PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman perkebunan penghasil minyak nabati yang dominan di masyarakat Indonesia, khususnya daerah Sumatera. Tanaman kelapa sawit mempunyai arti penting dalam peningkatan devisa negara dan juga mampu menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat (Feryono et al, 2013). Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit (Departemen perindustrian, 2007).
Menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan (2013), luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia pada tahun 2011 adalah sebesar 8.992.824 ha dan semakin bertambah pada tahun 2012 yaitu sebesar 9.074.621 ha. Produksi kelapa sawit Indonesia pada tahun 2011 adalah sebesar 115.482.705 ton TBS dan mengalami kenaikan yang tidak terlalu signifikan (1,84 %) pada tahun 2012, yaitu sebesar 117.605.355 ton TBS.
Dengan bertambahnya luas areal pertanaman kelapa sawit tersebut maka diperlukan pengadaan bibit dalam jumlah besar dan berkualitas. Pembibitan merupakan salah satu faktor penentu budidaya kelapa sawit. Pembibitan kelapa sawit merupakan langkah permulaan yang sangat menentukan keberhasilan penanaman di lapangan (Syahfitri, 2007).
Sub soil dapat menjadi alternatif untuk menggantikan peran top soil sebagai media tanam bibit kelapa sawit. Hal ini dikarenakan sub soil relatif banyak tersedia dan dijumpai dalam jumlah yang cukup besar serta tidak terbatas
dilapangan, dibandingkan dengan top soil yang berangsur-angsur semakin menipis dan sulit didapatkan karena terkikis akibat erosi dan penggunaannya yang terus menerus sebagai media pembibitan. Di Indonesia tanah lapisan sub soil yang paling potensial untuk digunakan sebagai media tanam bibit alternatif adalah sub soil ultisol, dikarenakan tanah jenis ini lebih banyak ketersediannya dibandingkan tanah jenis lain (Andalusia, et al, 2016).
Namun ultisol merupakan tanah yang memiliki masalah keasaman tanah, bahan organik rendah, nutrisi makro rendah dan memiliki ketersediaan P sangat rendah (Fitriatin, et al, 2014). Kandungan hara pada tanah ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi. Pada tanah utisol yang mempunyai horizon kandik, kesuburan alaminya hanya bergantung pada bahan organik dilapisan atas. Dominasi kaolinit pada tanah ini tidak memberi kontribusi pada kapasitas tukar kation tanah, sehingga kapasitas tukar kation hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi liat. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas tanah ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan organik (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Salah satu bahan organik yang banyak digunakan saat ini adalah kascing (kotoran cacing). kascing merupakan bahan organik yang baik bagi pertumbuhan tanaman secara optimal karena selain dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah khususnya pada tanah-tanah yang kurang subur juga tidak memberi efek negatif terhadap lingkungannya. Kandungan hara dan sifat kimia kascing
lebih beragam dibanding dengan kompos dan pupuk organik lainnya. (Simanjuntak, 2014).
Kascing mengandung berbagai bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman yaitu suatu hormon seperti giberellin, sitokinin dan auxin, serta mengandung unsur hara (N, P, K, Mg dan Ca) serta Azotobacter sp yang merupakan bakteri penambat N non-simbiotik yang akan membantu memperkaya unsur N yang dibutuhkan oleh tanaman (Oka, 2007).
Pupuk organik cair merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi pemakaian pupuk anorganik yang diberikan melaui akar. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Selain itu pupuk organik cair juga memiliki bahan pengikat,
sehingga larutan pupuk yang diberikan dapat langsung digunakan oleh tanaman (Hadisuwito, 2007).
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui respons pertumbuhan tanaman kelapa sawit terhadap pemberian pupuk kascing dan cara pemberian pupuk organik cair di Pre Nursery.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui respon pemberian pupuk kascing dan cara pemberian pupuk organik cair terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit di Pre Nursery
Hipotesis Penelitian
Ada peningkatan pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery dengan pemberian pupuk kascing dan cara pemberian pupuk organik cair serta interaksi keduanya.
Kegunaan Penelitian
Untuk mendapatkan data sebagai bahan penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Serta sebagai bahan informasi dalam pembibitan kelapa sawit.