• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK USIA D (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK USIA D (1)"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK USIA DINI A. Latar Belakang

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. (UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 ayat 14).

Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini sepatutnya juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan tidak terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya, pendidikan anak usia dini dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya interaksi manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini.

(2)

(lima) aspek perkembangan anak usia dini secara lebih dalam, yaitu: perkembangan fisik, kognitif, bahasa, emosi, dan sosial.

Menurut Megawangi dalam Siti Aisyah dkk. (2007: 8), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila mereka berada di lingkungan yang berkarakter pula. Usaha mengembangkan anak-anak agar menjadi pribadi-pribadi yang bermoral atau berkarakter baik merupakan tanggung jawab keluarga, sekolah, dan seluruh komponen masyarakat. Usaha tersebut harus dilakukan secara terencana, terfokus, dan komprehensif.

Pelaksanaan pendidikan pada anak usia dini, dapat dilihat pada firman Allah SWT dalam Al-Qur’an, sebagai berikut:

ل¼ي . شل.&و/ .ل¼ع.تل .َل¼ /ُِتٰ .ههمٱلِ&و /ط/بل ½ ِ مل /ُ.ج.ر¼خٱل/ هَ ٱ.(

ل¼َ ¼َ ٱ.(ل .رٰ .ٰ¼ب ¼َ ٱ.(ل. ¼ هَك ٱل/ /ُ.كل. .ع.ج.(لو

ل¼ /ُهل.ع.كل. .ة

ل .&( /ر/ك ¼ش.ت

: حنكا(

٨٧

(

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (Q.S. An-Nahl: 78)

(3)

ل .& .َل ْ&

"Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib, berkata Ibnu Syihab: Setiap anak yang wafat wajib dishalatkan sekalipun anak hasil zina karena dia dilahirkan dalam keadaan fithrah Islam, jika kedua orangtuanya mengaku beragama Islam atau hanya bapaknya yang mengaku beragama Islam meskipun ibunya tidak beragama Islam selama anak itu ketika dilahirkan mengeluarkan suara (menangis) dan tidak dishalatkan bila ketika dilahirkan anak itu tidak sempat mengeluarkan suara (menangis) karena dianggap keguguran sebelum sempurna, berdasarkan perkataan Abu Hurairah r.a yang menceritakan bahwa Nabi SAW bersabda: "Tidak ada seorang anakpun yang terlahir kecuali dia dilahirkan dalam keadaan fithrah. Maka kemudian kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat ada cacat padanya?". Kemudian Abu Hurairah r.a berkata (mengutip firman Allah, yang artinya): “Sebagai fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. [Q.S. Ar-Ruum: 30]. (H. R. Bukhari Nomor 1270).

(4)

Pemahaman anak akan nilai-nilai agama menurut Ernest Harms dalam Lilis Suryani dkk., (2008: 10-11) berlangsung melalui 3 tahap, yaitu: 1) Tingkat Dongeng (The Fairy Tale Stage), 2) Tingkat Kenyataan (The Realistic Stage), dan 3) Tingkat Individu (The Individual Stage).

Minat anak terhadap agama sudah mulai muncul sejak usia dini. Akan tetapi, minat terhadap agama ini tidak dapat selalu ditafsirkan bahwa anak mulai menunjukkan sikap rajin beribadah sesuai dengan ritual keagamaan keluarganya. Rasa ingin tahu anak terhadap agama biasanya muncul melalui banyak pertanyaan yang berkaitan dengan agama, seperti “Apakah Tuhan memiliki mata sehingga Dia bisa melihat semua perbuatan yang kita lakukan?” atau “Dimanakah Tuhan bertempat tinggal? Atau pertanyaan lain yang mengusik seperti “Apakah Tuhan itu ada?”

Konsep anak tentang agama sangat realistik karena anak menterjemahkan apa yang didengar dan dilihat sesuai dengan apa yang sudah diketahuinya. Bagi anak, Tuhan dapat berwujud, seperti seseorang yang berambut putih, berjanggut putih dan panjang serta berpakaian serba putih. Contoh lainnya, anak mungkin mendeskripsikan sesosok malaikat sebagai makhluk yang berjenis kelamin laki-laki atau perempuan dan baik hati.

B. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pengertian pendidikan itu bermacam-macam, hal ini disebabkan karena perbedaan falsafah hidup yang dianut dan sudut pandang yang memberikan rumusan tentang pendidikan itu. Oleh karena itu, istilah Pendidikan Agama Islam itu bermakna umum, yaitu:

1. Pendidikan (menurut/ berdasarkan) Islam, yakni pendidikan yang dipahami, disusun, dan dikembangkan menurut ajaran Islam. Jadi, sifatnya normatif. Dan dalam kerangka akademik merupakan lahan filsafat pendidikan Islam; 2. Pendidikan (Agama) Islam, yaitu upaya mengajarkan dan mendidikkan

(5)

nonformal dan formal. Sifatnya proses oprasional. Dalam kerangka akademik menjadi lahan Ilmu Pendidikan Islam teoritis; dan

3. Pendidikan (dalam) Islam, yakni proses dan praktek penyelenggaraan pendidikan Islam yang berlangsung berkembang dalam perjalanan sejarah umat Islam. Sifatnya sosio-historis. Dalam kerangka akademik menjadi lahan Sejarah Pendidikan Agama Islam.

