• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Inklusi Sosial Anak Jalanan Dampingan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan ( KKSP ) Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Proses Inklusi Sosial Anak Jalanan Dampingan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan ( KKSP ) Medan"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Proses

Menurut James dan Lindsay Proses adalah serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai beberapa hasil. Proses merupakan cara bagaimana sebuah pekerjaan menghasilkan nilai bagi pelanggan. Biasanya kita berbicara mengenai proses dalam konteks produksi : sekumpulan aktivitas dan operasi yang terlibat dalam perubahan input (fasilitas fisik, material, modal, peralatan dan manusia) menjadi output (produk dan jasa) ”. (Evans dan Lindsay, 2007:17).

Menurut pendapat Gibson, Ivan Cevich, Donelly, Proses merupakan aktivitas sumber kehidupan dalam struktur organisasi. Proses yang umum meliputi komunikasi, pengambilan keputusan, sosialisasi dan pengembangan karier. Sedangkan proses dalam teori sistem adalah aktivitas teknik dan administratif yang berbaur untuk dijadikan masuka ditransformasikan menjadi keluaran”. (Gibson, Ivan Cevich, Donelly, 1995 : 121 )

(2)

13

bahan atau komponen) atau tidak berwujud (seperti energi atau informasi). Output juga dapat tidak diinginkan, seperti limbah atau polusi (WIKIPEDIA, 2015).

2.2 Inklusi Sosial

Inklusi adalah penyatuan anak-anak berkelainan ke dalam program-program sekolah. Inklusi juga dapat berarti penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan konsep diri visi-visi sekolah (David & Smith, 2006)

Istilah inklusif memiliki ukuran universal. Istilah inklusif dapat dikaitkan dengan persamaan, keadilan, dan hak individual dalam pembagian sumber-sumber seperti politik, pendidikan, sosial dan ekonomi. Menurut Reid, masing-masing dari aspek-aspek tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan saling berkaitan satu sama lain. Reid ingin menyatakan bahwa istilah inklusif berkaitan dengan banyak aspek hidup manusia yang didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan dan hak individu (Reid & Dyslexia, 2005)

(3)

14

seseorang individu yang terkait pada suatu kesatuan interaksi karena lebih sesorang individu yang saling berfungsi satu dengan lainnya.

Mulligan dan Martin (Sightsavers, 2004:3) mendefenisikan inklusi sosial sebagai kepastian bahwa seseorang itu harus merupakan bagian dari msyarakat. Inklusi sosial bagi anak jalanan menyangkut upaya mengurangi hambatan-hambatan di masyarakat yang memberikan kesempatan mereka untuk berpartisipas penuh di masyarakat. Partisipasi-pasrtisipasi tersebut menurutnya antara lain ialah memberikan kemudahan akses informasi, meningkatkan sikap dan persepsi yang positif, memastikan adanya hukum dan kebijakan yang mendukung pasrtisipasi tersebut dan yang sifatnya non-deskriminasi.

Menurut Hamil dan Everington (2002), inklusi sosial juga dapat di defenisikan sebagai peremkembangan pada setiap kompetensi anak untuk berpartisipasi dalam keanekargaman dan ketidaktergantungan dalam masyarakat, yang di artikan lebih dari keberadaan fisik mereka. Lebih lanjut lagi hamil dan Everington mengatakan bahwa setiap anggota masyarakat berpartisipasi dalam berbagai aktivitas dapat memberikan kontribusi nilai dan mendapatkan dukungan yang di perlukan. Menurut mereka inklusi sosial tidak hanya disebabkan dari lingkungan tetapi juga bisa terdapat aspek spiritual, emosional dan fisik (disabilitas).

(4)

15

Inklusi sosial sebagai proses untuk meningkatkan partisipasi individu dan kelompok dalam kegiatan masyarakat, dimana pendidikan merupakan bagiannya, menjadi salah satu perhatian utama kemitraan Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Australia. Ini selaras dengan kebijakan pendidikan Indonesia dan kebijakan dukungan Australia bagi pembangunan secara umum (Lokakarya Penyusunan Kerangka Kerja Inklusi Sosial, 2015)

(5)

16

perbedaan. Setiap warga masyarakat inklusi, baik yang memiliki perbedaan pada umumnya maupun yang memiliki perbedaan khusus yang sangat menonjol, punya tanggung jawab lewat perannya masing-masing dalam mengupayakan kemudahan, agar setiap warga masyarakat secara inklusif dapat memenuhi kebutuhannya, melaksanakan kewajibannya dan mendapatkan haknya terhadap semua bidang kehidupan bermasyarakat dan berbangsa (DAKSA Foundation, 2015)

Definisi Inklusi Sosial

INKLUSI = TERBUKA

Pengertian inklusi digunakan sebagai sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk dan

mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya dan lainnya

Lingkungan inklusi adalah lingkungan sosial masyarakat yang terbuka, ramah, meniadakan hambatan dan

menyenangkan karena setiap warga masyarakat tanpa terkecuali saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan

Bagan Inklusi Sosial

(6)

17

2.2.1 Bentuk –Bentuk Inklusi Sosial

Berdasarkan program peduli dibawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) yang menggunakan pendekatan “Inklusi Sosial” sebagai usaha untuk memberdayakan masyarakat marjinal, meningkatkan kesejahteraan dan memberantas kemiskinan. Dalam mewujudkan Nawa Cita Kabinet Kerja Periode 2015-2019, Kemenko PMK mempunyai tugas menyelenggarakan koordinasi; sinkronisasi dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan pusat di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan dengan lima fokus area: (i) Jaminan kebutuhan dan pelayanan dasar; (ii) Pembangunan manusia berkarakter; (iii) Selaras data; (iv) Pemberdayaan masyarakat dan (v) Pembangunan desa semesta. Program peduli ini merupakan pemberdayaan masyarakat yang bermitra dengan lembaga masyarakat sipil untuk menjangkau penerima manfaat yang selama ini mengalami eksklusi dari program pemerintah yang disebabkan diskriminasi dan prasangka. Pada tahap pertama, program ini bernama PNPM Peduli dan difasilitasi selama 2011-2014 oleh PNPM Support Facility (PSF) –World Bank. Pada Maret 2014, The Asia Foundation ditetapkan sebagai Managing Partner dalam Program Peduli Fase II, dengan dana dari DFAT-Australian Aid.

