BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pasar Modal
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai
instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat
utang (obligasi), ekuiti (saham), reksadana, instrumen derivatif maupun
instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi
perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana
bagi kegiatan berinvestasi. Pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan
prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.
Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan
instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham,
obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivatif seperti
option, futures, dan lain-lain.
Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
mendefinisikan pasar modal sebagai “kegiatan yang bersangkutan dengan
penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan
dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan
dengan efek”.
Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara
bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk
mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh
dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi,
penambahan modal kerja dan lain-lain, kedua pasar modal menjadi sarana
bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham,
obligasi, reksa dana, dan lain-lain, sehingga masyarakat dapat menempatkan
dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko
masing-masing instrumen.
2.1.1.1 Efficient Market Theory
Salah satu teori yang berkembang di pasar modal adalah
Efficient Ma rket Theory. Pasar yang efisien adalah suatu pasar bursa
dimana efek yang diperjualbelikan merefleksikan seluruh informasi
yang mungkin terjadi dengan cepat serta akurat. Konsep efisiensi pasar
menyatakan bahwa pemodal selalu menyertakan faktor informasi yang
tersedia kedalam keputusan mereka sehingga terefleksi pada harga yang
mereka transaksikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa harga yang
berlaku di pasar telah mengandung informasi tersebut (Ang, 1997)
Jika pasar efisien, maka suatu pengumuman yang tidak
ekonomis tidak akan mengakibatkan reaksi pasar atas pengumuman
peristiwa tersebut, apabila pasar bereaksi pada pengumuman yang tidak
memiliki nilai ekonomis berarti pasar tersebut belum efisien, karena
tidak bisa membedakan pengumuman yang berisi informasi ekonomis
Pengujian bentuk – bentuk efesiensi pasar di bagi menjadi 3
yaitu (Fama, 1970) :
1) Bentuk lemah
Bentuk lemah menguji seberapa kuat informasi masa lalu bisa digunakan untuk memprediksi return masa depan.
2) Bentuk setengah kuat
Bentuk setengah kuat menguji seberapa cepat harga sekuritas bisa merefleksikan informasi yang dipublikasikan
3) Bentuk kuat
Bentuk kuat menjawab apakah calon investor memiliki informasi privat yang tidak terefleksi di harga sekuritas.
Berdasarkan uraian di atas maka teori efesiensi pasar yang
digunakan adalah efesiensi pasar setengah kuat yaitu untuk melihat
seberapa cepat informasi yang dipublikasikan (stock split) terefleksi
pada harga sekuritas.
2.1.2 Pemecahan Saham (Stock Split)
2.1.2.1 Pengertian Pemecahan Saham
Pemecahan saham (stock split) adalah penerbitan saham
tambahan bagi pemegang saham sesuai dengan persentase kepemilikan.
Melakukan pemecahan saham berarti menurunkan nilai nominal atau
nilai tertera di saham (Kieso, 2008:191). Pengurangan nilai nominal
dapat menambah jumlah lembar saham tanpa adanya penyebaran atau
kapitalisasi nilai perusahaan, karena dalam stock split tidak terjadi
penambahan modal yang disetor (Ang, 1997:18).
Fees (2005:16) menyatakan jika saham dipecahkan, penurunan
nilai nominal ditetapkan berlaku bagi seluruh saham, termasuk saham
nominal yang lebih rendah akan menarik lebih banyak investor untuk
membeli saham dan memperluas jenis serta jumlah pemegang saham,
sehingga secara otomatis jumlah saham yang beredar juga akan
meningkat secara proporsional.
Hal ini serupa dengan McNichols dan Dravid (1990) yang
menyatakan bahwa pemecahan saham merupakan upaya manajemen
untuk menata kembali harga saham pada rentan harga tertentu, dengan
mengarahkan harga saham pada rentan tertentu, diharapkan semakin
banyak partisipan pasar yang akan terlibat dalam perdagangan.
