• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. LANDASAN TEORI. 6 Universitas Kristen Petra"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

2. LANDASAN TEORI

2.1 Kepuasan pada Kompensasi 2.1.1 Pengertian Kompensasi

Kompensasi adalah besarnya balas jasa yang diterima oleh karyawan atas tenaga atau jasa yang telah mereka keluarkan (Koestartyo, Yunita, & Nugroho 2016). Menurut George dan Jones, kompensasi merupakan suatu cara untuk me-ningkatkan prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja karyawan (dalam Sutanto, 2003, p. 47). Kompensasi adalah sesuatu yang dipertimbangkan sebagai sesuatu keseimbangan perhitungan, diberikan kepada pegawai sebagai penghargaan dari pelayanan mereka (Mangkunegara, 2013, p. 83). Menurut Mondy (2008, p. 242) kompensasi merupakan keseluruhan dari penghargaan sebagai imbalan yang dise-diakan atas jasa yang mereka berikan. Kompensasi menurut Ardana, Mujiati, dan Utama (2012, p. 153) adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa atas kontribusinya kepada perusahaan atau organisasi. Kompensasi merupakan perwujudan dari imbalan atau balas jasa yang diberikan atas pekerjaan seseorang. Kompensasi dapat membantu organisasi atau perusahaan mencapai keberhasilan. Bila kompensasi diberikan secara benar dan sesuai dengan kebutuhan serta harapan karyawan, maka mereka akan lebih terpuaskan dengan kompensasi tersebut dan termotivasi untuk berprestasi dengan lebih baik guna mencapai sasaran organisasi dan pribadinya (Sutanto, 2003, p. 47).

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kompensasi

Menurut Mangkunegara (2013, pp. 84–85), terdapat enam faktor yang dapat

mempengaruhi kompensasi, yaitu: 1. Faktor Pemerintah

Peraturan pemerintahan yang berhubungan dengan peraturan standar gaji minimal, pajak penghasilan, penetapan harga bahan baku, biaya transportasi atau angkutan, inflasi maupun devaluasi sangat mempengaruhi perusahaan dalam menentukan kebijakan kompensasi tersebut.

(2)

2. Penawaran bersama antara perusahaan dengan pegawai

Kebijakan dalam menentukan kompensasi dapat dipengaruhi pula pada saat terjadinya tawar menawar mengenai besarnya upah yang harus diberikan oleh perusahaan dalam merekrut pegawai yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan.

3. Standar dan biaya hidup pegawai

Kebijakan kompensasi perlu mempertimbangkan standar dan biaya hidup minimal pegawai. Jika kebutuhan dasar pegawai dan keluarganya terpenuhi, maka pegawai akan merasa aman. Terpenuhinya kebutuhan dasar dan rasa aman memungkinkan pegawai dapat bekerja dengan penuh motivasi untuk mencapai tujuan perusahaan.

4. Ukuran perbandingan upah

Kebijakan dalam menentukan kompensasi dipengaruhi pula oleh ukuran be-sar kecilnya perusahaan, tingkat pendidikan pegawai, masa kerja pegawai. 5. Permintaan dan persediaan

Dalam menentukan kebijakan kompensasi perlu mempertimbangkan tingkat persediaan atau permintaan pasar. Artinya kondisi pasar pada saat itu dija-dikan bahan pertimbangan dalam mementukan tingkat upah pegawai. 6. Kemampuan Membayar

Dalam menentukan kebijakan kompensasi perlu didasarkan pada kemam-puan perusahaan dalam membayar upah pegawai. Artinya jangan sampai menentukan kebijakan kompensasi di luar batas kemampuan yang ada pada perusahaan.

2.1.3 Bentuk-Bentuk Kompensasi

Menurut Purnama (2016), kompensasi dibagi menjadi beberapa bentuk se-bagai berikut:

1. Kompensasi Finansial

Kompensasi finansial merupakan segala sesuatu yang berupa uang atau dapat dinilai dengan uang yang diberikan kepada karyawan karena mereka telah menyumbang tenaga dan pemikiran bagi organisasi. Kompensasi finansial dibagi

(3)

menjadi dua, yaitu berupa kompensasi finansial langsung dan tidak langsung (Purnama, 2016).

