• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENGGUNAAN VAKSIN H5N1 DAN H5N2 VIRUS AVIAN INFLUENZA PADA PETERNAKAN UNGGAS DI DAERAH JAWA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PENGGUNAAN VAKSIN H5N1 DAN H5N2 VIRUS AVIAN INFLUENZA PADA PETERNAKAN UNGGAS DI DAERAH JAWA BARAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGGUNAAN VAKSIN H5N1 DAN H5N2

VIRUS AVIAN INFLUENZA PADA PETERNAKAN UNGGAS

DI DAERAH JAWA BARAT

(Effect of H5N1 and H5N2 Vaccine Strain Poultry Farm in West Java)

SUDARISMAN

Balai Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinatan No. 30, Bogor 16114

ABSTRACT

Outbreaks of avian influenza (AI) caused by highly pathogenic H5N1 type A influenza virus began in Indonesia in 2003. The disease has spread to many provinces and become endemic in the area. Control and eradication programs of AI in Indonesia have included a widespread vaccination program. The vaccination results in poultry of using certain vaccines has been evaluated to determine protection and cross reaction of the AI vaccine. Field observations, including monitoring of AI outbreaks and serological tests of the poultry in endemic areas have been done in district of Bogor, Sukabumi and Bekasi. The homolog vaccines (contain killed H5N1 AI virus ) and heterolog vaccines (contain killed H5N2 AI virus), have now been extensively used in the field. Field observations revealed that AI outbreaks are still occurred despite of vaccination programs. Serologic analysis using hemagglutination inhibition tests showed major antigenic differences antibody responses belonging to the different type of AI virus vaccine. Vaccine protection studies further in the field confirmed the in vitro serologic results indicating that vaccines contain killed H5N2 AI virus were not able to prevent the AI outbreaks which were caused by H5N1 AI virus. It is likely the persistence of the AI virus in the field could be aided by its antigenic difference from the vaccine strain. The results above suggested that the use of heterolog AI vaccines in poultry in Indonesia should be reconsidered.

Key Words: Avian Influenza, Vaccines, Poultry, West Java

ABSTRAK

Wabah flu burung atau Avian Influenza (AI) di Indonesia yang disebabkan oleh virus highly pathogenic H5N1 tipe A mulai ditemukan pada tahun 2003. Penyakit ini telah menyebar ke banyak propinsi dan menjadi endemik di daerah tersebut. Pengendalian dan pemberantasan virus penyakit AI di Indonesia telah mencakup program vaksinasi secara meluas. Hasil vaksinasi pada unggas dengan penggunaan tipe vaksin tertentu telah dievaluasi untuk menentukan adanya proteksi dan reaksi silang dari vaksin. Pengamatan lapangan telah dilakukan di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Bekasi meliputi monitoring adanya kasus AI, dan uji serologik dari unggas di daerah endemik. Vaksin homolog (mengandung virus mati AI H5N1) dan vaksin heterolog (mengandung virus mati AI H5N2) telah digunakan secara meluas di lapangan. Hasil pengamatan menunjukkan sampai saat ini kasus AI masih terjadi meskipun telah dilakukan program vaksinasi. Analisa serologis menggunakan uji hemagglutination inhibition menujukkan adanya perbedaan yang besar dari respon antibodi yang tergantung dari tipe berbeda dari virus AI vaksin. Pengamatan proteksi pascavaksinasi di lapangan yang dikonfirmasikan dengan hasil serologis in vitro menunjukkan bahwa vaksin yang mengandung virus mati H5N2 tidak mampu mencegah terjadinya wabah AI yang disebabkan virus AI H5N1. Kemungkinan persistensi virus AI di lapangan dapat disebabkan oleh penggunaan galur vaksin yang mempunyai perbedaan antigenik dari virus penyebab wabah AI di Indonesia. Dari hasil pengamatan diatas disarankan agar penggunaan vaksin heterolog pada unggas di Indonesia harus dipertimbangkan kembali. Kata Kunci: Avian Influenza, Vaksin, Unggas, Jawa Barat

PENDAHULUAN

Avian influenza (AI) adalah adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan dapat

menyebabkan penyakit gangguan pernafasan sampai pada kematian pada berbagai unggas dan mamalia. Induk semang alami dari penyakit ini adalah bebek liar, burung camar

(2)

dan burung-burung pantai. Infeksi pada unggas dapat tidak terlihat, menyebabkan gangguan pernafasan, penurunan produksi, atau menyebabkan kematian secara cepat, yaitu penyakit yang disebut Highly Pathogenic Avian Influenza (SUAREZ dan SCHULTZ -CHERRY, 2000). Penyakit AI disebabkan virus infuenza A yang mempunyai subtipe dengan 15 hemagglutinin (H1 –H15) dan 9 neuraminidase (N1-N9) yang berbeda (TUMPEY et al., 2001).