Pemecahan saham merupakan suatu aktivitas yang dilakukan
oleh para manajer perusahaan dengan melakukan perubahan terhadap
jumlah saham yang beredar dan nilai nominal per lembar saham sesuai
dengan split factor. Split factor merupakan perbandingan jumlah saham
yang beredar setelah dilakukannya stock split dengan jumlah saham
yang beredar sebelum dilakukannya stock split.
Secara teoritis stock split tidak memiliki nilai ekonomis karena
stock split hanya mengganti saham yang beredar dengan cara
menurunkan nilai pari saham, sedangkan saldo modal saham dan laba
yang ditahan tetap sama. Banyak peristiwa stock split di pasar modal
memberikan indikasi bahwa stock split merupakan alat yang penting
dalam praktik pasar modal karena stock split menjadi salah satu alat
praktik di pasar modal apabila perusahaan tersebut mempunyai kinerja
yang bagus maka harga akan meningkat dengan cepat.
2.1.2.2 Jenis Pemecahan Saham
Pada dasarnya ada dua jenis pemecahan saham yang dapat
dilakukan (Erwijaya dan Nur Indriantoro, 1999) :
1) Pemecahan turun (split down atau reverse split)
Pemecahan turun adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham dan mengurangi jumlah saham yang beredar. Misalnya pemecahan dengan faktor pemecahan 1:2, 1:3, dan 1:4. Pemecahan saham dengan faktor pemecahan 1:2 maksudnya adalah satu lembar saham baru (lembar setelah pemecahan saham) dapat ditukar dengan dua lembar saham lama (lembar sebelum pemecahan saham).
2) Pemecahan naik (split up atau forward split)
Pemecahan naik adalah penurunan nilai nominal per lembar saham yang mengakibatkan bertambahnya jumlah saham yang beredar. Misalnya pemecahan saham dengan faktor pemecahan yang telah ditentukan sebelumnya 2:1, 3:1, dan 4:1. Pemecahan saham dengan faktor pemecahan 2:1 maksudnya adalah dua lembar saham baru (lembar setelah pemecahan saham) dapat ditukar dengan satu lembar saham lama (lembar sebelum pemecahan saham).
Pada penerapannya, para emiten umunya melakukan stock
split naik (stock split-up) dan hanya sedikit kasus reverse stock (stock
split-down).
2.1.1.3 Tujuan Pemecahan Saham
Tujuan utama emiten melakukan pemecahan saham adalah
untuk mengarahkan harga sahamnya pada titik optimal sehingga
likuiditas saham meningkat dan distribusinya menjadi lebih luas.
Harapannya adalah untuk mendorong tingkat transaksi yang terjadi
Baker dan Gallanger melakukan tanya jawab terhadap 100
CFO perusahaan yang sahamnya terdaftar dalam NYSE dengan
distribusi 25% atau lebih. Hasil survei menunjukkan bahwa 94% dari
sampel mengindikasi bahwa perusahaan melakukan pemecahan saham
agar tingkat perdagangan berada pada kondisi yang lebih baik sehingga
dapat menambah daya tarik investor dan meningkatkan likuiditas
perdagangan.
Keiso dan Weygant (2002 : 366), menjelaskan beberapa tujuan
perusahaan melakukan stock split yaitu :
1. Untuk menyesuaikan harga pasar saham perusahaan hingga
pada tingkat dimana lebih banyak individu dapat berinvestasi
dalam saham.
2. Untuk menyebarkan dasar pemegang saham dengan
meningkatkan jumlah saham yang beredar dan membuatnya
lebih dapat dipasarkan.
3. Untuk menguntungkan pemegang saham yang ada dengan
memungkinkan mereka untuk mengambil manfaat dari suatu
penyesuaian pasar tidak sempurna setelah melakukan stock
split.
