• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG NOMOR 14 TAHUN 2006 (Studi di Kabupaten Deli Serdang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSEDUR PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG NOMOR 14 TAHUN 2006 (Studi di Kabupaten Deli Serdang)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN

DELI SERDANG NOMOR 14 TAHUN 2006

(Studi di Kabupaten Deli Serdang)

J U R N A L

NAMA : Debora Margareth Uli Silitonga NIM : 100200378

Departemen/Pk : Hukum Administrasi Negara Email : debomargaerth@gmail.com

Dosen Pembimbing : 1. Suria Ningsih, SH., M.Hum 2. Afrita, SH, M. Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

ABSTRAK

PROSEDUR PEMBERIAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN

DELI SERDANG NOMOR 14 TAHUN 2006 (Studi di Kabupaten Deli Serdang)

Debora Margareth Uli Silitonga* Suria Ningsih**

Afrita ***

Pengaturan mengenai IMB di Kabupaten Deli Serdang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 14 Tahun 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu bentuk pelayanan publik. Di samping itu IMB merupakan salah satu retribusi Kabupaten Deli Serdang yang berarti sumber pendapatan daerah. Kantor pelayanan adimistrasi perizinan dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan yang merupakan penyelenggara pelayanan IMB harus memiliki kapabilitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakah Pemerintah Daerah Sebagai Pelaksana Birokasi Pemerintahan Di Daerah. Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006. Kendala-kendala dalam penerbitan izin mendirikan bangunan di Deli Serdang.

Jenis penelitian ini yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris.

Pelaksanaan otonomi daerah itu diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya masing-masing serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman antar daerah. Kebijakan nasional mengenai otonomi daerah dan pemerintahan daerah ini, telah dituangkan dalam bentuk UU No.12 Tahun 2008 menggantikan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006. Dalam proses pengurusan IMB, ada beberapa hal yang harus diketahui yaitu persyaratan IMB serta prosedur pengurusan IMB. Kendala-kendala dalam penerbitan izin mendirikan bangunan Di Deli Serdang antara lain : Belum Dilakukan pola pelayanan prima satu Atap, Kurangnya sarana dan prasarana, Terbatasnya Aparatur Pelaksana, Dana operasional dan Kurangnya kesiapan pembiayaan masyarakat.

Kata Kunci : Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan *Mahasiswa NIM. 100200378

(3)

***Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum USU ABSTRACT

PROCEDURE FOR PROVISION UNDER CONSTRUCTION PERMITS REGULATION OF REGENCY

DELI SERDANG NUMBER 14 OF 2006 (Studies in Deli Serdang)

Debora Margareth Uli Silitonga* Suria Ningsih**

Afrita ***

The setting of the IMB in Deli Serdang regency governed in Deli Serdang Regency Regulation No. 14 of 2006 on Building Permit in Deli Serdang is a form of public service. In addition, the IMB is one of the Deli Serdang levy significant source of local revenue. Adimistrasi licensing service offices and Spatial Planning and Building an IMB service providers must have the capability of providing services to the community. The problem in this thesis is how the Local Government bureaucracy as Executor of Local Administration. Building Permit Procedures Based on Deli Serdang Regency Regulation No. 14 Year 2006 Constraints in the issuance of building permits in Deli Serdang.

This type of research used in this study is normative. Normative research is a research method that refers to the legal norms contained in the legislation. This study also uses empirical juridical approach.

The implementation of regional autonomy was realized by setting, sharing, and resource utilization of each as well as the financial balance between the center and regions, according to the principles of democracy, participation, equity and justice, as well as the potential and diversity between regions. National policy of regional autonomy and local government, has poured in the form of Act 12 of 2008 replaces Law No. 32 Year 2004 on Regional Government. Building Permit Procedures Based on Deli Serdang Regency Regulation No. 14 of 2006 in the process of obtaining a building permit, there are some things that should be known that permit requirements and procedures for obtaining a building permit. Constraints in the issuance of building permits in Deli Serdang, among others: Do Not excellent service pattern of the roof, lack of infrastructure, limited Apparatus Implementing, operational funds and the lack of preparedness of public financing.

Keywords: Building Permit Procedures

*Mahasiswa NIM. 100200378

** Dosen Pembimbing I, Ketua Departemen Hukum Administrasi Negara ***Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum USU

(4)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada zaman modern sekarang ini, banyak sekali dilakukan pembangunan dalam berbagai sektor kehidupan. Pembangunan terjadi secara menyeluruh di berbagai tempat hingga ke pelosok-pelosok daerah. Kegiatan pembangunan diharapkan dapat menunjang perekonomian negara, sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan umum. Dalam hal ini pemerintahlah yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk mengusahakan kesejahteraan bagi warga negaranya. Dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya itu, menyebabkan begitu banyak keterlibatan negara (pemerintah) dalam kehidupan warganya, tidak sebatas berinteraksi, tetapi sekaligus masuk dalam hidup dan kehidupan warganya. Pemerintah yang melaksanakan tugas Negara mempengaruhi kehidupan warga negara, sementara di sisi lain warga juga mempengaruhi pemerintah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya.1

Seseorang dikatakan sejahtera apabila merasa bebas untuk mewujudkan kehidupan individual dan sosialnya sesuai dengan aspirasi serta dengan kemungkinan-kemungkinan yang tersedia bagi dirinya, tidak berarti bahwa yang dikejar dalam menciptakan kesejahteraan hanya kebebasan. Kebebasan dari satu orang akan berhadapan dengan kebebasan orang lain, demikian pula kepentingan sekelompok orang akan berhadapan dengan kepentingan pihak lain, untuk itu perlu ada keselarasan. Peran pemerintah dalam hal ini sangat diharapkan untuk mewujudkan kondisi itu, baik melalui pengaturan, kebijakan tetentu, maupun stelsel Perizinan.2 Perizinan itu sendiri dipandang sebagai salah satu instrumen pengaturan yang paling banyak digunakan oleh pemerintahan dalam mengendalikan masyarakat agar sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Otonomi daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah yang digulir oleh pemerintah sebagai jawaban atas

1 Y.Sri Pudyatmoko, Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan, Grasindo, Jakarta,

2009, hal.2

(5)

tuntutan masyarakat, pada hakekatnya merupakan penetapan konsep teori areal

division of power yang membagi kekuasaan negara secara vertikal. Dalam konteks

ini, kekuasaan terbagi antara pemerintah pusat di satu pihak dan pemerintah daerah di lain pihak, yang secara legal konstitusional tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (selanjutnya dalam tukisan ini disebut NKRI). Kondisi ini membawa implikasi terhadap perubahan paradigma pembangunan yang dewasa ini diwarnai dengan isyarat globalisasi. Konsekuensinya, berbagai kebijakan publik dalam kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menjadi bagian dari dinamika yang harus direspon dalam kerangka proses demokratisasi, pemberdayaan masyarakat dan kemandirian lokal. Harapan tersebut muncul oleh karena kebijakan ini dipandang sebagai jalan baru untuk menciptakan suatu tatanan yang lebih baik dalam sebuah skema good governance dengan segala prinsip dasarnya.

Melalui pemerintahan yang desentralistik, akan terbuka wadah demokrasi bagi masyarakat lokal untuk berperan dalam menentukan nasibnya, serta berorientasi kepada kepentingan rakyat melalui pemerintahan daerah yang terpercaya, terbuka dan jujur serta bersikap tidak mengelak terhadap tanggung jawab sebagai prasyarat terwujudnya pemerintahan yang akuntabel dan mampu memenuhi asas-asas kepatuhan dalam pemerintahan.

Pemerintah dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa, dihadapkan pada pelaksanaan tugas yang sangat luas dan kompleks. Pemerintah memiliki hak dan wewenang untuk mengatur kehidupan warga negaranya. Pada dasarnya penyelenggaraan pemerintahan mengemban tiga fungsi hakiki, yaitu pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangunan (development). Jadi selain melaksanakan pembangunan, pemerintah juga memberikan pelayanan publik.

Upaya pemerintah dalam meningkatkan citra pelayanan, mulai dengan diberlakukannya UU No.12 tahun 2008 tentang perubahan kedua atas UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten /kota, selanjutnya PP No.41 tahun 2007 tentang organisasi perangkat daerah, dan pada akhirnya melalui Menteri Dalam Negeri dengan Permendagri

(6)

No.24 tahun 2006 tentang penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2009 tentang Perizinan Terpadu Satu Pintu dan permendagri No.20 tahun 2008 tentang pedoman organisasi dan tata kerja unit pelayanan perizinan terpadu daerah. Implementasi dari peraturan-peraturan tersebut adalah dengan pembentukan organ untuk mengurus pelayanan perizinan yang berbentuk badan/kantor.3

Salah satu upaya untuk mewujudkan pelayanan yang akuntabel terhadap pengguna jasa, ditetapkan Keputusan Menteri PAN Nomor. 26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Maksud ditetapkannya petunjuk teknis ini adalah sebagai acuan bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik untuk meningkatkan kualitas transparansi dan akuntabilitas pelayanan.4

Deli Serdang merupakan salah satu kabupaten yang ada di provinsi Sumatera Utara, seperti sekarang ini memiliki kemajuan yang begitu pesat. Kemajuan tersebut seiring dengan banyaknya investor-investor yang masuk di kabupaten ini. Pemerintah Kabupaten Deli Serdang tentu tidak tinggal diam dalam menanggapi kemajuan yang terjadi sekarang ini. Dalam menanggapi hal tersebut Pemerintah Kabupaten Deli Serdang giat melakukan perbaikan-perbaikan baik dalam bentuk fisik maupun non fisik, salah satunya ialah perbaikan dalam sektor pelayanan publik khususnya di pelayanan perizinan salah satunya adalah pelayanan Izin Mendirkan Bangunan (selanjutnya dalam tulisan ini disebut IMB). Untuk mendirikan sebuah bangunan diperlukan peraturan agar bangunan itu dikatakan legal oleh pemerintah. Pengaturan mengenai IMB di Kabupaten Deli Serdang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang No. 14 Tahun 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Deli Serdang merupakan salah satu bentuk pelayanan publik. Di samping itu IMB merupakan salah satu retribusi Kabupaten Deli Serdang yang berarti sumber pendapatan daerah. Kantor pelayanan adimistrasi perizinan dan Dinas Tata Ruang dan Bangunan yang

3 Ridwan, Juniarso. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik.

Bandung: Nuansa,. 2009, hal 229

4Kepmenpan, “Keputusan Menteri PAN Nomor. 26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik”.

(7)

merupakan penyelenggara pelayanan IMB harus memiliki kapabilitas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu kapabilitas yang harus dimiliki adalah “akuntabilitas yaitu suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang di miliki oleh para stakeholders”.5

IMB disusun sebagai standar penyesuaian bangunan dengan lingkungan sekitarnya. Mendirikan bangunan rumah atau pemukiman dengan terencana akan menjamin kondisi lingkungan yang menjamin segala aktivitas. Pada dasarnya, setiap pengakuan hak oleh seseorang terhadap suatu bangunan harus didasarkan bukti yang kuat dan sah menurut hukum. Tanpa bukti tertulis, suatu pengakuan di hadapan hukum mengenai objek hukum tersebut menjadi tidak sah. Sehingga dengan adanya sertifikat IMB akan memberikan kepastian dan jaminan hukum kepada masyarakat.

Dalam kaitannya dengan pemberian pelayanan pada Dinas Pemukiman dan Tata Ruang sebagai organisasi publik yang juga berperan untuk menciptakan

good governance sudah semestinya menciptakan pelayanan yang transparan,

sederhana, murah, tanggap dan akuntabilitasnya dapat dipertanggungjawabkan ke publik.

Persoalan yang timbul saat ini adalah realitas pelaksanaan fungsi pelayanan di bidang IMB Di Kabupaten Deli Serdang. Data dari Ombudsman Kabupaten Deli Serdang menunjukkan Dinas Perizinan Kabupaten Deli Serdang rawan maladministrasi. Hal ini dilihat dari banyaknya pengaduan masyarakat berupa pelayanan yang berlarut-larut; mempersulit/diskriminasi pelayanan dan lamanya waktu penyelesaian pelayanan.6

Berdasarkan latar belakang di atas maka skripsi ini berjudul Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006 (Studi di Kabupaten Deli Serdang)

5 Agus Dwiyanto, “Reformasi Birokrasi Publik” (Cet.1; Yogyakarta : Galang Printika

Yogyakarta,2002),hal 55

(8)

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah Pemerintah Daerah Sebagai Pelaksana Birokasi Pemerintahan Di Daerah?

2. Bagaimanakah Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006?

3. Bagaimanakah kendala-kendala dalam penerbitan izin mendirikan bangunan di Deli Serdang?

C. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.7 Penelitian ini juga menggunakan pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian yang menitikberatkan perilaku individu atau masyarakat dalam kaitannya dengan hukum.8

Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis peraturan hukum.9 Dengan menggunakan sifat deskriptif ini, maka peraturan hukum dalam penelitian ini dapat dengan tepat digambarkan dan dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian ini. Pendekatan masalah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku (Statute Approach)10

2. Sumber Data

7 Soerjono Soekanto dan Sri Mamadji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009, hal 1.

8 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media, 2010, hal

87.

9Soerjono Soekanto, Op. Cit., hal 10. 10 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit., hal 96

(9)

Data yang kemudian diharapkan dapat diperoleh di tempat penelitian maupun di luar penelitian adalah sebagai berikut :

a. Data primer

Sumber data yang berupa keterangan-keterangan yang berasal dari pihak-pihak atau instansi-instansi yang terkait dengan objek yang diteliti secara langsung, yang dimaksudkan untuk lebih memahami maksud, tujuan dan arti dari data sekunder yang ada.

b. Data sekunder

Sumber data sekunder sebagai pendukung data primer yang di dapat melalui penelitian kepustakaan yaitu dengan membaca dan mempelajari literatur-literatur, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

c. Data tersier

Bahan hukum tersier yaitu kamus, ensiklopedia, dan bahan-bahan lain yang dapat memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan-bahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan dengan permasalahan yang dikaji.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpul data yang digunakan penulis untuk data primer adalah wawancara. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelusuran data sekuender adalah studi dokumentasi atau melalui penelusuran literatur. Kegiatan yang akan dilakukan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu Studi Pustaka dengan cara identifikasi isi. Alat pengumpulan data dengan mengidentifikasi isi dari data sekunder diperoleh dengan cara membaca, mengkaji, dan mempelajari bahan pustaka baik berupa peraturan perundang- undangan, artikel ,dari internet, makalah seminar nasional, jurnal, dokumen, dan data- data lain yang mempunyai kaitan dengan data penelitian ini.

4. Analisis Data

Agar data yang dikumpulkan dapat dipertanggungjawabkan dan dapat menghasilkan jawaban yang tepat dari suatu permasalahan, maka perlu suatu teknik analisa data yang tepat. Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk

(10)

mengolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Teknik analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan pola sehingga dapat ditentukan dengan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.11

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian hukum ini menggunakan pola pikir/ logika induktif, yaitu pola pikir untuk menarik kesimpulan dari kasus- kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum.12

II. PERMASALAHAN

A. Hambatan dalam Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang aparat dalam tugasnya melayani masyarakat, baik itu mengenai faktor pendukung maupun faktor penghambat. Dari hasil penelitian yang dilakukan situasi dilapangan maka faktor itu kami simpulkan sebagai berikut13

1. Faktor Pendukung

a. Kerjasama Antar aparat

Kerjasama antar aparat, baik antara pimpinan dan bawahan, antara sesama pegawai dalam suatu organisasi sangat diperlukan dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. Begitu pula dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, aparat hendaknya saling bekerjasama dalam melaksanakan tugas yang diemban. Di dinas tata kota dan bangunan serta instansi yang terkait menurut pengamatan penulis memang menerapkan sistem pembagian wewenang bukan pemisahan wewenang.

b. Landasan Hukum

11 Soerjono Soekanto. Op.Cit., hal 22

12 Jhonny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:

Bayumedia Publishng, 2006, hal 249

13Hasil wawancara dengan Agus Mulyono Sekretaris Dinas Cipta Karya dan

(11)

Pelaksanaan pelayanan IMB di Kabupaten Deli Serdang dan hubungannya dengan proses penyelenggaraan IMB di atur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006. Peraturan daerah sebagaimana tersebut diatas merupakan legalitas formal yang mendasari pelaksanaan pelayanan IMB sehingga bersifat mengikat kepada masyarakat. Landasan hukum ini juga memberikan kapasitas terhadap instansi pelaksana dalam menjalankan tugas dan fungsi sesuai dengan bidang diberikan.14

c. Pelatihan-pelatihan bagi Aparat

Pelaihan-pelatihan bagi aparatur diperlukan untuk menunjang dan meningkatkan keterampilan dan kemampuan aparat sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, oleh sebab itu hal ini adalah salah satu faktor penunjang bagi terciptanya pelayanan yang lebih baik lagi serta demi memperluas pengetahuan para aparat untuk menjawab tantangan dalam pelayanan kepada masyarakat yang semakin beragam.

d. Sosialisasi

Sosialisasi IMB merupakan aktifitas memperkenalkan aturan, program kepada masyarakat agar mereka dapat memahamiya. Kegiatan sosialisasi ini merupakan langkah yang tepat untuk memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat tentang fungsi dan peranan serta pentingnya IMB pada saat pendirian bangunan hunian atau jenis bangunan lainnya.”Kegiatan sosialisasi merupakan langkah yang ditempuh pemerintah kota melalui unit instansi dinas tata kota dan bangunan untuk memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat sesuai yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006 tentang Izin Mendirikan Bangaun di Kabupaten Deli Serdang, mekanisme prosedur pengurusan IMB serta sanksi yang akan diberikan jikalau melanggar ketentuan yang diberikan. Kegiatan sosialisasi rutin dilakukan dua kali dalam setahun yakni dbulan februari dan November, serta melibatkan unsur terkait,

