• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diktat Matematika Dasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Diktat Matematika Dasar"

Copied!
198
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha

Kuasa atas segala limpahan rahmat Nya, hingga Diktat Matematika Dasar ini dapat

diselesaikan. Mudah-mudahan diktat ini dapat membantu mahasiswa STMIK Global

Informatika MDP dan AMIK MDP dalam mengikuti mata kuliah Matematika Dasar.

Penulis mengucapkan terimakasih dan menyampaikan pengharagaan yang

setinggi-tingginya pada Ketua STMIK Global Informatika MDP dan Direktur AMIK

MDP yang selalu memberikan dorongan baik pada penulis maupun maupun pada

rekan-rekan dosen lainnya untuk menyusun materi kuliah baik dalam bentuk diktat

atau buku. Dorongan tersebut telah menambah semangat penulis dalam

menyelesaikan tulisan ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan pada

rekan-rekan dosen yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan diktat ini.

Mudahan-mudahan dengan adanya dorongan dan dukungan yang diberikan pada penulis akan

dapat dihasilkan diktat lain dalam waktu singkat.

Meskipun telah berhasil diterbitkan, penulis menyadari bahwa diktat ini masih

sangat sederhana dan tentu masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh

karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca

sekalian, sehingga dapat dihasilkan diktat yang lebih baik pada masa yang akan

datang. Saran, kritik dan koreksi dapat disampaikan pada alamat,

[email protected]

Akhirnya penulis mengucapkan selamat belajar kepada seluruh mahasiswa

STMIK Global Informatika MDP dan AMIK MDP. Mudahan-mudahan sukses selalu

menyertai saudara-saudara.

Palembang, 5 September 2011

Penulis,

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . . . i

DAFTAR ISI . . . ii

BAB I. Sistem Bilangan. . . 1

1.1 Sistem Bilangan Ril . . . 1

1.1.1 Bilangan Ril . . . 1

1.1.2 Garis Bilangan Ril . . . 2

1.1.3 Hukum-hukum Bilangan Ril . . . 2

Soal-soal . . . 3

1.2 Bilangan Kompleks . . . 3

1.2.1 Sifat-sifat Bilangan Kompleks . . . 3

1.2.2 Konjugat . . . 3

1.2.3 Perkalian Bilangan Kompleks dengan Konjugatnya . . . 3

1.2.4 Pembagian Dua Buah Bilangan Kompleks . . . 4

Soal-soal . . . 4

1.3 Pertidaksamaan . . . 4

1.3.1 Sifat-sifat Pertidaksamaan . . . 5

1.3.2 Selang . . . 5

1.3.3 Pertidaksamaan Linier Satu Peubah . . . 6

1.3.4 Nilai Mutlak . . . 8

1.3.5 Pertidaksamaan Linier Dua Peubah . . . 9

1.3.6 Sistem Pertidaksamaan Linier . . . 11

1.3.7 Pertidaksamaan Kuadrat . . . 13

Soal-soal . . . 14

1.4 Koordinat Kartesius . . . 14

1.5 Pertambahan dan Jarak . . . 16

1.5.1 Jarak Antara Dua Buah Titik . . . 16

1.5.2 Titik Tengah . . . 17

1.6 Kemiringan Garis . . . 17

1.7 Dua Garis Sejajar . . . 18

1.8 Dua Garis Tegak Lurus . . . 19

Soal-soal . . . 21 II Himpunan . . . 22 2.1 Definisi. . . 22 2.2 Penyajian Himpunan. . . 22 2.3 Kardinalitas . . . 23 2.4 Himpunan Kosong . . . 23

2.5 Himpunan Bagian (Subset) . . . 23

2.6 Kesamaan Himpunan . . . 24

2.7 Ekivalensi Himpunan . . . 24

2.8 Himpunan Saling Lepas . . . 24

2.9 Himpunan Kuasa . . . 25 2.10 Operasi Himpunan . . . 25 2.10.1 Irisan . . . 25 2.10.2 Gabungan . . . 25 2.10.3 Komplemen . . . 26 2.10.4 Selisih . . . 26 2.10.5 Beda Setangkup . . . 27

(4)

2.10.6 Perkalian Kartesian . . . 27

2.10.7 Prinsip Inklusi-Ekslusi . . . 27

2.10.8 Sifat-sifat operasi himpunan dan prinsip dualitas . . . 27

2.11 Himpunan ganda (multiset) dan operasinya . . . 28

2.11.1 Operasi Gabungan . . . 28

2.11.2 Operasi Irisan . . . 28

2.11.3 Operasi Selisih . . . 28

2.11.4 Operasi Jumlah . . . 29

2.12 Pembuktian pernyataan himpunan . . . 29

2.12.1 Pembuktian dengan menggunakan diagram Venn . . . 30

2.12.2 Pembuktian dengan menggunakan tabel keanggotaan . . . 30

2.12.3 Pembuktian dengan menggunakan sifat operasi himpunan . . 30

Soal-soal . . . 30

III. Fungsi . . . 31

3.1 Definisi . . . 31

3.2 Jenis-jenis Fungsi . . . 32

3.2.1 Menurut Jumlah Peubah Bebas . . . 32

3.2.1.1 Fungsi Peubah Bebas Tunggal . . . 32

3.2.1.2 Fungsi Peubah Bebas Banyak . . . 32

3.2.2 Menurut Cara Penyajian . . . 32

3.2.2.1 Fungsi Eksplisit . . . 32 3.2.2.2 Fungsi Implisit . . . 32 3.2.2.3 Fungsi Parameter . . . 32 3.2.3 Fungsi Aljabar . . . 33 3.2.3.1 Fungsi Rasional . . . 33 Soal-soal . . . 36 Soal-soal . . . 41 Soal-soal . . . 44 Soal-soal . . . 46 Soal-soal . . . 49 3.2.3.2 Fungsi Irrasional . . . 49 Soal-soal . . . 50 3.2.4 Fungsi Komposisi . . . 50 Soal-soal . . . 50

3.2.5 Fungsi Satu ke Satu . . . 50

3.2.6 Fungsi Invers . . . 51 Soal-soal . . . 51 3.2.7 Fungsi Transenden . . . 51 3.2.7.1 Fungsi Eksponen . . . 51 Soal-soal . . . 52 3.2.7.2 Fungsi Logaritma . . . 52 Soal-soal . . . 54 3.2.7.3 FungsiTrigonometri . . . 54 Soal-soal . . . 56 Soal-soal . . . 59 Soal-soal . . . 64 Soal-soal. . . 65 Soal-soal. . . 66 3.2.7.4 FungsiTrigonometri Invers . . . 66 Soal-soal . . . 68

(5)

3.2.7.5 FungsiHiperbolik . . . 68

Soal-soal . . . 69

3.2.7.6 FungsiHiperbolik Invers . . . 70

Soal-soal . . . 73

3.2.8 Fungsi Genap dan Ganjil. . . 73

3.2.9 Fungsi Periodik . . . 74

Soal-soal . . . 75

IV Limit dan kekontinuan. . . 76

4.1 Pendahuluan. . . 76

4.2 Definisi Limit. . . 78

4.3 Limit Fungsi. . . 79

Soal-soal. . . 83

4.4 Limit Fungsi Trigonometri. . . 84

4.5 Limit Fungsi Trigonometri Invers. . . 86

Soal-soal. . . 86

4.6 Limit Tak Hingga. . . 87

4.7 Asimtot. . . 88 4.7.1 Asimtot Tegak. . . 89 4.7.2 Asimtot Datar. . . 89 4.7.3 Asimtot Miring. . . 90 Soal-soal. . . 91 4.8 Kekontinuan. . . 91 Soal-soal. . . 92

4.9 Kekontinuan yang dapat dihapus dan yang tak dapat dihapus . . . 92

Soal-soal. . . 93

V Differensiasi. . . 94

5.1 Garis Singgung. . . 94

5.2 Turunan. . . 96

5.3 Notasi Turunan. . . 97

5.4 Differensiabilitas dan kontinuitas. . . 97

5.5 Teorema. . . 97

5.5.1 Turunan bilangan konstan . . . 97

5.5.2 Turunan fungsi kxn . . . 98

5.5.3 Aturan penjumlahan . . . 98

5.5.4 Aturan perkalian . . . 99

5.5.5 Aturan pembagian . . . 99

5.5.6 Turunan fungsi komposisi . . . 100

Soal-soal . . . 101

5.6 Turunan fungsi-fungsi trigonometri . . . 101

Soal-soal . . . 107

5.7 Turunan fungsi-fungsi trigonometri invers . . . 107

5.8 Turunan fungsi eksponen . . . 112

5.9 Turunan fungsi logaritma . . . 113

Soal-soal . . . 115

5.10 Turunan fungsi hiperbolik . . . 115

Soal-soal . . . 119

5.11 Turunan fungsi hiperbolik invers . . . 119

Soal-soal . . . 123

5.12 Turunan tingkat tinggi . . . 123

(6)

5.13 Differensial . . . 124

Soal-soal . . . 125

5.14 Turunan fungsi implisit . . . 125

Soal-soal . . . 126

VI Penerapan Differensiasi . . . 128

6.1 Persamaan garis singgung . . . 128

6.2 Persamaan garis normal . . . 129

Soal-soal . . . 130

6.3 Kelengkungan (Curvature) . . . 130

6.3.1 Jari-jari kelengkungan . . . . . . 130

6.3.2

Pusat kelengkungan ( Center of Curvature )

