59 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1Analisis Statistik Deskriptif
Variabel penelitian ini terdiri dari 1 variabel dependen dan 3 variabel
independen. Penelitian ini menggunakan harga saham yang diproksikan dengan
closing price sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independen yang
digunakan meliputi return on equity, debt to equity ratio, price to book value.
Data yang digunakan adalah data laporan keuangan dan laporan tahunan
perusahaan sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2011 sampai dengan tahun 2014. Hasil pengujian statistik
deskriptif tersaji pada tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1
Hasil Statistik Deskriptif Variabel Operasional
Mean Max Min Std.Dev
Return on Equity 0.035 0.382 0.887 0.216
Debt to Equity Ratio 1.77 8.92 0.03 1.54
Price to Book Value 2.75 22.06 0.13 3.19
Harga Saham (Rp) 1726.7 9700 50 2234.9
Sumber: Data sekunder yang telah diolah
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa hanya 3 dari 4 yang mempunyai nilai
standar deviasi yang lebih besar dari nilai mean yaitu ROE, PBV dan harga
saham, yang dapat diartikan bahwa variabel operasional tersebut bervariasi atau
tidak mengelompok.
Secara keseluruhan perusahaan sampel mempunyai nilai mean ROE
sebesar 0.035 atau 3.5% yang dapat diartikan bahwa setiap rupiah dari modal
sendiri perusahaan mampu menghasilkan laba bersih sebesar Rp 0.035 rupiah,
nilai ROE maksimum sebesar 0.382 dicatat oleh PT Pelayaran Tempuran Emas
Tbk. (TMAS), lalu nilai minimum sebesar 0.887 dicatat PT Zebra Nusantara Tbk.
(ZBRA), kemudian nilai standar deviasi sebesar 0,21 atau 21% yang dapat
diartikan bahwa rata jarak penyimpangan titik-titik data diukur dari nilai
60 0.035 atau 3.5%, dapat disimpulkan bahwa data ROE tidak mengelompok atau
bervariasi.
Secara keseluruhan nilai rata-rata dari variabel DER adalah 1.77 yang
dapat diartikan bahwa sampel observasi penelitian ini rata-rata jarak
penyimpangan titik-titik data diukur dari nilai rata-rata data variabel DER adalah
1.77. Data sampel mempunyai nilai maksimum sebesar 8.92 nilai tersebut dicatat
oleh PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk. (HITS) pada tahun 2013, lalu nilai
minimal dicatat oleh PT Tanah Laut Tbk. (INDX) pada tahun 2014, kemudian
standar deviasi sebesar DER sebesar 1.54 yang dapat diartikan bahwa rata-rata
jarak penyimpangan titik-titik data diukur dari nilai rata-rata data adalah 1.54.
Dengan nilai rata-rata keseluruhan sebesar 1.77 dan dapat disimpulkan bahwa data
variabel DER mengelompok atau tidak bervariasi.
Secara keseluruhan data sampel variabel PBV mempunyai nilai maksimum
sebesar 22.06 nilai tersebut dicatat oleh PT Humpuss Intermoda Transportasi Tbk.
(HITS) pada tahun 2014, kemudian nilai PBV minimum dicatat oleh PT Rig
Tenders Indonesia Tbk. (RIGS) yaitu sebesar 0.13 pada tahun 2013, kemudian
standar deviasi PBV sebesar 3.19 yang dapat diartikan bahwa rata-rata jarak
penyimpangan titik-titik data diukur dari nilai rata-rata data variabel ukuran
perusahaan adalah 3.19. Dengan nilai rata-rata keseluruhan sebesar 2.75, maka
dapat disimpulkan bahwa data ukuran perusahaan tidak mengelompok atau
bervariasi.
Secara keseluruhan data sampel dari variabel harga saham mempunyai
nilai maksimum sebesar 9700 yang dicatat oleh PT Tower Bersama Infrastructure
Tbk. (TBIG) pada tahun 2014, kemudian nilai minimum sebesar 50 dicatat oleh
PT Leyand International Tbk. (LAPD), dan PT Mitra International Resource Tbk.
(MIRA) sebesar 50, standar deviasi sebesar 2313.8 yang dapat diartikan bahwa
rata-rata jarak penyimpangan titik-titik data diukur dari nilai rata-rata data
variabel adalah 2313.8. Dengan nilai rata-rata keseluruhan sebesar 2008 dapat
disimpulkan bahwa data kepemilikan manajerial tidak mengelompok atau
bervariasi.
Penjabaran masing-masing variabel operasional sesuai dengan hasil
61 4.1.1 Return on Equity (ROE)
Pada penelitian ini profitabilitas akan diproksikan dengan Return on
Equity. Profitabilitas digunakan untuk mengukur seberapa besar perusahaan
mampu untuk menghasilkan laba atau income. Pengukuran dilakukan dengan
membandingkan laba bersih perusahaan dengan total ekuitas perusahaan.
Perhitungan Return on Equity telah tersaji pada lampiran 1 dan berikut adalah
hasil pengujian statistik deskriptif pada variabel Return on Equity.
