• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Komite Audit, Stres Kerja, Pergantian Auditor dan Biaya Eksternal Audit Terhadap Kualitas Audit Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Komite Audit, Stres Kerja, Pergantian Auditor dan Biaya Eksternal Audit Terhadap Kualitas Audit Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kualitas Audit

Menurut IAI (SPAP, 2014) profesi akuntan publik adalah profesi yang memberikan jasa yang berhubungan dengan auditing, dimana profesi ini sangat membutuhkan kepercayaan masyarakat, maka dalam melaksanakan tugasnya akuntan publik harus senantiasa berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Jasa yang diberikan oleh Akuntan Publik adalah melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan perusahaan dan memberikan pendapat atau opini tentang laporan keuangan tersebut apakah telah wajar dan sesuai dengan Standar Laporan Keuangan yang ditetapkan IAI.

(2)

Apabila hal ini disadari oleh auditor, maka yang menjadi fokus utama mereka dalam melaksanakan tugasnya adalah kualitas dari laporan audit yang akan mereka sampaikan, karena semakin berkualitas laporan audit yang mereka sampaikan, maka akan semakin baik pengaruh dari laporan tersebut kepada pihak yang mereka audit.

Istilah “kualitas audit” mempunyai arti yang berbeda – beda bagi setiap orang. Para pengguna laporan keuangan berpendapat bahwa kualitas audit yang dimaksud terjadi jika auditor dapat memberikan jaminan bahwa tidak ada salah saji yang material (no material misstatements) atau kecurangan (fraud) dalam laporan keuangan

auditee. Sedangkan, auditor sendiri memandang kualitas audit terjadi

apabila mereka bekerja sesuai dengan standar professional yang ada, dapat menilai resiko bisnis auditee dengan tujuan untuk meminimalisasi resiko litigasi, dapat meminimalisasi ketidakpuasan auditee dan menjaga reputasi auditor.

Kualitas audit adalah kemampuan dari seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya dimana dalam melakukan audit auditor dapat menemukan kesalahan klien dan melaporkannya serta memberikan rekomendasi untuk menyelesaikan masalah tersebut.

(3)

ketidakpatutan dan harus dilengkapi dengan tanggapan dari pimpinan atau pejabat yang bertanggungjawab pada entitas yang diperiksa mengenai temuan dan rekomendasi serta tindakan koreksi yang direncanakan.

Cara yang paling efektif untuk menjamin bahwa suatu laporan audit telah dibuat secara wajar, lengkap, dan objektif adalah dengan mendapatkan review dan tanggapan dari pejabat yang bertanggungjawab pada entitas yang diperiksa. Tanggapan atau pendapat dari pejabat yang bertanggungjawab tidak hanya mencakup kelemahan dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundang – undangan, atau ketidakpatutan yang dilaporkan oleh pemeriksa, tetapi juga tindakan perbaikan yang direncanakan. Pemeriksaan harus memuat komentar tersebut dalam laporan auditnya.

Menurut De Angelo yang dikemukakan oleh Castellani (2008:8) mengemukakan bahwa kualitas audit adalah kemungkinan (probability) didalam auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi klien (auditee). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Kantor Akuntan Publik (KAP) besar akan berusaha menyajikan kualitas audit yang lebih besar dibandingkan KAP yang kecil.

(4)

pelaksanaan, (3) administrasi akhir, (4) kemampuan menemukan kesalahan, (5) keberanian melaporkan kesalahan.

Menururt Wooten yang dikemukakan oleh Sari (2014:13) untuk mengukur kualitas audit digunakan indikator, yaitu (1) deteksi salah saji, (2) kesesuaian dengan SPAP, (3) kepatuhan terhadap SOP, (4) risiko audit, (5) prinsip kehati – hatian, (6) proses pengendalian atas pekerjaan oleh supervisor, dan (7) perhatian yang diberikan oleh manajer atau partner.

Widagdo (2002:18) melakukan penelitian tentang atribut – atribut kualitas audit oleh kantor akuntan publik yang mempunyai pengaruh terhadap kepuasan auditee. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 7 atribut kualitas audit yang berpengaruh terhadap kepuasan auditee, antara lain pengalaman melakukan audit, memahami indrutri auditee, responsif atas kebutuhan auditee, taat pada standar umum, komitmen terhadap kualitas audit dan keterlibatan komite audit. Sedangkan 5 atribut lainnya yaitu independensi, sikap hati – hati, melakukan pekerjaan lapangan dengan tepat, standar etika yang tinggi dan tidak mudah percaya, tidak berpengaruh terhadap kapuasan auditee.

