BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pasar modal merupakan salah satu indikator kemajuan perekonomian suatu
negara. Perkembangan pasar modal sebagai piranti investasi memiliki fungsi
ekonomi dan keuangan yang semakin diperlukan oleh masyarakat sebagai media
alternatif dalam penghimpun dana (Husnan, 1994:1). Memasuki usia yang ke-37,
pasar modal Indonesia terus berkembang dan menunjukkan pertumbuhan yang
cukup signifikan. Berbagai perubahan ekonomi dan politik yang terjadi baik dari
dalam lingkungan nasional maupun internasional tidak menghambat pasar modal
Indonesia mencatatkan prestasinya, indikatornya dapat dilihat dari pertumbuhan
laju IHSG sebesar 21,15%, dan kapitalisasi pasar modal Indonesia dengan
pertumbuhan 22.76%. (http://www.idx.co.id/Beranda/BeritadanPengumuman)
Prestasi-prestasi yang diraih ini tidak terlepas dari beberapa inisiatif baru yang
dilakukan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk terus meningkatkan
kontribusi pasar modal terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Bersama
seluruh pelaku pasar, beberapa persiapan juga terus dilakukan oleh BEI agar dapat
meningkatkan daya saing pasar modal Indonesia dalam menyongsong Asean
Economic Community (AEC) yang mulai diberlakukan di 2015 ini.
Serangkaian inisiatif yang dilakukan oleh BEI salah satunya adalah
perubahan satuan perdagangan (lot size) dan perubahan fraksi harga untuk
Kebijakan ini menurunkan jumlah saham dalam 1 lot, dari 500 lembar saham
setiap satu lot menjadi 100 lembar saham setiap satu lot. Hal tersebut dilakukan
sebagai upaya BEI untuk melakukan pendalaman pasar (market deepening),
membuka akses masyarakat dalam menggunakan atau memanfaatkan jasa
keuangan (financial inclusion), serta memperluas inklusivitas investasi di pasar
modal sehingga dapat diakses oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain
itu, perubahan tersebut dilakukan agar dapat menurunkan volatilitas perdagangan
saham sehingga perdagangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat
menjadi lebih stabil. (http://www.idx.co.id/Beranda/BeritadanPengumuman)
Inisiatif yang dilakukan oleh BEI ini merupakan suatu perubahan yang
sangat signifikan bagi investor. Berkurangnya nilai lot size menyebabkan modal
awal yang dikeluarkan untuk membeli suatu saham umumnya akan relatif lebih
kecil, hal ini membuat semakin banyaknya investor ritel yang ikut bergabung
dalam pasar modal Indonesia. Meningkatnya jumlah investor ritel ini mebuat
pasar modal Indonesia menjadi sangat mudah bereaksi terhadap suatu informasi,
khususnya yang menyangkut dengan harga saham.
Menurut Lorie, Dodd, and Kimpton (1985) yang dimaksud dengan harga
saham adalah harga yang dibentuk dari interaksi para penjual dan pembeli saham
yang dilatarbelakangi oleh harapan mereka terhadap profit perusahaan. Investor
memerlukan informasi yang berkaitan dengan pembentukan harga saham dalam
mengambil keputusan untuk menjual atau pun membeli suatu saham.
Pengambilan keputusan ini berkaitan dengan pemilihan portofolio investa si yang
ketidakpastian yang terjadi sehingga keputusan yang diambil diharapkan dapat
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Sutrisno, 2000)
Informasi memiliki makna apabila informasi tersebut menyebabkan investor
melakukan transaksi di pasar modal yang akan tercermin dalam indikator atau
karakteristik pasar modal, seperti volume perdagangan dan harga saham. Di pasar
modal banyak sekali informasi yang dapat dimanfaatkan, salah satunya adalah
informasi yang berkaitan dengan tindakan korporasi (corporation action).
KSEI membagi tindakan korporasi menjadi dua, yaitu tindakan korporasi
wajib dan voluntary corporate action. Tindakan korporasi wajib adalah tindakan
korporasi atau corporate action (CA) yang tidak memerlukan tindakan atau
instruksi dari pemegang rekening yang akan mendapatkan hak CA. Salah satu
jenis corporate action yang terjadi dalam tindakan korporasi jenis ini adalah stock
split dan reverse split.
