BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Halitosis 2.1.1 Defenisi
Halitosis yang berasal dari bahasa Latin, halitus (nafas) dan osis (keadaan) adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan bau nafas tidak sedap yang berasal dari dalam rongga mulut maupun luar rongga mulut serta dapat melibatkan kesehatan dan kehidupan sosial seseorang. Halitosis juga dikenal dengan beberapa nama lain, seperti mouth odor, bad breath, oral malodour, fetor ex ore atau fetor oris.9,10
Halitosis merupakan salah satu penyakit yang sudah ada sejak dulu dan tercatat dalam literatur sejak ribuan tahun lalu. Nabi Muhammad SAW pernah berkata bahwa Beliau akan mengeluarkan orang dari mesjid bila mencium bau bawang dari mulut orang tersebut.11
2.1.2 Etipatogenesis Halitosis
Teori yang paling sering berkaitan dengan halitosis adalah volatile sulfur
compounds (VSCs).10 VSCs merupakan hasil produksi dari aktivitas bakteri-bakteri
anaerob di dalam mulut berupa senyawa berbau tidak sedap dan mudah menguap sehingga menimbulkan bau yang mudah tercium oleh orang di sekitarnya.13,14
Gambar 1. Produksi Volatile Sulphur Compounds (VSCs).10
Halitosis dihasilkan oleh bakteri yang hidup secara normal pada permukaan lidah dan dalam kerongkongan. Bakteri tersebut secara normal ada di permukaan lidah dan dalam kerongkongan karena bakteri tersebut membantu proses pencernaan manusia dengan cara memecah protein. Spesies bakteri yang terdapat pada permukaan oral dapat bersifat sakarolitik, yaitu menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi. Spesies lain bersifat asakarolitik atau proteolitik, yaitu menggunakan
Protein dalam diet Protein dalam saliva Protein cairan gingiva
Peptida Bakteri protease
Host protease
Asam amino lainnya Sulfur yang
mengandung asam amino
Katabolisme Bakteri Anaerob Gram (-)
Volatile Sulphur
Compounds
protein, peptida atau asam amino sebagai sumber utamanya. Kebanyakan bakteri gram positif bersifat sakarolitik dan bakteri gram negatif bersifat asakarolitik atau
proteolitik. Pada halitosis bakteri yang berperan adalah bakteri anaerob gram negatif
dan juga termasuk bakteri porphyromonas gingivalis, provotella intermedia,
fusobacterium nucleatum, bacteroides (tannerella) forsythensis dan treponema
denticola. Bakteri gram negatif merupakan penghuni utama plak supragingival
termasuk plak yang menutupi lidah dan permukaan mukosa lainnya yang dapat memproduksi bahan kimia seperti VSCs yang menyebabkan timbulnya halitosis.13,16
2.1.3 Klasifikasi
2.1.3.1 Genuine Halitosis
Genuine halitosis adalah halitosis sejati atau halitosis yang sebenarnya.10
Halitosis tipe ini dapat dibedakan lagi atas halitosis fisiologis dan patologis.