Untuk dapat memberikan perlindungan penyakit AI pada unggas, dibutuhkan vaksin yang dapat menimbulkan antibodi yang dapat menetralisasi protein hemaglutinin dan neuraminidase virus penyebab penyakit. Berbagai vaksin dapat menimbulkan antibodi, termasuk vaksin mati virus utuh dan vaksin rekombinan fowl pox (SUAREZ dan SCHULTZ -CHERRY, 2000).

Vaksin homolog inaktif pada umumnya digunakan untuk mengendalikan wabah AI di Indonesia pada tahun awal ditemukannya wabah penyakit ini. Vaksin semacam ini juga sudah diproduksi di Indonesia dan peternak unggas di lapangan umumnya menyatakan bahwa efektifitas vaksin ini cukup baik, ditinjau dari pemeriksaan serologis sebelum dan sesudah vaksinasi dan juga daya proteksinya terhadap serangan penyakit AI. Vaksin homolog ini mengandung virus mati dengan tipe H5N1, yaitu tipe yang sama dengan penyebab wabah AI di Indonesia. Bibit virus untuk pembuatan vaksin ini juga berasal dari isolat lokal virus penyebab wabah AI di Indonesia.

Vaksin heterolog adalah vaksin inaktif dengan kandungan virus AI dari tipe yang berbeda dari virus penyebab wabah AI di Indonesia. Vaksin heterolog yang telah beredar adalah vaksin yang mengandung tipe virus H5N2, vaksin inaktif yang mengandung tipe virus H5N9 dan sebagainya.

Sejak 24 Januari 2004 seperti yang diumumkan oleh Dirjen Produksi Peternakan yang memiliki kewenangan medis veteriner, penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) pada hewan dan unggas berstatus wabah. Pada awal terjadinya wabah tahun 2003, telah kita ketahui banyak vaksin ilegal asal China yang beredar. Vaksin ini mengandung virus AI dengan yang berbagai macam tipe dan terkadang tidak jelas tipe virus AI yang

terkandung di dalamnya. Efektifitas vaksin ini di lapangan juga bermacam-macam. OIE meragukan kualitas dari beberapa vaksin produksi China. Tetapi laporan FAO dari Vietnam menunjukkan bahwa vaksin China sudah memberikan dampak pada pengendalian wabah AI pada unggas (FAO, 2006).

Akhir akhir ini, distribusi vaksin AI sudah didominasi olah vaksin impor heterolog. Hal ini cukup menimbulkan banyak pertanyaan dan perdebatan karena belum ada data hasil penelitian di Indonesia yang mendukung efektifitas vaksin heterolog tersebut. Pada pengamatan di laboratorium dan lapangan, ternyata vaksin AI yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu: dapat melindungi terhadap timbulnya gejala klinis dan kematian, mengurangi shedding virus lapangan jika unggas yang divaksin terserang AI, dapat mencegah penularan kontak dengan virus lapangan, memberikan paling sedikit 20 minggu proteksi sesudah vaksinasi tunggal atau dengan ulangan, melindungi terhadap tantangan dosis rendah sampai tinggi dari virus lapangan, melindungi terhadap adanya perubahan pada virus lapangan dan meningkatkan daya tahan terhadap infeksi virus influenza (SWAYNE, 2005).

Untuk menentukan vaksin yang baik digunakan untuk mengatasi wabah AI di Indonesia, tentunya kesemua syarat vaksin AI yang telah disebutkan di atas perlu dipenuhi. Untuk itu pengamatan efikasi vaksin tidak hanya perlu dilakukan di laboratorium, tetapi perlu juga diamati efikasinya di lapangan. Untuk kemudian hasil evaluasinya akan dapat menentukan vaksin yang sesuai dan baik untuk mengatasi wabah AI di lapangan. Dalam tulisan ini akan diuraikan hasil pengamatan terhadap penggunaan vaksin heterolog dan homolog yang telah digunakan di lapangan untuk pencegahan wabah AI di Indonesia.

