BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan mata pelajaran penting dan dibutuhkan dalam berbagai bidang ilmu terapan. Matematika memiliki banyak cabang diantaranya aljabar, geometri, kalkulus, statistika, dll. Bangun ruang sisi datar merupakan salah satu bagian dari geometri. Pelajaran ini sudah diajarkan sejak tingkat Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Soedjadi (1991) menunjukan bahwa unit geometri (bagian dari matematika sekolah) tampak merupakan unit dari pelajaran matematika yang tergolong sulit antara lain terlihat bahwa siswa sukar menentukan apakah suatu sudut siku-siku atau tidak; sukar megenali dan memahami bangun-bangun geometri terutama bangun ruang serta unsur-unsurnya. Kondisi ini ditemui di semua jenjang pendidikan, baik pendidikan dasar maupun pendidikan menengah. Hal ini dipertegas oleh Tatang dalam papernya pada Konferensi Nasional Matematika XII (2004: 88) menyatakan dalam pembelajaran Bangun Ruang Sisi Datar terdapat beberapa kesulitan yang dialami oleh siswa yakni antara lain: membedakan diagonal bidang, diagonal ruang, dan bidang diagonal, menentukan bentuk jaring-jaring kubus, balok, menentukan rumus untuk mencari volume dan luas permukaan bidang bangun ruang sisi datar, menyelesaikan soal cerita yang berbasis permasalahan sehari-hari.
Menurut Rohmah (2014: 2) Salah satu penyebab siswa kurang menguasai materi bangun ruang sisi datar adalah metode pembelajaran yang tidak tepat, guru hanya menekankan konsep yang mengacu pada hafalan, penggunaan rumus tanpa mengetahui asal rumus tersebut seperti pembelajaran konvensional, sehingga berakibat siswa cenderung mengesampingkan konsep dasar dan lebih mengutamakan pada hasil belajar dengan menggunakan rumus yang telah dihafalkan. Padahal konsep dasar pada materi bangun ruang sisi datar harus dikuasai oleh siswa karena dalam permendikbud No. 68 tahun 2013 tentang kurikulum SMP-Mts pada bagian Matematika kelas VIII hal 45 kompetensi dasar poin 3.11 tertulis "Menaksir dan menghitung luas permukaan dan volume bangun ruang yang tidak beraturan dengan menerapkan geometri dasarnya".
Untuk menanamkan konsep dasar dalam pembelajaran bangun ruang sisi datar membutuhkan pendekatan pembelajaran yang tepat. Ada banyak pendekatan pembelajaran untuk menanamkan konsep dasar bangun ruang sisi datar. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dikembangkan adalah Contextual Teaching and Learning. Menurut Direktorat PSMP (2008: 59) Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru dalam mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata, dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan pengajaran kontekstual mendorong para guru untuk mendesain lingkungan belajar yang
memungkinkan untuk mengaitkan berbagai bentuk pengalaman yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka meningkatkan pemahaman siswa sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.
Menurut Johnson (2002: 147) membangun keterkaitan untuk menemukan makna dalam pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pengetahuan dan memperdalam wawasan berdasarkan fakta bahwa mengaitkan merupakan kegiatan alami manusia yang sesuai dengan fungsi otak dan prinsip-prinsip dasar manusia. Sehingga, berdasarkan dua pendapat tersebut, dapat dikatakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematika khususnya dalam materi Bangun Ruang Sisi Datar yang merupakan sebagian representasi dari benda-benda sehari-hari pada Siswa kelas VIII SMP.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Guru matematika SMPN 1 Muntilan didapat bahwa rata-rata nilai siswa pada materi bangun ruang sisi datar pada tahun 2014 adalah 68,50. Nilai tersebut masih tergolong rendah untuk taraf nilai pada sekolah yang dijadikan acuan pendidikan tingkat menengah pertama di kabupaten magelang.
Memperhatikan Hal tersebut, maka peneliti mencoba untuk mengetahui pengaruh pendekatan kontekstual terhadap pemahaman konsep siswa melalui penelitian yang berjudul "Pengaruh Pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) Terhadap Pemahaman Konsep Siswa
Kelas VIII SMP Negeri 1 Muntilan, Magelang Jawa Tengah Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar ".
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas, diidentifikasi permasalahan dalam pembelajaran Bangun Ruang Sisi Datar yakni
1. bangun ruang sisi datar merupakan salah satu unit dari geometri yang tergolong sulit bagi siswa,
2. salah satu penyebab siswa kurang menguasai bangun ruang sisi datar adalah penggunaan metode pembelajaran yang tidak tepat,
3. guru menekankan konsep yang mengacu pada hafalan, penggunaan rumus tanpa mengetahui asal rumus tersebut, sehingga berakibat siswa cenderung mengesampingkan konsep dasar dan lebih mengutamakan pada hasil belajar dengan menggunakan rumus yang telah dihafalkan.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dipaparkan, maka peneliti membatasi permasalahan terkait dengan pemahaman konsep siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Muntilan pada Materi volume dan Luas permukaan bangun ruang sisi datar.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah yang telah diuraikan maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning terhadap pemahaman konsep siswa pada materi
volume dan luas permukaan bangun ruang sisi datar?
