• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kesejahteraan Masyarkat Pasca Pemekaran Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kesejahteraan Masyarkat Pasca Pemekaran Daerah"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini dapat

dilihat dari demografi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, aksebilitas serta

kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan aspek potensi daerah. Kondisi tersebut

memungkinkan pertumbuhan suatu wilayah sering kali tidak seimbang dengan wilayah lainnya.

Selain kondisi demografi, ketimpangan pembangunan juga sebagai akibat dari besarnya peran

pemerintah pusat dalam pengambilan keputusan dan peran pemerintah daerah yang hanya

sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat yang sangat dominan. Terkonsentrasinya

pembangunan dan pelayanan publik dipusat terutama didaearah pulau Jawa menimbulkan

ketidakmerataan atau ketimpangan pembangunan. Ketimpangan ini mengakibatkan adanya

kesenjangan antara kesejahteraan masyarakat di pulau Jawa dengan yang di luar pulau Jawa.

Ketimpanagn pembangunan antara daerah terus terjadi dan bahkan meningkat apabila tidak

adanya implikasi atau kebijakan dari pemerintah dalam menurunkan ketimpangan tersebut.

Sentralisasi menimbulkan berbagai permasalahan didaerah yang sangat serius. Pertama,

proses pembangunan daerah secara keseluruhan menjadi kurang efisien dan ketimpangan

pembangunan antar daerah semakin besar. Sistem pembangunan yang terpusat menghasilkan

kebijakan yang seragam dengan mengabaikan perbedaan dan variasi potensi daerah. Kedua,

(2)

alokasi sumber daya nasional, terutama dana pembangunan daerah. Hal ini ditunjukkan pada

daerah yang kaya akan sumber daya alam, namun tingkat kesejahteraannya ternyata masih sangat

rendah dan ketinggalan dibandingkan daerah lain.1

Adanya ketidakadilan didstribution of income dan tidak adanya sharing of power merupakan

masalah utama yang dapat mengancam integrasi bangsa Indonesia. Permasalahan tersebut

membuat pemerintah transisi pada saat itu harus menanggapi dan merespon berbagi tuntutan

yang ada.2 B.J. Habibie yang menjadi Presiden pada saat itu (yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden pada masa Pemerintahan Presiden Soeharto ), pada masa kepemimpinannya,

telah membuat perubahan terutama dalam bentuk Undang-Undang, diantaranya dalam bidang

Pemerintahan Daerah. Perubahan dilakukan dengan mencabut Undang Undang Nomor 5 tahun

1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah dan menggantikannya dengan UU Nomor

22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dibuat sebagai tanggapan terhadap

permasalahan yang ada.3

Sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 yang tentang Pemerintah Daerah dan

kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Indonesia yang memakai

azas desentralisasi dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah menciptakan sistem

baru yang memberikan kesempatan dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Otonomi daerah Pelaksanaan UU No. 22 Tahun 2009 dimulai pada Januari 2000 dengan

diterapkannya pemilihan Kepala Daerah dengan sistem paket langsung dan dilakukan oleh

DPRD tanpa adanya intervensi dari pemerintah pusat (dalam hal ini Departemen Dalam Negeri).

1

Sjafrizal, 2014, “Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi”, Jakarta:Rajawal Press, hlm 107. 2

(3)

dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan

aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.4

Sejak diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 yang tentang Pemerintah Daerah dan

kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, salah satu fenomena yang

terjadi dari penerapan otonomi daerah adalah terkait dengan pemekaran daerah. Hal ini sudah

menjadi sebuah kewajaran ketika pemekaran daerah dapat melaksanakan tujuan penting dari Hakikat otonomi daerah

adalah upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa

dan bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya sesuai dengan

kepentingan, prioritas, dan potensi daerah yang dimilkinya.

Dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pemerintahan daerah diberikan hak

seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan nya menurut asas

otonomi. Pemberian otonomi kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya

kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta

masyarakat yang juga akan menigkatkan demokratisasi didaerah. Semangat Otonomi daerah itu

sendiri salah satunya bermuara pada keinginan daerah untuk memekarkan diri yang kemudian

diatur dalam PP 129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan, dan Kriteria Pemekaran,

Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Dalam prakteknya, pemekaran daerah jauh lebih

mendapat perhatian dibandingkan penghapusan ataupun penggabungan daerah. Dalam Peraturan

Pemerintah tersebut, daerah berhak mengusulkan pemekaran terhadap daerahnya selama telah

memenuhi syarat teknis, administratif, dan fisik dengan tujuan untuk mensejahterakan

(4)

pemekaran daerah. Diharapkan dengan terbentuknya Daerah Otonom Baru (DOB), percepatan

proses pertumbuhan demokrasi dan pembangunan dapat menyentuh serta menjangkau segenap

aspek kehidupan masyarakat hingga kedaerah-daerah.

Menurut J.Kalloh, pemekaran daerah atau yang lebih dikenal dengan pembentukan

daerah otonom baru, bahwa daerah otonom baru tersebut diharapkan mampu memanfaatkan

peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama berkaitan dengan

pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam, dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik.5

Pentingnya pemekaran wilayah pada hakekatnya adalah upaya menciptakan

pemerintahan yang lebih efektif dan efisien serta berdaya guna demi mewujudkan percepatan

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, pembangunan dan pengembangan

otonomi dalam masa transisi ini adalah mengembangkan prakarsa dari dalam (inward looking),

menumbuhkan kekuatan-kekuatan baru dari masyarakat (autonomous energies) sehingga

intervensi dari luar termasuk dari pemerintahan terhadap masyarakat harus merupakan proses

pemberdayaan dalam rangka mengelola pembangunan untuk mengantisipasi perubahan dan

peluang yang lebih luas.Sejatinya, kebijakan pemberian otonomi daerah dan desentralisasi yang

luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada daerah merupakan langkah strategis dalam dua hal.

Pertama, otonomi daerah dan desentralisasi merupakan jawaban aras permasalahan lokal bangsa

Indonesia berupa ancaman desintegrasi bangsa, kemiskinan, ketidakmerataan pembangunan,

rendahnya kualitas hidup masyarakat, dan masalah pembangunan sumber daya manusia (SDM).

5

(5)

Kedua, otonomi daerah dan desentralisasi fiscal merupakan langkah strategis bangsa Indonesia

menuju era globalisasi ekonomi dengan memperkuat basis perekonomian daerah.6

Secara sosial-politik, ada banyak faktor yang melatarbelakangi maraknya pemekaran

daerah di Indonesia. Dalam berbagai kajian akademis telah dijelaskan bahwa motivasi utama

pemekaran selama ini banyak muncul dari tuntutan daerah. Adapun faktor-faktor yang

menguatkan daerah untuk melakukan pemekaran, antara lain :7

- Kebutuhan untuk pemerataan ekonomi daerah yang menjadi salah satu alasan populer

untuk memekarkan daerah.

- Kondisi geografis yang luas sehingga pengelolaan pemerintahan dan pelayanan

publik menjadi tidak efektif.

- Perbedaan basis identitas yang muncul karena masyarakat yang berdomisili di daerah

pemekaran merasa memiliki komunitas budaya tersendiri yang berbeda dengan

komunitas budaya daerah induk.

- Konflik komunal sebagai akibat dari kekacauan kekacauan politik yang tidak dapat

diselesaikan

- Adanya insentif fiskal yang dijamin oleh Undang-Undang bagi daerah hasil

pemekaran melalui Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam dan

Pendapatan Asli Daerah.

Dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah, pemekaran daerah ditujukan untuk

beberapa hal, antara lain sebagai berikut :

6

Mardiasmo, Krisis Moneter Indonesia, Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat, (Jakarta: 2002),.

77

(6)

- Mewujudkan efektivitas penyelenggaran Pemerintahan Daerah

- Mempercepat peningkatan kesejahtreraan masyarakat

- Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik

- Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan

- Meningkatkan daya saing nasional dan daya saing daerah

- Memelihara keunikan adat istiadat, tradisi dan budaya daerah.

Berdasarkan alasan tersebut, beberapa daerah mulai tertarik untuk mengajukan

pembentukan daerah otonom baru bagi wilayahnya. Studi yang dilakukan oleh Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional bekerja sama dengan United Nation Development

Programme (2000) menemukan bahwa terjadi peningkatan daerah otonom yang cukup signifikan

sejak tahun 1999. Pada tahun 2004, pemerintah Provinsi telah bertambah dari 26 menjadi 34

Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota meningkat dari 303 menjadi 517 kabupaten/kota.

Dengan rentan waktu 13 tahun, proses pemekaran daerah terus berlangsung hampir setiap tahun

dan menghasilkan 222 daerah otonom baru.

(7)

Sejatinya pemekaran wilayah bertujuan untuk mempercepat pembangunan guna

meningkatkan kesejahteraan. Namun apabila pemekaran wilayah Kabupaten dan Kota hanya

didasarkan pada kepentingan elit-elit politik tidak sejalan dengan semangat pemberian otonomi

kepada daerah. Akibatnya pemekaran Kabupaten banyak menimbulkan kompleksitas

permasalahan, bahkan menimbulkan dampak negative ditingkat daerah, seperti;8

1. Menguatnya etnosentrisme yang memungkinkan munculnya konflik antar etnis

dan agama (sentiment suku, agama, ras dan antar golongan), menguatnya

feodalisme lokal, meningkatnya korupsi ditingkat lokal, konflik anta relit atau

antar penduduk dari etnis yang sama kaibat dari adanya perbedaan kepentingan

serta tidak adanya perubahan pelayanan public.

2. Lebih banyak bernuansa etnisitas, politis, dan perasaan di anak tirikan.

3. Bersifat etnisitas (kesukubangsaan) dibandingkan dengan pertimbangan nasional

seperti tuntukan perbaikan pelayanan administrasi pemerintahan.

Pada sisi lain, banyak daerah otonom baru (DOB) hasil pemekaran di Indonesia mengalami

kegagalan dalam mengimplementasikan kebijakan dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya

sesuai tuntutan dan harapan masyarakat. Pada umumnya daerah otonom baru gagal dalam hal;

1. Membangun struktur dan infrastruktur politik.

2. Memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme/KKN dan menjalankan pemerintahan

demokratis.

3. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah/PAD dan Produk Domestik Regional

Bruto/PDRB

8

(8)

4. Meningkatkan pelayanan dan Kesejahteraan masyarakat

5. Mengurangi kesenjangan sosial dan budaya, dan

6. Pengembangan nilai-nilai budaya masyarakat lokal.9

Fokus dari pelaksanaan Otonomi daerah atau pemekaran daerah merupakan cara supaya

sebuah daerah dapat melaksanakan kemajuan dan perubahan terarah dan efisien yang

dilaksanakan oleh daerah itu sendiri. Diharapkan melalui adanya otonomi daerah, pemerintah

didaerah bisa lebih cepat dan tanggap dalam melaksanakn dan mengambil tindakan yang

berhubungan untuk memajukan daerah tersebut. Oleh karena itu pelaksanaan otonomi daerah

disebuah daerah dapat dikatakan berhasil apabila salah satu indikator yakni pembangunan

meningkat dan mengalami perubahan. Begitu halnya dengan indikator-indikator keberhasilan

pemerintah didaerah dalam melaksanakan otonomi daerah.

Seiring dengan dengan perkembangan dinamika diberbagai daerah Pemekaran wilayah

juga banyak dialami di Propinsi Sumatera Utara. Provinsi ini merupakan salah satu propinsi di

Indonesia yang mempunyai peranan yang besar terhadap jalannya pembangunan nasional.

Dalam menciptakan kemandirian daerah pemekaran wilayah sebagai impelementasi kebijakan

otonomi daerah. Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu hasil pemekaran dari Kabupaten

Asahan.

Pembentukan Kabupaten Batubara didasari dengan adanya aspirasi masyarakat untuk

pembentukan Kabupaten Batu Bara yang disampaikan BP3KB dan GEMKARA ( Gerakan

Masyarakat Menuju Kabupaten Batu Bara ) dan Inisiatif dari DPR. Pembentukan Kabupaten

(9)

yang secara resmi ditetapkan sebagai Daerah Otonom Baru pada tanggal 2 Januari 2007, dengan

Ibukota nya Lima Puluh yang bercita-cita untuk memakmurkan dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakatnya dengan melaksanakan program-program pembangunan yang fokus dan

sasarannya ialah kesejahteraan masyarakat.

Kabupaten Batu Bara sebagai daerah otonom baru memiliki tujuh (7) Kecamatan

diantaranya, yaitu Kecamatan Medang Deras, Kecamatan Sei Suka, Kecamatan Air Putih,

Kecamatan Lima Puluh, Kecamatan Talawi, Kecamatan Tanjung Tiram, dan Kecamatan Sei

Balai dengang luas 92.220 ha (hektare). Wilayah Kabupaten Batu Bara dengan luas 92.220 Ha

yang mempunyai potensi wilayah yang dapat dikembangkan sebagai sektor pertanian dan

perkebunan, dan sektor industri dengan keberadaan PT. INALUM, PT.Multimas Nabati dan PT.

Domba Mas. Beberapa alasan yang mendasari sehingga mengajukan pembentukan Pemerintahan

Kabupaten Batu Bara sebagai daerah otonom baru adalah; Pertama, peraturan

perundang-undangan mengenai pemerintahan daerah yang berlaku saat ini (Undang-Undang No.32 Tahun

2004 dan Peraturan Pemerintah No 129 Tahun 2000) memberikan kemungkinan untuk

dilakukannya pemekaran satu daerah otonom menjadi beberapa daerah otonom baru. Kedua,

pemekaran kabupaten menjadi daerah otonom baru dari Kabupaten induknya, yaitu Kabupaten

Asahan dipandang akan membawa berbagai keuntungan bagi masyarakat, seperti fasilitas sosial,

ekonomi dan finansial untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat pada masa depan. Ketiga,

tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan yang lebih baik dengan semakin sedikirtnya

birokrasi yang harus dilalui dalam memperoleh pelayanan public. Keempat, keinginan masyar

akat dan pemerintah daerah untuk mengelolasumber daya dan potensi daerah dalam

(10)

Kabupaten Batu Bara secara geografis berbatasan langsung dengan selat Malaka, kondisi

Kabupaten Batu Bara sebelum pemekaran akan dijelaskan dalam beberapa tabel berikut:

Tabel 1.2

Rasio Pasar Per 10.000 Penduduk

No. Kecamatan

Jumlah Penduduk

Jumlah Pasar

1 Tanjung Tiram 59.004 3

2 Sei Balai 34.111 2

3 Talawi 54.087 2

4 Lima Puluh 84.818 9

5 Air Putih 46.609 3

6 Sei Suka 51.116 2

7 Medang Deras 44.970 3

Sumber; Asahan Dalam Angka 2006

Berdasarkan tabel 1.2 menunjukkan bahwa sebelum dimekarkan menjadi sebuah daerah

otonom baru, terdapat 24 pasar yang melayani kebutuhan penduduk di daerah yang akhirnya

menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kabupaten Batu Bara. Dengan terbatasnya pasar

didaerah yang bukan merupakan Ibukota Kabupaten membuat masyarakat kesulitan dalam

(11)

Tabel 1.3

Rasio Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) Per Penduduk Usia Sekolah

No.