2.1.2 Teori Motivasi

(5)

Motivasi dapat diartikan sebagai faktor pendorong yang berasal dari dalam diri manusia, yang mempengaruhi cara bertindak seseorang, maka motivasi kerja akan berpengaruh terhadap performansi kerja.

Tiga elemen utama dalam defenisi motivasi diatas adalah intensitas, arah dan ketekunan untuk mencapai suatu tujuan. Intensitas berhubungan dengan seberapa giat seseorang berusaha untuk mencapai tujuannya. Arah berhubungan dengan apa yang akan kita tuju. Sedangkan ketekunan merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang bisa memepertahankan usahanya dalam mencapai tujuannya (Robbins, 2008:223).

(6)

Belakangan ini ada sebuah teori motivasi yang paling diterima yaitu teori harapan (expectancy theory) menurut Victor Vroom yang dikemukakan oleh Robbins (2008:253) bahwa motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya tersebut. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalannya tampak terbuka untuk memperolehnya maka yang bersangkutan akan berupaya untuk mendapatkannya.

Dari kedua teori diatas dapat disimpulkan bahwa karyawan memiliki kebutuhan dan harapan atas apa yang mereka kerjakan baik untuk memenuhi kebutuhan individu mereka maupun kebutuhan pekerjaan mereka.

2.1.3 Komite Audit

2.1.3.1 Definisi dan Karakteristik Komite Audit

Responsibility Konsep komite audit mulai diperkenalkan

(7)

Corporate Governance (GCG) yang diterbitkan pada bulan Mei

2002.

Menurut keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002 (bagi BUMN) komite audit terdiri dari sedikitnya tiga orang, diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. Menurut KNKG (2006), jumlah komite audit harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan.

Komite audit timbul sebagai akibat peran pengawas dan akuntabilitas dewan komisaris perusahaan pada umumnya belum memadai. Komite audit adalah organ tambahan yang diperlukan dalam pelaksanaan prinsip Good Corporate Governance (GCG). Komite ini dibentuk oleh dewan komisaris

(8)

Komite audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen. Independensi komite audit tidak dapat dipisahkan dari moralitas yang melandasi integritasnya, hal ini perlu disadari karena komite audit merupakan pihak yang menjembatani antara eksternal auditor dan perusahaan yang juga sekaligus menjembatani antara fungsi pengawasan dewan komisaris dengan internal auditor.

Komite audit adalah suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota dewan komisaris. Anggota komite audit dapat berasal dari kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kualitas lainnya yang dibutuhkan guna mencapai tujuan komite audit. Komite audit harus bebas dari pengaruh direksi, eksternal auditor dan hanya bertanggung jawab kepada dewan komisaris (Surya dan Yustiavandana, 2006:145).

(9)

objektif. Oleh karena itu, muncul tuntutan adanya auditor independen dan komite audit timbul untuk memenuhi tuntutan tersebut.

2.1.3.2 Tugas, Tanggung Jawab dan Wewenang Komite Audit

Menurut Surya dan Yustiavandana (2006:148) mengemukakan bahwa komite audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu :

1. Laporan Keuangan (financial reporting)

Laporan Keuangan ( financial reporting) Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan yang dibuat manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi keuangan, hasil usaha, rencana dan komitmen perusahaan jangka panjang.

2. Tata Kelola Perusahaan ( corporate governance )

Tanggung jawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang – undang dan peraturan yang berlaku dan etika, melaksanakan pengawasan secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan.

3. Pengawasan Perusahaan ( corporate control )

Komite audit bertanggung jawab untuk pengawasan perusahaan termasuk didalamnya hal – hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses.

Sedangkan menurut pedoman GCG, tugas dan tanggung jawab komite audit adalah :

(10)

2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan pelaporan keuangan, dimana prinsip transparansi (transparancy) dikembangkan dalam tugas ini.

3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan eksternal audit, kewajaran biaya eksternal audit, serta kemandirian dan objektivitas eksternal auditor. Komite audit dalam hal ini menjalankan prinsip akuntabilitas (accountability).

4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun buku yang sedang diperiksa eksternal audit, hal ini terkait dengan prinsip pertanggungjawaban (responsibility).

Komite audit juga memiliki wewenang, yaitu :

1. Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya.

2. Mencari informasi yang relevan dari setiap karyawan. 3. Mengusahakan saran hukum dan profesional lainnya

yang independen apabila dipandang perlu.

4. Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman sesuai, apabila dianggap perlu.

(11)

pertanggungjawaban komite audit adalah kepada dewan komisaris.

2.1.3.3 Karakteristik Komite Audit

Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris dengan beberapa karakteristik karakteristik tertentu yaitu ukuran komite audit, independensianggota komite audit, frekuensi pertemuan komite audit, dan jumlah ahlikeuangan dalam komite audit. Karakteristik komite audit erat hubungannyadengan kinerja komite audit.