Dari beberapa penjelasan di atas menunjukkan bahwa ketiga istilah tersebut meskipun mirip, dalam tataran implementasi memiliki perbedaan. Istilah Pendidikan Islam sifatnya umum, menunjuk pada semua hal terkait dengan pendidikan dalam kontek Islam, baik berupa kekurangannya dalam bentuk mata pelajaran/kuliah agama Islam pada jalur, jenis dan jenjang pendidikan pendidikan dalam kontek Islam, baik berupa pemikiran, institusi, maupun tertentu. Sedangkan Pendidikan Keagamaan Islam lebih mengarah pada bentuk satuan pendidikan atau program pendidikan, yang dapat berupa pendidikan diniyah dan pendidikan pesantren.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 disebutkan, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang di perlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

(6)

Sedangkan Pendidikan Agama Islam berarti "usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam"(Zuhairani, 1983: 27).

Pendidikan Islam adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal dan juga karena ajaran Islam berisi tentang ajaran sikap dan tingkah laku pribadi masyarakat menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka pendidikan Islam adalah pendidikan individu dan pendidikan masyarakat. Semula yang bertugas mendidik adalah para Nabi dan Rasul selanjutnya para ulama, dan cerdik pandailah sebagai penerus tugas, dan kewajiban mereka (Darajat, 1992: 25-28).

Menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan Dalam Persfektif Islam (2005: 45) mengatakan bahwa para ahli pendidikan Islam telah mencoba memformulasi pengertian pendidikan Islam, di antara batasan yang sangat variatif tersebut adalah:

1. Al-Syaibany mengemukakan bahwa pendidikan agama Islam adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan pengajaran sebagai sesuatu aktivitas asasi dan profesi di antara sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.

2. Muhammad fadhil al-Jamaly mendefenisikan pendidikan Islam sebagai upaya pengembangan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurnah, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan maupun perbuatanya.

(7)

4. Ahmad Tafsir mendefenisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut diatas, bahwa pengertian pendidikan agama Islam dapat diartikan sebagai suatu pembelajaran yang dilakukan oleh seseorang atau instansi pendidikan yang memberikan materi mengenai agama Islam kepada orang yang ingin mengetahui lebih dalam tentang agama Islam baik dari segi materi akademis maupun dari segi praktik yang dapat dilakukan sehari-hari. Setiap orang di dunia ini pastilah memiliki kepercayaan untuk menyembah Tuhan, akan tetapi ada sebagian orang yang memilih untuk tidak menganut agama apapun yang ada di dunia ini, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan lain sebagainya. Untuk agama Islam sendiri di Indonesia merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduknya, untuk itu pastilah di instansi pendidikan manapun pasti memberikan pelajaran agama Islam di dalamnya.

C. Pendidikan Anak Usia Dini

Pada tahun 1950, melalui UU No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah keberadaan TK resmi diakui sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Pada tahun itu pula, tepatnya tanggal 22 Mei 1950 berdiri IGTKI. Pada tahun 1951 berdiri Yayasan Bersekolah Pada Ibu yang menyumbang pendirian TK hingga menyebar ke luar pulau Jawa.

Pada tahun 2001 dibentuk Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) yang mengemban mandat melakukan pembinaan satuan PAUD nonformal. Pada tahun 2002 terbentuk konsorsium PAUD yang membantu pemerintah dalam merumuskan kebijakan.

(8)

tentang pengertian PAUD; pasal 28 yang secara khusus mengatur tentang PAUD; dan pasal-pasal terkait lainnya.

Periode 2010-sekarang, ditandai dengan kebijakan penggabungan pembinaan PAUD formal dan PAUD nonformal di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI) melalui Peraturan Presiden No. 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2010.

Pada perjalanan sejarah pembinaan PAUD di Indonesia, akhirnya terjadi kristalisasi bentuk-bentuk satuan PAUD dengan berbagai karakteristiknya yang meliputi TK (termasuk Taman Kanak-kanak Bustanul Athfal/TK-BA), RA, KB, TPA, Satuan PAUD Sejenis, serta PAUD berbasis keluarga dan/atau lingkungan. 1. Pengertian Anak Usia Dini

Anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-8 tahun. Menurut Beichler dan Snowman (Dwi Yulianti, 2010: 7), anak usia dini adalah yang berusia antara 3-6 tahun, Sedangkan hakikat anak usia dini (Augusta, 2012) adalah individu yang unik dimana ia memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan dalam aspek fisik, kognitif, sosial emosional, kreativitas, bahasa dan komunikasi yang khusus sesuai dengan tahap yang sedang dilalui oleh anak tersebut.

Anak Usia Dini menurut National Assosiation in Education for Young Children (NAEYC) adalah anak yang berbeda pada rentang usia lahir sampai usia 8 tahun (Wikipedia, 2007). Anak usia dini memiliki potensi genetik dan siap untuk dikembangkan melalui pemberian berbagai rangsangan. Sehingga pembentukan perkembangan selanjutnya dari seorang anak sangat ditentukan pada masa awal perkembangan anak.

(9)

Anak usia dini memerlukan banyak sekali informasi untuk mengisi pengetahuannya agar siap menjadi manusia sesungguhnya, Dengan mengikutsertakan anak dalam program PAUD. Hasilnya, otak yang merupakan pusat koordinasi pun bekerja keras menemukan hal-hal baru yang akan menjadi pengisi memori otak sekaligus menjadi bekal pertumbuhan (Adi Susilo, 2011:13)

Anak usia dini menurut Aisyah (2007:3) adalah anak yang berada pada rentang 0-8 tahun, yang tercakup didalam program pendidikan ditaman penitipan anak, penitipan anak pada keluarga (family child care home), pendidikan prasekolah, baik swasta maupun negeri, TK dan SD.

Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia enam tahun, usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Sujiono, 2009:7)

Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya yang dilakukan oleh orang dewasa untuk membina anak usia dini melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu tumbuh kembang jasmani dan rohani mulai anak dilahirkan hingga anak tersebut dianggap matang dalam memecahkan masalahnya supaya kelak anak tersebut memiliki kesiapan dalam menempuh pendidikan dasar dan kehidupan pada tahap-tahap selanjutnya.

Mansur (2005:88-89) menyatakan Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu proses pembinaan tumbuh kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh, yang mencakup aspek fisik dan motorik, engan memberikan ransangan bagi perkembangan jasmani, rohani (moral dan spiritual), motorik akal pikir, emosional dan sosial yang tepat agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

(10)

Masa anak usia dini sering disebut dengan istilah ” golden age” atau masa emas. Pada masa ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dam berkembang secara cepat dan hebat. Perkembangan setiap anak tidak sama karena setiap individu memiliki perkembangan yang berbeda. Makanan yang bergizi dan seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan dan perkembangan tersebut. Apabila anak diberikan stimulasi secara intensif dari lingkungannya, maka anak akan mampu menjalani tugas perkembangan dengan baik.

Masa kanak-kanak merupakan masa saat anak belum mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Mereka cenderung senang bermain pada saat yang bersamaan, ingin menagn sendiri dan sering mengubah aturan main untuk kepentingan diri sendiri. Dengan demikian, dibutuhkan upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua asperk perkembangan, baik perkembangan fisik maupun perkembangan psikis. Potensi anak sangat penting untuk dikembangkan. Potensi-potensi tersebut meliputi penanaman moral dan agama, kognitif, bahasa, sosioemosional, fisik motorik dan seni.

Kesalahan dalam menanamkan konsep pada masa tumbuh kembang anak usia dini akan berakibat fatal, sehingga pendidik perlu memahami dan menguasai tentang konsep pendidikan anak usia dini.

Dari berbagai definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berusia 0-8 tahun yang sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan, baik fisik maupun mental.

2. Karakteristik Anak Usia Dini

Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, sosial, moral dan sebagainya. Menurut Aisyah, (2007:3) karakteristik anak usia dini antara lain:

a. Memiliki rasa ingin tahu yang besar.

(11)

potensial untuk mempelajari sesuatu, rasa ingin tahu anak sangat besar. Hal ini dapat kita lihat dari anak sering bertanya tentang apa yang mereka lihat. Apabila pertanyaan anak belum terjawab, maka mereka akan terus bertanya sampai anak mengetahui maksudnya.

b. Merupakan pribadi yang unik

Setiap anak memiliki keunikan sendiri-sendiri yang berasal dari faktor genetik atau bisa juga dari faktor lingkungan. Faktor genetik misalnya dalam hal kecerdasan anak, sedangkan faktor lingkungan bisa dalam hal gaya belajar anak. c. Suka berfantasi dan berimajinasi

Anak usia dini suka membayangkan dan mengembangkan suatu hal melebihi kondisi yang nyata. Salah satu khayalan anak misalkan kardus, dapat dijadikan anak sebagai mobil-mobilan.

d. Masa potensial untuk belajar

Anak sering merasa bosan dengan satu kegiatan saja. Bahkan anak mudah sekali mengalihkan perhatiannya pada kegiatan lain yang dianggapnya lebih menarik.

e. Menunjukkan sikap egosentris

Anak yang egosentris biasanya lebih banyak berpikir dan berbicara tentang diri sendiri dan tindakannya yang bertujuan untuk menguntungkan dirinya, misalkan anak masih suka berebut mainan dengan teman-teman di lingkungan sekitarnya.

f. Memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek

Menurut Berg, rentang perhatian anak usia 5 tahun untuk dapat duduk tenang memperhatikan sesuatu adalah sekitar 10 menit, kecuali hal-hal yang biasa membuatnya senang.

(12)

Melalui bermain ini anak belajar bersosialisasi, apabial anak belum dapat beradaptasi dengan teman lingkungannya, maka anak-anak akan dijauhi oleh teman-temannya. Dengan begitu anak akan belajar menyesuaikan diri dan anak akan mengerti bahwa dia membutuhkan orang lain di sekitarnya.

Terdapat beberapa karakteristik anak usia dini menurut Hibama S Rahman (2002: 43-44), yaitu:

a. Usia 0 – 1 tahun

Perkembangan fisik pada masa bayi mengalami pertumbuhan yang paling cepat dibanding dengan usia selanjutnya karena kemampuan dan keterampilan dasar dipelajari pada usia dini. Kemampuan dan keterampilan dasar tersebut merupakan modal bagi anak untuk proses perkembangan selanjutnya. Karakteristik usia bayi adalah sebagai berikut:

1) Keterampilan motorik antara lain anak mulai berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan,

2) Keterampilan menggunakan panca indera yaitu anak melihat atau mengamati, meraba, mendengar, mencium, dan mengecap dengan memasukkan setiap benda ke mulut,

3) Komunikasi sosial anak yaitu komunikasi dari orang dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi

b. Usia 2 – 3 tahun

Usia ini anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat pada perkembangan fisiknya. Karakteristik yang dilalui anak usia 2-3 tahun antara lain:

1) Anak sangat aktif untuk mengksplorasi benda-benda yang ada disekitarnya. Eksplorasi yang dilakukan anak terhadap benda yang ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif.