Kompensasi finansial langsung terdiri dari: a. Gaji

Gaji adalah kompensasi dalam bentuk uang yang dibayarkan atas tang-gung jawab pekerjaan yang dilakukan. Menurut Purnama (2016), gaji diberikan dengan jangka waktu pembayaran tertentu, misalnya bulanan. b. Insentif

Insentif adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji yang di-berikan oleh organisasi kepada karyawan.

Kompensasi finansial tidak langsung meliputi seluruh imbalan finansial yang tidak termasuk dalam kompensasi finansial langsung. Kompensasi finansial tidak langsung terdiri dari:

a. Tunjangan

Tunjangan adalah kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha un-tuk meningkatkan kesejahteraan mereka seperti tunjangan asuransi ke-sehatan dan jiwa, program pensiun, dan tunjangan lainnya.

b. Fasilitas

Fasilitas adalah sarana pendukung dalam aktivitas perusahaan berben-tuk fisik, dan digunakan dalam kegiatan normal perusahaan. Contoh-contoh fasilitas adalah mess karyawan, kendaraan perusahaan, dan lain-lain.

2. Kompensasi non finansial

Kompensasi non finansial merupakan imbalan kepuasan yang diterima oleh pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan fisik dan psikologis perusahaan. Kom-pensasi non finansial berupa pujian dan promosi.

2.1.4 Pengertian Kepuasan pada Kompensasi

Menurut Djati dan Khusaini (2003), kepuasan individu terhadap kompen-sasi berkaitan dengan harapan dan kenyataan terhadap kompenkompen-sasi. Kompenkompen-sasi yang diterima tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, apabila kompensasi yang

(4)

diterima terlalu kecil jika dibandingkan dengan harapannya. Namun, apabila kom-pensasi yang diterima sesuai dengan harapan, maka akan timbul kepuasan karya-wan pada kompensasi.

2.1.5 Indikator Kepuasan pada Kompensasi

Menurut Meliana dan Sutanto (2015), terdapat empat indikator untuk meng-ukur kepuasan pada kompensasi, yaitu:

1. Kepuasan terhadap Gaji

Gaji adalah hak yang diterima karyawan atas jasa yang telah diberikan ke-pada perusahaan. Kepuasan terhadap pemberian gaji yang memadai kebu-tuhan karyawan dan kesesuaian pemberian gaji atas jasa yang telah dikelu-arkan karyawan dapat mengukur kepuasan pada kompensasi.

2. Kepuasan terhadap Insentif

Insentif adalah tambahan kompensasi di atas atau di luar gaji yang diberikan oleh perusahaan. Kepuasan karyawan terhadap pemberian insentif dapat mengukur kepuasan karyawan pada kompensasi.

3. Kepuasan terhadap Tunjangan

Contoh-contoh tunjangan adalah asuransi kesehatan dan jiwa, program pen-siun, dan tunjangan lainnya yang berkaitan dengan hubungan kepegawaian. Kepuasan karyawan terhadap tunjangan dapat mengukur kepuasan karya-wan pada kompensasi.

4. Kepuasan terhadap Fasilitas

Contoh-contoh fasilitas adalah kenikmatan atau fasilitas seperti mess karya-wan, kendaraan perusahaan, dan lain-lain. Kesesuaian pemberian fasilitas yang memenuhi kebutuhan dan harapan serta kepuasan karyawan dapat mengukur kepuasan karyawan pada kompensasi.

2.2 Motivasi Kerja

2.2.1 Pengertian Motivasi Kerja

Sutrisno (2014, p. 63) menjelaskan bahwa motivasi adalah suatu faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu mo-tivasi sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang. Setiap

(5)

aktivitas yang dilakukan oleh seseorang pasti memiliki suatu faktor yang mendo-rong aktivitas tersebut.

Motivasi mengacu pada proses dimana usaha seseorang diberi energi, di-arahkan, dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu tujuan (Robbins & Coulter, 2010, p. 109). Motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh mem-bangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan ling-kungan kerja (Mangkunegara, 2013, p. 94).