(7)

18

1. Anak dan Remaja Rentan (khususnya anak jalanan) 2. Masyarakat Adat Terpencil,

3. Kelompok Agama Minoritas dan Kepercayaan Lokal, 4. Korban Pelanggaran HAM

5. Orang dengan Disabilitas, dan 6. Kaum Waria.

Selain The Asia Foundation, terdapat 7 (tujuh) organisasi pelaksana: Yayasan Samin, LPKP, PKBI, IKA, Kemitraan, Lakpesdam NU dan Satunama. Program Peduli bekerjasama dengan 72 LSM lokal di 84 kabupaten/kota di 26 propinsi. Adapun bentuk – bentuk inklusi sosial yaitu:

1. Keberadaannya diakui oleh negara (Pemerintah dan Masyarakat). a. Pengakuan (Recognition) antara lain melalui upaya-upaya:

b. Anak jalanan harus didorong memiliki KTP dan tidak ada diskriminasi untuk pembuatan KTP.

c. Semua warga, (khususnya kelompok penerima manfaat) berhak mendapatkan akte kelahiran yang dikeluarkan pemerintah daerah setempat

d. Pemerintah daerah menyusun peraturan daerah, atau perbup/perwali untuk mengakui keberadaan (kelompok penerima manfaat) itu dan sama hak serta kewajibannya dengan yang lain.

(8)

19

2. Hak – hak dasarnya dihormati (Respecting Basic Right )

a. Pemenuhan Hak Dasar masyarakat yang diambil dari Piagam Hak Asasi Manusia (TAP MPR No. XVII/MPR/1998 Tentang Hak Asasi Manusia harus dijamin oleh semua pihak untuk dapat dipenuhi untuk (kelompok penerima manfaat) tersebut.

b. Pembukaan akses bagi (kelompok penerima manfaat) pada fasilitas umum (administrasi, kesehatan, pendidikan, keamanan, ekonomi dan sosial budaya) dan berbagai bantuan Pemerintah dan Pemerintah daerah terkait.

c. Penjaminan dari pemerintah agar (kelompok penerima manfaat) terlibat dan berpartisipasi aktif dalam Implementasi UU Desa

3. Didorong untuk membangun kemitraan dengan kelompok masyarakat

(Building Mutual Partnership), antara lain

a. Meningkatkan ketrampilan untuk hidup ( sustainable livelihood )

b. Mengembangkan kegiatan produktif yang berbasis pemanfaatan potensi lokal

c. Mengembangkan kegiatan berbasis pendayagunaan kearifan lokal d. Membangun kemitraan yang saling menguntungkan dengan semua

pihak

4. Dipandang sebagai saudara sebangsa dan setanah air

a. Integrasi Sosial >> Tidak ada lagi pemberian stigma sosial negatif kepada semua kelompok sosial.

(9)

20

kepercayaan, status sosial, etnis, ras, ciri fisik, keragaman sosial budaya.

c. Membangun semangat gotong-royong, kerelawanan sosial dan kewira-usahaan sosial (social entrepreneurships)

2.3 Anak

Anak merupakan insan pribadi yang memiliki dimensi khusus dalam kehidupannya. Dimana selain tumbuh kembangnya memerlukan bantuan orangtua, faktor lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi kepribadian anak ketika menyongsong fase kedewasaanya kelak. Anak adalah sosok yang memikul tanggung jawab dimasa yang akan datang, sehingga tidak berlenihan jika negara memberikan suatu perlindungan bagi anak-anak dari perlakuan-perlakuan yang dapat menghancurkan masa depannya (Witanto, 2012:4-6)

Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah menikah ( UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak). Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa yang dipersiapkan untuk dapat menggantikan para pendahulunya. Oleh sebab itu, agar setiap anak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, baik secara jasmani, rohani maupun sosial.

(10)

21

KHA CLUSTER II

DEFINISI ANAK DAN PASAL-PASAL TERKAIT

KHA Pasal 28 Batasan usia wajib belajar

& gratis

KHA, Pasal 37.a Tidak boleh ada hukuman

mati atau hukuman seumur hidup

KHA, Pasal 37.a Tidak boleh ada hukuman

mati atau hukuman seumur hidup

Pasal 1: Setiap orang yang berusia dibawah 18 th, kecuali

berdasarkan undang-undang yang berlaku, bagi anak

ditentukan bahwa usia

(11)

22

anak dan mengambil langkah-langkah yang tepat seperti memperkenalkan pendidikan cuma-cuma dan menawarkan bantuan keuangan jika dibutuhkan; (c) Membuat pendidikan yang lebih tinggi dapat dimasuki oleh semua anak berdasarkan kemampuan dengan setiap sarana yang tepat; (d) Membuat informasi pendidikan dan kejuruan dan bimbingan tersedia dan dapat dimasuki oleh semua anak; (e) Mengambil langkah untuk mendorong kehadiran yang tetap di sekolah dan penurunan angka putus sekolah.

b. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa disiplin sekolah dilaksanakan dalam cara yang sesuai dengan martabat manusia si anak dan sesuai dengan Konvensi ini. c. Negara-negara Pihak harus meningkatkan dan mendorong kerja sama

internasional dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan, terutama dengan tujuanmengarah pada penghapusan kebodohan dan buta aksara di seluruh penjuru dunia dan memberikan fasilitas akses keilmu pengetahuan dan pengetahuan teknik dan metode-metode mengajar modern. Dalam hal ini, perhatian khusus harus diberikan pada kebutuhan-kebutuhan negara-negara sedang berkembang. Pasal 29 1. Negara-negara Pihak bersepakat bahwa pendidikan anak harus.

2. KHA Pasal 32

(12)

23

kesehatan si anak atau pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosialnya

b. Negara-negara Pihak harus mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, sosial dan pendidikan untuk menjamin pelaksanaan pasal ini. Untuk tujuan ini dan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang relevan dari instrumen-instrumen internasional yang lain, maka Negara-negara Pihak harus terutama: (a) Menentukan umur minimum atau umur-umur minimum untuk izin bekerja; (b) Menetapkan peraturan yang tepat mengenai jam-jam kerja dan syarat-syarat perburuhan; (c) Menentukan hukuman-hukuman atau sanksi-sanksi lain yang tepat untuk menjamin pelaksanaan pasal ini yang efektif.

