GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN ZAT WARNA RHODAMIN B PADA MAKANAN DAN
MINUMAN YANG DIJUAL OLEH PENJUAL DI KELURAHAN MUSTIKA JAYA BEKASI TAHUN 2017
Skripsi
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh : Inayah Robbaniyah NIM 1113101000083
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN Skripsi, November 2017
Inayah Robbaniyah, NIM : 1113101000083
GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENGGUNAAN ZAT WARNA RHODAMIN B PADA MAKANAN DAN MINUMAN YANG DIJUAL OLEH PENJUAL DI KELURAHAN
MUSTIKA JAYA BEKASI TAHUN 2017
( xv + 80 halaman, 13 tabel, 2 bagan, 6 lampiran)
ABSTRAK
Kemananan pangan merupakan masalah yang sangat penting dan perlu mendapatkan perhatian utama dalam pengawasan khususnya di Indonesia. Salah satunya, yaitu penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP). Hasil studi
pendahuluan yang dilakukan di sekitar area bermain outdoor anak di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya dengan 10 sampel makanan didapatkan hasil sebanyak 3 sampel positif mengandung Rhodamin B. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan zat warna Rhodamin B pada makanan dan minuman yang dijual oleh penjual di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2017 hingga September 2017. Sampel responden dalam penelitian ini adalah semua penjual makanan dan minuman berwarna merah di Kelurahan Mustika Jaya yang berjumlah 33 orang.
Sampel makanan dan minuman dipilih dengan metode non-probability sampling.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis univariat.
Hasil penelitian ini menunjukan 15,2% makanan dan minuman mengandung Rhodamin B. Sebagian besar responden yang tidak menggunakan Rhodamin B memiliki pengetahuan kategori sedang, sikap positif, pendidikan tamat SMA dan sumber informasi melalui media dan teman. Sebagian besar responden yang menggunakan Rhodamin B memiliki pengetahuan kategori kurang, sikap negatif, pendidikan tamat SD dan sumber informasi melalui teman Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kota Bekasi untuk mengadakan inspeksi berkelanjutan di tempat-tempat umum yang menjadi tempat strategis bagi para penjual makanan dan minuman, melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada produsen pewarna pangan dan penjual makanan dan minuman.
ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
MAJOR OF PUBLIC HEALTH
DEPARTEMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH Undergraduate Thesis, November 2017
Inayah Robbaniyah, NIM : 1113101000083
AN OVERVIEW OF FACTORS AFFECTING THE USE OF RHODAMIN B COLOR OFFICES ON FOOD AND BEVERAGE SOLD BY THE
SELLER IN MUSTIKA JAYA VILLAGE, BEKASI IN 2017 ( xv + 80 pages, 13 tables, 2 charts, 6 attachments)
ABSTRACT
Food safety is a very important issue and needs to get the main attention in supervision, particularly in Indonesia. One of them is the use of Food Supplemental Materials (FSM). Preliminary study conducted around children's outdoor play area in Mustika Jaya village with 10 food samples obtained result of 3 positive samples containing Rhodamin B. This research aims to know the overview of factors affecting the use of rhodamin b color offices on food and beverage sold by the seller in mustika jaya village, Bekasi in 2017
This is a quantitative research with cross sectional study design. This research was conducted in July 2017 until September 2017. The respondents in this study were all red food and drink sellers in Mustika Jaya village which amounted to 33 people. Food and beverage samples were selected by non-probability sampling method. Data analysis was done by using univariate.
The results of this study showed that 15.2% of food and beverages
containing Rhodamine B. Most respondents who did not use Rhodamine B had
knowledge of moderate categories, positive attitudes, high school education and information sources through media and friends. Most of the respondents who used Rhodamin B had less knowledge, negative attitudes, primary school education and information sources through friends. It is recommended to the Public Health Office of Bekasi City to hold the sustainable inspection in public places which become the strategic place for food and beverage sellers, to socialize and train the food coloring producers, food and beverage sellers.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Name : Inayah Robbaniyah
Gender : Female
Birthday : February 1995
Religion : Islam
Nationality : Indonesia
Phone Number : 085716856070
Email : [email protected]
Formal Education
Islamic State University of Syarif Hidayatullah
(Major of Public Health )
2013-present
1 Tambun Selatan Public Senior High School 2010-2013
Al-Kahfi Islamic Boarding School 2007-2010
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan laporan skripsi dengan judul “Gambaran Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penggunaan Zat Warna Rhodamin B Pada Makanan Dan
Minuman Yang Dijual Oleh Penjual Di Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun
2017”.
Laporan Skripsi ini di susun sebagai salah satu syarat guna mendapatkan
gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat pada Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta
guna menerapkan dan mengembangkan ilmu yang penulis peroleh selama masa
kuliah.
Penulis telah berusaha untuk menyajikan tulisan ilmiah yang rapih dan
sistematik sehingga dapat memudahkan pembaca memahaminya. Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyajian laporan skripsi ini.
Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan bagi
penulis guna menyempurnakan laporan skripsi ini.
Dalam penulisan laporan skripsi ini, penulis menyampaikan penulis
ucapan terima kasih atas segala bantuan dan dukungan dari segala pihak sehingga
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing yang juga telah
memberikan saran dan masukan dalam proses penyusunan laporan skripsi ini.
4. Orang tua saya yang telah memberikan dukungan doa, waktu, material dan
moral yang sangat banyak membantu penulis dalam penyelesaian laporan
skripsi ini.
5. Teman-teman peminatan kesehatan lingkungan 2013 yang selalu mendoakan
dan memberikan dukungan.
Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan
pemikiran serta pencerahan khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR BAGAN ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I ... 1
PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 5
1.3 Pertanyaan Penelitian ... 5
1.4 Tujuan Penelitian ... 6
1.4.1 Tujuan Umum ... 6
1.4.2 Tujuan Khusus ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II ... 9
TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1 Pengertian Keamanan Pangan... 9
2.2 Pengertian Pangan ... 9
2.3 Zat Pewarna ... 10
2.3.1 Pengertian Zat Pewarna ... 10
2.3.2 Tujuan Penambahan Zat Pewarna... 10
2.3.3 Klasifikasi Zat Pewarna ... 11
2.3.4 Peraturan Pemakaian Zat Pewarna untuk Makanan ... 12
2.3.5 Jenis-Jenis Pewarna Sintetik ... 13
2.4 Dampak Kesehatan yang disebabkan oleh Pewarna Sintetik Rhodamin B .. 14
2.5 Definisi Penjual Makanan ... 16
2.6 Perilaku ... 17
2.6.1 Pengertian Perilaku ... 17
2.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku ... 18
2.6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Rhodamin B ... 24
BAB III ... 28
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 28
3.1 Kerangka Konsep ... 28
3.2 Definisi Operasional ... 29
BAB IV ... 32
METODE PENELITIAN ... 32
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
4.3 Populasi Sampel ... 32
4.3.1 Populasi ... 32
4.3.2 Sampel ... 33
4.4 Sumber Data Penelitian ... 35
4.5 Instrumen Penelitian ... 35
4.6 Cara Pengumpulan Data ... 38
6.1 Keterbatasan Penelitian ... 52
6.2 Penggunaan Rhodamin B ... 52
6.3 Pengetahuan Penjual Makanan dan Minuman ... 56
6.4 Sikap Penjual Makanan dan Minuman ... 60
6.7 Sumber Informasi ... 65
BAB VII ... 68
SIMPULAN DAN SARAN ... 68
7.1 Simpulan ... 68
7.2 Saran ... 69
DAFTAR PUSTAKA ... 71
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jenis Pewarna Sintetik yang diizinkan di Indonesia ... 13
Tabel 1.2 Jenis Pewarna Sintetik yang Tidak diizinkan di Indonesia ... 14
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 29
Tabel 4.1 Sampel Makanan dan Minuman ... 34
Tabel 4.2 Variabel Pertanyaan ... 37
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Kuesioner ... 38
Tabel 4.4 Hasil Uji Reabilitas Kuesioner ... 39
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penggunaan Rhodamin B di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017 ... 44
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017 ... 45
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sikap Responden di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017... 47
Table 5.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017 ... 50
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori……….28
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lembar Kuesioner
Lampiran 2 Hasil Analisis Kandungan Rhodamin B
Lampiran 3 Dokumentasi
Lampiran 4 Output SPSS Validitas dan Reabilitas Kuesioner
Lampiran 5 Output SPSS Hasil Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kemananan pangan merupakan masalah yang sangat penting dan
perlu mendapatkan perhatian utama dalam pengawasan khususnya di
Indonesia. Banyak penyakit-penyakit yang beredar bersumber dari makanan
dimana konsumen kurang menyadari makanan yang biasa dikonsumsi
kemungkinan tidak higienis atau tidak sehat. Kurangnya perhatian terhadap
hal ini sering berdampak pada kesehatan. Salah satunya, yaitu penggunaan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang melebihi batas maksimal dan pola
konsumsi yang tidak seimbang juga berdampak buruk bagi kesehatan
(BPOM, 2011).