2. Jika terdapat pengaruh pembelajaran dengan pendekatan contextual teahing and learning, maka seberapa besar pengaruh pendekatan
contextual teaching and learning terhadap peningkatan pemahaman
konsep siswa dibandingkan dengan pendekatan konvensional pada materi bangun ruang sisi datar?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning dengan siswa yang mengikuti model pembelajaran
konvensional pada materi volume dan luas permukaan bangun ruang sisi datar.
2. Mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan pendekatan contextual teaching and learning pada pembelajaran terhadap
pemahaman konsep siswa pada materi volume dan luas permukaan bangun ruang sisi datar.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi guru, siswa, dan peneliti.
1. Manfaat bagi guru
Hasil penelitian ini dapat membantu guru matematika menentukan rancangan pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Volume dan Luas permukaan Bangun Ruang Sisi Datar.
2. Manfaat bagi siswa
a. Penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa terhadap pembelajaran matematika khususnya Volume dan Luas permukaan Bangun Ruang Sisi Datar.
b. Penelitian ini dapat membantu siswa menerima dan memahami materi matematika khususnya Volume dan Luas permukaan Bangun Ruang Sisi Datar.
3. Manfaat bagi peneliti
a. Hasil penelitian ini dapat membantu mengetahui pengaruh penggunaan pendekatan contextual teaching and learning
terhadap pemahaman konsep siswa pada materi volume dan luas permukaan bangun ruang sisi datar.
b. Hasil penelitian ini dapat membantu peneliti memberikan pengalaman mengajar dengan menerapkan pendekatan contextual teaching and learning.
BAB II KAJIAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan salah satu pembelajaran yang menekankan bahwa siswa harus mengetahui implementasi dari pengetahuan yang diperolehnya sehingga pengetahuan tersebut akan bermakna bagi siswa. Pengetahuan yang dimiliki siswa harus memiliki kaitan dengan dunia nyata atau keseharian siswa. Apabila siswa menemukan banyak keterkaitan dalam pembelajaran, maka pengetahuan yang dimilikinya akan semakin bermakna.
Pembelajaran kontekstual menurut Nanik rubiyanto (2010: 72) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang dipelajari siswa dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Wina sanjaya (2005: 109) pembelajaran kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya pada kehidupan mereka.
Menurut Johnson (2002: 67) Pembelajaran kontekstual adalah sebuah proses pendidikan yang menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungi subjek-subjek
akademik yang mereka pelajari dengan konteks kehidupan sehari-hari mereka, yakni konteks pribadi, sosial, dan budaya. Hal ini juga diungkapkan oleh Kemendikbud melalui direktorat PSMP (2008: 161) mendefinisikan pembelajaran kontekstual sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pembelajaran dengan mengkaitkannya pada kehidupan sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan/ketrampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan dari suatu permasalahan/konteks ke permasalahan lain. Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan suatu pembelajaran yang mengkaitkan kontekstual sehari-hari pada materi pembelajaran sehingga siswa mampu memaknai pengetahuan/ ketrampilan yang dipelajarinya serta secara fleksibel dapat menerapkan pengetahuan/ketrampilan yang dimilikinya dari suatu permasalahan/konteks ke permasalahan yang lainnya.
a. Prinsip dan karakteristik pembelajaran kontekstual
Prinsip dan karakteristik pembelajaran kontekstual wajib dikuasai oleh pendidik agar dapat menerapkan pembelajaran kontekstual dengan tepat dan benar. Berbagai pengamatan ilmiah yang teliti dan akurat menunjukan keseluruhan alam semesta ditopang dan diatur oleh tiga prinsip yaitu saling ketergantungan, diferensiasi, dan pengaturan diri sendiri (Johnson, 2002: 68).
Menurut (Johnson, 2002: 73) Prinsip-prinsip yang mendasari pembelajaran kontekstual yakni:
1. prinsip saling ketergantungan
Prinsip saling ketergantungan menuntun pada penciptaan hubungan bukan isolasi. Para pendidik yang bertindak menurut prinsip ini akan mengadopsi praktik CTL dalam menolong siswa membuat hubungan-hubungan untuk menemukan makna. Prinsip saling ketergantungan menekankan pada kerjasama. Dengan bekerjasama siswa akan terbantu untuk menemukan persoalan, memasang rencana, dan mencari pemecahan masalah,
2. prinsip diferensiasi
Prinsip diferensiasi mengilhami pembelajaran kontekstual yang menghargai keunikan, keragaman, dan kreativitas siswa, proses pembelajaran yang bervariasi, menyenangkan, dan memotivasi siswa untuk belajar sesuai dengan perkembangan intelektualnya,
3. prinsip pengaturan diri
Prinsip pengaturan diri meminta para pendidik untuk mendorong setiap siswa untuk mengeluarkan seluruh potensinya. Untuk menyesuaikan dengan prinsip ini, CTL memiliki sasaran menolong para siswa mencapai keunggulan akademik, memperoleh ketrampilan karier, dan mengembangkan karakter dengan cara menghubungkan tugas sekolah dengan pengalaman serta pengetahuan pribadinya.
Berdasarkan uraian diatas, diambil kesimpulan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual sesuai dengan prinsip-prinsip yang mengatur alam yaitu prinsip saling ketergantungan, diferensiasi, dan pengaturan diri. Ketiga prinsip diatas melandasi pemikiran bahwa seluruh komponen pendidikan
saling bekerjasama dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa dapat belajar sesuai dengan kontek kehidupan siswa sehingga siswa dapat memaknai pengetahuan tersebut.
Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual memberikan ciri khas dan karakteristik kepada pembelajaran kontekstual yang membedakannya dengan pembelajaran yang lain. Menurut Masnur Muslich (2008: 42) pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memiliki karakteristik yakni:
1) pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian ketrampilan dalam konteks kehidupan nyata;
2) pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna;
3) pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna bagi siswa;
4) pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, saling mengoreksi antar teman;
5) pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerjasama, dan saling memahami antar satu dengan yang lain secara mendalam;
6) pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerjasama;
7) pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan.
Menurut Wina Sanjaya (2005: 110), menjelaskan lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran kontektual yaitu:
1) pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh serta memiliki keterkaitan satu sama lain;
2) pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru;
3) pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal melainkan dipahami serta diyakini;
4) mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh siswa harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehingga tampak perubahan perilaku siswa;
5) melakukan refleksi terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan pembelajaran.
Berdasarkan kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik pembelajaran kontekstual adalah:
1) pembelajaran diarahkan pada ketercapaian ketrampilan dalam konteks kehidupan nyata,
2) pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna bagi siswa,
3) pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dalam situasi yang menyenangkan dan saling bekerjasama,
4) pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini,
5) melakukan refleksi proses pembelajaran secara kontinu.
b. Komponen pendekatan kontekstual
Selain mengetahui karakteristik pembelajaran kontekstual, guru juga perlu mengetahui komponen-komponen dalam pembelajaran kontekstual. Komponen-komponen pembelajaran kontekstual memberikan ciri khas dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas.
Menurut Johnson (2002: 65) terdapat delapan komponen dalam pembelajaran kontektual yakni: (1) Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, (2) melakukan pekerjaan yang berarti, (3) melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, (4) bekerjasama, (5) berfikir kritis dan kreatif, (6)
Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, (7) mencapai standar yang tinggi, (8) menggunakan penilaian autentik.
Menurut Masnur Muslich (2008: 43) pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama yaitu: (1) constructivism (konstrutivisme, membangun, membentuk), (2) questioning (bertanya), (3) inquiry (menyelidiki, menemukan), (4) learning community (masyarakat
belajar), (5) modelling (permodelan), (6) reflection (refleksi), (7) authentic assesment (penilaian yang sebenarnya).
Setiap komponen utama dalam pendekatan kontekstual memiliki prinsip-prinsip dasar yang harus diperhatikan ketika akan menerapkannya dalam pembelajaran. Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah
(1) konstruktivisme, komponen ini merupakan landasan filosofis (berfikir) pendekatan kontekstual. Pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan dan pengalaman belajar yang bermakna (Masnur muslich, 2008: 44),
(2) menemukan (inquiry). Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, akan tetapi hasil dari menemukan sendiri. (Trianto, 2007: 109), (3) bertanya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang slelau dimulai dari
bertanya. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong , membimbing, dan menilai kemampuan berfikir siswa.
Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam pelaksanaan pembelajaran yang berbasis inquiry yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Tugas guru adalah membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari dalam kaitan dengan kehidupan nyata (Rusman, 2010:195),
(4) masyarakat belajar (learning community) konsep ini menyarankan bahwa hasil belajar sebaiknya diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh melalui sharing antarteman, antarkelompok, dan antara yang tahu dengan yang belum tahu. Dalam kelas kontekstual, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar yang heterogen dengan jumlah yang bervariasi. Tujuan dari masyarakat adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerjasama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya,
(5) pemodelan (modelling). Pemodelan artinya dalam proses pembelajaran ada model yang bisa ditiru. Pemodelan dapat berupa demonstrasi, pemberian ruang contoh tentang konsep atau aktivitas belajar, cara mengoperasikan sesuatu atau menampilkan hasil karya dalam pembelajaran kontekstual, guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa,
(6) refleksi (reflection). Refleksi adalah perenungan kembali atas pengetahuan yang baru saja dipelajari. Dengan memikirkan apa yang baru
saja dipelajari, menelaah, dan merespon semua kejadian, aktivitas atau pengalaman apa yang terjadi dalam pembelajaran, siswa akan menyadari bahwa pengetahuan yang baru diperolehnya merupakan pengayaan atau bahkan revisi dari pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Kesadaran semacam ini penting ditanamkan kepada siswa agar ia bersikap terbuka terhadap pengetahuan-pengetahuan yang baru,
(7) penilaian Sebenarnnya (authentic assessment). Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Penilaian sebenarnya adalah kegiatan menilai siswa yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian (Kusnandar, 2007: 315). Ciri-ciri penilaian sebenarnya menurut kusnandar (2007: 315) adalah:
a. harus mengukur semua aspek pembelajaran termasuk proses, kinerja, dan produk,
b. dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran, c. menggunakan berbagai cara dan sumber,
d. tes hanya salah satu alat pengumpul data penelitian,
e. tugas-tugas yang diberikan kepada siswa harus mencerminkan bagian kehidupan siswa yang nyata setiap hari,
f. penilaian harus menekankan kedalaman pengetahuan dan keahlian siswa bukan keluasannya (kuantitas).