Stock split dan reverse split akan mengubah komposisi jumlah kepemilikan
saham yang dimiliki oleh pemegang rekening. Sistem akan mengubah komposisi
itu secara otomatis berdasarkan data yang diberikan emiten terkait dan perubahan
ini dilakukan pada tanggal yang sudah ditentukan oleh emiten.
(http://www.ksei.co.id/services/corporate_action_services)
Stock split atau pemecahan saham merupakan suatu aktivitas yang dilakukan
perusahaan yang telah go public dalam rangka meningkatkan jumlah saham yang
beredar. Pemecahan saham membuat jumlah lembar saham perusahaan akan
terjangkau oleh investor sehingga diharapkan penjualan sahamnya bisa dimiliki
oleh banyak investor (Brigham and Gapenski, 1994)
Pemecahan saham atau stock split menurut Halim (2005:97) adalah
pemecahan jumlah lembar saham menjadi jumlah lembar yang lebih banyak
dengan menggunakan nilai nominal yang lebih rendah per lembar sahamnya
secara proporsional. Motivasi yang melatar belakangi perusahaan melakukan
stock split yaitu berdasarkan signaling theory dan trading range theory (Mason
dan Shelor, 1998). Signaling theory menyatakan bahwa stock split memberikan
sinyal kepada investor mengenai prospek kinerja keuangan perusahaan pada masa
mendatang dan juga menunjukkan bahwa perusahaan berada dalam kondisi
keuangan yang baik (Grinblatt, Masulis, dan Titman, 1984). Mereka berpendapat
bahwa pengumuman stock split memberikan sinyal positif terhadap aliran kas
perusahaan di masa yang akan datang. Sinyal positif ini menggambarkan bahwa
manajer perusahaan akan menyampaikan prospek yang baik sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan para investor, juga menunjukkan sinyal yang valid
bahwa tidak semua perusahaan dapat melakukan stock split. Hanya perusahaan
yang memiliki kinerja yang baik yang dapat melakukan stock split, karena
perusahaan harus menanggung biaya-biaya yang ditimbulkan oleh stock split
tersebut. Trading range theory menjelaskan keinginan manajer perusahaan
meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Stock split akan menambah daya
tarik saham perusahaan sehingga akan menarik para investor dan berdampak pada
Signaling theory berkaitan dengan sinyal mengenai prospek perusahaan
dimasa depan. Prospek perusahaan yang baik diukur dari kinerja keuangan
perusahaan. Kinerja perusahaan yang baik akan mampu menarik banyak investor
untuk berinvestasi. Kinerja keuangan suatu perusahaan, dapat dilihat dari laba
perusahaan. Para pemegang saham akan menaruh banyak perhatian terhadap laba
perusahaan yang diperoleh karena hal tersebut secara langsung akan
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membagikan dividen. Oleh
karena itu, informasi tentang laba suatu perusahaan sangat diperlukan dalam
melakukan penilaian terhadap saham. Stock split membuat penurunan harga
saham terjadi diikuti dengan peningkatan jumlah lembar saham sesuai dengan
faktor split-nya. Setelah perusahaan melakukan pemecahan saham, maka ada
kemungkinan bahwa harga saham akan bereaksi postif yang disebabkan oleh
kemungkinan peningkatan laba akuntansi.
Kinerja keuangan merupakan hasil dari keputusan yang dibuat secara terus
menerus oleh manajemen perusahaan. Penelitian ini mengukur kinerja keuangan
dengan menggunakan rasio EPS (Earning Per Share). EPS dapat digunakan
sebagai indikator keberhasilan suatu perusahaan. Jika EPS meningkat maka
kinerja perusahaan juga dinilai baik.
Kinerja perusahaan yang baik akan membuat investor tertarik untuk
membeli saham perusahaan. Semakin banyak investor yang tertarik, maka harga
saham akan semakin tinggi. Tingkat kemahalan harga saham dapat dihitung
dengan rasio PER dan PBV. Tingkat kemahalan harga saham ini jugalah yang
dikarenakan, seiring dengan semakin mahalnya harga suatu saham perusahaan,
maka kemampuan investor untuk membelinya akan semakin berkurang, sehingga
sahamnya menjadi tidak likuid.
