• Tidak ada hasil yang ditemukan

Degradasi Senyawa Asam Sulfonat dalam Limbah Deterjen Sintetik menggunakan Teknik Ozonasi dalam Reaktor Hibrida-Ozon Plasma (RHOP)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Degradasi Senyawa Asam Sulfonat dalam Limbah Deterjen Sintetik menggunakan Teknik Ozonasi dalam Reaktor Hibrida-Ozon Plasma (RHOP)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Degradasi Senyawa Asam Sulfonat dalam Limbah Deterjen Sintetik

menggunakan Teknik Ozonasi dalam Reaktor Hibrida-Ozon Plasma

(RHOP)

Hanna Hasyanah1 dan Setijo Bismo2

Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia1,2

E-mail: hasanah423@gmail.com1 , sbismo@hotmail.com2

Abstrak

Degradasi air limbah deterjen telah dikembangkan dengan menggunakan berbagai metode. Teknik ozonasi dalam RHOP merupakan salah satu metode degradasi. Di dalam limbah deterjen terkandung senyawa asam sulfonat yang berbahaya bagi lingkungan. Senyawa asam sulfonat tersebut adalah LAS atau ABS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi operasi optimal dalam proses degradasi limbah deterjen menggunakan teknik ozonasi dalam RHOP. Variasi kondisi operasi dilakukan pada pH, senyawa limbah (LAS dan ABS), dan suhu air limbah. Dari hasil penelitian diketahui kondisi operasi terbaik terjadi pada pH netral dan suhu ruang (27oC) dengan persen degradasi mencapai 91,79 %. Selain itu, degradasi pada limbah LAS menujukkan hasil

yang jauh lebih baik dibandingkan pada limbah ABS. Kondisi terbaik ini juga didukung oleh nilai TOC limbah LAS dan ABS sebesar 14,8 mg/L dan 22,6 mg/L.

Kata kunci: Degradasi, ozonasi, RHOP, LAS, ABS, pengaruh pH, pengaruh suhu

Degradation of Sulfonic Acid Compound at Synthetic Detergent Waste Using Ozonation Technique in The Reactor Hybrid-Ozone Plasma (RHOP)

Abstract

Degradation of detergent wastewater is developed by various methods. Ozonation technique in RHOP is one kind of degradation method. In the detergent wastewater contain sulfonic acid compounds that are hazardous to the environment and human. These compound is LAS or ABS. The aim of this research is to find out optimum operation condition in detergent waste water degradation process by ozonation technique in RHOP. Variations of condition operation are pH, wastewater compound (LAS and ABS), and wastewater temperature. These result demonstrate that the best operation condition occurs at neutral condition and room temperature (27oC) with degradation percentage 91.79% reached. Furthermore, degradation of LAS waste water is better than ABS waste water. These conditions are supported by TOC value which LAS and ABS are 14.8 mg/L and 22.6 mg/L. Keywords: Degradation, ozonation, RHOP, LAS, ABS, pH effect, temperature effect

1. Pendahuluan

Berkembangnya bisnis laundry di Indonesia menghasilkan dampak negatif terhadap lingkungan. Dari data BPLHD Jakarta Barat rata-rata terdapat 30 bisnis laundry dalam 1 kecamatan, yang sebagian besar membuang limbah langsung ke lingkungan (Owy, 2013). Limbah yang dihasilkan berasal dari deterjen yang mengandung senyawa asam sulfonat yaitu

alkylbenzene sulfonate (ABS) dan linier alkylbenzene sulfonate (LAS). Menurut Asosiasi

(2)

digunakan di Indonesia mencapai 60%, sedangkan ABS mencapai 40%. Senyawa LAS mudah terdegradasi namun dengan peningkatan penggunaanya berpengaruh terhadap kemampuan lingkungan dalam mendegradasi. Berbeda dengan LAS, ABS sulit terdegradasi karena terdapat gugus alkil dengan rantai bercabang, jumlah percabangan rantai alkil menambah ketahanan terhadap degradasi (Connel & Miller, 1995). LAS dan ABS yang tidak terdegradasi memiliki efek toksik, karsinogenik, dan bersifat bioakumulatif (Effendi, 2003).