2.2.2 Prinsip Motivasi Kerja

Mangkunegara (2013, p. 100) berpendapat bahwa terdapat beberapa prinsip dalam memotivasi kerja pegawai.

1. Prinsip Partisipasi

Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpartisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin. 2. Prinsip Komunikasi

Pemimpin mengkomunikasikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai akan lebih mudah dimotivasi.

3. Prinsip mengakui andil bawahan

Pemimpin mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil di dalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah dimotivasi kerjanya.

4. Prinsip pendelegasian wewenang

Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewenang kepada pegawai ba-wahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap peker-jaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menja-di termotivasi untuk mencapai tujuan yang menja-diharapkan oleh pemimpin. 5. Prinsip memberi perhatian

Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai ba-wahan, akan memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan oleh pemim-pin.

(6)

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Kerja

Menurut teori dua faktor Herzberg dalam Hasibuan (2013, pp. 228–229), faktor yang mempengaruhi motivasi kerja karyawan, yaitu:

1. Faktor Internal a. Achievement

Prestasi (Achievement) artinya karyawan memperoleh kesempatan un-tuk mencapai hasil yang baik (banyak dan berkualitas) atau berprestasi. Kebutuhan akan prestasi, akan mendorong seseorang untuk mengem-bangkan kreatifitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang optimal. Seseorang akan berpartisipasi tinggi, asalkan memungkinkan untuk hal itu diberi-kan kesempatan.

b. Recognition

Pengakuan (Recognition) artinya karyawan memperoleh pengakuan da-ri pihak perusahaan (manajer) bahwa ia adalah orang yang berprestasi, dikatakan baik, diberi penghargaan, pujian, dimanusiakan dan sebagai-nya. Faktor pengakuan adalah kebutuhan akan penghargaan. Pengaku-an dapat diperoleh melalui kemampuPengaku-an dPengaku-an prestasi sehingga terjadi peningkatan status individu.

c. The work itself

Untuk mencapai hasil karya yang baik, diperlukan orang-orang yang memiliki kemampuan yang tepat. Ini berarti bahwa diperlukan suatu program seleksi yang sehat dalam merekrut karyawan sesuai pada ke-mampuannya.

d. Responsibility

Tanggung jawab (Responsibility) adalah keterlibatan individu dalam usaha-usaha di setiap pekerjaan, seperti kesanggupan dan penguasaan diri sendiri dalam menyelesaikan pekerjaannya. Diukur atau ditunjuk-kan dengan seberapa jauh atasan memahami bahwa pertanggungjawab-an tersebut dilakspertanggungjawab-anakpertanggungjawab-an dalam rpertanggungjawab-angka untuk mencapai tujupertanggungjawab-an.

(7)

e. Advancement

Pengembangan (Advancement) adalah suatu usaha untuk meningkatkan kemampuan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan sesuai dengan kebutuhan pekerjaan atau jabatan melalui pendidikan dan latih-an.

2. Faktor Eksternal a. Wages Salaries

Faktor yang penting untuk meningkatkan prestasi kerja, motivasi, dan kepuasan kerja adalah dengan pemberian kompensasi. Kompensasi ber-dasarkan prestasi dapat meningkatkan kinerja seseorang yaitu dengan sistem pembayaran karyawan berdasarkan prestasi kerja. Kompensasi akan berpengaruh untuk meningkatkan motivasi kerja yang pada akhir-nya secara langsung akan meningkatkan kinerja individu.

b. Working Condition

Kondisi kerja adalah kondisi kerja adalah tidak terbatas hanya pada kondisi kerja di tempat pekerjaan masing-masing seperti kenyamanan tempat kerja, ventilasi yang cukup, penerangan, keamanan, dan lain-lain, akan tetapi kondisi kerja yang mendukung dalam menyelesaikan tugas yaitu sarana dan prasarana kerja yang memadai sesuai dengan si-fat tugas yang harus diselesaikan. Betapapun positifnya perilaku ma-nusia seperti tercermin dalam kesetiaan yang besar, disiplin yang tinggi, dan dedikasi yang tidak diragukan serta tingkat keterampilan yang ting-gi tanpa sarana dan prasarana kerja ia tidak akan dapat berbuat banyak apalagi meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas kerjanya. c. Company Policy and Administration