Di Indonesia penyalahgunaan pemakaian BTM yang terkandung di
dalam makanan terdapat 72.08% yang positif memakai BTM yang tidak
diizinkan dari survei oleh BPOM dilakukan di 6 ibukota, yaitu DKI Jakarta,
Serang, Bandung, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya, pada tahun 2008-
2010 menunjukkan bahwa 17.26-25.15% kasus ini terjadi di Indonesia
dengan meningkatnya penggunaan BTM yang tidak diizinkan (Sumantri,
2007)
Dalam empat tahun terakhir, sejak tahun 2011 – 2014, hasil
intensifikasi pengawasan pangan jelang dan selama ramadhan menunjukkan
pangan Tanpa Izin Edar (TIE) menjadi temuan paling banyak. Pada tahun
takjil pada tahun 2015 dari 7.806 sampel diketahui 7.126 sampel (91,29%)
memenuhi syarat dan 680 sampel (8,71%) tidak memenuhi syarat. Hasil
pengawasan menunjukkan bahwa pewarna tekstil Rhodamin B menjadi bahan
berbahaya yang paling banyak disalahgunakan dalam pangan. Secara rinci,
285 sampel pangan ditemukan mengandung Rhodamin B, 211 sampel pangan
mengandung Formalin, 162 sampel pangan mengandung Boraks dan 5
sampel pangan mengandung Methanil Yellow (BPOM, 2015)
Di Kota Bekasi, berdasarkan penuturan dari Kepala Surveilens Dinas
Kesehatan Kota Bekasi, Bapak Sardi menjelaskan bahwa masih
ditemukannya sebagian makanan dan minuman yang mengandung tambahan
zat adiktif, berupa Rhodamin B dan Metanil Yellow. Rhodamin B adalah
salah satu zat pewarna sintetik yang biasa digunakan pada industri tekstil dan
kertas. Namun, penggunaan Rhodamin B dalam makanan masih banyak
ditemukan dilapangan.
Berdasarkan Profil Kota Bekasi tahun 2016, Kota Bekasi dikatakan
sebagai penyangga DKI Jakarta sebelah timur. Salah satu Kecamatan terluas
di Kota Bekasi adalah Kecamatan Mustika Jaya dengan luas 2.473 hektar.
atau 11,75 persen luas wilayah Kota Bekasi. Kelurahan Mustika Jaya sendiri
merupakan pusat dari Kecamatan Mustika jaya. Di wilayah Kelurahan
Mustika Jaya Bekasi didominasi dengan komplek perumahan, area bermain
outdoor anak serta area hiburan yang setiap hari dikunjungi oleh anak-anak
dan orang tua sehingga hal ini membuat area di sekitar tempat tersebut
menjajakkan dagangannya. Banyaknya makanan dan minuman yang dijual
dikhawatirkan dapat mengandung Rhodamin B sehingga hal ini dapat
membahayakan para konsumen terutama adalah anak-anak.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada bulan
April tahun 2017 di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi. Makanan dan
minuman yang dijual di area tersebut antara lain gulali, harum manis, sosis,
saos, kue basah, kerupuk serta minuman berwarna maupun es dimana
beberapa makanan dan minuman tersebut mungkin menggunakan pewarna
sintetik berbahaya. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di sekitar area
bermain outdoor anak di wilayah Kelurahan Mustika Jaya dengan 10 sampel
makanan didapatkan hasil sebanyak 3 sampel positif mengandung Rhodamin
B yang dilarang penggunaannya. Sampel yang positif mengandung Rhodamin
B, yaitu gulali, kerupuk berwarna pink dan saos makanan.
Penggunaan bahan tambahan makanan (BTM), zat pewarna sintetik
khususnya yang illegal, seperti Rhodamin B (pewarna merah pada tekstil)
dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam
jangka panjang menyebabkan kelainan-kelainan pada organ tubuh manusia.
Rhodamin B (pewarna merah berbahaya) bila tertelan dapat mengakibatkan
iritasi saluran pencernaan, gangguan fungsi hati dan kanker hati (Elfansha,
2006) Perlu diketahui pula bahwa Rhodamin B juga dapat menimbulkan efek
akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg BB yang merupakan dosis toksiknya.
Makanan dan minuman yang mengandung bahan tambahan berbahaya
tidak lepas dari perilaku pedagang dalam mengolah atau menjual makanan
dan minuman. Pedagang memiliki peranan yang penting dalam menyediakan
makanan yang sehat dan bergizi (Yasmin dkk, 2010). Menurut Maulana
(2009) perilaku positif dapat terbentuk jika dipengaruhi oleh pengetahuan dan
sikap positif. Namun, secara minimal jika didasari pengetahuan yang cukup
perilaku positif juga dapat terbentuk.
Menurut Susanna dan Hartono (2003) penyalahgunaan bahan kimia
berbahaya, seperti formalin dan Rhodamin B oleh produsen pangan jajanan
adalah salah satu contoh rendahnya tingkat pengetahuan produsen mengenai
keamanan pangan jajanan. Hal ini dapat juga disebabkan karena pendidikan
pedagang makanan sebagian besar berpendidikan tamat SMA yang minim
informasi tentang kesehatan. Fasilitas sanitasi sebagian besar belum
memenuhi persyaratan kesehatan. Namun, ternyata masih ada produsen yang
sengaja menambahkan zat warna Rhodamin B untuk produknya walaupun
telah dilarang penggunaannya.
Selain itu, Sugiyatmi (2006) menyatakan pedagang yang memiliki
pengetahuan dan sikap dengan kategori kurang kebanyakan melakukan
praktek pembuatan pangan jajanan dengan kategori kurang. Hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Novita dan Retno (2013) menunjukkan
mayoritas penjual berpengetahuan kurang 53,8%, memiliki sikap yang baik
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di sekitar area
bermain outdoor anak di wilayah Kelurahan Mustika Jaya dengan 10 sampel
makanan didapatkan hasil sebanyak 3 sampel positif mengandung Rhodamin
B yang dilarang penggunaannya. Sampel yang positif mengandung
Rhodamin B, yaitu gulali, kerupuk berwarna pink dan saos makanan.