A. Fisiologis
Halitosis fisiologis atau yang juga disebut halitosis transien adalah halitosis yang disebabkan oleh faktor fisiologis yang bersifat sementara, seperti morning
halitosis.9 Halitosis ini terjadi pada saat bangun tidur di pagi hari dan bersifat
sementara.17 Hal ini dikarenakan kurangnya aliran saliva pada saat tidur dan membuat pembusukan sel epitel dan debris lainnya tertahan, yang menyebabkan timbulnya halitosis.18 Halitosis ini dapat dengan mudah dihilangkan dengan melakukan pembersihan mulut, makan dan berkumur dengan air bersih.17
B. Patologis
Halitosis patologis merupakan halitosis permanen yang tidak dapat dihilangkan dengan metode pembersihan mulut biasa. Pada halitosis patologis harus dilakukan perawatan dan perawatannya bergantung pada faktor penyebab halitosis tersebut.10 Halitosis patologis dapat dibedakan menjadi 2 berdasarkan faktor penyebabnya, yaitu :
1. Intra Oral
Penyebab halitosis yang utama adalah buruknya kebersihan mulut dan penyakit periodontal. Tindakan pembersihan gigi yang tidak adekuat menyebabkan masih banyaknya sisa makanan yang tertinggal pada gigi.10 Halitosis dapat disebabkan karena adanya lesi karies yang dalam dengan impaksi dan pembusukan makanan. Dapat juga disebabkan karena impaksi makanan pada interdental yang lebar dan akumulasi debris pada gigi berjejal.17
Penyakit periodontal seperti Gingivitis Ulseratif Nekrosis (GUN), periodontitis, perikoronitis dan ulser juga berkaitan dengan terjadinya halitosis.9 Literatur menunjukkan bahwa ada hubungan antara halitosis dengan gingivitis atau penyakit periodontal. Produksi Volatile Sulphur Compounds (VSCs) dalam saliva dijumpai meningkat pada gingiva yang mengalami inflamasi dan sebaliknya menurun apabila gingiva sehat.10
Selain karies dan penyakit periodontal, tongue coating juga menjadi salah satu penyebab halitosis. Coated tongue merupakan akumulasi dari deskuamasi dan pengelupasan sel-sel epitel yang bercampur dengan sel-sel darah, sisa makanan dan bakteri. Menurut sebuah studi mengenai distribusi topografi jenis bakteri pada permukaan lidah, paling banyak ditemukan pada daerah posterior dorsal lidah sampai ke papila sirkumvalata. Beberapa penelitian juga telah mengidentifikasi permukaan posterior dorsal lidah sebagai kontributor utama untuk bau mulut pada orang sehat.1
2. Ekstra Oral
Penyakit saluran pernafasan seperti abses paru-paru, pneumonia nekrosis dan karsinoma saluran pernapasan dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang mengarah keproduksi VSCs. Penyakit pernafasan yang terkait lainnya seperti tonsillitis, sinusitis atau polip hidung dapat juga menyebabkan timbulnya halitosis.17 Faktor penyebab halitosis yang berasal dari ekstra oral dapat juga disebabkan manifestasi dari penyakit sistemik seperti hiatus hernia, sirosis hati dan diabetes mellitus.1
Halitosis kadang menjadi gejala pertama dari penyakit saluran pernafasan seperti abses paru-paru yang juga disertai dengan demam, batuk dan nyeri pleuritik. Beberapa organisme, yang kebanyakan anaerob yang menimbulkan abses tersebut. Penyakit saluran pernafasan lainnya seperti karsinoma yang biasanya terjadi pada salah satu bronkus besar mengakibatkan kerusakan jaringan dan infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri anaerob yang menghasilkan bau mulut. Penyakit pernafasan lainnya yang juga terkait dengan halitosis seperti sinusitis yang dapat menghasilkan debit purulen yang menghasilkan bau busuk. Jika sinusitis adalah sekunder yang disebabkan oleh abses pada salah satu gigi pada rahang atas, maka debit akan hadir pada awal penyakit.18