MATERI DAN METODE

Lokasi pengamatan/pengambilan sampel

Lokasi pengamatan dan monitoring kejadian AI pada unggas terutama dilakukan di Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Bekasi (daerah endemis untuk AI), bekerjasama dengan staf Dinas Peternakan setempat, dokter hewan praktisi perunggasan, dan pemilik/

(3)

manager peternakan di daerah tersebut. Pada kasus kematian ayam yang diduga terserang AI, jika memungkinkan, segera diambil sampel dari ayam yang dicurigai. Ayam yang terlihat normal juga dapat diambil sampelnya sebagai pembanding.

Pengambilan sampel

Sampel yang diambil dapat berupa sampel darah, swab trakhea, swab cloaca, organ atau jaringan dari unggas/ayam mati yang diduga disebabkan serangan AI. Jika pemilik peternakan mengijinkan, sampel diambil beserta data riwayat penyakit dan riwayat vaksinasi dari unggas tersebut. Sampel segera dibawa ke laboratorium untuk pengujian serologis atau isolasi virus penyebab penyakit. Selain itu, juga telah dilakukan uji deteksi virus secara cepat dengan kit yang telah disediakan (Animal Genetics Inc., Korea).

Pengujian serologis

Uji yang digunakan untuk pemeriksaan sampel serum adalah uji Haemagglutination Inhibition (OIE, 2004). Dari uji ini akan dapat diketahui rata-rata titer HI (dalam log2) dan keseragaman titer HI dalam flok tersebut. Hasil uji ini tentunya sangat tergantung pada umur ayam, riwayat vaksinasi dan dapat juga menggambarkan adanya suatu serangan AI di dalam flok.

Untuk uji HI ini telah digunakan dua macam antigen yaitu antigen asal virus AI H5N1 dan antigen asal virus AI H5N2. Dalam peternakan yang menggunakan vaksin inaktif dari virus AI H5N2, pada umumnya produsen vaksin akan melakukan uji HI setelah vaksinasi dengan antigen yang sama (H5N2). Tetapi karena adanya reaksi silang antara ke dua macam antigen tersebut, maka akan diuji hasil titer HI yang didapat jika digunakan antigen yang berbeda.

Perbandingan respon antibodi ayam dan pola kematian ayam yang terserang AI dengan menggunakan 2 jenis vaksin berbeda (H5N1 dan H5N2)

Dalam pengamatan ini akan diukur antibodi dari ayam yang terserang AI setelah ayam

mendapatkan vaksinasi dengan vaksin AI inaktif H5N1. Hasil tersebut akan dibandingkan dengan respon antibodi ayam yang terserang AI setelah mendapat vaksinasi dengan vaksin heterolog (mengandung virus H5N2). Pengukuran titer antibodi dilakukan dengan uji HI menggunakan antigen H5N1. Data jumlah kematian ayam didapatkan dari pengelola peternakan.

Pengamatan tentang kasus AI yang terjadi di lapangan, vaksin AI yang digunakan dan pola kematian yang terjadi pada peternakan yang terserang

Untuk pengamatan ini dilakukan pengamatan tentang adanya kasus AI pada daerah endemik di Kabupaten Bogor, Sukabumi, Cianjur dan Tanggerang. Tidak semua kasus AI dapat dipantau, dan tidak semua peternakan ayam yang terserang AI dapat memberikan data-data tentang kasus yang terjadi karena berbagai alasan. Tetapi dari beberapa data yang diperoleh dari berbagai sumber, diharapkan dapat diperoleh gambaran tentang keadaan penyakit yang terjadi di lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pemeriksaan serologis dengan menggunakan 2 macam antigen yang berbeda (H5N1 dan H5N2) diperoleh hasil adanya perbedaan hasil uji HI (Tabel 1.). Perbedaan hasil uji HI antara penggunaan 2 macam antigen ini berkisar anrata 1 sampai 2 log 2. Hal ini cukup penting untuk diketahui karena adanya paparan virus AI akan ditunjukkan oleh adanya beberapa ayam yang menujukkan titer HI yang meninggi dan jauh melebihi normal (SOLVAY ANIMAL HEALTH,INC, 1995).

Pada Tabel 1. juga dapat dilihat bahwa jika digunakan antigen H5N1, maka adanya paparan virus AI terhadap ayam yang belum divaksinasi, akan diketahui dengan adanya ayam dalam flok yang memiliki titer terhadap AI. Tetapi jika digunakan antigen H5N2 dalam uji HI, paparan AI tersebut tidak akan dapat kita ketahui dan hasil uji HI tidak menunjukkan adanya antibodi terhadap H5N2, karena serangan AI di Indonesia saat ini disebabkan oleh virus H5N1.

(4)

Tabel 1. Pengaruh penggunaan tipe antigen virus yang berbeda terhadap hasil uji HI dari sampel serum ayam Uji dengan antigen virus H5N1 Uji dengan antigen virus H5N2 Jumlah sampel

per flok ayam Rata-rata titer HI

(log 2) St. Dev. C.V. Rata-rata titer HI (log 2) St. Dev. C.V. 6 8.17 2.40 29.40% 6.00 3.16 52.70% 6 7.00 2.45 34.99% 5.17 2.79 53.94% 6 8.50 1.87 22.01% 5.83 2.71 46.53% 6 8.33 1.51 18.07% 6.33 1.97 31.05% 6 8.83 2.23 25.23% 7.17 2.32 32.32% 22 0,95 2.06 >100% 0.00 - -

CV = Coefficient of variation, SD = Standard deviation

Dari pengamatan akan adanya serangan AI yang menyerang suatu flok juga dapat diketahui dengan memantau respon serologis ayam dengan jangka waktu tertentu secara teratur (Gambar 1.). Adanya serangan dapat dilihat dengan adanya peningkatan titer HI secara menyolok (jauh lebih tinggi daripada respon pasca vaksinasi pada umumnya), disertai dengan adanya peningkatan Coefficient of Variation (CV) atau keseragaman titer antibodi dalam suatu flok ayam. Persentase CV menunjukkan keseragaman respon dari suatu populasi. Keseragaman sangat baik untuk CV kurang dari 30%, sedang untuk CV antara 30 sampai 50%, kurang untuk CV di atas 50% (SYMBIOTICS CORP., 2001, IDEXX, 1993).

Jika ayam telah terlindungi dengan baik, gambaran respon seperti peningkatan titer antibodi secara mendadak dapat diamati jika dipantau dalam interval waktu yang teratur, tetapi ayam tidak menujukkan gejala klinis apapun dan juga tidak ada kematian yang terjadi. Penggunaan vaksin homolog (H5N1) telah terbukti dapat melindungi ayam dari serangan AI, dan respon seperti ini dapat diamati pada kelompok ayam yang telah divaksinasi dengan program yang tepat. Penurunan titer HI kembali normal akan terjadi setelah ayam dapat menetralisasi antigen virus yang masuk.

Gambar 2. merupakan hasil pengamatan dari pola kematian ayam yang terjadi dengan menggunakan vaksin homolog dan heterolog. Pada bulan Desember 2004, di suatu peternakan di Kabupaten Cianjur ditemukan pola kematian yang cukup tinggi (> 75%), meskipun ayam telah mendapatkan program

vaksinasi dengan vaksin heterolog (H5N2). Setelah kasus, peternakan tersebut selanjutnya menggunakan program vaksinasi AI dengan vaksin homolog (H5N1). Pada waktu mendapat serangan AI (yang diketahui dari adanya respon serologis dan juga ada kematian <0.02%), kerugian dan kematian yang terjadi pada peternakan tersebut tidak sebesar pada waktu penggunaan vaksin heterolog. Hal ini sesuai dengan pendapat dari CHANG et al., (2004) yang menyatakan bahwa vaksin heterolog tidak dapat melindungi ayam dari serangan AI dan juga tidak dapat mencegah virus shedding.

Pada Tabel 2. dapat dilihat pola kematian ayam dari suatu peternakan pembibitan ayam pada saat serangan AI terjadi. Peternakan pembibitan tersebut menggunakan vaksin AI inaktif dari virus H5N2 dan respon yang ditimbulkan setelah vaksinasi juga sangat baik. Tetapi pada saat terjadi serangan AI, terjadi kematian yang tidak tertahankan sampai populasi ayamnya habis. Tingkat proteksi vaksin AI inaktif yang mengandung virus AI H5N1 (2004) menurut Balai Besar Veteriner Wates, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV) Denpasar yaitu 69,3 % untuk Jawa tengah, 76% untuk Jawa Barat, 60% untuk DIY dan 63% untuk Bali (INFOVET, 2005). Pada peternakan yang menggunakan vaksin homolog (H5N1) kerugian ekonomis karena kematian yam yang tinggi tidak terjadi. Tetapi peternakan yang menggunakan vaksin heterolog ternyata dapat memperlihatkan kematian dan penurunan produksi telur.