Tabel 4.2
Hasil Statistik Deskriptif Variabel Return On Equity
2011 2012 2013 2014
1 LAPD Leyand International Tbk. 0.93% 2.22% -0.53% 0.59% 2 PGAS Perusahaan Gas Negara Tbk 35.60% 3.89% 32.78% 25.23% 3 RAJA Rukun Raharja Tbk 13.27% 12.38% 13.48% 14.07% 4 CMNP Citra Marga Nusaphala Persada Tbk 16.33% 15.35% 12.37% 11.04% 5 JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk 14.11% 15.69% 8.80% 10.64% 6 META Nusantara Infrastruktur Tbk. -2.78% 4.59% 4.59% 6.44%
7 EXCL XL Axiata Tbk 20.67% 17.99% 6.75% -6.38%
8 ISAT Indosat Tbk 5.62% 2.51% -16.14% -13.09%
9 HITS Humpuss Intermoda Transportasi Tbk. -51.47% -2.55% 20.60% 8.28% 10 IATA Indonesia Air Transport Tbk. -16.23% -18.88% -10.51% -3.32%
11 INDX Tanah Laut Tbk. 0.67% 26.74% 12.44% 27.01%
12 MIRA Mitra International Resource Tbk. 1.32% 3.25% -0.48% -13.35% 13 RIGS Rig Tenders Indonesia Tbk. -0.51% 6.05% -7.32% -2.34% 14 TMAS Pelayaran Tempuran Emas Tbk. 10.95% 34.39% 21.06% 38.21% 15 TRAM Trada Maritime Tbk. 10.22% -22.71% 2.78% -32.19% 16 WEHA Panorama Transportasi Tbk 5.66% 6.99% 1.13% 2.17% 17 WINS Wintermar Offshore Marine Tbk. 14.41% 13.53% 17.17% 11.56% 18 ZBRA Zebra Nusantara Tbk. -50.44% -88.70% -66.81% -39.82% 19 INDY Indika Energy Tbk. 16.18% 8.53% -5.66% -3.34% 20 TBIG Tower Bersama Infrastructure Tbk. 18.20% 21.85% 32.85% 33.21%
35.60% 34.39% 32.85% 38.21%
Sumber: Data sekunder yang telah diolah
Dari nilai rata-rata per-periode diatas dapat dilihat bahwa perusahaan
sektor Infrastruktur, Utilitas, dan Transportasi mempunyai tingkat ROE yang
berfluktuasi selama periode penelitian. Pada tahun 2011 berdasarkan data sampel
62 nilai 3.16% dan mengalami kenaikan menjadi 3.97% pada tahun 2013 dan
kembali mengalami penurunan menjadi 3.73% pada tahun 2014.
Selama periode penelitian, PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS)
merupakan perusahaan yang mempunyai tingkat ROE tertinggi pada tahun 2011.
Perusahaan tersebut mencatatkan nilai ROE sebesar 35.60% pada tahun 2011, hal
ini menunjukkan bahwa perusahaan PGAS setiap modalnya sendiri mampu
menghasilkan laba bersih sebesar Rp 0.356, hal tersebut dikarenakan laba bersih
PGAS pada tahun tersebut melonjak hingga mencapai Rp 6 triliun dengan ekuitas
sebesar Rp 17 triliun, sedangkan perusahaan dengan tingkat ROE terendah pada
tahun 2011 adalah PT. Humpuss Intermoda Transportasi Tbk. (HITS) dengan
tingkat ROE sebesar -51.47% pada tahun 2011, ini menyatakan bahwa setiap 1
modal yang HITS keluarkan perusahaan menghasilkan Rp -0.5147 hal ini
dikarenakan HITS mencatatkan rugi bersih yang sangat besar yaitu sebesar Rp
204 miliar, hal ini disebabkan karena mengurangnya ekuitas perusahaan hingga
mencapai Rp 200 miliar pada tahun 2011, ini terjadi karena anak perusahaan PT.
Humpuss Intermoda pada tahun 2011 yaitu perusahaan Humpuss Sea mengalami
ke bangkrutan.
Pada tahun 2012 PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk (TMAS) mencatat
nilai ROE tertinggi sebesar 34.39% pada tahun 2012, ini menyatakan bahwa
setiap Rp 1 modal yang TMAS keluarkan perusahaan menghasilkan Rp 0.34, hal
ini dikarenakan laba bersih yang dicatatkan TMAS pada tahun 2012 meningkat
hingga Rp 100 miliar hanya dengan penambahan ekuitas sebesar Rp 100 miliar
dan karena menurunnya beban operasi perusahaan hingga Rp 15 juta, sedangkan
pada tahun 2012 yang mencatat nilai ROE terendah adalah PT Zebra Nusantara
Tbk. (ZBRA) yang mencatatkan nilai tingkat ROE sebesar -88.70%, ini
menyatakan bahwa setiap Rp 1 modal yang ZBRA keluarkan perusahaan
menghasilkan Rp -0.88, ini dikarenakan ZBRA mencatat kerugian bersih divisi
Taksi yang sebesar Rp.9,3 Milyar untuk tahun 2012. Kerugian divisi taksi
disebabkan oleh umur taksi yang sudah tua, sehingga rentan mengalami
kerusakan. Akibatnya, banyak biaya harus dikeluarkan ZBRA hanya untuk
perbaikan taksi-taksinya, yang paling mengkhawatirkan dari ZBRA adalah posisi
63 Pada tahun 2013 PT Tower Bersama Infrastruktur (TBIG) mencatat nilai
ROE tertinggi sebesar 32.85% pada tahun 2013, ini menyatakan bahwa setiap Rp
1 modal yang TBIG keluarkan perusahaan menghasilkan Rp 0.32, hal ini
dikarenakan meningkatnya laba bersih TBIG sebesar Rp 400 miliar walaupun
modalnya menurun sebesar Rp 1 miliar, lalu Pada tahun 2013, PT Zebra
Nusantara Tbk. (ZBRA) kembali menjadi perusahaan dengan tingkat ROE
terendah dengan nilai -66.81%, ini menyatakan bahwa setiap Rp 1 modal yang
ZBRA keluarkan perusahaan menghasilkan Rp -0.67, ini disebabkan ZBRA
mengalami kerugian sebesar Rp 8 miliar walaupun dengan meningkatnya modal
ZBRA sebesar Rp 2 miliar, rugi ini dikarenakan perseroan memperbanyak armada
taksinya namun masih tidak dapat menutupi kerugiannya.
PT Pelayaran Tempuran Emas Tbk (TMAS) kembali mencatat nilai ROE
tertinggi pada tahun 2014 sebesar 38.21%, ini menyatakan bahwa setiap Rp 1
modal yang TMAS keluarkan perusahaan menghasilkan Rp 0.38 ini dikarenakan
TMAS mencatat peningkatan laba bersih yang sangat tinggi hingga sebesar Rp
130 miliar dibandingkan tahun sebelumnya, dengan modal sebesar Rp 500 miliar,
dan pada tahun 2014, PT Zebra Nusantara Tbk. (ZBRA) kembali mencatatkan
nilai ROE terendah sebesar -39.82%, ini menyatakan bahwa setiap Rp 1 modal
yang ZBRA keluarkan perusahaan menghasilkan Rp -0.39, ini dikarenakan ZBRA
mencatat kerugian hingga sebesar Rp 8 miliar miliar dengan modal ZBRA sebesar
Rp 11 miliar.
