• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Persediaan

2.1.1 Definisi Persediaan

Persediaan bagi banyak perusahaan adalah aset yang paling terlihat dalam berbisnis. Bahan baku, bahan setengah jadi, dan barang jadi adalah berbagai macam jenis persediaan dalam perusahaan. Semua jenis ini merupakan modal perusahaan yang tertahan dan baru akan menjadi profit jika produk tersebut sudah terjual. Persediaan membutuhkan biaya dalam penyimpanannya dan pengaturannya.

Persediaan adalah sebagai suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi ataupun persediaan barang jadi yang siap dijual (Rangkuti,1998, p1).

Menurut Assauri persediaan adalah sejumlah bahan-bahan, parts yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan setiap waktu (Assauri, 1998, p169).

Persediaan bisa juga berarti, stok dari suatu material yang digunakan untuk memudahkan produksi dan untuk memenuhi permintaan pelanggan (Schroeder,2000, p304).

Persediaan merupakan unsur aktiva yang disimpan dengan tujuan untuk dijual dalam kegiatan bisnis yang normal atau barang-barang yang akan dikonsumsi dalam

(2)

pengolahan produk yang akan dijual. Didalam perusahaan manufaktur, persediaan terdiri dari persediaan bahan baku dan persediaan bahan penolong, persediaan produk dalam proses, persediaan produk jadi, dan persediaan suku cadang (Mulyadi,2002, p261).

Sedangkan pengendalian terhadap persediaan menurut Sumayang (2003,p197) adalah aktivitas mempertahankan jumlah persediaan pada tingkat yang dikehendaki. Pada produk barang, pengendalian persediaan ditekankan pada pengendalian bahan baku. Pada produk jasa, pengendalian diutamakan pada banyak jasa pasokan, karena konsumsi sering kali bersamaan dengan pengadaan jasa sehingga tidak memerlukan persediaan.

Diperlukan adanya keseimbangan antara mempertahankan tingkat persediaan yang tepat dengan keuangan minimum terhadap pelanggan. Jika investasi sangat besar akan mengakibatkan biaya modal yang sangat besar, sehingga akan mengakibatkan juga biaya operasi yang tinggi.

Pengelolaan persediaan mempunyai arti yang sangat penting bagi kelangsungan produksi, karena :

a. Persediaan merupakan investasi yang membutuhkan modal besar b. Mempengaruhi pelayanan ke pelanggan

c. Mempunyai pengaruh pada fungsi lain, seperti fungsi operasi, pemasaran, dan fungsi keuangan.

(3)

Secara fisik, item persediaan menurut Baroto (2002, p52) dapat dikelompokkan dalam lima kategori, sebagai berikut:

1). Bahan mentah (raw materials), yaitu barang-barang berwujud seperti baja, kayu, tanah liat, atau bahan-bahan lainnya yang diperoleh dari sumber-sumber alam, atau dibeli dari pemasok, atau diolah sendiri oleh perusahaan untuk digunakan perusahaan dalam proses produksinya sendiri.

2). Komponen, yaitu barang-barang yang terdiri atas bagian-bagian yang diperoleh dari perusahaan lain atau hasil produksi sendiri untuk digunakan dalam pembuatan barang jadi atau barang setengah jadi.

3). Barang setengah jadi (work in process), yaitu barang-barang keluaran dari tiap operasi produksi atau perakitan yang telah memiliki bentuk lebih kompleks daripada komponen, namun masih perlu proses lebih lanjut untuk menjadi barang jadi.

4). Barang jadi (finished good) adalah barang-barang yang telah selesai diproses dan siap untuk didistribusikan ke konsumen.

5). Bahan pembantu (supplies material) adalah barang-barang yang diperlukan dalam proses pembuatan atau perakitan barang, namun bukan merupakan komponen barang jadi. Termasuk bahan penolong adalah bahan bakar, pelumas, listrik dan lain-lain.

(4)

2.1.2 Penyebab Persediaan

a. Mekanisme pemenuhan atas permintaan. Permintaan terhadap suatu barang tidak dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya. Untuk menyiapkan barang ini diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, maka adanya persediaan merupakan hal yang sulit terhindarkan.

b. Keinginan untuk meredam ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat : permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun waktu kedatangan, waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena banyak faktor yang tak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam dengan mengadakan persediaan.

c. Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar dari kenaikan harga di masa mendatang.

Efisiensi produksi dapat ditingkatkan melalui pengendalian sistem persediaan. Efisiensi ini dapat dicapai bila fungsi persediaan dapat dioptimalkan.

2.1.3 Fungsi Persediaan

a. Fungsi Independensi. Persediaan bahan diadakan agar departemen-departemen dan proses individual terjaga kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan pelanggan yang tidak pasti. Permintaan pasar tidak dapat diduga dengan tepat, demikian pula dengan pasokan dari pemasok. Seringkali keduanya meleset dari perkiraan. Agar proses produksi dapat berjalan tanpa bergantung pada kedua hal ini (independen), maka persediaan harus mencukupi.