Sumber: BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006

Berdasarkan data diatas, jumlah sekolah yang melayani usia sekolah di wilayah

Kabupaten Batu Bara sebelum dimekarkan menjadi daerah otonom masih dianggap minim,

terutama fasilitas Sekolah Menengah Atas yang minim dibandingkan dengan jumlah partisipasi

sekolahnya yang mencapai 6257 orang.

Tabel 1.4

Fasilitas Kesehatan Per 10.000 Penduduk

(12)

5 Air Putih 46.609 1

6 Sei Suka 51.116 1

7 Medang Deras 44.970 1

Sumber BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006

Tabel 1.5

Tenaga Medis Per 10.000 Penduduk

No. Kecamatan

Jumlah Penduduk

Jumlah Tenaga Medis Dokter/(Bidan/Perawat)

1 Tanjung Tiram 59.004 2 \ 31

2 Sei Balai 34.111 4 \ 23

3 Talawi 54.087 5 \ 33

4 Lima Puluh 84.818 5 \ 64

5 Air Putih 46.609 4 \ 24

6 Sei Suka 51.116 3 \ 43

7 Medang Deras 44.970 3 \ 38

Sumber BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006

Berdasarkan tabel 1.4 dan 1.5 menunjukkan bahwa fasilitas kesehatan dan juga tenaga

medis yang ada di Kabupaten Batu Bara sebelum pemekaran masih terbatas. Hal ini tentunya

menghambat masyarakat di daerah Kabupaten Batu Bara untuk mendapatkan pelayanan

kesehatan yang layak. Tercatat hanya terdapat puskesmas ataupun klinik yang melayanani

masalah kesehatan masyarakat. Ini menyebabkan, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari

(13)

Tabel 1.6

Persentase Penduduk Yang Bekerja

No. Daerah

Jumlah Angkatan Kerja

Jumlah Penduduk Yang Bekerja

1 Cakupan Wilayah Batu Bara 152.126 141.508

Sumber BPS Kabupaten Asahan Tahun 2006

Dari tabel 1.6 menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di daerah Kabupaten Batu

Bara sebagian besar penduduk di daerah Kabupaten Batu Bara memiliki pekerjaan. Sebanyak

93,02% penduduk daerah Kabupaten Batu Bara bekerja dan pengangguran di wilayah Kabupaten

Batu Bara sebesar 6,98%. Dikarenakan terdapat beberapa wilayah Industri, maka ini

menunjukkan besar penduduk di daerah Batu Bara masih berprofesi menjadi buruh/karyawan.

Dari berbagai data diatas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan masyarakat wilayah

Kabupaten Batu Bara masih tergolong minim sebelum dimekarkan menjadi sebuah daerah

otonom. Hal ini juga mendorong masyarakat menginginkan adanya pemekaran daerah menjadi

suatu wilayah otonom berpisah dari daerah Induk yaitu Kabupaten Asahan agar terciptanya

peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Seiring dengan adanya desentralisasi kepada Kabupaten Batu Bara untuk mengurus

rumah tangganya sendiri, maka akan diikuti dengan adanya desentralisasi politik yang

memberikan kewenangan lembaga politik didaerah untuk turut serta mengatur rumah tangganya

secara mandiri. Untuk itu lembaga-lembaga politik dikabupaten Batu Bara memiliki peran yang

(14)

Untuk itu dalam tulisan ini, Penulis akan menganalisis kondisi serta masalah mengenai

kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Batu Bara setelah ditetapkan menjadi sebuah daerah

otonomi baru. Disamping itu, peran dari lembaga-lembaga politik yang ada dikabupaten Batu

Bara dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat akan dikaji juga dalam penelitian ini.

Usaha-usaha yang dilakukan lembaga-lembaga politik menjadi tertarik bagi penulis untuk diteliti.

Melalui berbagai uraian dan penjelasan diatas, Penulis mengangkat judul penelitian “ Analisis Kesejahteraan Masyarakat Pasca Pemekaran Daerah ( Studi Pada Kabupaten Batu Bara)

1.2. Rumusan Masalah

Otonomi daerah adalah kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri terutama berkaitan

dengan pemerintahan umum maupun pembangunan, yang sebelumnya diurus oleh pemerintah

pusat. Sebagai wujud dari Otonomi daerah pemekaran wilayah bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan. Kebijakan otonomi daerah telah memberikan jalan kepada beberapa daerah untuk

melalukan pemekaran daerah. Diharapkan dengan adanya pemekaran daerah dapat memberikan

jalan kepada daerah untuk merencanakan dan mengatur pembangunan dan perkembangan

daerahnya masing-masing demi tercapainya kesejahteraan di daerah otonom baru.

Hal ini juga terjadi di Kabupaten Batu Bara yang merupakan hasil pemekaran dari darah

induk, Kabupaten Asahan. Kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Batu Bara masih menjadi

polemik yang harus diatasi. Terlebih sebagai daerah otonom, Kabupaten Batu Bara harus mampu

menyelesaikan masalah kesejahteraan masyarakatnya sendiri tanpa berharapkembali pada daerah

induk. Indikator kesejahteraan masyarakat yang ada di Kabupaten Batu Bara masih menunjukkan

adanya permasalahan mengenai kesejahteraan di Kabupaten Batu Bara. Oleh karena itu penting

(15)

terlaksana. Jadi, berdasarkan uraian diatas, yang menjadi pertanyaan dalam pemnelitian ini, ialah

Bagaimana Kesejahteraan Masyarakat di Kabupatena Batu Bara Pasca Pemekaran Daerah?

1.3Batasan Masalah

Adapun yang menjadi batasan maslaah dalam penelitian ini ialah:

- Kondisi kesejahteraan masyarakat Kabupaten Batu Bara Pasca Pemekeran Daerah

- Peran lembaga pemerintahan dan lembaga politik di Kabupaten Batu Bara dalam

pembangunan daerah dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini, antara lain

- Untuk melihat bagaimana gambaran umum dan perkembangan Kabupaten Batu Bara

pasca pemekaran daerah terkait dengan kesejahteraan masyarakat.

- Untuk mengetahui dan menganalisis peran pemerintahan dan lembaga politik di

Kabupaten Batu Bara dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pasca

ditetapkan sebagai Daerah Otonom Baru (DOB).

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan agar memberikan manfaat sebagai berikut:

- Secara teoritis, penelitian ini merupakan kajian ilmu politik yang dapat memberikan

kontribusi pemekaran daerah sebagai wujud implementasi otonomi daerah yang

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.rah

- Secara akademis, penelitian dapat berkontribusi bagi praktik ilmu politik mengenai

(16)

penyelesaian permasalahn kesejahteraan masyarakat didaerah secara khusus pada

Daerah Otonom Baru (DOB).

- Penelitian ini dapat memberikan dan menambah wawasan serta informasi bagi

masyarakat terutama dalam usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat di Daerah

Otonom Baru.

1.6Kerangka Teori

1.6.1 Otonomi Daerah dan Pemekaran Daerah

Desentralisasi dan otonomi daerah merupakan dua hal yang sangat berkaitan erat.

