m2)

Pada tanah non kohesif :

Untuk N < 53 maka f = 0,32 N (ton/m2) ... (2.12) Untuk 53 < N < 100 maka f diperoleh dari korelasi langsung dengan NSPT (Resse & Wright) ... (2.13) Nilai f juga dapat dihitung dengan rumus :

f = Ko . σv’. tan ϕ ... (2.14)

Dimana : Ko = 1 – sin ϕ

σv’ = Tegangan vertikal efektif tanah, (ton/m2)

2.9 Kapasitas Daya Dukung Lateral Tiang Bored Pile

Gaya tahanan maksimum dari beban lateral yang bekerja pada tiang tunggal adalah merupakan permasalahan interaksi antara elemen bangunan agak kaku dengan tanah, yang mana dapat diperlakukan berdeformasi sebagai elastis ataupun plastis.

(22)

28 Tiang vertikal yang menanggung beban lateral akan menahan beban ini dengan memobilisasi tahanan tanah pasif yang mengelilinginya. Pendistribusian tegangan tanah pasif akibat beban lateral akan mempengaruhi kekakuan tiang, kekakuan tanah dan kondisi ujung tiang. Secara umum tiang yang menerima beban lateral dapat dibagi dalam dua bagian besar, yaitu tiang pendek (rigid pile) dan tiang panjang (elastic pile). Jika kepala tiang dapat berinteraksi dan berotasi akibat beban geser dan/atau momen maka tiang tersebut dapat dikatakan berkepala bebas (free head). Sedangkan jika kepala tiang hanya bertranslasi maka disebut dengan kepala jepit (fixed head). Menurut McNulty (1956), tiang yang disebut berkepala jepit (fixed head) adalah tiang yang ujung atasnya terjepit dalam pile cap paling sedikit sedalam 60 cm, sedangkan tiang berkepala bebas (free head) adalah tiang yang ujung atasnya tidak terjepit ke dalam pile cap atau setidaknya terjepit kurang dari 60 cm.

Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan salah satu dari dua kriteria berikut :

• Beban lateral ijin ditentukan dengan membagi beban ultimit dengan suatu faktor keamanan.

• Beban lateral ditentukan berdasarkan defleksi maksimum yang diijinkan. Metode analisis yang dapat digunakan adalah :

• Metode Broms (1964)

• Metode Brinch Hansen (1961) • Metode Reese-Matlock (1956)

(23)

29 Gambar 2.2 Tiang Panjang Dikenai Beban Lateral (Broms, 1964)

Tabel 2.3 Nilai-nilai nh untuk Tanah Granuler (c = 0)

Kerapatan relatif (Dr) Tak padat Sedang Padat

Interval nilai A 100-300 300 - 1000 1000 – 2000

Nilai A dipakai 200 600 1500

nh pasir terendam air (kN/m3)

Terzaghi 1386 4850 11779

Reese dkk 5300 16300 34000

Tabel 2.4 Nilai – nilai nh untuk Tanah Kohesif

Tanah nh (kN/m3) Referensi

Lempung

terkonsolidasi normal lunak

166 – 3518 Reese dan Matlock (1956) 277 - 554 Davisson – Prakash (1963)

Lempung

terkonsolidasi normal organik

111 - 277 Peck dan Davidsson (1962) 111 - 831 Davidsson (1970)

Gambut

55 Davidsson (1970) 27,7 - 111 Wilson dan Hilts (1967)

Loess 8033 - 11080 Bowles (1968)

Dari nilai-nilai faktor kekakuan R dan T yang telah dihitung, Tomlinson (1977) mengusulkan criteria tiang kaku (tiang pendek) dan tiang elastis (tiang panjang) yang dikaitkan dengan panjang tiang yang tertanam dalam tanah (L). Seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.6. Batasan ini terutamandigunakan untuk menghitung defleksi tiang oleh akibat gaya horizontal.

(24)

30 Tipe

Tiang

Modulus tanah (K) bertambah dengan kedalaman Modulus tanah (K) konstan Kaku L ≤ 2T L ≤ 2R Tidak Kaku L≤ 4T L≤ 3,5R

2.9.1 Hitungan Tahanan Beban Lateral Ultimit

Pondasi tiang sering dirancang dengan memperhitungkan beban lateral atau horizontal, seperti beban angin. Gaya lateral yang harus didukung pondasi tiang tergantung pada rangka bangunan yang mengirim gaya lateral tersebut ke kolom bagian bawah. Apabila tiang dipasang secara vertikal dan dirancang untuk mendukung gaya horizontal yang cukup besar, maka bagian atas dari tanah pendukung harus mampu menahan gaya tersebut sehingga tiang-tiang tidak mengalami gerakan lateral yang berlebihan.