Stock split akan efektif jika dilakukan terhadap saham-saham
yang harganya sudah cukup tinggi. Mengambil keputusan stock split
dalam suatu perusahaan harus didasarkan atas persetujuan pemegang
keputusan untuk melakukan stock split dilakukan, maka jumlah saham
yang dimiliki oleh pemegang saham menjadi bertambah banyak dengan
nilai nominal per saham yang lebih kecil, tetapi pada saat yang
bersamaan, harga saham tersebut secara teoritis akan turun secara
proporsional, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan
nilai kapitalisasi saham tersebut tidak mengalami perubahan.
2.1.3 Teori dalam Pemecahan Saham (Stock Split)
Secara teoritis motivasi yang melatarbelakangi perusahaan melakukan
stock split tertuang dalam beberapa teori, yaitu Signaling Theory dan Trading
Ra nge Theory.
2.1.3.1 Signaling Theory
Signa l adalah suatu tindakan yang diambil perusahaan untuk
memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen
memandang prospek perusahaan (Brigham dan Houston, 2001:36).
Informasi yang dipublikasikan sebagai suatu pengumuman akan
memberikan sinyal bagi investor dalam pengambilan keputusan
investasi (Jogiyanto, 2000:392).
Signa ling Theory menyatakan bahwa pemecahan saham
memberikan informasi kepada investor tentang prospek peningkatan
return masa depan yang substansial. Return yang meningkat tersebut
dapat diprediksi dan merupakan sinyal tentang laba jangka pendek dan
sinyal yang diberikan oleh manajemen kepada publik bahwa
perusahaan memiliki prospek bagus di masa depan.
Menurut Signaling theory, stock split hanya dilakukan oleh
perusahaan yang memiliki prospek kinerja yang baik, dimana
perusahaan yakin bahwa harga saham setelah di pecah akan naik sesuai
dengan kenaikan kinerja perusahaan di masa depan (Ika dan
Purwaningsih, 2008). Copeland (1979) menyatakan bahwa stock split
memerlukan biaya transaksi yang besar, misalnya mencetak sertifikat
baru, sehingga perusahaan yang memiliki prospek yang baik saja yang
mampu menanggung biaya tersebut. Jika pasar bereaksi pada waktu
pemecahan saham bukan berarti pasar bereaksi atas informasi stock
split yang tidak memiliki nilai ekonomis, melainkan mengetahui
prospek perusahaan di masa depan yang disinyalkan melalui
pemecahan saham. Jadi faktor yang memotivasi perusahaan melakukan
pemecahan saham adalah kinerja perusahaan.
2.1.3.2 Trading Range Theory
Teori ini menyatakan bahwa manajemen melakukan stock split
didorong oleh perilaku praktisi pasar yang konsisten dengan anggapan
bahwa dengan melakukan stock split dapat menjaga harga saham tidak
terlalu mahal, dimana saham dipecah karena ada batas harga yang
optimal untuk saham dan untuk meningkatkan daya beli investor
sehingga tetap banyak orang yang mau memperjual-belikannya yang
Menurut teori ini, stock split akan meningkatkan likuiditas
perdagangan saham. Harga saham yang terlalu tinggi (overprice)
menyebabkan kurang aktifnya saham tersebut diperdagangan.
Pemecahan saham akan membuat harga saham menjadi tidak terlalu
tinggi sehingga akan semakin banyak investor yang mampu
bertransaksi (Marwata,2001). Selain itu, dengan melakukan kebijakan
pemecahan saham, maka hal ini merupakan upaya dari perusahaan
untuk mengarahkan harga saham pada interval tertentu yang dapat
menjangkau lebih banyak investor.
Hasil penelitian Ikenberry et. al (1996) mengatakan
pemecahan saham mengakibatkan terjadinya penataan kembali harga
saham pada rentang yang lebih rendah. Survei yang dilakukan Baker
dan Gallagher (1980) menunjukkan bahwa manajer cenderung
menyebutkan alasan likuiditas sebagai motivasi stock split.
Jika ditinjau dari perspektif perusahaan, teori ini menjelaskan
bahwa tingkat kemahalan harga saham adalah penyebab kurang
aktifnya saham tersebut diperdagangkan, sehingga perusahaan akan
terdorong untuk melakukan keputusan stock split agar sahamnya
menjadi lebih likuid di pasar.