(5)

b. Fungsi Ekonomis. Seringkali dalam kondisi tertentu, memproduksi dengan jumlah produksi tertentu (lot) akan lebih ekonomis daripada memproduksi secara berulang atau sesuai permintaan. Terutama proses produksi yang memerlukan biaya set up yang besar sekali.

c. Fungsi antisipasi. Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan permintaan atau pasokan. Seringkali perusahaan mengalami kenaikan permintaan setelah dilakukan program promosi. Untuk memenuhi hal ini, maka diperlukan persediaan produk jadi agar tidak terjadi stock out. Keadaan yang lain adalah bila suatu ketika diperkirakan pasokan bahan baku akan terjadi kekurangan. Jadi, tindakan menimbun persediaan bahan baku terlebih dahulu adalah merupakan tindakan rasional.

d. Fungsi fleksibilitas. Bila dalam proses produksi terdiri atas beberapa tahapan proses operasi dan kemudian terjadi kerusakan pada satu tahapan proses operasi, maka akan diperlukan waktu untuk melakukan perbaikan. Berarti produk tidak akan dihasilkan untuk sementara waktu. Persediaan barang setengah jadi pada situasi ini akan merupakan faktor penolong untuk kelancaran proses operasi. Hal lain adalah dengan adanya sediaan barang jadi, maka waktu untuk pemeliharaan fasilitas produksi dapat disediakan dengan cukup.

(6)

2.1.4 Tujuan Persediaan

Menurut Chase (2004, p545), tujuan dari persediaan adalah : a. Agar dapat memenuhi variasi dalam permintaan produk.

Apabila permintaan suatu produk dapat diketahui dengan pasti, akan dimungkinkan untuk memproduksi sesuai dengan jumlah permintaan. Tetapi biasanya permintaan tidak dapat diketahui dengan pasti, oleh karenanya persediaan pengaman atau persediaan cadangan dibutuhkan untuk dapat memenuhi variasi – variasi permintaan.

b. Memberikan fleksibiltas dalam penjadwalan produksi.

Stok dalam persediaan mengurangi tekanan terhadap sistem produksi untuk mengeluarkan barang secepat mungkin. Ini menyebabkan waktu tenggat yang lebih lama, yang akan memperbolehkan perencanaan produksi untuk merencanakan produksi dengan aliran yang lebih baik.

c. Untuk menyediakan persediaan pengaman untuk mengantisipasi adanya variasi tenggat waktu pengiriman bahan mentah.

Ketika bahan baku dipesan kepada vendor, penundaan pengiriman dapat terjadi karena berbagai sebab seperti kekurangan bahan di vendor, waktu pengepakan, adanya ketidaksiapan untuk memenuhi permintaan dari pihak vendor atau perusahaan pengepakan, kehilangan pesanan, dan bahan baku rusak.

d. Memberikan keuntungan untuk dapat mengetahui jumlah pembelian yang ekonomis.

Dalam melakukan pemesanan bahan baku, terdapat biaya – biaya yang perlu dikeluarkan, seperti biaya telepon, biaya buruh, biaya pembuatan surat, biaya pengiriman, dan biaya lainnya.

(7)

2.1.5 Sifat Persediaan

Secara universal, sistem persediaan selalu berkaitan dengan hal-hal berikut sebelum pada akhirnya sampai pada penentuan jumlah pemesanan yang tepat dengan biaya total yang optimal, yaitu:

a. Permintaan (Demand)

1). Ukuran permintaan (Demand size) merupakan ukuran skala magnitude dari permintaan, yang dibedakan antara konstan atau variabel dan deterministik atau probabilistik (Diskrit atau kontinu).

2). Laju permintaan (Demand rate) adalah ukuran permintaan per satu satuan waktu. 3). Pola permintaan (Demand pattern) mengacu pada berapa banyak barang yang

dikeluarkan dari persediaan. b. Waktu Tunggu (Lead Time)

Adalah tenggang waktu yang diperlukan antara saat pemesanan bahan baku dan datangnya bahan baku itu sendiri. Waktu tunggu ini dapat konstan, dapat juga bersifat probabilistik.(Elsayed and Boucher,pp64-65). Waktu tunggu disebabkan terjadinya rentetan kegiatan yang harus diselesaikan yaitu :

1). Melakukan keputusan pembelian

2). Pembuatan pemesanan dan persetujuan internal 3). Melakukan pemesanan

4). Persiapan supplier untuk mempersiapkan barang 5). Transportasi

6). Penerimaan barang digudang 7). Memasukkan barang ke stock

(8)

c. Pemesanan Kembali (Replenishment)

1). Replenishment size mengacu pada kuantitas atau sejumlah barang yang akan diterima masuk ke dalam persediaan. Ukurannya dapat konstan, dapat juga variabel tergantung daripada tipe sistem persediaan.

2). Replenishment pattern mengacu pada bagaimana sejumlah unit tertentu dibutuhkan dalam persediaan.

3). Replenishment lead time adalah tenggang waktu antara saat pemesanan suatu item dan penambahan sejumlah unit tersebut pada persediaan.

d. Persediaan Pengamanan (Safety Stock)

Sering juga disebut Buffer. Adalah persediaan yang bertujuan untuk menghindari kekurangan bahan produksi ketika terjadi ketidakpastian dari waktu pengiriman dan juga permintaan konsumen. Penentuan persediaan pengaman dapat dikarenakan adanya:

1). Ketidakpastian dari permintaan konsumen. Hal ini dilihat dari perbedaan dar peramalan permintaan dan permintaan actual dari konsumen.

2). Ketidakpastian dari waktu pengiriman barang.

3). Ketidakpastian dari jumlah barang yang dipesan dan yang dihasilkan dikarenakan adanya variability dari proses produksi.