Derajat reaksi tanah tergantung pada : 1. Kekuatan tiang

2. Kekakuan tanah 3. Kekakuan ujung tiang

Hal pertama yang harus kita lakukan dalam menghitung kapasitas lateral tiang adalah menentukan apakah tiang tersebut berperilaku sebagai tiang panjang atau tiang pendek. Hal tersebut dilakukan dengan menentukan faktor kekakuan tiang R dan T.

Untuk tanah berupa lempung kaku terkonsolidasi berlebihan (stiff over consolidated clay), modulus tanah umumnya dianggap konstan di seluruh kedalamannya. Faktor kekakuan R dinyatakan dengan persamaan :

R=�𝐸𝐼

𝐾

(25)

31 (sumber : Broms, 1964)

Dimana : K =𝑘1𝑑= 𝑘1

1,5 = modulus tanah (MPa)

E = modulus elastik tiang (MPa) I = momen inersia tiang (cm4) d = diameter tiang (m)

2.9.2 Kapasitas Ultimit Tiang Bored Pile dengan Metode Brooms 1. Tiang Dalam Tanah Kohesif

Broms mengusulkan cara pendekatan sederhana untuk mengestimasi distribusi tekanan tanah yang menahan tiang dalam lempung, yaitu tahanan tanah dianggap sama dengan nol di permukaan tanah sampai kedalaman 1,5d dan konstan sebesar 9cu untuk kedalaman yang lebih besar dari 1,5d

tersebut.

- Tiang Ujung Bebas

Untuk tiang panjang, tahanan tiang terhadap gaya lateral akan ditentukan oleh momen maksimum yang dapat ditahan tiang itu sendiri (My). Untuk tiang pendek, tahanan tiang terhadap gaya lateral lebih ditentukan oleh tahanan tanah di sekitar tiang. Pada gamabar dapat dijelaskan bahwa f mendefinisikan letak momen maksimum, dimana pada titik ini gaya lintang pada tiang sama dengan nol.

𝑓= 𝐻𝑒

9𝑐𝑢.𝑑 ... (2.15) 𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠= 𝐻𝑢(𝑒=1,5𝑑+0,5𝑓) ... (2.16)

(26)

32 Gambar 2.3 Mekanisme Keruntuhan pada Tiang Ujung Bebas pada Tanah

Kohesif menurut Broms (a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang (Broms,1964)

- Tiang Ujung Jepit

Pada tiang ujung jepit, Brooms menganggap bahwa momen yang terjadi pada tubuh tiang yang tertanam di dalam tanah sama dengan momen yang terjadi di ujung atas tiang yang terjepit oleh pile cap.

(27)

33 Gambar 2.4 Tiang Ujung Jepit pada Tanah Kohesif Tiang (Broms, 1964)

(a) Tiang pendek (b) Tiang sedang (c) Tiang panjang.

Untuk tiang panjang, tahanan ultimit tiang terhadap beban lateral dapat dihitung dengan persamaan :

𝐻𝑢=1,5d+02𝑀𝑦,5f ... (2.17) Sedangkan untuk tiang pendek, Hu dapat dicari dengan persamaan :

𝐻𝑢=9𝑐𝑢𝑑 ( 𝐿−1,5𝑑) ... (2.18) 𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠= 𝐻𝑢 (0,5𝐿+0,75𝑑) ... (2.19)

(28)

34 Gambar 2.5 Grafik Tahanan Lateral Ultimit Tiang Pada Tanah Kohesif (a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang (Broms, 1964)

2. Tiang Dalam Tanah Granuler

Untuk tiang dalam tanah granuler (c = 0), Brooms (1964) berasumsi sebagai berikut :

1.) Tekanan tanah aktif yang bekerja di belakang tiang diabaikan

2.) Distribusikan tekanan tanah pasif di sepanjang tiang bagian depan sama dengan tiga kali tekanan tanah pasif Rankine

3.) Bentuk penampang tiang tidak berpengaruh terhadap tekanan tanah ultimit atau tahanan tanah lateral

4.) Tahanan lateral sepenuhnya termobilisasi pada gerakan tiang yang diperhitungkan.

