• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL AKTIVITAS EKONOMI DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PELA, KECAMATAN KOTA BANGUN, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROFIL AKTIVITAS EKONOMI DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PELA, KECAMATAN KOTA BANGUN, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL AKTIVITAS EKONOMI DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT NELAYAN DI DESA PELA,

KECAMATAN KOTA BANGUN, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

(Profile of Economic Activity and Welfare of Fisherman Society

at Pela Village of Kutai Kartanegara Regency)

Qoriah Saleha, SPi, MSi

Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Mulawarman, Samarinda 75123

email:qori@gmail.com ABSTRACT

East Kalimantan has inland frees water area very wide, one of this was Semayang lake for width of 13,000 ha area. Semayang lake was bases of activity of society economic life area. The society of Pela village uses Semayang lake for their livelihood area, they are 465 of family by fisherman.

The analysis of sample uses descriptive approach and simple random sampling selection was 10% part of fisherman population. The samples were obtained identify of economic activity variance of society which depend on function of frees water lake. They were fisherman, fish farmer, maker of catch property, traders collectors, farmer of paddy, chicken livestock, crafts wicker, taxi boats operator and teacher. Indicators of welfare level at BKKBN showed that 91.30% was poor and 8.69% was not poor. BPS indicator showed that 2.17% was poor and 97.83% was not poor. And then, Sajogyo indicator expressed that 100% was not poor.

Keyword :Economic Activity, Welfare, Fisherman Society PENDAHULUAN

Danau Semayang memiliki luas ± 13.000 ha yang termasuk wilayah kec. Kota Bangun dan sebagian kecil Kec. Kenohan (Lemlit - Unmul, 2007). Kawasan perairan danau Semayang cukup banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya untuk berbagai aktivitas ekonomi terutama dibidang perikanan, karena itu kawasan ini sering juga disebut sebagai wilayah yang kaya akan produksi perikana air tawar dengan keanekaragaman jenis ikan air tawarnya.

Danau Semayang saat ini menghadapi

beberapa permasalahan lingkungan,

diantaranya: terjadinya pendangkalan,

berkembang pesatnya gulma air, pencemaran, kekeringan saat musim kemarau, banjir saat musim hujan, penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan, hilangnya reservat ikan dan sebagainya. Mengingat begitu besarnya peran perairan danau Semayang terhadap kehidupan

masyarakat sekitarnya terutama dalam

fungsinya sebagai sumber matapencaharian bagi

masyarakat, maka masyarakat pemanfaat

perairan tersebut perlu melakukan upaya-upaya adaptasi mengikuti siklus yang terjadi baik karena alam maupun perubahan yang terjadi akibat aktivitas manusia.

Kemiskinan banyak ditemui pada

golongan rumah tangga perikanan skala kecil, dimana ciri umum mereka adalah rendahnya

tingkat kehidupan. Meskipun masyarakat

perikanan sesungguhnya memegang peranan penting, namun kenyataan menunjukkan bahwa mereka belum secara efektif terjangkau oleh sarana pembinaan yang memadai. Pendapatan masyarakat perikanan umumnya rendah, bahkan sebagian berada di bawah garis kemiskinan.

Persoalan kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi di kalangan masyarakat nelayan

tidak hanya dipengaruhi iklim, namun

dilatarbelakangi berbagai faktor yang kompleks. Kesukaran menguraikan kompleksitas faktor-faktor tersebut menyulitkan upaya mengatasi secara efektif dan efisien persoalan kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi masyarakat perikanan. Sementara berbagai program kebijakan yang digulirkan pemerintah belum sepenuhnya dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi dikarenakan terbatasnya informasi mengenai karakteristik masyarakat perikanan.

Desa Pela merupakan satu di antara desa yang masyarakatnya sangat tergantung dengan keberadaan perairan Danau Semayang terutama untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka. Masyarakat ini turut merasakan berbagai akibat yang terjadi pada lingkungannya.

(2)

Bertitik tolak pada fenomena di atas, maka penelitian tentang Profil Aktivitas Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat nelayan di Desa Pela, Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara dengan memfokuskan pada

aktivitas ekonomi yang dilakukan dan

bagaimana tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Desa Pela.