(13)

3) Anak belajar mengembangkan emosi yang didasarkan pada faktor lingkungan karena emosi lebih banyak ditemui pada lingkungan.

c. Usia 4 – 6 tahun

Anak pada usia ini kebanyakan sudah memasuki Taman Kanak-kanak atau Paud. Karakteristik anak 4-6 tahun adalah:

1) Perkembangan fisik anak sangat aktif dalam berbagai kegiatan sehingga dapat membantu mengembangkan otot-otot anak

2) Perkembangan bahasa semakin baik anak mampu memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya

3) Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat ditunjukkan dengan rasa keingintahuan anak terhadap lingkungan sekitarnya. Anak sering bertanya tentang apa yang dilihatnya,

4) Bentuk permainan anak masih bersifat individu walaupun dilakukan anak secara bersama-sama.

d. Usia 7 – 8 tahun

Berbeda dengan anak usia dibawah 6 tahun, maka karakteristik anak usia 7-8 tahun adalah:

1) Dalam perkembangan kognitif anak mampu berpikir secara analisis dan sintesis, deduktif dan induktif ( mampu berpikir bagia per bagian),

2) Perkembangan sosial, anak mulai ingin melepaskan diri dari orangtuanya. Anak sering bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebayanya,

3) Anak mulai menyukai permainan yang melibatkan banyak orang dengan salaing berinteraksi,

4) Perkembangan emosi anak mulai berbentuk dan tampak sebagai-bagian dari kepribadian anak.

(14)

berbagai aspek perkembangan yang ada. Sedangkan karakteristik anak usia dini menurut Richard D. Kellough (Kuntjojo; 2010) adalah sebagai berikut: a) Egosentris, b) memiliki curiosity yang tinggi, c) makhluk sosial, d) The unique person, e) kaya dengan fantasi, f) daya konsentrasi yang pendek, g) masa belajar

yang paling potensial.

Egosentris adalah salah satu sifat seorang anak dalam melihat dan memahami sesuatu cenderung dari sudut pandang dan kepentingan diri sendiri. Anak mengira bahwa semuanya penuh dengan hal-hal yang menarik dan menakjubkan. Melalui interaksi dengan orang lain anak membangun konsep diri sehingga anak dikatakan sebagai makhluk sosial. Anak memiliki daya imajinasi yang berkembang melebihi apa yang dilihatnya. Anak juga memiliki daya perhatian yang pendek kecuali terhadap hal-hal bersifat menyenangkan bagi anak. Berbagai perbedaan yang dimiliki anak penanganan yang berbeda mendorong pada setiap anak. Pada masa belajar yang potensial ini, anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan berkembang dengan cepat.

Kartoni Kartono dalam Saring Marsudi (2006:6) mendiskripsikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut:

1) Bersifat egoisantris naif

Anak memandang dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dengan pengetahuan dan pemahamannya sendiri, dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit. Maka anak belum mampu memahami arti sebenarnya dari suatu peristiwa dan belum mampu menempatkan diri ke dalam kehidupan orang lain. 2) Relasi sosial yang primitif

Merupakan akibat dari sifat egoisantris naif. Ciri ini ditandai oleh kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antara dirinya dengan keadaan lingkungan sosialnya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat terhadap benda-benda atau peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya. Anak mulai membangun dunianya dengan khayalan dan keinginan sendiri.

(15)

Anak belum dapat membedakan antara dunia lahiriah dan batiniah. Isi lahiriah dan batiniah masih merupakan kesatuan yang utuh. Penghayatan anak terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas, spontan dan jujur baik dalam mimik, tingkah laku maupun pura-pura, anak mengekspresikannya secara terbuka karena itu janganlah mengajari atau membiasakan anak untuk tidak jujur.

4) Sikap hidup yang fisiognomis

Anak bersifat fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung anak memberikan atribut atau sifat lahiriah atau sifat konkrit, nyata terhadap apa yang dihayatinya. Kondisi ini disebabkan karena pemahaman anak terhadap apa yang dihadapinya masih menyatu antara jasmani dan rohani. Anak belum dapat membedakan antara benda hidup dan benda mati. Segala sesuatu yang ada disekitarnya dianggap memiliki jiwa yang merupakan makhluk hidup yang memiliki jasmani dan rohani seperti dirinya sendiri.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak usia dini itu merupakan makhluk sosial yang unik dan kaya dengan potensi. Untuk itu lingkungan disekitar anak perlu memberi rangsangan, motivasi dan bimbingan agar potensi yang dimiliki anak dapat berkembang dengan optimal.

3. Perkembangan Anak Usia Dini

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menuntut pendidik yang memiliki kemampuan professional, social dan pribadi yang baik. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh pendidik adalah memahami perkembangan anak. Pemahaman karakteristik perkembangan anak memberikan konstribusi terhadap pendidik untuk merancang kegiatan menata lingkungan belajar, mengimplementasikan pembelajaran serta mengevaluasikan perkembangan dan belajar anak.

(16)

Oleh karena itu, terdapat beberapa aspek perkembangan AUD, antara lain: a. Perkembangan fisik, baik motorik halus maupun motorik kasar.

Yang termasuk motorik halus adalah gerakan kaki dan yang termasuk dalam motorik kasar adalah langkah kaki anak saat berjalan maupun berlari.

b. Perkembangan emosional dan sosial

Emosional berkaitan erat dengan segala hal yang berhubungan dengan perasaan anak, baik saat senang, kesal, gembira, sedih dan lain-lain. Sedangkan perkembangan sosial disini adalah interaksi anak baik dengan lingkungan maupun orang-orang yang berada disekitar keberadaan si anak.

c. Perkembangan Kognitif/ Intelektual

Perkembangan kognitif adalah perkembangan kemampuan anak untuk menggunakan bahasa.