Penggunaan pewarna sintesik oleh penjual makanan dan minuman harus
diimbangi dengan pengetahuan dan sikap dari para penjual makanan dan
minuman terhadap dampak penggunaan pewarna Rhodamin B itu sendiri.
Belum adanya penelitian yang terpublikasi di jurnal kimia dan makanan.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran faktor-faktor yang
mempengaruhi penggunaan zat warna Rhodamin B pada makanan dan
minuman yang dijual oleh penjual di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi
tahun 2017.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran penggunaan Rhodamin B pada makanan dan
minuman yang dijual oleh penjual makanan dan minuman di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi ?
2. Bagaimana gambaran pengetahuan penjual makanan dan minuman di
wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi berdasarkan penggunaan
Rhodamin B ?
3. Bagaimana gambaran sikap penjual makanan dan minuman di wilayah
4. Bagaimana gambaran pendidikan penjual makanan dan minuman di
wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi berdasarkan penggunaan
Rhodamin B?
5. Bagaimana gambaran sumber informasi penjual makanan dan minuman di
wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi berdasarkan penggunaan
Rhodamin B ?
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan zat warna
Rhodamin B pada makanan dan minuman yang dijual oleh penjual di
wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran penggunaan Rhodamin B dalam makanan dan
minuman yang dijual penjual makanan di wilayah Kelurahan Mustika
Jaya Bekasi
2. Mengetahui gambaran pengetahuan penjual makanan di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi berdasarkan penggunaan Rhodamin B
3. Mengetahui gambaran sikap penjual makanan di wilayah Kelurahan
Mustika Jaya Bekasi berdasarkan penggunaan Rhodamin B
4. Mengetahui gambaran pendidikan penjual makanan di wilayah
5. Mengetahui gambaran sumber informasi penjual makanan di wilayah
Kelurahan Mustika Jaya Bekasi berdasarkan penggunaan Rhodamin B
1.5 Manfaat Penelitian
1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Bekasi
Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan untuk mengambil
kebijakan terhadap pengawasan keamanan pangan.
2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan
referensi untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran
faktor-faktor lain yang mempengaruhi penggunaan Rhodamin B pada
makanan dan minuman.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor
yang mempengaruhi penggunaan zat warna Rhodamin B pada makanan dan
minuman yang dijual oleh penjual di wilayah Kelurahan Mustika Jaya
Bekasi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2017 hingga September
2017. Variabel yang diteliti yaitu penggunaan Rhodamin B, pengetahuan,
sikap, pendidikan dan sumber informasi. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan desain studi cross sectional. Populasi dalam penelitian ini
adalah penjual makanan dan minuman berwarna merah di wilayah Kelurahan
Mustika Jaya Bekasi yang berjumlah 33 orang. Sampel responden dalam
penelitian ini adalah semua penjual makanan dan minuman berwarna merah
minuman dipilih dengan metode non-probability sampling. Sumber data
dihasilkan dari data hasil uji laboratorium tentang penggunaan zat pewarna
Rhodamin B dan data hasil kuesioner. Analisis data dilakukan dengan cara
9 2.1 Pengertian Keamanan Pangan
Kemananan pangan merupakan masalah yang sangat penting dan
perlu mendapatkan perhatian utama dalam pengawasan khususnya di
Indonesia. Banyak penyakit-penyakit yang beredar bersumber dari makanan
dimana konsumen kurang menyadari makanan yang biasa dikonsumsi
kemungkinan tidak higienis atau tidak sehat. Kurangnya perhatian terhadap
hal ini sering berdampak pada kesehatan, contohnya adalah keracuan
makanan akibat tidak higienisnya proses pengolahan sampai dengan
penyajiannya dan penggunaan bahan kimia berbahaya yang beresiko
menimbulkan penyakit bahkan membuat kematian. Selain itu, penggunaan
Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang melebihi batas maksimal penggunaan
dan pola konsumsi yang tidak seimbang juga berdampak buruk bagi
kesehatan (BPOM, 2011).
2.2 Pengertian Pangan
Pangan yang dijual oleh pedagang kaki lima atau dalam bahasa
inggris disebut Street food menurut Food and Agriculture Organization
didefinisikan sebagai makanan dan minuman yang dipersiapkan dan dijual
oleh pedagang kaki lima di jalanan dan di tempat-tempat keramaian umum
lain yang langsung dimakan dan dikonsumsi tanpa persiapan atau pengolahan
lebih lanjut (Judarwanto, 2009). Dalam Pasal 1 UU No.7/1996, disebutkan
baik yang diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi
konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau
pembuatan makanan atau minuman.
2.3 Zat Pewarna
2.3.1 Pengertian Zat Pewarna
Zat pewarna makanan merupakan suatu benda berwarna yang
memiliki afinitas kimia terhadap benda yang diwarnainya (Lee et al,
2005). Warna merupakan kriteria dasar untuk menentukan kualitas
makanan. Warna juga dapat memberi petunjuk mengenai perubahan
kimia dalam makanan, seperti pencoklatan. Warna dari suatu produk
makanan ataupun minuman merupakan salah satu ciri yang sangat
penting (deMan, 1997).
2.3.2 Tujuan Penambahan Zat Pewarna
Adapun tujuan dari penambahan zat pewarna makanan menurut
Winarno (2002), yaitu:
1. Memberikan kesan menarik bagi konsumen
2. Menyeragamkan dan menstabilkan warna makanan
3. Menutupi perubahan warna akibat proses pengolahan dan
penyimpanan
Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan
penampilannya tidak menarik waktu disajikan akan mengakibatkan
selera orang yang memakannya menjadi hilang (Moehyl, 2000).
2.3.3 Klasifikasi Zat Pewarna
1. Zat Pewarna Tambahan Alami
Zat pewarna yang termasuk dalam uncertified color ini adalah zat
pewarna alami yang berasal dari (ekstrak pigmen dari
tumbuh-tumbuhan) dan zat pewarna mineral, walaupun ada juga beberapa
zat pewarna, seperti jff-karoten dan kantaxantin yang telah dapat
dibuat secara sintetik. Zat pewarna alami juga menghasilkan
karakteristik warna yang lebih pudar dan kurang stabil bila
dibandingkan dengan zat pewarna sintetik. Oleh karena itu, zat ini
tidak digunakan sesering zat pewarna sintetik. Contoh : daun suji
untuk warna hijau, daun jambu/daun jati untuk warna merah dan
kunyit untuk warna kuning. Satu-satunya zat pewarna uncertified
yang penggunaannya masih bersifat sementara adalah Carbon
Black. Secara kuantitas, dibutuhkan zat pewarna alami yang lebih
banyak daripada zat pewarna sintetik untuk menghasilkan tingkat
pewarnaan yang sama. Pada kondisi tersebut, dapat terjadi
perubahan yang tidak terduga pada tekstur dan aroma makanan.
(Winarno, 2002).
2. Zat Pewarna Tambahan Sintetik
Seiring semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, zat
karena itu, berbagai zat warna sintetik diciptakan untuk berbagai
jenis keperluan misalnya untuk tekstil, kulit, peralatan rumah tangga
dan sebagainya (Djalil dkk, 2005). Karakteristik dari zat pewarna
sintetik adalah warnanya lebih cerah, lebih homogen dan memiliki
variasi warna yang lebih banyak bila dibandingkan dengan zat
pewarna alami. Di samping itu, penggunaan zat pewarna sintetik
pada makanan bila dihitung berdasarkan harga per unit dan efisiensi
produksi akan jauh lebih murah bila dibandingkan dengan zat
pewarna alami. Contohnya : Rhodamin B, Methanil Yellow
(Winarno, 2002).