Untuk menjaga jumlah barang sesuai dengan level yang diinginkan, adalah penting untuk melakukan pemeriksaan dari persediaan yang sedang dipesan serta pengendalian dari persediaan yang ada dalam gudang perusahaan.

(9)

Ada banyak metode yang dapat digunakan dalam melakukan pengendalian dari persediaan, antara lain adalah :

ƒ Pemeriksaan visual yaitu pemeriksaan yang dilakukan secara visual untuk memberikan gambaran pada petugas apakah persediaan yang ada saat inimasih pada level yang diinginkan atau tidak. Untuk perusahaan kecil, dimana metode ini sering digunakan, pencatatan bahkan tidak perlu dilakukan khususnya untuk produk yang slow moving atau berharga mahal dan mempunyai sedikit persediaan.

ƒ Tickler control yaitu pemeriksaan dilakukan dengan melakukan penghitungan. Persediaan yang ada dalam gudang sehingga dapat diketahui keadaan actual dari persediaan dan pemesanan dapat dilakukan berdasarkan ketersediaan persediaan dalam gudang.

ƒ Click sheet control yaitu pemeriksaan dilakukan dengan mencatat setiap terjadi pengeluaran persediaan, sehingga dapat diketahui berapa persediaan yang telah dipakai. Angka ini kemudian menjadi dasar dari pemesanan berikutnya.

ƒ Stub control (Biasanya digunakan oleh retailer), yaitu pemeriksaan persediaan didasarkan dari jumlah barang yang terjual pada nota penjualan.

(10)

2.1.6 Biaya Dalam Sistem Persediaan

Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat persediaan. Biaya tersebut adalah harga pembelian, biaya pemesanan, biaya penyiapan, biaya penyimpanan, dan biaya kekurangan persediaan (Baroto, 2002, p55).

a. Biaya Pemesanan ( Procurement Cost atau Set-up atau Ordering Cost )

Biaya pemesanan adalah biaya yang terjadi dalam rangka melaksanakan kegiatan pemesanan barang dan merupakan total biaya pemesanan dan pengadaan barang, sehingga siap untuk dipergunakan atau diproses lebih lanjut. Atas dasar tingkat variabilitasnya biaya pemesanan dapat dikelompokkan menjadi:

1). Biaya Pemesanan Tetap, yaitu biaya pemesanan besarnya tetap sama dalam periode tertentu tidak dipengaruhi oleh frekuensi pemesanan, misalnya: gaji bagian pembelian, biaya penyusutan aktiva tetap bagian pembelian, dan lain-lain biaya tetap untuk pemesanan. Biaya pemesanan tetap disebut juga Ordering Cost (CO). 2). Biaya Pemesanan Variabel atau Procurement Cost (CP), yaitu biaya pemesanan

yang jumlah totalnya berubah-ubah secara proporsional dengan frekuensi pemesanan. Semakin tinggi (sering) frekuensi pemesanan berakibat total biaya pemesanan variabel jumlahnya tinggi, semakin rendah (jarang) frekuensi pemesanan semakin rendah pula biaya pemesanan variabel yang termasuk biaya pemesanan variabel, misalnya:

• Biaya pembuatan dan pengiriman dokumen permintaan pembelian, pesanan pembelian.

• Biaya pembuatan laporan penerimaan bahan dan pemeriksaan kuantitas dan kualitas.

(11)

b. Biaya penyimpanan ( Holding Cost atau Carrying Cost )

Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan dalam penanganan/ penyimpanan material, semi finished product, sub assembly, ataupun produk jadi. Biaya simpan biasanya dinyatakan dalam biaya per unit per periode. Biaya penyimpanan meliputi biaya kesempatan, biaya simpan, biaya keusangan, biaya-biaya lain yang besarnya besifat variabel tergantung pada jumlah item.

c. Shortage Cost (CS)

Yaitu biaya yang timbul apabila ada permintaan terhadap barang yang kebetulan sedang tidak tersedia di gudang. Dalam hal ini Shortage Cost yang timbul selain biaya ekstra untuk membuat atau membeli lagi barang yang dipesan, juga berupa berkurangnya “goodwill” langganan, apabila pesanannya terlambat dipenuhi.

2.1.7 Pengawasan Persediaan ( Inventory Control ) a. Pengertian Pengawasan Persediaan

Pengawasan persediaan dapat dikatakan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan tingkat dan komposisi dari persediaan parts, bahan baku dan barang hasil/produk sehingga perusahaan dapat melindungi kelancaran produksi dan penjualan serta kebutuhan-kebutuhan pembelanjaan perusahaan dengan efektif dan efisien. Sebenarnya kegiatan pengawasan persediaan tidak terbatas pada penentuan atas perencanaan tingkat dan komposisi persediaan tetapi juga termasuk pengaturan dan pengawasan atas pelaksanaan pengadaan bahan-bahan atau barang-barang yang diperlukan sesuai dengan jumlah dan waktu yang dibutuhan serta dengan biaya yang serendah-rendahnya. Jadi pengawasan persediaan meliputi perencanaan persediaan, scheduling untuk pemesanan, pengaturan penyimpanan dan lainnya.

(12)

b. Fungsi-Fungsi Utama dari Suatu Pengawasan Persediaan yang Efektif 1). Memperoleh ( Procure ) bahan-bahan, yaitu menetapkan prosedur untuk

memperoleh suatu suplai yang mencakup dari bahan-bahan yang dibutuhkan baik kuantitas maupun kualitas.