Adapun prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini meliputi: a. Anak berkembang secara holistic

b. Perkembangan terjadi dalam urutan yang beraturan

c. Perkembangan anak berlangsung pada tingkat yang beragam didalam dan diantara anak.

d. Perkembangan baru didasarkan pada perkembangan sebelumnya e. Perkembangan mempunyai pengaruh yang bersifat kumulatif

(17)

bersifat akademis, kesalahpahaman masyarakat tentang konsep pendidikan anak usia dini.

Prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini menurut Bredekamp dan Coople (Aisyah dkk, 2007:1.17-1,23) adalah sebagai berikut:

a. Perkembangan aspek fisik, social, emosional, kognitif anak saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain

b. Perkembangan fisik/ motorik, emosi, social, Bahasa dan kognitif anak terjadi dalam suatu urutan tertentu yang relative dapat diramalkan.

c. Perkembangan berlangsung dalam rentang yang bervariasi antar anak dan antar bidang perkembangan dari masing-masing fungsi

d. Pengalaman awal anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap perkembangan anak

e. Perkembangan anak berlangsung kearah yang makin kompleks, khusus f. Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks

social budaya yang majemuk

g. Anak adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun pemahamannya tentang lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, social dan pengetahuan yang diperolehnya

h. Perkembangan dan belajar merupakan interaksi kematangan biologis dan lingkungan fisik maupun lingkungan social

i. Bermain merupakan sarana penting bagi perkembangan social, emosional dan kognitif anak serta menggambarkan perkembangan anak

(18)

k. Anak memiliki modalitas beragam (ada tipe visual, kinestetik atau gabungan dari tipe-tipe itu) untuk mengetahui sesuatu sehingga dapat belajar hal yang berbeda dalam memperlihatkan hal-hal yang diketahuinya

l. Kondisi terbaik anak untuk berkembang dan belajar adalah dalam komunitas yang menghargainya, memenuhi kebutuhan fisiknya dan aman secara fisik dan fisiologis

4. Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini

Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip (dirjenpaud: 2007), sebagai berikut:

a. Berorientasi pada kebutuhan anak

Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi pada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaua-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik dan sosioemosional.

b. Belajar sambil bermain

Bermain merupakan sarana belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan dan mengambil kesimpulan mengenai benda disekitarnya.

c. Menggunakan lingkungan yang konduksif

Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa ehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain

d. Menggunakan pembelajaran terpadu

(19)

agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah bermanfaat bagi anak.

e. Menggunakan berbagai kecakapan hidup

Membangun keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksud agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggung jawab serta memiliki disiplin diri.

f. Menggunakan berbagai media educatif dan sumber belajar

Media dan sumber belajar dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik/ guru. Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap dimulai dari konsep yang sederhana. D. Metode-Metode Pembelajaran Agama Islam Untuk Anak Usia Dini

Seperti uraian sebelumnya diatas, tidak semua metode cocok diterapkan dalam program kegiatan anak usia dini. Oleh karena itu metode-metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak usia dini adalah sebagai berikut:

1. Metode Bermain

(20)

Melalui kegiatan bermain yang dilakukan anak, guru akan mendapat gambaran tentang tahap perkembangan dan kemampuan umum anak. Bentuk-bentuk bermain antara lain sebagai berikut:

a. Bermain sosial

Peran guru yang mengamati cara bermain anak akan memperoleh kesan bahwa partisipasi anak dalam kegiatan bermain dengan teman-temannya. Masing-masing anak akan menunjukkan derajat berbeda, menurut Parten ‘’Berbagai derajat partisipasi anak dalam kegiatan bermain, dapat bersifat soliter (bermain seorang diri), bermain sebagai penonton, bermain paralel. Bermain asosiatif dan bermain kooperatif (bermain bersama).

b. Bermain dengan Benda

Piaget mengemukakan bahwa ada beberapa tipe bermain dengan objek yang meliputi bermain praktis, bermain simbolik. Dan permainan dengan peraturan-peraturan. (Soemiarti Patmonodewo, 2003:106).

Bermain praktis adalah bentuk bermain yang pelakunya memakai berbagai kemungkinan mengeksplorasi objek yang dipergunakan. Misalnya anak bermain dengan kartu-kartu, kartu-kartu tersebut dapat diletakkan berdiri seolah-olah menjadi pagar atau dinding. Dalam hal ini dikatakan bahwa anak bermain simbolik. Dalam bermain simbolik tersebut anak menggunakan daya imajinasinya. Suatu permainan dapat dimainkan dengan menggunakan peraturan yang dibuat sendiri. Bagaimana cara anak menggunakan alat permainan dengan peraturan tertentu tergantung pada kematangan dan pengalaman anak.

c. Bermain Sosio-Dramatik

Bermain sosio-dramatik banyak diminati oleh para peneliti. Karena bermain sosio-dramatik mempunyai beberapa elemen yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Bermain dengan melakukan imitasi. Anak bermain purapura dengan

(21)

2) Bermain pura-pura seperti suatu objek. Anak melakukan gerakan dan menirukan suara yang sesuai dengan objeknya, misalnya anak menirukan mobil sambil berlari dan bersuara seperti mobil.

3) Bermain peran dengan menirukan gerakan. Misalnya anak bermain menirukan pembicaraan antara guru dan murid atau antara orang tua dan anak.

4) Persisten. Anak melakukan kegiatan bermain dengan tekun sedikitnya selama 10 menit.