Manifestasi dari penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dapat menimbulkan bau tertentu seperti bau keton dalam nafas.6 Penyakit sistemik lainnya seperti gagal hati menghasilkan bau amina dan azotemia yang menghasilkan bau seperti bau amoniak.18
Gangguan lainnya yang menyebabkan bau mulut adalah trimethylaminuria atau sindrom bau ikan yaitu gangguan langka yang ditandai dengan bau yang berasal dari mulut dan tubuh yang disebabkan oleh kelebihan trimetilamina yang menghasilkan bau amonia tajam seperti ikan busuk.6,19
2.1.3.2 Pseudo Halitosis
pada pemeriksaan awal tidak ditemukan adanya halitosis, maka pemeriksaan dapat diulang pada dua atau tiga hari berbeda. Setelah itu, jika tetap juga tidak ditemukan adanya halitosis berdasarkan pemeriksaan, maka pasien dapat disimpulkan mengalami pseudo halitosis.17
2.1.3.3 Halitopobia
Apabila setelah melakukan perawatan baik untuk genuine halitosis ataupun
pseudo halitosis, tetapi pasien masih mengeluhkan adanya halitosis, maka pasien
tersebut dikategorikan sebagai halitophobia.9,10
2.1.4 Diagnosa
Terdapat beberapa macam cara untuk mendiagnosis halitosis, tetapi riwayat pasien dan pemeriksaan fisik adalah yang utama. Pertanyaan yang ditujukan kepada pasien seharusnya langsung berkaitan dengan halitosis yang dideritanya, seperti durasi dari halitosis tersebut, pada saat kapan halitosis tersebut terjadi, adakah orang lain yang memberitahukan, menyadari ada tidaknya halitosis tersebut, apakah pasien mengonsumsi obat yang menyebabkan mulut menjadi kering.11
Pemeriksaan fisik dengan teliti dapat menentukan penyebab halitosis. Pada kebanyakan kasus pemeriksaan harus terlebih dahulu diarahkan pada rongga mulut dan faring. Semua bagian rongga mulut termasuk bagian bukal, dasar mulut, aspek-aspek lateral lidah dan palatum, harus diperiksa secara hati-hati. Pemeriksaan tambahan seperti palpasi dengan menggunakan jari telunjuk, berguna untuk mengevaluasi adanya lesi yang terlihat pada pemeriksaan awal dan juga dapat mendeteksi lesi yang tidak terlihat.18
2.1.4.1 Metode Langsung 2.1.4.1.1 Organoleptik
Pengukuran organoleptik dianggap sebagai metode terbaik dan paling umum yang dilakukan untuk mendiagnosis halitosis.11 Alasan mengapa organoleptik menjadi standar terbaik untuk pengukuran halitosis bergantung pada kenyataan bahwa hidung manusia mampu mencium dan mendefinisikan bau, tidak hanya VSCs tetapi juga senyawa organik lain yang berasal dari pernafasan.22
Pengukuran dengan organoleptik dapat dilakukan dengan mencium nafas pasien dan menentukan tingkat halitosisnya.17,23,24 Sebelum melakukan pengukuran tingkat halitosis dengan metode organoleptik, pasien terlebih dahulu diinstruksikan untuk tidak mengonsumsi antibiotik 3 minggu sebelum prosedur. Pasien juga harus diinstruksikan untuk menahan diri dari mengonsumsi bawang putih, bawang merah dan makanan pedas selama 48 jam sebelum pengukuran.23,24 Beberapa persyaratan lainnya termasuk menghindari penggunaan parfum dan deodoran selama 24 jam sebelum pengukuran, tidak merokok dan mengonsumsi alkohol, kopi, teh atau jus 12 jam sebelum prosedur. Pasien juga harus bersedia untuk tidak menggunakan penyegar nafas dan mulut 12 jam sebelum pengukuran.9,17,23,24
Pengukuran halitosis dengan menggunakan metode organoleptik dilakukan dengan cara memasukkan sebuah tabung transparan berdiameter 2,5 cm dan panjang 10cm kedalam mulut pasien dan menginstruksikan untuk menghembuskan nafas secara perlahan kedalam tabung (Gambar 2). Setelah itu di evaluasi dan di berikan skor sesuai dengan skala pengukuran organoleptik (Tabel 1).23
Tabel 1. Skala pengukuran organoleptik25
Kategori Deskripsi
0 : Tidak ada halitosis Bau tidak terdeteksi 1 : Ada sedikit halitosis yang
sulit terdeteksi