2). Menyimpan dan memelihara ( Maintain ) bahan-bahan dalam persediaan yaitu mengadakan suatu sistem penyimpan untuk memelihara dan melindungi bahan-bahan yang telah dimasukkan ke dalam persediaan.

3). Pengeluaran bahan-bahan, yaitu menetapkan suatu pengaturan atas pengeluaran dan penyampaian bahan-bahan dengan tepat pada saat serta tempat dimana dibutuhkan. 4). Meminimilisasi investasi dalam bentuk bahan atau barang, yaitu mempertahankan

persediaan dalam jumlah yang optimum setiap waktu. c. Tujuan Pengawasan Persediaan

Menurut Assauri (1998,p177), tujuan pengawasan persediaan terinci dapatlah dikatakan sebagai usaha untuk :

1). Menjaga jangan sampai perusahaan kehabisan persediaan sehingga dapat mengakibatkan terhentinya kegiatan produksi.

2). Menjaga agar supaya pembentukan persediaan oleh perusahaan tidak terlalu besar atau berlebih-lebihan sehingga biaya-biaya yang timbul dari persediaan tidak terlalu besar.

3). Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena ini akan berakibat biaya pemesanan menjadi besar.

(13)

2.2 Fungsi Kepekatan

Distribusi yang akan digunakan adalah distribusi normal dan eksponensial.

2.2.1 Fungsi Kepekatan Normal

Suatu variabel acak X dikatakan berdistribusi normal dengan rata-rata μ dan variansi 2

σ , jika Probability Density Function (pdf) nya adalah:

( )

⎥⎥ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − − = 2 2 1 2 1 σ μ π σ x e x f −∞<x<∞

Pada variable acak yang berdistribusi normal N(0,1) yang berarti variable acak berdistribusi normal dengan rata-rataμ = 0 dan variansi σ2 = 1, dilambangkan dengan Z yang disebut dengan distribusi normal baku (Standardized Normal Distribution), maka rumus Probability Density Function (pdf) nya adalah sebagai berikut:

( )

= ⎢⎣⎡−2 2⎥⎦⎤ 1 2 1 Z e Z f π −∞<x<∞ dimana: σ μ − = x Z

(14)

f(x)

x Gambar 2.1. Grafik Fungsi Kepekatan Normal

2.2.2 Fungsi Kepekatan Eksponensial

Suatu variabel acak X dikatakan berdistribusi eksponensial jika Probability Density Function (pdf) yang diberikan dalam bentuk:

x e x f( )=λ −λ untuk x ≥ 0 0 ) (x = f untuk x < 0 dimana: λ μ = 1 dan 2 12 λ σ = • λ μ = didapatkan dari: 1

= =E(x) xf(x)dx μ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ∞ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛− = = = = ∞ − ∞ − − −

2 2 0 0 1 0 1 ) ( λ λ λ λ λ λ λ μ λt λt λt λt e e t dt te dt e t x E

(15)

λ μ =E(x)= 1 • 2 12 λ σ = didapatkan dari:

( )

2 2 2 2 2 2 ( μ) μ ( ) μ σ =E x− =E x − =

t f t dt− 2 0 2 2 0 2 2 2 ( ) 1 1 λ λ λ λ μ σ = = λ = λ

∞ − ∞ − dt e t dt e t x E t t 2 2 2 0 3 2 2 2 2 ( ) 2 2 1 2 1 λ λ λ λ λ λ λ μ σ λ λ λ = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − − = − = − ttte e t e t x E 2 2 2 ( ) 1 λ μ σ =E x− = f(x) x Gambar 2.2. Grafik Fungsi Kepekatan Eksponensial

(16)

2.3 Pengujian Distribusi

Pengujian distribusi dilakukan berdasarkan nilai chi-square (χ2). Dimana penolakan H0 dilihat dari hasil perhitungan nilai chi-square dengan nilai chi-square tabel dengan

taraf nyata (α ) dan derajat kebebasan (υ ) tertentu.

2.3.1 Pengujian Distribusi Normal

Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak adalah sebagai berikut:

a. H0 : Data berdistribusi normal.

b. H1 : Data tidak berdistribusi normal.

c. Tentukan taraf nyata (α ). d. Perhitungan:

• Tentukan batas kelas atas (BKA) dengan langkah-langkah: - Tentukan data tertinggi ( Xmax) dan data terkecil (Xmin). - Hitung range:

R = Xmax - Xmin - Hitung jumlah kelas: k = 1 + 3,3 log n - Hitung lebar kelas:

P =

k R

- Tentukan batas kelas atas (BKA): BKA1 = Xmin + P

(17)

• Hitung frekuensi teramati (oi) untuk tiap-tiap kelas. • Hitung rata-rata:

= i i i f f x x

• Hitung standar deviasi:

(

)

(

1

)

2 2 − − =

n n f x f x n s i i i i

• Hitung nilai Z untuk tiap-tiap kelas:

s x BKA

Z = −

• Hitung luas kumulatif tiap kelas di bawah kurva normal dengan Z masing-masing kelas.

• Hitung luas daerah antara interval atau P(x). • Hitung frekuensi harapan untuk tiap-tiap kelas (ei):

ei = P(x) * n

• Lakukan penggabungan kelas bila ei < 5. • Hitung 2 hitung χ :

(

)

= − = k i i i i hitung e e o 1 2 2 χ

• Tentukan Pvalue dengan menggunakan tabel chi-square pada lampiran dengan derajat kebebasan (υ) = k* - m – 1, dimana:

υ : derajat kebebasan

(18)

m : jumlah parameter = 2. e. Wilayah kritik ditentukan dengan:

- 2 2 tabel hitung χ χ 〉 - Pvalue ≤α f. Kesimpulan: Jika 2 2 tabel hitung χ

χ 〉 maka H0 ditolak, yang berarti data tidak berdistribusi normal. Dan

jika sebaliknya, maka H0 diterima, yang berarti data berdistribusi normal.