Menurut Trianto (2007:115) mengungkapkan hal-hal yang bisa digunakan sebagai dasar penilaian prestasi siswa yaitu: (a) proyek/kegiatan dan laporan; (b) PR (pekerjaan rumah); (c) kuis; (d) karya siswa; (e) presentasi atau
penampilan siswa; (f) demonstrasi; (g) laporan; (h) jurnal; (i) hasil test tulis; (j) karya tulis.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam pendekatan pembelajaran kontekstual, guru harus memperhatikan komponen-komponen seperti konstruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian autentik. Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual apabila menerapkan komponen-komponen tersebut.
Komponen-komponen pembelajaran kontekstual merupakan pedoman dalam penyusunan langkah-langkah pembelajaran kontekstual. Langkah-langkah pembelajaran kontekstual harus dipahami oleh guru apabila ingin menerapkan pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran matematika.
c. Prosedur pembelajaran matematika dengan pendekatan kontekstual Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kontekstual, guru harus memahami langkah-langkah pembelajaran kontekstual terlebih dahulu. Langkah-langkah pembelajaran kontekstual mencerminkan penerapan ketujuh komponen pembelajaran kontekstual. Menurut Crawford (2001: 9) Langkah-langkah pembelajaran kontekstual tersebut adalah relating, experiening, applying, cooperating, dan transferring yang disingkat menjadi
REACT.
1) Relating (mengaitkan)
Relating adalah belajar yang dikaitkan dengan pengalaman hidup sesorang yang atau pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Dalam proses
relating, guru mengaitkan konsep baru dengan sesuatu yang sudah dikenali
oleh siswa misalnya saja guru memberikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan konsep tersebut. Selain itu, guru juga mengaitkan konsep yang akan dipelajari dengna pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya. Dengan demikian, siswa akan menjadi lebih termotivasi untuk belajar karena pembelajaran yang dilakukan bermakna dan berguna bagi mereka.
2) Experience (mengalami)
Dalam proses ini guru memberikan kebebasan pada siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri dengan merancang suatu kegiatan yang memmberikan pengalaman kepada siswa. Dalam proses pembelajaran, siswa melakukan berbagai aktivitas untuk menemukan konsep. Aktivitas yang dimaksud misalnya memanipulasi model atau alat peraga untuk menemukan suatu konsep.
3) Applying (menerapkan)
Dalam proses applying, siswa menerapkan konsep yang diperolehnya untuk menyelesaikan suatu masalah. Guru dapat memberikan soal latihan yang realistik dan relevan untuk memperdalam pemahaman siswa. Menurut crawford (2001: 16) susatu penelitian menunjukan bahwa latihan soal yang realistik dan relevan dapat memotivasi siswa untuk memahami konsep. Latihan soal yang diberikan haruslah sesuai dengan perkembangan intelektual siswa jangan terlalu sulit ataupun terlalu mudah.
4) Cooperating (bekerjasama)
Cooperating adalah belajar dengna bekerjasama, bertukar pendapat, dan
berdiskusi dengna orang lain. Pada saat siswa melakukan berbagai kegiatan untuk menemukan konsep dan memecahkan suatu masalah, seringkali siswa mengalami kesulitan apabila melakukannya sendiri. Dengan bekerja secara berkelompok, siswa dapat saling bertukar pendapat dan bekerjasama dengan siswa yang lain sehingga dapat menyelesaikan kegiatan yang tadinya sulit dikerjakan sendiri.
5) Transferring (mentransfer)
Dalam proses transferring, siswa menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dengan konteks baru. Siswa akan merasa ingin tahu dan tertantang apabila dihadapkan pada permasalahan yang baru dan tidak lazim bagi mereka. Guru memberikan latihan soal berupa permasalahan yang baru dan bervariasi untuk meningkatkan motivasi, keterlibatan, dan minat siswa.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran kontekstual terdiri dari relating,experiencing, applying, cooperating, dan transferring yang disingkat menjadi REACT. Langkah-langkah pembelajaran kontekstual tersebut tercermin dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dirancang oleh peneliti untuk melaksanakan pembelajaran kontekstual di kelas.
Langkah-langkah pembelajaran kontekstual pada RPP yang disusun oleh peneliti adalah:
1) relating (mengaitkan): Guru memberikan apersepsi dan motivasi kepada siswa,
2) experiencing (mengalami): Siswa melakukan berbagai aktivitas untuk menemukan konsep,
3) applying (menerapkan): siswa menerapkan konsep untuk menyelesaikan suatu masalah,
4) cooperating (kerjasama): Siswa belajar secara berkelompok,
5) transferring (mentransfer): Siswa menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam situasi dan konteks yang baru.
d. Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran matematika di SMP Menurut Soedjarwo (2007: 9) pembelajaran kontekstual di SMP merupakan bentuk pembelajaran yang berorientasi pada proses mengamati, menggolongkan, membuat dugaan, mengukur dan membuat kesimpulan berdasarkan sumber belajar yang berasal dari masyarakat. Pembelajaran kontekstual memberikan kesempatan pada siswa dalam mengembangkan kemampuan berfikir verbal dan abstrak secara aplikatif. Pembelajaran kontekstual mengutamakan proses mental yang sepenuhnya melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Siswa dilatih berfikir dan bertindak secara mandiri dalam mencari, menemukan, dan merumuskan alternatif pemecahan masalah. Proses pembelajaran kontekstual di SMP dilakukan secara mandiri atas bimbingan penuh guru dan teman-temannya dengan berbagai aktivitas secara individu maupun kelompok, misalnya bertanya, bertindak, mencari penyelesaian masalah, membuat dugaan dan mengambil kesimpulan. Peran guru memberikan bimbingan, memotivasi siswa dan memberikan dukungan kepada siswa dan ikut membantu siswa dalam pemecahan masalah jika dalam proses pembelajaran menemukan kesulitan.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual di SMP berorientasi pada proses mengamati, menggolongkan,
membuat dugaan, mengukur dan membuat kesimpulan berdasarkan sumber belajar yang berasal dari masyarakat sehingga dapat mengkaitkan konteks lingkungan siswa dalam pembelajarannya.
2. Pembelajaran konvensional
Menurut Arif Rahman Hakim (2011: 36), pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilaksanakan secara klasikal, guru mendominasi di dalam kelas, siswa mengikuti semua yang disampaikan atau yang dikerjakan guru di papan tulis. Pembelajaran konvensional umumya dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut 1) menyajikan informasi, 2) memberikan contoh khusus, 3) mengevaluasi pengetahuan yang telah diinformasikan kepada peserta didik.
Sedangkan menurut Johnson (2002: 32), pembelajaran konvensional merupakan adalah pembelajaran yang menekankan pada penguasaan materi. Siswa mempelajari mata pelajaran terpisah satu sama lain dan berlatih dengan cara yang sama untuk memperoleh pengetahuan. Berdasarkan kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang dilaksanakan secara klasikal dan menekankan pada penguasaan materi.
Brooks and brooks (dalam muijs dan reynolds, 2005: 200) menyebut ciri-ciri pembelajaran konvensional yaitu: (a) aktivitas siswa berpusat pada buku, (b) penjelasan materi pelajaran dimulai dari sebagian kemudian menyeluruh, (c) penekanan pada ketrampilan dasar, (d) pembelajaran berpegang dari kurikulum, (e) guru menyajikan informasi kepada
siswa, (f) guru mengarahkan siswa untuk memberikan jawaban yang benar, (g) penilaian dipandang sebagai kegiatan yang terpisah dan dilakukan melalui pemberian tes.
Sedangkan Wallace (dalam solikhin dkk, 2009: 740) menjabarkan ciri-ciri pembelajaran konvensional yakni:
a. otoritas seorang guru leih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi murid-muridnya;
b. perhatian kepada masing-masing individu atau minat siswa sangat kecil; c. pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan masa
depan bukan sebagai peningkatan kompetensi siswa di saat ini;
d. penekanan yang mendasar adalah pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh siswa dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolak ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan potensi siswa diabaikan.
Berdasarkan kedua pendapat diatas, ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah:
1. guru memiliki kewenangan mutlak dan menjadi contoh bagi siswanya, 2. pembelajaran berpusat pada buku teks pelajaran,
3. penekanan yang mendasar adalah pada bagaimana pengetahuan yang dapat diserap oleh siswa dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolak ukur keberhasilan tujuan, sementara pengembangan potensi siswa diabaikan,
4. Penilaian dipandang sebagai kegiatan yang terpisah dan dilakukan melalui pemberian tes.
Eggen & kauchak (1988: 211) menjelaskan tahapan pembelajaran konvensional bahwa belajar dengan strategi konvensional dimulai dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan materi pelajaran secara terperinci kepada siswa. Sebagian materi pelajaran disampaikan dengan ceramah. Sifat dan pembelajaran konvensional lebih berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan belajar (kusnandar, 2007: 328). Hal ini menyebabkan siswa pasif dalam pembelajaran, dan menyebabkan guru kesulitan mengontrol sejauh mana perolehan belajar siswa. Meskipun demikian, pembelajaran konvensional masih diterapkan mengingat kelebihannya yaitu: mudah dilaksanakan, dapat diikuti oleh siswa dalam jumlah besar, dan mudah untuk menerangkan bahan pelajaran dalam skala (cakupan) yang luas.
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang cenderung diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran matematika. Pembelajaran konvensional lebih menekankan penguasaan materi serta berpusat pada guru. Siswa belajar dengan menghafalkan seperangkat konsep dan fakta tanpa mengetahui makna dari konsep tersebut.
Pembelajaran konvensional masih memiliki berbagai kelemahan yang diduga menyebabkan rendahnya pemahaman konsep matematika siswa. Hal ini terlihat dari hasil ujian nasional, masih terdapat materi yang presentase daya
serapnya hanya sekitar 50%, salah satunya adalah pada materi bangun ruang sisi datar.
Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konvensional adalah pembelajaran klasikal yang terpusat pada buku teks dimana guru memiliki kekuasaan mutlak dalam pembelajaran sehingga mengabaikan pengembangan potensi siswa serta penilaian pembelajaran yang dilakukan terpisah.
3. Pemahaman konsep
Pemahaman konsep merupakan unsur utama dalam pembelajaran matematika. Pemahaman termasuk dalam aspek kognitif yang harus dimiliki oleh siswa dalam belajar matematika. Menurut Star (2007: 30),"understanding refers to how knowledge is organized in someone memory/brain/head".