. . . 132

Soal-soal . . . 133

6.4

Nilai ekstrim

. . . 133

6.4.1 Nilai Ekstrim Lokal . . . 135

6.4.2 Nilai Ekstrim Mutlak . . . 136

Soal-soal . . . 138

6.5 Kecekungan dan kecembungan . . . 138

Soal-soal . . . 140

6.6 Kecepatan dan Percepatan sesaat . . . 140

6.6.1 Kecepatan . . . 140

6.6.2 Percepatan . . . 140

Soal . . . 141

VII. Integral Tak Tentu . . . 142

7.1 Anti Turunan dan Integral Tak Tentu . . . 142

7.2 Rumus-rumus Integral Tak Tentu . . . 142

7.3 Integrasi Dengan Substitusi . . . 144

Soal-soal . . . 145

7.4 Integrasi Bagian Demi Bagian (Integration By Parts) . . . 145

Soal-soal . . . 147

7.5 Integrasi Fungsi Pecah . . . 147

Soal-soal . . . 149

7.6 Integrasi Fungsi Trigonometri . . . 149

7.6.1 Integrasi sin u, cos u, tan u, cot u, sec u dan cosec u . . . 149

7.6.2 Integrasi Fungsi sinmu dan cosmu . . . 150

7.6.3 Integrasi Fungsi Trigonometri sinmu cosnu . . . 152

Soal-soal . . . 153

7.6.4 Integrasi Fungsi Trigonometri tanmu secnu . . . 153

Soal-soal . . . 153

7.7 Integrasi fungsi trigonometri invers . . . 154

7.8 Integrasi dengan Substitusi Trigonometri . . . 156

7.8.1 Integrasi Fungsi Irrasional . . . 156

7.8.2 Integrasi Fungsi 1/(x2 + a2) . . . 159

Soal-soal . . . 160

7.8.3 Integrasi Fungsi (Ax + B)/(ax2 + bx + c) . . . 160

7.8.4 Integrasi Fungsi Irrasional Sejenis . . . 161

7.8.5 Jika adalah satu-satunya bentuk irrasional pada integran. . . 162

7.8.6 162

(7)

Soal-soal . . . 163

VIII Integral Tentu dan Penerapannya . . . 164

8.1 Integral Tentu . . . 164

8.2 Sifat-sifat Integral Tentu . . . 166

Soal-soal . . . 167

8.3 Luas Bidang . . . 167

Soal-soal . . . 170

8.4 Volume dan Luas Kulit Benda Putar . . . 170

Soal-soal . . . 173

IX Matriks dan Determinan . . . 174

9.1 Matriks . . . 174

9.2 Matriks bentuk khusus . . . 174

9.2.1 Vektor Kolom . . . 174 9.2.2 Vektor Baris . . . 175 9.2.3 Matriks Persegi . . . 175 9.2.4 Matriks Segitiga . . . 175 9.2.5 Matriks Diagonal . . . 175 9.2.6 Matriks Skalar . . . 175 9.2.7 Matriks Identitas . . . 175 9.2.8 Matriks Nol . . . 175 9.2.9 Matriks Transpose . . . 176

9.2.10 Matriks Simetri dan Skew-Simetri . . . 176

9.3

Operasi Aritmatika pada Matriks

. . . 176

9.3.1 Penjumlahan . . . 176

9.3.2

Perkalian Skalar dengan Matriks

. . . 176

9.3.3

Perkalian Matriks dengan Matriks

. . . 177

9.3.4

Kombinasi linier matriks

. . . 177

9.3.5 Sifat-sifat Operasi Matriks . . . 178

9.4 Matriks yang Diperluas (Augmented matrix) . . . 178

9.5 Matriks dalam bentuk Eselon Baris . . . 178

9.6 Matriks dalam bentuk Eselon Baris Tereduksi . . . 179

9.7

Operasi Baris Elementer

. . .

. . . .

179

9.8 Determinan . . . 180

9.8.1 Sifat-sifat determinan . . . 180

9.8.2 Kofaktor . . .

. . . .

181

9.8.3 Determinan dari matriks n x n . . . 181

9.9 Adjoin Matriks . . . 182

9.10 Balikan Matriks (Inverse of a Matrix) . . . 183

9.10.1 Metode Adjoint . . .

. . . .

183

9.10.2 Metode eliminasi Gauss-Jordan . . . 183

Soal-soal . . .

. .

. . .

. . . . .

184

X Sistem Persamaan Linier soal . . .

. .

. . .

.

186

10.1 Definisi soal . . .

. .

. . .

. . . .

186

10.2 Penyelesaian Sistem Persaman Linier . . .

. . .

186

10.2.1 Penyelesaian dengan Balikan Matriks . . .

. . . .

186

10.2.2 Penyelesaian dengan Eliminasi Gauss . . .

. . . .

187

10.2.3 Penyelesaian dengan Eliminasi Gauss-Jordan . . .

. . .

188

10.2.4 Penyelesaian dengan Aturan Cramer . . .

. . . .

189

(8)

1 BAB I

SISTEM BILANGAN

1.1 Sistem bilangan ril 1.1.1 Bilangan ril

Sistem bilangan ril adalah himpunan bilangan ril dan operasi aljabar yaitu operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Biasanya bilangan ril dinyatakan dengan lambang R. Operasi pengurangan dapat digantikan dengan operasi penjumlahan. Sedangkan operasi pembagian dapat digantikan dengan operasi perkalian. Jika terdapat bilangan ril a dan b, maka operasi pengurangan a – b dapat ditulis dalam bentuk a+(–b). Sedangkan operasi pembagian a  b dapat ditulis dalam bentuk a.b-1.

Gambar 1.1 Jenis-jenis bilangan

Gambar 1.1 adalah jenis-jenis bilangan ril. Untuk mendapatkan pengertian yang lebih jelas mengenai jenis - jenis bilangan ini, berikut diberikan rincian - rinciannya Himpunan bilangan asli (N)

N = { 1, 2, 3, … }

Himpunan bilangan cacah (W) W = {0, 1, 2, 3, … }

Himpunan bilangan bulat (J) J = {…, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, … } Bilangan ril (R) Bilangan irrasional (I) Bilangan rasional (Q) Bilangan

pecahan desimal terbatas Bilangan Bilangan

bulat ( J) desimal berulang Bilangan

Bilangan cacah (W) Bilangan negatif Bilangan asli (N) Bilangan nol

(9)

2 Himpunan bilangan rasional (Q)

Himpunan bilangan rasional adalah himpunan bilangan yang mempunyai bentuk p/q atau bilangan yang dapat ditulis dalam bentuk p/q, dimana p dan q adalah anggota bilangan bulat dan q  0

Q = pdanq ,q 0 q p ≠ J ∈ Contoh 1.1

Buktikan bahwa bilangan-bilangan 3, (4,7) dan (2,5858…) adalah bilangan-bilangan rasional !

Bukti :

a) Bilangan 3 dapat ditulis dalam bentuk p/q yaitu : 3/1 atau 6/2 dan seterusnya. b) Bilangan 4,7 dapat ditulis dalam bentuk : 47/10

c) Bilangan 2,5858… dapat ditulis dalam bentuk p/q dengan cara : x = 2,5858… 100 x = 258,5858… 100 x – x = 256 99 x = 256  x = 99 256 Jadi bilangan-bilangan 3, (4,7) dan (2,5858…) adalah bilangan-bilangan rasional.

1.1.2 Garis bilangan ril

Garis bilangan ril adalah tempat kedudukan titik-titik, dimana setiap titik menunjukkan satu bilangan ril tertentu yang tersusun secara terurut. Untuk menggambarkan garis bilangan ril,perhatikan Gambar 1.2. Pertama

-3 - 2 -1 0 1,5 2,5 Gambar 1.2

Garis bilangan ril

gambarkan garis horizontal dan tentukan titik nol. Selanjutnya kita tentukan titik-titik tempat kedudukan bilangan ril positif bulat disebelah kanan titik-titik nol dengan ketentuan jarak antara titik 0 dan 1, titik 1 dan 2 atau 0 dan -1, -1 dan -2 dan seterusnya adalah sama. Tempat kedudukan bilangan ril lainnya disesuaikan dengan posisi bilangan-bilangan bulat.

1.1.3 Hukum-hukum bilangan ril

Operasi penjumlahan dan perkalian bilangan ril mematuhi hukum-hukum seperti yang disebutkan berikut ini :

Jika a dan b adalah bilangan-bilangan ril maka berlaku : ( i ) a + b adalah bilangan ril ( ii ) a . b adalah bilangan ril

( iii ) a + b = b + a hukum komutatif penjumlahan ( iv) a . b = b .a hukum komutatif perkalian Jika a, b dan c adalah bilangan-bilangan ril maka berlaku :

( v ) ( a + b ) + c = a + ( b + c ) hukum asosiatif penjumlahan ( vi ) ( ab ) c = a ( bc) hukum asosiatif perkalian ( vii ) a ( b + c ) = ab + ac hukum distributif

(10)

3

( ix ) a . 1 = 1 . a = a hukum perkalian satu ( x ) a . 0 = 0 . a = 0 hukum perkalian nol ( xi ) a + ( - a ) = -a + a hukum invers penjumlahan ( xii ) a . ( 1/a ) = 1 , a 1 hukum inves perkalian Soal-soal

Diketahui :

-10, 3/2, 7, 0, -12, 2, (2,14), 4/9, 6, (2,5353…), 10, (2,970492…)

Dari bilangan tersebut diatas, tentukan bilangan-bilangan a) bulat, b) cacah, c) rasional, d) irasional, e) ril positif, f) ril negatif dan g) asli serta gambarkan masing-masing garis bilangannya!

1.2 Bilangan kompleks

Bilangan kompleks adalah bilangan yang terdiri dari unsur bilangan ril dan imajiner. Bentuk umum bilangan kompleks adalah z = a + ib. Komponen a disebut bagian ril dan ditulis Re(z) dan b adalah bagian imajiner dan ditulis Im(z). Bilangan a dan b adalah bilangan-bilangan ril sedangkan i adalah bilangan imajiner yang besarnya adalah - . Karena i = 11 - , maka : i2 = - . 11 - = -1

i3 = i2 . i = - i - 1

i4 = i2 . i2 = 1 ; dan seterusnya.