3. KHA Pasal 37 (a)

Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa: (a) Tidak seorang anak pun dapat dijadikan sasaran penganiayaan atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan. Baik hukuman mati atau pemenjaraan seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan, tidak dapat dikenakan untuk pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang di bawah umur delapan belas tahun

4. KHA Pasal 38

(13)

24

b. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa orang-orang yang belum mencapai umur lima belas tahun tidak mengambil suatu bagian langsung dalam permusuhan. c. Negara-negara Pihak harus mengekang diri agar tidak menerima siapa

pun yang belum mencapai umur lima belas tahun ke dalam angkatan bersenjata mereka. Dalam menerima di antara orang-orang tersebut, yang telah mencapai umur lima belas tahun tetapi belum mencapai umur delapan belas tahun maka Negara-negara Pihak harus berusaha memberikan prioritas kepada mereka yang tertua. Sesuai dengan kewajiban-kewajiban mereka menurut hukum humaniter internasional untuk melindungi penduduk sipil dalam konflik bersenjata, maka Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin perlindungan dan pengasuhan anak-anak yang dipengaruhi oleh suatu konflik bersenjata.

5. KHA Pasal 40.3(a)

(14)

25

2.3.1. Prinsip Dasar Hak Anak

Menurut Konvensi Hak Anak Tahun 1989 memuat 4 (empat) hak-hak dasar prinsip anak, yaitu:

1. Hak hidup. Hak untuk hidup akan menjamin anak untuk terbebas dari berbagai bentuk kekerasan, baik yang dilakukan dari pihak keluarga maupun orang dewasa di sekitarnya.

2. Hak kelangsungan hidup/tumbuh dan berkembang. Hak tumbuh kembang mencakup perkembangan fisik, perkembangan mental, perkembangan sosial, perkembangan moran dan spiritual serta perkembangan secara budaya

3. Kepentingan terbaik anak. Kepentingan terbaik anak menyangkut prioritas, misalnya dalam proses adopsi dan orang tua mengalami perceraian

4. Hak partisipasi/mengemukakan pendapat. Hak partisipasi adalah hak anak untuk di dengar dan ikut mengambil keputusan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan dalam bagan sebagai berikut:

(15)

26

2.4. Remaja

Dalam Konvensi Hak Anak, anak adalah setiap manusia yang dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan Undang-Undang yang berlaku bagi anak yang ditentukan bahwa usia dewasa telah mencapai lebiha awal (KHA, pasal 1). Berdasarkan tersebut usia 18 tahun sudah dapat dikatakan remaja, karena katagori remaja adalah tahap kehidupan seseorang yang berumur belasan tahun.

Seperti yang dikemukakan oleh Papalia dan Olds (dalam Jahja, 2011: 220), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya di mulai pada usia 112 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awa dua puluh tahun.

Mappiare (1982), juga menjelaskan bahwa masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat di bagi menjadi dua bagian, yaotu usia 12/13 tahun 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir ( Mappiare, dalam Ali, 2004:18)

Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescense sesungguhnya memiliki arti yang luas yang mencakup kematangan mental,emosional, sosial dan fisik. Remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintergerasi ke dalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada ditingkat orang yang lebih tua melainkan merasakan hal yang sama, atau paling tidak sejajar (Hurlock, dalam Ali, 2004:22).

(16)

27

dalam hubungan dengan orang tua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan (Freud, dalam Jahja, 2011:220)

Remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi anatara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-ekonomi. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah 12 hingga 21 tahun (Santrock, 2003:26)

(17)

28

2.5. Anak Jalanan

Menurut Rooestin Ilyas (2004: 324), Anak jalanan adalah anak mereka bukan bermain-main dijalanan tetapi mereka hidup dari situ.

UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu : “Street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities

before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic street life”

(anak jalanan merupakan anak-anak berumur dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya (H.A Soedijar, 1988 : 16).

Secara umum anak jalanan adalah perempuan dan laki-laki yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja atau hidup di jalanan atau tempat-tempat umum, seperti pasar, mall, terminal bis, stasiun kereta api dan taman kota (Suharto, 2008 :231)

Anak jalanan merupakan anak yang tersisih, marginal dan terealisasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif sedini mungkinsudah harusberhadapan dengan lingkuangan kota yang keras dan bahkan sangat tidak bersahabat. Di berbagai sudut kota, sering terjadi anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang dan bahkan tidak di terima dimasyarakat umum, hal itu yang mereka lakukan sebenarnya dengan terpaksa karena ingin membantu orang tua dan menghilangkan rasa lapar. Mereka juga dianggap sebagai pengganggu ketertiban (Suyanto, 2010:185)

(18)

29

lain adalah membangun solidaritas, melakukan kegiatan ekonomi, memanfaatkan barang bekas/sisa, melakukan tindakan kriminal dan melakukan kegiatan yang rentan terhadapat ekploitasi seksual (Sallahudin, 2000 : 20-27)

2.5.1 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anak Menjadi Anak Jalanan

Departemen Sosial (2001: 25-26) menyebutkan bahwa penyebab keberadaan anak jalanan ada 3 macam, yakni faktor pada tingkat mikro (immediate causes), faktor pada tingkat messo (underlying causes) dan faktor pada tingkat makro (basic causes).

1. Tingkat Mikro (Immediate Causes)

Faktor pada tingkat mikro ini yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya, yaitu:

a. Lari dari keluarga, disuruh bekerja baik karena masih sekolah atau sudah putus, berpetualangan, bermain-main atau diajak teman.

(19)

30

c. Melemahnya keluarga besar, dimana keluarga besar tidak mampu lagi membantu terhadap keluarga-keluarga inti, hal ini diakibatkan oleh pergeseran nilai, kondisi ekonomi dan kebijakan pembangunan pemerintah.

d. Kesenjangan komunikasi antara orang tua dan anak, dimana orang tua sudah tidak mampu lagi memahami kondisi serta harapan anak-anak, telah menyebabkan anak-anak mencari kebebasan.