Kebijakan dan administrasi perusahaan atau organisasi merupakan sa-lah satu wujud umum rencana-rencana tetap dari fungsi perencanaan (planning) dalam manajemen. Kebijakan (Policy) adalah pedoman u-mum pembuatan keputusan. Kebijakan merupakan batas bagi keputus-an, menentukan apa yang dapat dibuat dan menutup apa yang tidak da-pat dibuat. Kebijakan berfungsi untuk menandai lingkungan di sekitar keputusan yang dibuat, sehingga memberikan jaminan bahwa

(8)

kepu-tusan-keputusan itu akan sesuai dan menyokong tercapainya arah atau tujuan

d. Interpersonal Relation

Hubungan antar pribadi (manusia) bukan berarti hubungan dalam arti fisik namun lebih menyangkut yang bersifat manusiawi. Penting bagi manajer untuk mencegah atau mengobati luka seseorang karena miss communication (salah komunikasi) atau salah tafsir yang terjadi antara pimpinan dan pegawai atau antar organisasi dengan masyarakat luas. Salah satu manfaat hubungan antar pribadi atau manusia dalam orga-nisasi adalah pimpinan dapat memecahkan masalah bersama pegawai baik masalah yang menyangkut individu maupun masalah umum orga-nisasi, sehingga dapat menggairahkan kembali semangat kerja dan me-ningkatkan produktivitas.

e. Quality of supervision

Supervisi merupakan suatu upaya pembinaan dan pengarahan untuk meningkatkan gairah dan prestasi kerja. Guna menjamin para pegawai melakukan pekerjaan maka para manajer senantiasa harus berupaya mengarahkan, membimbing, membangun kerja sama, dan memotivasi mereka untuk bersikap lebih baik sehingga upaya-upaya mereka secara individu dapat meningkatkan penampilan kelompok dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

2.2.4 Indikator Motivasi Kerja

Menurut Gondokusumo dan Sutanto (2015), terdapat tiga indikator dalam motivasi kerja:

1. Arah perilaku (direction of behavior)

Perilaku yang dipilih seseorang untuk ditunjukkan. Arah perilaku yang baik, seperti karyawan selalu mentaati aturan perusahaan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi.

2. Tingkat usaha (level of effort)

Tingkat seberapa keras seseorang dalam bekerja. Karyawan yang selalu be-kerja dengan bersungguh-sungguh menunjukkan motivasi be-kerja yang tinggi.

(9)

3. Tingkat kegigihan (level of persistance)

Perilaku yang dipilih seseorang dalam menghadapi rintangan, menggambar-kan usaha yang amenggambar-kan ditempuh seseorang untuk menyelesaimenggambar-kan masalah yang dihadapinya. Karyawan yang bersedia melaksanakan tugas yang di-berikan oleh perusahaan dengan baik dan tanpa mengeluh menunjukkan tingkat kegigihan yang besar. Kegigihan yang besar menunjukkan motivasi kerja yang tinggi.

2.3 Komitmen Organisasional

2.3.1 Pengertian Komitmen Organisasional

Menurut Sutanto dan Gondokusumo (2015), komitmen organisasional me-rupakan suatu keadaan, yang mana seorang karyawan berpihak pada suatu organi-sasi serta tujuan-tujuannya, dan berniat untuk memelihara dan mempertahankan ke-anggotaannya dalam organisasi itu. Ketika karyawan memiliki komitmen organi-sasional yang tinggi, mereka akan memberikan usaha yang maksimal secara suka-rela untuk kemajuan organisasi (Gondokusumo & Sutanto, 2015). Kebanyakan riset telah berfokus pada keterlibatan emosi pada organisasi dan kepercayaan terhadap nilai-nilainya sebagai “standar emas” bagi komitmen pekerja (Robbins & Judge, 2016, p. 47). Mathis dan Jackson (2006) berpendapat bahwa komitmen organisasi-onal merupakan tingkatan dimana karyawan percaya dan menerima tujuan organi-sasional serta berkeinginan untuk selalu bersama organisasi tersebut.