Otonomi daearah yang terus berkumandang pasca reformasi di Indonesia, dianggap sebagai

jawaban atas permasalahan daerah. Otonomi daerah dapat dikaitkan dengan subtansi hal-hal

yang menyangkut ruang kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan yang telah

diberikan sebagaiwewenang rumah tangga daerah.

Dalam penyelenggaran otonomi daerah memiliki 3 asas, yaitu;

- Desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada

daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem

NKRI.

- Dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada

Gubernur sebagai wakil pemerintah daikal diwilayan/atau kepada instansi vertikal di

(17)

- Tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa

dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah

kabupaten kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.

Dari ketiga asas ini, otonomi daerah jika dipandang dari sudut pemerintahan daerah, lebih

didominasi oleh desentralisasi. Maka tidak heran jika desentralisasi tidak pernah lepas dari

otonomi daerah dan pemerintahan daerah. Namun, adalah suatu hal yang salah jika menilai

bahwa desentralisasi dan otonomi daerah diartikan hanya sekedar penyerahan kewenangan dari

pemerintahan pusat ke daerah. Kewenangan daerah yang membesar harus diikuti dengan

kesadaran bahwa bertambahnya tanggung jawab bagi daerah otonom.

1.6.1.1Otonomi Daerah

Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun

2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur

pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca amandemen itu mencantumkan permasalahan

pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi

daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh

undang-undang. Pasal 18 ayat (2) menyebutkan, “Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan

kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan.” Selanjutnya, pada ayat (5) tertulis, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi

seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan

pemerintah pusat.” Dan ayat (6) pasal yang sama menyatakan, “Pemerintahan daerah berhak

(18)

tugas pembantuan.”4 Secara khusus, pemerintahan daerah diatur dalam Undang- Undang Nomor

22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan,

ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk

untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan

Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Nomor 32 Tahun 2004) memberikan definisi

otonomi daerah sebagai berikut;

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

dengan peraturan perundang-undangan.”10

Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.” UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai berikut;

11

Visi otonomi daerah itu sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang lingkup interaksinya

yang utama, yaitu: politik, ekonomi, serta sosial dan budaya. Dalam bidang politik, karena

otonomi daerah adalah buah dari kebijakan desentralisasi dan demokrasi, maka ia harus

dipahami sebagai sebuah proses untuk membuka ruang bagi lahirnya Kepala Pemerintahan

10

(19)

daerah yang dipilih secara demokratis. Dibidang ekonomi, otonomi daerah harus menjamin

lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional didaerah. Serta terbukanya peluang bagi

pemerintah daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan

pendayagunaan potensi ekonomi didaerahnya. Dalam bidang sosial dan budaya, otonomi daerah

harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial dan pada saat

yang sama memelihara nilai-nilai lokal.12

Berbicara tentang pemekaran wilayah, tentu saja tidak dapat terlepas dari desentralisasi

sebagai wujud dari tuntutan akan penerapan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan

bernegara, khususnya ditingkat daerah, karena salah salah satu prinsip demokrasi yang sejalan

dengan ide desentralisasi adalah adanya partisipasi dari masyarakat. Agar masyarakat dan elit

politik daerah mampu mengembangkan daerahnya sendiri dan mempunyai kewenangan lebih

untuk daerahnya.13

Sesuai dengan Undang-Undang No.33 pasal 4, 5, dan 6 sumberpendanaan Pemerintah

Daerah Kebupaten dan Kota untuk memenuhikebutuhan belanja pemerintah daerahnya dalam

pelaksanaan kegiatannyaadalah sebagai berikut :

Sejalan dengan bergulirnya pelaksanaan otonomi daerah di tanah air,setiap Pemerintah

Kabupaten dan Kota melakukan berbagai pembenahanmenuju kearah terselenggaranya otonomi

di masing-masing daerah Kabupatendan Kota. Hal yang sangat penting dalam menjawab

berbagai isu dalamimplementasi otonomi daerah tersebut adalah tersedianya sistem

danmekanisme kerja organisasi perangkat daerah.

12

M. Ryaas Rasyid, “Otonomi Daerah : Latar Belakang dan Masa Depannya” dalam Samsyuddin Haris (editor)

Desentralisasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerahhlm 10-11

13

Meizer Malanesia, Makalah yang disampaikan dalam Program TKL khusus, dalam sekolah pasca sarjana/ s3,

desentralisasi dan Demokrasi, dalam

(20)

1. Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dapat memperoleh dana dari sumber-sumber

yang dikategorikan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

2. Memperoleh transfer danadari APBN yang dialokasi kan dalam bentuk dana

perimbangan yang terdiri dari bagi hasil pajak, bagi hasil bukan pajak, DAU dan

DAK. Pengalokasian dana perimbangan ini selain ditujukan untuk memberikan

kepastian sumber pendanaan APBD, juga bertujuan untuk

mengurangi/memperkecil perbedaan kapasitas fiscal antar daerah.

3. Daerah memperoleh penerimaan dari sumber lainnya seperti bantuan dana

kontijensi dan bantuan dana darurat.

4. Menerima pinjaman dari dalam dan luar negeri.

Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk mampu meningkatkan

pertumbuhan daerah dan secara khusus untuk kepentingan pemerataan daerah. Sehingga inilah

sebenarnya tujuan utama dari otonomi daerah tersebut. Para ahli banyak yang menggambarkan

tentang tujuan dari otonomi, salah satunya seperti:

a. Menurut Mardiasmo:melihat tujuan otonomi untuk meningkatkan pelayanan publik dan

memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama

pelaksanaan otonomi daerah yaitu: (1) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan

publik dan kesejahteraan masyarakat, (2) menciptakan efisiensi dan efektivitas

pengelolaan sumber daya daerah, dan (3) memberdayakan dan menciptakan ruang bagi

masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.

b. Menurut Deddy S.B. & Dadang Solihin: Tujuan peletakan kewenangan dalam

penyelenggaraan otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerataan

(21)

potensi dan keanekaragaman daerah. Dengan demikian pada intinya tujuan otonomi

daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan cara meningkatkan

pelayanan publik kepada masyarakat dan memberdayakan masyarakatuntuk berpartisipasi

dalam proses pembangunan.

Otonomi daerah berarti pemberian kewenangan kepada daerah dalam pengolahan sumber

daya daerahnya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, akan tetapi kondisi ini tentu

saja akan memberikan dampak negatif ataupun positif kepada masyarakat. Secara umum

otonomi daerah akan memberikan dampak:14

1. Setiap daerah bisa memaksimalkan potensi masing-masing. a. Dampak Positif:

2. Pembangunan untuk daerah yang punya pendapatan tinggi akan lebih cepat berkembang.

3. Daerah punya kewenangan untuk mengatur dan memberikan kebijakan tertentu.

4. Adanya desentralisasi kekuasaan.

5. Daerah yang lebih tau apa yang lebih dibutuhkan di daerah itu, maka diharapkan dengan

otonomi daerah menjadi lebih maju.

6. Pemerintah daerah akan lebih mudah mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, jika

SDA yang dimiliki daerah telah dikelola secara optimal maka PAD dan pendapatan

masyarakat akan meningkat.

7. Dengan diterapkannya sistem otonomi dareah, biaya birokrasi menjadi lebih efisien.

(22)

8. Pemerintah daerah akan lebih mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki

oleh daerah tersebut. (Kearifan lokal yg terkandung dalam budaya dan adat istiadat

daerah).

b. Dampak Negatif :

1. Daerah yang miskin akan sedikit lambat berkembang.

2. Tidak adanya koordinasi dengan daerah tingkat satu karena merasa yang punya otonomi

adalah daerah Kabupaten/Kota.