Distribusi tekanan tanah dinyatakan oleh persamaan :

𝑝𝑢 = 3𝑝𝑜𝐾𝑝 ... (2.20) Dimana :

(29)

35 𝑝𝑢 = tahanan tanah ultimit

𝑝𝑜 = tekanan overburden efektif 𝐾𝑝 = 𝑡𝑎𝑛2(450+ 𝜙

2) ... ( 2.21)

𝛷 = sudut geser dalam efektif - Tiang Ujung Bebas

Untuk tiang pendek, tiang dianggap berotasi di dekat ujung bawah tiang. Tekanan yang terjadi di tempat ini dianggap dapat digantikan oleh gaya terpusat yang bekerja pada ujung bawah tiang.

𝐻𝑢=0.5γd𝐿

3𝐾𝑝

e+L ... (2.22)

Momen maksimum terjadi pada jarak f di bawah permukaan tanah, dimana : 𝐻𝑢=1,5 𝛾𝑑𝐾𝑝𝑓2 ... (2.23) 𝑓=0,82 𝐻𝑢

d𝐾𝑝γ (2.23)

sehingga momen maksimum dapat dinyatakan oleh persamaan

𝑀𝑚𝑎𝑘𝑠=𝐻𝑢(𝑒+1,5𝑓) ... ( 2.24)

Gambar 2.6 Tiang Ujung Bebas pada Tanah Granuler (a) Tiang Pendek (b) Tiang Panjang (Broms,1964)

(30)

36 - Tiang Ujung Jepit

Untuk tiang ujung jepit yang kaku (tiang pendek), keruntuhan tiang akan berupa translasi, beban lateral ultimit dinyatakan oleh :

𝐻𝑢=1,5 𝛾𝑑𝐿2𝐾𝑝 ... (2.25)

Gambar 2,7 Tiang jepit dalam tanah granuler a) Tiang pendek

b) Tiang sedang

c) Tiang panjang (Broms, 1964)

Sedangkan untuk tiang ujung jepit yang tidak kaku (tiang panjang), dimana momen maksimum mencapai My di dua lokasi (Mu+ = Mu-) maka Hu dapat diperoleh dari persamaan :

(31)

37 𝐻𝑢= 2My

e+0,54�γdHuKp ... (2.26)

Gambar 2.8 Grafik Tahanan Lateral Ultimit Tiang pada Tanah Granuler(Broms, 1964)

2.10 Penurunan Tiang (Settlement)

Menurut Poulus dan Davis (1980), penurunan jangka panjang untuk pondasi tunggal tidak perlu ditinjau karena penurunan tiang akibat konsolidasi dari tanah relatif kecil. Hal ini disebabkan karena pondasi tiang direncanakan terhadap dukung ujung dan kuat dukung friksinya atau penjumlahan dari kedua nya.

(32)

38 Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan :

1. Untuk tiang apung atau friksi s = 𝑄.𝐼

𝐸𝑠.𝐷 ... (2.27)

Dimana :

𝐼= 𝐼𝑜.𝑅𝑘.𝑅.𝑅𝜇 ... (2.28) 2. Untuk tiang dukung ujung

s=𝑄.𝐼

𝐸𝑠.𝐷 ... (2.29) Dimana :

𝐼= 𝐼𝑜.𝑅𝑘.𝑅b.𝑅𝜇 ... (2.30)

Keterangan :

S = besar penurunan yang terjadi (cm) Q = besar beban yang bekerja (kg) D = diameter tiang (cm)

Es = modulus elastisitas bahan tiang (MPa)

Io = faktor pengaruh penurunan tiang yang tidak mudah mampat (Incompressible)

dalam massa semi tak terhingga

Rk= faktor koreksi kemudahmampatan tiang untuk μ = 0,3

Rh = faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada tanah keras

Rμ = faktor koreksi angka poisson

Rb = faktor koreksi untuk kekakuan lapisan pendukung

h = kedalaman (cm)

K adalah suatu ukuran kompressibilitas relatif dari tiang dan tanah yang dinyatakan oleh persamaan :

(33)