(12)

seperti: dinas pekerjaan umum pada bidang cipta karya, kecamatan, kelurahan, serta tokoh masyarakat15

2. Faktor Penghambat

Faktor penghambat didalam pelaksanaannya.berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, ditemukan beberapa faktor penghambat pelayanan IMB kepada masyarakat antara lain :16

a. Belum Dilakukan pola pelayanan prima satu Atap

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, bahwa masyarakat yang telah mendapatkan IMB kebanyakan mengungkapkan ketidak puasannya mengenai masalah ketidak jelasan waktu dalam penerbitan IMB yang melenceng dari waktu yang telah ditetapka dalam Peraturan daerah nomor 14 Tahun 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan di Kabupaten Deli Serdang yakni 12 hari.

b. Kurangnya sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor pendukung yang sangat berpengaruh dalam rangka upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Tidak dapat memungkiri bahwa kemampuan yang dimiliki oleh aparat tidak dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin apabila sarana dan prasarana tersebut sangatlah kurang. Hal inilah yang akan berdampak buruk terhadap kinerja aparat dalam melaksanakan tugas-tugasnya.17

c. Terbatasnya Aparatur Pelaksana

Aparatur di dinas tata kota dan bangunan serta instansi yang terlibat yakni sebagai pelaksana tugas dalam pelayanan IMB itu sendiri secara kuantitas masih kurang proporsional, hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan kepala bidang tata bangunan dan perizinan pada dinas tata kota, yang menyatakan bahwa jumlah aparat yang tersedia tidak sesuai dengan beban kerja yang ada.

d. Dana operasional

15 Hasil wawancara dengan Agus Mulyono Sekretaris Dinas Cipta Karya dan

Pertambangan Kabupaten Deli Serdang

16 Hasil wawancara dengan Agus Mulyono Sekretaris Dinas Cipta Karya dan

Pertambangan Kabupaten Deli Serdang

17 Hasil wawancara dengan Agus Mulyono Sekretaris Dinas Cipta Karya dan

(13)

Sebagaimana dari faktor-faktor yang telah diuraikan diatas, faktor dana operasionalpun sangat besar pengaruhnya terhadap pencapaian tujuan pelaksanaan pelayanan IMB. Dari hasil temuan dilapangan bahwa dana opersional dalam pelaksanaan tugas pelayanan pemberian IMB khususnya pada dinas tata kota dan bangunan kurang mencukupi, itu dapat dilihat pada sarana dan prasarana yang masih kurang, kesejahteraan pegawai yang dirasa masih rendah misalnya pembiayaan untuk biaya BBM,serta adanya kegiatan rutin yang tersendat-sendat seperti peninjauan dan pengawasan ke lokasi karena keterbatasan anggaran. Untuk itu dana operasional yang dimaksud perlu mendapat perhatian utama dari pemerintah dalam rangka merealokasi dana-dana kegiatan pembangunan daerah.

e. Kurangnya kesiapan pembiayaan Masyarakat.

Biaya Adimistrasi merupakan kendala yang dialami oleh para masyarakat yang tidak mempunyai uang dan berpendapatan kecil. Sesuai realita yang ada pada pembahasan sebelumnya bahwa memang di kota Kabupetan Deli Serdang masih banyak masyarakat yang sudah membangun namun belum memiliki IMB, yang paling menonjol adalah pada kecamatan Galang, kecamatan Pagar Merbau, dan Kecamatan Percut Sei Tuan, yang dimana partisipasi ke tiga kecamatan tersebut sangatlah kurang dalam tiap tahunnya, ini disebabkan karena ketidak mampuan dalam membayar retribusi IMB dan rata-rata tingkat pendapatan mereka tergolong kecil.