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan adalah

perpaduan pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang mengarah pada penelitian yang bersifat deskriptif. Data utama yang diperlukan meliputi : identitas responden (anggota rumah tangga nelayan), berbagai jenis aktivitas ekonomi yang dilakukan, kondisi kehidupan rumah tangga

nelayan untuk menentukan tingkat

kesejahteraannya, faktor penyebab kemiskinan. Sedangkan data penunjang diperoleh dari dokumen atau arsip tertulis, laporan hasil penelitian dan publikasi lainnya, serta perangkat-perangkat fisik yang ada, seperti kondisi geografis wilayah, potensi perikanan,

keadaan penduduk dan sosial ekonomi

masyarakat nelayan. .

Sampel ditentukan secara simple random sampling 10 % dari populasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan untuk analisis tingkat kesejahteraan masyarakat digunakan 3 indikator yaitu Indikator BKKBN, garis kemiskinan Sajogyo dan BPS.

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian

Desa Pela merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai Kertanegara. Desa ini memiliki luas wilayah 5.600 Km2 dan berada pada 2 m dari permukaan laut, dengan curah hujan mencapai 2,15 mm/tahun dan keadaan suhu udara berkisar antara 20 – 34 0C. Desa Pela terbagi menjadi dua kampung (dibelah aliran sungai) yaitu Pela Lama dan Pela Baru. Kepala Desa tinggal di Pela Lama, sedangkan kantor desa berada di Pela Baru. Penduduk Pela Baru semula adalah penduduk Pela Lama yang dipindahkan, karena Pela Lama seringkali terendam banjir saat musim penghujan. Secara geografis Desa Pela memiliki batas-batas sebagai berikut : Sebelah

Utara Desa Muhuran, Sebelah Selatan

Kecamatan Kota Bangun Ilir, Sebelah

BaratDanau Semayang dan Sebelah Timur Desa Liang.

Berdasarkan data Monografi Desa Pela (2009), penduduk Desa Pela didominasi oleh Suku Banjar walaupun ada pula masyarakat dari

suku lain seperti Suku Kutai. Desa Pela memiliki 10 Rukun Tetangga (RT) terdiri dari 7 Rukun Tetangga (RT) di Pela Baru dan 3 Rukun Tetangga (RT) di Pela Lama. Jumlah penduduk di Desa Pela berjumlah 1.300 jiwa atau 300 Kepala Keluarga (KK), terdiri dari laki-laki sebanyak 581 jiwa (51,23%) dan perempuan sebanyak 553 jiwa (48,77%).

Berdasarkan kelompok umur, penduduk Desa Pela yang terbanyak adalah kelompok umur 6 tahun ke bawah sebanyak 254 jiwa (22,40%), 7 – 9 tahun 104 jiwa (9,17%), 19-13 tahun 98 jiwa (8,64%), 14-16 tahun 55 jiwa (4,85%), 17-19 tahun 73 jiwa (6,44%), 20-30 tahun 216 jiwa (19,05%), 31-40 tahun 161 jiwa (14,20%), 41-50 tahun 80 jiwa (7,05%), 51-60 tahun 56 jiwa (4,94%) dan 61 tahun keatas yaitu 37 jiwa (3,26%). Adapun berdasarkan mata pencaharian, penduduk Desa Pela di dominasi oleh nelayan yaitu sebanyak 465 jiwa (51,15%), selanjutnya PNS 9 jiwa (0,79%), swasta 16 jiwa (1,41%), wiraswasta 10 jiwa (0,88%), petani 2 jiwa (0,18%), tukang 32 jiwa (2,82%), industri 11 jiwa (0,97%), jasa 2 jiwa (0,18%) dan lain-lain 472 jiwa (41,62%).

Distribusi tingkat pendidikan penduduk terdiri dari tidak tamat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 440 jiwa (38,80%), tamatan akademik 6 jiwa (0,53%), sarjana 6 jiwa (0,53%), belum sekolah 15 jiwa (1,32%), tamat Sekolah Dasar (SD) 435 jiwa (38,36%), tamat Sekolah lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 152 jiwa (13,40%) dan Tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) 80 jiwa (7,06%).