(5)

Gambar 1. Gambaran serologis ayam yang mendapat serangan virus AI Ayam telah divaksinasi dengan vaksin homolog (H5N1)

Tidak ada kematian pada ayam-ayam ini, terjadi penurunan titer HI yang menyolok, dan terjadi peningkatan % Coefficient of Variation (CV)\

Kd 13: umur ayam 48 minggu; Kd 14: umur ayam 47 minggu Kd 15: umur ayam 45 minggu; Kd 22: umur ayam 55 minggu Kd 23: umur ayam 53 minggu; Kd 24: umur ayam 51 minggu

Gambar 2. Pola kematian ayam yang terserang AI di lapangan, setelah divaksin dengan H5N2 (heterolog). Kematian tidak dapat dicegah dengan vaksin heterolog

Dari hasil pengumpulan data di lapangan (Tabel 2.), pada peternakan yang menggunakan vaksin heterolog (H5N2), tingkat kematian ayam biasanya dimulai dari 2% kemudian

meningkat menjadi 3,5% per minggu. Demikian juga penurunan produksi telur menurun mulai 2% dan kemudian makin meningkat. Tingkat kematian ayam pada

3 4 5 6 7 8 9 10 M onday , M arch 07, 2005

Friday , M arch 18, 2005 Tuesday , M arch 29, 2005 Saturday , Ap ril 30, 2005 Waktu Pengamatan T it er H I ( L og 2) Kd 13 Kd 14 Kd 15 Kd 22 Kd 23 Kd 24 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1 3 5 7 9 11 13 15 Minggu ke J u m lah k em a ti an ayam ( ekor ) Kandang A Kandang B Kandang C Kandang D

(6)

peternakan semacam ini dapat mencapai lebih dari 75% dan untuk ayam petelur tersisa yang masih hidup, biasanya produksi telurnya tidak dapat kembali normal. Pengumpulan data dari semua kasus AI di lapangan agak sulit diperoleh di lapangan, karena banyak pemilik peternakan sangat khawatir akan dampak pemberitaan dan konsekwensi yang harus ditanggungnya atas kasus AI yang terjadi dipeternakannya.

CHEN et al. (2004) dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa ayam yang telah divaksinasi dengan vaksin heterolog (H5N2) dapat terlindungi terhadap serangan AI (H5N1), tetapi dari kloaka ayam-ayam tersebut dapat diisolasi virus H5N1 jadi walaupun ayam terlindungi, ayam tersebut tetap melakukan virus shedding.

Tabel 2. Pengamatan penggunaan vaksin AI homolog dan heterolog di lapangan, serta proteksinya pada peternakan yang terkena serangan AI

Vaksin AI Waktu kasus Lokasi kasus AI % kematian* Keterangan lain Tanpa vaksin Maret 2004 Kabupaten Tanggerang >90% -

H5N2 Desember 2004 Kabupaten Cianjur >75% -

H5N2 Agustus 2005 Kabupaten Sukabumi >50% -

H5N1 Maret 2005 Kabupaten Cianjur 0% Serangan AI diketahui dari monitoring respon serologis H5N1 Nopember 2005 Kabupaten Sukabumi <50% Program vaksinasi tidak baik (ada infeksi campuran dengan Gumboro dan ND) H5N1 Desember 2005 Kabupaten Sukabumi 0% Serangan AI diketahui dari

monitoring respon serologis

H5N2 Maret 2006 Kabupaten Bogor > 75% -

H5N2 Mei 2006 Kabupaten Sukabumi 3% per minggu

Penurunan produksi telur 30%

H5N9 Mei 2006 Kabupaten Tanggerang > 75% -

H5N1 Mei 2006 Kabupaten Sukabumi 0% Serangan AI diketahui dari monitoring respon serologis *Diagnosis AI dilakukan dengan uji deteksi cepat atau isolasi virus

(7)

Gambar 5. Deteksi cepat kasus AI dengan menggunakan kit

Tanda panah menunjukkan hasil uji sampel yang positif kuat (+++), lebih positif dibandingkan dengan kontrol positif

Kriteria vaksin AI yang harus dipenuhi oleh vaksin yang baik dalam uji percobaan di laboratorium maupun uji di lapangan adalah melindungi terhadap timbulnya gejala klinis dan kematian, menurunkan dan menghentikan virus shedding pada ayam yang telah divaksinasi, mencegah penularan dari virus lapangan, memberikan sedikitnya proteksi selama 20 minggu sesudah vaksinasi, melindungi unggas terhadap perubahan virus (pergeseran antigenik) dan meningkatkan resistensi ayam terhadap infeksi AI (SWAYNE, 2003, SWAYNE dan HALVORSON, 2005; CAPUA et al., 2004). Ternyata, dari kenyataan di lapangan dapat diamati bahwa vaksin heterolog tidak mampu memenuhi syarat yang telah disebutkan di atas.