Dari keterangan diatas didapat - = (2 2)( - ) = 2 i ; dan seterusnya. 1 1.2.1 Sifat-sifat bilangan kompleks

Misal z1 = x1 + iy1 dan z2 = x2 + iy2, maka berlaku : a) z1 = z2 x1 = x2 dan y1 = y2 sifat kesamaan b) z1 + z2 = (x1 + x2) + i(y1 + y2) sifat penjumlahan c) z1 - z2 = (x1 - x2) + i(y1 - y2) sifat pengurangan d) z1 . z2 = (x1x2 - y1y2) + i(x1y2 + x2y1) sifat perkalian 1.2.2 Konjugat

Bila terdapat suatu bilangan kompleks z = x + iy, maka konjugat bilangan kompleks tersebut adalah z = x – iy. Jika bilangan kompleks berbentuk z = x – iy, maka konjugatnya adalah z = x + iy. Bila kita bandingkan kedua bilangan kompleks diatas dengan konjugatnya maka perbedaannya terletak pada komponen imajinernya. Jika komponen imajiner pada suatu bilanga kompleks adalah +iy maka komponen imajiner pada konjugatnya adalah –iy. Jika komponen imajiner pada bilagan kompleks adalah –iy, maka komponen imajiner pada konjugatnya adalah +iy. Sedangkan komponen ril baik pada bilangan kompleks maupun pada konjugatnya adalah sama. Selain ditulis dalam bentuk z, konjugat bilangan kompleks juga sering ditulis dalam bentuk z*.

1.2.3 Perkalian bilangan kompleks dengan konjugatnya

Perkalian antara bilangan kompleks dengan konjugatnya dapat dijelaskan sebagai berikut.

Jika terdapat suatu bilangan kompleks z = x + iy maka konjugatnya adalah z= x – iy. Jadi perkalian bilangan kompleks dengan konjugatnya adalah :

(11)

4

Dari hasil perkalian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa perkalian bilangan kompleks dengan konjugatnya menghasilkan bilangan ril.

1.2.4 Pembagian dua buah bilangan kompleks

Untuk melakukan operasi pembagian dua buah bilangan kompleks pertama-tama kita kalikan pembilang dan penyebutnya (dalam hal ini z1 dan z2) dengan konjugat z2. Sehingga didapat : = = (x i ) (x i ) (x i ) (x i )= x x ix ix x =(x i ) (x i ) (x i ) (x i )= x x x i x x x Contoh 1.2 Diketahui : z1= -5 + 7i dan z2= 3 – 2i Tentukan : a) z1+z2 b) z1-z2 c) z1.z2 d) z1/z2 e) f) Penyelesaian :

Dari soal didapat bahwa : x = 5 = 7 x = 3 = 2 a) = (x x ) i( ) = ( 5 3) i(7 ( 2)) = 2 5i b) = (x x ) i( ) = ( 5 3) i(7 ( 2)) = 8 9i c) = (x x ) i(x x ) = 2 5i = ( 5)(3) (7)( 2) i(( 5)( 2) (3)(7)) = 1 31i d) =x x x i x x x =( 5)(3) (7)( 2) 3 ( 2) i (7)(3) ( 5)( 2) 3 ( 2) = 29 13 i 11 13 e) = ( 5 7i)(3 2i) = 15 10i 21i 14i = 29 11i ) = ( 5 7i)(3 2i) = 15 10i 21i 14i = 29 11i

Soal-soal

1. Selesaikan soal-soal berikut :

a) (3 + 5i) + (4 – 7i) d) (–2 – 4i) – (–5 –8i) g) (2 – i)(5 + 3i) b) (1 2i) ( 3 4i) e) (3 4 2 5i) ( 2 3 5 i) h) (3 4 3i)( 3 5 3 8i) c) ( 3i) ( 5i) ) (5 4i)(7 3i) i) (2/3) (3/4)i

(4/5) (2/7)i 2. Jika z1 = – 7 – 2i dan z2 = 4 + 5i

Tentukan : a) b)

1.3 Pertidaksamaan

Pertidaksamaan adalah salah satu bentuk pernyataan matematika yang mengandung satu peubah atau lebih yang dihubungkan oleh tanda-tanda < , > , atau. Ditinjau dari jumlah

(12)

5

dan pangkat peubah maka pertaksamaan dapat dibagi menjadi pertidaksamaan linier dengan satu peubah, pertidaksamaan linier dengan peubah banyak dan pertidaksamaan kuadrat. Jika terdapat suatu himpunan bilangan ril yang unsur-unsurnya dapat menggantikan peubah dari pertidaksamaan maka himpunan bilangan tersebut disebut himpunan pengganti. Jika sebagian dari unsur himpunan pengganti menyebabkan pertidaksamaan menjadi suatu pernyataan yang benar maka himpunan tersebut disebut himpunan jawab. Jika himpunan jawab dimisalkan A dan himpunan pengganti dimisalkan B maka A  B. Jika A = B maka pertidaksamaan dinamakan ketidaksamaan.

Contoh 1.3

Dari pertidaksamaan 1/x2 >1

impunan pengganti atau adalah {x x 0 }

Himpunan jawab atau A adalah {x 1 1, 0 Jadi  } Contoh 1.4

Dari pertidaksamaan 1/x2 >0

Himpunan pengganti atau B adalah {x xR, x  0 }

Himpunan jawab atau A adalah {x xR, x  0 }. Karena A = B, maka 1/x2 >0 disebut ketidaksamaan.

1.3.1 Sifat-sifat pertidaksamaan

(i) Jika a > b dan b > c, maka a > c (ii) Jika a > b, maka a + c > b + c (iii) Jika a > b, maka a - c > b – c

(iv) Jika a > b dan c adalah bilangan positif, maka ac > bc (v) Jika a > b dan c adalah bilangan negatif, maka ac < bc

Dengan mengganti tanda > pada sifat-sifat diatas dengan tanda <, maka akan didapat sifat-sifat yang analog sebagai berikut :

(vi) Jika a < b dan b < c, maka a < c (vii) Jika a < b, maka a + c < b + c (viii) Jika a < b, maka a - c < b – c

(ix) Jika a < b dan c adalah bilangan positif, maka ac < bc (x) Jika a < b dan c adalah bilangan negatif, maka ac > bc

Sifat-sifat pertidaksamaan lainnya :

xi) ac > 0 jika a > 0 dan c > 0 atau jika a < 0 dan c < 0 (xii) ac < 0 jika a < 0 dan c > 0 atau jika a > 0 dan c < 0 (xiii) a/c > 0 jika a > 0 dan c > 0 atau jika a < 0 dan c < 0 (xiv) a/c < 0 jika a < 0 dan c > 0 atau jika a > 0 dan c < 0

(xv) Jika a > b, maka –a < -b (xvi) Jika 1/a < 1/b, maka a > b

(xvii) Jika a < b < c, maka b > a dan b < c (bentuk komposit) (xviii) Jika a > b > c, maka b < a atau b > c ( bentuk komposit) 1.3.2 Selang ( interval )

Selang adalah himpunan bagian dari bilangan ril yang mempunyai sifat relasi tertentu. Jika batas-batasnya merupakan bilangan ril maka dinamakan selang hingga. Jika bukan bilangan ril maka dinamakan selang tak hingga (). Lambang 

menyatakan membesar tanpa batas dan lambang - menyatakan mengecil tanpa batas. Contoh dari bermacam-macam selang dapat dilihat pada tabel berikut ini.

(13)

6

Notasi Definisi Grafik Keterangan (a,b)

{

x a<x<b

}

Selang terbuka [a,b]

{

x a≤x≤b

}

Selang tertutup [a,b)

{

x a≤x<b

}

Selang setengah

terbuka

(a,b]

{

x a<x≤b

}

Selang setengah terbuka

(a, ) {x x>a} Selang terbuka [a, )

{

x x≥a

}

Selang tertutup

(-, b)

{

x x<b

}

Selang terbuka (-, b]

{

x x≤b

}

Selang tertutup (-, ) R Selang terbuka

1.3.3 Pertidaksamaan linier satu peubah

Pertidaksamaan linier satu peubah adalah pernyataan matematika yang memuat satu peubah yang mempunyai pangkat satu dan dihubungkan dengan tanda-tanda <, >,  atau . Bentuk umum dari pertidaksamaan linier satu peubah adalah :ax + b (?) 0, dimana a dan b adalah konstan, sedangkan (?) adalah salah satu dari tanda-tanda <, >,  atau .

Contoh 1.5

Selesaikan pertidaksamaan 7x + 9 < -5 Penyelesaian :

7x + 9 < -5  semua ruas dikurang 9  7x + 9 – 9 < -5 – 9  7x < -14 1/7 ( 7x ) < 1/7 ( -14 )  semua ruas dikalikan 1/7  x < -2

Jadi himpunan penyelesaiannya adalah :

{

x x<-2

}

)

selang terbuka -2 Gambar 1.3

Contoh 1.6

Tentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan 1 + 4x < 2x + 9 Penyelesaian a b ( ) a b [ ] a b [ ) a b ( ] a ( b ] a [ b )

(14)

7 1 + 4x < 2x + 9

1 + 4x – (1 + 2x)< 2x + 9 – (1 + 2x)  semua ruas dikurang (1+2x) 2x < 8

1/2 (2x) < 1/2 ( 8 )  semua ruas dikalikan 1/2 x < 4

Himpunan penyelesaiannya adalah :

{

x x<4

}

)

selang terbuka 4 Gambar 1.4

Untuk kesederhanaan, penyelesaian pertidaksamaan linier satu peubah dapat diselesaikan dengan cara mengelompokkan peubah pada salah satu ruas dan mengelompokkan konstan pada ruas lainnya. Ingat, setiap memindahkan suku pada ruas yang berbeda tandanya akan berubah!

Contoh 1.7

Tentukan himpunan penyelesaian dari pertidaksamaan 3x -2  8 + 5x Penyelesaian :

3x -2  8 + 5x  Pidahkan 5x keruas kiri dan -2 keruas kanan 3x – 5x  8 + 2  Kelompokkan peubah x pada ruas kiri dan kelompokkan konstan pada ruas kanan.

-2x  10

(-1/2)(-2x)(10)(-1/2) Jika mengalikan setiap ruas dengan bilangan negatif maka tanda pertidaksamaan harus dibalik (sifat pertaksamaan xv)

x  -5

impunan pen elesaiann a adalah {x x 5 } ]

selang tertutup -5 Gambar 1.5 Contoh 1.8

entukan himpunan pen elesaian dari pertidaksamaan 4 4 2x

5 2 1 Penyelesaian :

4 4 2x

5 2 1  kalikan semua ruas dengan 5 (4)(5) (5) 4 2x

5 (5)(2 1)

20 < 4 – 2x <10x – 5  Dapat dipecah menjadi dua bagian, yaitu 4 – 2x > 20 dan 4 – 2x < 10x -5 (perhatikan sifat pertidaksamaan xvii, halamn 5). Setelah dipecah menjadi dua pertidaksamaan, selesaikan satu persatu.