Artinya, menurut star pemahaman adalah bagaimana pengetahuan disusun dalam memori/otak/kepala sesorang. Wong (2009: 11) menyatakan bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dalam berbagai situasi yang berbeda, tidak hanya menerapkan ketrampilan atau pengetahuan dalam situasi yang berulang. Sedangkan menurut Hamzah B. Uno (2008: 22) pemahaman diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang diperolehnya.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman adlaah pengetahuan yang disusun dalam otak seseorang yang
membuatnya mampu untuk mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan atau menyatakan sesuatu dengan caranya sendiri tentang pengetahuan yang diperolehnya serta menerapkan pengetahuan tersebut dalam berbagai situasi yang berbeda.
Killen (2009: 120) mengatakan bahwa "one simple way to define understanding is to say that students understand something when it has
meaning for them or when it make sense to them." Artinya, menurut killen
salah satu cara sederhana untuk mendefininsikan pemahaman adalah siswa memahami sesuatu apabila sesuatu tersebut bermakna dan masuk akal bagi mereka. Sedangkan Star (2007: 33) berpendapat bahwa, siswa dikatakan paham apabila siswa tersebut dapat menjelaskan dengan baik pengetahuan yang dimilikinya kepada orang lain. Senada dengan star, Perry (2009: 11) menjabarkan bahwa siswa dikatakan paham apabila siswa mampu menjelaskan apa, mengapa, dan bagaimana pengetahuan yang dimilikinya dengan menggunakan konsep yang mendukung penejelasannya tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa siswa dikatakan paham jika siswa tersebut dapat menjelaskan dengan baik apa, mengapa, dan bagaimana pengetahuan yang dimilikinya dengan menggunakan konsep yang mendukung penjelasannya tersebut kepada orang lain. Selain itu, siswa dapat dengan mudah memahami sesuatu apabila sesuatu tersebut bermakna dan masuk akal bagi dirinya.
Davis dalam (Killen, 2009: 12) mendeskripsikan pemahaman menjadi tiga level/tingkatan yaitu:
1. learners can see what the basic meaning of ehat they are doing,
2. learners can conceive the task in which they are engaged as being more than just a sequence of steps done for no apparent reason, what they are doing make sense to them,
3. learners can apply tactics and strategies for learning and exploring their subjects.
Penjelasan diatas dapat diartikan yakni:
1. siswa dapat mengetahui makna mendasar dari apa yang dilakukannya,
2. siswa dapat memahami bahwa tugas yang mereka lakukan lebih dari sekedar urutan langkah tanpa alasan yang jelas karena apa yang mereka lakukan masuk akal bagi mereka,
3. siswa dapat menerapkan taktik dan strategi untuk belajar dan mengeksplorasinya.
Martinis Yamin & Maisah (2009: 62) menjabarkan indikator atau kata kerja operasional pemahaman antara lain: (a) membedakan (b) menjelaskan (c) menyimpulkan (d) merangkum (e) memperkirakan, dan (f) menghitung. Sedangkan menurut Wina sanjaya (2005:35), tingkatan pemahaman meliputi kemampuan membandingkan (menunjukan persamaan dan perbedaan), mengidentifikasi karakteristik, menggeneralisasikan dan menyimpulkan.
Menurut NCTM (2000: 19)," Student must learn mathematic with understanding, actively building new knowledge from experience and priior
knowledge ". Artinya siswaharus belajar matematika dengan pemahaman, secara
aktif membangun pengetahuan yang baru dengan pengalaman dan pengetahuan yang sudah dimilikinya. Cai dkk (2009: 11) berpendapat bahwa pemahaman adalah hasil akhir dari pembelajaran matematika yang prosesnya dikaitkan dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Hiebert & Carpenter (dalam Godino, 2000: 1) menegaskan bahwa kemampuan mendasar yang harus dimiliki oleh siswa dalam pembelajaran matematika adalah kemampuan pemahaman matematika. Inti dari belajar matematika adalah agar siswa memahami konsep matematika yang dipelajarinya. Apabila siswa memahami konsep matematika, maka ia dapat menerapkan konsep tersebut dalam berbagai permasalahan yang ditemuinya. Pemahaman konsep merupakan landasan dalam pemecahan masalah. Selain itu, apabila siswa memahami konsep maka siswa akan lebih mudah mempelajari konsep selanjutnya karena konsep dalam matematika saling berhubungan satu sama lain.
Menurut Abdul Halim Fathani (2009: 53) konsep merupakan ide anstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan objek, apakah objek tertentu merupakan contoh konsep atau bukan. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2005: 162) konsep adalah kategori dari suatu objek yang memiliki ciri-ciri umum. Dapat disimpulkan konsep adalah suatu ide yng dibentuk dengan memandang sifat-sifat yang sama dari sekumpulan objek untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan objek, apakah objek tertentu merupakan konsep atau bukan.
Materi pembelajaran jenis konsep adalah materi berupa definisi atau pengertian. Tujuan mempelajari konsep adalah agar siswa paham, dapat menunjukan ciri-ciri, unsur, membedakan, membandingkan, menggeneralisasikan, dan sebagainya. Menurut Oemar Hamalik (2004: 133), Konsep memiliki banyak kegunaan, antara lain
a. konsep membantu dalam mengidentifikasi objek-objek yang ada di lingkungan sekitar;
b. konsep membantu dalam mempelajari sesuatu yang baru dengan lebih mudah; c. konsep dapat digunakan untuk mempelajari dua hal yang berbeda dalam kelas
yang sama;
d. konsep memungkinkan terjadinya pelaksanaan pembelajaran.