Pengolahan air limbah yang mengandung senyawa deterjen pada umumnya dilakukan dengan menggunakan rangkaian metode pengolahan dengan peralatan dan infrastruktur yang tidak fleksibel. Pengolahan tersebut biasanya menggunakan bahan-bahan kimia yang relatif mahal dan terkadang menghasilkan senyawa-senyawa baru. Seperti metode lumpur aktif diperoleh degradasi senyawa asam sulfonat sebesar 99.5%, namun menghasilkan produk antara yang lebih berbahaya dari senyawa asalnya (Mehrvar, et al., 2005).

Salah satu metode pengolahan yang dapat digunakan adalah teknik ozonasi. Teknik ozonasi merupakan teknologi yang ramah terhadap lingkungan. Teknik ini menggunakan infrastruktur yang fleksibel serta tidak memerlukan pemakaian bahan kimia tambahan. Melalui teknik ini dihasilkan degradasi LAS mencapai 70% dalam waktu 30 menit (Rahmawati, 2011). Metode lain yang ramah lingkungan adalah teknologi plasma. Dengan menggunakan teknologi ini Amano dan Tezuka (2006) berhasil mendegradasi ABS hingga 100% dalam waktu 150 menit.

Penggabungan keduanya dilakukan melalui penggunaan sistem ozonasi dalam reaktor hibrida ozon-plasma (RHOP). Reaktor RHOP merupakan reaktor plasma dingin yang dirancang untuk memperpanjang waktu paruh gas ozon dalam larutan. RHOP merupakan kombinasi atau hibrida reaksi ozonasi dalam medan plasma. Prosesnya terjadi dalam reaktor berisi limbah cair. Di dalamnya terjadi proses pemaparan plasma pada gas umpan dan limbah cair yang membantu proses degradasi. Pengolahan limbah menggunakan teknologi ini merupakan pengembangan dari beberapa penelitian. Salah satunya adalah senyawa fenol (hidroksil benzen) menghasilkan degradasi sebesar 83.98% (Luvita, 2012).

Adapun penelitian ini bertujuan untuk mengamati kinerja proses degradasi limbah deterjen LAS atau ABS dalam instalasi ozonasi yang dilengkapi RHOP serta memperoleh faktor-faktor dan kondisi operasi yang berpengaruh.

3. Metode Penelitian

Skematik diagram yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Sistem yang dilakukan pada penelitian ini merupakan proses semi-batch dengan waktu sirkulasi 120

(3)

menit. Limbah deterjen ditampung didalam tangki ukuran 5 liter dikontakkan dengan gas ozon dari ozonator komersil (buatan hongkong). Limbah yang digunakan merupakan limbah sintetis yang mengandung LAS (Unilever) atau ABS (Bratachem) dengan konsentrasi awal 100 mg/L. Limbah kemudian dipompakan ke injektor untuk dicampurkan dengan udara (mengandung oksigen). Limbah yang telah bercampur dengan udara lalu mengalir ke dalam RHOP untuk dikontakkan dengan plasma. RHOP terbuat dari gelas borosilikat dengan diameter 2 cm, panjang 24 cm, dan tebal 1 mm. Laju alir limbah 42,42 L/jam dan gas 5 L/Jam. Pengukuran konsentrasi limbah hasil degradasi dilakukan dengan menggunakan metode MBAS sesuai SNI 06-6989.51-2005. Sedangkan pengukuran senyawa antara menggunakan titrasi permanganometri, serta hasil mineralisasi diukur melaui nilai TOC dengan metode NPOC (Non-Purgeable Organic Carbon).

Gambar 1. Skema sistem ozonator + RHOP (Endra, 2013)

Mekanisme degradasi limbah dalam RHOP dapat dilihat pada Gambar 2. Limbah yang sebelumnya telah diozonasi kemudian masuk ke RHOP. Limbah masuk melalui lubang elektroda tegangan tinggi. Elektroda tegangan tinggi berbentuk silinder (pipa) berlubang yang terbuat dari stainless steel. Kemudian limbah keluar dari lubang kecil dibagian bawah eketroda untuk melapisi permukaan luar eketroda. Pada bagian luar elektroda terbentuk plasma yang kontak langsung dengan limbah. Saat limbah kontak dengan plasma terjadi kontak elektron dan ion yang membantu proses degradasi. Limbah yang telah kontak lalu di ozonasi kembali di tangki limbah.