Selain itu Odi Shalahudin (2004:71) menyebutkan pula faktor-faktor yang disebabkan oleh keluarga, yakni:

a. Keluarga miskin

b. Perceraian dan kehilangan orang tua c. Kekerasan keluarga

d. Keterbatasan ruang dalam rumah e. Eksploitasi ekonomi

f. Keluarga homeless

2. Tingkat Messo (Underlying Causes)

Faktor-faktor penyebab munculnya anak jalanan pada faktor ini adalah faktor masyarakat, yaitu:

a. Pada masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu peningkatan pendapatan keluarga, anak-anak diajarkan bekerja yang menyebabkan drop out dari sekolah.

b. Pada masyarakat lain, urbanisasi menjadi menjadi kebiasaan dan anak-anak mengikuti kebiasaan itu.

(20)

31

Selain itu, Odi Shalahudin (2004:71) juga memaparkan faktor lingkungan munculnya anak jalanan yang bisa dikategorikan dalam faktor pada tingkat messo yakni sebagai berikut:

a. Ikut-ikutan teman

b. Bermasalah dengan tetangga atau komunitas

c. Ketidakpedulian atau toleransi lingkungan terhadap keberadaan anak jalanan

3. Tingkat Makro (Basic Causes)

Faktor-faktor penyebab munculnya anak jalanan pada tingkat makro yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur makro. Departemen Sosial RI (2001: 25-26) menjelaskan bahwa pada tingkat makro (struktur masyarakat), sebab yang dapat diidentifikasi adalah:

a. Ekonomi, adalah adanya peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal keahlian, mereka harus lama di jalanan dan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa dan kota yang mendorong urbanisasi. Migrasi dari desa ke kota mencari kerja, yang diakibatkan kesenjangan pembangunan desakota, kemudahan transportasi dan ajakan kerabat, membuat banyak keluarga dari desa pindah ke kota dan sebagian dari mereka terlantar, hal ini mengakibatkan anak-anak mereka terlempar ke jalanan.

(21)

32

c. Pendidikan, adalah biaya sekolah yang tinggi, perilaku guru yang diskriminatif dan ketentuan-ketentuan teknis dan birokratis yang mengalahkan kesempatan belajar. Meningkatnya angka anak putus sekolah karena alasan ekonomi, telah mendorong sebagian anak untuk menjadi pencari kerja dan jalanan mereka jadikan salah satu tempat untuk mendapatkan uang.

d. Belum beragamnya unsur-unsur pemerintah memandang anak jalanan antara sebagai kelompok yang memerlukan perawatan (pendekatan kesejahteraan) dan pendekatan yang menganggap anak jalanan sebagai trouble maker atau pembuat masalah (security approach / pendekatan keamanan).

e. Adanya kesenjangan sistem jaring pengamanan sosial sehingga jaring pengamanan sosial tidak ada ketika keluarga dan anak menghadapi kesulitan.

f. Pembangunan telah mengorbankan ruang bermain bagi anak (lapangan, taman, dan lahan-lahan kosong). Dampaknya sangat terasa pada daerah-daerah kumuh perkotaan, dimana anak-anak menjadikan jalanan sebagai ajang bermain dan bekerja.

2.5.2 Karakteristik Anak Jalanan

1. Berdasarkan Usia

(22)

33

tempat-tempat umum lainnya, usia mereka berkisar dari 6 tahun sampain 18 tahun. Selain itu dijelaskan oleh Departemen Sosial RI (2001: 23–24), indikator anak jalanan menurut usianya adalah anak yang berusia berkisar antara 6 sampai 18 tahun.

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang dapat dikategorikan sebagai anak jalanan adalah yang memiliki usia berkisar antara 6 sampai 18 tahun.

2. Berdasarkan Pengelompokan

Menurut Tata Sudrajat anak jalanan (Sudrajat, 1996: 151-152) dibedakan dalam 3 kelompok yaitu:

a. Children on the street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak- di jalan, tetapi masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka dijalankan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti ditanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.

(23)

34

terhadap perlakuan salah, baik secara sosial, emosional, fisik maupun seksual.

c. Children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.

Meskipun anak-anak ini mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing dari satu tempat ke tempat lain dengan segala risikonya. Salah satu ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak masih bayi, bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Di Indonesia kategori ini dengan mudah dapat ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta api dan pinggiran sungai, walau secara kuantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti.

Menurut penelitian Departemen Sosial RI dan UNDP di Jakarta dan Surabaya (BKSN, 2000: 2-4), anak jalanan dikelompokkan dalam empat kategori, yaitu:

a. Anak jalanan yang hidup di jalanan, dengan kriteria:

1) Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya

2) 8 – 10 jam berada di jalanan untuk bekerja (mengamen, mengemis, memulung) dan sisinya menggelandang/tidur

3) Tidak lagi sekolah

4) Rata-rata berusia di bawah 14 tahun

(24)

35

3) Mengontrak kamar sendiri, bersama teman, ikut orang tua atau saudara, umumnya didaerah kumuh

4) Tidak lagi sekolah

5) Pekerjaan: penjual koran, pengasong, pencuci bus, pemulung, penyemir dan lainnya.

6) Rata-rata berusia di bawah 16 tahun.

c. Anak yang rentan menjadi anak jalanan, dengan kriteria:

1) Bertemu teratur setiap hari/tinggal dan tidur dengan keluarganya 2) 4 – 5 jam bekerja di jalanan

3) Masih bersekolah

4) Pekerjaan: penjual koran, penyemir sepatu, pengamen, dll 5) Usia rata-rata di bawah 14 tahun

d. Anak jalanan berusia di atas 16 tahun, dengan kriteria:

1) Tidak lagi berhubungan/berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya

2) 8 – 24 jam berada di jalanan

3) Tidur di jalanan atau rumah orang tua

4) Sudah taman SD atau SMP, namun tidak bersekolah lagi 5) Pekerjaan: calo, mencuci bus, menyemir, dll

3. Berdasarkan Ciri-ciri Fisik dan Psikis

(25)

36

a. Ciri Fisik: warna kulit kusam, rambut kemerah-merahan, kebanyakan berbadan kurus, pakaian tidak terurus.

b. Ciri Psikis meliputi mobilitas tinggi, acuh tak acuh, penuh curiga, sangat sensitif, berwatak keras serta kreatif. Sedang menurut Departemen Sosial RI (2005: 5), anak jalanan mempunyai ciri-ciri, berusia antara 5 - 18 tahun, melakukan kegiatan atau berkeliaran di jalanan, penampilannya kebanyakan kusam dan pakaian tidak terurus, mobilitasnya tinggi.