39 K=𝐸𝑝.𝑅𝐴 𝐸𝑠 ... (2.31) Dimana : RA=1Ap 4𝜋𝑑2 ... (2.32) Dengan :

K = faktor kekakuan tiang

EP = modulus elastisitas dari bahan tiang (MPa)

Es = modulus elastisitas tanah di sekitar tiang (MPa)

Eb = modulus elastisitas tanah di dasar tiang (MPa)

Terzaghi menyarankan nilai μ = 0,3 untuk tanah pasir, μ= 0,4 sampai 0,43 untuk tanah lempung. Umumnya banyak digunakan μ = 0,3 sampai 0,35 untuk tanah pasir dan μ = 0,4 sampai 0,5 untuk tanah lempung. Sedangkan Io, Rk, Rh, Rμ, dan Rb dapat dilihat pada gambar 2.9, 2.10, 2.11, 2.12, dan 2.17 .

(34)

40 Gambar 2.10 Koreksi kompresi Rk (Poulus dan Davis, 1980)

Gambar 2.11 Koreksi kedalaman Rh (Paulo Davis, 1980)

(35)

41 Gambar 2.13 Koreksi kekakuan lapisan pendukung Rb (Paulos dan Davis, 1980)

Berbagai metode untuk menentukan nilai modulus elastisitas tanah (Es),

antara lain dengan percobaan langsung di tempat yaitu dengan menggunakan data hasil pengujian kerucut statis (sondir). Namun Bowles memberikan persamaan yang dihasilkan dari pengumpulan data pengujian kerucut statis (sondir) sebagai berikut :

𝐸𝑠=3×𝑞𝑐 (untuk pasir) ... (2.33) 𝐸𝑠=(2−8)×𝑞𝑐 (untuk lempung) ... (2.34)

(36)

42 Adapun besar nilai Eb menurut Meyerhoff, akibat adanya pemadatan tanah

maka akan terjadi nilai peningkatan modulus elastisitas tanah di bawah ujung tiang yakni :

𝐸𝑏=(5−10)×𝐸𝑠 ... (2.35) 2.11 Faktor Aman Tiang Tekan Hidrolis (Safety Factor)

Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka kapasitas ultimit tiang dibagi dengan faktor aman tertentu. Fungsi faktor aman adalah :

1. Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian dari nilai kuat geser dan kompresibilitas yang mewakili kondisi lapisan tanah.

2. Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang – tiang masih dalam batas – batas toleransi.

3. Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja.

4. Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok tiang masih dalam batas-batas toleransi.

5. Untuk mengantisipasi adanya ketidakpastian metode hitungan yang digunakan.

Reese dan O’ Neill ( 1989 ) menyarankan pemilihan factor aman ( F ) untuk perancangan pondasi tiang yang dipertimbangkan faktor – faktor sebagai berikut :

1) Tipe dan kepentingan dari struktur 2) Variabilitas tanah ( tanah tidak uniform ) 3) Ketelitian penyelidikan tanah

(37)

43 4) Tipe dan jumlah uji tanah yang dilakukan

5) Keterediaan data di tempat ( uji beban tiang ) 6) Pengawasan / kontrol kualitas di lapangan

7) Kemungkinan beban desain aktual yang terjadi selama beban layanan struktur

Nilai – nilai faktor keamanan yang disarankan oleh Reese dan O’ Neill (1989) ditunjukkan dalam Tabel 2.7 Kisaran faktor aman dari analisis statis yang umumnya sering digunakan adalah sekitar 2 – 4, dan kebanyakan digunakan 3.

Tabel 2.6 Faktor Aman yang Disarankan oleh Reese dan O’Neill Klasifikasi Struktur Faktor Aman Kontrol Baik Kontrol Normal Kontrol Jelek Kontrol Sangat Jelek Monumental 2,3 3 3,5 4 Permanen 3 2,5 2,8 3,4 Sementara 1,4 2 2,3 2,8