(4)

Gambar 2. Mekanisme degradasi limbah dalam RHOP. A: Elektroda massa (kawat kasa), B: Media dielektrik (Gelas borosilikat), C: Fluida (limbah dan gas umpan),

D: Elektroda tegangan tinggi, E: Lucutan plasma 4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada degradasi limbah deterjen menggunakan sistem ozonasi dalam RHOP divariasikan beberapa kondisi operasi. pH, suhu, dan jenis limbah divariasikan dalam penelitian ini untuk diketahui kondisi terbaik. Pada penelitian awal telah diketahui bahwa RHOP mampu meningkatkan degradasi limbah. Nilai yang didapat melalui degradasi limbah LAS dengan sistem ozonasi dihasilkan 88,5% sedangkan pada sistem ozonasi dengan RHOP didapatkan 91,79%. Nilai tersebut menunjukkan RHOP mampu meningkatkan efisiensi sistem ozonasi dikarenakan oleh adanya plasma yang dihasilkan menyebabkan senyawa yang melewatinya bertansisi elektronik dalam bentuk rotasi, stretching, dan vibration. Ketika suatu senyawa meregang maka dapat dengan mudah diputus ikatannya terutama oleh ozon.

Tegangan yang digunakan untuk menghasilkan plasma dalam RHOP ini mencapai 12 kV yang setara dengan frekuensi yang cukup tinggi. Telah diketahui ketika suatu corona

discharge dengan tegangan antara 15-30 kV akan setara dengan frekuensi 1 – 50 kHz (Mittal

& Pizzi, 2000). Satuan frekuensi gelombang (Hz) berarti ada satu gelombang dalam satu detik, dapat diperkirakan jika besarnya hingga 50 kHz berarti ada 50000 gelombang dalam 1 detik yang dihasilkan dari reaktor plasma. Pada RHOP frekuensi yang dihasilkan sebesar 12 kV setara dengan ±1 kHz (1000 gelombang dalam satu detik). Tingginya gelombang tersebut menunjukkan bahwa plasma dapat membuat senyawa yang melewatinya bertansisi elektronik dalam bentuk rotasi, stretching, dan vibration.

Di dalam RHOP walaupun menghasilkan frekuensi yang tinggi, namun fungsinya hanya meregangkan suatu senyawa yang melewatinya, diperlukan senyawa lain yang membantu

(5)

memutus ikatan senyawa yang akan didegradasi. Senyawa yang dapat memutus ikatan tersebut merupakan ozon, jadi setelah senyawa yang akan didegradasi meregang dan tervibrasi; lalu diozonasi untuk diputus ikatannya.

4.1 Pengaruh pH Limbah

Pengaruh pH limbah dilihat dari hasil penelitian pada Gambar 3 terjadi penurunan konsentrasi LAS yang sangat signifikan. Hasil degradasi menunjukkan pH netral (6 – 7) menghasilkan konsentrasi limbah tersisa yang paling rendah, sedangkan pH asam dan basa menghasilkan konsentrasi yang lebih tinggi. Pada pH netral dihasilkan dua pengoksidator dengan jumlah dan laju reaksi yang lebih tinggi, sehingga hasil degradasi menjadi lebih tinggi. Oksidator tersebut adalah ozon dan ozon yang sebagian terdekomposisi menjadi radikal OH.