B. Solusi dalam mengatasi hambatan dalam Pemberian Izin Bangunan Kantor Perizinan Administrasi Pelayanan maupun di Dinas Tata Ruang dan Bangunan Kota Kabupaten Deli Serdang, solusi yang diberikan oleh petugas ketika masyarakat pengguna jasa menghadapi kesulitan dalam pelayanan ialah memberikan informasi yang di butuhkan oleh pengguna jasa dan baru segera membantu menyelesaikan. Jika ada pengguna jasa menghadapi kesulitan dalam pelayanan, maka kami akan memberikan informasi yang di butuhkan dan segera membantu18

18 Hasil wawancara dengan Agus Mulyono Sekretaris Dinas Cipta Karya dan

(14)

Tidak lengkapnya persyaratan yang telah tentukan, membuat masyarakat pengguna jasa tertolak untuk menindaklanjuti pelayanannya. Sehingga, petugas lebih memilih untuk mengarahkan pengguna jasa melengkapi berkas yang belum terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa solusi pelayanan yang diberikan petugas masih berkiblat pada aturan. Aparat pelayanan yang bertindak atas dasar prinsip peraturan menjadi bersikap kaku dan tidak mendorongnya kreativitas dalam pemberian pelayanan. Berikut penuturan petugas terhadap adanya pemohon yang tidak memenuhi persyaratan. Ada kalanya pemohon datang dengan membawa berkas yang tidak lengkap, maka dengan segera kami memintanya untuk melengkapi berkas terlebih dahulu. Tapi ada juga pemohon yang bersikeras berkasnya dapat diterima, namun belum memenuhi persyaratan, jelas itu tidak bisa kami lakukan.19

Penolakan pelayanan yang terjadi di birokrasi dengan dalih berkas dokumen pengguna jasa yang dibawa tidak lengkap dengan persyaratan pelayanan yang telah ditentukan, sebenarnya lebih cenderung karena gagalnya misi pemberian informasi secara akurat kepada masyarakat pengguna jasa. Salah satu penolakan pelayanan yang sering terjadi ialah kesalahan gambar rumah. Ada persyaratan tertentu yang harus dilampirkan dalam gambar rumah, misalnya jumlah lantai Fungsi/klasifikasi bangunan gedung; Luas lantai dasar bangunan gedung; Total luas lantai bangunan gedung; Ketinggian/jumlah lantai bangunan gedung; dan Rencana pelaksanaan. Seringya terjadi kesalahan gambar lebih disebabkan karena birokrasi telah gagal dalam menyampaikan informasi bagaimana pengukuran gambar rumah yang sebenarnya diinginkan.

Ketika pengguna jasa mengalami kesulitan dalam memperoleh pelayanan, maka petugas akan membantu pengguna jasa meskipun harus menunggu lama agar kesulitannya segera diatasi. Berikut hasil penuturan narasumber terhadap kesulitan yang ia alami :

“… sebenarnya saya urus IMB sudah lama, dan kebetulan teman saya yang menguruskan. Saya mengambil formulir IMB di kelurahan yang katanya kalo mau

19 Hasil wawancara dengan Agus Mulyono Sekretaris Dinas Cipta Karya dan

(15)

urus IMB saya harus ambil formulir ini, jadi saya bayar kurang lebih Rp 100.000. Namun, saya dapat info dari teman yang lain bahwa biaya yang harus saya keluarkan untuk IMB tidaklah sebanyak yang dikatakan teman yang menguruskan saya, jadi saya merasa dirugikan. Namun, petugas dengan segera mendengarkan keluhan saya dan membantu menyelesaikan persoalan saya”.20

Solusi pelayanan yang diberikan oleh aparat akan lebih cepat jika pengguna jasa kenal dengan aparat. “…. Kebetulan saya punya teman disini, jadi dia yang bantu saya mengurus IMB “.21

Selain bagian pelayanan administrasi IMB di KPAP saya juga ditunjuk sebagai tim ferivakasi keuangan di Dinas Tata Ruang dan Bangunan Aparat birokrasi yang ideal adalah aparat birokrasi yang tidak dibebani oleh tugas-tugas kantor lain di luar tugas pelayanan kepada masyarakat. Aparat pelayanan yang ideal juga seharusnya tidak memiliki kegiatan/ pekerjaan lain yang dapat mengganggu tugas-tugas pelayanan. Menurut penuturan Sekretasis DTRB Kabupaten Deli Serdang, masih ada beberapa petugas yang mempunyai tugas merangkap.22

Selain itu, pengguna jasa dibiarkan menunggu dengan alasan petugas yang bersangkutan lagi sementara mengikuti rapat dan sedang dipanggil oleh pimpinan. Penuturan seorang aparat menunjukkan bahwa prioritas pengguna jasa tergantung dari tingkat kepentingannya. “jika sedang melayani masy arakat pengguna jasa dan pimpinan memanggil, maka pelayanan diselesaikan terlebih dahulu baru menghadap ke atasan, namun jika panggilan pimpinan bersifat urgen dan segera, maka harus segera dipenuhi. Sebenarnya semua tergantung pada tingkat kepentingan”23