2.12 Aplikasi Metode Elemen Hingga pada Tiang Bored Pile dengan Program Plaxis

Plaxis adalah program yang berbasis metode elemen hingga (finite element method) untuk aplikasi geoteknik, berguna untuk mensimulasikan perilaku tanah. Dasar – dasar teori yang dipakai yang antara lain : teori deformasi, teori aliran air tanah, teori konsolidasi, teori elemen hingga yang sesuai dengan geoteknik. Sedangkan metode numerik yang menjadi dasar pemrograman Plaxis ini, adalah integrasi numeric elemen – elemen garis dan integrasi numeric elemen – elemen berbentuk segitiga. Akurasi hasil (output) yang didapatkan dari pemakaian program Plaxis ini, apabila ingin dibandingkan dengan hasil yang sebenarnya di lapangan, bergantung pada keahlian pengguna dalam memodelkan permasalahan,

(38)

44 pemahaman terhadap model – model, penentuan parameter yang digunakan, dan kemampuan menginterpretasi hasil analisis menggunakan program Plaxis tersebut. Di dalam program Plaxis ada beberpa jenis pemodelan tanah, diantaranya model tanah Mohr – Coulomb dan model tanah lunak (Soft Soil).

Adapun tahapan – tahapan analisa dengan menggunakan metode elemen hingga adalah sebagai berikut :

1.) Pemilihan Tipe Elemen

Ada tiga pembagian elemen secara garis besar dalam metode elemen hingga, yaitu :

- 1D (line elements) ; sering dipakai dalam pemodelan beam element. Beam element menerima momen tahanan (bending moment), tegangan normal dan juga tegangan geser.

- 2D (plane elements) : bentuk elemen 2D yang umum dipakai dalah triangular element (segitiga) dan quadrilateral element (segiempat).

- 3D : secara umum elemen – elemen 3D bisa dibedakan menjadi solid elements, shell elements, dan solid – shell elements. Bentuk elemen 3D yang umum dipakai adalah tetrahedral element (limas segitiga) dan hexahedral element (balok).

Di dalam elemen terdapat dua jenis titik, yaitu titik nodal dan juga titik integrasi. Titik nodal adalah titik yang penghubung antar elemen. Perpindahan terjadi pada titik nodal. Titik integrasi (stress point) dapat diperoleh tegangan dan regangan yang terjadi pada elemen.

(39)

45 Fungsi perpindahan atau shape function (N) adalah fungsi yang menginterpolasikan perpindahan di titik nodal ke perpindahan di elemen dengan menggunakan segitiga pascal.

Dalam pemilihan fungsi perpindahan, hal mendasar yang perlu diketahui adalah fungsi perpindahan di titik yang ditinjau selalu bernilai satu dan bernilai nol (0) di titik lainnya.

2.12.2 Matriks Kekakuan

Persamaan dari matriks kekakuan adalah sebagai berikut : [𝑘]=∬ [𝐵]𝑇 𝐴 [𝐷][𝐵]𝑡𝑑𝑥𝑑𝑦 ∬ 𝑓𝐴 (𝑥.𝑦)𝑑𝑥𝑑𝑦=∬ 𝑓𝐴 (𝜉,𝜂)|𝐽|𝑑𝝃𝑑𝜂 [𝑘]=∫ ∫1[𝐵]𝑇 −1 1 −1 [𝐷][𝐵]𝑡|𝐽|𝑑𝝃𝑑𝜂 Dimana :

[D] : matriks konstitutif yang nilainya bergantung pada jenis permodelan . [k] : matriks kekakuan (stiffness matrix)

[B] : matriks interpolasi regangan

1 v 0 D = 𝐸 1−𝑣 v 1 0 ... (2.36) 0 0 1−𝑣 2 1-v v 0 D = 𝐸 (1+𝑣)(1−2𝑣) v 1-v 0 ... (2.37) 0 0 1−𝑣 2

(40)

46 2.12.3 Pemodelan Pada Program Plaxis

Dalam menggunakan program Plaxis, pengguna harus mengetahui terlebih dahulu konsep pemodelan yang akan dipilih. Sebelum melakukan perhitungan secara numerik, maka terlebih dahulu dibuat model dari pondasi bored pile yang akan dianalisis, seperti Gambar 2.21 berikut ini

Gambar 2.14 Model Pondasi Bored Pile

Material yang dipergunakan dalam pemodelan tersebut adalah material tanah dan material pondasi, dimana masing-masing material mempunyai sifat teknis yang memengaruhi perilakunya. Dalam program Plaxis, sifat – sifat tersebut diwakili oleh parameter dan pemodelan yang spesifik.