Sarana dan prasarana yang tersedia di Desa Pela adalah mesjid dan langgar yang terdapat baik di Pela Lama maupun Pela Baru. Kehidupan beragama di Desa Pela Lama lebih kental, karena sebagian besar masyarakat keturunan Banjar umumnya beragama Islam dan terkenal taat beragama. Terdapat Majelis Taklim di Pela Lama yang berpusat di Mesjid, selain itu Ikatan Remaja Mesjid (IRMA) Pela Lama yang beranggotakan pemuda juga aktif dengan kegiatannya. Sedangkan di Pela Baru pemudanya tergabung dalam Karang Taruna.

Sarana pendidikan yang tersedia di Desa Pela hanya terdapat satu SD. Karena jaraknya yang tidak terlalu jauh dengan Kecamatan Kota Bangun (sekitar 20 menit), maka anak-anak yang ingin melanjutkan ke jenjang lebih tinggi (SLTP atau SLTA) biasanya bersekolah di Kota Bangun. Mereka menggunakan perahu motor untuk menuju Kota Bangun dan kembali ke desa setelah sekolah usai.

Untuk mencapai Desa Pela tidak terlalu sukar. Selain dapat menggunakan taksi air (cess dan long boat), masyarakat yang menggunakan

(3)

menyeberang menggunakan fery dan melanjutkan perjalanan darat di Desa Pela. Saat

ini tengah dibangun jembatan yang

menghubungkan Kota Bangun dengan Desa Pela.

Fasilitas di Pela Baru terlihat lebih lengkap dengan kondisi kampung yang lebih bersih dan teratur dibandingkan Pela Lama. Pela Baru letaknya lebih tinggi dari Pela Lama, sehingga jalan yang menghubungkan antar pemukiman penduduk adalah jalan darat dengan semenisasi

sehingga banyak penduduknya yang

memanfaatkan kendaran roda dua (sepeda motor). Pemukiman penduduk umumnya juga berupa bangunan permanen dan semi permanen, sedangkan bangunan tidak permanen berupa rumah kayu di atas panggung atau di atas rakit hanya beberapa dan terletak persis di sepanjang pinggir Sungai Pela. Adapun Pela Lama karena letaknya lebih rendah dan sering terendam banjir, maka umumnya rumah penduduk berupa rumah panggung atau rumah di atas rakit.

Untuk menghubungkan pemukiman

penduduk satu dengan yang lain terdapat jembatan yang cukup panjang. Fasilitas listrik sudah tersedia di Desa Pela, namun untuk air bersih hanya masyarakat Pela Baru yang menikmatinya, sedangkan masyarakat Pela Lama masih memanfaatkan air sungai. Fasilitas kesehatan (Puskesmas Pembantu, Posyandu), sarana ekonomi (warung dan toko) tersedia di Pela Baru.

Kondisi di kedua wilayah desa tersebut akan terlihat perbedaan yang cukup mencolok, sebagian besar pendatang bermukim di Pela Baru sedangkan penduduk asli yang umumnya keturunan Banjar lebih memilih bermukim di Pela Lama.

Karakteristik Responden

Karakteristik responden penting untuk dikaji karena berkaitan dengan motivasi dan etos kerja mereka dalam mensejahterakan

kehidupan keluarga. Secara terperinci

karakteristik responden di lokasi penelitian diuraikan pada bagian di bawah ini.

Usia merupakan salah satu faktor penting dalam menjalankan suatu usaha. Terdapat

beberapa kategori untuk menggolongkan

produktivitas masyarakat menurut BPS yaitu kategori usia belum produktif (dibawah 15 tahun), usia produktif (15-65 tahun) dan di atas 65 tahun (Rusli, 1996). Responden yang termasuk dalam kategori usia produktif

umumnya memiliki semangat kerja dan

motivasi tinggi dalam berusaha. Kisaran usia responden di Desa Pela berusia antara 20-80 tahun. Sebanyak 40 orang (80,20%) termasuk kategori usia produktif dan 5 orang (10,20%) termasuk usia tidak produktif.