5) Interaksi. Anak bermain paling sedikit dengan dua orang temannya atau lebih. 6) Komunikasi verbal. Pada saat bermain disetiap adegan anak melakukan

interaksi denga teman bermainnya.(Soemiarti Patmonodewo, 2003:103-107) Oleh karena itu metode yang banyak digunakan di PAUD yaitu metode bermain, karena dengan bermain dapat menjadi motivasi bagi anak didik untuk belajar serta mempunyai pengaruh yang positif karena anak dapat merasakan pembelajaran tersebut tidak hanya serius di dalam kelas melainkan juga dapat dilakukan diluar kelas dengan suasana yang menyenangkan.

2. Metode Pembiasaan

Metode pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk melatih anak agar memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu, yang umumnya berhubungan dengan pengembangan kepribadian anak seperti emosi, disiplin, budi pekerti, kemandirian, penyesuaian diri, hidup bermasyarakat, dan lain sebagainya.

(22)

untuk hal yang sama. Pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan.

Pembiasaan sebenarnya berintikan pengalaman, yang dibiasakan itu adalah sesuatu yang diamalkan. Metode pembiasaan juga tergambar dalam Al-Qur’an dalam penjabaran materi pendidikan melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan–kebiasaan yang negatif.

Kebiasaan ditempatkan oleh manusia sebagai sesuatu yang istimewa. Ia banyak sekali menghemat kekuatan manusia, karena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang pekerjaan, berproduksi dan aktivitas lainnya.

Demikian halnya dengan cara mendidik anak. Untuk dapat membina agar anak mempunyai sifat-sifat terpuji, tidaklah mungkin dengan menggunakan penjelasan pengertian saja, akan tetapi perlu membiasakannya untuk melakukan hal-hal yang baik yang diharapkan nanti dia akan memiliki sifat itu, serta menjauhi sifat tercela.

Kebiasaan dan latihan itulah yang membuat dia cenderung untuk melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk. Maka, semakin kecil umur anak, hendaknya semakin banyak latihan dan pembiasaan agama dilakukan pada anak, dan semakin bertambah umur anak, maka hendaknya semakin bertambah pula penjelasan dan pengertian tentang agama itu diberikan sesuai dengan tingkat perkembangannya.

Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa metode pembiasaan berarti cara untuk melakukan suatu tindakan dengan teratur dan telah terpikir secara baik-baik dan dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan.

(23)

Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembiasaan

Kelebihan Kekurangan

a. Dapat menghemat waktu dan tenaga dengan baik

b. Pembiasaan tidak hanya berkaitan dengan aspek lahiriah saja tetapi juga berhubungan dengan aspek batiniah

c. Pembiasaan dalam sejarah tercatat sebagai metode yang paling berhasil

tertanam pada diri anak, sulit untuk dihilangkan

c. Anak belum dapat mengidentifikasi antara yang benar dan salah

d. Membutuhkan guru yang dapat dijadikan teladan dan mempunyai kepribadianyang baik di mata anak

3. Metode Bercerita

Bercerita merupakan cara untuk meneruskan warisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bercerita juga dapat menjadi media untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Keterlibatan anak terhadap dongeng yang diceritakan akan memberikan suasana yang segar, menarik dan menjadi pengalaman yang unik bagi anak.Ada beberapa teknik mendongeng antara lain: membaca langsung dari buku cerita, menggunakan ilustrasi suatu buku sambil meneruskan bercerita, menceritakan dongeng, dan bercerita dengan menggunakan boneka. Dengan kata lain dengan bercerita membuat siswa dapat berillustrasi dan berangan-angan mereka sedang berada di dalam cerita tersebut.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Bercerita

Kelebihan Kekurangan

a. Dapat menjangkau anak yang lebih banyak

b. Waktu yang disediakan dapat dimanfaatkan dengan efisien dan efisien

c. Pengaturan kelas menjadi lebih sederhana

d. Guru dapat menguasai kelas dengan lebih mudah

e. Secara relative tidak banyak memerlukan biaya

a. Anak didik menjadi fasif karena lebih banyak mendengarkan atau menerima penjelasan dari guru b. Kurang merangsang perkembangan

kreativitas dan kemampuan anak untuk mengutarakan pendapatnya c. Daya serap atau tangkap anak didik

berbeda dan masih lemah sehingga sukar memahami tujuan pokok isi cerita

(24)

4. Metode Keteladanan

Keteladanan dapat diartikan dari dua sudut pandang yaitu secara etimologi dan terminologi. Secara terminologi keteladanan (uswah) adalah dakwah dengan memberikan contoh yang baik melalui perbuatan nyata yang sesuai dengan ajaran Islam. (Yunan Yusuf., 2003:203).

Secara etimologi keteladanan berasal dari kata teladan yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna “sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh”. Dengan demikian, keteladanan berarti hal yang dapat ditiru atau dicontoh.

Metode keteladanan ini merupakan metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik kepada anak agar ditiru dan dilaksanakan. Suri tauladan dari para pendidik merupakan faktor yang besar pengaruhnya dalam pendidikan anak. Pendidik terutama orangtua dalam rumah tangga dan guru di sekolah adalah contoh ideal bagi anak. Salah satu ciri utama anak adalah meniru, sadar atau tidak, akan meneladani segala sikap, tindakan, dan prilaku orangtuanya, baik dalam bentuk perkataan dan perbuatan maupun dalam pemunculan sikap-sikap kejiwaan, serta emosi, sentimen, dan kepekaan.