Pemodelan pada Plaxis mengasumsikan perilaku tanah bersifat isotropis elastic linier berdasarkan Hukum Hooke. Akan tetapi, model ini meiliki

(41)

47 keterbatasan dalam memodelkan perilaku tanah, sehingga umumnya digunakan untuk struktur yang padat dan kaku di dalam tanah. Input parameter berupa Modulus Young E dan rasio Poisson υ dari material yang bersangkutan.

𝐸= σ

ε ... (2.38)

𝜈= εh

εv ... (2.39) Di dalam program Plaxis ada beberapa jenis permodelan tanah antara lain model tanah Mohr – Coulomb dan model Soft Soil.

2.12.4 Model Mohr – Coulumb

Pemodelan Mohr – Coulomb mengasumsikan bahwa perilaku tanah bersifat plastis sempurna (Linear Elastic Perfectl Plastic Model), dengan menetapkan suatu nilai tegangan batas dimana pada titik tersebut tegangan tidak lagi dipengaruhi oleh regangan. Input parameter meliputi lima buah parameter yaitu :

• modulus Young ( E ), rasio Poisson ( υ ) yang memodelkan keelastisitasan tanah • kohesi ( c ), sudut geser ( ϕ ) memodelkan perilaku plastis dari tanah

• dan sudut dilantasi ( ψ ) memodelkan perilaku dilantansi tanah

Pada pemodelan Mohr – Coulumb umumnya dianggap bahwa nilai E konstan untuk suatu kedalaman pada suatu jenis tanah, namun jika diinginkan adanya peningkatan nilai E per kedalaman tertentu disediakan input tambahan dalam program Plaxis. Untuk setiap lapisan yang memperkirakan rata – rata kekakuan yang konstan sehingga perhitungan relatif lebih cepat dan dapat diperoleh kesan pertama deformasi. Selain lima parameter di atas, kondisi tanah awal memiliki peran penting dalam masalah deformasi tanah.

(42)

48 Nilai rasio Poisson υ dalam pemodelan Mohr – Coulomb didapat dari hubungannya dengan koefisien tekanan

𝐾𝑜= σhσv ... (2.40) dimana : υ

1−υ = σh

σv ... (2.41)

Secara umum nilai υ bervariasi dari 0,3 sampai 0,4 namun untuk kasus– kasus penggalian (unloading) nilai υ yang lebih kecil masih realistis.

Nilai kohesi c dan sudut geser ϕ diperoleh dari uji geser triaxial, atau diperoleh dari hubungan empiris berdasarkan data uji lapangan. Sementara sudut dilantasi ψ digunakan untuk memodelkan regangan volumetrik plastik yang bernilai positif. Pada tanah lempung NC, pada umumnya tidak terjadi dilantasi (ψ = 0), sementara pada tanah pasir dilantasi tergantung dari kerapatan dan sudut geser ϕ dimana ψ = ϕ – 30°. Jika ϕ < 30° maka ψ = 0. Sudut dilantasi ψ bernilai negatif hanya bersifat realistis jika diaplikasikan pada pasir lepas.

2.12.5 Model Tanah Lunak ( Soft Soil )

Seperti pada pemodelan Mohr – Coulomb, batas kekuatan tanah dimodelkan dengan parameter kohesi (c), sudut geser dalam tanah (ϕ), dan sudut dilantasi (ψ). Sedangkan untuk kekakuan tanah dimodelkan menggunakan parameter λ* dan k*, yang merupakan parameter kekakuan yang didapatkan dari uji triaksial maupun oedometer.

λ∗= C𝑐

2.3(1+e) ... (2.42) 𝑘∗= 2Cs

2.3(1+e) ... (2.43) Model Soft Soil ini dapat memodelkan hal – hal sebagai berikut :

(43)

49 - Kekakuan yang berubah bersama dengan tegangan (Stress Dependent Stiffness) - Membedakan pembebanan primer (primary loading) terhadap unloading –

reloading

- Mengingat tegangan pra – konsolidasi

2.12.6 Studi Parameter 1. Tanah

Model tanah yang dipilih adalah model Mohr – Coulomb, dimana perilaku tanah dianggap elastic dengan parameter yang dibutuhkan yaitu :

1. Berat isi tanah γ (kN/m3), didapat dari hasil pengujian laboratorium 2. Modulus elastisitas, E (stiffness modulus) digunakan pendekatan

terlebih dahulu dengan memperoleh Modulus Geser Tanah (G), sehingga nilai E dapat diperoleh melalui persamaan :