Dikhawatirkan penggunaan vaksin heterolog dapat menyebabkan adanya persistensi virus AI di lapangan karena adanya shedding virus oleh ayam yang divaksin dengan vaksin heterolog. Demikian pula dengan mulai diproduksinya vaksin heterolog (mengandung virus low pathogenic AI H5N2) di Indonesia akan menimbulkan resiko karena berarti memasukkan virus AI dengan tipe baru yang sebelumnya belum ada di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus low pathogenic AI (LPAI) dari subtipe H5 dan H7 dapat bermutasi menjadi bentuk virus highly pathogenic (HPAI) (CHANG et al., 2004). Beberapa mekanisme mutasi yang terjadi

dalam kejadian berubahnya virus LPAI menjadi HPAI telah banyak dikemukakan peneliti (KAWAOKA et al., 1984; PERDUE et al., 1996;, SUAREZ et al., 2004).

Dengan banyaknya kegagalan penggunaan vaksin heterolog di lapangan, diharapkan bahwa kebijaksanaan untuk menggunakan vaksin heterolog di Indonesia dapat ditinjau kembali.

KESIMPULAN

Penggunaan vaksin AI homolog (H5N1) di Indonesia cukup baik proteksinya dan dapat mengurangi kematian ayam akibat serangan AI pada peternakan ayam komersil atau peternakan pembibitan ayam. Adanya serangan AI pada ayam yang divaksinasi dapat diketahui dari peningkatan titer antibodi jika serum ayam diperiksa dengan uji HI. Kasus kematian yam yang cukup tinggi atau adanya penurunan produksi telur ditemukan pada peternakan ayam di daerah Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan Tangerang yang telah melakukan vaksinasi dengan vaksin heterolog pada ayam-ayamnya. Penggunaan vaksin heterolog di lapangan ternyata tidak dapat melindungi ayam dari serangan AI. Dari hasil pengamatan diatas disarankan agar penggunaan vaksin heterolog pada unggas di Indonesia harus dipertimbangkan kembali.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih terutama ditujukan kepada Drh. Adin Priadi, seluruh dokter hewan/ praktisi perunggasan di lapangan, serta para pemilik peternakan ayam yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data maupun pengolahan data yang diperoleh. Kepada Local Disease Contral Center (LDCC – FAO, juga diucapkan terima kasih atas bantuan dana yang diberikan untuk pengumpulan data lapangan. Semoga data-data yang telah dikumpulkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi perbaikan kesehatan unggas di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

CAPUA, I., C. TERREGINO, G. CATTOLI and A. TOFFAN. 2004. Increased resistance of vaccinated turkeys to experimental infection with H7N3 low-pathogenicity avian influenza virus. Avian Pathol. 33(2): 158 – 163. CHANG,W.L.,D.A.SENNE and D.L.SUAREZ. 2004.

Effect of vaccine use in the evolution of Mexican Lineage H5N2 Avian Influenza virus. J. Virol. 78(15): 8372 – 8381.

CHEN,R.A.,Z.F.WEN,M.H.TANG andH.B.CHENG, L.LIN. 2004. Immune test of AI H5 inactivated oil emulsion vaccine in ducks, geese and chickens. http://www.cjvst.com/czy/04zk/01. htm (23 Mei 2005).

FAO. 2006. Update on the Avian Influenza situation (As of 23/02/2006). FAOAIDE news Issue no. 39.

IDEXX.1993. Flockcheck production guide-revised. Idexx Lab. Inc Maine, USA. pp. 15 – 16 – 33. INFOVET, 2005.PDHI: Pernyataan virus flu burung

sengaja disebar, mengarah pada kebohongan publik. Edisi November. hlm. 21.