4.1.2 Debt to Equity Ratio
Debt to Equity Ratio (DER) dapat didefinisikan sebagai rasio untuk
mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang. Berikut adalah hasil
pengujian statistik deskriptif pada variabel Debt to Equity Ratio tersaji pada tabel
64 Tabel 4.3
Hasil Statistik Deskriptif Variabel Debt to Equity Ratio
2011 2012 2013 2014
1 LAPD Leyand International Tbk. 70 62 44 48
2 PGAS Perusahaan Gas Negara Tbk 81 66 60 110
3 RAJA Rukun Raharja Tbk 365 129 129 107
4 CMNP Citra Marga Nusaphala Persada Tbk 48 50 47 42
5 JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk 150 153 161 179
6 META Nusantara Infrastruktur Tbk. 83 93 47 72
7 EXCL XL Axiata Tbk 128 131 163 356
8 ISAT Indosat Tbk 181 185 230 275
9 HITS Humpuss Intermoda Transportasi Tbk. 270 655 892 610 10 IATA Indonesia Air Transport Tbk. 190 320 377 89
11 INDX Tanah Laut Tbk. 228 231 14 3
12 MIRA Mitra International Resource Tbk. 38 32 38 52
13 RIGS Rig Tenders Indonesia Tbk. 16 67 55 47
14 TMAS Pelayaran Tempuran Emas Tbk. 311 340 397 206
15 TRAM Trada Maritime Tbk. 72 149 130 172
16 WEHA Panorama Transportasi Tbk 233 355 228 195
17 WINS Wintermar Offshore Marine Tbk. 85 91 115 90
18 ZBRA Zebra Nusantara Tbk. 206 380 318 62
19 INDY Indika Energy Tbk. 136 131 144 151
20 TBIG Tower Bersama Infrastructure Tbk. 154 237 355 433
365 655 892 610
Sumber: Data sekunder yang telah diolah
Dari data diatas dapat dilihat bahwa perusahaan sektor infrastruktur,
utilitas, dan transportasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mempunyai nilai
rata-rata yang meningkat selama periode penelitian. Dari 17 entitas observasi, Jika
ditinjau dari nilai rata-ratanya pada tahun 2011 berdasarkan data sampel
menunjukan nilai 1.52 dan mengalami kenaikan hingga mencapai 1.97 pada tahun
2013 kemudian menurun menjadi 1.65 pada tahun 2014.
Perusahaan dengan tingkat DER tertinggi pada tahun 2011 adalah PT
Rukun Raharja Tbk. (RAJA) yang mencatat nilai DER sebesar 3.65 atau 365%,
hal ini menyatakan bahwa 365% dari sumber modal perusahaan RAJA berasal
dari hutang dan menunjukkan bahwa modal sendiri sebesar 365 % yang di miliki
perusahaan dapat melunasi hutang perusahaan. Hal ini dikarenakan RAJA
65 $ 20 juta. Perusahaan dengan tingkat DER terkecil pada tahun 2011 adalah PT Rig
Tenders Indonesia Tbk. (RIGS) sebesar 0.16 atau 16%, hal ini menyatakan bahwa
16% dari sumber modal perusahaan RIGS berasal dari hutang dan menunjukkan
bahwa modal sendiri sebesar 16% yang di miliki perusahaan dapat melunasi
hutang perusahaan. Hal ini dikarenakan RIGS mencatat penurunan liabilitasnya
sebesar $ 26.7 juta karena telah membayar hutang jangka panjangnya pada bank
dan dengan ekuitas sebesar $ 168 juta.
Lalu pada tahun 2012 hingga 2014 PT Humpuss Intermoda Transportasi
Tbk. (HITS) mencatat tingkat DER tertinggi yaitu sebesar 6.55 atau 655% pada
tahun 2012, sebesar 8.92 atau 892% pada tahun 2013, dan sebesar 6.10 atau 610%
pada tahun 2014 hal ini dikarenakan liabilitas HITS pada tahun 2011 sebesar Rp 1
Triliun, kemudian meningkat menjadi Rp 2.5 triliun pada tahun 2012 karena
peningkatan liabilitas keuangan jangka panjangnya sebesar Rp 1.8 triliun, lalu
pada tahun 2013 sebesar Rp 1.6 triliun dengan ekuitas sebesar Rp 189 miliar, dan
pada tahun 2014 liabilitas tercatat sebesar Rp 1.4 triliun dengan ekuitas sebesar
Rp 236 miliar.
Pada tahun 2012 tingkat DER terkecil dicatat oleh PT Mitra International
Resource Tbk. (MIRA) yaitu sebesar 0.32 atau 32%, hal ini menyatakan bahwa
32% dari sumber modal perusahaan MIRA berasal dari hutang dan menunjukkan
bahwa modal sendiri sebesar 32% yang di miliki perusahaan dapat melunasi
hutang perusahaan. Ini karena MIRA mencatat liabilitas sebesar Rp 98 miliar dan
kenaikan ekuitasnya hingga menjadi Rp 306 miliar, lalu pada tahun 2013 PT
Tanah Laut Tbk. (INDX) mencatat DER terkecil yaitu sebesar 0.14 atau 14%, hal
ini menyatakan bahwa 14% dari sumber modal perusahaan INDX berasal dari
hutang dan menunjukkan bahwa modal sendiri sebesar 16% yang di miliki
perusahaan dapat melunasi hutang perusahaan. Ini dikarenakan INDX mencatat
liabilitas sebesar Rp 18 miliar dan juga karena kenaikan ekuitasnya yang sangat
tinggi yaitu sebesar Rp 129 miliar, pada tahun 2014 PT INDX kembali mencatat
tingkat DER terkecil yaitu sebesar 0.03 atau 3%, hal ini menyatakan bahwa 3%
dari sumber modal perusahaan INDX berasal dari hutang dan menunjukkan
bahwa modal sendiri sebesar 16% yang di miliki perusahaan dapat melunasi
66 sebelumnya hinga menjadi Rp 5 miliar dan dengan peningkatan ekuitas dari tahun
sebelumnya sebesar Rp 177 miliar.