3. Kadang-kadang terjadi kesenjangan sosial karena kewenangan yang di berikan

pemerintah pusat kadang-kadang bukan pada tempatnya.

4. Karena merasa melaksanakan kegiatannya sendiri sehingga para pimpinan sering lupa

tanggung jawabnya.

Selain karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya

dengan berlakunya otonomi daerah, dampak negatif dari otonomi daerah juga dapat timbul

karena adanya berbagai penyelewengan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut.

Berbagai penyelewengan dalam pelaksanan otonomi daerah:

1. Adanya kecenderungan pemerintah daerah untuk mengeksploitasi rakyat melalui

pengumpulan pendapatan daerah.

Keterbatasan sumberdaya dihadapkan dengan tuntutan kebutuhan dana (pembangunan dan rutin

operasional pemerintahan) yang besar. Hal tersebut memaksa Pemerintah Daerah menempuh

pilihan yang membebani rakyat, misalnya memperluas dan atau meningkatkan objek pajak dan

retribusi. Padahal banyaknya pungutan hanya akan menambah biaya ekonomi yang akan

(23)

pajak dan retribusi dari rakyatnya hanya akam menambah beratnya beban yang harus ditanggung

warga masyarakat.

2. Penggunaan dana anggaran yang tidak terkontrol

Hal ini dapat dilihat dari pemberian fasilitas yang berlebihan kepada pejabat daerah. Pemberian

fasilitas yang berlebihan ini merupakan bukti ketidakarifan pemerintah daerah dalam mengelola

keuangan daerah.

3. Rusaknya Sumber Daya Alam

Rusaknya sumber daya alam ini disebabkan karena adanya keinginan dari Pemerintah Daerah

untuk menghimpun pendapatan asli daerah (PAD), di mana Pemerintah Daerah menguras

sumber daya alam potensial yang ada, tanpa mempertimbangkan dampak negatif/kerusakan

lingkungan dan prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Selain itu,

adanya kegiatan dari beberapa orang Bupati yang menetapkan peningkatan ekstraksi

besar-besaran sumber daya alam di daerah mereka, di mana ekstraksi ini merupakan suatu proses yang

semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan serta sengketa terhadap tanah. Akibatnya

terjadi percepatan kerusakan hutan dan lingkungan yang berdampak pada percepatan sumber

daya air hampir di seluruh wilayah tanah air. Eksploitasi hutan dan lahan yang tak terkendali

juga telah menyebabkan hancurnya habitat dan ekosistem satwa liar yang berdampak terhadap

punahnya sebagian varietas vegetasi dan satwa langka serta mikro organisme yang sangat

bermanfaat untuk menjaga kelestarian alam.

4. Bergesernya praktik korupsi dari pusat ke daerah

Praktik korupsi di daerah tersebut terjadi pada proses pengadaan barang-barang dan jasa daerah

(procurement). Seringkali terjadi harga sebuah barang dianggarkan jauh lebih besar dari harga

(24)

5. Pemerintahan kabupaten juga tergoda untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari

hutan milik negara dan perusahaan perkebunaan bagi budget mereka.15

Bertitik tolak dari asumsi tersebut, maka keberhasilan pelaksanaan program Pemerintah

Daerah, khususnya yang dilakukan oleh dinas di daerah yang memiliki akses langsung

dengan kegiatan ekonomi masyarakat adalah relevan dijadikan indikator pertumbuhan

ekonomi masyarakat. Dengan catatan bahwa bila program tersebut dalam dua tahun

anggaran terakhir berhasil dilaksanakan, maka akan berdampak terhadap kemajuan

ekonomi masyarakat di masa yang akan datang. Demikian sebaliknya apabila program

tersebut dalam dua tahun anggaran terakhir gagal dilaksanakan (tidak mencapai sasaran)

Pelaksanaan Desentralisasi Dalam Otonomi Daerah

Pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi daerah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu:

aspek output dan aspek outcomes kebijakan. Kedua aspek tersebut memiliki ukuran atau

indikator yang berbeda dalam penilaian keberhasilan.

1. Output Otonomi daerah dan desentralisasi

Output kebijakan desentralisasi dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:

a. Pertumbuhan ekonomi masyarakat

Untuk mengetahui apakah program Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi dalam otonomi daerah adalah dari sejauh mana dapat meningkatkan

pertumbuhan ekonomi masyarakat. Asumsinya adalah intervensi Pemerintah Daerah

masih memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat

di daerah. Tanpa program pembangunan ekonomi yang konkret dari Pemerintah Daerah,

(25)

maka dampaknya bagi kemajuan ekonomi masyarakat negatif (rendah). Bidang-bidang

yang dapat dijadikan indikator dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat, misalnya:

perkembangan sektor pertanian, perkembangan sektor pertambangan dan energi,

perkembangan sektor industri, perkembangan sektor pariwisata, dan lain-lain.

b. Peningkatan kualitas pelayanan publik

Untuk melihat sejauh mana dampak pelaksanaan desentralisasi dalam otonomi daerah

dapat dilihat dari kualitas pelayanan publik. Beberapa pelayanan yang sering diberikan

oleh Pemerintah Daerah kepada masyarakat, antara lain: pelayanan bidang pertanian,

pelayanan bidan pertambangan dan energi, pelayanan bidang perindustrian, pelayanan

bidang pariwisata, seni, budaya, dan lain-lain.

c. Fleksibilitas program pembangunan

Fleksibilitas program pembangunan berkenaan dengan kemampuan aparat pelaksana

memahami tuntutan masyarakat, tidak kaku dalam memahami prosedur dan aturan-aturan

formal, mengedepankan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi, peka

terhadap ketidakadilan dan ketidakpuasan yang berkembang di masyarakat, dan dalam

setiap langkah dan tindakan berusaha melakukan penyesuaian terhadap perkembangan

kebutuhan masyarakat.

Dalam konteks analisis ini, pertanyaan yang relevan diajukan adalah: apakah aparat

pemerintah daerah dan instansi teknis (dinas) memiliki keleluasaan (discretion of power)

dalam mengelola bidang urusan pemerintah yang diterimanya

2. Outcomes Desentralisasi dalam Otonomi daerah

(26)

Dengan diserahkannya sebagian besar urusan pemerintahan di daerah, diharapkan

masyarakat bisa mengambil bagian (partisipasi aktif) mulai dari perencanaan,

pelaksanaan, sampai pada pengawasan dan pemeliharaan hasil pembangunan.