Komite audit dengan karakteristik yang baik akan menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien. Anggraeni (2010:4) mengemukakan bahwaEfektivitas kinerja dari komite audit dapat diukur melalui beberapa hal, yaitu :

1. Ukuran Komite Audit

Ukuran komite audit adalah jumlah seluruh anggota komite audit. Jumlah anggota komite audit memiliki kaitan yang erat dengan seberapa banyak sumber daya yang dialokasikan untuk menghadapi permasalahan yang dihadapi perusahaan. Komite audit haruslah memiliki jumlah yang memadai untuk mengemban tanggung jawab pengendalian dan pengawasan aktivitas manajemen puncak.

Berdasarkan Peraturan Bapepam-LK No.IX.1.5 mengenai “Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit” menyatakan bahwa emiten atau perusahaan publik wajib memiliki komite audit. Komite audit memiliki minimal tiga orang anggota yang terdiri dari satu orang komisaris independen yang bertugas sebagai ketua komite audit dan dua orang anggota independen dari luar perusahaan. Namun Jumlah efektif yang direkomendasikan KNKG adalah 3-5 orang (KNKG, 2006).

(12)

kelemahan yaitu minimnya pengalaman anggotanya. Komite audit dengan ukuran yang tepat memungkinkan anggotanya untuk menggunakan pengalaman dan keahlian mereka untuk kepentingan yang terbaik bagi pemegang saham.

2. Independensi Komite Audit

Sukrisno (2012: 4), menjelaskan Independensi adalah: “Independensi artinya tidak mudah dipengaruhi, karena auditor melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.” Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa auditor tidak dibenarkan memihak kepada kepentingan siapa pun, sebab bagaimanapu sempurnanya keahlian teknis yang dimiliki, auditor akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatanya. Pengertian independensi juga terdiri dari tiga jenis yaitu:

a. Independensi dalam penampilan (Independent In Appearance) merupakan independensi yang selama bertugas selalu menghindari keadaan yang dapat menyebabkan pihak lain meragukan independensinya. b. Independensi dalam kenyataan/fakta (Independent In

Fact) merupakan sikap auditor dalam menjalankan tugasnya selalu mematuhi kode etik internal auditor dan professional framework of internal auditor.

c. Independensi dalam pikiran (Independent In Mind) merupakan sudut pandang keahlian terkait erat dengan kecakapan professional auditor.

Dari ketiga pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa independensi yaitu sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, serta tidak bergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan objektif Independensi anggota.

Komite audit dapat dilihat dari persyaratan keanggotaan komite audit, seprti tertuang dalam Peraturan No. IX.1.5 tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja Komite Audit, lampiran ketua Bapepam No. 29/PM/2000. Menurut Islahuzzaman (2012), Independensi adalah: “Auditor yang independen adalah auditor yang tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan yang berasal dari luar diri auditor dalam mempertimbangkan fakta yang dijumpainya dalam audit. Independensi lebih banyak ditentukan faktor luar diri auditor.”

(13)

prasangka yang meragukan untuk dapat melaksanakan tugas dan profesinya secara objektif.

3. Frekuensi Pertemuan Komite Audit

Pertemuan komite audit merupakan hal penting bagi kesuksesan komite audit. Komite audit juga mengadakan pertemuan eksekutif dengan pihak-pihak luar keanggotaan komite audit yang diundang sesuai dengan keperluan atau secara periodik. Pihak-pihak luar tersbut antara lain komisaris, manajemen senior, kepala auditor internal, dan kepala auditor eksternal.

Pertemuan komite audit adalah frekuensi pertemuan komite audit. Dalam setiap audit committee charter yang dimiliki oleh masing-masing anggota, komite audit akan mengadakan pertemuan untuk rapat secara periodik dan dapat mengadakan rapat tambahan atau rapat-rapat khusus bila diperlukan. Pertemuan secara periodik ini sebagaimana ditetapkan oleh komite audit sendiri dan dilakukan sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan rapat dewan komisaris yang ditentukan dalam anggaran dasar perusahaan. Komite audit biasanya perlu mengadakan pertemuan tiga sampai empat kali dalam satu tahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya (FCGI, 2002).

Komite audit juga dapat mengadakan pertemuan eksekutif dengan pihak-pihak luar keanggotaan komite audit yang diundang sesuai dengan keperluan atau secara periodik. Pihak-pihak luar tersebut antara lain komisaris, manajemen senior, kepala auditor internal dan kepala auditor eksternal.