4 – 2x > 20 4 – 2x < 10x -5 2x < 4 – 20  x < – 8 12x > 9  x > 3/4

Jadi himpunan pen elesaiann a adalah {x x 8 3/4 } ) (

-8 3/4 selang terbuka Gambar 1.6

(15)

8 Soal-soal Selesaikan pertaksamaan : 1 5x  3x 9 3 1 3(7x 3) 1 5 2 x 9 5 2 1 2 5x 3 5 x 4 5 2x 3 2 x 5 1 5 3 2x 7 1 1.3.4 Nilai mutlak

Nilai mutlak dari x dinyatakan dengan x dan didefinisikan sebagai : x = x ika x 0x ika x 0

Teorema-teorema

Jika a dan b adalah bilangan ril, maka : (i) x  a

(ii) x  x atau x a (iii) x  a  a  x  a

(i ) x  a  x  a atau x  a ( ) x = a  x = a atau x = a

( i) ab = a b Bukti ab = (ab) = a b = a b = a b (terbukti) ( ii) ba = a b , b 0 Bukti a b = a b = a b = a b = a b (terbukti) ( iii) a b a b (ketidaksamaan segitiga)

Bukti : (a b) = a 2ab b a 2 a b b = { a b } (a b) { a b } = a b = a b (terbukti) (ix) a b a b Bukti a b = a ( b) a b (terbukti) (x) a b a b Bukti a = (a b) b a b b

Jika setiap suku dikurangi dengan b , maka a b a b (terbukti) Contoh 1.9

Selesaikan pertidaksamaan x 5 4, gambarkan garis bilangan dan selangnya Penyelesaian :

x 5 4  4 x 5 4 (lihat teorema iii)

Dengan memperhatikan sifat pertidaksamaan xvii halaman 5, maka kita dapatkan dua buah pertidaksamaan, yaitu x – 5  – 4 dan x – 5  4. Selanjutnya kita selesaikan satu persatu pertidaksamaan tersebut. x - 5  -4  x  1

x – 5  4  x  9

Jadi himpunan penyelesaian pertidaksamaan adalah { x 1 x 9} [ ]

1 9 selang tertutup

Gambar 1.7 Contoh 1.10

Selesaikan pertidaksamaan x 7 3, gambarkan garis bilangan dan selangnya! Penyelesaian

(16)

9

x 7 3  3 7 3 (lihat te rema iii)

Dengan memperhatikan sifat pertidaksamaan xvii halaman 5, maka kita dapatkan dua buah pertidaksamaan, yaitu x 7 3 7 3 Selanjutnya kita selesaikan satu persatu pertidaksamaan tersebut. x 7 3  x 4

x 7 3  x 10

Jadi himpunan penyelesaian pertidaksamaan adalah { x x 4 10} ) ( 4 10 Selang terbuka Gambar 1.8 Soal-soal Selesaikan pertidaksamaan : 1 x 8 2 3 5 x 12 5 4x 53 2 2x  7 4 3x 2 5 7 x4 3

1.3.5 Pertidaksamaan linier dua peubah

Bentuk umum pertidaksamaan linier dua peubah adalah : ax + by + c (?) 0 ; konstanta-konstanta a, b dan c adalah bilangan-bilangan ril dan a  0. Tanda (?) adalah salah satu dari tanda <, >,  atau . Untuk membantu mahasiswa dalam menggambarkan grafik pertidaksamaan linier dua peubah, berikut diberikan prosedurnya.

1. Ganti tanda pertidaksamaan dengan tanda sama dengan dan selanjutnya gambarkan grafik persamaan linier yang dimaksud. Setelah digambar kita akan melihat bahwa grafik persamaan linier adalah garis yang membagi bidang menjadi dua bagian.

2. Jika pada pertidaksamaan menggunakan tanda  atau  berarti garis tersebut termasuk pada grafik yang akan digambarkan. Selanjutnya garis tersebut digambarkan secara penuh. Jika pertaksamaan menggunakan tanda < atau > berarti garis tersebut tidak termasuk pada grafik yang akan digambarkan. Selanjutnya garis tersebut digambarkan putus-putus.

3. Pilih salah satu titik koordinat pada masing-masing bidang dan kemudian substitusikan pada pertaksamaan. Jika substitusi tersebut menghasilkan pernyataan yang benar berarti bidang tempat kedudukan titik tersebut adalah bidang yang dimaksud. Sebaliknya jika substitusi menghasilkan pernyataan yang salah maka bidang tempat kedudukan titik tersebut bukan bidang yang dimaksud. Untuk keseragaman bidang yang memenuhi pertaksamaan diarsir. Akan menjadi lebih sederhana jika kita memilih titik koordinat (0,0) asalkan titik koordinat tersebut tidak dilalui oleh garis.

Contoh 1.11

Gambarkan grafik pertidaksamaan 3x – 2y  8 Penyelesaian :

Langkah 1.

(17)

10 Langkah 2. Gambarkan grafiknya. y 0 Gambar 1.9 3. Memilih titik koordinat.

Pilih satu titik koordinat yaitu (0,0) dan substitusikan ke pertidaksamaan. Ternyata substitusi ini menghasilkan pernyataan yang salah. Berarti bidang tempat kedudukan titik koordinat tersebut bukan bidang yang dicari. Sehingga bidang disebelahnya merupakan bidang yang dicari. Selanjutnya bidang tersebut diarsir.

Gambar 1.10 Contoh 1.12

Gambarkan grafik pertidaksamaan 5x + 3y < 6 Penyelesaian :

Langkah 1.

Ganti tanda pertidaksamaan menjadi tanda sama dengan 5x + 3y = 6 Langkah 2. Gambarkan grafiknya. 0 Gambar 1.11 x

0

x y x y

(18)

11 Langkah 3

Memilih titik koordinat.

Pilih satu titik koordinat yaitu (0,0) dan substitusikan ke pertidaksamaan. Ternyata substitusi ini menghasilkan pernyataan yang benar. Berarti bidang tempat kedudukan titik koordinat tersebut merupakan bidang yang dicari. Sehingga bidang disebelahnya bukan bidang yang dicari. Selanjutnya arsir yang dicari tersebut.

0

Gambar 1.12 Soal-soal

Gambarkan grafik dari pertidaksamaan-pertidaksamaan berikut!

1. x + y < 3 2. y + 2x > 4 3. 4x – 5 y  6 4. 5y + 3x  1 1.3.6 Sistem pertidaksamaan linier

Dalam penerapannya sering terdapat lebih dari satu pertaksamaan yang harus diselesaikan secara serentak. Pertidaksamaan-pertidaksamaan tersebut dinamakan “sistem pertidaksamaan linier” Dalam pembahasan sistem pertidaksamaan linier kita hanya akan membahas sistem pertidaksamaan linier yang mempunyai tidak lebih dari dua peubah.

Langkah-langkah penyelesaian sistem pertidaksamaan linier. 1. Ganti semua tanda pertaksamaan menjadi tanda sama dengan. 2. Gambarkan grafiknya.

3. Periksa salah satu titik koordinat pada bidang. Jika menghasilkan pernyataan yang benar, berarti bidang tersebut adalah bidang yang dicari.

Contoh 1.13

Gambarkan grafik sistem pertidaksamaan 2y + 3x < 5 dan x – y  3 Penyelesaian : Langkah 1. 2y + 3x = 5 x – y = –3 Langkah 2. Gambar 1.13 x y y x 0

(19)

12 Langkah 3.

Periksa koordinat (0,0). Setelah dilakukan substitusi harga x=0 dan y=0 kedalam sistem pertaksamaan ternyata menghasilkan pernyataan yang benar. Berarti bidang tempat kedudukan titik tersebut adalah bidang yang dicari. Selanjutnya bidang tersebut diarsir.

Gambar 1.14

Contoh 1.14 (penerapan sistem pertidaksamaan linier)

Sebuah pabrik kendaraan bermotor akan memproduksi dua jenis kendaraan yaitu jenis diesel dan bensin. Biaya pembuatan jenis kendaraan diesel adalah Rp. 100 juta/ kendaraan, sedangkan untuk jenis kendaraan bensin adalah Rp. 80 juta /kendaraan. Jika pabrik tersebut mempunyai kemampuan produksi 120 kendaraan setiap bulan dan dan untuk pembuatan kedua jenis kendaraan tersebut tidak lebih dari Rp 10 milyar / bulan, tentukan bentuk pertidaksamaan dari persoalan diatas dan gambarkan grafiknya.

Penyelesaian:

Diesel (juta rupiah) Bensin (juta rupiah) Nilai batas (juta rupiah)

Biaya 100 80 10.000

Jumlah x y 120

(100 juta)(x) + (80 juta)(y)  10.000 juta atau 100 x + 80 y  10.000 x + y  120 x  0 ; y  0 Gambar 1.15 y x 0 x y 0 100 120

(20)

13 Soal-soal

Gambarkan grafik dari pertaksamaan linier berikut :

1 x 3 9x 2 2 x 2 4x 3 3 x 2 43x 4 x 0 4 2x 8 x x 0 dan 0

5. Sebuah industri komputer akan memproduksi sekurang-kurangnya 1000 buah komputer yang terdiri dari dua jenis yaitu jenis PC dan Laptop. Diperkirakan biaya untuk memproduksi sebuah PC adalah Rp 4.000.000,00 sedangkan untuk memproduksi Laptop adalah Rp 6.000.000,00. Jika dana yang tersedia untuk memproduksi kedua jenis komputer tersebut adalah Rp 10 milyar rupiah tentukan sistem pertidaksamaan linier dari persoalan diatas dan gambarkan grafiknya! 1.3.7 Pertidaksamaan kuadrat Bentuk umum dari pertidaksamaan kuadrat adalah : ax2 + bx + c (?) 0, dimana a, b dan c adalah bilangan-bilangan ril dan a 0 Sedangkan (?) adalah salah satu dari tanda <, >, , atau . Penyelesaian dari pertidaksamaan adalah menentukan harga-harga peubah yang memenuhi pertidaksamaan. Contoh 1.15 Selesaikan pertidaksamaan x2 - 7x + 12 > 0 Penyelesaian : Lakukan pemaktoran terhadap pertidaksamaan : x2 - 7x + 12 > 0 (x – 4)(x – 3) > 0 Titik-titik kritis adalah 3 dan 4 Grafik pertidaksamaan : x – 4 : - - - - - - 0 + + + + + + x – 3 : - - - 0 + + + + + + + + + + + + + + (x – 4)(x – 3) : + + + + + + 0 - - - 0 + + + + + + ) ( x 3 4 Gambar 1.16

Dari gambar diatas didapat bahwa daerah yang memenuhi pertidaksamaan adalah x < 3 atau x > 4.

