• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Hakekat Belajar Mengajar

Kegiatan belajar dilakukan oleh setiap orang, kegiatan belajar adalah proses yang aktif sehingga harus ditandai dengan adanya sesuatu proses usaha dari individu yang bersangkutan. pengertian belajar banyak dikemukakan oleh para ahli dengan sudut pandang yang berbeda-beda, namun pada dasarnya mempunyai pengertian yang sama.

Menurut Slameto :“Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengamatan individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan” ( Slameto, 2003 : 8 ). Pengertian di atas lebih menekankan pada tujuan belajar. Belajar juga diartikan sebagai perubahan suatu tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Belajar dapat dilakukan dimana saja, dirumah, disekolah, maupun dimasyarakat bahkan dalam perjalanan sekalipun. Proses belajar disekolah erat kaitannya dengan siswa sebagai subjek yang melakukan kegiatan belajar. Dalam belajar disekolah siswa melakukan proses penyesuaian terhadap yang diajarkan. Siswa menggunakan kemampuan yang dimiliki agar dapat memahami materi yang diberikan. perubahan yang diharapkan terjadi yaitu siswa memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum dimiliki, timbul pengalaman individu yang baru., memiliki keterampilan serta perubahan dalam sikap dan tingkah laku. Agar proses belajar dapat berjalan dengan baik harus

(2)

melibatkan pikiran, kemauan, dan perasaannya. Belajar dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai dan sikap

Menurut Benyamin S. Bloom : perubahan tingkah laku yang didapat setelah proses belajar dapat diamati melalui tiga ranah yaitu : ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA siswa adalah hasil yang diperoleh dari evaluasi atau tes dan aspek-aspek lainnya yang dikuantitatifkan yang tercermin dari nilai raport yang diberikan oleh guru pada siswa setiap akhir masa belajar semester.

Winkel (Darsono 2001:4) mengemuakakan „belajar adalah suatu aktivitas mental psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan- pengetahuan keterampilan dan nilai sikap‟. Dengan demikian belajar merupakan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan kemampuan tingkah laku dan keterampilan ke arah yang lebih baik. Sedangkan konsep mengajar Sudjana (2000:29) mengemukakan „sebagai suatu proses, yaitu mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa, sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar dan pada tahap berikutnya adalah memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam melakukan proses belajar‟. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa belajar mengajar merupakan interaksi antara siswa dan guru di dalam kelas untuk melaksanakan proses pembelajaran sehubungan dengan materi tertentu.

(3)

2.2 Perubahan Konsepsi dalam Pembelajaran IPA

Implikasi dari pandangan konstruktivisme di sekolah ialah pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata. Senada dengan pernyataan ini peneliti pendidikan sains mengungkapkan bahwa belajar sains merupakan proses kunstriktif dapat menikatkan pemahaman siswa tentang sumber energi berdasarkan pengalaman awal, siswa dapat mengidentifikasi sumber-sumber energi dan menghendaki partisipasi aktif dari siswa Piaget ( dalam dahar, 1996 : 8.8), sehingga di sini peran guru berubah, dari sumber pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan fasilitator belajar siswa. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pembelajaran dan perspektif konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu:

1) Berkaitan dengan prakonsepsi atau pengetahuan awal (prior knowledge) 2) Mengandung kegiatan pengalaman nyata (experience)

3) Melibatkan interaksi social (social interaction)

4) Terbentuknya kepekaan terhadap linkungan (sense making)

Dari uraian di atas, dan bebrapa buku yang ditulis Driver et al. (1985) dan Osborne & Freyberg (1985), yang dirangkum oleh Tytler (1996), ( dalam Drs. Nono Sutarno, M.Pd.,dkk), tentang implikasi pandangan konstruktivisme untuk pembelajaran dapat disarikan beberapa kebaikan pembelajaran berdasarkan konstruktivisme adalah sebagai berikut : 1). Memberikan kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa

(4)

memberikan penjelasan tentang gagasannya. 2). Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan awal yang dimiliki siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki atau diberi kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa. 3). Memberi siswa kesempatan untuk berfikir tentang pengalamannya agar siswa berfikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang teori dan model, mengenalkan gagasan-gagasan sains pada saat yang tepat. 4). Memberi kesempatan pada siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnya memotivasi siswa. 5). Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkuan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan saling menghindari kesan selalu ada satu ”jawaban yang benar.