2.3.2 Pengujian Distribusi Eksponensial

Uji distribusi eksponensial dilakukan untuk mengetahui apakah data berdistribusi eksponensial atau tidak. Langkah-langkah pengujiannya hampir sama dengan yang terdapat pada uji distribusi normal, perbedaannya adalah:

• Luas kumulatif masing-masing kelas:

BKA

e kum

L− =1− −λ

• Derajat kebebasan (υ) = k* - 2, di mana k* adalah jumlah kelas setelah penggabungan.

(19)

2.4 Metode Persediaan Kontinu

Pada model ini, pemesanan sejumlah Q dilakukan ketika persediaan di dalam gudang menurun jumlahnya. Pada tingkat yang kurang atau sama dengan suatu jumlah tertentu yang disebut dengan Reorder Point (ROP). Rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

• Biaya pemesanan per tahun:

Q AD

dimana:

A = biaya per pemesanan yang dilakukan D = permintaan rata-rata (unit/tahun) Q = jumlah pemesanan ekonomis per siklus

• Biaya penyimpanan per tahun:

H ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + L x B Q 2 dimana:

H = biaya penyimpanan per unit/tahun = i x c Q = jumlah pemesanan ekonomis per siklus B = reorder point/ titik pemesanan kembali

L

(20)

• Biaya backorder per tahun: ) ( x S Q bD dimana:

b = biaya backorder per unit

D = permintaan rata-rata (unit/tahun) Q = jumlah pemesanan ekonomis per siklus

) (x

S = kuantitas kekurangan stock per siklus

• Total biaya persediaan per tahun:

TC(Q,B) = ( ) 2 Q S x bD x B Q H Q AD L⎟+ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + + 0 ) ( 2 2 2 + − = − = ∂ ∂ x S Q bD H Q AD Q TC

• Diperoleh jumlah pemesanan ekonomis (Q):

Q = H dx x f B x b A D B ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − + ∞

( ) ( ) 2 (1) 0 ) ( = + − = ∂ ∂

H Q dx x f bD B TC B

(21)

0 ) ( = + − = ∂ ∂

H Q dx x f bD B TC B

• Diperoleh tingkat pemesanan kembali (B):

bD HQ dx x f B =

∞ ) ( (2)

∞ ∞ − − = B B dx x f dx x f( ) 1 ( ) dimana:

f(x) = probability density function permintaan x selama waktu tunggu

• Jika diketahui bahwa data permintaan berdistribusi normal, maka:

∞ − − = B bD hQ dx x f( ) 1 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = − bD HQ Z S x B L L 1 B = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + bD HQ Z S xL L 1 (2a)

(22)

∞ = − + − b b B bD HQ dx a b dx a b 1 1 bD HQ a b B b L L L + = − − 0 B = L

(

bL aL

)

bD HQ b − − (2b)

• Jika diketahui bahwa data permintaan berdistribusi eksponensial, maka:

bD HQ dx e x =

∞ − B λ λ. bD HQ dx e x =

∞ − B λ λ. bD HQ e B x = ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ∞ −λ λ λ 1 bD HQ e B x = ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛− λbD HQ e−λB =

( )

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = − bD HQ e B ln ln λ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = − bD HQ B ln . λ B = L bD HQ λ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ ln (2c)

(23)

∞ − = 0 ) ( ) (B x f x dx SS

∞ ∞ − = 0 0 ) ( ) (x dx xf x dx f B SS SS = BxL (3)

• Jumlah kekurangan persediaan yang akan terjadi per siklus pemesanan (S(x)):

∞ − = B dx x f B x x S( ) ( ) ( ) (4)

• Jika diketahui bahwa data permintaan berdistribusi normal, maka:

∞ − = B dx x f B x x S( ) ( ) ( )

⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − − = B S x x L dx e S B x x S L L 2 2 1 2 1 ) ( ) ( π misalkan: L L S x x Z = − , maka x=xL +ZSL sehingga dx=SLdZ I II ( )

(

)

( ) 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2 1 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2 1

∞ − ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ ∞ − ⎥⎦ ⎤ ⎢⎣ ⎡− − + = L L L L S x B Z L S x B Z L Z e dZ x B e dZ S x S 2 2 2 1 2 1 2 1 . 2 1 ) ( π π

(24)

Penyelesaian persamaan integral I:

∞ − − L L S x B Z L Ze dZ S 2 2 1 2 1 π =S Ze dZ L L S x B Z L

∞ − − 2 2 1 2 1 π Misalkan: 2 2 Z u = , sehingga du=ZdZ dZ Ze S L L S x B Z L

∞ − − 2 2 1 2 1 π = [ ] Z du Ze S L L S x B u L

∞ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − 2 2 1 2 1 π = [ ] ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − ∞ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − 2 2 1 2 1 L L S x B u L e S π ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − = 2 2 1 2 1 L L S x B L e S π

Penyelesaian persamaan integral II:

(

)

∞ − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − − L L L L S x B S x x L B e dZ x 2 2 1 2 1 π =

(

xLB

)