Masyarakat Desa Pela termasuk responden didominasi oleh suku Banjar (80,96%). Walaupun demikian terdapat pula masyarakat bersuku lain seperti Kutai, Bugis, Lombok dan lain-lain dan umumnya merupakan pendatang (migran) yang kemudian menetap.Responden seluruhnya beragama Islam.Tingkat pendidikan masyarakat menjadi satu diantara kunci keberhasilan mentransfer dan penerapan ilmu pengetahuan serta teknologi baru.Tingkat pendidikan responden terdiri dari SD 58,70%, SMP dan SMA 17,39%. Jumlah anggota keluarga responden berkisar antara 2-8 orang.

Lama usaha menggambarkan pengalaman nelayan dalam melakukan aktivitas kerjanya terutama dalam aktivitas penangkapan.Lama usaha responden sebagai nelayan berkisar antara

2-50 tahun. Asal daerah responden

menunjukkan bahwa mereka adalah penduduk asli kelahiran Desa Pela atau merupakan penduduk pendatang dari daerah lain di sekitar Danau Semayang atau bahkan dari luar daerah

Kabupaten Kutai Kertanegara.Adapun

responden sebagian besar adalah penduduk asli kelahiran Desa Pela (65,22%), sedangkan sisanya merupakan pendatang yang berasal dari berbagai daerah seperti Desa Liang, Muara Wis, Melintang dan Samarinda bahkan ada yang berasal dari Banjarmasin dan Nusa Tenggara Barat.

Profil Aktifitas Ekonomi Masyarakat

Nelayan di Desa Pela

Danau Semayang merupakan satu diantara sumberdaya alam yang memiliki keanekaragam hayati perikanan dengan nilai ekonomis tinggi. Kawasan danau ini memiliki eksistensi yang

tinggi terhadap aktivitas perekonomian

masyarakat yang bermukim disekitar kawasan. Sumberdaya perikanan yang terkandung di danau ini telah lama dimanfaatkan dan dikelola oleh masyarakat lokal sebagai matapencaharian utamanya, dalam bentuk berbagai usaha perikanan seperti penangkapan dan budidaya ikan dalam karamba. Nelayan Desa Pela merupakan satu diantara kelompok masyarakat yang memanfaatkan kawasan perairan ini sebagai ladang matapencaharian mereka.

Berbagai jenis komoditi perikanan yang menjadi produk andalan wilayah ini adalah ikan toman, gabus (haruan), repang, kendia, baung, lais, ikan rucah, dll. produk perikanan berupa kerupuk ikan dan ikan asin yang dihasilkan oleh masyarakat disekitar danau telah memiliki segmentasi pasar ditingkat regional dan nasional seperti Samarinda, Balikpapan, Banjarmasin, Surabaya, dan Jakarta. Transaksi perdagangan terjadi di wilayah sentra produksi. Pedagang

(4)

pengumpul yang berasal dari luar daerah datang kelokasi produksi untuk membeli produksi perikanan dalam kuantitas dan kualitas sesuai dengan permintaan. Penetrasi teknologi komunikasi yang cukup baik diwilayah ini,

menjadikan bisnis perikanan mengalami

perkembangan yang cukup memuaskan. Berbagai strategi adaptasi diperankan oleh kelompok marjinal ini agar tetap memiliki eksistensi kehidupan dan secara perlahan mengalami peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi. Kelompok masyarakat ini umumnya menerapkan diversifikasi usaha dibidang perikanan dan non perikanan seperti usaha penangkapan ikan di kawasan danau, budidaya ikan dalam karamba dan melakukan usaha ternak ayam kampung pada skala mikro. Strategi adaptasi ini terbukti handal dalam mempertahankan eksistensi kehidupan mereka, terutama dimusim kemarau sebagaimana yang terjadi pada saat penelitian.

Musim kemarau yang telah berlangsung lama (6 bulan), sebagaimana yang terjadi pada saat penelitian, menyebabkan perairan danau menjadi dangkal (kurang dari 1 meter), sehingga terdapat beberapa bagian dari perairan danau telah menjadi daratan yang menyerupai laguna, seperti yang terdapat dimuara sungai wilayah pesisir. Hal ini tentunya berdampak terhadap operasionalisasi aktivitas penangkapan menjadi tidak maksimal, dikarenakan wilayah

penangkapan (fishing ground) semakin

berkurang, tidak seimbang dengan jumlah rumah tangga perikanan yang aktif melakukan kegiatan ini. Rata-rata hasil tangkapan per trip per nelayan mengalami penurunan drastis, dan tidak jarang nelayan mengalami kerugian. Biaya operasional yang telah dikeluarkan tidak mampu tertutupi dengan hasil tangkapan yang diperoleh.