4.1.3 Price to Book Value
Price to book value (PBV) mampu memberi pemahaman bagi pihak
manajemen perusahaan terhadap kondisi penerapan yang akan dilaksanakan dan
dampaknya pada masa yang akan datang. Dalam penelitian ini PBV dihitung
berdasarkan pembagian market value atau harga pasar (closing price) dengan book
value suatu saham pada perusahaan. Perhitungan mengenai variabel PBV telah
tersaji secara lengkap pada lampiran 3. Hasil perhitungan variabel PBV telah
tersaji secara lengkap pada Tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4
Hasil Statistik Deskriptif Variabel Price to Book Value
2011 2012 2013 2014
1 LAPD Leyand International Tbk. 1.04 0.97 0.63 0.31 2 PGAS Perusahaan Gas Negara Tbk 4.48 4.88 3.25 3.93
3 RAJA Rukun Raharja Tbk 2.31 0.66 0.69 1.16
4 CMNP Citra Marga Nusaphala Persada Tbk 1.56 1.34 2.27 1.75 5 JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk 3.42 3.79 2.96 4.20 6 META Nusantara Infrastruktur Tbk. 2.80 2.40 2.21 1.30
7 EXCL XL Axiata Tbk 2.82 3.16 2.90 2.97
8 ISAT Indosat Tbk 1.62 1.81 1.37 1.55
9 HITS Humpuss Intermoda Transportasi Tbk. 3.45 3.44 8.41 22.06 10 IATA Indonesia Air Transport Tbk. 1.01 4.70 1.33 0.93
11 INDX Tanah Laut Tbk. 1.18 1.00 0.69 1.27
12 MIRA Mitra International Resource Tbk. 2.16 1.59 0.64 0.60 13 RIGS Rig Tenders Indonesia Tbk. 0.20 0.29 0.13 0.15 14 TMAS Pelayaran Tempuran Emas Tbk. 0.93 1.21 0.71 4.75
15 TRAM Trada Maritime Tbk. 6.42 8.52 9.09 1.56
16 WEHA Panorama Transportasi Tbk 0.92 0.86 1.28 1.36 17 WINS Wintermar Offshore Marine Tbk. 0.90 1.00 0.92 1.01
18 ZBRA Zebra Nusantara Tbk. 1.77 7.69 4.64 5.40
19 INDY Indika Energy Tbk. 1.45 0.74 0.26 0.23
20 TBIG Tower Bersama Infrastructure Tbk. 4.00 6.44 6.76 11.26
6.42 8.52 9.09 22.06
67 Dari data tersebut dapat dilihat, secara rata-rata perusahaan perusahaan
sampel dari sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi yang terdaftar di bursa
efek indonesia mengalami peningkatan selama periode penelitian. Dapat dilihat
dari peningkatan rata rata pada tahun 2011 hingga 2014, yaitu sebesar 2.22 pada
tahun 2011, sebesar 2.82 pada tahun 2012, sebesar 2.56 pada tahun 2013, dan
sebesar 3.39 pada tahun 2014. Perusahaan yang secara konsisten mempunyai
tingkat PBV paling tinggi adalah PT. Trada Maritime Tbk. (TRAM) yaitu sebesar
6.42 pada tahun 2011, lalu sebesar 8.52 pada tahun 2012, lalu sebesar 9.09 pada
tahun 2013, kenaikan yang signifikan ini dikarenakan pada tahun 2011 TRAM
mencatatkan nilai harga pasar saham sebesar Rp 990 lalu dengan nilai buku
sahamnya yang sebesar Rp 154.24, dan pada tahun 2012 dengan nilai buku
sahamnya yang menurun sebesar Rp 134.92 namun harga pasar sahamnya
meningkat menjadi Rp 1150, dan pada tahun 2013 dengan nilai buku saham yang
meningkat menjadi Rp 174.93 harga pasar sahamnya meningkat menjadi Rp 1590
dibandingkan tahun sebelumnya.
Lalu pada tahun 2014 yang mencatat nilai PBV tertinggi adalah PT
Humpuss Intermoda Transportasi Tbk. (HITS) yaitu sebesar 22.06, ini
dikarenakan HITS pada tahun 2014 mencatatkan harga pasar saham sebesar Rp
735 yaitu meningkat sebesar Rp 400 dibandingkan tahun sebelumnya, dengan
nilai buku saham sebesar Rp 33.31 yang menurun sebesar Rp 6 dibandingkan
tahun sebelumnnya.
Sedangkan perusahaan dengan tingkat PBV terkecil pada data sampel
adalah PT. Rig Tenders Indonesia Tbk. (RIGS). PT RIGS mencatat nilai PBV
terkecil selama periode penelitian yaitu sebesar 0.20 pada tahun 2011, sebesar
0.29 pada tahun 2012, sebesar 0.13 pada tahun 2013, dan sebesar 0.15 pada tahun
2014. Hal ini dikarenakan RIGS mencatatkan nilai buku saham sebesar Rp 2.514
namun harga pasar sahamnya hanya sebesar Rp 495, lalu pada tahun 2012 RIGS
mencatatkan nilai buku saham sebesar Rp 1.596 dengan harga pasar saham
sebesar Rp 455, dan pada tahun 2013 RIGS mencatatkan nilai buku saham sebesar
Rp 1869, dengan harga pasar saham sebesar Rp 245, lalu pada tahun 2014 RIGS
mencatatkan nilai buku saham sebesar Rp 1863 dengan harga pasar saham sebesar
68 4.1.4 Harga Saham
Harga Saham adalah Nilai nominal penutupan (closing price) dari
penyertaan atau pemilikan seseorang atau dan dalam suatu perusahaan atau
perseroan terbatas yang berlaku secara reguler di pasar modal di Indonesia
(Kesuma 2009:40). Data mengenai harga-harga saham dari perusahaan dapat
dilihat pada lampiran 5. Data olahan mengenai variabel kepemiikan manajerial
secara lengkap tersaji dalam Tabel 4.5 sebagai berikut.