Dari beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak jalanan berdasarkan ciri-ciri fisik dan psikis mereka adalah:

a. Ciri-ciri fisik:

1) Penampilan dan warna kulit kusam 2) Rambut kemerah-merahan

3) Kebanyakan berbadan kurus 4) Pakaian tidak terurus

b. Ciri-ciri psikis 1) Mobilitas tinggi 2) Acuh tak acuh 3) Penuh curiga 4) Sangat sensitif 5) Berwatak keras

4. Berdasarkan Intensitas Hubungan dengan Keluarga

(26)

37

Sosial RI (2001: 23), indikator anak jalanan menurut intensitas hubungan dengan keluarga, yaitu:

a. Masih berhubungan secara teratur minimal bertemu sekali setiap hari b. Frekuensi dengan keluarga sangat kurang

c. Sama sekali tidak ada komunikasi dengan keluarga

Selain itu, menurut penelitian Departemen Sosial RI dan UNDP (BKSN, 2000: 2-4), intensitas hubungan anak jalanan dengan keluarga mereka dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tua, berhubungan tidak teratur dengan orang tua dan bertemu teratur setiap hari atau tinggal dan tidur bersama orang tua mereka. Menurut Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (2000: 61-62), beberapa macam intensitas anak jalanan dengan keluarga mereka adalah: hubungan orang tua sudah putus, masih ada hubungan dengan orang tua tetapi tidak harmonis, maupun pulang antara 1 sampai 3 bulan sekali. Dari beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak jalanan berdasarkan intensitas anak jalanan berhubungan dengan keluarga ada tiga macam, yaitu:

a. Masih berhubungan teratur dengan orang tua atau keluarga

b. Masih berhubungan dengan orang tua atau keluarga tetapi tidak teratur dengan frekuensi sangat kurang

c. Sudah tidak berhubungan lagi dengan orang tua maupun keluarga

5. Berdasarkan Tempat Tinggal

(27)

38 a. Tinggal bersama orang tua

b. Tinggal berkelompok bersama teman-temannya c. Tidak mempunyai tempat tinggal

Sedangkan menurut penelitian Departemen Sosial RI dan UNDP (BKSN, 2002: 13-15), beberapa macam tempat tinggal anak jalanan adalah: menggelandang atau tidur di jalanan, mengontrak kamar sendiri atau bersama teman, maupun ikut bersama orang tua atau keluarga yang biasanya tinggal di daerah kumuh. Menurut BKSN(2000: 61-62), beberapa tempat tinggal anak jalanan adalah:

a. Bertempat tinggal di jalanan dan tidur di sembarang tempat seperti emper toko, kolong jembatan, taman, terminal maupun stasiun;

b. Bertempat tinggal dengan cara mengontrak sendiri atau bersama teman; c. Tinggal dan tidur bersama orang tua atau wali.

Dari berbagai sumber diatas, dapat disimpulkan beberapa tempat tinggal anak jalanan adalah:

a. Tidak mempunyai tempat tinggal sehingga menggelandang dan tinggal di jalanan serta tidur di sembarang tempat

b. Mengontrak sendiri atau bersama dengan teman c. Tinggal bersama orang tua atau wali.

2.5.3 Aktivitas Anak Jalanan

(28)

39

Menurut Departemen Sosial RI (2001: 24), indikator anak jalanan menurut aktivitas yang dilakukan oleh anak jalanan adalah antara lain memiliki aktivitas: menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo, menjajakan koran atau majalah, mengelap mobil, mencuci kendaraan, menjadi pemulung, pengamen, menjadi kuli angkut, menyewakan payung, menjadi penghubung atau penjual jasa.

Menurut Departemen Sosial RI (2002: 13-15), aktivitas yang dilakukan anak jalanan di jalanan di antaranya adalah bekerja baik itu mengamen, mengemis, memulung, menjual koran, mengasong, mencuci bus, menyemir sepatu, menjadi calo dan menggelandang. Selain itu Badan Kesejahteraan Sosial Nasional (2000: 61-62) menyebutkan bahwa beberapa aktivitas yang dilakukan oleh anak jalanan adalah bekerja sebagai pengamen, pemulung, pengemis, penjual koran, pengasong, pencuci bus, penyemis, maupun calo dan menggelandang.

Dari berbagai sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa macam aktivitas anak yang dilakukan di jalanan di antaranya adalah untuk bekerja maupun sekedar menggelandang. Aktivitas bekerja anak jalanan di antaranya adalah menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo, menjajakan koran atau majalah, mengelap mobil, mencuci kendaraan, menjadi pemulung, pengamen, menjadi kuli angkut, menyewakan payung dan menjadi penghubung atau penjual jasa.

2.5.4 Masalah yang Dihadapi Anak Jalanan

Ada lima sumber masalah anak jalanan menurut Moeliono dan Dananto (2004), yakni:

1. Anak Jalanan dengan Anak Jalanan

(29)

40

bebas, tidak dikontrol orang tua, tidak wajib setor uang, bebas jajan, merokok, bergaya hidup santai sering menjadi daya tarik sendiri bagi anak jalanan Vulnerable untuk mengikuti jejak anak jalanan high risk.Kekerasan antar anak jalanan juga sering terjadi dalam berbagai bentuk seperti perkelahian, penggunaan senjata tajam, pengeroyokan, pengompasan atau pemerasan, intimidasi psikis dan bahkan seksual. Akibat kekerasan terwujud dalam trauma psikis dan lingkaran setan kekerasan.

2. Anak Jalanan dengan Orang Tua

Kemiskinan sering dituding sebagai biang keterlibatan anak dalam ekonomi keluarga. Dengan dalih kemiskinan anak diperlakukan secara salah dengan dipaksa bekerja untuk membantu ekonomi orang tua.