Secara apriori, konsep partisipasi yang dikehendaki oleh desentralisasi dalam otonomi

daerah kelihatannya terlampau muluk untuk bisa direalisasikan. Sebab, selama ini (peran

pemerintah terlampau dominan) yang menempatkan masyarakat tidak lebih sebagai objek

pembangunan atau pihak yang hanya penonton.

b. Efektivitas pelaksanaan koordinasi

Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatan-kegiatan dari satuan

yang terpisah (unit-unit atau bagian-bagian) suatu organisasi untuk mencapai tujuan

organisasi secara efisien. Tanpa koordinasi individu-individu dan bagian-bagian akan

kehilangan pandangan tentang peran mereka dalam organisasi. Mereka akan mengejar

kepentingannya masing-masing yang khas, seringkali dengan mengorbankan tujuan

organisasi. Namun, kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan perlunya

komunikasi dari tugas-tugas yang dilakukan dan ketergantungan berbagai sub unit yang

melaksanakan tugas-tugas tersebut. Koordinasi juga bermanfaat bagi pekerjaan yang

tidak rutin dan tidak diperkirakan sebelumnya, dimana pekerjaan-pekerjaan

ketergantungannya tinggi. Kebutuhan koordinasi dapat dibedakan dalam tiga keadaan,

yaitu: (a) kebutuhan koordinasi atas ketergantungan kelompok (pooled interdependence);

(b) kebutuhan koordinasi atas ketergantungan sekuensial (sequential interdependence),

dan (c) kebutuhan koordinasi atas ketergantungan timbal balik (reciprocal

(27)

Ketergantungan kelompok terjadi apabila unit organisasi tidak tergantung satu sama lain

untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari, tetapi tergantung pada prestasi yang memadai

dari setiap unit demi tercapainya hasil akhir. Sedang, kebutuhan koordinasi atas

ketergantungan sekuensial, terjadi pada suatu unit organisasi yang harus melaksanakan

kegiatan (aktivitas) terlebih dahulu sebelum unit-unit selanjutnya dapat bertindak.

Sementara, ketergantungan timbal balik terjadi apabila melibatkan hubungan saling

memberi dan menerima dan saling menguntungkan diantara unit-unit.

Dalam proses pelaksanaan berbagai kegiatan bidang urusan otonomi, terutama dalam hal

pelaksanaan program pembangunan, terdapat beberapa unit organisasi yang saling terkait

dan melibatkan hubungan secara fungsional yaitu antara lain: Walikota/Bupati (Kepala

daerah), organisasi dinas (instansi teknis), Bappeda, dan Kepala Bagian Keuangan,

Sekretaris Daerah. Setiap program kerja tahunan dinas daerah, sebelum disetujui oleh

Walikota/Bupati (Kepala Daerah) terlebih dahulu diteliti oleh Bappeda dan Bagian

Keuangan.16

1.6.1.2Pemekaran Daerah

Bangsa Indonesia melakukan reformasi tata pemerintahan sejak diberlakukannya UU

No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Sejak saat itu berbagai pemikiran inovatif dan

uji coba terus dilakukan sebagai upaya untuk menyempurnakan pelaksanaan otonomi daerah dan

desentralisasi dalam rangka peningkatan pelayanan publik dan penanggulangan kemiskinan

(28)

Salah satu aspek yang sangat penting dari pelaksanaan otonomi daerah bsaat ini adalah

terkait dengan pemekaran dan penggabungan wilayah yang bertujuan untuk memperkuat

hubungan antara pemerintah daerah dan masyarakat local dalam rangka pertumbuhan kehidupan

demokrasi. Dengan interaksi yang lebih intensif antara masyarakat dan pemerintah Daerah

Otonom Baru (DOB).

Secara umum, pemekaran daerah dapat diartikan sebagai suatu proses pembagian wilayah

menjadi lebih dari satu wilayah, dengan tujuan meningkatkan pelayanan dan mempercepat

pembangunan yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan direvisi dengan

Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sesuai dengan PP No.78

Tahun 2007 bahwa pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau

bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah atau lebih.

Pada dasarnya pemekaran daerah memiliki beberapa tujuan yang harus dicapai. Seperti

yang ditulis dalam PP No. 78 Tahun 2007 hasil revisi PP No. 129 Tahun 2000, dimana

disebutkan bahwa tujuan pemekaran daerah ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat

melalui peningkatan pelayanan kepada, percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi,

percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi, percepatan pelaksanaan pembangunan

perekonomian daerah, percepatan pengelolaan potensi daerah, peningkatan keamanan dan

ketertiban, peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.

Menurut Kastorius Sinaga17

1. Urgensi dan relevansi

ide pemekaran daerah setidaknya harus menjawab tiga isu

(29)

Dalam hal ini apakah urgensi pemekaran daerah berkaitan dengan penuntasan masalah

kemiskinan dan marginalitas etnik. Jika tidak maka pemekaran daerah akan berdampak

negative. Pertimbangan lain dari pemekaran daerah biasanya didasari oleh adanyya

potensi sumber daya alam dan juga potensi sumber daya manusia yang terbatas. Jalan

keluar yang paling mungkin adalah mengundang pihak luar menjadi investor dan ketika

keputusan ini diambil maka tidak lama setelah itu akan terjadi proses eksploitasi yang

sangat besar terhadap kekayaan alam yang dimiliki oleh daerah tersebut. Cara berpikir

seperti inilah yang sangat mengkhawatirkan dn berpotensi mengundang terjadinya proses

kemiskinan.

2. Prosedur

Dalam hal ini apakah prosedur pemekaran daerah sudah ditempuh dengan benar sesuai

dengan ketentuan dan peraturan yang ditetapkan. Jika tidak maka peoses pemekaran

daerah ini akan berbelit-belit karena rantai birokrasi yang mengurus persoalan seperti ini

memerlukan proses yang sangat panjang.

3. Dalam hal ini yaitu sejauh mana pemekaran daerah memberi dampak yang signifikan

terhadap kesejahteraan masyarakat dan berimplikasi terhadap terpeliharanya identitas dan

agama.

Terdapat beberapa alasan penting dari pembentukan dan pemekaran wilayah, yaitu18

1. Meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat

akan secara cepat terangkat dan terbebas dari kemiskinan dan keterbelakangan seiring

meningkatnya kesejahteraan.

(30)

2. Memperpendek spam of control (rentang kendali) manajemen pemerintahan dan

pembangunan, sehingga fungsi manajemen pemerintahan akan lebih efektif, efisien, dn

terkendali.

3. Untuk proses pemberdayaan masyarakat dengan menumbuhkembangkan inisiatif,

kreativitas, dan inovasi masyarakat dalam pembangunan.

4. Menumbuhkan dan mengembangkan proses pembelajaran berdemokrasi masyarakat,

dengan keterlibatan mereka dalam proses politik dan pembangunan.

Menurut Prasojo, bahwa terdapat sejumlah faktor pendorong untuk melakukan

pemekaran daerah. Sekaligus hal tersebut menjadi penyebab mengapa penghentian (moratorium)

pemekaran sulit dilakukan. Pertama, tuntutan terhadap pemekaran adalah cara hukum

mendorong pemerintah untuk mengalirkan keuangan negarake daerah. Selama insentif keuangan

berupa dana alokasi umum, dan dana perimbangan lainnya dari pemerintah pusat terus mengalir

ke DOB, selama itu pula tuntutan pemekaran akan terjadi. Dengan kata lain, pemekaran adalah

alat bagi daerah untuk menekankan pemerintah pusat agar memberikan uang kepada daerah.

Kedua, selain berdimensi keuangan negara, pemekaran memiliki dimensi politik. pemekaran

merupakan cara untuk memberikan ruang yang lebih besar kepada kader-kader partai politik

didaerah untuk berkiprah dilembaga-lembaga perwakilan serta lembaga pemerintahan daerah.

Pembentukan DOB jelas diikuti pembentukan sejumlah struktur dan posisi daerah seperti kepala

daerah, wakil daerah, anggota DPRD, dan posisi-posisi pemerintahan lainnya. Ketiga,

pemekaran juga bisa berdimensi janji politisi kepada masyarakat di daerah pemilihannya (dapil).