Bau terdeteksi, meskipun pemeriksa tidak mengenalinya sebagai halitosis
2 : Ada sedikit halitosis Bau terdeteksi sebagai sedikit halitosis 3 : Halitosis sedang Bau terdeteksi sebagai halitosis pasti 4 : Halitosis kuat (bau mulut yang
menyengat)
Bau dapat terdeteksi jelas tetapi masih dapat ditoleransi oleh pemeriksa
5 : Halitosis ekstrim (bau mulut yang sangat menyengat)
Bau terdeteksi dengan sangat jelas dan tidak dapat ditoleransi oleh pemeriksa
Jika memungkinkan, untuk mendapatkan diagnosis yang lebih akurat pengukuran halitosis dapat dilakukan kembali pada dua atau tiga hari berikutnya. Hal ini penting dilakukan, terutama bila pada pemeriksaan diduga adanya pseudo halitosis atau halitipobia.23
2.1.4.1.2 Gas Kromatografi
Gas kromatografi adalah metode yang tepat dalam pengukuran gas. Alat ini dilengkapi dengan detektor fotometri khusus untuk medeteksi gas sulfur di dalam rongga mulut. Metode ini dianggap sebagai metode terbaik untuk mengukur tingkat halitosis yang dikarenakan Volatile Sulphur Compounds (VSCs).15
Metode gas kromatografi sangat sensitif dan spesifik dengan deteksi fotometri yang telah diadaptasi untuk pengukuran langsung dari ketiga VSCs yaitu CH3SH, H2S dan (CH3)2S. Metode ini dapat mendeteksi 90 persen VSCs dalam mulut. Selain itu, gas lain seperti kadaverin, putresin dan skatole juga dapat dideteksi.24,26
Oral Chroma adalah salah satu gas kromatografi portable yang dapat
Gambar 3. Oral Chroma10
Langkah dasar menggunakan Oral Chroma sebagai berikut :10
1. Sebuah jarum plastik dimasukkan ke dalam rongga mulut dan ditempatkan di antara bibir, jangan sampai menyentuh lidah. Kemudian plunger ditarik secara perlahan, lalu didorong kembali dan tarik plunger untuk kedua kalinya sebelum jarum ditarik keluar dari mulut.
2. Keringkan ujung jarum plastik apabila permukaan luarnya basah. Lekatkan jarum tersebut dan tekan plunger untuk mengeluarkan gas 0,5cc (1/2 kalibrasi).
3. Sisa gas yang ada di dalam jarum, dimasukkan ke dalam alat oral chroma dengan menekan plunger. Setelah selesai, hasil pengukuran akan keluar secara otomatis.
2.1.4.1.3 Sulphide Monitor A. Halimeter
sensitif terhadap alkohol, sehingga harus menghindari mengonsumsi minuman beralkohol ataupun menggunakan obat kumur yang mengandung alkohol selama 12 jam sebelum pengukuran.27
Gambar 4. Portable sulphide monitor : Halimeter (Interscan Co. Chatsworth, CA)17
Monitor pada halimeter dilengkapi dengan sensor elektrokimia.21,24 Halimeter perlu dikalibrasi ke nol sebelum melakukan pengukuran.27 Pasien diinstruksikan untuk menghembuskan nafas ke dalam tabung transparan yang membawa nafas ke pompa hisap yang pada nantinya akan membawa udara ke dalam monitor.17,24 Kemudian pasien diminta untuk menutup mulut selama 1 menit, setelah itu pasien di minta untuk membuka mulut dan menjulurkan lidah. Lalu selang ditempatkan di pertengahan posterior dorsal bagian lidah dan tetap dibiarkan sampai nilai maksimum VSCs tercatat.27 Monitor akan menganalisis total kandungan sulfur dalam nafas.17,24 Tingkat VSCs tercatat dalam parts per billion (ppb).27
B.Breath Checker
Breath checker adalah monitor inovatif yang mendeteksi dan mengukur
Gambar 5. Tanita Breath Checker©30
Tata cara pemakaian breath checker yaitu sebagai berikut:31
1. Tarik penutup ke atas dan sensor akan menyala (Gambar 6). Nomor pada layar akan menghitung mundur 5 sampai 1. Kocok alat perlahan 4 sampai 5 kali untuk menghapus bau atau uap air yang tersisa di alat tersebut
. Gambar 6. Bagian-bagian pada Breath Checker31
3. Jika pasien berhenti menghembuskan nafas sebelum terdengar bunyi “bip” atau tidak menghembuskan nafas selama 6 detik, maka alat akan mati secara otomatis.