Tabel 4.5
Hasil Statistik Deskriptif Variabel Harga Saham
2011 2012 2013 2014
1 LAPD Leyand International Tbk. 182 175 113 50
2 PGAS Perusahaan Gas Negara Tbk 3175 4600 4475 6000
3 RAJA Rukun Raharja Tbk 620 560 690 1350
4 CMNP Citra Marga Nusaphala Persada Tbk 1680 1680 3350 2960 5 JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk 4200 5450 4725 7050 6 META Nusantara Infrastruktur Tbk. 205 184 225 201
7 EXCL XL Axiata Tbk 4525 5700 5200 4865
8 ISAT Indosat Tbk 5650 6450 4150 4050
9 HITS Humpuss Intermoda Transportasi Tbk. 295 285 335 735
10 IATA Indonesia Air Transport Tbk. 50 195 81 84
11 INDX Tanah Laut Tbk. 115 146 205 515
12 MIRA Mitra International Resource Tbk. 160 123 58 50
13 RIGS Rig Tenders Indonesia Tbk. 495 455 245 280
14 TMAS Pelayaran Tempuran Emas Tbk. 199 370 210 2215
15 TRAM Trada Maritime Tbk. 990 1150 1590 211
16 WEHA Panorama Transportasi Tbk 170 170 235 255
17 WINS Wintermar Offshore Marine Tbk. 330 480 680 825
18 ZBRA Zebra Nusantara Tbk. 50 115 84 143
19 INDY Indika Energy Tbk. 2175 1420 590 510
20 TBIG Tower Bersama Infrastructure Tbk. 2375 5700 5800 9700
5650 6450 5800 9700
50 115 58 50
1382 1770 1652 2103
Minimum Mean
NO Kode Nama Pe rusahaan Harga Saham
Maximum
69 Jika dilihat dari rata-rata per-periode dapat dilihat bahwa selama periode
penelitian kepemilikan manajerial pada sektor pertambangan berfluktuatif dengan
kecenderungan meningkat. Pada tahun 2011 secara rata-rata harga saham pada
perusahaan sampel adalah 1382.1, mengalami peningkatan ke angka 1770.4 pada
tahun 2012, selanjutnya mengalami penurunan hingga mencapai 1652.1 pada
tahun 2013 dan kembali mengalami peningkatan hingga mencapai 2102.45 pada
tahun 2014. Perusahaan dengan harga saham tertinggi pada tahun 2011 adalah PT.
Indosat Tbk. (ISAT) dengan harga saham selama periode penelitian sebesar Rp
5893.8 yang meningkat dari tahun sebelumnya sebesar Rp 5.400. Hal tersebut
disebabkan jumlah lembar saham perusahaan yang rendah dan peningkatan
kinerja ISAT sehingga permintaan akan saham meningkat, lalu harga saham yang
paling rendah pada tahun 2011 dicatat oleh PT Indonesia Air Transport Tbk.
(IATA) yaitu sebesar Rp 50, dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatatkan
harga saham yang sama sebesar Rp 50. Hal ini dikarenakan PT IATA pada tahun
2011 mengalami penurunan kinerja karena terlilit oleh kerugian yang besar.
Dan pada tahun 2012 harga saham yang paling tinggi kembali dicatat oleh
PT ISAT Tbk. dengan harga saham sebesar Rp 5.650 meningkat sebesar Rp 250
dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini dikarenakan kinerja yang ditunjukkan
ISAT sangat baik sehingga meningkatkan permintaan akan saham, lalu harga
saham terendah dicatat oleh PT Zebra Nusantara Tbk. (ZBRA) yaitu sebesar Rp
115 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 50.
Pada tahun 2013 perusahaan yang mencatat harga saham tertinggi adalah
PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk. (TBIG) yaitu sebesar Rp 5.800 meningkat
sebesar Rp 100 dibandingkan tahun sebelumnya, lalu harga saham terendah pada
tahun 2013 dicatat oleh PT Mitra International Resources Tbk. (MIRA) yaitu
sebesar Rp 58 dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 123.
Dan pada tahun 2014 harga saham tertinggi dicatat oleh perusahaan Tower
Bersama Infrastruktur Tbk. (TBIG) yaitu sebesar Rp 9700 dibandingkan tahun
sebelumnya meningkat dari Rp 5800, lalu harga saham terendah pada tahun 2014
dicatat oleh PT Leyand International Tbk. (LAPD), dan PT Mitra International
Resources Tbk. (MIRA) yaitu sebesar Rp 50 dibandingkan tahun sebelumnya
70 Jika dilakukan perbandingan dengan variabel ROE, berdasarkan teori
akuntansi positif perusahaan dengan tingkat ROE yang tinggi akan meningkatkan
harga saham, dan berikut adalah pengelompokan data ROE berdasarkan rata-rata
dan keterkaitannya dengan harga saham.
Tabel 4.6
Data dengan ROE Diatas dan Dibawah Rata-rata Keterangan
Harga Saham Diatas Rata-rata
Harga Saham
Dibawah Rata-rata Total
Jumlah % Jumlah %
ROEdiatas 0.035 20 43% 26 57% 46
ROEdibawah 0.035 4 12% 30 88% 34
Jumlah 24 56 80
Sumber: Data sekunder yang telah diolah
Dilihat dari table 4.6 bahwa kelompok perusahaan dengan tingkat ROE
diatas rata-rata mempunyai kecenderungan dimana dari 46 data dengan tingkat
ROE diatas rata-rata, ada 26 data menunjukan nilai harga saham dibawah rata
rata. Sedangkan kelompok perusahaan dengan tingkat ROE dibawah rata-rata
mempunyai kecenderungan dimana dari 34 data dengan tingkat ROE dibawah
rata-rata, ada 30 data dengan nilai harga saham dibawah rata-rata. Hal ini
mengindikasikan bahwa perusahaan sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi
yang memiliki return on equity yang berada diatas rata – rata masih banyak
kecenderungan hargasahamnya berada dibawah rata – rata. Maka return on equity
yang tinggi belum tentu akan mempengaruhi meningkatnya nilai hargasaham.