Aparat birokrasi dalam memberikan pelayanan publik seringkali masih menerapkan standar nilai atau norma pelayanan secara sepihak, seperti pemberian

20 Hasil wawancara dengan Agus Mulyono Sekretaris Dinas Cipta Karya dan

Pertambangan Kabupaten Deli Serdang

21 Hasil wawancara dengan Agus Mulyono Sekretaris Dinas Cipta Karya dan

Pertambangan Kabupaten Deli Serdang

22 Hasil wawancara dengan Agus Mulyono Sekretaris Dinas Cipta Karya dan

Pertambangan Kabupaten Deli Serdang

23 Hasil wawancara dengan Agus Mulyono Sekretaris Dinas Cipta Karya dan

(16)

pelayanan kecenderungan yang terjadi adalah lemahnya komitmen aparat birokrasi untuk akuntabel terhadap masyarakat yang dilayaninya. Salah satu faktor penyebab yang menjadikan rendahnya tingkat akuntabilitas birokrasi adalah terlalu lamanya proses indoktrinasi kultur birokrasi yang mengarahkan aparat birokrasi untuk selalu melihat ke atas. Selama ini aparat birokrasi tidak pernah merasa bertanggungjawab kepada publik, melainkan bertanggungjawab kepada pimpinan atau atasannya.

Tugas atau kegiatan kantor aparat terbukti banyak merugikan kepentingan pelayanan dari masyarakat pengguna jasa. Dengan adanya pemberian kegiatan di luar tugas pokok pelayanan, aparat birokrasi menjadi cenderung mengabaikan kepentingan pengguna jasa. Namun, di lain sisi masyarakat pengguna jasa berpendapat bahwa pemenuhan kepentingan pengguna jasa setidaknya telah mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. “….. kalo melihat sikap petugas terhadap masyarakat, jelas sangat berbeda dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Dahulu, petugas terkesan acuh tak acuh kepada masyarakat dan tdak respon terhadap keinginan kami untuk mendapatkan pelayanan. Namun, kini sudah ada perbaikan karena ketika saya datang mereka segera menanyakan apa kepentingan saya”.24

Sebagaimana diketahui tak mungkin bagai para atasan untuk merekam semua tingkah laku dari semua anak buahnya, secara terus menerus, selama ia menjadi pimpinan. Mengulur-ulur waktu kerja adalah pelanggaran. Pelanggaran memang harus ditindak. Membiarkan terjadinya pelanggaran adalah juga merupakan pelanggaran. Namun adalah sangat bijaksana apabila penindakan yang dilakukan haruslah memperhatikan hal-hal berikut :

a. dilakukan secara objektif, mempertimbangkan motivasi pelanggaran yang telah dilakukan;

b. harus dapat menunjukkan kesalahan dan kekeliruan atau kekhilafan yang telah diperbuat;

c. harus dapat menunjukkan ketentuan yang berlaku yang telah dilanggar;

24 Hasil wawancara dengan Agus Mulyono Sekretaris Dinas Cipta Karya dan

(17)

d. hukuman yang dikenakan harus setimpal dengan kesalahan yang diperbuat sehingga dirasakan adil;

e. teknik pendisiplinan tidak merendahkan martabat seseorang di mata Pegawai Pegawai Pegawai yang lainnya;

f. tindakan disiplin haruslah bersifat mendidik dan untuk memperbaiki; g. tindakan disiplin dilakukan dalam suasana yang tidak emosional.

Kedisiplinan merupakan hal yang sangat mutlak bagi kehidupan Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya dalam tulisan ini disebut PNS). Hal tersebut dikarenakan PNS sebagai pemerintah yang wajib dijadikan panutan bagi masyarakat luas, artinya bahwa pemerintah sebagai pemimpin masyarakat dalam menjalani kehidupan bernegara. Terlebih bagi PNS dilingkungan Pemerintah Kabupaten Deli Serdang yang menangani Pemberian Izin IMB hal itu sangat penting, keteladanan pimpinan dalam melakukan supervisi dan menyelesaikan semua pekerjaan dibidangnya akan memacu anak buah untuk segera mengerjakan pekerjaannya, termasuk diantaranya adalah memberikan Izin IMB bagi masyarakat sukamara. Terciptanya kedisiplinan dalam tubuh PNS tidak dapat terlepas dari peran pemimpin. Pemimpin yang dapat memberikan contoh bedisiplin sehari-hari adak dapat dijadikan sebagai sauri tauladan bagi bawahannya. Pentingnya kepemimpinan yang dapat dijadikan tauladan, beliau menyatakan bahwa pemimpin adalah pangkal utama dan pertama penyebab daripada kegiatan, proses atau kesediaan untuk merubah pandangan atau sikap (mental, fisik) daripada kelompok orang-orang baik dalam organisasi formal maupun informal.