[

1−P(Z)

]

dimana P(Z) adalah luas daerah kumulatif di bawah kurva normal, sehingga:

= ) (x S

[

(

)

(

1 ( )

)

]

2 1 2 2 1 Z P x B e S L S x B L L L − − − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − π (4a)

(25)

• Jika diketahui bahwa data permintaan berdistribusi seragam, maka:

(

)

∞ − = B dx x f B x x S( ) ( )

(

)

(

)

−∞ − − − = b b B dx a b B x dx a b B x x S( ) 1 1

(

)

1 0 ) (

− − − = b B dx a b B x x S

(

)

(

)

− − − =b B B x d a b B x x S( ) 1 b B B x a b x S ( )2 ) ( 2 1 ) ( − − = , sehingga: 2 ) ( ) ( 2 1 ) ( b B a b x S L L L − − = (4b)

• Jika diketahui bahwa data permintaan berdistribusi eksponensial, maka:

(

)

∞ ∞ ∞ − = − = B B B dx x Bf dx x xf dx x f B x x S( ) ( ) ( ) ( )

∞ − ∞ − ∞ − ∞ − = = B x B x B x B x dx e B dx xe dx e B dx e x x S( ) λ λ λ λ λ. λ λ. λ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ − − = ∞ − ∞ − − B x B x x e B e e x x S λ λ λ λ λ λ λ λ 1 1 ) ( 2

(26)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = − BBB e B e e B x S λ λ λ λ λ λ λ λ 1 1 ) ( 2 x B B Be e Be x S λ λ λ λ − − − + = 1 ) ( sehingga: B L L e x S λ λ − = 1 ) ( (4c)

Langkah-langkah perhitungan untuk memperoleh Q* dan B* adalah sebagai berikut: 1. Dengan S(x) = 0, hitung Q1 dengan menggunakan rumus (1).

2. Gunakan hasil Q1 untuk mendapatkan B1 dengan menggunakan rumus (2) dan SS1

dengan menggunakan rumus (3).

3. Gunakan B1 yang diperoleh pada langkah 2 untuk menentukan nilai S(x)1.

4. Masukkan nilai S(x)1 pada rumus (1) sehingga diperoleh rumus Q2.

5. Gunakan hasil Q2 untuk mendapatkan B2 dengan menggunakan rumus (2) dan SS2

dengan menggunakan rumus (3).

6. Gunakan B2 yang diperoleh pada langkah 2 untuk menentukan nilai S(x)2.

7. Ulangi langkah 4, 5 dan 6 sampai mendapatkan nilai Q dan B yang hampir sama dimana kedua nilai sudah tidak mengalami perubahan nilai lagi.

8. Nilai Q dan B yang telah stabil tersebut merupakan harga yang optimal (Q* dan B*).

(27)

Model persediaan ini menghitung tingkat persediaan maksimum (R*) dan periode pemesanan (T*) yang optimal. Perhitungan akan dilakukan sampai mendapatkan R dan T yang optimal (R*, T*) dengan melakukan penambahan maupun pengurangan periode pemesanan, berdasarkan total biaya yang paling kecil. Iterasi akan dilakukan sampai mendapatkan total biaya pemesanan yang nilainya lebih besar daripada iterasi sebelumnya, dan proses iterasi akan berhenti saat nilai total biaya pemesanan lebih besar dari iterasi sebelumnya.

Pemesanan dengan menggunakan metode periodic review system dilakukan pada saat kondisi :

a. Pemesanan dilakukan pada setiap periode tertentu.

b. Memungkinkan pemesanan beberapa macam item dari satu pemasok Jadi, penggunaan metode ini akan tergantung pada :

1). Waktu pemesanan.

2). Pencatatan stok persediaan.

Rumus-rumus yang digunakan pada metode periodic review system adalah : • Biaya pemesanan per tahun:

TA

dimana:

A = biaya per pemesanan yang dilakukan T = periode pemesanan

(28)

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ T L x x R H 2 1 dimana:

H = biaya penyimpanan per unit/tahun = i x C R = tingkat persediaan maksimum

L

x = permintaan rata-rata selama lead time

T

x = permintaan rata-rata selama interval pemesanan

• Biaya backorder per tahun: ) (x S T b dimana:

b = biaya backorder per unit

T = periode pemesanan )

(x

S = kuantitas kekurangan stok per siklus

• Total biaya persediaan per tahun:

(1) • Periode pemesanan: HD A T) 2 ( = (2)

• Tingkat persediaan maksimum (R):

) ( 2 1 ) , ( S x T b x x R H T A T R TC L T ⎟+ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + =

(29)

b HT dx x f R =

∞ ) (

∞ ∞ − − = R R dx x f dx x f( ) 1 ( ) (3) dimana:

f(x) = probability density function permintaan x selama (T)

• Jika data berdistribusi normal, maka: ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − + = + + b HT Z S x R L T L T 1 (3a)

• Jika data berdistribusi eksponensial, maka:

T L b HT R + − = λ ln (3b) • Safety Stock:

∞ − = 0 ) ( ) (R x f x dx SS

∞ + ∞ − = − = 0 0 ) ( ) (x dx xf x dx R xL T f R SS (4)

(30)

• Jumlah kekurangan persediaan yang diperkirakan akan terjadi per siklus pesanan(S(x)): = ) (x S

∞ − R dx x f R x ) ( ) ( (5)

Jika data berdistribusi normal, maka:

(

)

(

)

[

1 ( )