Apalagi menjelang pemilu, janji pemekaran akan menjadi alat kampanye yang efektif untuk

mendongkrak suara dalam pemilu. Kontra opini terhadap pemekaran bisa dipandang tidak pro

(31)

luas wilayah dan jangkauan pelayanan, pemekaran adalah jalan untuk mendekatkan pelayanan

sekaligus meningkatkan kemakmuran masyarakat.19

Secara normatif, segala sesuatu yang berhubungan dengan Negara dan politik tertanam

sebuah syarat dan aturan hukum yang sifatnya mengikat untuk dilaksanakan oleh siapapun,

terlebih lagi terkait dengan pemekaran wilayah yang sifatnya lebig urgent. Sebagaimana

dijelaskan dalam UU No. 32/2004, pasal 5 bahwa pembentukan daerah harus memenuhi syarat

administratif, teknis dan fisik kewilayahan. Syarat administratif untuk kabupaten atau kota

meliputi adanya persetujuan DPRD, Provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Mentri dalam

Negeri. Sementara itu, syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah

yang meliputi faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik,

kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan faktor-faktor yang berhubungan dengan

terselenggaranya otonomi daerah. Sedangkan syarat fisik meliputi cakupan wilayah, lokasi calon

ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan.20

Menurut Saul M. Katz

1.6.2 Konsep Pembangunan Daerah dan Kesejahteraan Masyarakat

Pembangunan sudah menjadi hal yang sering didengar oleh masyarakat Indonesia.

Penggunaaan kata pembangunan seperti obat untuk terciptanya suatu perubahan dan kemajuan.

Walaupun sebenarnya suatu pembangunan belum tentu berdampak baikbagi setiap orang.

21

19

Eko Prasojo, “Jajaran Pemekaran Daerah : Instrumen Ekonomi Politik”. Dalam Opini Jawa Pos, 2008.

20

Matias Siagian, 2012, Kemiskinan dan Solusi, Medan : Grasindo Monoratama, hlm 92

21

Taliziduhu Ndraha, 1987, Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, Jakarta: Bina , pembangunan adalah “major societal change from one state of

national being to another, more valued, state” yang lebih kurang berarti perubahan

(32)

bagi daerah, ketika diberlakukannya otonomi daerah. Masing-masing daerah secara mandiri

melakukan pembangunan daerah agar terwujud kesejahteraan masyarakat di daerah otonomnya.

Secara gamblang tujuan pembangunan adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan

makmur, materiil maupun spirituil.22

Kebijakan pada dasarnya adalah merupakan keputusan pemerintah untuk menciptakan suatu

kondisi tertentu yang perlu dilaksanakan dalam rangka mendorong proses pembangunan daerah

bersangkutan. Kebijakan pembangunan daerah pada dasarnya merupakan pengambilan

keputusan oleh pimpinan atau elit politik daerah untuk mewujudkan kondisi yang dapat

mendorong dan mendukung pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan yang telah ditetapkan

semula dalam bentuk perencanaan.

Adil dan makmur (sejahtera) merupakan harga mati yang

harus dicapai melalui pembangunan. Sehingga dapat dikatakan pembangunan ditujukan agar

masyarakat dapat mencapai haknya, yaitu kemakmuran yang berkeadilan dan keadilan yang

berkemakmuran.

23

Adapun prioritas pembangunan daerah dapat didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan

berikut.24

1. Program dan sektor yang diprioritaskan sebaiknya berhubungan erat dengan visi dan

misi pembangunan daerah yang ditetapkan semula sehingga pencapaian visi dan misi

tersebut menjadi lebih terjamin sesuai dengan janji yang diberikan pada masyarakat.

2. Program dan sektor yang diprioritaskan sebaiknya mencakup sebagian besar dari

kehidupan sosial ekonomi pada negara dan daerah bersangkutan, seperti sektor

pertanian, sumber daya manusia, sektor industri dan lain-lainnya.

22

Matias Siagian, 2012, Kemiskinan dan Solusi, Medan:Grasindo Monoratama, hlm 92 23

(33)

3. Kegiatan dan sektor tersebut merupakan sektor unggulan dan mempunyai keuntungan

komperatif tinggi sehingga dapat diharapkan untuk mendorong peningkatan

pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pada negara dan daerah

bersangkutan.

4. Program dan kegiatan tersebut dapat mendukung dan bersinerrgi dengan kegiatan

lainnya sehingga proses pembangunan secara keseluruhan akan menjadi lebih maju dan

berkembang.

5. Program kegiatan yang diprioritaskan haruslah yang layak dalam arti manfaatnya yang

dapat diberikan adalah lebih besar dari biaya yang diperlukan untuk pelaksanaannya.

6. Program dan kegiatan pembangunan harus sesuai dengan kondisi sosial ekonomi daerah

bersangkutan sehingga pembangunan tidak mendapat reaksi negatif dari masyarakat

setempat.

Untuk melihat keberhasilan pembangunan, maka ditetapkan indikator yang menjadi

faktor penentu dan ukuran pembangunan itu sendiri. Bagi daerah, pengukuran kondisi dan

kemajuan pembangunan daerah dapat dilakukan melalui penggunaan Indikator Pembangunan

Daerah. Indikator ini pada dasarnya merupakan indikasi atau atau tanda-tanda umum tentang

kondisi dan perkembangan dari sesuatu aspek pembangunan daerah. Indikator ini terdiri atas dua

bagian yaitu Indikator Ekonomi Daerah dan Idikator kesejahteraan sosial.25

Kesejahteraan dijadikan sebagai indikator untuk melihat indikasi peningkatan kesejahteraan

yang telah dan dapat dicapai oleh suatu daerah dalam periode tertentu. Adapun yang termasuk ke

dalam Indikator Kesejahteraan Sosial antara lain sebagai berikut.26

25

(34)

1. Indeks Pembangunan Manusia

Indeks pembangunan manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) muncul

karena dorongan perbaikan terhadap penggunaan Pendapatan Per Kapita sebagai ukuran

kemakmuran dan kesejahteraan dalam suatu masyarakat. Hal ini dikarenakan

kemakmuran masyarakat tidak hanya didasarkan pada aspek ekonomi saja, melainkan

juga pada bidang sosial seperti pendidikan dan kesehatan.

Untuk itu IPM muncul untuk mengukur tiga unsur penting untuk mengukur tingkat

kesejahteraan masyarakat, yaitu daya beli (pendapatan), pendidikan dan kesehatan

masyarakat. Komponen IPM tersebut dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.

a. Tingkat kesehatan, di ukur dengan Umur Harapan Hidup

b. Tingkat Pendidikan, diukur dari persentase melek huruf orang dewasa (dengan bobot

dua per tiga) dan rata-rata lama sekolah (bobot sepertiga)

c. Daya beli (Purchasing Power), yang diukur dari pengeluaran (konsumsi) per kapita

masyarakat.

2. Gini Ratio

Gini ratio merupakan ukuran distribusi pendapatan (Income Distribution). Kondisi

ekonomi daerah yang baik tidak hanya dinilai pada peningkatan pertumbuhan ekonomi

yang cepat, tetapi juga dengan adanya pemerataan distribusi pendapatan yang lebih baik.