Dalam mengatasi permasalahan ini,

masyarakat nelayan di wilayah perdesaan kawasan danau semayang termasuk Desa Pela, melakukan usaha budidaya ikan dalam karamba seperti toman, gabus, dan patin. Rata-rata jumlah karamba yang dimiliki nelayan di Desa Pela sebanyak 2 buah. Masa pemeliharaan ikan dalam karamba berkisar 3 bulan – 1 tahun, tergantung jenis ikan yang dipelihara. Ikan patin dan gabus memiliki masa pemeliharaan 3 bulan, sedangkan proses produksi ikan toman membutuhkan waktu minimal 1 tahun.

Usaha penangkapan telah dilaksanakan secara turun temurun sebagai matapencaharian utama dan atau sampingan. Hasil tangkapan berupa ikan putihan (repang, kendia, patin, lais, baung) dan ikan hitam (gabus, toman, lele) merupakan komoditi perikanan andalan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Usaha penangkapan di kawasan danau semayang,

sangat didominasi oleh alat tangkap jaring rimpa, rengge (jaring insang), rawai, dan hancau.

Masyarakat Desa Pela juga melakukan diversifikasi usaha yang dengan melakukan beberapa jenis usaha oleh rumah tangga masyarakat nelayan untuk tujuan menciptakan penguatan ekonomi keluarga dan peningkatan kesejahteraan hidup berdasarkan aspek sosial ekonomi. Diversifikasi usaha sudah lama dilakukan oleh masyarakat sebagai strategi adaptasi dalam mengembangkan usaha dibidang perikanan. Penerimaan yang diperoleh dari usaha sampingan sangat membantu dalam

meningkatkan produktivitas penangkapan

ataupun budidaya.

Diversifikasi usaha dibidang perikanan

yang lebih dominan dilaksanakan oleh

masyarakat Desa Pela adalah usaha

penangkapan dan budidaya ikan dalam

karamba. Namun demikian, terdapat juga

beberapa nelayan yang memiliki usaha

sampingan seperti buruh tani sawah, ternak ayam.

Keberadaan Danau Semayang dengan potensi perikanan yang melimpah menyebabkan

masyarakat yang berada di sekitarnya

memanfaatkan danau tersebut sebagai sumber

kehidupan. Matapencaharian masyarakat

dipengaruhi dengan lingkungan sumberdaya alam sekitarnya. Begitupula halnya dengan responden di Desa Pela yang menggantungkan hidupnya di sektor perikanan terutama dari kegiatan penangkapan. Walaupun ada beberapa responden yang pekerjaan utamanya tidak dari hasil penangkapan, namun pekerjaan sebagai nelayan dan pembudidaya karamba menjadi sampingan mereka.

Matapencaharian responden terdiri dari 7 (15,22%) responden sebagai nelayan dan tidak memiliki pekerjaan sampingan, 2 (4,35%) responden sebagai guru sementara nelayan dan sebagai pembudidaya karamba hanya sebagai sampingan. Namun hampir sebagian besar responden lainnya (35 orang atau 76,10%) memiliki pekerjaan utama sebagai nelayan dan melakukan pekerjaan sampingan seperti : budidaya ikan dalam karamba, bertani, tukang, penjual kayu atau buruh kayu, pedagang sembako, pedagang pengumpul hasil perikanan (tengkulak), buruh tengkulak, pedagang es batu, penjahit dan taksi cess.