Contoh 1.16

entukan himpunan pen elesaian dari pertidaksamaan 10

x 2 2(x 2) Penyelesaian : 10 x 2 2(x 2) 10 x 2 2(x 2)(x 2) (x 2)  10 x 2 2(x 4) x 2 10 x 2 2x 8 x 2  2x 8 10 x 2 0  2x 18 x 2 0  2(x 9) x 2 0 2(x 3)(x 3) x 2 0

(21)

14 Grafik pertidaksamaan : x – 3 :- - - -0 + + + x + 3 :- - - 0 + + + + + + + + ++ + + + + x - 2 :- - - 0 + + + + + + + + 2 x ) 3 x )( 3 x ( 2    :- - - 0 + + + + +(-) - - - -0 + + + [ ) [ -3 2 3 Gambar 1.17

impunan pen elesaiann a adalah { x 3 x 2 3} Soal-soal

Selesaikan pertidaksamaan berikut dan tentukan selangnya !

1. (x + 2)(x – 3) > 0 2. (x - 4)(x + 5) < 0 3. x(x + 6) 0 4. (x – 7)x  0 5. x2 + 4x – 5 < 0 6. x2 >5x – 6

7. 7x – 12  x2 8. x2 + 21 10x 1.4 Koordinat Kartesius

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering membuat hubungan antara satu besaran dan besaran lainnya. Contohnya adalah untuk membeli sejumlah barang kita harus mengeluarkan sejumlah uang, pengukuran temperatur pada suatu tabung berhubungan dengan tekanan didalamnya dan masih banyak contoh lainnya lagi. Contoh-contoh diatas adalah hubungan dua besaran yang akan menghasilkan pasangan terurut bilangan ril. Jika pasangan terurut bilangan tersebut disimbolkan dengan x (untuk bilangan pertama) dan y (untuk bilangan kedua) maka kita dapat menuliskan pasangan bilangan terurut dengan (x,y). Setiap pasangan terurut bilangan ril disebut titik dan dinyatakan dengan R. Sedangkan himpunan pasangan terurut bilangan ril disebut bidang bilangan dan disimbolkan dengan R2. Bidang bilangan dpt. Digambarkan dengan bantuan koordinat Kartesius. Untuk menggambarkan koordinat y sumbu y sumbu x Gambar 1.18 Koordinat Kartesius

Kartesius pertama-tama kita gambarkan dua buah garis yang saling tegak lurus, seperti pada Gambar 1.18. Garis tegak lurus adalah sumbu y atau ordinat, sedangkan garis horizontal disebut sumbu x atau absis. Titik potong kedua garis tsb. adalah titik asal (origin) dan dilambangkan dengan 0. Sumbu x yang berada disebelah kanan titik asal menunjukkan arah positif sedangkan disebelah kiri adalah arah negatif. Sumbu y yang berada diatas titik asal adalah arah positif sedangkan yang berada dibawahnya adalah arah negatif. Pasangan kedua sumbu x dan y adalah koordinat Kartesius. Jika suatu pasangan terurut bilangan ril (x0, y0) menunjukkan titik A (ditulis A (x0, y0)), maka (x0, y0) disebut koordinat titik A.Sebagai contoh bila harga x0=3 dan harga y0 = -4, maka titik A dapat ditentukan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.19.

(22)

15 Gambar 1.19 Titik koordinat Kuadran-kuadran

Bila kita perhatikan koornat Kartesius maka akan terlihat empat buah bidang. Bidang-bidang tersebut disebut kuadran-kuadran yang terdiri dari kuadran I, II, III dan IV. Pembagian dari kuadran-kuadran tersebut dapat dilihat padda Gambar 1.20 dibawah ini.

y kuadran II kuadran I ( - , + ) ( + , + ) 0

kuadran III kuadran IV ( - , - ) ( + , - )

Gambar 1.20 Kuadran-kuadran

pada koordinat Kartesius Soal-soal

Tentukan kuadran dari koordinat-koordinat berikut: 1. (2 , 3 ) 2. (4, - 5) 3. (-5, -6) 4. (-1, 6) 5. (-3,7) 6. (-3,1) 1.5 Pertambahan dan jarak

Jika sebuah partikel bergerak dari suatu titik P1(x1 , y1) ke titik P2(x2 , y2) maka dikatakan bahwa koordinat partikel tersebut mengalami pertambahan sebesar x dan y. Sebagai contoh, bila suatu partikel bergerak dari titik A( 2,-3 ) ke B(-3 ,1) (lihat Gambar 1.21) maka pertambahannya adalah : y x B(-3,1) x y A(2,-3) Gambar 1.21

Gerak partikel dari titik A ke B

x = x2 - x1 = -3 – 2 = -5 y = y2 - y1 = 1 –(-3) = 4 x 0 A(3,-4) x 0 y

(23)

16

Dari contoh diatas dapat disimpulkan bahwa pertambahan pada suatu koordinat adalah perubahan netto, yaitu :

x = x = x

(1.1) 1.5.1 Jarak antara dua titik

Apabila sumbu-sumbu koordinat menggunakan satuan pengukuran yang sama maka jarak antara dua buah titik pada suatu bidang tertentu dapat ditentukan dengan menggunakan kombinasi antara pertambahan-pertambahan koordinat dan teorema Pythagoras, seperti yang ditunjukkan Gambar 1.22 berikut.

y h y P1(x1, y1) x Gambar 1.22 Jarak dua titik

x = x2 - x1 = -3 – 2 = -5 y = y2 - y1 = 1 –(-3) = 4

Dari teorema Pythagoras didapat :

Jarak P1P2 = d(P1P2) = h = ( )Δx 2+

( )

Δy 2 ( 1.2 )

Contoh 1.17

Tentukan jarak dari pasangan koordinat berikut : a) P1= (-4,3) dan P2= (2,1) b) P1= (-2,-2) dan P2= (5,1) Penyelesaian : a) xΔ = x2 - x1 = 2 – (-4) = 6 ; yΔ = y2 - y1 = 1 –3 = -2 Jarak P1P2 = d(P1P2)= h = ( )Δx 2+

( )

Δy 2 = (6)2 (2)2 40 2 10 b) xΔ = x2 - x1 = 5 – (-2) = 7 ; yΔ = y2 - y1 = 1 –(-2) = 3 Jarak P1P2 = d(P1P2) = h = ( )Δx 2+

( )

Δy 2= (7)2+(3)2= 58 0 x P2(x2, y2)

(24)

17 1.5.2 Titik tengah

Jika terdapat sebuah garis l (Gambar 1.23) yang mempunyai titik pangkal P1(x1 ,y1), titik ujung P2(x2, y2) dan titik tangah M(x,y), maka koordinat titik tengah garis tersebut dapat ditentukan sebagai berikut.

y P2(x2, y2) l M(x,y) P1(x1, y1) x Gambar 1.23 Titik tengah garis

d( , ) = d( , ) (x x ) ( ) = (x x) ( ) (x x ) ( ) = (x x) ( ) x 2xx x 2 = x 2x x x 2 x x x x = 2x x 2 2xx 2 x x = 2x x 2 2xx 2 x x = 2xx 2x x 2 2 (x x )(x x ) ( )( ) = 2x(x x ) 2 ( ) Dari persamaan diatas didapat :

x x = 2x  x =x x 2 = 2  = 2 Soal-soal Diketahui koordinat-koordinat : 1. (2,0) dan (4,5) 2. (5,1) dan (1,3) 3. (-3,-2) dan (3,3) 4. (-2,1) dan (3,-2)

Tentukan jarak masing-masing koordinat dan titik tengahnya! 1.6 Kemiringan garis

Kemiringan didefinisikan sebagai ukuran laju perubahan koordinat dari titik-titik yang terletak pada suatu garis.Misal dua buah titik yaitu P1(x1,y1) dan P2(x2,y2) terletak pada suatu garis l1 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.24 berikut ini.

Jadi k rdinat titik tengah garis adalah (x, ) = x x2 ,

2 1 3) 0

(25)

18 y P2(x2,y2) Δy P1(x1,y1) Δx x Gambar 1.24 Kemiringan garis

Dari persamaan 1.1 didapat x = x2 – x1 dan y = y2 – y1. Dengan mengacu pada definisi, maka kemiringan garis atau koeffisien arah (sering disimbolkan dgn lambang m) adalah :

Contoh 1.19

Tentukan kemiringan atau koeffisien arah garis yang melalui titik (0,5) dan (6,1). Penyelesaian : m = x= x x = 1 5 0= 4 = 2 3 1.7 Dua garis sejajar

Dua buah garis dikatakan sejajar bila kedua garis tersebut tidak mempunyai titik potong untuk sembarang koordinat (x,y). Misal pada garis l1 terdapat titik-titik P1 (x1,y1) dan P (x2,y2) serta pada garis l2 terdapat titik-titik P1’ (x1’,y1’) dan P2’ (x2’ ,y2’ ) dengan kondisi y1 = y1’ dan

y2 = y2’ (lihat Gambar 1.25). Berdasarkan definisi, kita dapat menyimpulkan bahwa jarak antara titik P1 dan P1’ sama dengan jarak P2 dan P2’.

Jarak dan = d( , ) = (x x ) ( ) ( ) arena = , maka d( , ) = (x x ) = x x ( ) Jarak dan = d( , ) = (x x ) ( ) ( ) arena = , maka d( , ) = (x x ) = x x ( )

Karena jarak P1 dn P1’ sama dengan jarak P2 dn P2’ maka persamaan (**) sama dengan persamaan (##) atau dapat ditulis sebagai,

x x = x x atau x x = x x

0

m = x= x x (1 4)

(26)

19 P2(x2.y2) P2(x2, y2) P1(x1.y1) P1(x1, y1) x Gambar 1.25 Dua garis sejajar Dari Gambar 1.25 diketahui bahwa :

emiringan garis adalah m = x x emiringan garis adalah m =

x x

arena x x = x x = dan = , maka m =

x x = m

Jadi dapat dibuktikan bahwa dua garis dikatakan sejajar jika mempunyai kemiringan atau koeffisien arah yang sama dan ditulis dalam bentuk :

m1 = m2 (1.5) Contoh 1.20

Buktikan bahwa garis l1 yang melalui titik-titik (0,6) dan (4,-2) sejajar dengan garis l2 yang

melalui titik (0,4) dan (1,2). Penyelesaian :

emiringan garis adalah m = x x =

2

4 0 = 2 emiringan garis adalah m =

x x = 2 4 1 0= 2 Karena m1 = m2, maka garis l1 sejajar dengan garis l2.

1.8 Dua garis tegak lurus

Hubungan antara kemiringan dua buah garis yang saling tegak lurus dapat ditentukan dengan bantuan Gambar 1.26 berikut ini.

0

y

(27)

20 y l 1 l 2 P3(x3,y3) P1(x1,y1) P2(x2,y2) P4(x4,y4) Gambar 1.26 Dua garis tegak lurus

emiringan garis adalah m = x x =

x x emiringan garis adalah m =

x x = x x {d(P1,P3)}2 = {d(P 1,P4)}2 + {d(P3,P4)}2 = (x4-x1)2+(y3–y4)2 {d(P2,P3)}2 = {d(P 2,P4)}2 + {d(P3,P4)}2 = (x4-x2)2+(y3–y4)2 {d(P1 , P2 )}2 = {d(P1 , P3)}2 + {d(P2 , P3)}2 = {d(P1 , P4)+d(P2 , P4)}2 Jadi : (x x ) ( ) (x x ) ( ) = {(x x ) (x x )} ( ) ( ) = 2(x x )(x x ) 2( )( ) = 2(x x )(x x ) x x = (x x )  x x = 1 x x arena x x = m dan x x = m , maka Contoh 1.21

Buktikan bahwa garis l1 yang melalui titik-titik (2,-1) dan (5,0) tegak lurus terhadap garis l2

yang melalui titik-titik (1,1) dan (2,-2)!

x

0

m

=

1

(28)

21 Penyelesaian

emiringan garis adalah m = x x =

0 ( 1) 5 2 =

1 3 emiringan garis adalah m =

x x = 2 1 2 1 = 3 1 = 3

Karena : m1.m2 = -1, maka garis l1 saling tegak lurus dengan garis l2 .

Soal-soal :

1. Tentukan kemiringan garis yang melalui titik-titik:

a) P1(2,3) dan P2(4,5) c) P1(-3,-1) dan P2(3,-4) b) P1(-2,2) dan P2(1,4) d) P1(1,2) dan P2(2,-5)

2. Tentukan apakah garis-garis l1 dan l2 berikut ini sejajar, tegak lurus atau tidak

keduanya!

a) Garis l1 yang melalui titik-titik (1,1) dan (3,3) dan garis l2 yang melalui titik-titik

(0,0) dan (2,-2).

b) Garis l1 yang melalui titik-titik (1,2) dan (0,0) dan garis l2 yang melalui titik-titik

(0,-8) dan (2,-4).

c) Garis l1yang melalui titik-titik (0,0) dan (2,4) dan garis l2 yang melalui titik-titik

(29)

22 BAB II HIMPUNAN

2. 1 Definisi

Himpunan (set) didefefinisikan sebagai kumpulan objek-objek yang berbeda. Selain itu kita juga sering mendengar definisi lainnya yaitu sebagai kumpulan objek-objek yang berbeda dan mempunyai sifat-sifat tertentu yang sama. Setiap objek yang terdapat dalam himpunan disebut anggota atau unsur atau elemen. Anggota-anggota himpunan ditulis dalam tanda kurung kurawal. Untuk menunjukkan bahwa suatu unsur atau elemen merupakan anggota dari suatu himpunan tertentu biasanya kita menggunakan lambang

. Sedangkan lambang untuk menunjukkan bahwa suatu elemen atau unsur bukan merupakan anggota suatu himpunan maka kita gunakan lambang . Himpunan tidak memperhatikan urutan penulisan dan pengulangan anggota. Sebagai contoh urutan A = {1,2,4} adalah sama dengan {2,4,1} atau {1,4,2 }. Sedangkan untuk contoh pengulangan himpunan { 3,5,3,7,8} sama dengan {3,5,7,8 }.

2.2 Penyajian himpunan

Ada 3 cara untuk menyajikan himpunan, yaitu dengan cara: a. tabulasi atau enumerasi

b. notasi pembentuk himpunan (set builder) c. diagram Venn

a. Tabulasi atau enumerasi

Metode tabulasi adalah cara menulis atau menyatakan himpunan dengan jalan menuliskan semua anggotanya. Jika A adalah himpunan bilangan-bilangan 1, 2, 3 dan 4 maka himpuan tersebut ditulis dalam bentuk : A = { 1 , 2 , 3 , 4 }. Jika jumlah anggotanya terlampau banyak maka kita dapat menggunakan lambang ellipsis, ‘… ‘. Contoh 2.1

Misal B adalah himpunan bilangan genap positif yang tidak lebih dari 1000, maka kita dapat menuliskannya menjadi B = {0 , 2 , 4 ,…,1000 }.

Contoh 2.2

Misal C adalah himpunan yang mempunyai anggota bilangan ganjil positif yang lebih kecil dari 100. Jadi C = { 1, 3, 5, … , 97 , 99 }.

b. Notasi pembentuk himpunan

Selain cara yang telah disebutkan diatas, kita dapat menuliskan himpunan dengan menggunakan notasi pembentuk himpunan ( set builder). Penulisan himpunan dengan cara ini adalah dengan cara menuliskan sifat-sifat yang harus dipenuhi oleh anggota himpunan. Bentuk bakunya adalah A = { x | sifat-sifat x }. Aturan penulisannya adalah sebagai berikut:

a) Lambang yang terdapat disebelah kiri tanda ‘|’ adalah anggota himpunan b) Tanda ‘|’ dibaca sedemikian sehingga.

c) Lambang disebelah kanan tanda’|’ adalah sifat keanggotaan. d) Jika ada tanda ‘,’ dalam sifat keanggotaan dibaca dan. Contoh 2.3

A adalah himpunan bilangan ril lebih kecil dari 100 dan lebih besar dari 1. A = { x | x  R, 1 < x < 100 }

(30)

23 c. Diagram Venn

Cara lain untuk menyajikan himpunan adalah dengan menggunakan cara grafis yaitu diagram Venn. Biasanya diagram Venn terdiri dari himpunan atau himpunan-himpunan yang dilambangkan dengan lingkaran dan himpunan-himpunan semesta dilambangkan dengan persegi panjang. Jika terdapat himpunan A = { 1 , 2 , 3 , 4 } , B = { 3 , 4 , 5 , 6 , 7 , 8 }, dan himpunan semesta S yang mempunyai anggota bilangan asli yang lebih kecil atau sama dengan 10, maka diagram Venn dari dari ketiga himpunan tersebut adalah :

Gambar 2.1 Diagram Venn 2. 3. Kardinalitas

Kardinalitas menunjukkan jumlah anggota suatu himpunan. Jika terdapat himpunan A, maka kardinal A ditulis dengan lambang n(A) atau |A|.

Contoh 2.4

Jika A = { x | x bilangan prima, x  10}

Agar lebih jelas maka ada baiknya kita tulis himpunan tersebut dalam bentuk enumerasi. Jadi A = { 2 , 3 , 5 , 7 } Maka |A| = 4 Contoh 2.5 Jika B = { x | x2 – 6x + 9 = 0} Maka |B| = 1 2.4 Himpunan kosong

Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak mempunyai anggota. Jadi untuk hiompunan kosong |A| = 0. Himpunan kosong dilambangkan dengan Ø atau { }.

Contoh 2.6

K = { x | x bilangan ril, x2 + 1 = 0 } Maka |K| = Ø atau { }.

2. 5. Himpunan bagian (subset)

Misal terdapat himpunan A dan B. Jika semua anggota himpunan A merupakan anggota himpunan B, maka dikatakan bahwa A merupakan himpunan bagian B. Himpunan bagian dilambangkan dengan lambang ⊆ atau ⊂. Jika kita ingin menuliskan bahwa himpunan A merupakan himpunan bagian dari himpunan B maka A ⊆ B atau A ⊂ B. Akan tetapi kita perlu berhati-hati menggunakan kedua lambang tersebut. Pada A ⊆ B berarti A = B. Sedangkan A ⊂ B dapat dipastika bahwa A ≠ B. Lambang ⊆ disebut juga himpunan bagian tak sebenarnya (improper set), sedangkan lambang ⊂ menunjukkan himpunan bagian sebenarnya (proper set). Gambar berikut adalah diagram Venn A⊆B.

A B

1 3 5 6

2 4 7 8

9 10

S

(31)

24

Gambar 2.2 Diagram Venn untuk Himpunan Bagian

Perlu untuk diketahui bahwa:

a) Suatu himpunan merupakan himpunan bagian dari himpunan itu sendiri. Jika terdapat suatu himpunan L, maka berlaku L ⊆ L.

b) Himpunan kosong merupakan himpunan bagian dari suatu himpunan. Jika terdapat himpunan kosong dan himpunan M, maka berlaku Ø ⊆ M. 2.6. Kesamaan himpunan

Himpunan A dikatakan sama dengan himpunan B jika dan hanya jika A adalah himpunan bagian B dan B merupakan himpunan bagian A. Dengan menggunakan lambang matematika kita dapat menulisnya dalam bentuk A = B  A ⊆ B dan B ⊆ A.