3. Anak Jalanan dengan Masyarakat

Masyarakat cenderung memberi stigma buruk pada anak jalanan. Anak jalanan dianggap sebagai pengganggu kenyamanan lingkungan, pelaku kriminalitas dan kekerasan.

4. Anak Jalanan dengan LSM Pendamping Anak Jalanan

Terkadang terjadi persaingan antar LSM, sehingga untuk menarik perhatian anak, LSM memberikan iming-iming, janji-janji atau bingkisan dan uang saku. Anak jalanan tiba-tiba merasa jadi idola yang diperebutkan, bahkan menuduh LSM ”menjual kemiskinan anak jalanan”. 5. Anak Jalanan dengan Negara

(30)

41

dialami anak jalanan adalah masalah identitas dan akte kelahiran, terbatasnya akses anak pada berbagai fasilitas pelayanan umum, serta diskriminasi dan kekerasan aparat pemerintah (negara) terhadap anak jalanan.

Dari pendapat yang di atas permaslahan yang di alami dapat disimpulksan sebagai berikut:

1. Sesama Anak Jalanan

Melihat perilaku dan sikap anak jalanan yang bia di katakan jauh dari nilai dan norma sosial yang ada sehingga memunculkan tindakan yang ekstreme yang mereka lakukan dengan orang lain, baik itu dengan teman sebaya, teman sepermaianan, orang tua atau lingkungan sekitarnya

2. Keluarga

(31)

42

sekarang kehadiran anak dianggap sebagai beban. Sehingga tidak jarang orang tua mendukung anaknya untuk bekerja menghasilkan uanng sendiri. 3. Masyarakat

Menurut Koentjaraningrat (1981: 116), bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi sesuai suatu sistem adat istiadat tertentu yangbersifat kontiniu dan yang terkait oleh suatu identitas bersama. Artinya di sini anak jalanan juga merupakan bagian atau suatu kesatuan dari masyarakat. Tetapi tidak sedikit masyarakat yang dapat menerima keberadaan anak jalanan, sulitnya penerimaan itu membuat anak jalanan tereksklusi serta termarginalkan dari lingkungan sekitarnya. Hal ini di karenakan paradigma masyarakat tentang anak jalanan sudah buruk atau negatif.

4. Identitas

(32)

43

diri setiap anak harus diberikan sejak kelahirannya dan tertuang dalam akta kelahiran (pasal 27). Beberapa alasan bagi mereka yang tidak memiliki kartu identitas diri yaitu:

a. Beberapa dari mereka tinggal ditempat terpencil karena biasanya kemunculan anak jalanan berasal dari anak-anak desa yang tanpa bekal ingin hidup di kota disaat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka pun terpaksa menjadi anak jalanan.

b. Karena ketidakmampuan mengurus akta kelahiran karena tidak memiliki biaya (beberepa tempat harus membayar cukup mahal)

c. Ketidaktahuan bagaimana cara mengurusnya, karena minimnya informasi dan pengetahuan akan hal itu

d. Tidak adanya tempat tinggal yang permanen karena pengurusan akta secara formal membutuhkan berbagai dokumen atau keterangan dari RT atau RW, sementara mereka tidak memiliki itu

e. Anak jalanan mayoritas memiliki asal-usul keluarga yang tidak jelas. Tidak sedikit anak jalanan berasal dari psangan yang hamil di luar nikah, bahkan mereka tidak mengetahui siapa orang tua asli mereka. 5. Pendidikan

(33)

44

memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mempertahankan hidup. Maka dari itulah pendidikan yang di dapat oleh mereka sangat lah rendah. Menurut Pasal 9 Undang-undang No. 23 Tahun2002 tentang Perlindungan Anak (1) “Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”. Pemerintah mewajibkan bagi setiap anak bangsa mengenyam pedidikan 9 tahun. Tetapi sebagian besar anak jalanan pendidikan terakhirnya hanyalah kelas 3-5SD bahkan tidak sedikit dari mereka sama sekali tidak pernah merasakan bangku sekolah atau tidak pernah bersekolah sama sekali

6. Pemerintah

(34)

45

apakah kegiatan mereka. Akan kah mereka kembali kembali ke kehidupan mereka di jalanan, jawabannya kebanyakan. Iya.

Contoh lain dalam pelayanan publik dalam kesehatan, sulit sekali mereka dapat pelayanan publik seperti berobat gratis di puskesmas dan layanan BPJS. Hal ini membuat tingkat kesehatan anak jalanan sangat rendah. Sehingga di saat mereka sakit, mereka hanya mampu membeli obat-obatan di warung.

7. Dunia Usaha atau Bursa Kerja

(35)

46

2.5.5 Metode Penanganan Anak Jalanan

Menurut Departemen sosial menjelaskan bahawa penananan anak jalanan di lakukan dengan metode dan pemberian pelayanan yang meliputi:

1. Street Based

Street Basedmerupakan pendekatan di jalanan untuk menjangkau dan mendampingi anak di jalanan. Tujuannya yaitu, mengenal, mendampingi anak, mempertahankan relasi dan komunikasi, dari melakukan kegiatan seperti: konseling, diskusi, permainan, literacy dan lain-lain. Pendampingan di jalanan terus di lakukan untuk memantau anak binaan dan mengenal anak jalanan yang baru. Street based berorintasi pada menangkal pengaruh-pengaruh negatif dan membekali mereka nilai-nilai dan wawasan positif.

2. Community Based

Community based adalah pendekatan yang melibatkan keluara dan

masyarakat tempat tinggal anak jalanan. Pemberdayaan keluarga dan sosialisasi masyarakat, dilaksanakan dengan pendekatan ini yang bertujuan mencegah anak turun ke jalanan danmendorong penyediaan sarana pemenuhan kebutuhan anak. Community based mengarah pada upaya membangkitkan kesadaran, tanggung jawab dan partisipasi anggota keluarga dan masyarakat dalam menangani anak jalanan

3. Bimbingan sosial

(36)

47

kembali nilai bagi anak, melalui bimbingan sikap dan perilaku sehari-hari dan bimbingan kasus untuk mengtasi masalah-masalah kritis.

4. Pemberdayaan

Metode pe,berdayaan dilakukan untuk meningkatkan kapasitas anak jalanan dalam memenuhi kebutuhannya sendiri. Kegiatannya berupa pendidikan, keterampilan, perberian modal, alih kerja dan sebagainya.