Dengan demikian keteladanan adalah tindakan atau setiap sesuatu yang dapat ditiru atau diikuti oleh seseorang dari orang lain yang melakukan atau mewujudkannya, sehingga orang yang diikuti disebut dengan teladan. Namun keteladanan yang dimaksud di sini adalah keteladanan yang dapat dijadikan sebagai alat pendidikan Islam, yaitu keteladanan yang baik. Sehingga dapat didefinisikan bahwa metode keteladanan (uswah) adalah metode pendidikan yang diterapkan dengan cara memberi contoh-contoh (teladan) yang baik yang berupa perilaku nyata, khususnya ibadah dan akhlak.

(25)

tidak, bahkan semua keteladanaan itu akan melekat pada diri dan perasaannya, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat material, inderawi, maupun spritual.

Meskipun anak berpotensi besar untuk meraih sifat-sifat baik dan menerima dasar-dasar pendidikan yang mulia, ia akan jauh dari kenyataan positif dan terpuji jika dengan kedua matanya ia melihat langsung pendidikan yang tidak bermoral. Memang yang mudah bagi pendidikan adalah mengajarkan berbagai teori pendidikan kepada anak, sedang yang sulit bagi anak adalah menpraktekan teori tersebut jika orang yang mengajarkan dan mendidiknya tidak pernah melakukannya atau perbuatannya tidak sesuai dengan ucapannya. (Abdulloh Nashih Ulwa,1992: 1-2).

Keteladanan mempunyai arti penting dalam mendidik, keteladanan menjadi titik sentral dalam mendidik anak. Implementasi dari keteladanan ini adalah orangtua dan guru menjadi figur yang akan ditiru oleh anak di mana tindak tanduk dari orangtua dan guru tersebut harus diperhatikan. Mulai dari pakaiannya yang sopan, tingkah laku dan perangainya yang baik, bicaranya yang sopan dan penuh kasih sayang kepada anak. Hal ini jika terlaksana dengan baik, secara langsung anak akan meniru perangai orangtua dan gurunya.

Secara psikologi manusia butuh akan teladan (peniruan) yang lahir dari ghorizah (naluri) yang bersemayam dalam jiwa yang disebut juga taqlid. Yang dimaksud peniruan disini adalah hasrat yang mendorong anak, seseorang untuk prilaku orang dewasa, atau orang yang mempunyai pengaruh. Misalnya dari kecil anaknya belajar berjalan, berbicara, kebiasaan-kebiasaan lainnya. Setelah anak bisa berbicara ia akan berbicara sesuai bahasa dimana lingkungan tersebut berada.

Pada dasarnya peniruan menurut Abdurrahman An-Nahlawi, (1996: 283) itu mempunyai tiga unsur, yaitu:

1. Keinginan atau dorongan untuk meniru 2. Kesiapan untuk meniru

(26)

Sedangkan menurut Abd. Aziz Al-Quusyy (1976:279) pada dasarnya peniruan itu mempunyai dua unsur. Menurut beliau adanya unsur ketiga sudah pasti jika ada unsur pertama dan kedua. Karena unsur ketiga merupakan bertemunya unsur pertama dan kedua.

Dalam dunia pendidikan banyak ditemukan keragaman bagaimana cara mendidik atau membimbing anak, siswa dalam proses pembelajaran formal maupun non formal (masyarakat). Namun terpenting adalah bagaimana orangtua, guru, pemimpin untuk menanam rasa iman, rasa cinta kepada Allah, rasa nikmatnya beribadah shalat, puasa, rasa hormat dan patuh kepada orangtua, saling menghormati atau menghargai sesama dan lain sebagainya. Hal ini agak sulit jika ditempuh dengan cara pendekatan empiris atau logis. Untuk merealisasikan tujuan pendidikan, seorang pendidik dapat saja menyusun sistem pendidikan yang lengkap, dengan menggunakan seperangkat metode atau strategi sebagai pedoman atau acuan dalam bertindak serta mencapai tujuan dalam pendidikan. (Ahmad Tafsir,1992:142).

Namun keteladanan seorang pendidik sangatlah penting dalam interaksinya dengan anak didik. Karena pendidikan tidak hanya sekedar menangkap atau memperoleh makna dari sesuatu dari ucapan pendidiknya, akan tetapi justru melalui keseluruhan kpribadian yang tergambar pada sikap dan tingkah laku para pendidiknya (Hadhari Nawawi, 1993: 216).

Dalam pendidikan Islam kosep keteladanan yang dapat dijadikan sebagai cermin dan model dalam pembentukan kpribadian seorang muslim adalah keteladanan yang dicontohkan oleh Rasulullah. Rasulullah mampu mengekspresikan kebenaran, kebajikan, kelurusan, dan ketinggian pada akhlaknya.

Berkaitan dengan makna keteladanan, Abdurrahman An-Nahlawi mengemukakan bahwa keteladanan mengandung nilai-nilai pendidikan yang teraplikasi, sehingga keteladanan memiliki azas pemdidikan sebagai berikut: a. Pendidikan Islam merupakan konsep yang senantiasa menyeruhkan pada

(27)

teladan di hadapan anak didiknya. Karena sedikit banyak anak didik akan meniru apa yang dilakukan pendidiknya (guru).

b. Sesungguhnya Islam telah menjadikan kepribadian Rasulullah SAW sebagai teladan abadi dan aktual bagi pendidikan. Islam tidak menyajikan keteladanan ini untuk menunjukan kekaguman yang negatif atau perenungan imajinasi belaka, melainkan Islam menyajikannya agar manusia dapat menerapkan pada dirinya. Demikianlah, keteladanan dalam Islam senantiasa terlihat dan tergambar jelas sehingga tidak beralih menjadi imajinasi kecintaan spiritual tanpa dampak yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.