Contoh 2.7

L = { x | x bilangan prima, x < 5} dan M = { x | x2 – 5x + 6 = 0 }

Agar lebih jelas, tulis kedua himpunan tersebut diatas dalam bentuk enumerasi. L = { 2,3} M = { 2,3} Jadi L = M Contoh 2.8 A = { 2 } B = { x | x2 = 4 } Karena B = { -2 , 2 } Maka A ≠ B. 2.7. Ekivalensi himpunan

Himpunan A dikatakan ekivalen dengan himpunan B jika dan hanya jika kardinal A = kardinal B. Dalam bentuk lambang matematika dapat ditulis menjadi A ~ B  |A| = |B| Contoh 2.9

Jika A = { x | x = P , 1  x  5} dan B = { Ani, Ali, Badu, Hasan, Wati } Karena |A| = |B|, maka A ~ B .

2.8. Himpunan saling lepas

Himpunan A dan B dikatakan saling lepas jika keduanya tidak mempunyai anggota yang sama. Dalam bentuk lambang dapat ditulis dengan A//B. Jika digambarkan dengan diagram Venn maka bentuknya seperti gambar berikut.

B

A

S

Ekivalensi Himpunan

(32)

25

Gambar 2.3 Himpunan Saling Lepas Contoh 2.10

A = { x | 1  x  5} dan B = { Ani, Ali, Badu, Hasan, Wati }

Karena anggota A tidak ada satupun yang sama dengan anggota B, maka A // B. 2.9. Himpunan kuasa

Himpunan kuasa (power set) adalah suatu himpunan A yang anggota-anggotanya

merupakan semua himpunan bagian A, termasuk himpunan kosong dan dan himpunan A itu sendiri. Himpunan kuasa dari himpunan A dilambangkan dengan : P(A) atau 2A. Contoh 2.11

Jika M = { 1,2,3 }

Maka himpunan kuasa dari M adalah 2M = { Ø, {1} , {2} , {3} , {1,2} , {1,3} , {2,3} , {1,2,3}} 2.10. Operasi himpunan

2.10.1 Irisan

Irisan (intersection) dari himpunan A dan B adalah himpunan yang anggota-anggotanya merupakan anggota himpunan A dan himpunan B. Dalam bentuk notasi A  B = { x | x  A dan x  B}. Diagram Venn operasi irisan adalah seperti gambar berikut. Bidang yang diarsir adalah irisan A dan B atau A  B.

Gambar 2.4 Irisan himpunan Contoh 2.12

Jika A = { 2 , 3 , 6 , 7 } dan B = { 2 , 7 , 9 , 10 } Maka A  B = { 2 , 7 }

Contoh 2.13

Jika K = { x ,y | x + y = 4, x,y  R } dan L = { x ,y | x  y = 2, x,y  R } Maka K  L = { 3 , 1 }

2.10.2 Gabungan

Gabungan (union) dari himpunan A dan B adalah himpunan yang setiap anggotanya merupakan anggota himpunan A atau B. Dalam bentuk notasi ditulis sebagai : A  B = { x | x  A atau x  B}. Diagram Venn operasi gabungan adalah seperti gambar berikut. Bidang yang diarsir adalah gabungan A dan B atau A  B

A B

S

A B

S

(33)

26

Gambar 2.5 Diagram Venn Himpunan Gabungan Contoh 2.14

Jika A = { 1 , 2 , 3 , 6 , 7 , 9 } dan B = { 2 , 3 , 4 , 7 , 9 , 10 } Maka A  B = { 1, 2 , 3 , 4, 6, 7 , 9, 10 }.

2.10.3 Komplemen

Komplemen suatu himpunan A terhadap suatu himpunan semesta adalah suatu himpunan yang anggota-anggotanya merupakan anggota himpunan semesta tapi bukan anggota himpunan A.. Dalam bentuk notasi ditulis Ā = { x | x  S dan x  A}. Diagram Venn untuk Ā seperti gambar berikut. Bidang yang diarsir adalah Ā.

Gambar 2.6 Diagram Venn Komplemen Himpunan Contoh 2.15

Jika S = { 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 , 8 , 9 } dan A = { 2 , 3 , 4 , 5 } Maka Ā = { 1 , 6 , 7 , 8 , 9 }.

2.10.4 Selisih

Jika terdapat himpunan A dan himpunan B, maka A – B adalah himpunan yang anggota-anggotanya hanya merupakan anggota himpunan A saja. Dalam bentuk notasi ditulis sebagai : A – B = { x | x  A dan x  B}. Diagram Venn dari operasi ini adalah bidang yang diarsir pada gambar berikut.

B

Gambar 2.7 Diagram Venn Selisih Dua Buah Himpunan

Contoh 2.16 Jika A = { 3 , 4 , 5 , 6 , 7 , 8 , 9 } dan B = { 3 , 4 , 5, 10 } Maka A – B = { 6 , 7 , 8 , 9 }.

S

S

A

B

S

A

Ā

A

B

(34)

27 2.10.5 Beda setangkup

Beda setangkup (symmetric difference) himpunan A dan himpunan B adalah himpunan yang anggota-anggotanya hanya merupakan anggota himpunan A saja atau himpunan B saja. : A  B = (A  B) – ( A B) = ( A – B )  ( B – A ) . Diagram Venn dari operasi ini adalah bidang yang diarsir pada gambar berikut.

Gambar 2.8 Diagram Venn Himpunan Beda Setangkup Contoh 2.17

Jika A = { 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 , 8 } dan B = { 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 , 8 , 9 , 10 } Maka A  B = { 1 , 9 , 10 }.

2.10.6 Perkalian Kartesian

Jika terdapat himpunan A dan himpunan B maka perkalian Kartesian A x B adalah himpunan yang anggota-anggotanya merupakan pasangan terurut (ordered pairs) dengan komponen pertama berasal dari himpunan A dan komponen kedua berasal dari himpunan B. Dalam bentuk notasi dapat ditulis sebagai : A x B = { (a,b) | a  A dan b  B}. Hal yang perlu diingat :

a) Jika A dan B  Ø, maka A x B  B x A

b) Jika A = Ø atau B = Ø maka A x B = B x A = Ø c) |A x B| = |A| . |B|

Contoh 2.18

Misal C = { 1 , 2 , 3 } dan D = { a , b }

C x D = { (1,a) , (1,b) , ( 2,a) , (2,b) , (3,a) , (3,b)} 2.10.7 Prinsip Inklusi-Eksklusi

| AB| = |A| + |B| - |AB|

|ABC| = |A| + |B| + |C| - |AB| - |BC| - |AC| + |ABC| |A  B| = |A| + |B| - 2|AB|

2.10.8 Sifat-sifat operasi himpunan dan prinsip dualitas

Misal F adalah suatu sifat yang melibatkan sejumlah himpunan dan operasinya, maka kita akan mendapatkan dual dari sifat F (ditulis dengan lambang F*) dengan jalan mengganti:

a) dengan 

b) dengan 

c) Ø dengan S d) S dengan Ø

Berikut disajikan beberapa sifat dari operasi himpunan dan dualnya.

A B

S

(35)

28 Hukum Dual 1. Identitas : A  Ø = A A  S = A 2. Null : A  Ø = Ø A  S = S 3. Komplemen : A  Ā = S A  Ā = Ø 4. Idempoten : A  A = A A  A = A 5. Penyerapan : A  ( A  B) = A A  ( A  B) = A 6. Komutatif : A  B = B  A A  B = B  A 7. Asosiatif : A  ( B  C ) = (A  B)  C A  ( B  C ) = (A  B)  C 8. Distributif : A  ( B  C) = ( A  B)  (A  C) A  ( B C) = ( A  B)  (A  C) 9. De Morgan : A

B= A B AB= A B 10. 0/1 : Ø = S S = Ø 2.11. Himpunan ganda (multiset) dan operasinya

Pada pembahasan terdahulu kita telah membahas himpunan serta operasinya. Akan tetapi anggota-anggotanya tidak ada yang ganda. Pada himpunan ganda, setidak-tidaknya terdapat satu anggota yang muncul lebih dari satu kali. Selain itu kita juga mengenal istilah multiplisitas, yaitu jumlah kemunculan anggota dari suatu himpunan ganda. Sebagai contoh, jika Q = { 1 , 1 , 2 , 2 , 2 , 4 , 7 , 8 , 8 , 9 }, maka multiplisitas 2 adalah 3, sedangkan multipilisitas 8 adalah 2 dst.

2.11.1 Operasi Gabungan

Misal S dan T adalah multiset. Operasi gabungan antara keduanya akan menghasilkan multiset yang multiplisitas anggota-anggotanya sama dengan multiplisitas maksimum anggota-anggota pada himpunan ganda S dan T.

Contoh : Jika S = { Ani, Ani, Karim, Karim, Karim, Ali } T = { Ani, Ani, Ani, Karim, Karim, Ali, Ali, Gani } S  T = { Ani, Ani, Ani, Karim, Karim, Karim, Ali, Ali, Gani } 2.11.2 Operasi Irisan

Misal S dan T adalah multiset. Operasi irisan antara keduanya akan menghasilkan multiset yang multiplisitas anggota-anggotanya sama dengan multiplisitas minimum anggota-anggota pada himpunan ganda S dan T.

Contoh 2.19

Jika S = { Ani, Ani, Karim, Karim, Karim, Ali } T = { Ani, Ani, Ani, Karim, Karim, Ali, Ali, Gani } S  T = { Ani, Ani, Karim, Karim, Ali }

2.11.3 Operasi selisih

Misal S dan T adalah multiset. Operasi selisih S – T akan menghasilkan multiset yang multiplisitas anggota-anggotanya ditentukan dengan cara:

- Jika multiplisitas anggota yang sama antara S dan T lebih besar pada S, maka cari S–T

- Jika multiplisitas anggota yang sama antara S dan T lebih besar pada T, maka multiplisitas anggota yang sama tersebut sama dengan 0.