Gambar 3. Profil [LAS] dan [Oksalat] terhadap waktu sebagai hasil degradasi pada variasi pH Pada kondisi basa, radikal OH jumlahnya lebih banyak dihasilkan jika dibandingkan dengan kondisi netral atau asam. Telah diketahui bahwa radikal OH sangat reaktif, jauh lebih reaktif dibandingkan ozon (Hoigne & Bader, 1982). Walaupun jumlah radikal OH yang dihasilkan lebih banyak, akan tetapi menyebabkan radikal OH lebih mudah dan cepat terjadi redekombinasi antara sesamanya menjadi hidrogen peroksida (H2O2). H2O2 memilki potensial oksidasi yang lebih rendah dari senyawa ozon (Goi, 2005), hal inilah yang menyebabkan pada kondisi basa LAS yang bersisa lebih tinggi dari kondisi netral. rendah dibandingkan dengan kondisi asam. Sebenarnya pada kondisi basa senyawa ozon juga tetap ada, tetapi dengan jumlah dan laju reaksi yang relatif rendah. Selain itu, adanya pengkondisian pH pada limbah dengan menambahkan natrium hidroksida (NaOH) hingga pH mencapai rentang 10 – 11 mempengaruhi hasil degradasi. Larutan limbah yang mengandung NaOH dialirkan ke reaktor plasma. NaOH tersebut terpapar oleh plasma sehingga menyebabkan ion OH yang bersifat

0   5   10   15   20   25   30   35   40   0   30   60   90   120   [LAS]  ( mg /L)   Waktu  (menit)   Asam   Netral   Basa   0.00   0.05   0.10   0.15   0.20   0.25   0.30   0.35   0   30   60   90   120   [O ksala t]  (m ol)   Waktu  (menit)   Asam   Netral   Basa  

(6)

sebagai radikal sehingga membantu proses degradasi. Tidak berbeda dengan kondisi netral, dilakukan juga penambahan NaOH sehingga membantu proses degradasi.

Untuk kondisi asam, dilihat pada grafik di Gambar 3. menghasilkan konsentrasi akhir hasil degradasi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pH netral dan basa. Pada kondisi asam jumlah dan laju reaksi ozon sebagai pengoksidator jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pada kondisi basa maupun netral. Ozon memiliki nilai potensial oksidasi yang lebih rendah dari radikal OH, akan tetapi pada kondisi ini ozon tidak mudah terdekomposisi menjadi oksigen.

Dilihat dari Gambar 3 pada waktu 60, 90, dan 120 menit tidak terjadi penurunan konsentrasi, melainkan cenderung stabil pada konsentrasi yang hampir sama dengan kondisi 30 menit. Penyebab degradasi tidak meningkat dengan bertambahnya waktu yaitu adanya senyawa antara yang terbentuk. Senyawa antara yang terbentuk adalah asam oksalat, asetat, malonat dan format. Senyawa ozon atau radikal OH yang ada tidak hanya bereaksi dengan senyawa LAS tetapi juga dengan senyawa antara (Nugraha, 2013). Nilai konstanta laju reaksi antara ozon dengan senyawa antara yaitu asam oksalat mencapai 4.10-2 /M.s, sedangkan pada asam malonat mencapai 7±2 /M.s. Pada senyawa antara lainnya yaitu asam format jauh lebih tinggi hingga mencapai 100 ±20 /M.s (Hoigne & Bader, 1982). Hal inilah yang menyebabkan ozon yang ada teroksidasi dengan senyawa antara sehingga proses degradasi LAS menjadi cenderung stabil tidak adanya perubahan yang signifikan. Keberadaan asam oksalat dalam proses degradasi limbah ditunjukkan pada Gambar 3. Konsentrasi asam oksalat yang dihasilkan dari limbah dengan pH netral lebih tinggi dari pH asam maupun basa. Konsentrasi asam oksalat yang semakin meningkat menunjukkan hasil degradasi yang semakin meningkat. Adanya senyawa lain yang terbentuk selain asam oksalat yaitu format sebagai indikasi terdegradasinya cincin benzena pada LAS (Tezuka & Iwasaki, 1999) mempengaruhi juga hasil oksalat.