2.3.4 Peraturan Pemakaian Zat Pewarna untuk Makanan
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Kesehatan RI telah
mengeluarkan surat keputusan tentang jenis pewarna alami dan sintetik
yang diizinkan serta yang dilarang digunakan dalam makanan pada
tanggal 1 Juni 1979 No. 235/Menkes/Per/VI/79. Kemudian disusul
dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI tanggal 1 Mei 1985
No. 293/Menkes/Per/V/85 yang berisikan jenis pewarna yang dilarang
serta yang terakhir telah dikeluarkan pula Surat Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/88, yang mengatur batas
maksimum penggunaan dan pewarna yang diizinkan di Indonesia.
Selanjutnya akan diuraikan jenis-jenis zat pewarna yang
diizinkan oleh pemerintah dan yang sudah dilarang penggunaannya
2.3.5 Jenis-Jenis Pewarna Sintetik
Tabel 2.1 Jenis Zat Warna Sintetik yang diizinkan di Indonesia
Pewarna Nomor Indeks Warna
Hijau FCF Erithrosin :CI 42053
Hijau s Food red 14 Fast
green CFC
44090
Indigotin Food Green 73015
Ponceau 4R Green 4 Indigotin :
Kuinelin Quineline yellow
Yellow FCF CI.
Riboflavin Riboflavina 19140
Tartrazine Tartrazine -
Tabel 1.2 Jenis Pewarna Sintetik yang Tidak diizinkan di
Chrysoidine (Basic Orange No. 2) 11270
Butter Yellow (Solvent yellow No.
2)
11020
Sudan I (Food yellow No. 2) 12055
Methanil Yellow (Food yellow No. 14) 13065
Auramine (Ext. D&C Yellow
Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 722/Menkes/Per/IX/88 2.4 Dampak Kesehatan yang disebabkan oleh Pewarna Sintetik Rhodamin B
Rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal
berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada
konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah
anhidrid. Kedua bahan baku ini bukanlah bahan yang boleh dimakan
(Sihombing, 1985). Rhodamin B dapat digunakan untuk pewarna kulit,
kapas, wool, serat kulit kayu, nilon, serat asetat, kertas, tinta dan vernis,
sabun dan bulu (Merck Index dalam Utami dan Andi, 2009).
Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai 1984 karena
Rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang kuat. Uji
toksisitas Rhodamin B yang dilakukan terhadap mencit dan tikus telah
membuktikan adanya efek karsinogenik tersebut (BPOM, 2015). Hasil suatu
penelitian menyebutkan bahwa pada uji terhadap mencit, Rhodamin B
menyebabkan terjadinya perubahan sel hati dari normal menjadi nekrosis
dan jaringan di sekitarnya mengalami disintegrasi. Kerusakan pada jaringan
hati ditandai dengan adanya piknotik (sel yang melakukan pinositosis) dan
hiperkromatik dari nukleus, degenerasi lemak dan sitolisis dari sitoplasma
(Cahyadi, 2006).
Hasil Penelitian Budiarso dkk (1983), diacu dalam Muchtadi &
Nienaber, (1997) juga menunjukkan bahwa Rhodamin B bersifat toksik,
dengan bukti bahwa Rhodamin B dapat menghambat pertumbuhan hewan
percobaan (mencit dan tikus). Penggunaan Rhodamin B pada makanan
dalam jangka waktu yang lama akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi
hati maupun kanker. Menurut (Vries, 1996) pewarna sintetik dan produk
metabolitnya jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar memungkinkan
Pada umumnya, bahaya akibat pengonsumsian Rhodamin B akan
muncul jika zat warna ini dikonsumsi dalam jangka panjang, tetapi perlu
diketahui pula bahwa Rhodamin B juga dapat menimbulkan efek akut jika
tertelan sebanyak 500 mg/kg BB yang merupakan dosis toksiknya. Efek
toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi saluran cerna (BPOM, 2015).
Selain itu, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar maka dalam waktu
singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B. Apabila Rhodamin
B tersebut masuk melalui makanan maka akan mengakibatkan iritasi pada
saluran pencernaan dan mengakibatkan gejala keracunan dengan ditandai
urin yang berwarna merah ataupun merah muda. Apabila menghirup
Rhodamin B dapat mengakibatkan gangguan kesehatan berupa terjadinya
iritasi pada saluran pernafasan. Demikian pula, apabila zat kimia ini
mengenai kulit maka kulit pun akan mengalami iritasi. Mata yang terkena
Rhodamin B juga kan mengalami iritasi yg ditandai dengan mata kemerahan
dan timbunan cairan atau edema pada mata (Cahyadi, 2006).
2.5 Definisi Penjual Makanan
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1098 tahun 2003 tentang
persyaratan higiene sanitasi rumah makan dan restoran, penjual makanan
adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan
peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan,
pengangkutan, sampai penyajian. Dalam proses pengolahan makanan, peran
2.6 Perilaku
2.6.1 Pengertian Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam
pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang
terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata
lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap
stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini
dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap)
maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini,
perilaku kesehatan dapat di rumuskan sebagai bentuk pengalaman dan
interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang
menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif
dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti
pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan
bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain, yaitu pengetahuan,
sikap dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge,
attitude dan practice (Sarwono, 2004).
Perilaku dibedakan antara perilaku tertutup (covert) dan
perilaku terbuka (overt), tetapi sebenernya perilaku adalah totalitas
yang terjadi pada orang yang bersangkutan. Dengan kata lain,
perilaku adalah keseluruhan (totalitas) pemahaman dan aktivitas
seseorang yang merupakan hasil bersama antara faktor internal dan
wilayah, ranah atau domain perilaku, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor atau peri cipta, peri rasa dan peri tindak (Notoatmodjo,
2010).
2.6.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku
Perilaku adalah unik dan individual. Setiap individu memiliki
perilakunya sendiri yang berbeda dengan individu lain, termasuk
termasuk pada kembar identik sekalipun. Perilaku tidak selalu
mengikuti urutan tertentu sehingga terbentuknya perilaku positif tidak
selalu dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap positif. Namun, secara
minimal jika didasari pengetahuan yang cukup, perilaku positif yang
terbentuk relatif lebih lama. Menurut Green (1980) ia menyatakan
bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh ketiga faktor. Faktor
tersebut, yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong dan faktor
penguat (Maulana, 2009). Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku
seseorang akan lebih baik dan dapat bertahan lebih lama apabila
didasari oleh tingkat pengetahuan yang baik. Pengetahuan juga akan
berpengaruh terhadap pembentukan sikap. Pengetahuan dan sikap
merupakan faktor yang mendasari terjadinya perubahan perilaku
seseorang
Piaget (dalam Santrock, 2007) menyatakan bahwa dalam
otak manusia terdapat tahap pemrosesan informasi yang berbentuk
tingkah laku sebagai hasil akhirnya. Hal tersebut memiliki arti bahwa
kognitif. Pendekatan tersebut merumuskan bahwa kognitif manusia
merupakan sistem yang terdiri dari tiga bagian yakni input, proses dan
output. Sumber informasi pada dasarnya dapat mempengaruhi
perilaku seseorang karena setiap informasi yang diterima akan
diproses dalam otak sehingga mempengaruhi aspek
kognitif/pengetahuan seseorang yang pada akhirnya akan berdampak
pula pada perilaku seseorang.