Hasil penelitian menunjukkan, bahwa sebagian besar masyarakat nelayan di Desa Pela melakukan beragam kegiatan perikanan dan non perikanan. Kegiatan perikanan sebagai mata pencaharian utama adalah sebagai nelayan,

sedangkan kegiatan budidaya karamba,

pembuatan alat tangkap, dan pengolahan hasil perikanan dalam bentuk ikan kering sebagai

(5)

usaha sampingan. Untuk usaha non perikanan meliputi usaha perdagangan, petani sawah, perternakan, kerajian anyaman, taxi kapal/ces, dan guru TPA. Untuk kegiatan bagi isteri nelayan seperti berdagang kecil-kecilan, kerajinan anyaman, pembuatan jala, dan guru mengaji (TPA). Secara umum kegiatan pola nafkah ganda ini dilakukan oleh masyarakat

nelayan dengan motivasi untuk dapat

menambah pendapatan keluarga.

Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan di Desa Pela

A. Berdasarkan indikator Kemiskinan

BKKBN

Tingkat kesejahteraan berdasarkan

indikator BKKBN yaitu terlihat dari pemenuhan terhadap kebutuhan dasar, kebutuhan sosial psikologis, kebutuhan pengembangan dan partisipasi dalam kegiatan sosial. Berdasarkan hasil analisis dan rekapitulasi data diperolah hasil sebagai berikut.

Tabel 1. Pentahapan Keluarga Sejahtera

Masyarakat Nelayan di Desa Pela Berdasarkan Indikator BKKBN

Sumber : Data Primer diolah, 2010

Hasil rekapitulasi tingkat kesejahteraan pada rensponden Desa Pela berdasarkan

indikator BKKBN menunjukkan bahwa

sebagian besar responden termasuk dalam kategori miskin yaitu 91,30% yang terdiri dari 17,39% tergolong Prasejahtera dan 73,91% tergolong Sejahtera I. Hal ini karena umumnya mereka belum mampu memenuhi kebutuhan sosial yang termasuk di dalamnya kebutuhan psikologis, kebutuhan pengembangan dan partisipasi dalam kegiatan sosial. Sedangkan yang termasuk kategori tidak miskin sebesar 8,69% yaitu tergolong dalam Sejahtera II 2,17% dan Sejahtera III plus 6,52%.

Keluarga sejahtera adalah keluarga yang

mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan

jasmani, rohani dan sosial dengan sebaik-baiknya. Suatu keluarga akan merasa bahagia jika segala kebutuhan rohani terpenuhi secara seimbang dengan keadaan materiil yang dimiliki. Pencapaian keluarga sejahtera sangat tergantung pada kesadaran keluarga tersebut

untuk meningkatkan taraf hidup dan didukung oleh sarana dan prasarana yang terkait.

B. Berdasarkan Indikator Garis Kemiskinan

Menurut Sajogyo

Garis kemiskinan menurut Sajogyo dalam Rusli (1995), adalah pengukuran tingkat kesejahteraan menggunakan pendapatan per

kapita yang disetarakan dengan beras.

Pendapatan yang digunakan adalah pendapatan Kepala Keluarga. Setelah diperoleh pendapatan per kapita per tahun kemudian disetarakan dengan harga beras yang dikonsumsi untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat. Beras yang dikonsumsi responden berbeda-beda sehingga penentuan harga beras didasarkan pada harga beli masing-masing responden. Hasil analisis tingkat kesejahteraan adalah sebagai berikut.

Tabel 2. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan di Desa Pela Berdasarkan Garis Kemiskinan Menurut Sajogyo.

Sumber : Data Primer diolah, 2010

Data pada tabel di atas menunjukkan nelayan di Desa Pela 100% yang tergolong tidak miskin atau sejahtera, artinya bila berdasarkan pendekatan ekonomi dalam hal ini pendapatan perkapita, seluruh responden mampu mencukupi kebutuhan hidupnya untuk bahan pangan utama yaitu beras.

Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian puslitbang pedesaan Universitas Hasanuddin dalam Kusnadi (2002), yang menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat yang tinggal di desa-desa pesisir taraf kesejahteraan hidupnya rendah. Responden yang merasa penghasilannya cukup mengkonsumsi beras buyau dengan harga Rp. 6.000/Kg yang tergolong enak rasanya. Sementara responden yang mengkonsumsi beras mawar dengan harga Rp. 4.000/Kg sebagai salah satu cara untuk mencukupkan pendapatan dengan harga barang yang dibutuhkan. Indikator garis kemiskinan Sajogyo hanya melihat dari sisi pendapatan saja, maka tingkat kesejahteraan

responden pun diukur dengan melihat

pendapatannya saja.