Contoh 2.20

Jika S = { Ani, Ani, Karim, Karim, Karim, Ali } T = { Ani, Ani, Ani, Karim, Karim, Ali, Ali, Gani } S – T = { Karim, Karim }

(36)

29 2.11.4 Operasi jumlah

Misal S dan T adalah multiset. Operasi penjumlahan S + T akan menghasilkan multiset yang multiplisitas anggota-anggotanya merupakan jumlah dari multiplisitas masing-masing anggota yang sama.

Contoh 2.21

Jika S = { Ani, Karim, Karim, Karim, Ali } T = { Ani, Ani, Karim, Ali, Ali, Gani }

S+T= {Ani, Ani, Ani, Karim, Karim, Karim, Karim, Ali, Ali, Ali, Gani } 2.12. Pembuktian pernyataan himpunan

Pernyataan himpunan dapat dibuktikan dengan menggunakan diagram Venn, tabel keanggotaan, sifat operasi himpunan atau definisi.

2.12.1 Pembuktian dengan menggunakan diagram Venn

Untuk membuktikan kebenaran dari pernyataan himpunan dengan menggunakan diagram Venn, pertama-tama gambarkan diagram Venn untuk ruas kiri dan ruas kanan kesamaan. Jika ternyata kedua gambar dari diagram Venn tersebut sama maka kesamaan tersebut terbukti benar.

Contoh 2.21

Buktikan bahwa : A  ( B  C) = ( A  B)  (A  C) S S

A B A B C C

Karena kedua diagram Venn sama hal ini berarti ruas kiri sama dengan ruas kanan. Artinya kesamaan diatas benar.

2.12.2 Pembuktian dengan menggunakan tabel keanggotaan

Selain diagram Venn kita juga dapat menggunakan tabel keanggotaan untuk membuktikan kebenaran dari pernyataan himpunan.

Contoh 2.22 Buktikan bahwa A  ( B  C) = ( A  B)  (A  C) Bukti A B C AB AC BC A(BC) (AB)  ( AC) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

(37)

30

Perhatikan bahwa kolom 7 dan 8 sama, artinya A(BC) = (AB)(AC) (terbukti).

2.12.3 Pembuktian dengan menggunakan sifat operasi himpunan

Cara lain untuk membuktikan kebenaran pernyataan himpunan adalah dengan menggunkan sifat operasi himpunan.

Contoh 2.23

Buktikan bahwa : (Ā  B)  (A  B) = B Bukti :

(Ā  B)  (A  B) gunakan hukum distributif B  (Ā  A) gunakan hukum komplemen B  gunakan hukum identitas B

Soal-soal

1. Berapakah jumlah anggota dari himpunan : a) { 1, 2, 3, 3, 1, 2, 4, 5}?

b) {1, {1,2}, {1, 2, 3}}?

2. Tulis himpunan kuasa dari {a, b, c, d} dalam bentuk tabulasi! 3. Diketahui :

S = {-6, -5, -4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6} A = {-5, -4, -3, -2, -1}

B = {-2, -1, 0, 1, 2} C = { 1, 2, 3, 4, 5}

Gambarkan diagram Venn untuk : a) A  B d) B – (A  C) b) B  C e) (A  C)

(38)

BAB III FUNGSI

3.1 Definisi

Jika nilai dari suatu besaran, misal y, bergantung pada nilai besaran lainnya, misal x, maka kita dapat mengatakan bahwa y adalah fungsi dari x. Cara lain untuk menyatakan ketergantungan y terhadap x adalah dengan cara simbolik yaitu y = f(x) (dibaca “y adalah fungsi dari x”). Lambang-lambang lain untuk menyatakan fungsi diantaranya adalah : h, F, G,  dll. Selanjutnya fungsi dapat

D K D K

( a ) ( b ) Gambar 3.1 D K Gambar 3.2

didefinisikan sebagai aturan yang menetapkan bahwa setiap satu anggota himpunan D berpasangan dengan tepat satu anggota himpunan K (lihat Gambar 3.1). Anggota-anggota himpunan D yang mempunyai tepat satu pasangan pada himpunan K disebut daerah definisi atau daerah asal (domain). Sedangkan anggota-anggota pada himpunan K yang merupakan pasangan anggota-anggota-anggota-anggota himpunan D disebut daerah nilai (range). Sedangkan semua anggota himpunan K baik yang merupakan pasangan dari anggota himpunan D maupun yang bukan disebut kodomain. Jika terdapat suatu hubungan yang tidak memenuhi definisi diatas maka hubungan tersebut bukan suatu fungsi tetapi disebut relasi (lihat Gambar 3.2). Jadi

(39)

fungsi sama seperti sebuah proses yang menghasilkan tepat satu keluaran untuk setiap masukan tertentu. Sedangkan relasi dapat dimisalkan seperti sebuah proses yang menghasilkan dua keluaran untuk setiap masukan tertentu.

3.2. Jenis-jenis fungsi

Secara garis besar fungsi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian utama, yaitu fungsi ril dan fungsi kompleks. Pembahasan mengenai fungsi pada materi kuliah ini hanya mencakup fungsi ril saja.

3.2.1 Menurut jumlah peubah bebas 3.2.1.1 Fungsi peubah bebas tunggal

Fungsi peubah bebas tunggal adalah fungsi yang hanya mempunyai satu peubah bebas.

Contoh 3.1 : a) y = 2x + 3 b) y = x2 c) y = sin x d) x2 + y2 =r2 3.2.1.2 Fungsi peubah bebas banyak

Fungsi peubah bebas banyak adalah fungsi yang mempunyai lebih dari satu peubah bebas.

Contoh 3.2 : a) w = xy b) u = sin (x+y) c) v = cos xy d) t = xy+ z 3.2.2 Menurut cara penyajiannya

3.2.2.1 Fungsi eksplisit

Fungsi eksplisit adalah fungsi dimana peubah bebasnya ditulis atau disajikan pada ruas tersendiri; terpisah dari peubah tak bebasnya. . a) y x b) y x

c) y = sin x d) y = (x-1)2

Secara umum fungsi ekplisit ditulis dalam bentuk y = f(x) 3.2.2.2 Fungsi implisit

Fungsi implisit adalah fungsi dimana peubah bebas dan tak bebasnya ditulis pada ruas yang sama.

Contoh 3.4 : a) x + y = 0 b) x2 + y2 = r2

Secara umum fungsi implisit ditulis dalam bentuk F(x,y) = 0 3.2.2.3 Fungsi parameter

Bentuk umum dari fungsi parameter adalah: x = f(t) ; y = g(t) ; t adalah parameter. Contoh 3.5

x y

Jika kita tinjau dari operasi yang dilakukan terhadap peubah bebasnya, maka fungsi ril dapat dibagi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.3 berikut.

(40)

Gambar 3.3

3.2.3 Fungsi aljabar

Fungsi aljabar adalah fungsi yang mengandung sejumlah operasi aljabar yaitu operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan operasi pangkar rasional. Fungsi aljabar dapat dibagi menjadi fungsi rasional dan irrasional. Selanjutnya fungsi rasional dapat dibagi menjadi fungsi bulat dan fungsi pecah. 3.2.3.1 Fungsi rasional

Fungsi rasional adalah fungsi yang mempunyai bentuk P(x)/Q(x) dengan P(x) dan Q(x) adalah polinomial-polinomial dan Q(x)  0. Selanjutnya jika Q(x)  konstan maka fungsi rasional disebut juga fungsi pecah. Sedangkan jika Q(x) = konstan maka fungsi rasional disebut fungsi bulat.

A. Fungsi bulat

Fungsi bulat adalah suatu fungsi rasional dengan Q(x) = konstan. Sehingga fungsi bulat dapat disebut fungsi polinomial karena bentuknya sama seperti bentuk polinomial. Suatu fungsi yang mempunyai bentuk :

disebut fungsi polinomial derajad n. Koeffisien-koeffisien an, an-1, an-2,…, , a1, a0 adalah bilangan-bilangan ril, sedangkan masing-masing sukunya disebut monomial. Pangkat n pada fungsi polionomial adalah bilangan bulat tak negatif. Fungsi polinomial dapat dikelompokkan menurut jumlah suku dan menurut derajat nya. Berikut diberikan beberapa contoh fungsi-fungsi polinomial.

Fungsi Aljabar Transenden Rasional Irrasional Bulat Pecah Logaritma Eksponen Trigonometri Trigonometri Invers Hiperbolik Hiperbolik Invers

f(x) a

x

a

x

a

x

a

x a

( . )

Gambar

Gambar 1.1  Jenis-jenis bilangan
Gambar 1.20                                                                    Kuadran-kuadran
Gambar 2.2 Diagram Venn untuk                                                   Himpunan Bagian
Diagram Venn untuk Ā seperti gambar berikut. Bidang yang diarsir adalah Ā.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan  standar profesi , standar 2. pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku,

“ Proses Produksi Program Lingkar Kreatif di Net TV Makassar ”. Skripsi ini membahas tentang kriteria yang akan diliput dan bagaiman proses potret program Lingkat

Pada saat yang bersamaan terjadijuga K dengan HCO3 akan keluar dari kelenjar saliva ke lumen dengan bantuan Aldosteron dan ATP sehingga terjadi sekresi K dan HCO36. Sekresi air

Manajemen strategik adalah sistem perencanaan yang berorientasi keluar dan menggunakan falsafah “creating the future from the future.” Perumusan strategi merupakan tahap

Apabila dalam pemeriksaan tersebut ditemukan sepatu safety yang kualitasnya tidak sesuai persyaratan maka alat tersebut ditarik serta tidak dibenarkan

Kebijakan Dividen merupakan laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun yang dimana akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan

%ada saat bakteri menghasilkan asam, fluor dalam cairan plak akan masuk bersama asam ke ba5ah permukaan gigi yang kemudian diadsorpsi lebih kuat ke permukaan /ristal CA% (mineral

Ablasio retina dapat dihubungkan dengan malformasi congenital, sindrom metabolik, trauma mata (termasuk riwayat operasi mata), penyakit vaskuler, tumor  koroid,