Nana Sudjana (1996: 15) menjabarkan beberapa petunjuk yang harus diperhatikan oleh guru dalam mengajarkan bahan pelajaran yang sifatnya konsep antara lain: a. renungkanlah arah, orientasi, dan aplikasi konsep yang harus dipelajari; b. tinjau kembali unsur prasyarat konsep yang hendak dipelajari;
c. sajikan stimulus sederhana yang tepat dari unsur-unsur yang ada dalam konsep sehingga unsur, pola atau hubungan bersama dapat diketahui;
d. definisikan dan asosiasikan nama konsep;
e. perluas asosiasi melalui berbagai contoh dan aplikasi;
f. pertajam kemampuan membedakan dengan menggunakan lebih banyak contoh yang realistis. Dalam beberapa kasus contoh-contoh negatif berguna untuk mempertajam kemampuan;
g. berikan latihan dan peninjauan kembali;
h. uji kemampuan melalui contoh konsep, menggunakan konsep, mendefinisikan konsep dan menemukan konsep.
Berdasarkan uraian yang diatas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep adalah kemampuan siswa dalam mengartikan, menafsikan, menerjemahkan atau menyatakan suatu konsep dengan caranya sendiri serta mampu menerapkan konsep tersebut dalam berbagai situasi yang berbeda. Siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila siswa tersebut memenuhi indikator pemahaman konsep.
Indikator pemahaman konsep menurut KTSP (2007: 429) antara lain: a. menyatakan ulang sebuah konsep,
b. mengklarifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya),
c. memberi contoh dan non-contoh dari konsep,
d. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, e. mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep,
f. menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu, g. mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah.
Menurut Oemar Hamalik (2004: 134), Siswa diakatakan memahami suatu konsep apabila siswa mampu:
a. menyebutkan contoh-contoh konsep,
b. menyatakan ciri-ciri suatu konsep memilih atau membedakan contoh-contoh, c. memilih atau membedakan contoh-contoh,
d. memecahkan masalah yang berkenaan dengan konsep tersebut.
Berdasarkan indikator pemahaman konsep menurut KTSP dan Oemar Hamalik serta berbagai uraian mengenai pemahaman konsep di atas, maka disusunlah indikator pemahaman konsep pada pokok bahasan bangun ruang sisi datar khusunya prisma dan limas. Ketujuh indikator pemahaman konsep tersebut dideskripsikan secara singkat sebagai berikut.
a. Menyatakan ulang sebuah konsep
Telah disebutkan bahwa siswa dikatakan paham apabila siswa mampu mengartikan, menjelaskan dan menyatakan pengetahuan yang dimilikinya dengan caranya sendiri. Misalnya siswa mampu menyebutkan unsur-unsur prima dan limas dari sebuah gambar prisma dan limas yang ditampilkan. b. Memberikan contoh dan non contoh dari suatu konsep
Indikator diatas sesuai dengan definisi konsep yaitu ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengkategorikan sekumpulan objek, apakah objek tertentu merupakan contoh konsep atau bukan. Misalnya siswa mampu mengidentifikasi gambar lintas dari berbagai gambar bangun ruang yang ditampilkan.
c. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
Salah satu indikator yang menunjukan siswa telah paham adalah siswa mampu menjelaskan apa, mengapa, dan bagaimana pengetahuan yang dimilikinya dengan menggunakan konsep matematika yang mendukung penjelasannya tersebut secara matematis (representasi matematis). Misalnya siswa mampu membuat sketsa gambar kolam renang berbentuk prisma dari soal cerita yang disajikan.
d. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep
Telah disebutkan bahwa salah satu tujuan mempelajari konsep adlah agar siswa paham, dapat menunjukan ciri-ciri, unsur, membedakan membandingkan, menggeneralisasikan, dan sebagainya. Dengan kata lain siswa harus mengetahui syarat cukup dan syarat perlu dari suatu konsep yang membedakan dari konsep yang lainnya. Misalnya siswa mampu menyebutkan ciri-ciri yang meliputi unsur-unsur serta bagian-bagian prisma dan limas.
e. Menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah
Telah disebutkan bahwa siswa dikatakan paham apabila siswa mampu menerpakna pengetahuan yang dimilikinya dalam berbagai situasi yang berbeda. Selain itu apabila siswa memahami konsep matematika, maka ia dapat menerapkan konsep tersebut dalam berbagai permasalahan yang ditemuinya. Dengan kata lain, siswa dikatakan memahami konsep apabila siswa tersebut mampu menggunakan konsep yang dimilikinya untuk memecahkan suatu masalah dalam berbagai situasi yang berbeda. Misalnya
siswa diminta menghitung luas kain yang diperlukan untuk membuat sebuah tenda yang berbentuk prisma segitiga apabila panjang tenda yang akan dibuat adalah 4 m, lebarnya 3 m, dan tinggi tenda 2 m.