Hasil rapat komite audit dituangkan dalam risalah rapat yang ditandatangani oleh semua anggota komite audit. Ketua komite audit bertanggung jawab atas agenda dan bahan-bahan pendukung yang diperlukan serta wajib melaporkan aktivitas pertemuan komite audit kepada dewan komisaris.

(14)

sesudah pelaksanaan audit, dan sesudah laporan keuangan dikeluarkan, serta sebelum RUPS tahunan (Ataina, 2000). 4. Kompetensi Komite Audit

Kompetensi merupakan professional yang mempunyai latar belakang pendidikan dan berpengalaman dalam bidang akuntansi dan auditing. Menurut Hiro Tugiman (2006) : “Peningkatan kompetensi internal auditor secara signifikan dilakukan melalui program sertifikasi profesi, baik sertifikasi tingkat nasional maupun internasional.”

Berdasarkan pendapat di atas untuk pengembangan kompetensi Komite Audit dibutuhkan keahlian dan pelatihan, namun tetap mengikuti perkembangan zaman dan terus menjaga tingkat kemampuannya salama karier profesinya.

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PER-211/K/JF/2010 tentang standar kompetensi auditor bahwa: “Kompetensi auditor adalah ukuran kemampuan minimal yang harus dimiliki auditor yang mencakup aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan/keahlian (skill) dan sikap perilaku (attitude) untuk dapat melakukan tugas-tugas dalam jabatan fungsional auditor dengan hasil baik.

Berdasarkan keputusan diatas seorang auditor diakatakan kompeten jika memiliki pengetahuan, keterampilan/keahlian, dan sikap perilaku yang sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan agar dapat melakukan tugas-tugasnya dengan baik. Kompetensi seseorang juga memiliki pengaruh positif terhadap pekerjaan yang dilakukannya yaitu sejauh mana peran orang itu dapat dinilai sebagai individu dalam pengambilan keputusan dan efektif dalam penyelesaian pekerjaannya. 2.1.4 Stres Kerja

(15)

seorang auditor diharapkan memiliki tingkat ketelitian yang tinggi, rasa ingin tahu yang tinggi, serta memiliki jiwa pantang menyerah.

Di sisi lain, kualitas audit tidak dapat dipisahkan dari keberadaan auditor dan kondisi lingkungan kerja yang dihadapi pada saat itu. Maksudnya adalah dimana kondisi lingkungan kerja di sini bisa berasal dari lingkungan dalam yakni sifat bawaan yang melekat pada individu auditor seperti pengetahuan, usia, pendidikan dan sebagainya, dan lingkungan luar auditor misalnya teman sejawat, atasan, pihak yang diaudit (auditee), pihak yang mempunyai kepentingan dengan audit. Tuntutan dan lingkungan kerja yang dihadapi auditor ketika menjalankan tugas audit sangat dinamis, sehingga tidak semua tuntutan tersebut dapat dipenuhi auditor. Lingkungan kerja yang dihadapi auditor juga membutuhkan penyesuaian, dan belum tentu dapat juga dipenuhi oleh auditor. Kondisi tersebut apabila tidak ditemukan jalan keluarnya dapat menimbulkan stress pada diri auditor.

(16)

Menurut Robbins (2008:320) mengemukakan bahwa stres adalah suatu kondisi dinamik dimana seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constaints), ataupun tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting.

Tuntutan – tuntutan atau faktor – faktor lingkungan yang menimbulkan stres disebut stressor. Dengan kata lain stressor adalah suatu prasyarat untuk mengalami respon stres. Respon stres adalah suatu langkah yang penting dan perlu dalam upaya untuk mengatasi stres secara efektif. Istilah respon stres menggambarkan serangkaian respon yang berbeda yang dibuat oleh tubuh manusia terhadap tuntutan atau tekanan yang dihadapinya. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri karyawan berkembang berbagai gejala stres yang dapat mengganggu pekerjaan karyawan.

Menurut Nimran (2004:102) mengemukakan bahwa stres kerja dapat diukur dengan beberapa komponen indikator, yaitu konflik peran, kelebihan beban kerja, waktu kerja, ketidakjelasan peran dan pengaruh pimpinan.

(17)

menimbulkan stres yang berkepanjangan, yaitu kondisi atau keadaan yang tidak menyenangkan yang dihadapi oleh setiap orang baik secara fisik maupun mental.

Menurut Gitosudarmo dan Sudito (2000:54) mengemukakan bahwa:

stres mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif pada tingkat rendah sampai moderate dapat berperan sebagai motivasi karyawan untuk meningkatkan kinerjanya, sedangkan dampak negatif stres pada tingkat tinggi (overstress) adalah kinerja karyawan menurun secara drastis. Kondisi ini terjadi karena karyawan akan lebih banyak menggunakan tenaganya untuk melawan stres daripada untuk melakukannya.