Penelitian mengenai hubungan PER dan PBV terhadap keputusan
perusahaan melakukan stock split telah diteliti oleh Widiastuti dan Usmara. Hasil
penelitian Widiastuti dan Usmara (2005) menyimpulkan bahwa tingkat kemahalan
harga saham yang diukur dengan PBV berpengaruh positif signifikan terhadap
keputusan perusahaan untuk melakukan stock split. Namun penelitian ini tidak
berhasil menunjukkan bahwa harga saham yang diukur dengan PER merupakan
variabel yang berpengaruh positif terhadap keputusan perusahaan untuk
melakukan stock split. Likuiditas yang diukur dengan bid-ask spread tidak
berpengaruh positif signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan
stock split.
Pemecahan saham (stock split) merupakan fenomena yang menarik untuk
diamati. Secara teoritis, stock split hanya meningkatkan jumlah lembar saham
yang beredar, tidak menambah kesejahteraan para investor dan tidak langsung
mempengaruhi arus kas perusahaan atau tidak memberikan tambahan nilai
ekonomi bagi perusahaan, tetapi dalam penerapannya di pasar, stock split
menunjukkan bahwa pasar memberikan reaksi terhadap pengumuman stock split,
bahkan dalam beberapa kasus menunjukkan hasil yang kontroversi mengenai efek
stock split.
Pada tanggal 8 Desember 2010, Charoen Pokphand Indonesia Tbk, dengan
lembar saham CPIN sebelum pemecahan saham adalah Rp 9.550,- dan volume
penjualan saham 20.167.500 dengan rasio tersebut, maka harga per lembar
sahamnya menjadi Rp 1.910,-. CPIN menutup hari itu dengan closing price Rp
2.050,- dan dengan volume penjualan 20.687.500. Berselang 3 hari kemudian,
volume penjualan CPIN meningkat menjadi 35.043.500. Hal ini menunjukkan
bahwa strategi pemecahan saham CPIN berhasil meningkatkan likuiditas
sahamnya. CPIN yang pada periode Agustus 2010 - Januari 2011 tidak termasuk
dalam daftar jajaran perusahaan LQ 45, pada periode selanjutnya, yaitu pada
periode Februari 2011 – Juli 2011 berhasil mencatatkan namanya pada daftar
perusahaan LQ 45. Perusahaan LQ 45 merupakan perusahaan-perusahaan yang
sahamnya dinyatakan paling likuid oleh BEI.
Pada tanggal 7 Agustus 2012, Kresna Graha Sekurindo Tbk, dengan kode
bursa KREN melakukan pemecahan saham dengan rasio 4:1. Harga per lembar
saham KREN sebelum pemecahan saham adalah Rp 930,- dan volume penjualan
saham 1.836.000 dengan rasio tersebut, maka harga per lembar sahamnya menjadi
Rp 233,-. KREN menutup hari itu dengan closing price Rp 220,- dan dengan
volume penjualan 335.500. Tiga hari kemudian, tepatnya pada tanggal 10 Agustus
2012 volume saham KREN hanya dapat terjual sebanyak 189.000. Hal ini
menunjukkan bahwa strategi pemecahan saham KREN tidak berhasil
meningkatkan likuiditas sahamnya.
Berbagai studi yang membahas mengenai dampak stock split dilakukan
diberbagai pasar modal di seluruh dunia. Di Kenya, Aduda dan Caroline (2010)
pengumuman stock split dan terdapat rata-rata positif dari abnormal return pada
perusahaan-perusahaan yang melakukan stock split dan terdaftar di Nairobi Stock
Exchange. Ghazali, Taib dan Othman (2014) melakukan penelitian mengenai
stock split pada pasar modal Malaysia yang biasa disebut dengan Kuala Lumpur
Stock Exchange (KLSE) dan menemukan bahwa pengumuman stock split
berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap perubahan harga saham
(abnormal return). Di Indonesia, Lasmanah dan Bagja (2014) melakukan
penelitian serupa dan menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan
pada abnormal return dan Trading Volume Activity sebelum dan sesudah stock
split.