Distribusi pendapatan yang relatif baik oleh kondisi dimana perbedaan antara golongan

masyarakat kaya dan miskin yang tidak terlalu mencolok dalam perekonomian daerah

bersangkutan;

(35)

Tingkat kemiskinan merupakan persentase penduduk miskin yang terdapat di daerah

yang bersangkutan, yang dapat dihtiung baik untuk daerah pedesaan maupun daerah

perkotaan serta daerah administratif seperti provinsi, kabupaten dan kota. Secara teknis,

penduduk miskin dalam suatu daerah pada dasarnya adalah penduduk yang

pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan (poverty line) yang ditentukanoleh

pemerintah atau oleh badan tertentu yang berwenang seperti Bank Dunia. Di Indonesia,

yang pertama dijadikan sebagai acuan adalah Garis Kemiskinan Sayogyo (Sayogyo

Poverty Line) yang didasarkan pada jumlah kalori minimum yang dibutuhkan oleh

masyarakat untuk dapat hidup secara wajar. Untuk memudahkan pengukuran, jumlah

kalori yang dibutuhkan tersebut dapat dihitung dalam bentuk jumlah beras yang perlu

dikonsumsi untuk menghasilkan jumlah kalori minimum tersebut. Berdasarkan hal

tersebut, pemerintah Indonesia menetapkan garis kemiskinan yang berlaku secara resmi

di Indonesia. Garis kemiskinan ini lebih rendah dari yang ditetapkan oleh Bank Dunia,

yaitu minimum US $ 2,00 per hari.

4. Tingkat Pengangguran

Tingkat pengangguran merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur tingkat

kesejahteraan masyarakat di daerah. Tingkat pengangguran yang tinggi mengindikasikan

tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah dan demikian pula sebaliknya.

Ukuran tingkat pengangguran ditentukan oleh dua unsur utama yaitu jumlah pencari kerja

dan kemampuan penyediaan atau peneyerapan tenaga kerja yang terdapat pada daerah

bersangkutan.

Jumlah pencari kerja dapat diketahui dari selisih antara jumlah penduduk umur kerja

(36)

ibu rumah tangga. Sedangkan jumlah pengangguran akan dapat diketahui dengan

mengurangi perkiraan jumlah penyediaan atau penyerapan tenaga kerja dengan jumlah

pencari tenaga kerja.

1.7Metodologi Penelitian` 1.7.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna

yang oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau

kemanusian. Proses penelitian kualitatif ini melibatkan upaya-upaya penting, seperti mengajukan

pertanyaan-pertanyaan dan prosedur-prosedur, mengumpulkan data secara spesifik dari para

partisan, menganalisis data secara induktif mulai dari tema-tema yang khusus ke tema-tema yang

umum, dan menafsirkan makna data.27

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriftif.

Jenis penelitian deskriftif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan ihwal

masalah atau objek tertentu secara rinci. Penelitian deskriftif dilakukan untuk menjawab sebuah

atau beberapa pertanyaan mengenai keadaan objek atau subjek amatan secara rinci.

1.7.2 Jenis Penelitian

28

27

John W Creswell. 2012. Research Design. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Hal.4

28

(37)

1.7.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Kecamatan Lima Puluh yang merupakan Ibukota

Kabupaten Batu Bara yang merupakan Daerah Otonom Baru. Adapun tempat untuk melakukan

penelitian ini ialah:

1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Batu Bara

2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batu Bara.

Lokasi-lokasi ini dipilih oleh peneliti dengan tujuan untuk mendapatkan data dan

dokumen yang berhubungan dengan penelitian ini. Selain itu, untuk beberapa lokasi akan

dilakukan wawancara dengan narasumber yang terkait dalam penelitian ini.

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder’

a. Data Primer

Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data pertama dilokasi

penelitian atau objek penelitian.29 Dalam hal ini, perolehan data dilakukan dengan cara wawancara. Wawancara adalah alat yang dipergunakan dalam komunikasi yang

berbentuk sejumlah pertanyaan pertanyaan lisan yang diajukan oleh pengumpul data

sebagai pencari informasi yang dijawab secara lisan pula oleh informan. Dengan kata

lain, wawancara secara sederhana adalah alat pengumpul data berupa tanya jawab antara

pihak pencari indormasi dengan sumber informasi yang berlangsung secara lisan.30

29

Burhan Bungin. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Hal. 132

30

Hadari Nawawi dan Martini Hadari, Instrumen Penelitian Bidang Sosial,(Yogyakarta: Gajah Mada University

Yang

(38)

1. Bapak Ahmad Rubi Siboro selaku Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah.

2. Ketua Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Batu Bara, Bapak Amat

Mukhtaz

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari sumber kedua atau data yang

sudah ada. Data tersebut dapat diperoleh melalui buku, jurnal, internet, ataupun literature

lain yang berkaitan dengan judul penelitian.

1.7.5 Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini ada beberapa tahapan yang digunakan penulis untuk menganalisa

data. Pertama, peneliti akan melakukan pemilahan terhadap data dan mengklasifikasikan

data-data tersebut sehingga tersusun secara sistematis dan terurut. Kedua, penulis akan melakukan

pengolahan terhadap hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dilokasi penelitian sehingga

menjadi data yang dapat dibandingkan. Ketiga, hasil wawancara yang telah menjadi data tersebut

dibandingkan terhadap data yang telah dikumpulkan sebelumnya terkait dengan penelitian.

Pengolahan data akan dianggap optimal apabila data yang dijadikan objek penelitian, baik itu

dari hasil wawancara maupun data-data terkait masalah penelitian telah lengkap. Terakhir,

dilakukan analisis terhadap data-data tersebut agar mampu menjawab masalah dalam penelitian

(39)

1.8 Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, digunankan sistematika penulisan sebagai berikut:

1. BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah,

tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika

penanulisan.

2. BAB II GAMBARAN UMUM KABUPATEN BATUBARA

Pada Bab ini, akan menggambarkan kondisi dan profil Kabupaten Batu Bara setelah

ditetapkan menjadi daerah otonom. Dalam Bab ini juga akan dipaparkan sejarah singkat

pembentukan serta gambaran umum dan pemerintahan Kabupaten Batu Bara.

3. BAB III KONDISI DAN ANALISIS KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PASCA PEMEKARAN DAERAH DIKABUPATEN BATU BARA.

Dalam Bab ini, akan mengkaji dan menganalisi kondisi kesejahteraan masyarakat

sebagai tujuan dari pemekaran daerah di Kabupaten Batu Bara serta peran lembaga

politik yang ada di Kabupaten Batu Bara.

4. BAB IV PENUTUP

Bab ini terdiri dari kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis data, dan memberikan

Gambar

Tabel 1.1  Pemekaran Daerah di Indonesia Periode 1999-2012
Tabel 1.2
Tabel 1.3
Tabel 1.5
+2

Referensi

Dokumen terkait

TOEFL REVIEW EXERCISES (Skill 1-13): Choose the letter of the word or group of words that best completes the sentence.. variety of flowers in the show, from simple carnationsto

Hasil pengujian menunjukkan bahwa kekuatan tarik, modulus elastisitas dan kekuatan bending dari komposit berpenguat serat daun nanas belum dapat memenuhi standar

Media e-comic yang dikembangkan dengan validasi dari ahli materi dan ahli media diharapkan dapat membantu guru dalam menyampaikan materi IPS dan mempermudah belajar siswa

Dengan menggunakan beberapa metode tersebut, hasil penelitian yang diharapkan adalah perbaikan deteksi terhadap dataset RTE-4 ID 332 yang semula terdeteksi sebagai

Implementasi yang telah dilakukan dengan menggunakan library keamanan akan memberikan kemudahan dalam membangun keamanan web service karena dengan dukungan library

Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi dan Pengembangan Karier Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Kabupaten Tabalong di Tanjung Kalimantan Selatan.. Jurnal Manajemen

Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education, menyatakan bahwa indeks pembangunan pendidikan atau Education Development

bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2007 tetang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler