• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksistensi Asian network Infrastructure Investme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Eksistensi Asian network Infrastructure Investme"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

Tatanan Ekonomi Politik Internasional

Alfionita Rizky Perdana

071311233080

ABSTRACT

Asian Infrastructure Investment Bank or AIIB was initiated by China in 2013 and projected as a bank that would give investment fund for building the infrastructures in Asia. According to Asian Development Bank (ADB), Asia still needs US$ 8 triliun for building the infrastructure such as roads, electricity, telecommunication, and etc. The existence of AIIB

creates controversy due to the existence of the existing similar bank such as Asian Development Bank in Asia and World Bank in the international level. The creation of AIIB is seen as China’s effort to be the great power in 2050. Its creation is also made USA and Japan to react against AIIB. USA approached its allies to not join the AIIB. However some allies such as Australia, South Korea, and UK have joined and ignored USA’s sayings. The existence of AIIB draws on how the order in International Political Economy is shifting from hegemonic stability to what Modern World System Theory argues that core countries are the responsible to the order of International Political Economy.

Kata-Kata Kunci: Asian Infrastructure Investment Bank, Modern World System Theory, order, hierarchy, core, periphery.

Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) diinisiasi oleh Tiongkok di tahun 2013 dan diproyeksikan sebagai bank yang akan memberi dana investasi untuk pembangunan infrastruktur di kawasan Asia. Menurut data yang dikeluarkan oleh Asian Development Bank (ADB), Asia masih membutuhkan dana sebesar US$ 8 triliun untuk pembangunan infrastruktur seperti jalan, telekomunikasi, listrik, dan lainnya. Keberadaan AIIB memicu kontroversi terkait eksistensinya di Benua Asia yang notabene telah memiliki Asian

(2)

2 Ekonomi Politik Internasional

power 2050. Pendirian AIIB memicu reaksi keengganan dari Amerika Serikat (AS) dan Jepang. AS berupaya untuk memengaruhi negara-negara sekutunya agar tidak bergabung dengan AIIB. Namun pada perkembangannya, negara-negara seperti Australia, Korea Selatan, dan bahkan Inggris memilih mengabaikan AS dan bergabung dengan AIIB. Eksistensi AIIB menjadi gambaran adanya pergeseran tatanan dalam Ekonomi Politik Internasional. Tatanan Ekonomi Politik Internasional kini tengah mengarah pada bentuk apa yang dikatakan oleh Modern World System Theory yakni ada negara -negara core sebagai penjaga kestabilan dan bukan lagi hegemonitas di dalam Ekonomi Politik Internasional.

Keywords: Asian Infrastructure Investment Bank, Modern World System Theory, tatanan, hierarki, core, periphery.

Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) merupakan sebuah bank yang diinisiasi oleh

Tiongkok di tahun 2013 (Beaulieu & Dobson 2015). Bank ini diproyeksikan akan menjadi

badan yang memberi pinjaman dana investasi kepada negara-negara berkembang di kawasan

Asia untuk pembangunan infrastruktur seperti infrastruktur telekomunikasi, pembangunan rel

kereta api, jalan raya, dan sebagainya (Wall Street Journal 2015). Pendirian AIIB ini memunculkan beragam reaksi dari dunia. Pertama, ada negara-negara yang menolak atas

pendirian AIIB ini, seperti Amerika Serikat (AS). AS menyadari akan ambisi Tiongkok

sebagai great power dunia dan AIIB dijadikan wadah bagi Tiongkok untuk mewujudkan ambisinya tersebut. Oleh sebab itu, pemerintah AS berusaha untuk memengaruhi

negara-negara yang dikenal sebagai sekutu dekatnya untuk tidak bergabung dengan AIIB. Alasannya

adalah AIIB dinilai memiliki track record yang mengkhawatirkan terkait dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkan. Keberadaan Tiongkok dinilai AS tidak memiliki rasa tanggung

jawab terhadap dua aspek tersebut (Forbes 2015). Pembangunan infrastruktur akan selalu menimbulkan dampak sosial yakni penggusuran tempat tinggal penduduk lokal dan dampak

lingkungan seperti kerusakan lingkungan akibat pembukaan lahan baru.

Salah satu momen AS menolak AIIB adalah saat Menteri Luar Negeri AS John Kerry

bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott pada pelantikan Presiden Joko

Widodo tahun 2014 (Mohan 2014). Kerry mendekati secara personal Abbott agar menjauh

dari AIIB. Hal sama juga dilakukan pada Korea Selatan dan Indonesia. Sementara itu, ada

pula negara-negara yang menyambut positif pembentukan AIIB. Keberadaan AIIB bagi

(3)

Ekonomi Politik Internasional 3 negara berkembang sebagai anggota pendiri AIIB. Yang menarik, sambutan postif juga

muncul dengan bergabungnya Inggris, Australia, dan Korea Selatan dalam AIIB. Meski telah

diminta AS untuk tidak ikut bergabung, namun pada akhirnya negara-negara ini tetap

bergabung dan tercatat sebagai 58 negara pendiri AIIB (Renard 2015).

AIIB juga memantik perdebatan terkait keberadaannya di Asia. Saat ini ada bank serupa di

benua ini. Asian Development Bank (ADB) adalah bank yang memiliki peranan hampir sama

dengan AIIB, terkait pemberian bantuan dana pembangunan bagi negara-negara berkembang

di Asia (Renard 2015). Akan tetapi, bagi Tiongkok permasalahannya adalah ADB didominasi

oleh Jepang, terlihat dari proporsi hak suara yang dimiliki Jepang lebih besar dari anggota

lainnya (Adams 2015, 3). Oleh sebab itu, Tiongkok kemudian menuntut adanya reformasi

karena proporsi yang demikian dianggapnya tidak sesuai. AIIB kemudian digagas oleh

Tiongkok dan sebagai bagian mencapai kepentingan mereka. Selain itu ada alasan-alasan

yang dikatakan menjadi dasar pembeda dengan ADB, di antaranya adalah ADB lebih

berfokus pada pembangunan di sektor-sektor seperti pendidikan dan kemiskinan, sementara

AIIB diproyeksikan untuk pembangunan terkait infrastruktur di negara-negara berkembang.

Selain itu, selama ini memang ADB hanya sedikit mengalokasikan dananya untuk

pembangunan infrastruktur di negara-negara yang ada di Asia (Forbes 2015).

Jika dilihat lebih lanjut, AIIB sebenarnya merepresentasikan apa yang tengah terjadi dalam

hubungan internasional. Unilateralisme dan hegemonitas AS tengah mendapat tantangan dari

kemunculan negara-negara yang kekuatannya mulai bangkit. Beberapa di antaranya adalah

Tiongkok, Jerman, Brasil, India, Korea Selatan, Jepang, dan sebagainya. Negara-negara yang

kekuatannya tengah bangkit ini banyak bermunculan dalam forum-forum multilateralisme, di

antaranya G-20, BRICS, dan lainnya. Keberadaan negara-negara maju ini dipandang oleh

Giovanni Arrighi (2006) sebagai momentum dijalankannya tatanan Ekonomi Politik

Internasional oleh negara-negara core atau dengan kata lain, apa yang dikatakan oleh Modern

(4)

4 Ekonomi Politik Internasional

Modern World System Theory dan Pandangannya terhadap Tatanan Ekonomi Politik Internasional

Immanuel Wallerstain pernah menggagas pemikiran yang kemudian dikenal sebagai Teori

Modern World System. Memiliki dasar yang sama dengan Marxisme, Wallerstain kemudian menariknya ke tingkat yang lebih tinggi, yakni ke tingkat internasional. Cara pandang teori

ini salah satunya menekankan pada melihat dunia sebagai area yang memiliki struktur. Maka

teori ini memandang bahwa dalam ranah Ekonomi Politik Internasional ada struktur yang

berhirarki dan terefleksi dari struggle of states dan kelas-kelas ekonomi (Gilpin 1987, 68).

Teori ini kemudian menjelaskan struktur yang muncul adalah negara core, semi-periphery, dan periphery sebagai sebuah integrasi secara keseluruhan (Gilpin 1987, 69). Teori Modern World System menjelaskan bahwa dalam Ekonomi Politik Internasional, negara-negara periphery cenderung tereksploitasi dan tergantung pada negara-negara core (Gilpin 1987, 69). Bahan-bahan mentah diekspor ke negara-negara core dan tidak jarang dibeli hanya dengan harga murah. Ketika bahan-bahan mentah tersebut telah diolah, produk jadi akan

diekspor kembali ke negara-negara periphery tersebut dengan harga yang terbilang tinggi. Ini merupakan sistem yang ada dalam Ekonomi Politik Internasional menurut Teori Modern World System.

Bagi Teori Modern World System tatanan Ekonomi Politik Internasional bersifat hirarkis. Hirarki ini didasarkan oleh asas division of labor yang jika ditarik ke tingkat internasional maka disebut sebagai negara-negara core, semiperiphery, dan periphery (Gilpin 1987, 83). Keteraturan dalam Ekonomi Politik Internasional dijaga melalui adanya sistem yang dijaga

untuk terus berjalan. Negara-negara core adalah aktor yang berperan menjaga agar sistem terus berjalan karena pada akhirnya, keuntungan akan kembali pada negara-negara core. Keadaan ini dilakukan melalui berbagai mekanisme seperti salah satunya adalah pemberian

maupun pinjaman dana bagi pembangunan infrastruktur di negara-negara periphery. Kemudian, teori ini memandang bahwa struktur bersifat dinamis, artinya akan ada

kebangkitan atau kemunculan negara-negara core yang telah mengalami perkembangan dalam negerinya (Gilpin 1987, 84). Artinya, negara yang dahulu merupakan

negara-negara berkembang,dapat bergeser menjadi negara maju akibat adanya pembaruan domestik

misalnya kebijakan negara di bidang ekonomi yang menaikkan gaji pegawai sehingga

(5)

Ekonomi Politik Internasional 5

Keberadaan Asian Infrastructure Investment Bank di Dunia Multipolar

Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam lawatannya ke Asia Tenggara di tahun 2013

mengutarakan niatan Tiongkok untuk mendirikan sebuah bank yang akan bergerak di bidang

pembangunan infrastruktur dan khusus membantu negara-negara berkembang di Benua Asia

(Beaulieu & Dobson 2015). Saat ini ada 58 negara yang tergabung sebagai pendiri (Renard

2015). Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) digagas oleh Tiongkok dengan dasar

untuk menurunkan gap infrastruktur di Asia yang masih tinggi. Menurut data yang dihimpun

oleh Asian Development Bank (ADB), gap infrastruktur di Asia masih membutuhkan dana

sebesar US$ 8 triliun (The Economist 2015). Menurut Hui Feng (2015, dalam Beaulieu & Dobson 2015) rinciannya, US$ 2,5 triliun digunakan untuk pembangunan jalan dan jalur

kereta api, US$ 4,1 triliun untuk power plant dan transmisi, US$ 1,1 triliun untuk komunikasi, dan US$ 400 miliar untuk air dan snitasi. Kondisi ini lantas dijadikan motivasi

Tiongkok menginisiasi pembentukan AIIB. Di Asia dan internasional sendiri sebenarnya

sudah ada bank yang fungsinya juga bergerak di sektor pembangunan, baik infrastruktur

maupun sektor-sektor seperti pendidikan. Bank tersebut dikenal sebagai Asian Development

Bank (ADB) dan Bank Dunia.

Akan tetapi, Tiongkok memiliki kepentingan terkait reformasi di dua organ tersebut.

Tiongkok sebagai negara berkembang dengan kemampuan ekonomi yang bagus menuntut

adanya reformasi dalam dua organisasi tersebut. Reformasi ini diminta Tiongkok karena

ADB terlalu didominasi Jepang dan juga AS sementara itu Bank Dunia masih didominasi AS

dan negara Barat lainnya (Renard 2015). Dominasi ini lebih menguntungkan

negara-negara tersebut karena jumlah hak suara dalam sistem voting yang dimiliki lebih besar

dibanding Tiongkok. Oleh sebab itu, Tiongkok yang merasa frustasi tuntutannya tidak

kunjung terpenuhi akhirnya memutuskan untuk menginisiasi AIIB ini (Renard 2015).

Sebelum AIIB sendiri sudah ada dua organisasi yang juga digagas oleh Tiongkok, BRICS

Development Bank dan the Silk Road Fund (Renard 2015).

AIIB kemudian dirancang untuk menjadi institusi yang mengedepankan transparansi serta

mekanisme yang bersih (Beaulieu & Dobson 2015, 4). Selama ini, Tiongkok masih

(6)

6 Ekonomi Politik Internasional

yang memunculkan kecurigaan bahwa Tiongkok dan AIIB hanya akan menjadi institusi yang

demikian. Akan tetapi, untuk menepisnya, bergabunglah negara-negara Barat yang selalu

membawa semangat demokrasi dan kebersihan untuk kemudian diharapkan eksistensi mereka

dapat memengaruhi jalannya AIIB agar institusi ini tidak menjadi institusi yang korup dan

buruk di dalamnya. AIIB di dunia multipolar ini menjadi salah satu contoh adanya pergeseran

dalam tatanan Ekonomi Politik Internasional.

Benua Asia menjadi target pemberian dana investasi pembangunan infrastruktur karena

beberapa hal selain gap infrastruktur yang masih besar. Pertama, di Asia kini telah banyak negara berkembang yang membuka perekonomiannya dan berupaya untuk terintegrasi dalam

perekonomian global. Di Asia Tenggara misalnya, tercatat ada Myanmar, Kamboja, dan Laos

yang kini tengah menuju integrasi ke perekonomian global setelah pemerintahnya membuka

perekonomian mereka (Beaulieu & Dobson 2015). Sebelumnya, ketiga negara ini tidak

memberlakukan kebijakan ekonomi terbuka, Myanmar sebagai contoh baru membuka

perekonomiannya di era Presiden Thien Seing sejak 2011 untuk mengembalikan stabilitas

ekonominya (Mon 2014). Realita baru ini menjadi peluang bagi banyak negara untuk

memberi investasi dan mengirimkan perusahaan yang akan mengerjakan proyek

pembangunan infrastruktur mengingat di negara-negara berkembang dan baru membuka

perekonomiannya kebutuhan akan infrastruktur yang dapat mendukung kebijakan ekonomi

terbuka tersebut diperlukan. Selain itu, dengan potensi negara-negara berkembang kini telah

menuju integrasi global, pemberian investasi untuk pembangunan infrastruktur di Asia ini

juga bertujuan untuk mempermudah proses ekspor sumber daya alam dari negara-negara

penerima dana ke negara-negara pendonornya (Zhiqin 2015). Sehingga akan tercipta

ketergantungan antara negara penerima dana dan pendonor.