]

2 1 ) ( 2 2 1 Z P x R e S x S L T S x R T L T L T L − − − = + ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ − − + + + π (5a)

Jika data berdistribusi eksponensial, maka:

R T L T L e x S − + + = λ λ 1 ) ( (5b)

Langkah-langkah perhitungan untuk memperoleh R* dan T* adalah sebagai berikut: 1. Tentukan harga T dengan menggunakan rumus (2)

2. Hitung R dan SS menggunakan rumus (3) dan rumus (4) 3. Tentukan S(x) dengan menggunakan rumus persamaan (5)

4. Hitung total biaya persediaan TC dengan menggunakan rumus (1)

5. Ulangi langkah 2 sampai 4 dengan mengubah T = T + Δ T, dimana Δ T = 1 hati, dengan persyaratan sebagai berikut:

• Jika TC baru lebih besar daripada TC sebelumnya, maka iterasi penambahan T diberikan dan dicoba dengan menggunakan iterasi pengurangan T, yaitu

(31)

dengan T = T - Δ T, sampai akhirnya diperoleh nilai T* optimum yang memberikan total biaya yang minimum

• Jika TC bari lebih kecil daripada TC sebelumnya, maka iterasi penambahan T dilanjutkan dan proses dihentikan pada saat TC baru memberikan hasil lebih besar daripada TC sebelumnya. Harga T* dan R* dengan TC yang terendah itulah yang merupakan harga optimal.

2.6 Metode Hybrid System

Metode Hybrid System merupakan gabungan antara metode Periodik dan metode Kontinu dimana keputusan dan pemeriksaan awal dilakukan secara periodik. Sistem ini mempunyai reorder point untuk tingkat persediaan minimum dan target inventori untuk tingkat persediaan maksimum. Pada saat pemeriksaan periodik dilakukan tidak akan ada pemesanan apabila posisi persediaan masih diatas tingkat minimum, tetapi jika posisi stok dibawah tingkat minimum maka pemesanan dilakukan untuk menaikkan tingkat persediaan sampai tingkat maksimum.

2.7 Konsep Dasar Rekayasa Perangkat Lunak 2.7.1 Pengertian Rekayasa Piranti Lunak

Pengertian rekayasa piranti lunak pertama kali diperkenalkan oleh Fritz Bauer sebagai penetapan dan penggunaan prinsip-prinsip rekayasa dalam usaha mendapatkan piranti lunak yang ekonomis, yaitu piranti lunak yang terpercaya dan bekerja secara efisien pada mesin atau komputer (Pressman,1992,p19).

(32)

Sedangkan gambaran tentang perangkat lunak yang terdapat di dalam sebuah buku teks mengambil bentuk Pressman(1992,p5), perangkat lunak adalah :

a. Perintah (program komputer) yang bila dieksekusi memberikan fungsi dan unjuk kerja seperti yang diinginkan.

b. Struktur data yang memungkinkan program memanipulasi informasi secara proporsional.

c. Dokumen yang menggambarkan operasi dan kegunaan program. 2.7.2 Paradigma Rekayasa Piranti Lunak

Terdapat lima paradigma (model proses) dalam merekayasa suatu piranti lunak, yaitu The Classic Life Cycle atau sering juga disebut Waterfall Model, Prototyping

Model, Fourth Generation Techniques (4 GT), Spiral Model, dan Combine Model.

Pada penulisan skripsi ini dipakai model Waterfall Model.

Menurut Pressman(1992, p20-21), ada enam tahap dalam Waterfall Model, seperti pada gambar berikut:

(33)

a. Rekayasa sistem (System Engineering)

Aktivitas ini dimulai dengan penetapan kebutuhan dari semua elemen sistem. Gambaran sistem ini penting jika perangkat lunak harus berinteraksi dengan elemen-elemen lain, seperti hardware, manusia dan database.

b. Analisis kebutuhan perangkat lunak (Software Requirement Analysis)

Yang dilakukan pada tahap ini adalah untuk mengetahui kebutuhan piranti lunak, sumber informasi piranti lunak, fungsi-fungsi yang dibutuhkan, kemampuan piranti lunak dan antarmuka piranti lunak tersebut.

c. Perancangan (Design)

Tahap ini menitikberatkan pada empat atribut program, yaitu struktur data, arsitektur piranti lunak, rincian prosedur, dan karakter antarmuka. Tahap ini pula menerjemahkan kebutuhan ke dalam sebuah representasi perangkat lunak yang dapat dinilai kualitasnya sebelum dilakukan pengkodean.

d. Pengkodean (Coding)

Tahap pengkodean yang dilakukan adalah memindahkan hasil perancangan menjadi suatu bentuk yang dapat dimengerti oleh mesin, yaitu dengan membuat program. e. Pengujian (Testing)

Tujuan dari tahap pengujian adalah agar output yang dihasilkan oleh program sesuai dengan yang diharapkan. Pengujian dilakukan secara menyeluruh hingga semua elemen, perintah, dan fungsi dapat berjalan sebagaimana mestinya.

(34)

Tahap pemeliharaan dilakukan dengan tujuan mengantisipasi kebutuhan pemakai terhadap fungsi-fungsi baru yang dapat timbul sebagai akibat munculnya sistem operasi baru, teknologi baru, dan hardware baru.