Menurut Purwanto (1999) faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku sebagai berikut :
A. Faktor Internal
Tingkah laku manusia adalah corak kegiatan yang sangat
dipengaruhi oleh faktor yang ada dalam dirinya. Faktor-faktor
internal yang dimaksud antara lain jenis ras/keturunan, jenis
kelamin, sifat fisik, kepribadian, bakat, dan intelegensia.
Faktor-faktor tersebut sebagai berikut :
1) Jenis Ras/ Keturunan
Setiap ras yang ada di dunia memperlihatkan tingkah
laku yang khas. Tingkah laku khas ini berbeda pada setiap ras,
karena memiliki ciri-ciri tersendiri. Ciri perilaku ras Negroid
antara lain bertemperamen keras, tahan menderita, menonjol
dalam kegiatan olah raga. Ras Mongolid mempunyai ciri
sering mengadakan upacara ritual. Demikian pula beberapa ras
lain memiliki ciri perilaku yang berbeda pula.
2) Jenis Kelamin
Perbedaan perilaku berdasarkan jenis kelamin antara
lain cara berpakaian, melakukan pekerjaan sehari-hari, dan
pembagian tugas pekerjaan. Perbedaan ini bisa dimungkikan
karena faktor hormonal, struktur fisik maupun norma
pembagian tugas. Wanita seringkali berperilaku berdasarkan
perasaan, sedangkan orang laki-laki cenderung berperilaku atau
bertindak atas pertimbangan rasional.
3) Sifat Fisik
Kretschmer Sheldon membuat tipologi perilaku
seseorang berdasarkan tipe fisiknya. Misalnya, orang yang
pendek, bulat, gendut, wajah berlemak adalah tipe piknis.
Orang dengan ciri demikian dikatakan senang bergaul,
humoris, ramah dan banyak teman.
4) Kepribadian
Kepribadian adalah segala corak kebiasaan manusia
yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi
serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsang baik yang
datang dari dalam dirinya maupun dari lingkungannya,
fungsional yang khas untuk manusia itu. Dari pengertian
tersebut, kepribadian seseorang jelas sangat berpengaruh
terhadap perilaku sehari-harinya.
5) Intelegensia
Intelegensia adalah keseluruhan kemampuan individu
untuk berpikir dan bertindak secara terarah dan efektif. Bertitik
tolak dari pengertian tersebut, tingkah laku individu sangat
dipengaruhi oleh intelegensia. Tingkah laku yang dipengaruhi
oleh intelegensia adalah tingkah laku intelegen di mana
seseorang dapat bertindak secara cepat, tepat, dan mudah
terutama dalam mengambil keputusan.
6) Bakat
Bakat adalah suatu kondisi pada seseorang yang
memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai
suatu kecakapan, pengetahuan dan keterampilan khusus,
misalnya berupa kemampuan memainkan musik, melukis, olah
raga, dan sebagainya.
B. Faktor Eksternal
1) Pendidikan
Inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar
mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah
seperangkat perubahan perilaku. Dengan demikian pendidikan
Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya
dengan orang yang berpendidikan rendah.
2) Agama
Agama akan menjadikan individu bertingkah laku
sesuai dengan norma dan nilai yang diajarkan oleh agama yang
diyakininya.
3) Kebudayaan
Kebudayaan diartikan sebagai kesenian, adat istiadat
atau peradaban manusia. Tingkah laku seseorang dalam
kebudayaan tertentu akan berbeda dengan orang yang hidup
pada kebudayaan lainnya, misalnya tingkah laku orang Jawa
dengan tingkah laku orang Papua.
4) Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.
Lingkungan berpengaruh untuk mengubah sifat dan perilaku
individu karena lingkungan itu dapat merupakan lawan atau
tantangan bagi individu untuk mengatasinya. Individu terus
berusaha menaklukkan lingkungan sehingga menjadi jinak dan
dapat dikuasainya.
5) Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi seseorang akan menentukan
tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi perilaku seseorang.
Menurut Rakhmat (2003) terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi perilaku seseorang, yaitu :
A. Faktor Personal :
1. Faktor Biologis
Faktor biologis terlibat dalam seluruh kegiatan manusia,
bahkan berpadu dengan faktor-faktor sosiopsikologis.
Menurut Wilson, perilaku social dibimbing oleh aturan-aturan
yang sudah deprogram secara genetis dalam jiwa manusia.
2. Faktor Sosiopsikologis
a. Komponen Afektif: Aspek emosional dari faktor
sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya
dengan faktor biologis.
b. Komponen Kognitif: Aspek intelektual yang berkaitan
dengan apa yang diketahui manusia.
c. Komponen Konatif: Aspek volisional yang
berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan
bertindak.
B. Faktor Situsional :
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku manusia
manusia dipengaruhi oleh lingkungan/situasi. Faktor-faktor
situasional ini berupa :
a. Faktor rancangan dan arsitektural, misal penataan ruang.
b. Faktor temporal, misal keadaan emosi.
c. Suasana perilaku, misal cara berpakaian dan cara berbicara
d. Teknologi.
e. Faktor sosial, mencakup sistem peran, struktur sosial dan
karakteristik sosial individu.
f. Lingkungan psikososial yaitu persepsi seseorang terhadap
lingkungannya.
g. Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku.
2.6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Rhodamin B
1. Pengetahuan
Susanna dan Hartono (2003) menyatakan penyalahgunaan bahan
kimia berbahaya, seperti formalin dan Rhodamin B oleh produsen
pangan jajanan adalah salah satu contoh rendahnya tingkat
pengetahuan produsen mengenai keamanan pangan jajanan.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Astuti dkk (2010) menyatakan
produsen yang mempunyai pengetahuan baik tentang larangan
penggunaan Rhodamin B serta bahayanya cenderung tidak
menggunakan zat warna Rhodamin B dalam terasi yang
diproduksinya. Sebaliknya, produsen yang mempunyai
Rhodamin B dalam terasi yang diproduksinya. Sejalan dengan
penelitian Handayani, dkk (2009) pengetahuan mempengaruhi
penggunaan pewarna sintetis berbahaya.
2. Sikap
Sugiyatmi (2006) menyatakan 68,8% dari pembuat pangan
memiliki sikap terhadap penggunaan pewarna terlarang dalam
kategori kurang. Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Novita dan Retno (2013) menunjukkan mayoritas penjual memiliki
sikap yang baik 53,8% dan pada sampel jajanan tidak ditemukan
pemakaian Rhodamin B. Pramastuty (2016) menyatakan ada
hubungan antara sikap penjual makanan dan jajanan dengan
keberadaan zat pewarna dan pengawet terlarang pada makanan
jajanan.
3. Pendidikan
Menurut Pujiastuti (2002) tingkat pendidikan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi perilaku terhadap penggunaan zat
pewarna. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pramastuty
(2016) ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan keberadaan
zat pewarna dan pengawet terlarang pada makanan jajanan.