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Komitmen Organisasional

Menurut Greenberg dan Baron komitmen organisasional dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya (dalam Sunyoto, 2012, p. 124) adalah:

1. Karakteristik Pekerjaan

Komitmen organisasi dipengaruhi berbagai karakteristik pekerjaan. Komit-men cenderung lebih tinggi pada karyawan yang mempunyai tanggung ja-wab yang tinggi atas pekerjaan mereka dan kesempatan luas untuk promosi. 2. Sifat Imbalan

Komitmen dipertinggi oleh penggunaan rencana pembagian laba (karyawan menerima bonus sebanding dengan laba) dan di atur secara adil.

(10)

3. Adanya alternatif pekerjaan lain

Semakin besar kesempatan karyawan untuk menemukan pekerjaan lain ma-ka komitmen cenderung makin rendah.

4. Perlakuan perusahaan terhadap pendatang baru

Penggunaan metode rekruitmen yang tepat, komunikasi kuat serta sistem nilai organisasi yang jelas dapat mempengaruhi komitmen.

5. Karakteristik Personal

Pegawai dengan masa jabatan lama akan semakin memiliki komitmen yang tinggi daripada pegawai yang masa kerjanya lebih pendek.

2.3.3 Indikator Komitmen Organisasional

Menurut Sutanto dan Gunawan (2013), terdapat tiga indikator untuk meng-ukur komitmen organisasional:

1. Kebanggaan terhadap perusahaan

Seorang karyawan yang bangga menjadi salah satu anggota di tempat ia be-kerja menunjukkan komitmen organisasional yang tinggi.

2. Kesediaan untuk berpihak atau berkorban bagi perusahaan

Seorang karyawan yang bersedia untuk berpihak atau berkorban demi tu-juan dan kepentingan perusahaan menunjukkan komitmen organisasional yang tinggi.

3. Kesetiaan terhadap perusahaan

Seorang karyawan yang memilih untuk mempertahankan keanggotaannya di suatu perusahaan dan menolak untuk bekerja di tempat lain menunjukkan komitmen organisasional yang tinggi.

2.4 Kedisiplinan Kerja

2.4.1 Pengertian Kedisiplinan Kerja

Hasibuan (2013, p. 193) menyatakan bahwa kedisiplinan kerja adalah ke-sadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Sastrohadiwiryo (2005, p. 291) menjelaskan kedisiplin-an kerja dapat didefinisikkedisiplin-an sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang

(11)

tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepa-danya. Kedisiplinan kerja adalah sikap seseorang yang secara suka rela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi, dia akan me-matuhi atau mengerjakan semua tugasnya dengan baik, bukan atas paksaan. Menu-rut Rivai dan Sagala (2013, p. 824) semakin baik disiplin yang dilakukan oleh kar-yawan di suatu perusahaan, maka semakin besar prestasi kerja yang dapat dihasil-kan. Sebaliknya, tanpa disiplin yang baik, sulit bagi perusahaan mencapai hasil yang optimal.

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan Kerja

Menurut Singodimenjo, kedisiplinan kerja dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor (dalam Sutrisno, 2014, p. 89) yang terdiri dari:

1. Besar kecilnya pemberian kompensasi

Besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikannya kepada perusahaan.

2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan

Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan pe-rusahaan, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya sendiri ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan.

3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan

Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, bila tidak ada aturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. 4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan

Bila ada seseorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada ke-beranian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan pelang-garan yang dibuatnya.

(12)

5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawa-san yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melakpengawa-sanakan peker-jaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan.

6. Ada tidaknya perhatian kepada karyawan

Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara satu dengan yang lain.

7. Ada tidaknya kebiasaan yang mendukung tegaknya kedisiplinan kerja. Kebiasakebiasaan positif yang dapat mendukung kedisiplinan kerja an-tara lain: saling menghormati bila bertemu di lingkungan pekerjaan, melon-tarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut, sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi pertemuan yang berkaitan pekerjaan mereka.