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pemerintah Daerah Sebagai Pelaksana Birokasi Pemerintahan Di Daerah. Pelaksanaan otonomi daerah itu diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumberdaya masing-masing serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, sesuai prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman antar daerah.

(18)

Kebijakan nasional mengenai otonomi daerah dan pemerintahan daerah ini, telah dituangkan dalam bentuk UU No.12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

2. Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006. Dalam proses pengurusan IMB, ada bebrapa hal yang harus diketahui yaitu persyaratan IMB serta prosedur pengurusan IMB.

3. Kendala-kendala dalam penerbitan izin mendirikan bangunan Di Deli Serdang antara lain : Belum Dilakukan pola pelayanan prima satu Atap, Kurangnya sarana dan prasarana, Terbatasnya Aparatur Pelaksana, Dana operasional dan Kurangnya kesiapan pembiayaan Masyarakat.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, maka adapun saran-saran yang berkaitan dengan Prosedur Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 14 Tahun 2006 (Studi Kabupaten Deli Serdang) dalam proses pelayanan, adalah sebagai berikut :

1. Menyangkut masalah proses pengurusan izin mendirikan bangunan, Pemerintah Kabupaten Deli Serdang sebaiknya membuat suatu peraturan atau regulasi yang memberikan kuasa penuh kepada Kantor Pelayanan Administrasi Perizinan Kabupaten Deli Serdang untuk mengeluarkan izin dengan menempatkan tenaga-tenaga teknis pada tiap-tiap jenis perizinan. 2. Untuk menghindari terjadinya pungutan-pungutan liar dalam pembuatan surat

keterangan bebas sengketa yang merupakan syarat administrasi dalam proses pengurusan izin mendirikan bangunan (IMB) di Kabupeten Deli Serdang. 3. Agar perilaku aparatur dalam melayani masyarakat, PEmerintah harus

melakukan pembinaan bagi aparatur-aparatur dari segi etika dalam melayani masyarakat. Pembinaan etika yang dilakukan, yang pertama harus difokuskan

(19)

pada aparat-aparat di kantor-kantor kelurahan dan kecamatan sebagai garda terdepan dari birokrasi pelayanan public

DAFTAR PUSTAKA

Dwiyanto, Agus, “Reformasi Birokrasi Publik” Yogyakarta : Galang Printika Yogyakarta,2002.

Ibrahim, Jhonny. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publishng, 2006.

Juniarso, Ridwan. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung: Nuansa, 2009.

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media, 2010.

Pudyatmoko, Y.Sri. Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan, Grasindo, Jakarta, 2009.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamadji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu

Tinjauan Singkat, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2009.1

Kepmenpan, “Keputusan Menteri PAN Nomor. 26/KEP/M.PAN/6/2004 tentang

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik”.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pernyataan tersebut menunjukkan bahwa informan mengetahui secara jelas prosedur pelayanan dilakukan dimana dan memahami secara pasti tentang pemberian surat

memberikan pelayanan yang tepat dan secepat mungkin kepada setiap masyarakat yang datang untuk mengurus surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB), tapi karna kakak

Pelayanan Perizinan yang diberikan kepada masyarakat melalui

Kehandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan. tingkatpengetahuan yang sesuai dengan

(5) Tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah pemberian layanan perizinan IMB menggunakan indeks berdasarkan fungsi, klasifikasi,

Hasil penelitian dapat dilihat bahwa Penyampaian pelayanan informasi mengenai IMB masih tergolong sulit dipahami oleh masyarakat, karena kemampuan petugas khususnya

Penyelenggaraan pemerintahan pada kenyataan memiliki banyak ragam serta tingkat kerumitannya tergantung pada jenis dan jenjang pemerintahan yang di jabat. Dalam hal ini

2011 Tentang Pendelegasian Sebagian Wewenang Bupati Kepada Camat Sehingga kebiasaan masyarakat tersebut harus diubah dengan diberikan penjelasan dan pemahaman melalui sosialisasi dari