• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN SEL DARAH MERAH DOMBA EKOR TIPIS YANG DIINFEKSI LARVA INFEKTIF (L 3 ) Haemoncus contortus PIKA SATI SURYANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN SEL DARAH MERAH DOMBA EKOR TIPIS YANG DIINFEKSI LARVA INFEKTIF (L 3 ) Haemoncus contortus PIKA SATI SURYANI"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN SEL DARAH MERAH DOMBA EKOR TIPIS

YANG DIINFEKSI LARVA INFEKTIF (L3)

Haemoncus contortus

PIKA SATI SURYANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Sel Darah Merah Domba Ekor Tipis yang Diinfeksi Larva Infektif (L3)

Haemoncus contortus adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Pika Sati Suryani NIM B04100083

(4)

ABSTRAK

PIKA SATI SURYANI. Gambaran Sel Darah Merah Domba Ekor Tipis yang Diinfeksi Larva Infektif (L3) Haemonchus contortus. Dibimbing oleh

YUSUF RIDWAN dan ELOK BUDI RETNANI.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh derajat infeksi H. contortus terhadap gambaran jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan

nilai hematokrit pada domba ekor tipis. Sebanyak 20 ekor domba ekor tipis jantan berumur 6–8 bulan dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu kelompok kontrol tidak diinfeksi larva infektif (L3) dan kelompok infeksi L3 dengan dosis

500 L3, 1000 L3, 2000 L3 dan 4000 L3. Sampel darah dan tinja dikumpulkan sekali

setiap minggu selama tujuh minggu setelah infeksi. Sampel darah diperiksa untuk mengetahui jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Sampel tinja juga diperiksa untuk menghitung jumlah telur tiap gram tinja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis infeksi L3 mempengaruhi nilai hematokrit

(P<0.05), namun tidak mempengaruhi jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (P>0.05). Jumlah telur tiap gram tinja (TTGT) berkorelasi negatif namun lemah dengan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit (P<0.05; R<0.50).

Kata kunci: Domba, gambaran darah, H. contortus, hematokrit, hemoglobin ABSTRACT

PIKA SATI SURYANI. The Red Blood Cells Profile of Infected Javanese Thin Tailed Sheep with Haemonchus contortus Larvae Infective. Supervised By YUSUF RIDWAN and ELOK BUDI RETNANI

This research was conducted to investigate the effect of H. contortus infection to red blood cell profil of Javanese thin tail sheep. The total of 20 males of Javanese thin tailed sheep age 6-8 months were grouped into five groups namely not infected control group and infective group of 500 L3, 1000 L3, 2000 L3

and 4000 L3. The samples of blood and fecal were collected weekly for seven

weeks. The blood samples were examined to determine the total of red blood cells, hemoglobin levels and pack cell volume, whereas fecal samples to determine egg per gram. The results showed that the infection dose had the effect to pack cell volume, but the total of red blood cells and hemoglobin levels were not significantly different. The amount of egg per gram were negatively correlated with the red blood cells, hemoglobin level and pack cell volume.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

GAMBARAN SEL DARAH MERAH DOMBA EKOR TIPIS

YANG DIINFEKSI LARVA INFEKTIF (L3)

Haemoncus contortus

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Gambaran Sel Darah Merah Domba Ekor Tipis yang Diinfeksi Larva Infektif (L3) Haemoncus contortus

Nama : Pika Sati Suryani

NIM : B04100083

Disetujui oleh

Dr Drh Yusuf Ridwan, MSi Pembimbing I

Dr Drh Elok Budi Retnani, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Wakil Dekan FKH IPB

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Gambaran Sel Darah Merah Domba Ekor Tipis yang Diinfeksi Larva Infektif (L3)