Menurut Dr. Dimyati dan Drs. Mudjiono. Motivasi adalah kekuatan mental yang berupa keinginan, perhatian, kemauan atau cita.cita. menurut Hera Lestari Mikarsa, dkk (dalam Pendidikan Anak Di SD. 2008 : 5.36). Motivasi dibagi menjadi dua tipe, yaitu motivasi instrinsik, dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah harapan dalam diri untuk melakukan sesuatu untuk diri sendiri, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah semanggat yang dipengaruhi oleh penghargaan, pujian yang positif dan bisa dirasakan oleh siswa. Contoh dari kedua motivasi ini, misalnya seorang siswa belajar dengan tekun agar bisa menjawab pertanyaan dari guru tentang sumber energi bunyi, panas dan cahaya ini adalah motivasi Intrinsik, Tetapi kalu peneliti memberi ucapan bagus dan memberi pujian

(5)

pada siswa adalah motivasi ekstrinsik. Dengan demikian motivasi intrinsik yang perlu ditingkatkan pada siswa.

Pintrich dan Schunk ( dalam Pendidikan Anak di SD. 2008 : 5.40) menunjukan bahwa jika interaksi peneliti dan siswa merupakan hal yang paling berpengaruh dalam motivasi. Sudah tidak diragukan lagi bahwa penghargaan dapat menikatkan semangat siswa untuk belajar, suasana kelas menjadi kondusif, kegiatan belajar yang menantang, mendorong rasa ingin tahu siswa, meningkatkan daya imajinasi siswa dan membantu siswa dalam pemecahan masalah pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPA tentang sumber-sumber energi. 2.3 Experiential Learning Model

Pembelajaran dengan model experiential learning mulai diperkenalkan pada tahun 1984 oleh David Kolb dalam bukunya yang berjudul „ Experiential Learning, experience as the source of learning and development’. Experiential Learning mendefinisikan belajar sebagai „proses bagaimana pengetahuan diciptakan melalui perubahan bentuk pengalaman. Pengetahuan diakibatkan oleh kombinasi pemahaman dan mentransformasikan pengalaman‟ (Kolb 1984: 41).

Gagasan tersebut akhirnya berdampak sangat luas pada perancangan dan pengembangan model pembelajaran seumur hidup (lifelong learning models). Pada perkembangannya saat ini, menjamurlah lembaga-lembaga pelatihan dan pendidikan yang menggunakan Experiential Learning sebagai metode utama pembelajaran bahkan sampai pada kurikulum pokoknya. Kolb mengusulkan bahwa experiential learning mempunyai enam karakteristik utama, yaitu:

(6)

1) Belajar terbaik dipahami sebagai suatu proses. Tidak dalam kaitannya dengan hasil yang dicapai.

2) Belajar adalah suatu proses kontinyu yang didasarkan pada pengalaman. 3) Belajar memerlukan resolusi konflik-konflik antara gaya-gaya yang

berlawanan dengan cara dialektis.

4) Belajar adalah suatu proses yang holistik.

5) Belajar melibatkan hubungan antara seseorang dan lingkungan.

6) Belajar adalah proses tentang menciptakan pengetahuan yang merupakan hasil dari hubungan antara pengetahuan sosial dan pengetahuan pribadi.

Menurut Hoover (dalam Hera Lestari Mikarsa. 2008 :7.20) Experiential learning itu adalah proses belajar, proses perubahan yang menggunakan pengalaman sebagai media belajar atau pembelajaran. Experiential Learning adalah pembelajaran yang dilakukan melalui refleksi dan juga melalui suatu proses pembuatan makna dari pengalaman langsung. Experiential Learning berfokus pada proses pembelajaran untuk masing-masing individu menurut (David A. Kolb 1984).

2.4 Pendekatan model Experiential Learning

Menurut Hera Lestari (2008 : 7.25) Experiential Learning adalah suatu pendekatan yang dipusatkan pada siswa yang dimulai dengan landasan pemikiran bahwa orang-orang belajar terbaik itu dari pengalaman. Dan untuk pengalaman belajar yang akan benar-benar efektif, harus menggunakan seluruh roda belajar, dari pengaturan tujuan, melakukan observasi dan eksperimen, memeriksa ulang,

(7)

dan perencanaan tindakan. Apabila proses ini telah dilalui memungkinkan siswa untuk belajar keterampilan baru, sikap baru atau bahkan cara berpikir baru.