Berdasarkan Indikator BPS

Berdasarkan indikator BPS, untuk

mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat menggunakan 8 pendekatan yaitu pendapatan,

(6)

konsumsi atau pengeluaran rumah tangga, keadaan tempat tinggal, fasilitas tempat tinggal,

kesehatan anggota keluarga, kemudahan

mendapatkan pelayanan kesehatan, kemudahan memasukan anak ke jenjang pendidikan dan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi.

Penilaian tempat tinggal dilakukan dengan 5 kriteria yaitu jenis atap rumah, dinding, status kepemilikan rumah, lantai dan luas lantai. Fasilitas tempat tinggal dinilaidari 12 kriteria yaitu pekarangan, alat elektronik,

pendingin, penerangan, kendaraan yang

dimiliki, bahan bakar untuk memasak, sumber air bersih, fasilitas air minum, cara memperoleh air minum, sumber air minum, WC dan jarak WC dari rumah.

Kemudahan mendapatkan pelayanan

kesehatan terdiri dari 6 kriteria yaitu jarak rumah sakit terdekat, jarak toko obat, penanganan obat-obatan, harga obat-obatan dan alat kontrasepsi. Kemudahan memasukan anak ke jenjang pendidikan terdiri dari 3 kriteria yaitu biaya sekolah, jarak ke sekolah dan proses

penerimaan. Demikian juga kemudahan

mendapatkan fasilitas transportasi terdiri dari 3 kriteria yaitu ongkos kendaraan, fasilitas kendaraan dan status kepemilikkan kendaraan.

Berdasarkan rekapitulasi data dengan menggunakan indikator BPS, menunjukkan kondisi tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan Desa Pela sebagai berikut.

Tabel 3. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan di Desa Pela Berdasarkan Indikator BPS

Sumber : Data Primer diolah, 2010

Berdasarkan Tabel di atas, 97,83% responden tergolong dalam keluarga dengan tingkat kesejahteraan sedang dan 2,17% tergolong tingkat kesejahteraan rendah, sehingga dapat dikatakan sebagian besar masyarakat nelayan di Desa Pela termasuk dalam tingkat kesejahteraan sedang atau tidak miskin.

Perbedaan Tingkat Kesejahteraan Berdasarkan Tiga Indikator

Berdasarkan 3 indikator yang

digunakan (BKKBN, Sajogyo dan BPS) untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Desa Pela, menunjukkan bahwa sebagian besar responden merupakan keluarga

yang taraf hidupnya termasuk ke dalam keluarga sejahtera (tidak miskin), tetapi menurut indikator BKKBN sebaliknya banyak responden yang termasuk kategorikan miskin. Perbedaan hasil dari ketiga indikator di atas terjadi karena masing-masing indikator menggunakan dasar penilaian yang berbeda pula.

Kemiskinan yang terjadi pada sebagian responden ini dapat dilihat dari dua sisi yaitu kemiskinan kultural dan kemiskinan struktural. Adapun kemiskinan kultural lebih dipicu karena sifat ”nerimo” dan apa adanya, sedangkan kemiskinan struktural dapat dilihat dari keterpurukan dan ketidakberdayaan mereka dalam bidang pendidikan yang minim, dimana sebagian besar nelayan di desa ini hanya tamatan SD bahkan ada yang tidak sekolah. Selain itu belum ada lembaga perikanan yang membantu baik dalam hal penyuluhan maupun pengadaan bibit.

Kondisi yang disampaikan di atas sesuai dengan pernyataan Mulyadi (2005), bahwa kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan multidimensional, baik dilihat dari aspek kultural maupun aspek struktural. Ada empat masalah pokok yang menjadi penyebab dari kemiskinan, yaitu kurangnya kesempatan (lack opportunity), rendahnya kemampuan (low of capabilities), kurangnya jaminan (low level-security) dan keterbatasan hak-hak sosial, ekonomi dan politik sehingga menyebabkan kerentanan (vulnerability), keterpurukan

(voicelessness), dan ketidakberdayaan

(powerlessness) dalam segala bidang.