𝐸=2 𝐺(1+ υ ) ... (2.44) 3. Poisson’s ratio (υ) diambil nilai 0.2 – 0.4

4. Sudut Geser Dalam (ϕ) didapat dari hasil pengujian laboratorium 5. Kohesi ( c ) didapat dari hasil pengujian laboratorium

6. Sudut dilantasi (ψ) diasumsikan sama dengan nol. 7. Perilaku tanah dianggap elastis

2. Bored Pile, material yang dipilih adalah linier elastis 2.12.7 Parameter Tanah

(44)

50 Terdapat beberapa usulan nilai E yang diberikan oleh peneliti, diantaranya pengujian sondir yang dilakukan oleh DeBeer (1965) dan Webb (1970) memberikan korelasi antara tahanan kerucut qc dan E sebagai berikut :

E = 2 qc (dalam satuan kg/cm2 ) ... ( 2.45)

Nilai perkiraan modulus elastisitas dapat diperoleh dengan pengujian SPT (Standard Penetration Test). Nilai modulus elastis yang dihubungkan dengan nilai SPT, sebagai berikut :

𝐸=6(𝑁+5)𝑘/𝑓𝑡2 (untuk pasir berlempung) ... (2.46) 𝐸=10(𝑁+15)𝑘/𝑓𝑡2 (untuk pasir) ... (2.47)

Tabel 2.7 Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah pasir (Schmertman, 1970) Subsurfa ce Conditio n Penetr ation Resista nce Range N Friction Angle Φ (deg) Poisso n Ratio (v) Relative Density Dr (%) Young’s Modulus Range Es* (psi) Shear Modulus Range G** (psi) Very Loose 0 – 4 28 0.45 0 – 15 0-440 0-160 Loose 4 – 10 28 – 30 0.40 15 – 35 440-1100 160-390 Medium 10 – 30 30 – 36 0.35 35 – 65 1100-3300 390-1200 Dense 30 – 50 36 – 41 0.30 65 – 85 3300-5500 1200-1990 Very Dense 50 – 100 41 – 45 0.2 85 – 100 5500-11000 1990-3900 Es* = 2 qc psf G** = 2(1+vEs ) ; dimana v = 0,5

Tabel 2.8 Korelasi N-SPT dengan modulus elastisitas pada tanah lempung (Randolph,1978) Subsurface Condition Penetration Resistance Range N Poisson Ratio (v) Shear Strength Su (psf) Young’s Modulus Range Es* (psi) Shear Modulus Range G** (psi)

(45)

51 Very soft 2 0.45 250 170 – 340 60-110 Soft 2 – 4 0.40 375 260 – 520 80-170 Medium 4 – 8 0.35 750 520 – 1040 170-340 Stiff 8 – 15 0.30 1500 1040– 2080 340-690 Very Stiff 15 – 30 0.2 3000 2080-4160 690-1390 Hard 30 0.004 4000 2890-5780 960-1930 40 0.004 5000 3470-6940 1150-2310 60 0.0035 7000 4860-9720 1620-3420 80 0.0035 9000 6250-12500 2080-4160 100 0.003 11000 7640-15270 2540-5090 120 0.003 13000 9020-18050 3010-6020 Es = (100-200)Su psf G** = 2(1+vEs ) ; dimana v = 0,5 • Poisson’s Ratio (μ)

Rasio poisso sering dianggap sebesar 0.2 – 0.4 dalam pekerjaan – pekerjaan mekanika tanah. Nilai sebesar 0.5 biasanya dipakai untuk tanah jenuh dan nilai 0 sering dipakai untuk tanah kering dan tanah lainnya untuk kemudahan perhitungan.

Tabel 2.9 Hubungan Jenis Tanah, konsistensi dan Poisson’s Ratio (μ) Soil Type Description Μ

Clay Soft 0.35 – 0.40 Medium 0.30 – 0.35 Stiff 0.20 – 0.30 Sand Loose 0.15 – 0.25 Medium 0.25 – 0.30 Dense 0.25– 0.35

(46)

52 Berat jenis tanah kering adalah perbandingan antara berat tanah kering dengan satuan volume tanah. Berat jenis tanah kering dapat diperoleh dari data Soil Test dan Direct Shear.