2.4.3 Indikator Kedisiplinan Kerja

Menurut Kholil, Marzolina, dan Taufiqurrahman (2014), kedisiplinan kerja dapat diukur melalui beberapa indikator yang terdiri dari:

1. Kepatuhan pada peraturan

Kepatuhan pada peraturan merupakan suatu perilaku seseorang yang timbul dari dalam hati untuk mau atau rela melakukan peraturan dalam suatu orga-nisasi yang telah disepakati dengan tanpa adanya unsur paksaan. Kepatuhan karyawan terhadap peraturan menunjukkan tingkat kedisiplinan kerja yang tinggi.

2. Efektivitas Penggunaan Waktu Kerja

Efektivitas seseorang dalam bekerja dapat dilihat dari seseorang yang meng-gunakan waktu sebaik mungkin dalam bekerja. Ketika karyawan bekerja dengan efektif, berarti dia memiliki kedisiplinan kerja yang tinggi.

3. Tindakan Korektif

Tindakan korektif berarti seorang karyawan berusaha memperbaiki perilaku kerjanya yang salah. Semakin tinggi frekuensi karyawan melakukan

(13)

tin-dakan korektif, berarti semakin tinggi pula kedisiplinan kerja di perusahaan tersebut.

4. Kehadiran

Kehadiran yang menunjukkan kedisiplinan kerja seseorang yang tinggi da-pat dilihat dari bagaimana seseorang sanggup untuk hadir teda-pat waktu pada saat masuk kerja.

5. Tingkat Absensi

Absensi merupakan tingkat ketidakhadiran seseorang dalam suatu organisa-si. Absensi yang menunjukkan ketidakdisiplinan seseorang adalah absensi tanpa pemberitahuan dan alasan yang jelas.

6. Penyelesaian Pekerjaan

Seseorang yang memiliki tingkat kedisiplinan kerja yang tinggi akan me-nyelesaikan pekerjaan sesuai dengan prosedur dan dalam batas waktu yang wajar.

2.5 Hubungan antar Konsep dan Hipotesis Penelitian

2.5.1 Hubungan Variabel Kepuasan pada Kompensasi dengan Kedisiplinan Kerja

Kedisiplinan kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya (Asmawar, Yunus, & Amri, 2014). Pada suatu organisasi, karyawan senantiasa mengharapkan penghasilan yang lebih memadai.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bharata (2016) yang memiliki tu-juan untuk mengetahui pengaruh kompensasi terhadap terhadap disiplin kerja, yang mana penelitian ini dilakukan dengan mengambil sampel 116 karyawan dengan menyebarkan kuesioner dan hasilnya membuktikan bahwa kompensasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap disiplin kerja. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Beta (2015) yang melibatkan 81 karyawan, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kompensasi terhadap kedisiplinan kerja dan dampaknya terhadap kinerja pegawai di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah

(14)

Kabu-paten Rokan Hulu provinsi Riau menemukan, bahwa variabel kompensasi berpe-ngaruh signifikan terhadap variabel kedisiplinan kerja. Menurut hasil yang dapat diambil dari penjelasan hubungan antar konsep di atas, maka ditetapkan hipotesis pertama di bawah ini, yaitu:

H1 : Diduga kepuasan pada kompensasi memiliki pengaruh terhadap

kedisiplin-an kerja.

2.5.2 Hubungan Variabel Motivasi Kerja dengan Kedisiplinan Kerja

Karyawan sebagai tenaga kerja merupakan salah satu unsur yang menen-tukan keberhasilan suatu perusahaan. Setiap perusahaan tentu mengharapkan tena-ga kerjanya dapat memberikan hasil yang bermanfaat baik bagi perusahaan maupun bagi tenaga kerja itu sendiri. Oleh karena itu, perlunya peningkatan pemberian mo-tivasi berguna dalam memberikan dampak positif baik bagi karyawan maupun pe-rusahaan (Muharsih, 2016).