Menurut Robbins (2008:370) mengemukakan bahwa ada tiga kategori potensi pemicu stres kerja, yaitu :

1. Faktor-faktor lingkungan

a. Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi.

b. Ketidakpastian politik.

c. Peubahan teknologi dikarenakan inovasi-inovasi baru yang dapat membuat bentuk inovasi teknologi lain yang serupa merupakan ancaman bagi banyak orang dan mengalibatkan stres.

2. Faktor-faktor perusahaan

a. Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan pekerjaan sesorang, kondisi kerja dan tata letak fisik pekerjaan.

b. Tututan peran adalah beban peran yang berlebihan dialami ketika karyawan diharapkan melakukan lebih banyak daripada waktu yang ada. Ambiguitas peran dimana ekspektasi peran tidak dipahami secara jelas dan karyawan tidak yakin apa yang hatus dikerjakan.

c. Tuntutan antar pribadi yaitu tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain, tidak adanya dukungan dari kolega dan hubungan antarpribadi yang buruk.

3. Faktor-faktor pribadi

(18)

Menurut Sedarmayanti (2011:59) mengungkapkan bahwa memungkinkan menyebabkan timbul dan berkembangnya stres adalah hal-hal yang berhubungan dengan: cara hidup, cara mengadakan rekreasi, cara bekerja, sifat pekerjaan, harapan untuk berprestasi kegagalan berprestasi, dan cuaca. Cara bekerja dan sifat pekerjaan, harapan berprestasi dan kegagalan berprestasi merupakan situasi yang secara nyata dialami dan harus dihadapi oleh pegawai.

Beberapa gejala stress dalam pekerjaan meliputi hal - hal sebagai berikut :

a. Tidak merasa dihargai atas pekerjaan mereka, tidak mengetahui bagaimana merayakan kesuksesan.

b. Mereka merasa hidup mereka tidak seimbang, terlalu banyak energi difokuskan pada pekerjaan dan terlalu sedikit untuk keluarga dan pribadi.

c. Perasaan bahwa tidak peduli seberapa banyak mereka bekerja, tetap tidak mencukupi.

d. Adanya biaya perawatan kesehatan yang berkaitan dengan stres. e. Adanya perasaan bahwa atasan mereka tidak memperdulikan

mereka.

f. Malu untuk mendiskusikan permasalahan pribadi mereka ditempat kerja.

(19)

h. Tidak mengikuti aturan yang ada.

i. Membicarakan ketidaksetujuan melalui saluran komunikasi informal yang bukan formal.

2.1.5 Pergantian Auditor

(20)

Regulasi terkain dengan jasa akuntan publik di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 43/KMK.017/1997, kemudian diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 470/KMK.017/1999. Regulasi ini kemudian diubah kembali dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 423/KMK.06/2002, di mana salah satu hal yang diatur dalam KMK ini adalah bahwa pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari satu entitas dilakukan Kantor Akuntan Publik (KAP) paling lama 5 (lima) tahun berturut – turut dan oleh akuntan publik paling lama untuk 3 (tiga) tahun. Regulasi ini kemudian disempurnakan kembali dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008, dimana pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan dari suatu entitas dilakukan oleh KAP paling lama 6 (enam) tahun buku berturut – turut dan oleh seorang Akuntan Publik paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut – turut.

(21)

laporan keuangan), maka perusahaan akan mencari auditor baru. Bila dilihat dari sudut pandang perusahaan sebagai klien, manajemen memerlukan auditor yang kompeten sesuai dengan PABU (Prinsip – prinsip Auditing yang Berlaku Umum). Jika auditor mempunyai kredibilitas, maka auditor bisa mendeteksi adanya penyajian kesalahan yang material dan memberikan nasehat kepada pihak manajemen perusahaan. Implikasi selanjutnya jika auditor yang dipilih berkualitas, maka shareholders akan puas dengan kinerja manajemen.

Klien yang diaudit oleh KAP baru mungkin akan merasa lebih puas bila dibandingkan dengan KAP yang lama. Terdapat banyak alasan mengenai hal tersebut, antara lain sebagai berikut :

a. Adanya kecenderungan perusahaan melakukan pergantian auditor karena merasa kurang puas dengan pelayanan yang diberikan KAP sebelumnya, atau karena mereka menghadapi berbagai kendala dengan KAP sebelumnya.

b. Adanya ketidakpastian pada sebagian manajemen klien tentang kualitas pelayanan yang diberikan oleh KAP dan hasilnya ada dorongan yang kuat pada KAP untuk mengutamakan pelayanan pada klien yang baru didapatkannya. Klien baru mungkin menerima perhatian khusus dan klien baru tersebut menikmati perhatian tersebut.