Kedua, di Benua Asia belum banyak negara-negara yang mampu mengembangkan dan mengelola sumber daya alamnya secara efisien (Cronin 2009, 69-70). Negara-negara di Asia

sebenarnya banyak yang mulai memiliki perekonomian bagus dengan status middle income

countries. Dengan kemajuan ini negara-negara tersebut mmebutuhkan foreign direct investment (FDI) yang besar untuk membantu pembangunannya. Kehadiran FDI dalam bentuk pembangunan infrastruktur tentunya diperlukan untuk dapat mengefisienkan proses

industri negara-negara ini sehingga ekspor barang bisa dilakukan. Di dalam konteks AIIB ini,

maka kehadiran negara-negara pendonor diharapkan oleh negara-negara berkembang di Asia

(7)

Ekonomi Politik Internasional 7 sebagai inisiatortelah menyiapkan separuh dari jumlah dana di AIIB ini sebagai modal untuk

investasi infrastruktur di kawasan Asia nantinya. Tidak hanya itu, negara-negara yang telah

mendaftarkan diri sebagai pendiri AIIB telah sepakat untuk menanamkan modal awal sebesar

US$ 50 juta (Renard 2015).

Keempat, Asia merupakan pangsa pasar yang masih menjanjikan (Cappell 2015). Benua Asia kini juga memiliki beberapa daftar negara yang tergolong sebagai emerging market seperti Indonesia, India, dan sebagainya. Pemberian dana investasi infrastruktur oleh negara-negara

pendonor dapat dirupakan dalam bentuk pengiriman perusahaan-perusahaan (Renard 2015).

Perusahaan-perusahaan ini yang dikirim ke negara-negara berkembang untuk membuka

usaha baru dan pembangunan infrastruktur di negara-negara berkembang yang dapat

dirupakan sebagai corporate social responsibility (CSR). Pangsa pasar besar di Asia akan memberi keuntungan bagi perusahaan-perusahaan milik negara-negara pendonor untuk dapat

memasarkan produk mereka.

Eksistensi Negara-Negara Core dalam Asian Infrastructure Investment Bank

Merujuk pada Modern World System Theory, AIIB jika diamati sebenarnya menggambarkan adanya negara-negara core dan periphery. Tatanan Ekonomi Politik Internasional dalam AIIB menggambarkan adanya hirarkhi atau struktur yakni negara-negara core yang menjaga agar sistem konfliktual dan bersifat eksploitatif terus berjalan. Negara-negara yang tergolong

sebagai core memiliki karakteristik sebagai negara yang memiliki kekuatan ekonomi, politik, dan militer yang besar, spesialisasi pada manufaktur, dan memiliki modal yang biasanya akan

disalurkan ke negara-negara periphery baik dalam bentuk dana bantuan segar maupun dana investasi untuk keperluan pembangunan di negara-negara berkembang (Wallerstain 1974). Di

dalam AIIB, setidaknya ada beberapa negara yang dapat digolongkan sebagai negara-negara

core beberapa di antaranya yaitu Tiongkok, Inggris, Korea Selatan, Australia, Prancis, Rusia, Jerman, India, Brasil (Renard 2015). Selama ini negara-negara core ini telah menjadi bagian dari sistem kapitalis global melalui transfer sumber daya alam dari negara-negara periphery. Sebagai negara industri, kebutuhan negara-negara ini terhadap sumber daya alam mentah dan

energi untuk menggerakkan perindustrian mereka secara terus menerus adalah sebuah hal

yang penting. Tiongkok dan India misalnya, dua negara ini menjadi negara yang banyak

(8)

8 Ekonomi Politik Internasional

Bergabungnya negara-negara sekutu AS seperti Inggris menjadi sebuah fakta menarik.

Inggris beralasan jika bergabungnya mereka ke AIIB adalah untuk dapat memengaruhi

jalannya AIIB agar menjadi institusi yang bersih, transparan, dan lebih demokratis

(Mahbubani 2015). Mengingat Inggris adalah salah satu negara Barat yang membawa

semangat demokrasi, seperti yang dikatakan oleh pihak pemerintah Inggris dalam rilisan

resminya bahwa Inggris. Tetapi di balik alasan tersebut, ada pendapat lain yang menyatakan

bahwa bergabungnya Inggris ke AIIB juga disebabkan karena kekuatan ekonomi Tiongkok

(Mahbubani 2015). Tiongkok masih menjadi daya tarik tersendiri bagi negara-negara lain.

Bagi Inggris, hubungan dengan Tiongkok selama ini hanya terjalin dalam sektor ekonomi

(Cappell 2015). Oleh sebab itu, melanjutkan kerjasama di bidang ekonomi seperti di AIIB

adalah cara mereka untuk dapat meraih keuntungan dari kekuatan ekonomi Tiongkok. Contoh

lain dari bergabungnya negara Barat dengan AIIB adalah Norwegia. Norwegia yang

sebelumnya tidak terlalu banyak menjalin hubungan kerjasama dengan Tiongkok, kini mulai

mempertimbangkan Tiongkok dan negara-negara berkembang lainnya di Asia sebagai mitra

kerjasama ekonominya lewat AIIB ini (Cappell 2015).

Sebagai negara-negara dunia pertama yang memiliki modal, bergabung dengan AIIB

merupakan bentuk upaya mereka dalam memelihara sistem yang ada. Motif-motif ini yang

kemudian mendorong negara-negara core bergabung dengan AIIB. Apalagi melihat Asia sebagai pangsa pasar dan penyedia sumber daya alam yang begitu menarik (Rhee 2014).

Negara-negara Barat melihat bahwa akses sumber daya alam serta potensi mereka untuk

menjadi core akan memperkuat posisi mereka di dunia internasional. Selain itu, melihat peta kekuatan di AIIB ini terlihat bahwa ada negara-negara kuat yang dipandang menjadikan AIIB

sebagai wadah bagi mereka untuk mempertegas posisi mereka sebagai kekuatan dunia atau

dalam kata lain soal kebanggaan menyandang status negara pendiri AIIB (Dreyer 2014).

Tiongkok yang merupakan negara core dalam lembaga ini juga memiliki kepentingan tersendiri. AIIB akan menjadi salah satu wadah menuju kebangkitan kekuatan Tiongkok di

dunia. Tiongkok harus menunjukkan komitmennya dengan masyarakat internasional agar

tidak dituduh sebagai free rider oleh AS dan sekutunya. Sebagai contoh, disebutkan bahwa modal awal dana investasi sebesar US$ 50 juta yang akan digunakan di AIIB berasal dari

Tiongkok (Renard 2015). Selain itu Tiongkok didukung dengan kemampuan diplomasi dan

kekuatan ekonomi mereka yang menjadi nilai jualnya (Renard 2015). Dibandingkan dengan

(9)

Ekonomi Politik Internasional 9 (Renard 2015). Selain itu, persoalan sumber daya alam tidak bisa diabaikan mengingat

Tiongkok merupakan negara industri dengan kebutuhan bahan-bahan mentah serta minyak

untuk menggerakkan industri mereka (Cronin 2009, 63). Lewat AIIB ini Tiongkok bisa

memeroleh kebutuhannya tersebut dan juga untuk mendorong perusahaan-perusahaan

Tiongkok beroperasi di negara-negara berkembang lainnya.

Mekanisme dan Tatanan dalam Asian Infrastructure Investment Bank

AIIB dirancang untuk menjadi institusi yang mengedepankan transparansi serta mekanisme

yang bersih (Beaulieu & Dobson 2015, 4). Di dalamnya sudah ada beberapa negara Barat

yang merupakan promoter nilai-nilai demokrasi dan transparansi, sehingga ada pandangan

bahwa AIIB bisa berjalan dengan transparan dan tidak korup. Bergabungnya Inggris, Jerman,

dan lainnya dalam AIIB ini misalnya secara resmi dalam rilisan pemerintah masing-masing

dilatarbelakangi oleh alasan untuk dapat memengaruhi jalannya AIIB agar menjadi institusi

yang bersih, transparan, dan lebih demokratis (Mahbubani 2015). Sejauh ini, sudah

ditandatangani oleh 58 negara pendiri AIIB sebuah kesepakatan tertulis yang dikenal sebagai

Article of Agreements. Salah satu kesepakatan yang membedakan AIIB dengan Bank Dunia misalnya adalah AIIB membuka keanggotaannya bagi siapa pun, termasuk bagi anggota

Bank Dunia dan ADB. Ini berbeda dibanding Bank Dunia yang hanya membuka

keanggotaannya bagi negara-negara yang tergabung ke dalam IMF.

Mekanisme berikutnya adalah terkait pemberian dana pinjaman kepada negara-negara

berkembang penerima. Di dalam Artikel 11 tertulis bahwa AIIB akan bertindak sebagai

fasilitator bagi negara-negara anggota, agensi, maupun entitas-entitas yang beroperasi dengan

berkaitan pembangunan infrastruktur di negara-negara berkembang di Asia (Asian

Infrastructure Investment Bank 2015). Selain menjadi fasilitator, AIIB juga akan bertindak

sebagai ; (1) partisipator maupun peminjam dana langsung, (2) investor kapital atau dana

melalui institusi maupun perusahaan beroperasi di negara-negara berkembang di Asia, (3)

sebagai penjamin atas pemberian dana (Asian Infrastructure Investment Bank 2015). Dari sini

dapat ditarik poin penting bahwa dana kepada negara-negara berkembang yang bertindak

sebagai penerima akan berupa pinjaman langsung atau pun dana-dana yang diberikan melalui

perusahaan-perusahaan yang beroperasi di negara-negara berkembang. Negara-negara

(10)

10 Ekonomi Politik Internasional

perusahaan asingnya agar membangun infrastruktur di negara-negara penerima dana.

Keputusan dalam peminjaman dana pun direncanakan untuk lebih mudah dan cepat (Rastello

& Krishnan 2015). AIIB berbeda dibanding Bank Dunia maupun bank-bank peminjam

lainnya yang menerapkan berbagai persayaratan (conditions).

Selain mekanisme dana, AIIB juga telah menuliskan di dalam Articles of Agreement ini agar setiap anggota maupun entitas-entitas yang menjadi pendonor bagi pembangunan

infrastruktur agar mematuhi peraturan AIIB dan tanpa terkecuali agar mematuhi kebijakan

lingkungan dan sosial yang ada di negara penerima (Asian Infrastructure Investment Bank

2015). Akan tetapi, belum dijelaskan secara lebih lanjut mengenai mekanisme kepatuhan ini.

Kemudian, mekanisme lainnya adalah berkaitan dengan hak suara dan voting. Di dalamnya

disepakati pembagian hak suara dan voting. Berdasarkan Articles of Agreement, distribusi shareholders di AIIB didasarkan atas ukuran ekonomi negaranya sehingga sebagai hasilnya Tiongkok memegang hak sebesar 30 persen, kemudian India sebesar 8,4 persen, Rusia

sebesar 6,5 persen (Xinhua 2015). Dengan pembagian seperti ini, Tiongkok memiliki jumlah hak suara voting lebih besar yakni 26,06 persen. Meski hak suara cukup besar, namun

Tiongkok tidak bisa serta merta mudah dalam mengeluarkan veto karena dibutuhkan 75

persen suara bagi Tiongkok untuk mengeluarkan veto. Sementara negara-negara yang

tergabung di dalamnya memiliki kemampuan negosiasi dan diplomasi yang dapat dikatakan

saling menyeimbangi. Ketentuan hak suara ini berbeda dibanding dengan yang ada di ADB

dan Bank Dunia. Di ADB dan Bank Dunia lebih didominasi oleh negara-negara Barat.

Dengan ketentuan seperti ini, maka ada potensi kemunculan negara-negara berkembang yang

tengah menjadi emerging market untuk ikut menjaga stabilitas Ekonomi Politik Internasional.

Kesepakatan lain yang disepakati adalah penggunaan Dollar sebagai kurs resmi dalam AIIB

(Asian Infrastructure Investment Bank 2015). Ini berlawanan dengan asumsi bahwa

Renminbi Tiongkok akan digunakan sebagai kurs dalam AIIB. Di dalam Articles of Agreement, Dollar tertulis sebagai mata uang resminya. Sehingga, terlihat di AIIB negara-negara yang menjadi pendirinya menetapkan tatanan yang yang lama seperti di Bank Dunia

dan ADB. Penggunaan Renminbi belum dilaksanakan karena dianggap akan memunculkan

unilateralisme Tiongkok. Selain itu, untuk presiden bank, telah ditetapkan bahwa presiden

harus berasal dari Benua Asia (Asian Infrastructure Investment Bank 2015). Ini berbeda

dibanding ADB yang presidennya selalu ditempati oleh wakil-wakil dari Jepang. Dengan

(11)

Ekonomi Politik Internasional 11 berpartisipasi aktif. Ini juga dapat meminimalisir potensi hegemonitas satu negara di dalam

AIIB dan sekaligus mematahkan anggapan bahwa AIIB akan didominasi oleh Tiongkok

seperti halnya ADB dan Bank Dunia yang didominasi Jepang, AS, dan negara-negara Barat

lainnya.

Dari sini terlihat bagaimana tatanan Ekonomi Politik Internasional dijalankan secara

multilateral melalui negara-negara core melalui sebuah sistem. Sistem ini yang sengaja dijaga karena jika ada instabilitas terjadi pada sistem ini, maka yang terjadi adalah krisis. Setidaknya

sebagai gambaran pada Krisis Finansial Global tahun 2008, pola yang terjadi adalah adanya

negara-negara core seperti Tiongkok, AS, dan negara-negara Eropa yang mengalami instabilitas finansial sehingga krisis terjadi. Belajar dari kasus tersebut, bermunculan

kemudian forum-forum kerjasama multilateralisme yang bertujuan untuk mengembalikan

stabilitas domestik masing-masing maupun bagi sistem dalam Ekonomi Politik Internasional

yang tengah berjalan. Beberapa di antaranya adalah G-20, BRICS, dan yang terbaru adalah

AIIB.

Dengan adanya AIIB, negara-negara core bisa menjaga aliran ekspor manufaktur dan impor bahan mentah yang berguna untuk menjaga stabilitas ekonomi mereka. Mekanisme

peminjaman dana untuk pembangunan infrastruktur pun dibuat semudah mungkin dan

didorong untuk terus dijalankan dengan tujuan pula agar tidak terjadi inflasi yang berpotensi

menimbulkan krisis atau instabilitas nantinya. Pemerintah Tiongkok sendiri telah menerapkan

kebijakan domestiknya untuk pembangunan infrastruktur mengingat PDB Tiongkok yang

begitu besar namun tidak banyak pengeluarannya (Morrison 2009). Sebelumnya, ditambah

dengan kebijakan saat itu yang penarikan pajak dan suku bunga yang tinggi, maka jumlah

peminjam menjadi menurun dan kemampuan para peminjam yang telah terlanjur meminjam

tidak mampu kembali untuk membayar hutang-hutangnya (Morrison 2009). Oleh sebab itu,

untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah kemudian mendorong pembangunan

infrastruktur domestik dan termasuk pula mendorong perusahaan-perusahaan Tiongkok untuk

meminjam dana agar dana yang dimiliki dirupakan dalam pembangunan infrastruktur

(Morrison 2009). Dengan kebijakan baru yakni pajak dan suku bunga yang diturunkan, maka

jumlah peminjam akan meningkat dan pembangunan infrastruktur yang bermanfaat bagi

kegiatan perdagangan akan lebih banyak digalakkan. Tidak hanya di tingkat domestik,