Menurut Mubarak dan Cahyati (2009) seseorang akan lebih
rasional dan terbuka mengakses informasi dari luar apabila
semakin tinggi pendidikan yang dicapai di bangku sekolah,
Rhodamin B, boraks dan formalin mungkin tidak diajarkan di
setiap tingkat pendidikan formal. Hasil penelitian Hidayah dkk
(2017) menunjukkan bahwa responden penelitian sebagian besar
memiliki tingkat pendidikan rendah (93,5%). Penjual makanan
jajanan biasanya adalah masyarakat yang tingkat pendidikannya
rendah, sehingga kurang memperhatikan tingkat keamanan pangan
yang dibuat dan dijualnya (Sugiyatmi, 2006). Penggunaan bahan
pewarna dan pengawet terlarang banyak dilakukan oleh responden
yang berpendidikan tidak tamat SMA. Analisis dengan pengujian
Chi-square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara
tingkat pendidikan dengan keberadaan zat pewarna dan pengawet
terlarang pada makanan jajanan yang dijual di pasar-pasar
tradisional Kota Semarang (p= 0,005) (Pramastuty, 2007).
4. Sumber Informasi
Responden akan mengerti tentang bahan tambahan makanan
berbahaya apabila pernah mendapat informasi tersebut dan
responden tidak akan paham tentang bahan tambahan makanan
berbahaya apabila tidak pernah mendapat informasi tersebut.
Sebanyak 42,9% responden mendapatkan informasi terkait bahan
tambahan makanan berbahaya dari media cetak dan elektronik,
responden lainnya mengatakan memperoleh informasi bahan
tambahan makanan berbahaya dari keluarga dan tenaga kesehatan
mendapatkan informasi dari kabupaten, kelurahan, sekolah dan
perindustrian serta 5% lainnya mendapat informasi dari teman dan
keluarga dan masih terdapat lebih dari 50% responden yang belum
pernah mendapatkan informasi mengenai bahan tambahan pangan
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan zat warna Rhodamin B pada
makanan dan minuman yang dijual oleh penjual di wilayah Kelurahan
Mustika Jaya Bekasi namun tidak melihat hubungan dari kedua variabel
tersebut. Variabel yang diteliti terkait faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku yaitu terdiri dari pengetahuan, sikap, pendidikan dan sumber
informasi penjual makanan dan minuman.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Pengetahuan
Penggunaan zat warna Rhodamin
B pada makanan dan minuman Sikap
Pendidikan
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1. Penggunaan
Rhodamin B pada makanan dan minuman
Keberadaan secara kualitatif Rhodamin B pada makanan
2. Pengetahuan Kemampuan penjual makanan
dan minuman dalam menjawab pertanyaan yang terkait dengan
zat pewarna dan dampak
penggunaan zat pewarna sintetik
Wawancara Kuesioner 0. Kurang =
2. Baik = prosentase jawaban benar 75-100% (Nursalam, 2007)
3. Sikap Pernyataan yang menunjukkan
persetujuan/ tidak
persetujuannya terhadap
penggunaan pewarna sintetik yang berbahaya pada makanan dan minuman
Wawancara Kuesioner 1. Sikap Negatif =
skor T < nilai
4. Pendidikan Status pendidikan akhir yang
ditempuh responden
Wawancara Kuesioner 1.Tidak Tamat SD
2.Tamat SD 3.Tamat SMP 4. Tamat SMA
5. Sumber Informasi
Akses informasi terkait
penggunaan pewarna
Wawancara Kuesioner 1.Teman
2.Media 3.Orang tua
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi
cross sectional. Dalam penelitian ini akan dipelajari gambaran faktor-faktor
yang mempengaruhi penggunaan zat warna Rhodamin B pada makanan dan
minuman yang dijual oleh penjual di wilayah Kelurahan Mustika Jaya
Bekasi.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada penjual makanan yang berjualan di
wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi, kemudian pemeriksaan zat warna
makanan dan minuman dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dengan waktu penelitian pada bulan
Juli-September tahun 2017.
4.3 Populasi Sampel 4.3.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2014) populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang mempunyai kualitas
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam
penelitian ini adalah penjual makanan dan minuman berwarna merah
4.3.2 Sampel
1. Sampel responden
Penjual makanan dan minuman yang akan dijadikan sebagai sampel
responden dalam penelitian ini akan ditentukan dengan cara
estimasi (Lameshow dkk, 1997)
P = nilai proporsi populasi (0,50)
d = derajat penyimpangan terhadap populasi (15% = 0,15)
N = besar populasi ( 33 penjual)
Berdasarkan perhitungan rumus tersebut diperoleh besar
sampel minimum adalah 13 penjual namun karena jumlahnya yang
relatif kecil maka sampel dipilih dengan metode sampel jenuh yaitu
teknik penentuan sampel apabila semua anggota populasi dijadikan
sampel (Sugiyono, 2001). Sampel dalam penelitian ini adalah semua
penjual makanan dan minuman berwarna merah di Kelurahan
Mustika Jaya yang berjumlah 33 orang. Pengambilan sampel
2. Sampel makanan dan minuman
Sampel makanan dan minuman dipilih dengan metode
non-probability sampling adalah teknik yang tidak memberi
peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota
populasi untuk dipilih menjadi sampel. Purposive sampling adalah
teknik pengambilan sampel dengan didasarkan pada suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat sendiri oleh peneliti,
berdasarkan ciri atau sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya (Notoatmodjo, 2005). Sampel makanan nonlabel yang
diduga mengandung Rhodamin B sehingga diambil sampel dengan
ciri-ciri berwarna merah, berasa manis, atau berwarna merah dan
manis.
Tabel 2.1 Sampel Makanan dan Minuman Responden Makanan dan Minuman
Responden Makanan dan Minuman
4.4 Sumber Data Penelitian 1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari data hasil uji
laboratorium tentang penggunaan zat pewarna Rhodamin B dan data hasil
kuesioner tentang pengetahuan, sikap, pendidikan dan sumber informasi
penjual makanan dan minuman.
4.5 Instrumen Penelitian 1. Kuesioner
Kuesioner yang digunakan sebagai instrumen untuk variabel pengetahuan
minuman. Kuesioner ini mengacu pada Sugiyatmi (2006) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Faktor-faktor Resiko Pencemaran Bahan Toksik
Boraks dan Pewarna Pada Pangan Jajanan Tradisional Yang Dijual Di
Pasar-Pasar Kota Semarang”.
Tabel 4.2 Variabel Pertanyaan
Variabel Pertanyaan
Pendidikan A1
Sumber Informasi A2
Pengetahuan B1-B10
Sikap C1-C10
a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan dengan rumus korelasi bivariat pearson. Hasil
pengujian validitas dapat dilihat pada kolom corrected item-total
correlation dimana nilai r hitung yang terdapat pada kolom tersebut
dibandingkan dengan nilai R tabel. Item kuesioner dalam uji validitas
dikatakan valid jika nilai R hitung > R tabel pada signifikasi 5%.
Sebaliknya, dikatakan tidak valid jika nilai R tabel > R hitung pada
signifikasi 5%. Item yang tidak valid dapat diperbaiki atau dapat dibuang
(Hastono, 2006). Adapun hasil uji validitas sebagaimana data dalam
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Kuesioner
Hasil perhitungan uji validitas sebagaimana tabel di atas
menunjukkan bahwa seluruh pertanyaan dalam kuesioner penelitian ini
valid dan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian karena nilai
Rhitung > Rtabel pada signifikasi 5%.
a. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus alpha. Hasil
pengujian reliabilitas dapat dilihat pada kolom Cronbach’s alpha.