KAWAOKA, Y., C.W. NAEVE and R.G. WEBSTER. 1984. Is virulence of H5N2 influenza viruses in chickens associated with loss of carbohydrate from the hemagglutination? Virology 139: 303 – 316.

OIE. 2004. Highly pathogenic Avian Influenza.. Manual of Diagnostic Tests and Vaccines for Terrestrial Animals, 5th Ed. Chapter 2.1.14. PERDUE,M.L.,M.GARCIA,J.BECK,M.BRUGH and

D.SWAYNE. 1996. An Arg-Lys insertion at the hemagglutinin cleavage site of an H5N2 avian influenza isolate. Virus Genes 12: 77 – 84. SOLVAY ANIMAL HEALTH, INC. 1995. Vaxfacts:

Respon kekebalan terhadap vaksinasi. PT Paeco Agung, Jakarta. hml. 4 – 5.

SUAREZ, D.L. and S. SCHULTZ-CHERRY. 2000. Immunology of avian influenza virus: a review. Develop. and Comp. Immun. 24: 269 – 283.

SUAREZ,D.L.,D.A.SENNE,J.BANKS,I.H.BROWN, S.C. ESSEN, C.W. LEE, R.J. MANVELL, C. MATHIEU-BENSON,V. MORENO, J.PEDERSEN, B.PANIGRAPHY,H.ROJAS,E.SPACKMAN and D.J. ALEXANDER. 2004. Recombination resulting in virulence shift in avian influenza outbreak, Chile. Emerg. Infect. Dis. 10: 693 – 699.

SWAYNE, D. 2005. Avian influenza,poultry vaccines: a review. A ProMed-mail post (http://www. promedmail.org).

SWAYNE, D. and D.A.HALVORSON. 2003. Influenza. In: Diseases of Poultry, 11th Ed. SAIF,Y.M., H.J.BARNES,A.M.FADLY,J.R.GLISSON,L.R. MAC DOUGALD andD.E.SWAYNE (Eds.). Iowa State Univ. Press, Ames, IA, pp. 135 – 160. SYMBIOTICS CORP. 2001. Poultry Heath

Management Manual. Symbiotics Corp.San Diego, USA. pp 22 – 23.

TUMPEY, T.M.,M. RENSHAW, J.D.CLEMENTS and J.M. KATZ. 2001. Mucosal delivery of inactivated influenza vaccine induces B-cell dependent heterosubtypic cross-protection against lethal infleunza A H5N1 virus infection. J. Virol. 75(11): 5141 – 5140.

Gambar

Gambar 2 .  Pola kematian ayam yang terserang AI di lapangan, setelah divaksin dengan H5N2 (heterolog)
Tabel 2.  Pengamatan penggunaan vaksin AI homolog dan heterolog di lapangan, serta proteksinya pada  peternakan yang terkena serangan AI
Gambar 5.  Deteksi cepat kasus AI dengan menggunakan kit

Referensi

Dokumen terkait

Analisis dari tabel diatas yaitu, semakin besar ukuran perusahaan akan lebih untuk mendapatkan hutang dalam jumlah yang lebih besar dengan cost of debt yang lebih rendah,

Pada studi daerah Cikotok, Pongkor dan Lebong Tandai terlihat ketepatan posisi densitas tinggi terhadap prospek yang telah terbukti, dan sangat cocok untuk dipakai pada

Bobot polong segar (ton ha -1 ) varietas Saka lebih tinggi dan berbeda dengan varietas Peleton, perlakuan mulsa jerami padi terlihat memberikan hasil tertinggi (36,92 ton

Dalam program pengembangan kelembagaan lembaga pengelola air bersih di Desa Ridomanah, Kecamatan Cibarusah, Kabupaten Bekasi diawali oleh kegiatan KKN yang dilakukan

dengan adanya perancangan media promosi ini masyarakat dapat lebih mengenal percetakan Lontar Media sebagai perusahaan jasa percetakan dan mampu menarik minat audience

Dalam stability of consociational settlement yang akan disinggung dalam pembahasan konflik di Irlandia Utara ini meliputi agenda kebijakan politik dan kebijakan

Fekunditas belut sawah hasil induksi hormonal dengan panjang 22±2 cm dan bobot tubuh 5 sampai 12 g yang terbaik pada minggu ke-4 (akhir penelitian) adalah perlakuan

Pergeseran ini terjadi karena pengaruh tiga faktor: pertama, adanya penguatan koalisi negara berkembang terutama paska dimulainya perundingan Doha sebagai bagian dari