2.8 Interaksi Manusia dan Komputer 2.8.1 Program Interaktif

Suatu program yang interaktif dan baik harus bersifat user friendly. Scheiderman(1998,p15) menjelaskan lima kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu program yang user friendly, yaitu:

a. Waktu belajar yang tidak lama.

b. Kecepatan penyajian informasi yang tepat. c. Tingkat kesalahan pemakaian rendah.

d. Penghafalan sesudah melampaui jangka waktu. e. Kepuasan pribadi.

2.8.2 Pedoman Merancang User Interface

Terdapat beberapa pedoman yang dianjurkan dalam merancang suatu program, guna mendapatkan suatu program yang user friendly.

a. Delapan aturan emas

Menurut Scheiderman(1998,p74-75), untuk merancang sistem interaksi manusia dan komputer yang baik, harus memperhatikan delapan aturan dalam perancangan antarmuka, seperti:

ƒ Strive for consistency (berusaha keras untuk konsisten dalam merancang tampilan). ƒ Enable frequent user to use shortcuts (memungkinkan pengguna menggunakan

(35)

ƒ Offer informative feed back (memberikan umpan balik yang informatif).

ƒ Design dialogs to yield closure (merancang dialog untuk menghasilkan keadaan akhir).

ƒ Offer simple error handling (memberikan penanganan kesalahan).

ƒ Permit easy reversal of actions (mengijinkan pembalikan aksi dengan mudah). ƒ Support internal locus of control (mendukung pengguna menguasai sistem).

ƒ Reduce short-term memory load (mengurangi beban jangka pendek pada pengguna), di mana manusia hanya dapat mengingat 7 ± 2 satuan informas, sehingga perancangan harus sederhana.

b. Teori waktu respons

Waktu respon dalam sistem komputer menurut Scheiderman(1998,p352) adalah jumlah detik dari saat pengguna program memulai aktifitas, misalnya dengan menekan tombol enter / tombol mouse, sampai menampilkan hasilnya di layar atau printer. Beberapa pedoman yang disarankan Scheiderman(1998, p367) adalah bahwa pemakai lebih menyukai waktu respon yang pendek, waktu respon yang panjang mengganggu, waktu respon yang pendek menyebabkan waktu pengguna berpikir lebih pendek, waktu respon harus sesuai dengan tugasnya, dan pemakai harus diberi tahu mengenai penundaan yang panjang.

c. Pedoman merancang tampilan data

Beberapa pedoman yang disarankan untuk digunakan dalam merancang data yang baik menurut Smith dan Mosier yang dikutip oleh Scheiderman(1998, p80) yaitu:

(36)

ƒ Beban ingatan yang sedikit mungkin bagi pengguna. Pengguna tidak perlu mengingat informasi dari layar yang satu ke layar yang lain.

ƒ Kompatibilitas tampilan data dengan pemasukan data. Format tampilan informasi perlu berhubungan erat dengan tampilan pemasukan data.

ƒ Fleksibilitas kendali pengguna terhadap data. Pemakai harus dapat memperoleh informasi dari tampilan dalam bentuk yang memudahkan.

2.8.3 Teori State Transition Diagram (STD)

STD adalah sebuah diagram yang menggambarkan bagaimana proses saling berhubungan dalam suatu waktu. STD menggambarkan state yang dimiliki sistem komputer dan kejadian yang menyebabkan perubahan state ke state lainnya. STD merupakan sebuah modeling tool yang digunakan untuk mendeskripsikan sistem yang memiliki ketergantungan terhadap waktu.

Komponen-komponen utama STD adalah:

a. (State), merepresentasikan reaksi yang ditampilkan ketika suatu tindakan dilakukan.

b. (Arrow), disebut juga transisi state.

c. (Condition and Action). Kondisi adalah suatu event pada

external environment yang dapat dideteksi oleh sistem misalnya sinyal, interrupt

atau data. Action adalah hal yang dilakukan oleh sistem bila terjadi perubahan state atau data. Action akan menghasilkan output, message display pada layar, menghasilkan kalkulasi dan lain–lain.

Gambar

Gambar 2.3 Model Waterfall

Referensi

Dokumen terkait

Buku yang ditulis Khalīfah itu dapat dijadikan sebagai sumber rujukan dalam penelitian tesis ini, karena di dalam bahasannya ditemukan kajian kritik atas beberapa kitab tafsir

BAB II KAJIAN PUSTAKA Bab ini membahas tentang teori-teori yang berkaitan dengan media website dan faktor-faktor yang berhubungan dengan judul penelitian yaitu pemanfaatan media

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKJIP) Pengadilan Negeri Rote Ndao Kelas II tahun 2020 menyampaikan data-data keberhasilan kinerja tahun 2020 dengan berpedoman pada

Sehingga, dengan pola yang sama, maka Sehingga, dengan pola yang sama, maka gambar yang menyusun pada kolom kedua gambar yang menyusun pada kolom kedua

Dalam syariat Islam, hewan yang ketika disembelih dengan tidak mengucapkan kalimat Allah l, maka tidak akan halal daging tersebut untuk Selain mendekatkan diri kepada Allah

Ter- kait dengan peran koridor Malioboro sebagai destinasi utama wisata di Kota Yogyakarta, da- pat dikatakan elemen-elemen berkarakter dan khas yang terdapat di

Sekiranya ruang makan khusus tidak dapat disediakan, ruang yang sesuai di luar bangunan seperti di serambi boleh dijadikan sebagai ruang makan dengan dibina 2

(4) Terhadap alat UTTP yang ditera ulang atas permintaan sendiri atau berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan Retribusi