2.6 Rumah Singgah

Salah satu bentuk penanganan anak jalananadalah melalui pembentukan rumah singgah. Konferensi Nasional II Masalah Pekerja Anak di Indonesia pada bulan Juli 1996 mendefeniskan rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non formal, dimana anak-anak bertemu untuk memeproleh informasi dan pembinaan awal sebelum d rujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut. Sedangkan menurut Departemen Sosial RI rumah singgah di defenisikan sebagai perantara anak jalanan dan dengan pihak-pihak yang membantu mereka. Rumah singgah merupakan proses informal yang memebrikan suasana pusat realisasi anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma masyarakat.

(37)

48

memberikan proses informal dengan suasana resosialisasi bagi anak jalanan terhadap sistem nilai dan norma yangberlaku di masyarakat.

Direktorat Jendral Bina Kesejahteraan Sosial Depsos sebagimana di kutip oleh Krismiyarsi (2004) mendefenisikan rumah singgah sebagai berikut:

1. Anak jalanan boleh tinggal sementara untuk tujuan perlindungan, misalnya: karena tidak punya rumah, ancaman di jalan, kekerasan dari orang tua atau orang lain. Biasanya hal ini di hadapi anak yang hidup di jalanan dan tidak mempunyai tempat tinggal

2. Pada saat tinggal sementara mereka memperoleh intervensi yang intensif dari pekerja sosial sehingga tidak etrgantung terus kepada rumah singgah 3. Anak jalanan datang sewaktu-waktu untuk bercakap-cakap, istirahat,

bermain mengikuti kegiatan dan lainnya

4. Rumah singgah tidak memperkenankan anak jalanan untuk tinggal selamanya

5. Anak jalanan yangmasih tinggal dengan orang tua atau saudaranya atau sudah mempunyai tempat tinggal tetap sendirian maupun berkelompok tidak di perkenankan menetap di rumah singgah, kecuali ada beberapa situasi yang bersifat darurat

(38)

49

2.6.1 Ciri-ciri Rumah Singgah

Rumah singgah adalah suatu perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu anak jalanan. Ciri-ciri rumah singgah adalah ( Surbakti dan Sarwanto, 2005):

1. Lokasi rumah singgah berada dekat dengan lokasi anak jalanan 2. Rumah singga terbuka 24 jam bagi anak jalanan

3. Rumah singgah merupakan tempat persinggahan sementara

4. Rumah singgah dapat dimanfaatkan anak jalanan kapan saja agar mereka mendapat perlindungan. Dirumah singgah anak bebas melakukan bebagai aktivitas (membaca, menulis, bermain, bercanda, mandi dan sebagainya). Tetapi dilarang melakukan hal yang tidak baik (kekerasan, minum-minuman keras dan yang lainnya)

5. Fungsi rumah singgah adalah untuk membetulkan sikap dan perilaku yang tidak sesuai dengan norma, memberikan prteksi mengatasi masalah dan meyediakan berbagai informasi yang berkaitan dengan anak jalanan.

6. Para pekerja sosial rumah singgah membina anak jalanan dengan bertindak sebagai teman, bertindak sejajar dengan anak jalanan dan pembinaan bersifat kekeluargaan. Dengan cara ini di harapkan anak tidak mengalami hambatan untuk menyampaikan permasalahan dan bersedia untuk merubah sikap dan perilaku yang keliru

2.6.2 Tujuan Rumah Singgah

(39)

50

penyelenggaraan rumah singgah. Tujuan penyelenggaraan rumah singgah itu sendiri ada dua macam, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1. Tujuan umum rumah singgah adalah membantu anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya.

2. Sedangkan tujuan khusus rumah singgah, yaitu:

a. Membentuk kembali sikap dan perilaku anak yang sesuai dengan nilai dan norma yangberlaku di masyarakat

b. Mengupayakan anak-anak kembali kerumah jika memungkinkan atau di panti dan lembaga pengganti lainnya jika di perlukan

c. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak.

2.6.3Fungsi Rumah Singgah

Departemen Sosial RI sebagaimana di kutip oleh Triyanti (2001) mengemukakan fungsi rumah singgah sebegai berikut:

1. Tempat pertemuan (meeting point) pekerja sosial dengan anak jalanan. Dalam fungsi ini, rumah singgah merupakan tempat bertemu antara pekerja sosial dengan anak jalanan untuk menciptakan persahabatan,

assessment dan melakukan program kegiatan. 2. Pusat assessment dan rujukan.

(40)

51 3. Fasilitator.

Rumah singgah memiliki fungsi sebagai perantara anak jalanan dengan keluarga, panti, keluarga pengganti dan lembaga lainnya. Anak jalanan di harapkan tidak terus-menerus bergantung pada rumah singgah, melainkan dapat memperoleh kehidupan yang lebih baik melalui atau setelah proses yang dijalani

4. Perlindungan

Rumah singgah dianggap sebagai tempat perlindungan anak dari kekerasan, penyimpangan sels dan bentuk-bentuk lain yang terjadi di jalanan.

5. Pusat informasi

Dalam fungsi ini, rumah singgah menyediakan informasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan anak jalanan seperti data dan informasi tentang anak jalanan, bursa kerja, pendidikan, kursus keterampilan dan lain-lain

6. Kuratif-Rehabilitasi

Rumah singgah di harapkan mampu mengatasi permasalahan anak jalanan dan memeprbaiki sikap dan perilaku sehari-hari yang akhirnya akan dapat menumbuhkan keberfungsian anak.

7. Resosialisasi

(41)

52

Menurut Munajat (2001) mengkaji mengenai efektivitas rumah singgah terhadap perubahan sikap dan perilaku anak jalanan. Untuk melihat perkembangan perilaku anak jalanan dapat dilihat dari: lokasi tidur, lama di jalanan, kegiatan atau pekerjaan yang di lakukan di jalanan, kebiasaan dalam berpakaian, hubungannya dengan orang tua atau keluarga, status pemdidikan, kebiasaan negatif, hubungan sosial, kegiatan keagamaan, sopan santun, cara berbicara, kebiasaan makan, kebiasaan bangun tidur, kebiasaan mandi, kebiasaan berobat dan kelompok sosialnya. Sedangkan perubahan sikap di lihat dari berbagai aspek, antara lain: pandangan mengenai pendidikan, pekerjaan, hubungan sosial, perilaku kriminal, perilaku anti sosial dan pola hidup. Hasil penelitian menunjukan pelaksanaan rumah singgah efektif untuk mengubah sikap dan perilaku anak jalanan.