Instrumen dapat dikatakan reliabel jika nilai alpha lebih besar dari R
Table 4.4 Hasil Uji Reabilitas Kuesioner
Rhitung Rtabel 5%
(N=15)
Keterangan
0,737 0,514 Reliabel
Hasil uji reabilitas diperoleh nilai koefisien reabilitas sebesar
0,737. Berdasarkan nilai koefisien reabilitas tersebut dapat disimpulkan
bahwa kuesioner dalam penelitian reliabel sehingga dapat digunakan
sebagai instrumen penelitian.
2. Lembar hasil analisis kandungan Rhodamin B pada makanan dan minuman.
3. Seperangkat alat dan bahan analisis kimia untuk mengidentifikasi
kandungan pewarna Rhodamin B pada makanan dan minuman.
4.6 Cara Pengumpulan Data
4.6.1 Wawancara
Wawancara digunakan untuk menggali data tentang pengetahuan,
sikap, pendidikan dan sumber informasi penjual makanan dan minuman
terhadap penggunaan Rhodamin B pada makanan dan minuman.
4.6.2 Uji Laboratorium
Uji laboratorium pada penelitian ini digunakan untuk
memperoleh data ada atau tidaknya pewarna Rhodamin B pada
makanan dan minuman. Analisis kandungan Rhodamin B dilakukan
dengan penggunaan Reagent.
1. Alat dan Bahan
- Sendok Teh (1 buah)
- Batang Pengaduk
- Tabung Uji Reaksi/Botol (2 Buah)
- Gelas Becker
- Pipet tetes
- Reagent A, B, B2
- Air Mendidih (10 ml)
- Sampel makanan dan minuman
2. Cara Kerja
a. Jika bahan uji berupa cairan, ambil 5 ml (1 sendok makan) untuk
pengujian.
b. Tambahkan 1 tetes reagent A dan reagent B, dan 4 tetes Reagent
B2 ke botol uji atau tabung reaksi yang sudah berisi campuran
reagent.
c. Masukkan 1 sendok makan (± 5 ml) cairan uji ke dalam botol uji
atau tabung reaksi yang sudah berisi campuran reagent.
d. Kocok sebentar dan diamkan campuran sekitar 10-20 menit.
e. Bila warna cairan uji berubah menjadi ungu berarti cairan uji
positif megandung pewarna sintesis merah (Rhodamin B).
4.7 Manajemen Data
Data hasil penelitian akan diolah menggunakan SPSS (Statistic Pacakge for
Social Science). Tahapan pengolahan data yang akan dilakukan adalah
1. Penyuntingan (editing)
Dalam tahap penyuntingan ini dilakukan pemeriksaan antara lain
kesesuaian jawaban dan kelengkapan pengisian. Dalam proses
penyuntingan tidak dilakukan penggantian atau penafsiran jawaban.
2. Pemberian Skor (Scoring)
- Pengetahuan : Apabila menjawab benar mendapat skor 1 dan apabila
Peneliti akan mengklasifikasi jawaban yang ada menurut macamnya.
Berikut adalah pengkodean dari masing-masing variabel :
No Variabel Pengkodean
1. Penggunaan Rhodamin B oleh
penjual makanan dan minuman
“Ya”=”[0]” dan “Tidak”=”[1]”.
2. Pengetahuan penjual makanan
dan minuman
“Kurang” = ”[0]” jika prosentase
jawaban benar 75-100%;
No Variabel Pengkodean
“Sedang” = “[1]” jika prosentase
jawaban benar <55%.
3. Sikap penjual makanan dan
minuman
“Negatif” = “[0]; “Positif” =
“[1]” jika jumlah skor responden
≥ mean/median
5. Pendidikan penjual makanan
dan minuman
“Tidak Tamat SD” = “[1]”;
“Tamat SD” = “[2]”, “Tamat
SMP” = “[3]”, “Tamat SMA” =
“[4]”
Sumber Informasi penjual
makanan dan minuman
“Teman” = “[1]”; “Media” =
“[2]”; “Orang tua” = “[3]”.
4. Entry
Setelah itu, memasukkan data yang telah diolah sesuai kebutuhan
analisanya.
5. Cleaning
Membersihkan data dan memeriksa data yang di entry kedalam komputer.
Dengan mengacu pada kuesioner yang telah diisi maka dilakukan
pemilihan variabel yang sesuai dengan tujuan penelitian ini. Kemudian
variabel-variabel tersebut diberi kode tertentu sesuai dengan analisa. Pada
tahp ini dilakukan pengecekan ulang data yang telah dimasukkan agar
tidak terjadi kesalahan, yaitu dengan mengetahui missing data, variasi data
komputer dan perhitungan secara manual dengan menggunakan kertas
pensil.
4.8 Analisis Data
4.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi
masing-masing variabel, yang kemudian disajikan dalam tabel dan
narasi. Kelompok variabel disajikan dalam bentuk tabel penggunaan
Rhodamin B, pengetahuan, sikap, pendidikan, sumber informasi penjual
makanan dan minuman, Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Penggunaan Rhodamin B
Distribusi penggunaan Rhodamin B pada makanan dan minuman
di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi ditunjukkan, seperti pada
Tabel 5.1
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Penggunaan Rhodamin B di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Ya 5 15,2
Tidak 28 84,8
Total 33 100
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa sampel yang mengandung
Rhodamin B lebih sedikit dibandingkan dengan sampel yang tidak
menggunakan Rhodamin B. Adapun sampel mengandung Rhodamin B,
yaitu harum manis, kerupuk gulali, saos pentol korek, es salju dan kue
kering telur berwarna merah muda.
5.2 Pengetahuan
Distribusi pengetahuan responden di wilayah Kelurahan Mustika
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017
Kategori
Penggunaan Rhodamin B
Tidak (n=28) Ya (n=5)
Persentase (%) Persentase (%)
Kurang 17,9 60,0
Sedang 46,4 20,0
Baik 35,7 20,0
Total 100 100
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar
responden yang tidak menggunakan Rhodamin B, yaitu sebanyak 13
orang (46,4%) memiliki pengetahuan tentang pewarna dalam kategori
sedang, sedangkan sebagian besar responden yang menggunakan
Rhodamin B, yaitu sebanyak 3 orang (60,0%) memiliki pengetahuan
tentang pewarna dalam kategori kurang.
Pengetahuan Menjawab benar tentang pengetahuan
digunakan untuk makanan dan minuman
82,1% 40%
Dalam pembuatan makanan dan minuman, bolehkah menggunakan pewarna
64,3% 20%
Pewarna yang paling baik
digunakan dalam pembuatan
makanan dan minuman
Pengetahuan Menjawab benar tentang
Pewarna yang membahayakan
kesehatan
Bolehkah pewarna buatan
ditambahkan dalam pembuatan
makanan dan minuman
82,1% 80%
Efek penggunaan pewarna yang tidak diperbolehkan bagi kesehatan
71,4% 40%
Rhodamin B merupakan zat warna yang dilarang atau tidak
57,1% 20%
Rhodamin B merupakan pewarna untuk makanan atau tidak
60,7% 40%
Rhodamin B merupakan jenis pewarna berbahaya atau tidak
71,4% 40%
Sebagian besar responden yang tidak menggunakan Rhodamin
B telah menjawab pertanyaan dengan benar bahwa cap kupu-kupu
merupakan jenis pewarna yang dapat digunakan untuk makanan dan
minuman, pewarna alami merupakan pewarna yang paling baik
digunakan dalam pembuatan makanan dan minuman,
pewarna-pewarna tertentu saja yang membahayakan kesehatan, Rhodamin B
merupakan pewarna yang tidak boleh ditambahkan ke dalam
ditambahkan dalam pembuatan makanan dan minuman tetapi bukan
merupakan pewarna yang dilarang dan tidak berlebihan
penggunaannya serta penggunaan pewarna yang tidak diperbolehkan
dapat memberikan dampak buruk bagi kesehatan, Rhodamin B
merupakan pewarna yang dilarang untuk makanan dan minuman,
Rhodamin B bukan pewarna untuk makanan dan minuman serta
Rhodamin B merupakan pewarna berbahaya bagi kesehatan apabila
digunakan dalam pembuatan makanan dan minuman.