Jika dilakukan perbandingan antara variabel debt to equity ratio dengan
harga saham. Berdasarkan teori, perusahaan dengan tingkat debt to equity ratio
yang tinggi akan menurunkan nilai harga saham perusahaan. Berikut ini adalah
pengelompokan data debt to equity ratio berdasarkan rata-rata dan keterkaitanya
71 Tabel 4.7
Data dengan DER diatasdan dibawah rata-rata
Keterangan
Sumber: Data sekunder yang telah diolah
Dari data tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa terdapat kesesuaian dengan
teori dimana data dengan debt to equity ratio yang berada diatas rata-rata
memiliki kecenderungan memiliki harga saham dibawah rata-rata. Dapat dilihat
dari 30 data dengan DER yang berada diatas rata-rata cenderung lebih memiliki
harga saham yang berada dibawah rata-rata yaitu ada 20 data yang memiliki harga
saham dibawah rata rata, sehingga DER yang tinggi memungkinkan akan
mempengaruhi penurunan nilai harga saham. Sedangkan pada DER yang berada
dibawah rata-rata lebih cenderung memiliki harga saham dibawah rata-rata yaitu
dari 50 data sampel ada 36 perusahaan memiliki harga saham dibawah rata-rata.
Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan sektor infrastruktur, utilitas, dan
transportasi yang memiliki DER yang berada dibawah rata – rata masih banyak
kecenderungan hargasahamnya berada dibawah rata – rata juga.
Jika dilakukan perbandingan antara variabel price to book value dengan
hargasaham. Berdasarkan teori, perusahaan dengan tingkat PBV yang tinggi akan
meningkatkan nilai harga saham perusahaan. Berikut ini adalah pengelompokan
data PBVberdasarkan rata-rata dan keterkaitanya dengan hargasaham.
Tabel 4.8
Data dengan PBVDiatas dan Dibawah Rata-rata Keterangan
72 Dari data diatas dapat dilihat bahwa terdapat kesesuaian dengan teori
dimana perusahaan dengan price to book value diatas rata-rata juga mendapatkan
harga saham diatas rata-rata. Dari 29 data dengan price to book value diatas
rata-rata terdapat 17 data dengan nilai harga saham diatas rata-rata-rata-rata. Jumlah tersebut
sama dengan data yang mempunyai nilai price to book value dibawah rata-rata
cendrung memiliki perusahaan dengan harga saham dibawah rata-rata. Dari 51
data dengan price to book value dibawah rata-rata terdapat 44 data perusahaan
yang mempunyani nilai harga saham dibawah rata-rata juga. Hal ini menjelaskan
bahwa apabila semakin tinggi PBV dapat untuk mempengaruhi harga saham.
Tabel 4.9
Perusahaan Property dan Real Estate
Berdasarkan HargaSaham Diatas dan Dibawah Rata – rata
Harga Saham Total
Diatas rata-rata 1726.7 24
Dibawah rata-rata 1726.7 56 Sumber: Data diolah
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan dari total 80 sampel yang dilakukan
pengujian, terdapat 24 sampel yang memiliki nilai harga saham diatas rata – rata
dan sebanyak 56 sampel memiliki hargasaham dibawah rata – rata.
4.2Analisis Regresi Data Panel
4.2.1 Pemilihan Model Regresi Data Panel A. Uji Chow
Uji chow digunakan untuk memilih antara model common-constant dan
model fixed effect. Dengan ketentuan pengambilan keputusan sebagai berikut:
H0 : Model Common-Constant (PLS)
H1 : Model Fixed Effect (FEM)
Dengan taraf signifikansi sebesar 5%, jika nilai prob cross-section
chi-square < 0,05 atau nilai cross-section F < 0,05, maka H0 ditolak atau regresi
data panel menggunakan model fixed effect. Sebaliknya, jika nilai prob
73 atau regresi data panel menggunakan model common-constant. Berikut ini
adalah tabel 4.10 pengujian dari uji chow.
Tabel 4.10 Hasil Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 20.301478 (19,57) 0.0000
Cross-section Chi-square 163.992359 19 0.0000
Berdasarkan hasil uji chow, dapat disimpulkan bahwa nilai p-value
cross-sectionchi-square sebesar 0.0000 < 0,05 dan nilai p-value F test sebesar 0.0000 <
0,05 sehingga model penelitian ini menggunakan model fixed effect tmodel
(FEM). Model fixed effect dipilih karena nilai p-value cross-section chi-square
dan nilai p-value F test lebih kecil dari taraf signifikansi yaitu 0.05 atau 5%.
B. Uji Hausmann
Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan
dalam memilih apakah menggunakan Fixed Effect Model atau Random Effect
Model. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
: Random Effects Model
: Fixed Effects Model
Untuk mengetahui apakah model fixed effect lebih baik dari model random
effect, digunakan uji Hausman. Statistik uji Hausman ini mengikuti distribusi
statistik chi-square dengan derajat bebas sebanyak jumlah peubah bebas.
Hipotesis nol ditolak jika nilai statistik hausman lebih besar dari pada nilai
kritis untuk statistik chi-square. Hal ini berarti bahwa model yang tepat untuk
regresi data panel adalah model FEM. Berikut merupakan tabel 4.11 pengujian
74 Tabel 4.11
Hasil Uji Hausmann
Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 3.046588 3 0.3845
Berdasarkan tabel diatas, hasil uji Hausman dapat dilihat dari kriteria yang
telah ada, dapat ditentukan fixed effect merupakan model terbaik pada pengujian
ini dengan nilai statistic Hausman sebesar 0.3845 lebih besar dari nilai
signifikansinya sebesar 5%.
4.2.2 Persamaan Regresi Data Panel
Berdasarkan pengujian model yang dilakukan, maka model yang
digunakan dalam regresi data panel dalam penelitian ini adalah model Fixed Effect
Model. Tabel berikut merupakan hasil uji dengan menggunakan Fixed Effect
Model (FEM).