2.1.4 Pengaruh EPS Terhadap Pengambilan Keputusan Perusahaan Melakukan Pemecahan Saham (Stock Split)
Kinerja keuangan merupakan hasil dari keputusan-keputusan individual
(Helfret, 1999). Pengukuran kinerja perusahaan dapat dilihat dari sudut
pandang finansial yang tercermin dari informasi laporan keuangan seperti
likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas dan sudut pandang nonfinansial seperti
kepuasan pelanggan, inovasi dalam produksi dan pengembangan perusahaan.
Alat analisis yang umum digunakan untuk mengukur kinerja keuangan
perusahaan adalah rasio keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan
antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain, dengan menggunakan
analisis berupa rasio ini diharapkan akan dapat lebih mudah menjelaskan atau
memberi gambaran kepada analis tentang baik buruknya keadaan atau posisi
keuangan suatu perusahaan.
Pengukuran kinerja keuangan yang dipakai dalam penelitian ini adalah
Ea rning Per Sha re (EPS). Apabila semakin tinggi EPS maka semakin bagus
juga kinerja keuangan suatu perusahaan. Nilai EPS yang tinggi di tiap lembar
sahamnya akan memperkuat sinyal perusahaan mengenai prospek yang cerah
di masa depan.
2.1.5 Pengaruh PER Terhadap Pengambilan Keputusan Perusahaan Melakukan Pemecahan Saham (Stock Split)
Tingkat kemahalan harga saham dapat diproksikan dengan Pr ice
Ea rning Ra tio (PER). Price earning ratio menggambarkan apresiasi pasar
terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (Darmadji,
2001:139). Price earning ratio merupakan hubungan antara harga pasar
saham dengan earning per share saat ini yang digunakan secara luas oleh
saham sering dipakai dalam berbagai penelitian pasar modal, karena harga
pasar saham yang paling diperhatikan oleh investor. Harga pasar saham
mencerminkan nilai suatu perusahaan. Semakin tinggi harga saham, maka
semakin tinggi pula nilai dari suatu perusahaan dan berlaku sebaliknya. Oleh
karena itu, setiap perusahaan yang menerbitkan saham sangat memperhatikan
harga pasar sahamnya.
Harga saham perusahaan yang terlalu rendah dapat diartikan bahwa
kinerja perusahaan kurang baik, namun bila harga saham terlalu tinggi juga
menimbulkan dampak yang kurang baik. Harga saham yang terlalu tinggi
akan mengurangi kemampuan investor untuk bisa membelinya, sehingga
menyebabkan harga saham tersebut sulit untuk meningkat lagi (Widiastuti &
Usmara, 2005). Dalam mengantisipasi hal tersebut, banyak perusahaan yang
melakukan stock split. Tujuannya adalah untuk meningkatkan daya beli
investor dan menata harga saham ke rentang yang lebih optimal.
Ikenberry, Rankine, dan Stice (1996) menemukan bukti bahwa stock
split mengakibatkan terjadinya penataan kembali harga saham pada rentang
yang lebih rendah. Harga saham yang lebih rendah akan membuat investor
potensial melakukan investasi sehingga akan menunjukkan pasar yang
semakin likuid. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai
PER suatu perusahaan akan membuat semakin besar kemungkinan
2.1.6 Pengaruh PBV Terhadap Pengambilan Keputusan Perusahaan Melakukan Pemecahan Saham (Stock Split)
Kemahalan harga saham mempengaruhi minat investor, khususnya
investor kecil. Hal ini dikarenakan investor harus mengeluarkan dana yang
lebih besar untuk mendapatkan suatu saham, sehingga untuk mengantisipasi
keadaan tersebut perusahaan berupaya untuk menurunkan harga saham yaitu
salah satunya dengan cara melakukan keputusan stock split, kebijakan stock
split membuat perusahaan dapat menata kembali harga sahamnya dalam
rentang harga yang lebih rendah.