Manusia sebagai makhluk memiliki daya pikir masing-masing dan perilaku yang berbebeda dalam bekerja sehingga perlu dibuat sebuah peraturan yang da-pat mengarahkan dan mendisiplinkan kerja karyawan. Kedisiplinan akan membuat pekerjaan yang dilakukan menjadi semakin efektif dan efisien. Bila kedisiplinan tidak ditegakkan, kemungkinan tujuan perusahaan tidak dapat dicapai. Kedisiplinan merupakan salah satu sarana dan kunci untuk mencapai sukses atau keberhasilan. (Muharsih, 2016).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Syahrial dan Chalidyanto (2014) menemukan bahwa motivasi berpengaruh signifikan terhadap kedisiplinan kerja. Demikian juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Muharsih (2016) yang meneliti dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap kedisiplinan kerja karyawan di Rumah Sakit Rawamangun Jakarta Timur. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan RS. Rawamangun Jakarta Timur yang berjumlah 85 karyawan dari delapan divisi yang berbeda. Teknik analisis yang di-gunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi bivariat. Hasil penelitian ini menemukan bahwa variabel motivasi kerja berpengaruh positif terhadap kedisip-linan kerja. Berarti semakin tinggi motivasi kerja akan diikuti oleh meningkatnya

(15)

kedisiplinan kerja. Menurut hasil yang dapat diambil dari penjelasan hubungan antar konsep di atas, maka ditetapkan hipotesis kedua di bawah ini, yaitu:

H2 : Diduga motivasi kerja memiliki pengaruh terhadap kedisiplinan kerja.

2.5.3 Hubungan Variabel Komitmen Organisasional dengan Kedisiplinan Kerja

Sikap kedisiplinan kerja memegang peranan penting karena mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepada-nya (Septiani, Sunurhayo, & Prasetya, 2016). Kreitner dan Kinicki (2014, p. 165) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai tingkatan dimana seseorang menge-nali sebuah organisasi dan terikat pada tujuan-tujuannya. Kemudian dengan memi-liki komitmen yang tinggi pada perusahaan, secara otomatis karyawan akan dengan sukarela mematuhi peraturan yang tertulis ataupun tidak tertulis pada perusahaan sehingga kedisiplinan kerja yang tinggipun akan terbentuk (Septiani, Sunurhayo, & Prasetya, 2016).

Hubungan antar komitmen organisasional dengan kedisiplinan kerja dibuk-tikan dengan penelitian terdahulu oleh Syahrial dan Chalidyanto (2014) dengan ju-dul pengaruh komitmen organisasional, motivasi, dan struktur organisasi terhadap kedisiplinan kerja di RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah 58 orang di RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik. Teknik analisis yang digunakan dalam pe-nelitian ini adalah analisis regresi logistik. Hasil dalam pepe-nelitian ini menunjukkan bahwa variabel komitmen organisasional menunjukkan pengaruh signifikan terha-dap kedisiplinan kerja.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hady, Hadiwijaya, Mahfud, dan Hermawati (2017) yang bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh ko-mitmen organisasional terhadap kedisiplinan kerja mengambil 383 karyawan pada Dinas Perhubungan sebagai sampel yang mengumpulkan data dengan mengguna-kan kuesioner. Hasilnya menemumengguna-kan bahwa komitmen organisasional memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kedisiplinan kerja karyawan. Kemudian pada penelitian terdahulu oleh Septiani, Sunurhayo, dan Prasetya (2016) yang bertujuan untuk mengetahui gambaran masing-masing variabel yang diteliti

(16)

(komit-men organisasional, kedisiplinan kerja, dan kinerja karyawan). Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah karyawan yang berada di AJB Bumiputera 1912 Cabang Celaket Malang sebanyak 49 karyawan. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis jalur (path). Hasil penelitian menunjukkan bah-wa komitmen organisasional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kedisip-linan kerja. Menurut hasil yang dapat diambil dari penjelasan hubungan antar kon-sep di atas, maka ditetapkan hipotesis ketiga di bawah ini, yaitu:

H3 : Diduga komitmen organisasional memiliki pengaruh terhadap kedisiplinan

kerja.