Selain Lasmanah dan Bagja penelitian mengenai stock split di Indonesia
juga diteliti juga oleh Mila (2010) yang menganalisis pengaruh pemecahan saham
(stock split) terhadap volume perdagangan dan abnormal return saham pada
perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2007-2009 dan menyimpulkan bahwa
terdapat pengaruh signifikan antara volume perdagangan saham pada peristiwa
stock split, sedangkan terhadap abnormal return, tidak terdapat perbedaan yang
signifikan. Sadikin (2011) melakukan penelitian mengenai analisis abnormal
return saham dan volume perdagangan saham, sebelum dan sesudah pemecahan
saham di Bursa Efek Indonesia menemukan bahwa tidak ada pengaruh signifikan
terhadap abnormal return baik sebelum dan sesudah pengumuman stock split,
sedangkan terhadap volume perdagangan terdapat pengaruh signifikan baik
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan melakukan
keputusan stock split dan dampak yang ditimbulkan dari pengumuman stock split,
khususnya untuk perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
dan Bursa Malaysia. Peneliti memilih negara Indonesia dan Malaysia dikarenakan
kesamaan kondisi perekonomian di kedua negara tersebut dan juga karena
kebijakan stock split sering menjadi pilihan bagi perusahaan di kedua negara
tersebut. Selain itu saat ini Malaysia juga merupakan salah satu negara Asia yang
memiliki kebijakan lot size yang sama dengan Indonesia. Ketertarikan peneliti
juga didukung dengan bukti-bukti adanya ketidak-konsistenan antar hasil
penelitian sebelumnya dan juga perbedaan fenomena yang ada di pasar. Peneliti
mereplikasi penelitian yang dilakukan Rohana, Jeannet, dan Mukhlasin yang
berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock Split dan Dampak
Yang Ditimbulkannya” penelitian ini menggunakan variabel harga saham,
frekuensi perdagangan saham dan pertumbuhan laba operasi dalam melakukan
pengukuran terhadap kebijakan stock split dan dampaknya, sedangkan penelitian
ini mengambil judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stock Split Dengan Trading Volume Activity Sebagai Variabel Pemoderasi dan Dampak Yang Ditimbulkannya di Indonesia dan Malaysia”
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini dibatasi hanya berfokus pada masalah-masalah yang diajukan
1. Apakah Earning Per Share (EPS), Price to Earning Ratio (PER) dan Price
to Book Value (PBV) secara parsial memiliki pengaruh terhadap keputusan
perusahaan melakukan stock split ?
2. Apakah Trading Volume Activity (TVA) mampu memoderasi perngaruh
Earning Per Share (EPS), Price to Earning Ratio (PER) dan Price to Book
Value (PBV) terhadap keputusan perusahaan melakukan stock split ?
3. Apakah stock split mempunyai pengaruh terhadap return saham
perusahaan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh Earning Per Share (EPS), Price to Earning
Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) secara parsial terhadap
keputusan perusahaan melakukan stock split
2. Untuk mengetahui kemampuan Trading Volume Activity (TVA) dalam
memoderasi hubungan antara Earning Per Share (EPS), Price to Earning
Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV) terhadap keputusan
perusahaan melakukan stock split.
3. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh stock split terhadap return
saham perusahaan
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan
wawasan peneliti mengenai faktor-faktor yang mendorong perusahaan untuk
melakukan kebijakan stock split dan dampak yang ditimbulkan stock split
dalam hubungannya dengan return saham.
2. Bagi perusahaan (Emiten), hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam melakukan
kebijakan perusahaan khususnya stock split.
3. Bagi investor, sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan investasi
dengan informasi pengumuman stock split sebagai acuannya.
4. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai tambahan referensi bukti empiris
mengenai faktor-faktor yang mendorong perusahaan untuk melakukan
kebijakan stock split dan dampak yang ditimbulkan stock split dalam
hubungannya dengan return saham, sehingga dapat berkontribusi terhadap