Sebagian besar responden yang menggunakan Rhodamin B
masih menjawab pertanyaan dengan salah bahwa pewarna sumba dan
pewarna Rhodamin B merupakan jenis pewarna untuk makanan dan
minuman, dalam pembuatan makanan dan minuman boleh
ditambahkan pewarna asal sedikit tanpa melihat apakah pewarna
tersebut dilarang atau tidak, tidak ada pewarna yang membahayakan
kesehatan, Rhodamin B merupakan pewarna yang boleh ditambahkan
dalam pembuatan makanan dan minuman, efek penggunaan pewarna
yang tidak diperbolehkan tidak ada pengaruhnya bagi kesehatan,
Rhodamin B merupakan pewarna yang tidak dilarang untuk pembuatan
makanan dan minuman, Rhodamin B merupakan pewarna untuk
makanan dan minuman serta pewarna Rhodamin B tidak berbahaya
5.3 Sikap
Distribusi sikap responden di wilayah Kelurahan Mustika Jaya
Bekasi ditunjukkan, seperti pada Tabel 5.3
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sikap Responden di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017
Kategori
Penggunaan Rhodamin B
Tidak (n=28) Ya (n=5)
Persentase (%) Persentase (%)
Negatif 46,4 60,0
Positif 53,6 40,0
Total 100,0 100
Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa sebagian besar
responden yang tidak menggunakan Rhodamin B, yaitu sebanyak 15
orang (53,6%) memiliki sikap tentang penggunaan pewarna dalam
kategori positif, sedangkan sebagian besar responden yang
menggunakan Rhodamin B, yaitu sebanyak 3 orang (60,0%) memiliki
sikap tentang penggunaan pewarna dalam kategori negatif.
Sikap Menjawab tidak setuju
Tidak menggunakan
Rhodamin B
Menggunakan Rhodamin B Penggunaan pewarna terlarang pada
makanan dan minuman tidak
berbahaya bagi kesehatan
71,4% 80%
Apabila ada pewarna yang lebih murah dan lebih mahal maka akan menggunakan pewarna yang lebih murah
Sikap Menjawab Tidak Setuju Dalam pembuatan makanan dan
minuman boleh menggunakan
sembarang pewarna
92,9% 100%
Pewarna merah mencolok tidak
berbahaya apabila digunakan dalam makanan dan minuman
67,9% 40%
Dalam pembuatan makanan dan
minuman boleh menggunakan
pewarna berlebihan
75,0% 100%
Pewarna mencolok baik digunakan di
dalam pembuatan makanan dan
minuman
75,0% 40%
Rhodamin B pewarna yang baik
digunakan dalam makanan dan
minuman mencolok
71,4% 40%
Apabila saya mengetahui penggunaan
Rhodamin B, saya akan tetap
menggunakan pewarna tersebut
89,3% 100%
Penggunaan pewarna pada makanan
dan minuman dilakukan supaya
pembeli lebih tertarik jadi wajar kalau pakai pewarna berlebihan
53,6% 20%
Pewarna yang berlebihan dalam
pembuatan makanan dan minuman tidak dapat berdampak buruk bagi kesehatan
Sebagian besar responden yang tidak menggunakan Rhodamin
B telah memiliki sikap bahwa penggunaan pewarna terlarang pada
makanan dan minuman dapat berbahaya bagi kesehatan, penjual akan
lebih memilih pewarna yang lebih mahal dibandingkan dengan
pewarna yang lebih murah untuk pembuatan makanan dan
minumannya, dalam pembuatan makanan dan minuman tidak boleh
menggunakan sembarang pewarna, pewarna merah mencolok apabila
digunakan dalam pembuatan makanan dan minuman dapat
membahayakan kesehatan, pewarna mencolok tidak baik digunakan
dalam pembuatan makanan dan minuman, Rhodamin B merupakan zat
pewarna mencolok yang tidak baik digunakan dalam pembuatan
makanan dan minuman, penjual tidak akan menggunakan Rhodamin B
setelah mengetahui bahaya dari penggunaan pewarna tersebut, tidak
wajar menggunakan pewarna yang berlebihan supaya menarik minat
pembeli serta menghindari penggunaan pewarna berlebihan sebab
dapat berdampak buruk bagi kesehatan.
Sebagian besar responden yang menggunakan Rhodamin B
masih memiliki sikap bahwa akan lebih memilih pewarna yang lebih
murah untuk digunakan dalam pembuatan makanan dan minumannya
apabila terdapat pewarna yang lebih murah dan lebih mahal,
penggunaan pewarna merah mencolok dalam pembuatan makanan dan
minuman tidak membahayakan kesehatan, pewarna yang mencolok
makanan dan minuman, Rhodamin B merupakan pewarna yang
mencolok yang baik digunakan dalam pembuatan makanan dan
minuman serta penggunaan pewarna yang berlebihan wajar digunakan
karena untuk membuat pembeli lebih tertarik.
5.4 Pendidikan
Distribusi pendidikan responden di wilayah Kelurahan Mustika
Jaya Bekasi ditunjukkan, seperti pada Tabel 5.4
Table 5.4 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017
Kategori
Penggunaan Rhodamin B
Tidak (n=28) Ya (n=5)
Persentase (%) Persentase (%)
Tidak Tamat SD 14,3 -
Tamat SD 28,6 60,0
Tamat SMP 21,4 20,0
Tamat SMA 35,7 20,0
Total 100 100
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa mayoritas pendidikan
responden yang tidak menggunakan Rhodamin B adalah tamat SMA,
yaitu sebanyak 10 orang (35,7%) dan minoritas pendidikan responden
yang tidak menggunakan Rhodamin B adalah tidak tamat SD, yaitu
sebanyak 4 orang (14,3%), sedangkan mayoritas pendidikan
responden yang menggunakan Rhodamin B adalah tamat SD, yaitu
5.5 Sumber Informasi
Distribusi sumber informasi responden di wilayah Kelurahan
Mustika Jaya Bekasi terkait penggunaan pewarna pada makanan dan
minuman ditunjukkan, seperti pada Tabel 5.5
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Sumber Informasi Responden di wilayah Kelurahan Mustika Jaya Bekasi Tahun 2017
Kategori
Penggunaan Rhodamin B
Tidak (n=28) Ya (n=5)
Persentase (%) Persentase (%)
Teman 46,4 60,0
Media 46,4 40,0
Orang Tua 7,1 -
Total 100 100
Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa mayoritas sumber
informasi responden yang tidak menggunakan Rhodamin B terkait
penggunaan pewarna didapatkan dari teman dan media, yaitu
sebanyak 13 orang (46,4%) dan minoritas sumber informasi
didapatkan dari orang tua, yaitu sebanyak 2 orang (7,1%), sedangkan
mayoritas sumber informasi responden yang menggunakan
Rhodamin B terkait penggunaan pewarna didapatkan dari teman,
yaitu sebanyak 3 orang (60,0%) dan minoritas sumber informasi