2.6 Kerangka Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempenga-ruhi kedisiplinan kerja sopir tetap PT Sumber Karya. Variabel yang digunakan ter-diri dari tiga variabel bebas (independent variable) dan satu variabel terikat (depen-dent variable). Variabel (X1) yaitu kepuasan pada kompensasi merupakan variabel

bebas (independent variable) dan memiliki empat indikator. Variabel (X2) yaitu

motivasi kerja merupakan variabel bebas (independent variabel) dan memiliki tiga indikator. Variabel (X3) yaitu komitmen organisasional merupakan variabel bebas

(independent variable) dan memiliki tiga indikator. Variabel (Y) yaitu kedisiplinan kerja merupakan variabel terikat (dependent variable) dan memiliki enam indi-kator.

Kerangka penelitian ini dibuat untuk menjelaskan hipotesis yang terjadi di antara variabel-variabel yang digunakan. Hipotesis pertama, Variabel kepuasan pa-da kompensasi (X1) sebagai variabel yang mempengaruhi variabel kedisiplinan

ker-ja (Y). Hipotesis kedua, variabel motivasi kerker-ja (X2) mempengaruhi variabel

kedi-siplinan kerja (Y). Hipotesis ketiga, variabel komitmen organisasional (X3)

mem-pengaruhi variabel kedisiplinan kerja (Y). Gambar kerangka penelitian dapat dilihat di Gambar 2.1

(17)

Gambar 2.1 Kerangka penelitian

Sumber: Meliana dan Sutanto (2015), Gondokusumo dan Sutanto (2015), Sutanto dan Gunawan (2013), Kholil, Marzolina, dan Taufiqurrahman (2014)

H1 H2 H3 Kepuasan pada Kompensasi (X1) 1. Kepuasan terhadap gaji 2. Kepuasan terhadap insentif 3. Kepuasan terhadap tunjangan 4. Kepuasan terhadap fasilitas Motivasi Kerja (X2) 1. Arah perilaku (direction of behavior) 2. Tingkat usaha (level of effort) 3. Tingkat kegigihan (level of persistence) Komitmen Organisasional (X3) 1. Kebanggaan terhadap perusahaan 2. Kesediaan untuk berpihak atau berkorban bagi perusahaan 3. Kesetiaan terhadap perusahaan

Kedisiplinan Kerja (Y)

1. Kepatuhan pada peraturan

2. Efektivitas penggunaan waktu kerja

3. Tindakan korektif

4. Kehadiran

5. Tingkat absensi

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka penelitian

Referensi

Dokumen terkait

untuk kayu masif dan 16% untuk produk-produk kayu yang dilem; serta batas bawah kadar air setimbang tahunan rerata adalah 6%. b) Nilai tahanan acuan berlaku untuk kondisi

Sejalan dengan itu, maka struktur dari Corporate Governance menjelaskan distribusi hak-hak dan tanggung jawab dari masing - masing pihak yang terlibat dalam sebuah bisnis, yaitu

Menurut Veronika Whardana (2009, p. 3), “display merupakan fasilitas untuk memamerkan sebuah produk atau tampilan yang dipamerkan dalam toko untuk membuat suatu ruangan

Sengketa pajak dapat berupa sengketa pajak formal maupun sengketa pajak material, yang dimaksud dengan sengketa pajak formal yaitu sengketa yang timbul apabila Wajib Pajak

Selain itu, value relevance digunakan untuk mengkaji apakah laporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan menghasilkan informasi akuntansi berkualitas tinggi yang

Suatu proyek konstruksi yang berskala besar dituntut adanya manajemen yang baik agar menghasilkan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan, di mana proyek merupakan suatu

2.6.1 Metode Persentase Penyelesaian (Percentage-of-Completion Method) Berdasarkan sifat usahanya, pengakuan pendapatan pada usaha jasa konstruksi dilakukan

Berdasarkan studi yang dilakukan menyatakan bahwa value relevance informasi akuntansi yang tinggi dapat diindikasikan dengan adanya hubungan yang erat antara EPS dan BVPS