Untuk mengetahui pengaruhnya terhadap limbah ABS dari Gambar 4 dilihat hasil pengamatan pada limbah ABS tidak jauh berbeda dengan limbah LAS, pH netral menghasilkan konsentrasi ABS paling rendah. Pada menit ke 30 terjadi penurunan yang signifikan, sedangkan waktu berikutnya penurunan konsentrasi terlihat stabil. Pada limbah LAS penurunan tidak berlanjut karena adanya senyawa antara yang dihasilkan melalui proses degradasi. Hasil degradasi paling rendah dicapai pada pH netral dengan nilai 47,66 mg/L, sedangkan pada pH asam dan basa berkisar pada rentang nilai 70 – 75 mg/L. Hal ini terjadi sama dengan kondisi pada degradasi limbah LAS.

(7)

Gambar 4. Profil [ABS] dan [Oksalat] terhadap waktu sebagai hasil degradasi dengan variasi pH

Dilihat juga dari Gambar 4 mengenai hasil samping proses degradasi yaitu asam oksalat terjadi kenaikan konsentrasi pada semua jenis pH. Fenomena tersebut menunjukkan terjadinya proses degradasi, karena telah terbentuk senyawa antara. Pada pengukuran konsentrasi asam oksalat pH basa menghasilkan nilai paling tinggi dibandingkan dengan pH asam dan netral. Hal ini terjadi dapat dikarenakan pada kondisi ini basa yang ditambahkan yaitu NaOH jauh lebih banyak dibandingkan dengan pada limbah LAS. Dari data pengukuran awal limbah ABS memiliki pH yang lebih rendah dibandingkan dengan limbah LAS, sehingga dibutuhkan penambahan NaOH yang lebih banyak untuk mencapai pH yang sama dengan pH limbah LAS. Seperti telah disebutkan pada analisa pengaruh pH pada limbah LAS, bahwa penambahan NaOH pada limbah dapat meningkatkan oksidator yang lebih banyak. Peningkatan jumlah oksidator akan meningkatkan proses degradasi sehingga jumlah senyawa antara yang dihasilkan menjadi lebih banyak.

4.2 Pengaruh jenis limbah terhadap persentase degradasi

Pengaruh jenis limbah terhadap kinerja sistem ozonasi dengan RHOP ditunjukkan pada Gambar 5. Limbah LAS menghasilkan degradasi lebih tinggi dibanding limbah ABS yaitu 91,79% sedangkan limbah ABS mencapai 50,1%. Struktur bercabang pada ABS lebih stabil dibandingkan dengan struktur linier pada LAS, sehingga senyawa ABS lebih sulit terdegradasi. Struktur cincin benzena pada senyawa ini memiliki energi resonansi yang besar dan stabil secara termodinamik, sehingga diperlukan energi yang cukup besar untuk menguraikan cincin benzena tersebut (Carles, 2003). Ikatan senyawa sulfonat dalam cincin benzena yang ada pada senyawa LAS dan ABS bersifat cenderung menahan ion H+ dibandingkan dengan senyawa OH yang menempel pada benzena karena kecenderungan

0   20   40   60   80   100   0   30   60   90   120   [AB S]  ( mg /L)   Waktu  (menit)   Asam   Netral   Basa   0.0   0.1   0.2   0.3   0.4   0.5   0.6   0   30   60   90   120   [O ksala t]  (m o)   Waktu  (menit)   Asam   Netral   Basa  

(8)

terhadap orbital-pi yang saling tumpang tindih antara karbon dan oksigen menyebabkan ion H+ mudah terlepas dari gugus hidroksilnya (MSDS).

Gambar 5. Profil degradasi dan [oksalat] terhadap waktu pada limbah LAS dan ABS dalam RHOP pada kondisi terbaik (Netral)

Jika dilihat data konsentrasi asam oksalat sebagai hasil senyawa antara yang dihasilkan dari degradasi limbah ABS mencapai 0.59 mol, sedangkan limbah LAS 0.41 mol. Jika dibandingkan antara hasil konsentrasi asam oksalat dengan konsentrasi limbah, dari Gambar 5 menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi limbah akan menaikkan konsentrasi asam oksalat. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amano dan Tezuka (2006) bahwa penurunan konsentrasi ABS akan menaikkan konsentrasi asam oksalat sebagai senyawa antara yang dihasilkan melalui proses degradasi.