Tabel 4.12
Hasil Uji Fixed Effect Model (FEM) Dependent Variable: Harga Saham
Method: Panel Least Squares Date: 08/28/15 Time: 14:33 Sample: 2011 2014
Periods included: 4
Cross-sections included: 20
Total panel (balanced) observations: 80
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1298.155 213.9395 6.067862 0.0000
ROE 9.856388 5.049832 1.951825 0.0559
DER 28.36682 107.6140 0.263598 0.7930
75 Effects Specification
R-squared 0.894811 Mean dependent var 1727.113 Adjusted R-squared 0.854212 S.D. dependent var 2234.619 S.E. of regression 853.2255 Akaike info criterion 16.57195 Sum squared resid 41495643 Schwarz criterion 17.25678 Log likelihood -639.8780 Hannan-Quinn criter. 16.84652 F-statistic 22.04019 Durbin-Watson stat 1.827027 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Data yang diolah
Berdasarkan data pengujian diatas dapat diketahui bahwa persamaan
regresi data panel sebagai berikut:
HS = 1298.155 + 9.856388ROE + 28.36682DER + 125.0295PBV Persamaan di atas dapat diartikan sebagai berikut:
1. Koefisien intersep sebesar 1298.155 yang berarti apabila variabel ROE,
DER, dan PBV konstan maka tingkat HS emiten sektor infrastruktur,
utilitas, dan transportasi akan naik sebesar 1298.155.
2. Koefisien ROE (X1) sebesar 9.856388 yang berarti jika terjadi perubahan
kenaikan ROE sebesar 1 (dengan asumsi variabel lain konstan) maka
tingkat HS emiten sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi akan
mengalami kenaikan sebesar 9.856388.
3. Koefisien DER (X2) sebesar 28.36682 yang berarti jika terjadi perubahan
kenaikan DER sebesar 1 satuan (dengan asumsi variabel lain konstan)
maka tingkat HS emiten sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi akan
mengalami kenaikan sebesar 28.36682.
4. Koefisien PBV (X3) sebesar 125.0295 yang berarti jika terjadi perubahan
kenaikan PBV sebesar 1 satuan (dengan asumsi variabel lain konstan)
maka tingkat HS emiten sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi akan
76 4.3Pengujian Koefisien Regresi
4.3.1 Uji F (Simultan)
Uji F (simultan) dilakukan untuk menguji apakah variabel independen
secara simultan atau bersama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap
variabel dependen. Dengan ketentuan pengambilan keputusan apabila nilai prob
(F statistic) < 0,05 (taraf signifikansi 5%) maka H0 ditolak yang berarti variabel
independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen secara
bersama-sama. Namun jika nilai prob. (F statistic) > 0,05 (taraf signifikansi 5%)
maka H0 diterima yang berarti variabel independen tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel dependen secara bersama-sama.
Berdasarkan tabel 4.11, diperoleh bahwa nilai prob (F statistic) sebesar
0.000000 > 0,05 maka H0 ditolak yang berarti ROE, DER, dan PBV secara
simultan atau bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga
saham pada perusahaan sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi pada tahun
2011-2014.
4.3.2 Uji t (Parsial)
Uji-t (parsial) dilakukan untuk menentukan nilai koefisien regresi secara
sendiri-sendiri terhadap variabel terikat (Y) apakah signifikan atau tidak. Jika nilai
prob (p value) < 0,05 (taraf signifikansi 5%) maka H0 ditolak yang berarti variabel
independen memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel dependen secara
parsial. Namun jika nilai prob (p value) > 0,05 (taraf signifikansi 5%) maka H0
diterima yang berarti variabel independen tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap variabel dependen secara parsial. Tabel 4.12 berikut merupakan hasil
pengujian parsial.
Tabel 4.13 Uji t (Parsial)
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1298.155 213.9395 6.067862 0.0000
ROE 9.856388 5.049832 1.951825 0.0559
DER 28.36682 107.6140 0.263598 0.7930
PBV 125.0295 45.45727 2.750485 0.0080
77 Berdasarkan Tabel 4.12 dapat disimpulkan bahwa:
1. Variabel ROE memiliki nilai prob. 0.0559 > 0.05, sesuai dengan ketentuan
pengambilan keputusan bahwa H0 diterima yang berarti ROE secara
parsial tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham pada
perusahaan sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi. Dengan nilai
koefisien sebesar 9.856388 dapat disimpulkan bahwa variabel ROE
mempunyai arah positif.
2. Variabel DER memiliki nilai probabilitas 0.7930 > 0.05, sesuai dengan
ketentuan pengambilan keputusan bahwa H0 diterima yang berarti DER
secara parsial tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham
pada perusahaan sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi. Dengan
nilai koefisien sebesar 28.36682 dapat disimpulkan bahwa DER audit
mempunyai arah positif.
3. Variabel PBV memiliki nilai prob. 0.0080 < 0.05, sesuai dengan ketentuan
pengambilan keputusan bahwa H0 ditolak yang berarti PBV secara parsial
memiliki pengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan
sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi. Dengan nilai koefisien
sebesar 125.0295 dapat disimpulkan bahwa variabel PBVmempunyai arah
positif.
4.3.3 Uji Koefisien Determinan (R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen hampir
memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel
dependen.
Berdasarkan tabel 4.11, diperoleh nilai R2 (R square) sebesar 0.854212
atau 85%. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel independen yang terdiri dari
ROE, DER, dan PBV mampu menjelaskan variabel dependen yaitu harga saham
emiten infrastruktur, utilitas, dan transportasi sebesar 85% sedangkan sisanya
78 4.4Analisis dan pembahasan
4.4.1 Pengaruh Return On Equity terhadap Harga Saham
Berdasarkan pengujian hipotesis secara parsial yang telah dilakukan
sebelumnya, return on equity tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
harga saham yang dapat diartikan bahwa tinggi atau rendahnya tingkat ROEtidak
merubah variasi nilai harga saham perusahaan. Secara teoritis seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, tingkat return on equity yang tinggi akan memberikan
sinyal pada investor untuk melakukan investasi. Tapi, berdasarkan pembahasan
yang telah kemukakan sebelumnya dari 46 data sampel yang mempunyai tingkat
ROE diatas rata-rata, hanya 43% data yang menunjukan nilai harga saham diatas
rata-rata. Sebaliknya, dari 34 data sampel yang mempunyai tingkat ROEdibawah
rata-rata, sampel yang mempunyai harga saham yang dibawah rata-rata memiliki
tingkat sebesar 88% dengan data yang dilakukan. Selain itu, perusahaan dengan
tingkat ROE tertinggi dan terendah sama-sama mempunyai nilai harga saham
dibawah rata-rata, yang dapat diartikan investor memiliki pertimbangan lain
dalam menginvestasikan sahamnya selain dari profitabilitas perusahaan. Hal dapat
dilihat dari hasil statistik deskriptif tersebut dimana ROE yang diatas rata-rata
memiliki harga saham yang dibawah rata-rata.