Gambar 7. Penggunaan Breath Checker32
4. Tingkat pengukuran akan muncul pada monitor (Gambar 8). Setelah selesai sensor ditutup kembali, maka alat tersebut akan mati secara otomatis.
Gambar 8. Skala pengukuran pada Breath Checker31
2.1.4.2 Metode Tidak Langsung 2.1.4.2.1 Tes BANA
Tes BANA adalah uji berbasis enzim yang digunakan untuk menentukan aktivitas proteolitik oral anaerob tertentu yang berkontribusi terhadap halitosis dan dianggap sebagai produsen H2SO4 aktif.15
Tes ini adalah tes strip yang terdiri dari benzoil-DL-argini-anaphthylamide yang mendeteksi asam lemak dan gram negatif anaerob obligat proteolitik, yang menghidrolisis substrat tripsin sintetis dan menyebabkan halitosis (Gambar 9). Dengan menggunakan tes BANA, tidak hanya dapat mendeteksi halitosis tetapi juga menjadi penilaian risiko periodontal.33
Gambar 9. BANA test34
Pada tes BANA dengan uji strip plastik terdapat dua reagen matriks terpisah:35
1. Semakin rendah reagen putih matriks diresapi dengan N-benzoyl- DL-arginin-B-napthylamide (BANA). Sampel plak subgingiva diterapkan matriks yang lebih rendah ini.
2.1.5 Penatalaksanaan
Sebelum pengobatan diberikan, etiologi halitosis harus teridentifikasi terlebih dahulu sehingga pengobatan sesuai dengan sumber yang ditujukan.11 Oleh karena itu, langkah pertama adalah menentukan diagnosis yang tepat dengan mengidentifikasi etiologi dan sebagian besar etiologinya berasal dari dalam rongga mulut.1
Dalam praktek dokter gigi, kebutuhan pengobatan untuk halitosis terbagi menjadi 5 kategori (Tabel 2) untuk memberikan pedoman dalam mengobati pasien halitosis. Pedoman ini berkaitan langsung dengan diagnosis awal halitosis.9
Tabel 2. Treatment needs (TN) for breath malodor21
Kategori Deskripsi
TN-1 Penjelasan halitosis dan instruksi untuk kesehatan mulut (dukungan dan penguatan perawatan diri pasien sendiri untuk perbaikan lebih lanjut dari kebersihan mulut mereka)
TN-2 Oral profilaksis, pembersihan dan perawatan profesional untuk penyakit mulut, penyakit periodontal khususnya.
TN-3 Rujukan ke dokter atau dokter spesialis.
TN-4 Penjelasan data pemeriksaan, instruksi lanjut dari tenaga profesional, edukasi dan jaminan.
TN-5 Rujukan ke psikolog klinis,psikiater atau lainnya spesialis psikologis.
Treatment needs (TN) halitosis dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi
Tabel 3. Klasifikasi halitosis dengan treatment needs (TN)21
Klasifikasi Treatment needs
1. Genuine halitosis
A. Halitosis fisiologis TN-1
B. Halitosis patologis
i. Oral TN-1 dan TN-2
ii. Ekstra oral TN-1 dan TN-3
2. Pseudo halitosis TN-1 dan TN-4
2.2 Kerangka Teori
Pseudo Halitosis Faktor
Fisiologis
Faktor Patologis
Volatile Sulphur Compounds
Intra Oral Ekstra Oral
Genuine
Halitosis Halitophobia
2.3 Kerangka Konsep
Pasien RSGM USU • Faktor penyebab :
*Fisiologis *Patologis : - Intra Oral -Ekstra Oral