2.7 Kerangka Pemikiran

(42)

53

mendukung lainnya. Proses eprkembangan dari anak anak menuju fase remaja kemudian naik ke fase dewasa merupakan proses yang sangat panjang dan harus di perhatikan dengan sempurna.

Anak jalanan merupakan anak yang tersisih, marginal dan terealisasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam usia yang relatif sedini mungkin sudah harus berhadapan dengan lingkuangan kota yang keras dan bahkan sangat tidak bersahabat. Intinya anak jalanan adalah mereka, anak-anak yang rata-rata berusia 5-18 tahun yang mengabiskan waktunya untuk melakukan berbagai aktivitas, baik itu bekerja, bermain dan aktivitas lainnya.Mereka merupakan kelompok sosial yang sangat rentan dari berbagai tindakan kekerasan baik fisik, emosi, seksual maupun kekerasan sosial. Selain itu, lingkungan juga sangat mempengaruhi kepribadian dan perilaku sosial anak jalanan. Dan mereka hanya sekelompok sosial yang terekslusikan, termarginalkan yang selalu di pandang negatif masyarakat, padahal bagi mereka hidup dan tinggal dijalanan bukanlah suatu pilihan tetapi keterpaksaan.

Permasalahan anak jalanan yang dihadapi sangatlah banyak tidak jarang mereka dapat ancaraan, tekanan, kekerasan, tindakan kriminal dan pelecehan seksual dari luar. Anak jalanan mendapatkan perlakuan kasar dari aparat saat terjaring razia, sulit mendapatkan pelayanan publik , sulitnya mendapatkan identitas diri, kepercayaan dari masyarakat serta penerimaan dalam dunia kerja.

(43)

54

membawa perubahan sederhana dan praktis dalam kehidupan masyarakat. Sebagai bagian dari masyarakat, kita menginginkan tinggal dalam lingkungan masyarakat yang memberikan rasa aman dan nyaman, yang memberikan peluang untuk berkembang sesuai minat & bakatnya, sesuai cara belajarnya yang terbaik, yang mengupayakan kemudahan untuk melaksanakan kewajiban dan mendapatkan hak sebagai warga masyarakat. Jadi, masyarakat inklusi adalah masyarakat yang terbuka dan universal serta ramah bagi semua, yang setiap anggotanya saling mengakui keberadaan, menghargai dan mengikutsertakan perbedaan.

(44)

55

Bagan Alur Pikir

Anak Jalanan

Rumah Singgah

Masyarakat Dunia/Bursa Kerja

Pemerintah

Inklusi Sosial

Terinklusi Tidak Terinklusi

2.8 Defenisi Konsep dan Ruang Lingkup Penelitian

2.8.1 Defenisi Konsep

Konsep merupakan sejumlah pengertian atau ciri-ciri yang berkaitan dengan berbagai perostiwa, objek, kondisi, situasi dan hal lain yang sejenis. Konsep diciptakan dengan mengelompokan objek-objek atau perostiwa-peristiwa yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan sejumlah pengertian yang digunakan secara mendasar dan menyamakan persepsi tentang apa yang akan diteliti serta menghindar salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian (Silalahi, 2009:112).

(45)

56

membtasi makna-makna konsep dalam suatu penelitian disebut dengan defenisi konsep. Secara konsep defenisi disini diartikan sebagai batsan arti. Defenisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138)

Adapun batatasan konsep dalam penelitian dalam penelitian ini adalah: a. Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami

atau didesain, mungkin menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya yang menghasilkan suatu hasil.

b. Anak adalah seseorang individu yang berumurdi bawah 18 tahun dan belum pernah menikah.

c. Inklusi sosial adalah sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan sebuah lingkungan yang semakin terbuka; mengajak masuk dan mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan d. latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik, budaya

dan lainnya.

e. Anak jalanan adalah anak-anak berumur dibawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya. f. Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) adalah organisi

(46)

57

2.8.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah permasalahan-permasalahan yang di alami anak jalanan, yang secara umum keberadaan mereka tidak di terima. Adapun permasalahan anak jalanan yang menjadi indikator peneliti yaitu:

1. Sesama kelompok anak jalanan yang merupakan masalah intern dari kelompok itu sendiri

2. Keluarga anak jalanan

3. Masyarakat lingkungan yang berada di sekitar rumah singgah dan di sekitar jalanan tempat anak jalanan beraktivitas

4. Yayasan, Panti sosial, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan lembaga lainnya yang menangani mAsalah anak jalanan

Referensi

Dokumen terkait

“agen pelaksana dari program pembinaan anak jalanan adalah Dinas Sosial Kota Medan, sebagai perpanjang tanggan dari Gubernur Sumatera Utara dan dalam pelaksanaannya ketika

(2) proses konseling dengan menggunakan teknik Reframing dalam komunikasi inklusi sebagai upaya penanganan anak korban kekerasan seksual di UPTD Dinas Sosial

Hasil Penelitian dapat mendorong pemaksimalan implementasi UU No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja (Dinsosnaker) Kota Medan

Dengan adanya kebijakan program pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan, hal ini bertujuan untuk membina anak jalanan baik

Perkembangan interaksi sosial anak mulai terlihat secara signifikan pada saat anak bersekolah di sekolah inklusi dan belajar bersama dengan anak-anak lain yang tidak

Penelitian ini membahas tentatang praktik inklusi sosial penanganan korban anak yang dilacurkan (ayla) di surabaya yang dilakukan oleh Yayasan Hotline Surabaya selaku NGO

Pada kategori kelompok yang kedua ini anak jalanan merupakan anak- anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa diantara mereka

Alfred J.Khan memberikan pengertian pelayanan sosial sebagai berikut: “Pelayanan sosial terdiri dari program-program yang diadakan tanpa mempertimbangkan kriteria pasar untuk