Hasil statistik membelikan makna bahwa informasi profitabilitas yang
digambarkan oleh ROE yang dipublikasikan dalam laporan keuangan kurang
informatif bagi investor dalam mengestimasi harga saham. Pasar tidak merespon
ROE sebagai informasi yang dapat mengubah keputusan investor, mungkin
dikarenakan ROE tidak membahas sepenuhnya tentang hutang yang dimiliki
perusahaan. ROE ini dapat dibuat lebih tinggi dengan memperbesar pemakaian
utang. Semakin rendah pemakaian modal atau ekuitas untuk membiayai ekspansi
usaha maka semakin tinggi ROE perusahaan. Pendanaan perusahaan juga tidak
hanya berasal dari ekuitas namun bisa juga berasal dari hutang, juga kebijakan
berhutang akan menaikan nilai perusahaan karena beban bunga hutang dapat
mengurangi pajak yang dibayarkan sehingga berguna bagi perusahaan yang
memiliki tarif pajak yang tinggi. Maka dari itu bagi investor nilai ROE cenderung
lebih dilihat sebagai patokan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
79 investor, hal ini menyebabkan ROE tidak dapat mempengaruhi harga saham. Hal
ini menyatakan bahwa para investor tidak semata-mata menggunakan ROE
sebagai ukuran dalam menilai kinerja perusahaan untuk memprediksi pergerakan
harga saham perusahaan di pasar modal. Yang harus dilakukan perusahaan untuk
meningkatkan ROE yaitu perusahaan harus menambah modal dan meningkatkan
penggunaan modal untuk meningkatkan laba sehingga ROE menjadi tinggi dan
akan meningkatkan harga saham perusahaan. Hasil ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Rinati (2011).
4.4.2 Pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap Harga Saham
Berdasarkan pengujian hipotesis secara parsial yang telah dilakukan
sebelumnya, DER tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga
saham yang dapat diartikan bahwa perbedaan kenaikan dan penurunan DER tidak
merubah variasi nilai harga saham perusahaan. Secara teoritis seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, tingkat DER yang tinggi akan memberikan sinyal yang
buruk pada investor untuk menginvestasikan uangnya ke perusahaan sehingga
memungkinkan menurunkan harga saham. Tapi, hal tersebut tidak didukung
dengan fakta dari analisis deskriptif yaitu dari 30 data dengan DER diatas rata-rata
ada 20 data (67%) yang mempunyai nilai harga saham dibawah rata-rata. Dan dari
50 data dengan DER dibawah rata-rata ada 14 data dengan nilai harga saham
diatas rata-rata dan 36 data dengan nilai harga saham dibawah rata-rata, tidak
dapat dikatakan bahwa dengan tingkat DER yang terus meningkat akan
menurunkan harga saham suatu perusahaan.
Hal ini menyatakan bahwa hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam
berinvestasi investor tidak memperhatikan DER sebagai salah satu pertimbangan
dalam mengambil keputusan investasinya karena setiap peningkatan atau
penurunan DER tidak mempengaruhi perubahan harga saham. Perusahaan dengan
DER dibawah rata-rata juga tidak memikat investor, karena penggunaan hutang
juga diperlukan oleh perusahaan untuk perluasan perusahaan dan lain-lain,
sehingga perusahaan dengan DER yang dibawah rata-rata juga tidak memikat
investor mungkin karena perusahaan yang memiliki hutang kecil dianggap tidak
mempunyai prospek yang besar sehingga tidak memikat investor. Hal ini
80 menentukan apakah membeli atau menjual saham, karena setiap perusahaan pasti
mempunyai hutang dan hutang pada taraf tertentu juga nantinya akan
meningkatkan kinerja produksi suatu perusahaan. Semakin tinggi laba perusahaan
akan semakin besar pajak yang harus dibayar sehingga perusahaan cenderung
untuk melakukan efesiensi perhitungan pajak yang akan dibayar dengan jalan
menambah semaksimalmungkin biaya yang bisa dikurangkan untuk menghitung
penghasilan pajak antara lain berasal dari biaya bunga pinjaman, bunga
merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan
pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak
yang tinggi. Karena itu, makin tinggi tarif pajak perusahaan, maka makin besar
manfaat penggunaan hutang.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Safitri (2013).
4.4.3 Pengaruh Price to Book Value terhadap Harga Saham
Berdasarkan pengujian hipotesis secara partial price to book value
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham dengan arah positif.
Hal ini dapat diartikan bahwa meningkat atau menurunnya PBV dapat merubah
variasi nilai harga saham perusahaan. Secara teoritis seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, perusahaan dengan price to book value yang tinggi akan cenderung
memberikan sinyal yang baik pada investor karena PBV yang tinggi
mencerminkan perusahaan baik di mata pasar. Dari pembahasan pada analisis
deskiptif dapat dilihat bahwa dari 29 data dengan price to book value diatas
rata-rata ada 17 data yang mencatat harga saham diatas rata-rata-rata-rata yaitu sebesar 59%.
Sedangkan dari 51 data dengan price to book value dibawah rata-rata cenderung
mencatat harga saham dibawah rata-rata juga yaitu sebesar 44 data atau 86%.
Hal ini menyatakan bahwa PBV mencerminkan tingkat keberhasilan
manajemen perusahaan dalam menjalankan perusahaan, mengelola sumber daya
yang tercermin pada harga saham pada akhir tahun. Semakin tinggi nilai PBV
tentunya memberikan harapan para investor untuk mendapatkan keuntungan yang
lebih besar. Hal ini juga mengimplikasikan bahwa besarnya nilai perusahaan di
pasar akan sepenuhnya diperhitungkan oleh investor dalam pembelian saham. Hal
ini dapat dijelaskan bahwa nilai PBV yang lebih besar menunjukkan bahwa
81 bahwa kondisi perusahaan akan menguntungkan untuk investasi. Hal ini pada
akhirnya akan meningkatkan harga saham perusahaan. Hasil ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2013), Abigail et al (2010) dan