(12)

12 Ekonomi Politik Internasional

Tiongkok kemudian menjadi pendonor dan menginisiasi AIIB. Begitu pula dengan

negara-negara core lainnya seperti Jerman, Prancis, Inggris yang memiliki kebijakan untuk pembangunan infrastruktur (PwC 2011). Pembangunan infrastruktur diperluas bukan hanya

di tingkat domestik melainkan juga hingga ke luar negeri. Hal ini disebabkan karena ada

pandangan bahwa dengan pembangunan infrastruktur, maka akan mempermudah kegiatan

ekonomi yang akan berkontrbusi bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara (PwC 2011).

Kesimpulan

Asian Inrastructure Investment Bank atau AIIB merupakan sebuah bank yang diinsiasi

pendiriannya oleh Tiongkok di tahun 2013 dan diproyeksikan sebagai bank yang akan

memberi pinjaman dana investasi untuk pembangunan infrastruktur di negara-negara

berkembang di Asia. Beberapa negara yang dikenal sebagai aliansi AS yakni Inggris,

Australia, dan Korea Selatan ikut bergabung di saat AS menyatakan penolakannya terhadap

AIIB. AIIB juga sempat memunculkan pertanyaan terkait keberadaan bank serupa di Asia

yakni Asian Development Bank (ADB) dan Bank Dunia di tingkat global. Kemunculan AIIB

menggambarkan adanya pergeseran dalam tatanan Ekonomi Politik Internasional dari yang

semula didasarkan atas adanya hegemoni kemudian bergser menjadi apa yang dikatakan oleh

Modern World System Theory yakni berstruktur dan bersifat hirarkhi. Sistem atau struktur dalam Ekonomi Politik Internasional didasarkan atas asas pembagian tenaga kerja yang jika

ditarik ke ranah internasional, maka memunculkan negara-negara core, semiperiphery, dan

periphery. Negara-negara core menjaga sistem berjalan terus agar tidak terjadi instabilitas ekonomi serta agar keuntungan terus mengalir padanya. Cara yang dilakukan adalah melalui

alur ekspor dan impor dengan negara-negara periphery. Jika sistem ini berhenti atau mengalami gangguan, maka akan berdampak pada instabilitas domestik di banyak negara.

AIIB pun demikian, mekanisme yang diciptakan dengan memberi pinjaman dana untuk

pembangunan infrastruktur di negara-negara berkembang bertujuan untuk mempermudah

proses ekspor dan impor antara negara-negara maju dan berkembang. Infrastruktur menjadi

media yang akan mempermudah jalannya ekonomi global. Dengan demikian, maka

instabilitas di banyak negara dapat dicegah. AIIB selain itu juga menunjukkan tatanan

Ekonomi Politik Internasional yang dijalankan oleh negara-negara core seperti Tiongkok, Jerman, Rusia, Inggris, India, Brasil, dan sebagainya. Negara-negara core ini peranannya penting dalam menciptakan keteraturan dalam Ekonomi Politik Internasional. Peranan dan

(13)

Ekonomi Politik Internasional 13 mempertahankan struktur yang ada. Struktur ini memang akan menguntungkan negara-negara

core dan mencegah negara-negara periphery untuk dapat berkembang.

Daftar Pustaka

Buku dan Artikel dalam Buku

Cronin, Richard, 2009. “Exploiting Natural Resources”, dalam Growth, Instability, and

Conflict in the Middle East and Asia. Washington D.C. : The Henry L. Stimson Center.

Gilpin, Robert, 1987. The Political Economy of International Relations. Princeton : Princeton University Press, pp. 65-117.

Wallerstein, Immanuel, 1974. The Modern World- System: Capitalist Agriculture and the Origins of the European World-Economy in the Sixteenth Century.New York: Academic Press.

Artikel Jurnal dan Jurnal Elektronik

Adams, Stephen, 2015. “The AIIB : Political Influence and Infrastructure Policy”, Global

Counsel.

Beaulieu, Eugene, & Wendy Dobson, 2015. “Why Delay the Inevitable : Why the AIIB

Matters to Canada’s Future”, SPP Communiques, 7 (2).

Mohan, Brij, 2014. “Asian Infrastructure Investment Bank : Purpose, Structure, and India’s

Interest”, International Research Journal of Commerce Arts and Science, 5 (11).