(22)

memperoleh keuntungan dari penurunan fee tersebut, sehingga tingkat kepuasan mereka juga akan meningkat.

d. Adanya penurunan hasil usaha menyebabkan perusahaan akan mempertimbangkan untuk melakukan pergantian auditor, dan biasanya untuk menghemat pengeluaran perusahaan maka perusahaan akan mengganti KAP-nya dengan KAP yang menawarkan fee yang lebih rendah.

Hasil penelitian Behn yang dikemukakan dalam Hanafi (2004:21) menunjukkan bahwa pergantian auditor mempengaruhi kepuasan klien. Seorang auditor baru akan cenderung memperlihatkan kinerjanya pada tahun – tahun pertama saat auditor melakukan audit. Pada awal tahun kontrak pelaksanaan audit, auditor baru akan berusaha mencari tahu kinerja auditor lama dan untuk itu auditor baru akan membandingkannya dengan kinerja yang mungkin dapat dicapainya. Harapan seorang auditor baru adalah pelaksanaan audit sebaik – baiknya, tanpa mengurangi sikap profesionalnya sebagai seorang auditor, hal tersebut dilakukan karena kainginan auditor memenuhi harapan dan memuaskan klien.

(23)

2. Ketidakpuasan terhadap Kantor Akuntan Publik yang terdahulu, misalnya :

a. Klien merasa fee KAP lama terlalu tinggi dan klien merasa keberatan.

b. Klien membutuhkan jasa professional yang lebih luas yang tidak sekedar audit atas laporan keuangan saja, tetapi jasa profesi lainnya.

c. Klien mencari KAP yang kredibilitasnya tinggi untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan dimata pemakainya.

d. Tuntutan lembaga yang berwenang, misalnya : Bapepam, Dirjen Pajak dan sebagainya agar laporan keuangan perusahaan tersebut diaudit oleh KAP yang berlisensi dari lembaga tersebut.

e. Adanya ketidakpastian pada sebagian manajemen klien tentang kualitas pelayanan yang diberikan oleh KAP, sehingga ada dorongan yang kuat pada KAP untuk mengutamakan pelayanan pada klien yang baru didapatkannya. Klien baru mungkin menerima perhatian khusus dan klien baru tersebut menikmati perhatian tersebut.

3. Merger antar Kantor Akuntan Publik. Adanya merger dari dua atau lebih KAP dapat berakibat pada berpindahnya klien yang mereka miliki sebelumnya, hal ini menyebabkan merger antar KAP tersebut menjadi lebih besar dan klien tidak dapat mengimbangi keinginan KAP yang merger tersebut sehingga klien berpindah ke KAP lain.

2.1.6 Biaya Eksternal Audit

Fee audit adalah besaran biaya yang diterima oleh auditor dengan

mempertimbangkan berbagai hal seperti kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian dan lain – lain.

Menurut Agoes (2012:18) fee audit adalah :

(24)

Menurut Agoes (2009:18) mengemukakan bahwa indikator dari fee audit dapat diukur dari beberapa hal, seperti :

1. resiko penugasan,

2. kompleksitas jasa yang diberikan,

3. struktur biaya Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan dan pertimbangan profesi lainnya,

4. ukuran Kantor Akuntan Publik.

Di Indonesia besarnya fee audit masih menjadi perbincangan yang cukup panjang, mengingat banyak faktor yang mempengaruhinya seperti yang disebutkan di atas. Selain faktor tersebut, dalam menetapkan imbalan jasa atau fee audit, Akuntan Publik harus mempertimbangkan hal – hal sebagai berikut :

1. kebutuhan klien,

2. tugas dan tanggungjawab menurut hukum (statutory duties), 3. independensi,

4. tingkat keahlian (levels of expertise), 5. tanggung jawab,

6. banyaknya waktu yang diperlukan dan secara efektif digunakan Akuntan Publik.

(25)

Selain itu, dalam menetapkan imbalan jasa atau fee audit, Akuntan Publik juga harus memperhatikan tahapan – tahapan pekerjaan audit dan tahap pelaporan.

Besarnya fee audit yang ditetapkan oleh kantor akuntan publik merupakan salah satu objek yang menarik untuk diteliti. Selama dua dekade terakhir penelitian mengenai pasar jasa audit telah tumbuh secara signifikan. Namun, penelitian mengenai fee audit di Negara – Negara berkembang masih jarang dilakukan. Di Indonesia sendiri penelitian mengenai fee audit mungkin dilakukan tetapi tidak terpublikasikan di jurnal ilmiah.