Tingkat kemahalan harga saham dapat diukur melalui rasio penilaian
(valuation ratio) yaitu PBV (Pr ice to Book Value). Rasio ini menjadi tolak
ukur yang mengaitkan hubungan antara harga saham biasa dengan
pendapatan perusahaan dan nilai buku saham atau mencerminkan kinerja
perusahaan secara keseluruhan. Semakin tinggi nilai rasio ini mengindikasi
bahwa harga saham yang ditawarkan sudah sangat tinggi (Untung dan
Sugiono, 2008).
Nopiyana (2009) dalam penelitiannya untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi stock split menyimpulkan bahwa kemahalan harga
saham memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan perusahaan
melakukan stock split. Menurut trading range theory, perusahaan melakukan
stock split karena memandang bahwa harga sahamnya terlalu tinggi. Dapat
disimpulkan bahwa harga saham yang terlalu tinggi merupakan pendorong
PBV yang tinggi merupakan penjelasan yang konsisten dengan trading
ra nge theory. Saham-saham dengan PBV tinggi akan dihindari oleh pasar,
karena aturan keputusan investasi yang banyak digunakan analis adalah
membeli saham yang PBV-nya rendah (Marwata 2001)
Semakin tinggi harga saham yang beredar di pasar modal menyebabkan
minat investor terhadap saham tersebut menjadi rendah. Hal ini dapat
mengakibatkan kurang aktifnya perdagangan saham di pasar modal.
Kebijakan stock split akan membuat harga saham menjadi tidak terlalu tinggi,
sehingga akan semakin banyak investor yang mampu untuk bertransaksi.
2.1.7 Likuiditas Saham
Salah satu cara untuk mengukur tingkat likuiditas saham adalah dengan mengguanakan Trading Volume Activity (TVA). Perkembangan volume
perdagangan saham mencerminkan kekuatan antara permintaan dan
penawaran yang merupakan interpretasi dari tingkah laku investor (Robert
Ang, 1997). Pendekatan volume perdagangan saham dapat digunakan sebagai
proksi reaksi pasar. Argumen yang dikemukakan adalah bahwa volume
perdagangan saham lebih merefleksikan aktivitas investor karena adanya
suatu informasi baru melalui jumlah saham yang diperdagangkan.
Meningkatnya volume perdagangan saham juga merupakan peningkatan
aktivitas jual beli saham oleh para investor di bursa efek. Jika permintaan dan
penawaran suatu saham semakin meningkat maka akan menyebabkan
fluktuasi harga saham tersebut semakin besar sehingga akan berpengaruh
Tujuan utama stock split adalah agar membuat saham perusahaan lebih
likuid, maksudnya adalah kemudahan untuk memperjualbelikan saham dan
lebih sering diperdagangkan di bursa. Saham yang tidak likuid sering kali
disebabkan oleh dua hal yaitu harga saham yang terlalu tinggi dan jumlah
saham yang diperdagangkan terlalu sedikit. Oleh sebab itu dengan strategi
pemecahan saham membuat jumlah saham yang beredar lebih banyak dan
harga saham lebih murah, sehingga diharapkan calon investor tertarik untuk
melakukan investasi (Muharam, 2009). Oleh karena itu dapat disimpulkan
bahwa likuiditas dapat menjadi salah satu faktor yang memperkuat atau
memperlemah keputusan stock split.
Perhitungan TVA dilakukan dengan membandingkan jumlah saham
perusahaan yang diperdagangkan dalam suatu periode tertentu dengan
keseluruhan jumlah saham perusahaan yang beredar pada kurun waktu yang
sama. Semakin kecil nilai TVA mengindikasi likuiditas perdagangan saham
perusahaan di bursa saham rendah.