(14)

14 Ekonomi Politik Internasional

Artikel Online

Rastello, Sandrine, & Unni Krishnan, 2015. AIIB Said to Mull Faster Loan Approval with No

Board On-Site [online]. dalam : http://www.bloomberg.com/news/articles/2015-05-18/aiib-said-to-mull-fast-track-loan-approval-with-no-board-on-site [diakses 9 Juli 2015].

Cappell, Elliott, 2015. Seizing Opportunity : the UK and the Asian Infrastructure Investment

Bank [online]. dalam : http://devpolicy.org/seizing-opportunity-the-uk-and-the-asian-infrastructure-investment-bank-20150424/ [diakses 21 Juni 2015].

Dreyer, June Teufel, 2014. The Asian Infrastructure Investment Bank : Who Will Benefit ? [online]. dalam :

http://www.fpri.org/articles/2015/04/asian-infrastructure-investment-bank-who-will-benefit [diakses 21 Juni 2015].

Mahbubani, Kishore, 2015. Why Britain Joining China-Led Bank is a Sign of American

Decline [online]. dalam :

http://www.mahbubani.net/articles%20by%20dean/Why%20Britain%20Joining%20China

-Led%20Bank%20Is%20a%20Sign%20of%20American%20Decline.pdf [diakses 21 Juni

2015]

Mon, Kyaw Hsu, 2014. Economists Say Political Stability Key to Growth [online]. dalam : http://www.irrawaddy.org/business/economists-say-political-stability-key-growth.html

[diakses 20 Maret 2015]

Zhiqin, Shi, 2015. The Asian Infrastructure Investment Bank : A Win-Win for China-EU

Relations [online]. dalam : http://carnegietsinghua.org/2015/06/16/asian-infrastructure-investment-bank-win-win-for-china-eu-relations/ialz [diakses 29 Juni 2015].

Media Massa Online

Forbes, 2015. Is the UK ‘Accomodating’ China by Joining Its New Investment Bank ?

[online]. dalam :

http://www.forbes.com/sites/anaswanson/2015/03/15/is-the-uk-accommodating-china-by-joining-the-asian-infrastructure-investment-bank/ [diakses 21

(15)

Ekonomi Politik Internasional 15 ______, 2015. Washington's Lobbying Efforts Against China's 'World Bank' Fail As Italy,

France Welcomed Aboard [online]. dalam :

http://www.forbes.com/sites/kenrapoza/2015/04/03/washingtons-lobbying-efforts-against-chinas-world-bank-fail-as-italy-france-welcomed-aboard/ [diakses 9 Juli 2015].

The Economist, 2015. Development Finance Helps China Win Friends and Influence

American Allies. [online]. dalam http://www.economist.com/news/asia/21646740-

development-finance-helps-china-win-friends-and-influence-american-allies-infrastructure-gap [diakses 21 Juni 2015].

Wall Street Journal, 2015. China-Led Bank to Focus on Big-Ticket Projects, Indonesia Says. [online]. dalam

http://www.wsj.com/articles/china-led-aiib-to-focus-on-big-ticket-projects-indonesia-says-1428647276 [diakses 21 Juni 2015].

Xinhua, 2015. Signing of AIIB Agreement is Historic Step. [online]. dalam : http://www.chinadaily.com.cn/bizchina/2015-06/29/content_21135343.htm [diakses 29

Juni 2015].

Lain-Lain

Asian Infrastructure Investment Bank, 2015. Articles of Agreement. [online]. dalam : http://www.aiibank.org/ [diakses 30 Juni 2015].

Morrison, Wayne M., 2009. ‘China and the Global Financial Crisis : Implications for the

United States’, CRS Report for Congress.

PwC, 2011. ‘Infrastructure Investment in the Wake of Crisis Impact of the Global Economy

on PPPs in OECD Countries’, Talking Points.

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan ini melakukan product-development strategy terhadap produk untuk menaikkan nilai penjualan dengan membuat produk baru dari tisu kering menjadi tisu basah namun,

Pengolah Bahasa Alami Sebagai Query Fuzzy Tes Darah Seorang Pria mampu menampilkan hasil tes darah untuk pasien pria RSU Antonius, apakah asam uratnya rendah, normal, atau tinggi;

Distribusi perbekalan farmasi dengan menggunakan sistem ODDD berarti bahwa pendistribusian obat sesuai dengan dosis per hari yang dibutuhkan oleh pasien. Pembayaran perbekalan

art ian bahw a Sunnah bisa merinci apa yang umum dari al-Quran.. dan menafsirkan yang masih samar maksudnya,

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pelayanan multimoda yaitu pejalan kaki, pesepeda, dan angku- tan umum di Kawasan Pasar Gede Kota Surakarta pada kondisi

A study in corporate governance by the Asian Development Bank supported the view that poor corporate governance was one of the major contributors to the build-up

Dari hasil penelitian, coding model algorithm mampu membaca kebiasaan dalam penulisan coding suatu mahasiswa dari souce code yang dikumpulkan ketika soal bukan ujian