4.3 Pengaruh Suhu Limbah

Untuk mengetahui pengaruh suhu limbah terhadap konsentrasi dilakukan pengujian pada sampel limbah LAS dan ABS dengan konsentrasi awal 100 mg/L pada pH netral. Pada Gambar 6 degradasi limbah LAS dan ABS dengan menggunakan suhu yang lebih rendah menghasilkan konsentrasi limbah yang lebih tinggi jika dibandingkan pada suhu ruang (27oC). Hal utama yang mempengaruhi hasil degradasi ini adalah laju reaksi ozon. Laju reaksi dipengaruhi oleh suhu secara termodinamika. Reaksi oksidasi yang terjadi pada degradasi ini merupakan reaksi eksotermis. Secara termodinamika ketika terjadi peningkatan suhu akan meningkatkan laju reaksi. Dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Xie, Dong, Xu, dan Du (2012) yaitu penghilangan suatu senyawa dengan oksidasi menggunakan ozon terdapat pengaruh suhu terhadap konstanta laju reaksi. Peningkatan suhu dapat meningkatkan konstanta laju reaksi dan persentase molekul aktif. Ozon dengan mudah hilang dari larutan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 30 60 90 120 Degradasi Limbah (%) waktu (menit) Limbah LAS Limbah ABS 0.00   0.05   0.10   0.15   0.20   0.25   0.30   0.35   0.40   0.45   0   30   60   90   120   [O kasla t]  (m ol)   waktu  (menit)   Limbah LAS Limbah ABS

(9)

dan konsentrasi ozon didalam cairan menjadi menurun dengan menurunnya laju reaksi. Fenomena tersebut terjadi pada penelitian ini, semakin tinggi suhu semakin tinggi laju reaksi yang terjadi. Tingginya laju reaksi menyebabkan oksidasi ozon semakin meningkat. Dengan meningkatnya proses ozonasi hasil degradasi menjadi semakin tinggi. Hal ini menujukkan bahwa pada suhu yang lebih tinggi hasil degradasi akan semakin meningkat, terjadi pada limbah LAS dan ABS.

(a) (b)

Gambar 6. Profil konsentrasi limbah terhadap waktu dengan variasi suhu limbah: (a) Limbah LAS (b) Limbah ABS

4.4 Pengaruh degradasi limbah menggunakan ozonasi dalam RHOP terhadap nilai TOC

Dalam proses degradasi limbah senyawa aktif deterjen akan terjadi proses mineralisasi. Jika selama degradasi terjadi mineralisasi maka akan dihasilkan salah satu senyawa yaitu karbon dioksida terlarut dan senyawa lainnya yang dapat diukur melalui nilai TOC. (Florescu, et al., 2011)

Pengujian dilakukan pada limbah LAS dan ABS pada pH netral dengan waktu sirkulasi selama 90 menit. Waktu 90 menit dipilih berdasarkan data pada Gambar 3,4, dan 5. Pada saat mencapai waktu 90 menit proses degradasi cenderung stabil. Hasil analisis TOC menunjukkan limbah ABS menghasilkan 22,6 mg/L TOC, sedangkan limbah LAS menghasilkan 14,8 mg/L TOC. Apabila dihubungkan dengan hasil degradasi yang dihasilkan limbah LAS menghasilkan persentase degradasi lebih besar dari limbah ABS, data dapat dilihat pada Gambar 3, 4, dan 5. Persentase degradasi yang semakin tinggi, maka pembentukan mineralisasi limbah akan semakin tinggi. Fenomena ini berbanding terbalik dengan hasil pengujian dikarenakan dalam proses pengukuran TOC tidak hanya mengukur CO2 terlarut pada limbah tetapi senyawa lainnya yaitu beberapa karbon organik seperti

3 8 13 18 23 0 30 60 90 120 [LAS] (mg/L) Waktu (menit) 27 oC 12 oC 0 20 40 60 80 100 0 30 60 90 120 [ABS] (mg/L) Waktu (menit) 27 oC 12 oC

(10)

karbonat dan bikarbonat, senyawa dengan ikatan kovalen, dan senyawa dengan rantai karbon (Eaton, Clesceri, Rice, & Greenberg, 2005). Hal ini mempengaruhi hasil TOC yang didapat.