Menurut De Angelo yang dikemukakan oleh Rizqiah (2011:15) mengemukakan bahwa :

fee audit merupakan pendapatan yang besarnya bervariasi karena tergantung dari beberapa faktor dalam penugasan audit seperti, ukuran perusahaan klien, kompleksitas jasa audit yang dihadapi auditor, risiko audit yang dihadapi auditor dari klien serta nama Kantor Akuntan Publik yang melakukan jasa audit.

Menurut Sankaraguruswamy et al. (2003:9) fee audit merupakan pendapatan yang besarnya bervariasi tergantung dari beberapa faktor dalam penugasan audit seperti, keuangan klien, ukuran perusahaan klien, ukuran auditor (KAP), keahlian yang dimiliki auditor tentang industry, serta efisiensi yang dimiliki auditor.

(26)

dijelaskan bahwa panduan ini dikeluarkan sebagai panduan bagi seluruh Anggota Institusi Akuntan Publik Indonesia yang menjalankan praktik sebagai akuntan publik dalam menetapkan besaran imbalan yang wajar atas jasa profesional yang diberikannya.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam menetapkan imbalan jasa yang wajar sesuai dengan martabat profesi akuntan publik dan dalam jumlah yang pantas untuk dapat memberikan jasa sesuai dengan tuntutan standar profesional akuntan publik yang berlaku. Imbalan jasa yang terlalu rendah atau secara signifikan jauh lebih rendah dari yang dikenakan oleh auditor atau akuntan pendahulu atau dianjurkan oleh auditor atau akuntan lain, akan menimbulkan keraguan mengenai kemampuan dan kompetensi anggota dalam menerapkan standar teknis dan standar professional yang berlaku.

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Nama Peneliti

Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

Dwilita (2008)

Analisis Pengaruh Motivasi, Stres dan Rekan Kerja Tehadap Kinerja Auditor di Kantor Akuntan Publik Medan

Variabel Independen : Motivasi, stres kerja dan rekan kerja

Variabel Dependen : Kinerja Auditor

Motivasi tidak berpengaruh signifakan terhadap kualitas kinerja auditor.

Stres kerja berpengaruh signifikan terhadap kualitas kinerja auditor.

Rekan kerja tidak berpengaruh sigifikan terhadap kualitas kinerja auditor.

Reputasi Auditor

Variabel Independen : Fee Audit, Rotasi KAP, dan Reputasi KAP Variabel Dependen :

(27)

Nama Peneliti

Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian

Terhadap

Kualitas Audit Di Bursa Efek Indonesia

Kualitas audit terhadap kualitas audit dan

reputasi KAP tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Rustriarini

Variabel Independen : Karakteristik Komite Audit (usia dan gender), Kompetensi Komite Audit (independensi, tingkat pendidikan, keahlian di bidang akuntansi dan pengalaman kerja) dan Aktivitas Komite Audit (frekuensi pertemuan, jumlah anggota dan komitmen waktu)

Variabel Dependen : Kualias Audit

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa usia, gender, tingkat pendidikan, keahlian dibidang akuntansi dan frekuensi pertemuan berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit, sedangkan independensi, komitmen waktu,

pengalaman kerja dan jumlah anggota tidak berpengaruh terhadap kualitas audit

Badjuri (2012)

Analisis Faktor – faktor yang

Variabel Independen : Pengalaman kerja auditor, Independensi, Obyektivitas, Integritas auditor, Kompetensi auditor

Variabel Dependen : Kualitas hasil Pemeriksaan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa integritas dan kompetensi audit sektor publik berpengaruh signifikan Integritas auditor, c v Variabel Dependen : Kualitas hasil pemeriksaan

Purba

Variabel Independen : Fee audit dan

pengalaman auditor eksternal

Variabel Dependen : Kualitas Audit

Secara parsial, fee audit berpengaruh signifkan terhadap kualitas audit, ketika fee audit yang diterima tinggi maka kualitas yang dihasilkan akan baik. Secara parsial, pengalaman auditor eksternal berpengaruh terhadap kualitas audit. Semakin banyak pengalaman auditor eksternal dalam bidang audit maka kualit audit yang dihasilkan

(28)

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu model yang menjelaskan hubungan suatu teori dengan faktor – faktor penting yang telah diketahui dalam suatu masalah. Hubungan antara variabel bebas (independen) dengan variabel terikat (dependen) akan dihubungkan secara teoritis melalui kerangka konseptual. Adapun yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik komite audit, (dimana didalam penelitian ini karakteristik komite audit diteliti berdasarkan gender, dan usia), stress kerja (diteliti berdasarkan waktu mengaudit), pergantian auditor dan biaya eksternal audit. Sedangkan variabel dependennya adalah kualitas audit. Hubungan antara variabel – variabel tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

H1

H2

H3

H4

H5

H6

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Variabel Dependen

Kualitas Auditor (Y) Karakteristik Komite Audit

Gender Komite Audit(X1)

Usia Komite Audit (X2)

Stres Kerja

Pergantian Auditor (X4)

(29)

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial dan secara simultan.