Jadi, experiential learning adalah suatu bentuk kesengajaan yang tidak disengaja (unconsencious awareness). Contohnya, ketika siswa dihadapkan pada game Spider Web atau jaring laba-laba. Tugas kelompok adalah menyeberang jaring yang lubangnya pas dengan badan kita, namun tidak ada satu orangpun yang boleh menyentuh jaring tersebut. Tugas yang diberikan tidak akan berhasil dilakukan secara individual karena sudah diciptakan untuk dikerjakan bersama. Untuk mencapai kerjasama yang baik, pasti akan timbul yang namanya komunikasi antaranggota kelompok. Lalu muncullah secara alami orang yang yang berpotensi menjadi seorang inisiator, leader, komunikator, ataupun karakter-karakter lainnya.

Experiential Learning itu sendiri berisi 3 aspek yaitu: Pengetahuan (konsep, fakta, informasi), Aktivitas (penerapan dalam kegiatan) dan Refleksi (analisis dampak kegiatan terhadap perkembangan individu). Ketiganya merupakan kontribusi penting dalam tercapainya tujuan pembelajaran. D:\DATA\roleplaying\kumpulan-metode-pembelajaranpendampingan_file\a. htm.

Menurut David Kolb merancang pelatihan experiental learning, ada 4 tahapan yang harus dilalui yaitu: a) Experiencing, tantangan pribadi atau kelompok, b) Reviewing: menggali individu untuk mengkomunikasikan pembelajaran dari pengalaman yang didapat, c) Concluding menggambarkan kesimpulan dan kaitan antara masa lalu dan sekarang, serta d) Planning menerapkan hasil pembelajaran yang dialaminya.

(8)

Hamalik (2001:213) mengemukakan bahhwa selain beberapa hal yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran experiential learning di atas, guru juga harus memperhatikan metode belajar melalui pengalaman ini, yaitu meliputi tiga hal di bawah ini:

1) Strategi belajar melalui pengalaman menggunakan bentuk sekuens induktif, berpusat pada siswa dan berorientasi pada aktivitas.

2) Penekanan dalam strategi belajar melalui pengalaman adalah proses belajar, dan bukan hasil belajar.

3) Guru dapat menggunakan strategi ini dengan baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran experiential learning disusun dan dilaksanakan dengan berangkat dari hal-hal yang dimiliki oleh siswa. Prinsip inipun berkaitan dengan pengalaman di dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta dalam cara-cara belajar yang biasa dilakukan oleh siswa (Sudjana, 2005:174).

2.5 Penerapan Model Experiential Learning

Penerapan model experiential learning dapat membantu siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri. Siswa dapat menggunakan pengetahuan yang diprolehnya dari pengalaman yang dialaminya untuk membuat sebuah tulisan baru (Depdiknas, 2002:11). Siswa dapat memperoleh informasi tentang teori menulis yang dipelajarinya dari pengalaman yang dialaminya. Informasi yang diproleh dari pengalaman sendiri pasti lebih baik dan lebih tahan lama.

(9)

Hal yang perlu diperhatikan dalam Experiental Learning Seperti halnya model pembelajaran lainnya, dalam menerapakan model experiental learning guru harus memperbaiki prosedur agar pembelajarannya berjalan dengan baik. Hamalik (2001:213), mengungkapkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran experiental learning adalah sebagai berikut:

1) Guru merumuskan secara seksama suatu rencana pegalaman belajar yang bersifat terbuka (open minded) mengenai hasil yang potensial atau memiliki seperangkat hasil-hasil tertentu.

2) Guru harus bisa memberikan rangsangan dan motivasi pengenalan terhadap pengalaman.

3) Siswa dapat bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok-kelompok kecil atau keseluruhan kelompok di dalam belajar berdasarkan pengalaman. 4) Para siswa di tempatkan pada situasi-situasi nyata, maksudnya siswa mampu

memecahkan masalah dan bukan dalam situsi pengganti. Contohnya : Di dalam kelompok kecil siswa membuat miniatur kota dengan mengguakan potongan-potongan kayu, bukan menceritakan cara membangun suatu miniatur kota.

5) Siswa aktif berpartisipasi di dalam pengalaman yang tersedia, membuat keputusan sendiri, meneriama kosekuensi berdasarkan keputusan tersebut. 6) Keseluruhan kelas menyajikan pengalaman yang telah dituangkan ke dalam

(10)

pengalaman belajar dan pemahaman siswa dalam melaksanakan pertemuan yang nantinya akan membahas bermacam-macam pengalaman tersebut.