2.1.8 Pengaruh Pemecahan Saham (Stock Split) Terhadap Return Saham Return saham adalah hasil atau tingkat keuntungan yang diperoleh
pemegang saham terhadap investasi yang telah dilakukan. Jika tingkat
keuntungan akan investasi tersebut tidak ada, maka investor akan berpikir
ulang untuk melakukan investasi kembali. Jadi setiap investasi, baik jangka
pendek ataupun jangka panjang memiliki tujuan utama yaitu memperoleh
Return saham dibedakan menjadi dua yaitu return realisasi (realized
return atau actual return) dan return ekspektasi (expected return), return
relisasi adalah return yang sudah terjadi dan dihitung berdasarkan data
historis. Return ini adalah hasil dari selisih harga sekarang dengan harga
sebelumnya secara relatif. Return realisasi ini penting dalam mengukur
kinerja perusahaan sebagai dasar penentuan return ekspektasi. Return
ekspektasi merupakan return yang diharapkan diperoleh dimasa yang akan
datang oleh para investor (Jogiyanto, 2003:109)
Berdasarkan teori trading range theory, perusahaan melakukan stock
split untuk menjaga harga saham agar tidak terlalu mahal. Pemecahan saham
menyebabkan harga saham menjadi lebih murah sehingga terjangkau oleh
calon investor, dengan demikian diharapkan aktivitas perdagangan saham
tersebut meningkat. Meningkatnya aktivitas perdagangan saham akan
menyebabkan fluktuasi harga saham tersebut menjadi tinggi, tingginya
fluktuasi harga saham diharapkan diiringi dengan tingginya return saham
yang akan diterima oleh investor.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berikut merupakan beberapa tinjauan penelitian terdahulu :
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
N o
Nama (Tahun)
Judul Penelitian
Variabel Teknik Analisis
Hasil Penelitian 1 Rohana,
Jeannet dan Mukhlasin
Analisis Faktor-Faktor
Yang
H1 dan H2 Dependen : Keputusan
Regresi logistik dan uji
N o Nama (Tahun) Judul Penelitian
Variabel Teknik Analisis
Hasil Penelitian (2003) Mempengaruhi
Stock Split dan Dampak Yang Ditimbulkan-nya Stock split Independen : Harga saham, frekuensi perdagangan saham
H3 dan H4 Dependen : Frekuensi perdagangan saham dan pertumbuhan laba operasi Independen : Stock split
beda t-test hubungan yang signifikan dengan keputusan perusahaan melakukan stock split 2. Frekuensi perdaga-ngan saham tidak mempunyai hubungan dengan keputusan perusahaan melakukan stock split 3. Terdapat perbedaan frekuensi perdaga-ngan saham yang signifikan 4. Earning perusahaan yang diproksikan dengan opera ting income setelah stock split tidak lebih tinggi dibanding dengan sebelum stock split 2 Muniya
Alteza (2008) Kinerja Keuangan dan Harga Saham Dependen : Keputusan Stock Split Regresi logistik
N o Nama (Tahun) Judul Penelitian
Variabel Teknik Analisis Hasil Penelitian sebagai Determinan Keputusan Stock Split : Studi Empiris terhadap Perusahaan Terdaftar di BEJ Independen : Ea rning After
Ta x, pertumbuhan
EAT, Ea rning per Sha re, Price
to Book Va lue dan
Pr ice Ea rning Ra tio berpenga-ruh positif terhadap keputusan perusahaan melakukan stock split 2. PBV dan
PER berpenga-ruh positif terhadap keputusan perusahaan melakukan stock split 3 I Gusti Mila
W (2010) Analisis Pengaruh Pemecahan Saham (Stock Split) Terhadap Volume Perdagangan dan Abnormal Return Saham Dependen : Stock Split Independen: Volume Perdagangan Saham, Abnormal return saham
Uji beda t test Terdapat pengaruh signifikan pada volume perdagangan saham sebelum dan sesudah peristiwa stock split dan tidak terdapat pengaruh signifikan pada abnormal return saham sebelum dan sesudah peristiwa stock split
4 Josiah Omollo Aduda dan Chemarum Caroline (2010) Market Reaction to Stock Splits :
Emperical Evidence from the Nairobi Stock Exchange Dependen : Abnorma l return dan Tra ding Volume Activity Independen: Stock Splits
N o Nama (Tahun) Judul Penelitian
Variabel Teknik Analisis
Hasil Penelitian 5 Djoni
Budiardjo dan Jhose Hana Hapsari (2011) Pertumbuhan Ea rning per Sha re, Price to
Book Va lue dan Price Ea rning Ra tio Sebagai Dasar Keputusan Stock Split Independen : Pertumbuhan EPS, PBV dan PER Dependen: Keputusan stock splits Model regresi logistik 1. Variabel pertumbu-han EPS mempunyai pengaruh positif tidak signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan stock split 2. Variabel PBV mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan stock split 3. Variabel PER mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan stock split. 4. Tra ding
N o Nama (Tahun) Judul Penelitian
Variabel Teknik Analisis Hasil Penelitian bagi perusahaan dalam melakukan stock split. 6 Prof.