Berat Jenis Tanah Jenuh ( γsat )

Berat jenis tanah jenuh adalah perbandingan antara berat tanah jenuh. Dimana ruang porinya terisi penuh dengan air.

sat = �Gs+e 1+e� γ𝑤 ... (2.48) (sumber : Braja, 1995) dimana : Gs : Spesific Gravity e : Angka Pori γw : Berat Isi Air

Nilai – nilai dari Gs, e dan γw didapat dari hasil pengujin tanah dengan Triaxial

Test dan Soil Test

• Sudut Geser Dalam (ϕ)

Sudut geser dalam tanah dan kohesi merupakan faktor dari kuat geser tanah yang menentukan ketahan tanah terhadap deformasi akibat tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan tegangan geser. Nilai dari sudut geser dalam tanah didapat dari engineering properties tanah, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test. • Kohesi (c)

Kohesi merupakan gaya tarik menarik antar partikel tanah. Nilai dari kohesi didapat dari engineering properties, yaitu dengan triaxial test dan direct shear test.

(47)

53 • Permeabilitas (k)

Berdasarkan persamaan Kozeny – Carman, nilai permeabilitas untuk setiap layer tanah dapat dicari dengan menggunakan rumus :

𝑘 =1+𝑒𝑒3 ... (2.49) Untuk tanah yang berlapis – lapis harus dicari nilai permeabilitas untuk arah vertikal dan horizontal dapat dicari dengan rumus :

𝑘𝑣 = 𝐻1 𝐻 𝑘1�+�𝐻2𝑘2�…+ (𝐻𝑛𝑘𝑛) ... (2.50) (sumber : Das, 1995) dimana : H = tebal lapisan (cm) e = angka pori k = koefisien permeabilitas

kv = koefisien permeabilitas arah vertikal

kh = koefisien permeabilitas arah horizontal

Nilai koefisien permeabilitas tanah dapat ditentukan berdasarkan jenis tanah tersebut seperti pada Tabel 2.11berikut ini :

Tabel 2.10 Nilai Koefisien Permeabilitas Tanah (Das, 1995)

Jenis Tanah K cm/dtk ft/mnt Kerikil bersih 1.0 – 100 2.0 - 200 Pasir kasar 1.0 – 0.01 2.0 – 0.02 Pasir halus 0.01 – 0.001 0.02 – 0.002 Lanau 0.001 – 0.00001 0.002 – 0.00002 Lempung < 0.000001 < 0.000002

(48)

54

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Data Umum

Data umum proyek pembangunan Hotel Grandhika Jl. Dr. Mansyur. Medan adalah sebagai berikut :

1. Nama Proyek : Hotel Grandhika

2. Lokasi proyek : Jl. Dr. Mansyur. Medan 3. Pemilik Proyek : Ir. Kiswodarmawan 4. Kontraktor utama : PT. ADHI KARYA 5. Peta Lokasi : Dilihat pada Gambar 3.1

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat jajahan Belanda selama 350 ta- hun dan Jepang 3,5 tahun yang mempunyai sifat karakter dan adat istiadat sendiri juga turut

Dari seluruh stasiun yang ada di dapatkan persentasi tutunpan karang hidup sebesar 28%, angka tersebut menunjukkan penurunan kondisi terumbu karang dari tahun

Dari hasil perhitungan Indeks Williamson dan Indeks Entropi Theil menunjukkan bahwa ketimpangan yang terjadi di Wilayah Pembangunan I Jawa Tengah menunjukkan

Dari hasil tersebut perbandingan aktivitas antibakteri rebusan bunga rosela dengan kontrol negatif (akuades) memiliki perbedaan signifikan, rebusan bunga rosela

Hal ini menyatakan bahwa faktor-faktor audit tersebut dapat mempengaruhi suatu kinerja aparatur pemerintah terhadap apa yang dihasilkan dari audit kinerja yang dilakukan oleh

Menimbang : Bahwa dalam rangka Yudisium Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Tahun 2015 perlu ditetapkan dalam

Alat bukti adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan , dimana dengan alat – alat bukti tersebut dapat dipergunakan sebagai pembuktian guna

Kegiatan pengenalan makroinvertebrata bentik sebagai bioindikator pencemaran pada siswa SMPN I Wonosalam telah dilaksanakan dengan sangat baik, yakni siswa sangat