Selain beberapa hal yang harus diperhatikan dalam model pembelajaran experiental learning di atas, guru juga harus memperhatikan metode belajar melalui pengalaman ini, yaitu meliputi tiga hal di bawah ini.

1) Strategi belajar melalui pengalaman menggunakan bentuk sekuens induktif, berpusat pada siswa dan berorientasi pada aktivitas.

2) Penekanan dalam strategi belajar melalui pengalaman adalah proses belajar, dan bukan hasil belajar.

3) Guru dapat menggunakan strategi ini dengan baik di dalam kelas maupun di luar kelas.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran experiental learning disusun dan dilaksanakan dengan berangkat dari hal-hal yang dimilki oleh peserta didik. Prisip inipun berkaitan dengan pengalaman di dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan serta dalam cara-cara belajar yang biasa dilakukan oleh peserta didik (Sudjana, 2005:174).

2.6 Kelebihan Pembelajaran Experiental Learning

Berdasarkan Kelebihan, hasilnya dapat dirasakan bahwa pembelajaran lewat pengalaman lebih efektif dan dapat mencapai tujuan secara maksimal. Beberapa manfaat model experiential learning dalam membangun dan meningkatkan kerjasama kelompok antara lain adalah : 1) mengembangkan dan meningkatkan rasa saling ketergantungan antar sesama anggota kelompok; 2) meningkatkan keterlibatan dalam pemecahan masalah dan pengambilan

(11)

keputusan; 3) mengidentifikasi dan memanfaatkan bakat tersembunyi, keterampilan dan kepemimpinan; 4) meningkatkan empati dan pemahaman antar sesama anggota kelompok.

Sedang manfaat model experiential learning secara individual antara lain adalah : 1) meningkatkan kesadaran akan rasa percaya diri; 2) meningkatkan kemampuan berkomunikasi, perencanaan dan pemecahan masalah; 3) menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan untuk menghadapi situasi yang buruk; 4) menumbuhkan dan meningkatkan rasa percaya antar sesama anggota kelompok; 5) menumbuhkan dan meningkatkan semangat kerjasama dan kemampuan untuk berkompromi; 6) menumbuhkan dan meningkatkan komitmen dan tanggung jawab; 7) menumbuhkan dan meningkatkan kemauan untuk memberi dan menerima bantuan.

2.7 Tahap – tahap pelaksanaan Model Experiential Learning

Menurut Hendrojuwono ( dalam Pendidikan Anak di SD, 2008 : 7.21 ) pelaksanaan pembelajaran Experiential Learning meliputi 5 tahapan, yaitu tahap 1). Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang heterogin dengan masing-masing kelompok beranggotakan 4 sampai 5 orang. 2). Tiap kelompok ditugaskan untuk mengamati sumber-sumber energi di sekitar lingkungan sekolah. 3).Tiap kelompok menggolongkan penghasil energi panas, bunyi dan cahaya yang ada dilingkungan sekolah. 4). Guru memberikan penjelasan tambahan mengenai jenis sumber energi dan kegunaannya yang tidak ditemukan di sekitar lingkungan sekolah dan guru membagikan lembar kerja siswa ( LKS ) untuk bahan diskusi. 5). Guru bersama-sama siswa menghimpun kembali penjelasan yang telah

(12)

disampaikan masing-masing kelompok untuk mengidentifikasi sumber-sumber energi dan kegunaan energi yang ada di sekitar lingkuan sekolah mapun di rumah.

Menurut Hera Lestari Mikarsa. 2008 : 7.25 (dalam Pendidikan Anak di SD) dengan mengikuti pembelajaran dengan pendekatan experiential learning diharapkan mengubah pola tingkah lakunya (kognitif, afektif maupun psikomotorik), dan juga diharapakan menerapkan perubahan tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu siswa hidup dalam 3 lingkungan sosial yang berbeda, yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat, termasuk kelompok sebaya.