Masalah yang Dihadapi Masyarakat Nelayan Desa Pela dalam Meningkatkan

Kesejahterannya

1. Belum ada sistem lembaga perekonomian alternatif yang dapat membantu usaha baik budidaya maupun tangkap, mereka lebih cenderung meminjam kepada kerabat atau keluarga dengan kemampuan yang juga terbatas.

2. Masyarakat Desa Pela umumnya tidak

mempunyai sarana MCK sendiri, sehingga masih lebih banyak mengadalkan MCK umum atau milik sendiri tetapi berada di atas jamban dipinggiran aliran sungai sehingga dirasakan kurang memenuhi standar kesehatan.

3. Kondisi alam terutama yang berkaitan dengan perairan danau yang pada bulan-bulan tertentu dapat mengalami sangat surut

sehingga mempengaruhi aktifitas

penangkapan

(7)

1. Profil aktifitas ekonomi masyarakat nelayan di Desa Pela meliputi aktifitas dibidang perikanan (tangkap, budidaya karamba, pengolah ikan asin, pedagang pengumpul dan pembuat alat tangkap) maupun non perikanan (usaha perdagangan, petani sawah dan kebun, perternakan, kerajian anyaman, taxi kapal/ces, dan guru TPA). Umumnya mereka melakukan diversifikasi usaha untuk meningkatkan pendapatan keluarga.

2. Tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Desa Semayang menunjukkan hasil bahwa berdasarkan indikator BKKBN umumnya

responden termasuk kategori miskin

sedangkan indikator garis kemiskinan Sajogyo dan indikator BPS umumnya responden termasuk kategori tidak miskin. Hal ini terjadi karena ke tiga indikator ini menggunakan pendekatan yang berbeda yaitu sosial dan ekonomi.

DAFTAR PUSTAKA

Kusnadi. 2002. Diversifikasi Pekerjaan di kalangan nelayan. Prisma No. 7, Tahun XXVI, Juli-Agustus, 1997. Mulyadi, S. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta

: Raja Grafindo Persada.

Monografi Desa Pela, 2009. Pemerintahan Desa Pela Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kertanegara.

Lembaga Penelitian Universitas Mulawarman. 2007. Laporan penelitian Evaluasi Sumberdaya perikanan dan Nelayan di Danau Jempang, Danau Semayang dan Danau Melintang. Samarin

Rusli, S. 1995. Metodologi Identifikasi Golongan dan Daerah Miskin. Suatu Tinjauan dan Alternatif. Jakarta : Grasindo.

Rusli, S. 1996. Pengantar Ilmu Kependudukan. Pustaka LP3ES, Jakarta.

Gambar

Tabel 2.  Tingkat  Kesejahteraan  Masyarakat  Nelayan  di  Desa  Pela  Berdasarkan  Garis Kemiskinan Menurut Sajogyo
Tabel 3. Tingkat  Kesejahteraan  Masyarakat  Nelayan  di  Desa  Pela  Berdasarkan  Indikator BPS

Referensi

Dokumen terkait

Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil.. Soekartawi, A., Soeharjo,

Perusahaan yang menetapkan strategi proses seperti ini biasanya fasilitas yang dimiliki membutuhkan biaya tetap yang tinggi tetapi biaya variable rendah sebagai dampak dari

Polda lampung / Polres Metro, Tugas pihak Kepolisian bukan hanya sebagai penegak hukum saja namun tugas sebagai pelayan dan menolong masyarakat yang membutuhkan juga menjadi

Pelaksanaan Operasi Ramadniya akan dilaksanakan selama 16 hari mulai dari tanggal 19 Juni s/d 4  Juli  2017,  selanjutnya  pelaksanaan  apel  gelar  pasukan 

The application developer needs to provide only four items to the Hadoop framework: the class that will read the input records and transform them into one key/value pair per record,

januari 2017 dengan 1 orang siswa kelas kontrol yang telah diberikan perlakuan, diperoleh informasi bahwa siswa kurang tertarik dengan cara penyampaian guru

Adapun subyek dalam metode wawancara penelitian ini diantaranya yaitu kepada guru mata pelajaran akidah akhlak kelas VII dan 2 peserta didik kelas VII A, hal ini

[r]