Tabel 1.Perbandingan nilai TOC berbagai senyawa dan metode

Waktu (menit) Senyawa Metode TOC (mg/L)

60* LAS Kombinasi Fenton dengan

H2O2* 25,2*

60* LAS Kombinasi Fenton dengan

H2O2 dan UV* 30,6*

90 LAS Ozonasi dalam RHOP 14,8

90 ABS Ozonasi dalam RHOP 22,6

Sumber: *(Papic, Koprivanac, Peternel, Vujevic, & Grcic, 2007)

Untuk mengetahui kesesuaian nilai TOC yang didapat maka hasil penelitian ini dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Papic, Koprivanac, Peternel, Vujevic, dan Grcic (2007). Dilihat pada Tabel 1 hasil degradasi menggunakan ozonasi dan RHOP didapatkan nilai TOC pada LAS lebih rendah dari penelitian Papic, koprivanac, peternel, dan Grcic (2007). Pada limbah ABS didapatkan TOC sebesar 22,6 mg/L, tidak berbeda jauh dengan limbah LAS. Hal ini terjadi karena waktu oksidasi yang digunakan lebih lama yaitu 90 menit, akan tetapi jika dilihat dari konsentrasi awal TOC terjadi penurunan dengan bertambahnya waktu. Hal tersebut menunjukkan sistem ozonasi dalam RHOP mampu medegradasi limbah LAS dan ABS hingga tahapan mineralisasi.

5. Kesimpulan

Variabel operasi yang berpengaruh pada degradasi limbah deterjen sitetik dengan menggunakan teknik ozonasi dalam reaktor plasma yaitu pada pH netral (6-7) menghasilkan degradasi terbesar (91,79%); jenis limbah yaitu LAS menghasilkan konsentrasi akhir paling rendah (8,21 mg/L); dan suhu ruang (27 oC) menghasilkan konsentrasi akhir pada LAS dan ABS paling rendah. Energi yang dibutuhkan pada RHOP mencapai 0,33 kWh selama 2 jam sirkulasi.

6. Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah pengunaan detergents test kits digital untuk pengukuran kadar senyawa aktif LAS dan ABS agar didapatkan data yang lebih cepat dan akurat; perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap senyawa antara yang dihasilkan yaitu asam oksalat; pengaruhnya terhadap proses degradasi, perlu dilakukan pengujian senyawa antara selain asam oksalat yaitu asam malonat, asetat, dan asam format dengan menggunakan HPLC; serta dilakukan pengukuran TOC dari waktu awal hingga waktu akhir agar diketahui penurunan kadarnya.

(11)

8. Daftar Referensi

Amano, R., & Tezuka, M. (2006). Mineralization of Alkylbenzensulfonates in Water by Means of Contact Glow

Discharge Electrolysis. J Water Research, 1857-1863.

Carles. (2003). Efektifitas Pengolahan Air Limbah Linier Alkylbenzene Sulfonat (LAS) Secara Biologi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Connel, D. W., & Miller, G. J. (1995). Kimia dan Etoksikologi Pencemaran. Jakarta: UI-Press.

Eaton, A. D., Clesceri, L. S., Rice, E. W., & Greenberg, A. F. (2005). Standard Method for The Examination of

Water & Wastewater, 21st edn.

Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan perairan. Bogor: Jurusan MSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Goi, A. (2005). Advanced Oxidation Processes For Water Purification and Soil Remediation. Estonia: Tallin University of Technology.

Hoigne, J., & Bader, H. (1982). Handbook of Ozone Technology and Application (Mechanism, Rate, and

Selectivities of Oxidation of Organic Compound Initiated by Ozonation of Water). Ann Arbor: Ann

Arbor Science Public.

Hoigne, J., & Bader, H. (1982). Rate Constant of Reactions of Ozone with Organic and Inorganic Compounds in Water- II (Dissosiating Organic Compounds). J Water Research Vol 17, 185-194

Luvita, V. (2012). Rancang Bangun dan Uji Kinerja reaktor Hibrida Ozon Plasma Dingin untuk Pengolahan

Limbah fenolik Cair. Depok: Departemen Teknik Kimia UI.