Suresha B dan Dr.Gajendr a Naidu (2013) An Emperical Study On Price
Preasure And Liquidity Effect of Stock
Split Announcement – Evidencefrom Indian Market Dependen : Abnorma l Return dan Tra ding Volume Activity Independen: Stock Split
Uji beda t test Stock split berpengaruh positif dan signifikan terhadap abnormal return dan volume saham
7 Ghazali, Taib and Othman (2014) Reminiscing Stock Splits Announcement
: A Malaysian Case Dependen : Abnorma l return Independen: Stock splits
Uji beda t test Pengumuman stock splits berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap perubahan harga saham (a bnorma l returns) 8 Lasmanah
dan Bambang
Bagja (2014)
Abnorma l Return a nd Stock Tra ding
Volume Ana lysis on the
Compa ny Ta king Stock
Split a t Indonesia
Stock Excha nge
1.3 Kerangka Konseptual
Stock split merupakan salah satu corporate action yang dilakukan oleh
perusahaan untuk mendandani sahamnya agar terlihat lebih menarik di mata
investor. Stock split didasari oleh 2 teori yaitu Signaling Theory dan Trading
Ra nge Theory. Signaling theory menyatakan perusahaan ingin menyampaikan
kepada investor tentang kinerja perusahaan yang baik, yang dapat diukur dengan
Ea rning Per Sha re (EPS).
Tra ding Ra nge theory menjelaskan bahwa perusahaan dengan tingkat
kemahalan saham yang tinggi akan melakukan kebijakan stock split agar
sahamnya kembali diminati pasar. Tinggi rendahnya harga saham dapat dilihat
dari nilai rasio Price Earning Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV).
Bagi perusahaan, likuiditas sangat berpengaruh pada kelangsungan bisnisnya,
hal ini dikarenakan perusahaan membutuhkan modal tambahan untuk
kelangsungan bisnisnya melalui penjualan saham. Tingkat likuiditas saham dapat
diukur melalui Trading Volume Activity (TVA). Semakin rendah TVA suatu
perusahaan, maka menunjukkan semakin rendah pula tingkat transaksi
perdagangan saham, sehingga mendorong perusahaan untuk melakukan stock
split.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan beberapa faktor yang mendorong
perusahaan untuk melakukan stock split diantaranya adalah EPS, PER, PBV dan
TVA. Dari adanya keputusan stock split ini, investor akan menilai, apakah
keputusan ini akan membawa dampak yang positif atau negatif terhadap return
Berdasarkan teori yang melandasi rumusan masalah dalam penelitian ini,
serta tinjauan penelitian terdahulu, maka kerangka konseptual yang dibangun
dapat digambarkan sebagai berikut
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kerangka konseptual yang didukung dengan teori dan hasil
penelitian terdahulu, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
H1 EPS berpengaruh positif terhadap keputusan stock split.
H2 PER berpengaruh positif terhadap keputusan stock split.
H3 PBV berpengaruh positif terhadap keputusan stock split.
H4 TVA memoderasi hubungan EPS terhadap keputusan stock split.
H5 TVA memoderasi hubungan PER terhadap keputusan stock split.
H6 TVA memoderasi hubungan PBV terhadap keputusan stock split.