Haemonchus contortus.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Drh Yusuf Ridwan, MSi dan Ibu Dr Drh Elok Budi Retnani, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, ilmu, waktu dan kesabaran yang diberikan selama penelitian dan penyusunan

skripsi ini. Di samping itu, penulis juga berterima kasih kepada Dr Dra Ietje Wientarsih, Apt MSc selaku dosen pembimbing akademik

atas bimbingan dan nasihat selama ini. Terima kasih kepada teman-teman sepenelitian Siti Holijah Rangkuti, Eniza Rukisti dan Hayatullah Frio Marten. Tidak lupa penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Sulaeman dan Bapak Kosasih serta staf-staf Laboratorium Fisiologi, FKH, yang telah banyak membantu selama penelitian. Ucapan terima kasih yang tidak terhingga penulis sampaikan kepada orang tua mamah Ai Suryawati, Bapak Hamdani, adik-adik Atin Supartini, Ahmad Sahrul Ramdhani, Mugnil Muhtaji dan Muhammad Aziz Sya’bani atas segala doa, dukungan, kasih sayang dan semangat yang diberikan.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat Shoviatun Nisa, Puti Puspitasari, Anisa Hasby Fauzia, keluarga bawang tercinta, kosan ukhuwah

dan teman-teman Acromion 47 atas segala kebersamaan.

Skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, Penulis terbuka menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, November 2014 Pika Sati Suryani

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 Manfaat Penelitian 2 METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Hewan Coba 2

Rancangan Penelitian 2

Infeksi Larva Infektif (L3) H. contortus 3

Perhitungan Jumlah Sel Darah Merah 3

Penentuan Kadar Hemoglobin 4

Penentuan Nilai Hematokrit 4

Pemeriksaan Sampel Tinja 4

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Infeksi Larva Infektif (L3) H. contortus 5

Gambaran Jumlah Sel Darah Merah 6

Gambaran Kadar Hemoglobin 7

Gambaran Nilai Hematokrit 9

SIMPULAN 11

DAFTAR PUSTAKA 11

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Grafik rataan jumlah telur tiap gram tinja (TTGT) domba per kelompok dosis infeksi larva infektif (L3) minggu kenol sampai ketujuh

5 2 Grafik rataan jumlah sel darah merah domba per kelompok dosis infeksi

larva infektif (L3) minggu kenol sampai ketujuh

6 3 Grafik korelasi TTGT dengan jumlah sel darah merah (SDM) 7 4 Grafik rataan kadar hemoglobin domba per kelompok dosis infeksi larva

infektif (L3) minggu kenol sampai ketujuh

8 5 Grafik korelasi TTGT dengan kadar hemoglobin (Hb) 9 6 Grafik rataan nilai hematokrit domba per kelompok dosis infeksi larva

infektif (L3) minggu kenol sampai ketujuh

10 7 Grafik korelasi TTGT dengan nilai hematokrit (PCV) 10

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang mengalami peningkatan jumlah populasi yang tinggi jika dibandingkan dengan ternak ruminansia lainnya di Indonesia. Data badan pusat statistik (2013) menyebutkan bahwa pertumbuhan domba nasional tahun 2009-2013 sebanyak 17.61% dengan populasi domba tahun 2013 mencapai 14 560 000. Peningkatan pertumbuhan tersebut belum mampu mengimbangi kebutuhan konsumsi daging yang terus meningkat seiring jumlah penduduk yang terus bertambah. Umumnya, peternakan domba di Indonesia merupakan usaha sampingan yaitu bagian dari usaha pertanian. Ternak ini sebagian besar dipelihara secara semi-intensif dengan membiarkan domba berkeliaran di sekitar pekarangan rumah pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari. Domba yang dipelihara dengan cara tersebut, mudah terinfeksi parasit diantaranya Haemonchus contortus.

Haemonchus contortus merupakan cacing nematoda yang dapat menyebabkan haemonchosis. Penyakit ini menyerang ternak ruminansia, terutama domba dan kambing (Ahmad 2005). Haemonchosis menimbulkan banyak kerugian diantaranya pertumbuhan domba terhambat, turunnya kinerja reproduksi, mudah terpapar penyakit lainnya hingga menyebabkan kematian ternak (Browning 2006). Larva infektif (L3) H. contortus yang tertelan melepaskan

kutikula di rumen dan berkembang menjadi larva stadium keempat (L4) di

abomasum. Larva stadium keempat (L4) menempel pada abomasum dan mulai

menghisap darah. Larva stadium keempat (L4) berkembang kembali menjadi larva

stadium kelima (L5) yang menempel pada mukosa abomasum, lalu berkembang

menjadi cacing dewasa. Cacing dewasa di abomasum tersebut juga menghisap darah dan mengeluarkan sekret antikoagulan. Dengan demikian, domba terus kehilangan darah walaupun cacing tidak mengait lagi hingga terjadi perdarahan. Perdarahan oleh cacing dapat menyebabkan penurunan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Sehubungan dengan hal itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh derajat infeksi H. contortus terhadap perubahan gambaran sel darah merah pada domba ekor tipis.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh derajat infeksi H. contortus terhadap perubahan jumlah sel darah merah, kadar haemoglobin dan

(12)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi ilmiah tentang gambaran jumlah sel darah merah, kadar hematokrit dan nilai hemoglobin pada domba ekor tipis akibat infeksi H. contortus.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober tahun 2013. Tempat pemeliharaan domba di kandang ruminansia kecil milik unit pengelola hewan laboratorium (UPHL), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Adapun analisis sampel darah dan tinja dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Hewan Coba

Penelitian ini menggunakan dua puluh ekor domba ekor tipis jantan yang berumur 6-8 bulan, dengan berat badan antara 14-19 kg. Hewan coba dibebascacingkan dengan pemberian anthelmintika Albendazol® selama tiga hari berturut-turut. Sebelum perlakuan infeksi, pemeriksaan tinja dilakukan untuk membuktikan bahwa domba bebas cacing termasuk cacing H. contortus. Selama penelitian berlangsung, domba dikandangkan dalam kandang kelompok sebanyak empat ekor domba/kandang. Hewan coba diberi pakan rumput gajah sebanyak dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari serta air minum secara ad libitum.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama empat bulan. Hewan coba dibagi secara acak menjadi lima kelompok yang masing-masing terdiri dari empat ekor/kelompok. Kelompok kontrol tidak diinfeksi L3 dan kelompok yang diinfeksi

L3 dengan dosis 500 L3, 1000 L3, 2000 L3 dan 4000 L3. Infeksi L3 H. contortus ini

dilakukan sebanyak satu kali infeksi hingga akhir penelitian. Pengambilan sampel darah dan tinja dilakukan sekali setiap minggu selama tujuh minggu. Sampel darah diambil pada pagi hari dari vena jugularis untuk pemeriksaan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Sampel tinja juga diambil pada pagi hari untuk menghitung jumlah telur tiap gram tinja (TTGT).

(13)

3 Infeksi Larva Infektif (L3) H. contortus

Penyediaan L3 H. contortus

Cacing H. contortus dewasa dikumpulkan dari lumen dan kerokan abomasum yang diperoleh dari tempat pemotongan hewan, Empang, Bogor. Sebelum penggerusan, cacing H. contortus dewasa betina dipisahkan dari cacing H. contortus dewasa jantan. Penggerusan cacing H. contortus dewasa betina menggunakan gerusan hipofise untuk memperoleh telur cacing. Telur cacing H. contortus yang terkumpul dipupuk menggunakan media tinja sapi yang bebas cacing dicampur vermikulit dengan perbandingan 1:3. Pupukan tersebut dibiarkan selama seminggu pada suhu kamar dan ditambahkan NaCl fisiologis dua hari sekali supaya terjaga kelembabannya. Pengumpulan L3 dilakukan dengan metode

Baermann dan ditunggu selama 12 jam. Larva yang terkumpul disimpan dalam lemari es (4-5oC) sebelum digunakan untuk infeksi.

Penghitungan dosis dan infeksi L3

Menjelang infeksi, dilakukan penghitungan jumlah L3 secara mikroskopik.

Penghitungan jumlah L3 dilakukan dengan cara mengambil beberapa mikroliter L3

ke atas objek glass dan tambahkan akuades kemudian dihitung mikroskopik. Hal ini dilakukan sebanyak lima kali ulangan. Larva cacing yang diperoleh kemudian diinfeksikan pada masing-masing domba dengan dosis 500 L3, 1000 L3, 2000 L3

dan 4000 L3. Adapun kelompok kontrol diinfeksi dengan pemberian akuades.

Infeksi L3 diberikan secara peroral menggunakan sonde lambung ke dalam

abomasum.

Penghitungan Jumlah Sel Darah Merah

Penghitungan jumlah sel darah merah dilakukan menggunakan metode hemositometer dengan kamar hitung Neubauer. Darah dihisap dengan aspirator sampai skala 0.5, lalu ditambahkan larutan pengencer hayem dan dihisap sampai batas tera 101. Pipet yang berisi darah dan larutan pengencer tersebut diposisikan mendatar dan dihomogenkan dengan membuat gerakan angka 8 sebanyak empat kali. Setelah homogen, cairan dibuang sebanyak 3-5 tetes, kemudian dimasukan ke dalam kamar hitung dengan menyentuhkan ujung pipet secara hati-hati pada tepi dataran kaca penutup dan dibiarkan selama beberapa menit supaya sel-sel darah merah mengendap sempurna. Pemeriksaan jumlah eritrosit dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Lima kotak yang dihitung adalah empat kotak disudut dan satu kotak di tengah. Hasil penghitungan terakhir adalah jumlah seluruh sel darah merah dari lima kotak tersebut (m butir) dikalikan 10 000 per ml, sehingga diperoleh jumlah eritrosit per ml.

(14)

4

Penghitungan Kadar Hemoglobin

Penghitungan kadar hemoglobin dilakukan dengan menggunakan metode Sahli. Tabung Sahli diisi HCl 0.1 N sampai skala 10. Darah dihisap menggunakan pipet Sahli sebanyak 0.02 ml dan dimasukkan ke dalam tabung Sahli, kemudian ditambahkan akuades dan diaduk hingga homogen. Penambahan akuades dilakukan sampai warnanya sama dengan warna standar. Setelah warnanya sama miniskus atas, dibaca secara langsung dengan melihat pada gram% yang menunjukan kadar hemoglobin dalam seratus ml darah.

Penghitungan Nilai Hematokrit

Penghitungan nilai hematokrit dilakukan menggunakan metode mikrohematokrit. Darah diambil menggunakan mikrohematokrit tabung kapiler dengan menyentuhkan ujungnya secara mendatar pada darah, kemudian disumbat menggunakan parafin. Tabung mikrohematokrit yang berisi darah disentrifuse selama 5 menit dengan kecepatan 10 000 rpm. Nilai hematokrit ditentukan dengan menggunakan alat pembaca mikrohematokrit.

Pemeriksaan Sampel Tinja

Pemeriksaan sampel tinja dilakukan untuk mengetahui jumlah telur tiap gram tinja (TTGT) dengan menggunakan metode apung McMaster. Sampel tinja ditimbang sebanyak 2 gram dan ditambahkan larutan gula garam ke dalam gelas sebanyak 58 ml. Suspensi tinja dimasukkan ke dalam kamar hitung McMaster setelah dihomogenkan terlebih dahulu, kemudian dibiarkan selama 2-3 menit, sebelum diperiksa mikroskopik. Pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan perbesaran 40 kali. Jumlah telur tiap gram tinja (TTGT) dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Analisis Data

Pengaruh dosis L3 H. contortus terhadap jumlah sel darah merah, kadar

hemoglobin dan nilai hematokrit dianalisis dengan analisis sidik ragam (anova) menggunakan software SPSS 16. Adapun hubungan derajat infeksi (nilai TTGT) dengan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit dianalisis menggunakan korelasi Pearson dengan software Minitab pada taraf nyata 5%.

(15)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Infeksi Larva Infektif H. contortus

Keberhasilan infeksi larva infektif H. contortus ditandai dengan ditemukannya telur cacing dalam tinja. Hasil pemeriksaan TTGT setiap minggu secara umum menunjukkan semakin tinggi dosis infeksi, semakin rendah jumlah TTGTnya. Hasil pemeriksaan tinja menunjukkan bahwa telur cacing pada domba dengan dosis 500 L3, 1000 L3 dan 2000 L3, mulai ditemukan pada minggu pertama

setelah infeksi. Adapun pada domba dengan dosis infeksi 4000 L3 telur cacing

baru ditemukan minggu kedua setelah infeksi. Kelompok infeksi dengan dosis 500 L3 selama periode penelitian menunjukkan jumlah TTGT paling tinggi,

sedangkan pada dosis infeksi 4000 L3 menunjukkan jumlah TTGTnya terendah.

Jumlah TTGT pada infeksi 1000 L3 dan 2000 L3 relatif sama hingga akhir

penelitian (Gambar 1).

Gambar 1 Grafik rataan jumlah telur tiap gram tinja (TTGT) domba per kelompok dosis infeksi larva infektif (L3) minggu kenol sampai ketujuh

Jumlah rataan TTGT pada kelompok infeksi dengan dosis 4000 L3 mencapai

puncaknya pada minggu ketiga, sementara kelompok infeksi dengan dosis 500 L3

puncak TTGT tercapai pada minggu keempat. Hasil tersebut sesuai dengan laporan Barger et al (1985) bahwa domba yang diinfeksi dengan dosis larva infektif tinggi cenderung mempercepat puncak produksi telur cacing. Retnani et al. (1996) melaporkan bahwa dosis yang tinggi menyebabkan produksi TTGT yang dihasilkan rendah.

(16)

6

Gambaran jumlah sel darah merah

Sel darah merah memiliki fungsi mengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh tubuh dan mengangkut karbondioksida dari jaringan ke paru-paru. Sel darah merah juga berfungsi dalam mengangkut nutrisi untuk didistribusikan ke seluruh tubuh, sehingga apabila jumlah sel darah merah yang beredar di dalam tubuh berkurang maka asupan nutrisi untuk tubuh juga berkurang. Jumlah sel darah merah di dalam tubuh berkurang diduga berkaitan dengan adanya infeksi cacing dalam jumlah besar, jumlah cacing yang dihasilkan maupun tingkat resistensi. Rataan jumlah sel darah merah domba yang diinfeksi maupun yang bertindak sebagai kontrol dari minggu kenol sampai minggu ketujuh disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Grafik rataan jumlah sel darah merah domba per kelompok dosis infeksi larva infektif (L3) minggu kenol sampai ketujuh

Hasil penghitungan jumlah sel darah merah setiap minggu menunjukkan jumlah yang berfluktuasi. Pola fluktuasi jumlah sel darah merah dari setiap kelompok memiliki pola yang relatif sama. Jumlah sel darah merah mengalami penurunan pada minggu pertama setelah infeksi, kemudian mengalami peningkatan pada minggu kedua diikuti penurunan sampai akhir penelitian. Hal ini diduga pada minggu pertama setelah infeksi tubuh mengalami kehilangan darah secara drastis. Penurunan jumlah sel darah merah ini dapat dipengaruhi oleh faktor selain infeksi L3 H. contortus di antaranya kondisi fisiologis, umur, pakan,

suhu dan cuaca (Sumantri et al. 2007). Saat tubuh kehilangan darah, pada minggu kedua sistem eritropoietik mulai mampu mengkompensasi darah yang hilang, yang ditandai dengan kenaikan jumlah sel darah merah. Minggu ketiga setelah infeksi, sistem eritropoietik mengalami kelelahan yang disebabkan

kekurangan besi dan juga protein. Kehilangan zat besi dan protein menurut Abbott et al. (1986) terjadi karena domba yang diinfeksi H. contortus selain

kehilangan darah, akan mengalami penurunan nafsu makan. Clark et al. (1962) melaporkan bahwa satu ekor cacing H. contortus mampu menyebabkan domba

7,00 9,00 11,00 13,00 15,00 17,00 19,00 21,00 0 1 2 3 4 5 6 7 S D M (J u ta /m m 3 ) Minggu ke -K 500 L3 1000 L3 2000 L3 4000 L3

(17)

7 kehilangan darah sebanyak 0.049% dalam satu hari. Walaupun terdapat perbedaan jumlah sel darah merah, akan tetapi secara statistik tidak berbeda nyata (P>0.05).

Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah TTGT, semakin rendah jumlah sel darah merahnya (R=0.238; P<0.05). Hal ini diduga karena infeksi rata-ratanya rendah. Umumnya dengan peningkatan jumlah TTGT maka terdapat penurunan jumlah sel darah merah yang tidak terlalu besar. Rataan jumlah sel darah merah setiap tingkat derajat infeksi berada dalam batas normal (Tabel 1), yaitu batas normal jumlah sel darah merah domba sebanyak 9-15 juta/mm3 (Bayers dan Kramer 2010). Korelasi antara TTGT dengan jumlah sel darah merah disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Grafik korelasi TTGT dengan jumlah sel darah merah (SDM)

Gambaran Kadar Hemoglobin

Hemoglobin merupakan pigmen penyebab warna merah pada darah dan berfungsi untuk mennyuplai oksigen ke seluruh tubuh. Umumnya, kadar hemoglobin berbanding lurus dengan jumlah sel darah merah di dalam darah. Rataan kadar hemoglobin domba per kelompok infeksi minggu kenol hingga minggu ketujuh disajikan pada Gambar 4.

R = 0.238 Y = 3649.072 – 162.150X SD M ( Jut a/ m m 3 ) TTGT

(18)

8

Gambar 4 Grafik rataan kadar hemoglobin domba per kelompok dosis infeksi larva infektif (L3) minggu kenol sampai ketujuh

Hasil penghitungan kadar hemoglobin menunjukkan terjadinya penurunan kadar hemoglobin (Hb) pada semua kelompok infeksi hingga minggu kedua setelah infeksi. Hemoglobin mengalami peningkatan pada minggu ketiga setelah infeksi yang kemudian mengalami penurunan hingga akhir penelitian. Penurunan kadar hemoglobin ini terjadi pada semua kelompok infeksi, namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0.05). Hal ini disebabkan jumlah sel darah merah berkurang akibat hisapan cacing H. contortus dewasa. Penurunan atau peningkatan kadar hemoglobin terjadi seiring penurunan atau peningkatan jumlah sel darah merah (Arifin 2013). Peningkatan maupun penurunan produksi hemoglobin dan jumlah sel darah merah dipengaruhi oleh jumlah oksigen di dalam darah (Wientarsih et al. 2013).

Hasil analisis menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah TTGT, semakin rendah kadar hemoglobinnya (R=0.241; P<0.05). Penurunan kadar hemoglobin diakibatkan oleh rusak dan lisisnya jumlah sel darah merah, sehingga hemoglobin langsung dilepaskan dalam darah. Peristiwa keluarnya hemoglobin dari sel darah merah ke cairan sekitarnya disebut hemolisa (Colville dan Bassert 2002). Walaupun terjadi penurunan kadar hemoglobin, namun kadar hemoglobin setiap kelompok perlakuan pada penelitian ini berada dalam kisaran normal kadar hemoglobin domba yaitu 9-15 g/dl (Byers dan Kramer 2010). Korelasi antara jumlah TTGT dengan kadar hemoglobin disajikan pada Gambar 5.

(19)

9

Gambar 5 Grafik korelasi TTGT dengan kadar haemoglobin (Hb)

Gambaran Nilai Hematorit

Nilai hematokrit menunjukkan proporsi relatif eritrosit terhadap plasma yang berhubungan erat dengan jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin (Colviller dan Bassert 2002). Hasil analisis RAL in time menunjukkan bahwa tingkat dosis infeksi yang berbeda mempengaruhi nilai hematokrit (P<0.05), sehingga analisis dilanjutkan dengan uji Duncan (Duncan Multipe Range Test). Nilai hematokrit mulai mengalami penurunan pada minggu pertama setelah infeksi. Perbedaan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hematokrit juga ditunjukkan oleh infeksi 1000 L3, 2000L3 dan 4000 L3. Puncak penurunan nilai

hematokrit terjadi minggu kelima, dengan nilai terendah pada tingkat infeksi dengan dosis 500 L3 (Gambar 6).

R = 0.241 Y = 4203.514 – 269.889X TTGT H b (g r/ d l)

(20)

10

Gambar 6 Grafik rataan nilai hematokrit domba per kelompok dosis infeksi larva infektif (L3) minggu kenol sampai ketujuh

Banyaknya darah yang hilang akibat pendarahan maupun lisisnya sel darah merah diduga menyebabkan sel darah merah yang beredar hanya sel darah menjelang penuaan atau sel darah merah yang rusak. Colville dan Bassert (2002) menyatakan bahwa sel darah merah yang mengalami penuaan dan perubahan bentuk akan mengalami pengurangan volume sel.

Hasil analisis korelasi Pearson menunjukan bahwa semakin tinggi jumlah TTGT, semakin rendah nilai hematokritnya (R=0.406; P<0.05). Walaupun korelasinya lemah, akan tetapi data yang diperoleh menunjukkan terjadinya penurunan nilai hematokrit pada derajat infeksi berat, yaitu 25.93% dibawah rentang normal (Tabel 1). Kisaran normal nilai hematokrit pada domba antara 27-45% (Bayers dan Kramer 2010). Penurunan nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh umur, bangsa, jenis kelamin dan suhu lingkungan (Arifin 2013). Korelasi antara TTGT dengan nilai hematokrit disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Grafik korelasi TTGT dengan nilai hematokrit (PCV) R = 0.406 Y = 7690.453 – 214.998X PC V ( %) TTGT 23 25 27 29 31 33 35 37 0 1 2 3 4 5 6 7 P C V (% ) Minggu ke -K 500 L3 1000 L3 2000 L3 4000 L3

(21)

11

SIMPULAN

Dosis infeksi L3 H. contortus pada domba ekor tipis selama penelitian

berlangsung menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis infeksi, semakin rendah jumlah telur tiap gram tinja (TTGT). Dosis infeksi juga mempengaruhi nilai hematokrit domba, namun tidak mempengaruhi jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin. Jumlah TTGT memiliki hubungan negatif namun lemah dengan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit.

DAFTAR PUSTAKA

Abbott EM, Perkin JJ, Holmes PH. 1986. The effect dietary protein on pathophysiology of acute haemonchosis. Veterinary Parasitology. 20:291-306.

Ahmad RZ. 2005. Pemanfaatan cendawan Arthrobotrys oligospora dan Duddingtonia flagrans untuk pengendalian haemonchosis pada ruminansia kecil di Indonesia. [Laporan]. Bogor (ID): Balai Penelitian Veteriner.

Arifin HD. 2013. Profil darah kambing jawarandu pengaruh substitusi aras daun pepaya (Carica papaya leaf). Surya Agritama. 2:96-104.

Barger IA, Le Jambre LF, Georgi JR, Davies HI. 1985. Regulation of Haemonchus contortus population in sheep exposed to continous infection. International Journal for Parasitology. 15:529-533.

Beriajaya. 2005. Gastrointestinal nematode infections on sheep and goats in West Java, Indonesia. Jurnal Ilmu Ternak Veteriner. 10:293-304.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Populasi Ternak 2000-2013. Jakarta (ID): BPS.