(30)

terdahulu semakin besar biaya eksternal audit maka semakin berkualitas pula laporan audit yang dihasilkan.

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis atau dugaan sementara merupakan penjelasan atau jawaban sementara mengenai perilaku, fenomena atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau yang akan terjadi dan masih akan diuji kebenarannya lebih lanjut.

Adapun yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh Gender Komite Audit terhadap Kualitas Audit

Gender merupakan hal yang perlu diperhatikan didalam sebuah organisasi. Ada yang menganggap keberadaan pria lebih dibutuhkan didalam organisasi karena menurut sebagian orang pria lebih berani dan tegas dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian Rustriarini (2011:19) menyimpulkan bahwa gender berpengaruh pada kualitas audit berarti keberadaan wanita dalam komite audit mampu menambah tingkat kualiats audit. Hal ini karena sikap wanita yang cenderung konservatis, menghindari risiko, teliti, dan berhati-hati dalam pengambilan keputusan merupakan karakteristik penting dalam malaporkan laporan audit.

(31)

2. Pengaruh UsiaKomite Audit terhadap Kualitas Audit

Usia merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang dalam menjalankan tugasnya. Anggota komite audit yang berusia dewasa madya (40 – 60 tahun) akan mencapai jenjang karir sejauh yang mereka mampu serta posisi karir yang paling stabil. Dalam kaitannya dengankualitas audit, Rustriarini (2011:20) dalam penelitiannya membuktikan bahwa Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin bijaksana dan bertanggungjawab atas pekerjaan yang diberikan, serta semakin banyak pengalaman dan praktik yang pernah dilakukan.

H2 : Usiakomite audit berpengaruh terhadap kualitas audit.

3. Pengaruh Waktu Mengauditterhadap Kualitas Audit

(32)

waktu penyelesaian yang terbatas, tekanan dari pimpinan maupun tekanan yang berasal dari klien.

H3 : Waktu mengaudit berpengaruh terhadap kualitas audit.

4. Pengaruh Pergantian Auditorterhadap Kualitas Audit

Pergantian auditor merupakan perpindahan auditor atau perpindahan KAP yang dilakukan oleh perusahaan klien.Imam Hanafi (2004:56) menunjukkan bahwa pergantian auditor mempengaruhi kepuasan klien yang berujung pada kualitas audit yang dihasilkan. Seorang auditor baru akan cenderung memperlihatkan kinerjanya pada tahun – tahun pertama saat auditor melakukan audit. Hartadi (2009) dalam penelitiannya menemukan bahwa rotasi KAP tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.

H4 : Pergantian auditor tidak berpengaruh terhadap kualitas audit.

5. Pengaruh Biaya Eksternal Audit terhadap Kualitas Audit

(33)

auditor eksternal dalam bidang audit maka kualitas audit yang dihasilkan menjadi lebih baik.

H5 : Biaya eksternal berpengaruh terhadap kualitas audit.

6.Pengaruh Gender, Usia, Waktu Mengaudit, Pergantian auditor

dan Biaya Eksternal Audit secara simultan (bersama-sama)

terhadap Kualitas Audit

H6 : Gender, Usia, Waktu Mengaudit, Pergantian auditor dan Biaya

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

mencermati pula bagaimana cara menentukan akar persamaan kuadrat dengan memfaktorkan (pada Buku Pendamping Matematika kelas VIII semester 2 halaman 33-37), ditekankan

Karwur, M.Sc., Ph.D selaku dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Satya Wacana yang tentu memberikan dukungan dan motivasi bagi peneliti untuk menyelesaikan

Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre Operasi Seksio Caesar di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun

Kegiatan Langkah-Langkah Pembelajaran Alokasi Waktu penyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel dengan.

Dan hasil variasi volume asam formiat sebagai kontrol pada 5 mL memiliki nilai PRI 54,16%, kadar abu 0,6%, KKK 34,71% dengan waktu koagulasi 57 detik serta sifat fisika

Hukum DM (diterangkan dan menerangkan) atau lebih luas adalah ―bagian yang dijelaskan‖ dan ―bagian yang menjelaskan‖ harus diatur dengan cermat letaknya.

Simpulan dan Saran: Tidak terdapat pengaruh penyuluhan kesehatan reproduksi terhadap persepsi tentang pernikahan dini pada siswa kelas X, tetapi ada peningkatan persepsi

In the context of the adoption of the pesenggiri piil Lampung culture can refer to the conception of Paul Bate (1994) on approach to cultural change: (a) aggressive approach;