2.8 Kerangka Berfikir

Model pembelajaran berpusat pada siswa dapat diterapkan salah satunya dengan model pembelajaran experiential learning (model pembelajaran berbasis pengalaman). Pandangan bahwa siswa perlu dibelajarkan melalui pengalaman dikemukakan oleh para tokoh pendidikan seperti Lewin, Dewey, Piaget, Kolb dan Rogers. Logikanya adalah jika siswa belajar melalui pengalaman akan mengenal secara langsung dengan melibatkan seluruh panca indranya sehingga pembelajaran akan jauh lebih bermakna. Sehingga ungkapan pengalaman adalah guru yang terbaik adalah sangat tepat. Bukan berarti peranan guru tidak berarti dalam hal ini, akan tetapi peranan guru akan sangat berarti karna sudah membuat siswa belajar melalui pengalaman yang sengaja dikondisikan oleh guru. Dimana guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator dan motivator pembelajaran.

(13)

Guru dalam peranannya sebagai fasilitator pembelajaran dalam konteks pembelajaran yang menggunakan experiential learning (pembelajaran berbasis pengalaman) harus sangat lihai dalam meramu pembelajaran di kelas agar sesuai dengan tuntutan profesinya dari sudut pandang birokrasi. Maksudnya adalah penerjemahan ide tersebut sesungguhnya sangat memungkinkan dalam konteks Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan segala ketentuan yang harus di pertanggung jawabkan oleh guru bahwa ia telah melaksanakan segala ketentuan dalam tata aturan administratif seperti silabus dan RPP. Mudahnya adalah bahwa dalam analisis kurikulum terdapat materi “mengidentifikasi sumber-sumber energi (panas, listrik, cahaya dan bunyi)”. Kemudian guru menjabarkannya menjadi beberapa indikator seperti :

1. Jenis sumber energi panas, listrik, cahaya dan bunyi

2. Menunjukan benda yang menghasilkan energi panas, cahaya dan bunyi

Dari indikator di atas kemudian diuraikan lebih lanjut dalam bentuk RPP, LKS dan beberapa komponen evaluasi seperti observasi dan tes hasil belajar lengkap dengan formulir, kreteria penilaianya dan alat pengumpulan data.

Dengan panduan perangkat pembelajaran tersebut guru memiliki alur kerja yang jelas. Sehingga guru tidak akan terombang-ambing oleh luasnya materi pembelajaran akan tetapi tetap fokus untuk membelajarkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang sudah di tentukan dalam RPP. Penulis sendiri dalam melaksanakan pembalajaran dalam rangka Penelitian Tindakan Kelas menyusun tujuan pelaksanaan pembelajaran sebagai berikut :

(14)

1. Melalui metode Melalui model pembelajaran experiential learning dengan media papan tulis dan kotak kado siswa dapat menghitung luas persegi dan persegi panjang dengan mengunakan satauan baku.

2. Melalui model pembelajaran experiential learning dengan media kebun sekolah siswa dapat menghitung luas persegi dan persegi panjang dengan satuan tidak baku.

3. Melalui model pembelajaran experiential learning dengan media Penggaris dan jengkal atau langkah kaki siswa dapat membaca satuan luas.

2.9 Hipotesis Penelitian

Suharsimi Arikunto (1998:62) mengemukakan “hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul dan sekurang-kurangnya mengandung dua variabel atau lebih”.

Berdasarkan konsep tersebut, maka peneliti mengemukakan hipotesis penelitian yaitu : “Penerapan model belajar experiential learning dapat meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA tentang mengidentifikasi sumber-sumber energi (panas, listrik, cahaya dan bunyi) yang ada di lingkungan sekolah kelas 2 semester I SD Negeri 2 Sumbaragung”.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan desa, dari 1945 sampai 2005 memberikan posisi eksistensi Desa Pakraman, mengalami pasang surut, hal

Jl. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. Sebagian besar jalur yang tidak beroperasi berada pada daerah operasional IV. Penelitian ini bertujuan untuk membuat skala

Kota Banjarmasin yang dikenal sebagai Kota Seribu Sungai terletak di bagian hilir Sungai Martapura yang bermuara di Sungai Barito secara administrasi pemerintahan

Isi modul ini : Ketakbebasan Linier Himpunan Fungsi, Determinan Wronski, Prinsip Superposisi, PD Linier Homogen Koefisien Konstanta, Persamaan Diferensial Linier Homogen

- setelah selesai upacara adat pernikahan suami istri tinggal bersama orang tua si perempuan sebelum mereka membangun rumah baru.

Perbandingan Debt To Equity menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada tingkat kinerja perusahaan yang diukur dengan Debt To Equity antara periode sebelum

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Pautan genetik (genetic linkage dalam bahasa Inggris) dalam genetika adalah kecenderungan alel-alel pada dua atau lebih lokus pada satu berkas kromosom yang sama (kromatid)