Mehrvar, Mehrab, Tabrizi, Gelareh, B., Abdel-jabbar, & Nabil. (2005). Effects of Pilot-Plant Photochemical Pre-treatment (UV/H2O2) on The. International Journal of photoenergy, 1-6.

Mittal, K.L., & Pizzi, A. (2000). Adhesion Promotion Techniques - Technological Applications. Ann Arbor: Ann Arbor Science Public.

Nugraha, I. (2013). Aplikasi Contact Glow Discharge Electrolysis (CGDE) untuk Degradasi Linear

Alkylbenzene Sulphonate (LAS) menggunakan Latutan Elektrolit Na2SO4. Depok: Fakultas Teknik

Program Studi Teknik KImia Universitas Indonesia.

Owy. (2013). Usaha Laundry Cemari Lingkungan akan Ditutup. [Online]. http://www.pelita.or.id/rubrik.php?id=3: Jakarta: Harian Umum Pelita. [Accessed 10 April 2013] Papic, S., Koprivanac, N., Peternel, I., Vujevic, D., & Grcic, I. (2007). Laboratory Study of The Fenton and

Photo-Fenton Oxidation Treatment of LAS Surfactant Wastewater. Croatia: Faculty of Chemical

Engineering and Technology University of Zagreb.

Rahmawati, A. (2011). Oksidasi Lanjut dan Filtrasi Membran Keramik untuk Penyisihan Besi, Mangan,

Amonia, dan Linear Alkylbenzene Sulfonate dari Air Tanah. Depok: Departemen Teknik Kimia

Universitas Indonesia.

Tezuka, M., & Iwasaki, M. (1999). Liquid-phase reactions induced by gaseous plasma. Decomposition of benzoic acids in aqueous solution. Plasmas Ions 1, 23-26.

(12)

Gambar

Gambar 1. Skema sistem ozonator + RHOP  (Endra, 2013)
Gambar 2. Mekanisme degradasi limbah dalam RHOP. A: Elektroda massa (kawat  kasa), B: Media dielektrik (Gelas borosilikat), C: Fluida (limbah dan gas umpan),
Gambar 3. Profil [LAS] dan [Oksalat] terhadap waktu sebagai hasil degradasi pada variasi pH Pada  kondisi  basa,  radikal  OH  jumlahnya  lebih  banyak  dihasilkan  jika  dibandingkan  dengan kondisi netral atau asam
Gambar 4. Profil [ABS] dan [Oksalat] terhadap waktu sebagai hasil degradasi dengan  variasi pH
+4

Referensi

Dokumen terkait

Melalui kegiatan pengamatan tayangan power point siswa dapat menganalisis informasi yang disampaikan paparan iklan dari media cetak dengan benar.. Melalui

Untuk jarak yang harus ditempuh untuk melakukan pengiriman baik untuk tahap I (Pengiriman yang dilakukan dari Principal ke Warehouse ) maupun tahap II (Pengiriman yang dilakukan

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan pembelajaran kooperatif tipe Team Quiz dengan

Gastropoda yang hidup di daerah pasang surut memiliki beberapa cara dalam mengatasi perubahan faktor lingkungan yaitu dengan menyimpan air dalam cangkangnya,

mereka miliki. Kedua,  Kedua, nilai harus dipilih dari berbagai alternative, pada langkah ini guru  nilai harus dipilih dari berbagai alternative, pada langkah ini guru tidak

Rudianto menjabarkan bahwa pengertian dari akuntansi koperasi itu sendiri adalah aktivitas mengumpulkan, menganalisis, menyajikan dalam bentuk angka,

menguraikan Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Pacitan banyak terjadi permasalahan yang diantaranya adalah kesalahan pencatatan pembayaran dan proses pengolahan data

“Ada hal lain yang terjadi dalam masalah sertifikasi ini, menurut bapak sekarang cukup banyak warga (yang mendapatkan lahan) yang telah menjual lahannya karena