Browning MLL. 2006. Haemonchus contortus (Barber Pole Worm) Infestation in Goats. Alabama A & M University (US): Extension Animal Scientist. Byers SR, Ana Kramer JW. 2010. Normal Hematology of Sheep Ana Goat.

Schalm’s Veterinary Hematology. Edisi keenam. Loa (USA): Blackwell publishing Ltd.

Colville T, Bassert JM. 2002. Clinical Anatomy and Phisiology for Veterinary Technicians. Philadelphia (US): Mosby.

Clark CH, Kiesel GK, Gorby CH. 1962. Measurements of blood los caused Bay Haemonchus contortus infection in sheep. American Journal of Veteriner. 23:977-980.

Retnani EB, Estuningsih S, Esfandiari A. 1996. Pengaruh infeksi Haemonchus contortus terhadap gambaran beberapa komponen darah pada kambing lokal. [Laporan Penelitian OPF]. Bogor (ID): IPB.

Sumantri C, Einstiana A, Salamena JF, Inounu I. 2007. Keragaman dan hubungan phylogenik antar domba lokal di Indonesia melalui pendekatan analisis morfologi. Jurnal Ilmu Ternak Veteriner. 1:42-54.

Wientarsih I, Widhyari SD, Aryanti T. 2013. Kombinasi imbuhan herbal kunyit dan zink dalam pakan sebagai alternatif pengobatan kolibasilosis pada ayam pesaing. Jurnal Veteriner. 14:327-334.

(22)

12

RIWAYAT HIDUP

Pika Sati Suryani dilahirkan di Cihurip, Garut pada tanggal 09 Mei 1992 dari pasangan Hamdani dan Ai Suryawati. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Daarul Ulum, Sukaraja dan dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) 6 Garut hingga selesai pada tahun 2010. Tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan, IPB melalui jalur USMI.

Selama perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi seperti Himpunan Minat dan Profesi Ornithologi dan Unggas (Himpro Ornith) sebagai sekretaris umum dan Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA) sebagai bendahara umum. Penulis juga pernah mengikuti program kreativitas mahasiswa bidang penelitian (PKM-P) sebagai ketua kelompok dan didanai.

Gambar

Gambar  4  Grafik  rataan  kadar  hemoglobin  domba  per  kelompok  dosis  infeksi  larva infektif (L 3 ) minggu kenol sampai ketujuh
Gambar 6 Grafik rataan nilai hematokrit domba per kelompok dosis infeksi larva                   infektif (L 3 ) minggu kenol sampai ketujuh

Referensi

Dokumen terkait

berhubungan dengan pelaksanaan syariat Islam; aparat yang selama ini menjadi backing bisnis minuman keras, pelacuran, dan perjudian; aparat penegak syariat Islam yang

Selanjutnya untuk mengembangkan sistem evaluasi pada diklat Pengembangan Interaksi dan Komunikasi Anak Autis Bandung post-test tidak berperan ganda, sehingga post-test

Tujuan dari pilot project ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis kebutuhan terkait pengembangan pola jenjang karir bagi para perawat manajer,

Dengan kata lain, energi detektor mendeteksi throughput di suatu kanal dengan inputan uncertain noise lebih lambat dikarenakan tidak tahannya energy detektor dengan noise power

reaksi, akan sam a besamya dengan hasil kali dari percepatan benda dan Kp, yaitu yang dapat dikatakan sebagai massa tam bah dari benda untuk gerakan translasi

Analisis Efektivitas, digunakan untuk mengetahui efektivitas pengawasan keuangan daerah oleh Inspektorat Kota Makassar, yaitu dengan menggunakan rasio perbandingan antara

Ketiga pembeli siaga rights issue INTA yang juga pemegang saham INTA, akan mengeksekusi HMETD dengan mengalihkan sebagian saham Petra Unggul sebanyak-banyaknya Rp 232,62

Contoh kasus di atas menunjukkan bahwa kegiatan pemantauan keimigrasian dan operasi lapangan yang berkaitan dengan penindakan keimigrasian yang terencana dengan baik dan sesuai