5. Metode Karyawisata

Bagi anak usia dini karyawisata berarti memperoleh kesempatan untuk mengobservasi, memperoleh informasi. Karyawisata juga berarti membawa anak usia dini ke objek-objek tertentu sebagai pengayaan, pengajaran, pemberian pengalaman belajar yang tidak mungkin diperoleh anak didalam kelas, dan juga memberikan kesempatan anak untuk mengobservasi dan mengalami sendiri dari dekat.

(28)

Ada beberapa kelebihan yang terdapat pada metode karyawisata ini, antara lain:

 Karyawisata menerapkan system pengembbangan modern yang memanfaatkan lingkungan nyata.

 Bahan yang dipelajari di sekolah menjadi relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang ada di masyarakat.

 Kegiatan pengembangan dapat lebih merangsang kreatifitas anak

Selain kelebihan yang dimiliki, ternyata ada beberapa kekurangan pada metode karyawisata ini, antara lain:

 Memerlukan persiapan yang melibatkan banyak pihak  Memerlukan perancangan dengan persiapan yang matang

 Sering kali unsur rekreasi menjadi prioritas daripada tujuan utama

 Memerlukan pengawasan yang cukup ketat terhadap setiap gerak-gerik anak di lapangan.

 Kadang memerlukan biaya yang cukup mahal

 Memerlukan tanggung jawab pendidik dan sekolah atas kelancaran karyawisata dan keselamatan anak didik terutama karyawisata jangka panjang dengan jarak jauh.

6. Metode Demonstrasi

Menurut Muhibbin Syah dalam Trianto (2010: 134), Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan sesuatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.

(29)

Demonstrasi berarti menunjukkan, mengerjakan, dan menjelaskan. Jadi dalam demonstrasi kita menunjukkan dan menjelaskan cara-cara mengerjakan sesuatu. Melalui demonstrasi diharapkan anak dapat mengenal langkah-langkah pelaksanaan. Demonstrasi mempunyai makna penting bagi anak usia dini antara lain sebagai berikut:

a. Dapat memperlihatkan secara konkret apa yang dilakukan atau dilaksanakan atau memperagakan.

b. Dapat mengkomunikasikan gagasan, konsep, prinsip dengan peragaan. c. Membantu mengembangkan kemampuan mengamati secara teliti dan cermat. d. Membantu mengembangkan kemampuan untuk melakukan segala pekerjaan

secara teliti, cermat dan tepat.

e. Membantu mengembangkan kemampuan peniruan dan pengenalan secara cepat.

Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dalam metode demonstrasi ini, antara lain:

a. Kelebihan metode demonstrasi

1) Dapat merangsang siswa lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran

2) Dapat membantu siswa untuk mengingat lebih lama tentang materi pelajaran yang disampaikan

3) Dapat memfokuskan pengertian siswa terhadap materi pelajaran yang relatif singkat

4) Dapat memusatkan perhatian anak didik 5) Dapat menambah pengalaman anak didik

(30)

7) Dapat menjawab semua masalah yang timbul didalam pikiran setiap siswa karena berperan secara langsung.

b. Kekurangan metode demonstrasi

1) Memerlukan waktu yang cukup banyak

2) Apabila terjadi kekurangan media, metode demonstrasi kurang efektif 3) Memerlukan biaya yang cukup mahal terutama untuk pembelian alat 4) Memerlukan tenaga yang tidak sedikit

5) Bila siswa tidak aktif maka metode demonstrasi tidak efektif.

Daftar Pustaka

Darajat, Zakiah. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara

Lilis Suryani dkk. 2008. Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dasar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.

Masitoh dkk. 2005. Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: 2005.

Riyanto, Yatim. 2006. Pengembangan Kurikulum dan Seputar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). IKAPI: Universiti Press.

Shaleh, Abdul, Rahman. 2005. Pendidikan Agama dan Pembangunan Untuk Bangsa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Siti Aisyah dkk. 2007. Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.

Slamet Suyanto. 2005. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan Perguruan Tinggi.

(31)

Wahab, Abdul, Solichin. 1997. Evaluasi kebijakan Publik, Malang: FIA UNIBRAW dan IKIP Malang.

____________________. 2008. Introduction to Public Policy Analysis, Malang: UMM Press.

Wantah, Maria J. 2005. Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga

Kependidikan an Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Referensi

Dokumen terkait

yang diperlihatkan oleh setiap peserta didik saat metode debat diterapkan. Kemudian pada tindakan siklus keempat, peserta didik mampu mengembangkan. sikap toleransi

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh kedalaman muka air tanah dan amelioran terhadap perubahan beberapa sifat kimia tanah dan produktivitas beberapa genotipe kedelai

Pacitan, pada prinsipnya sama dengan PKL, namun ada beberapa hal yang berbeda diantaranya: Prakerin adalah proses belajar siswa di DU/DI sehingga dapat dilaksanakan di

yang menjadi tanggung jawabnya. 2) Mempunyai pengetahuan tentang perkembangan peserta didik.. 3) Mempunyai kemampuan untuk memperlakukan mereka sacara individu. Kemampuan

Penerapan Allgoritma Chaid Exhaustive untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi nasabah dalam menggunakan layanan internet banking Universitas Pendidikan Indonesia |

Praktek II (KP II) yang berjudul “ SISTEM KOMUNIKASI YANG MENGGUNAKAN SERAT OPTIK” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar kesarjanaan pada Jurusan Elektro

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Matematika. ©Melda Jaya Saragih 2014

KAJI BANDING MANAJEMEN SAINT PRIMA FOOTBALL ACADEMY DENGAN COERVER COACHING SOCCER SCHOOL (CCSS). Universitas Pendidikan Indonesia |