4. Materi Bangun Ruang Sisi Datar
Ruang lingkup materi bahan kajian matematika pada kurikulum Pendidikan Dasar untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdiri dari: aritmetika, aljabar, geometri, trigonometri, peluang, dan statistika (Depdiknas 2006: 346). Masing- masing mempunyai ciri-ciri dan hakikatnya sendiri. Dalam rangka mengembangkan proses pembelajaran matematika di sekolah terutama pembelajaran geometri, maka semua faktor yang dapat berpengaruh harus diperhatikan termasuk hakikat geometri itu sendiri.
Menurut Djoko Iswadji (2003: 1), geometri adalah setiap bangun yang dipandang sebagai himpunan titik-titik tertentu (special set points), sedangkan ruang artinya sebagai himpunan semua titik. Dalam matematika bangun-bangun geometri merupakan benda-benda pikiran yang memiliki bentuk dan ukuran yang serba sempurna. Geometri merupakan bagian matematika yang sangat banyak kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari. (Djoko Iswaji, 2001: 2). Menurut Moeharti H.W. (1986: 12), geometri didefinisikan sebagai cabang matemátika yang mempelajari titik, garis, bidang dan benda-benda ruang serta sifat-sifatnya, ukur-ukurannya dan hubungannya satu sama lain.
Berikut beberapa pandangan dan pendapat tentang geometri atau tentang
pembelajarannya di sekolah seperti yang ditulis Djoko Iswadji (2000: 3-4) sebagai berikut:
a) hakikat geometri tidak bias lepas dari wadahnya yaitu matematika, maka pembelajaran geometri untuk dipahami, dikuasai, mungkin dihayati,geometri adalah cabang matematika yang mempelajari titik, garis, bidang, dan benda-benda ruang serta sifat-sifatnya, ukuran-ukuran dan hubungan- hubungannya satu sama lain;
b) geometri adalah ilmu pengetahuan yang tidak hanya mementingkan apa jawabannya, tetapi juga bagaimana kita dapat sampai pada jawaban tersebut;
c) geometri mengembangkan kemampuan berpikir aksiomatik melalui penyusunan definisi dan pembuktian teorema/dalil dengan kalimat-kalimat yang tepat dan cermat sehingga mudah dipahami;
d) geometri memberikan kemampuan penguasaan sifat-sifat ruang dalam bentuk pemahaman dan dalil-dalil serta penerapannya dalam pemecahan masalah- masalah nyata;
e) geometri mengembangkan sikap dan kemampuan berpikir kritis dan rasional serta keterampilan memecahkan masalah;
f) geometri jangan dipisahkan dari alam dan lingkungan serta cabang ilmu pengetahuan yang lainnya.
Menurut Djoko Iswadi (2001: 2), Obyek dari geometri adalah benda benda pikiran yang bersifat abstrak misalnya titik, garis, bidang, balok, kubus, limas,
pola, dan sebagainya. Benda pikiran dapat diperoleh dari benda nyata dengan melaksanakan abstraksi dan idealisasi.
Untuk mempermudah pembelajaran mengenai bangun-bangun geometri dapat digunakan gambar dan model dari bangun tersebut. Selain itu, agar pembelajaran geomteri lebih bermakna maka dapat dikatikan pada konteks dengan siswa
B. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Fatreni di kelas III SDIT Salman Al Farisi (2004: 41), yang hasilnya menunjukkan bahwa pada percobaan implementasi pendekatan kontekstual dalam pembelajaran luas, pada siklus I sebanyak 42,86% siswa mengalami peningkatan hasil belajar, 14,29% mengalami penurunan pencapaian hasil belajar, dan 42,86% siswa tidak mengalami peningkatan dan penurunan capaian hasil belajar. Dan pada siklus II seluruh siswa dalam kelas mengalami peningkatan pencapaian hasil belajar kognitif. Berdasarkan hasil penelitian diatas, diharapkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti
Penelitian yang dilakukan oleh Nidia Rochayati di kelas VII A MTs Mu'alimin temanggung (2011: vii), yang hasilnya menunjukkan bahwa pelaksanaan pembelajaran matematika kontekstual di kelas VII A MTs Mu'alimin Temanggung dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika siswa menjadi lebih tinggi. Selain itu, hasil wawancara dengan siswa menunjukkan bahwa dengan pembelajaran matematika kontekstual dapat
mempermudah pemahaman konsep siswa. Berdasarkan hasil penelitian diatas, diharapkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti juga dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa menjadi lebih tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh L.Eko Prasetyo di SMPN 1 Nanggulan Kulonprogo (2005: vii) yang hasilnya menunjukkan bahwa siswa merasa senang, santai, dan bersemangat dalam mengajar dengan suatu kelas yang ramai berdiskusi dan suasana santai. Akan tetapi, dalam proses pembelajaran juga terdapat beberapa hambatan yaitu siswa merasa kesulitan dalam menyediakan sumber buku matematika yang dibutuhkan dan guru merasa kewalahan dalam mengelola kelas termasuk juga dalam penilaian terhadap siswa. Berdasarkan hasil penelitian diatas, peneliti berharap hasil penelitian yang dilakukan juga menghasilkan dampak yang sama sehingga pemahaman konsep siswa juga dapat meningkat.
Penelitian yang dilakukan oleh Robert Berns dan Patricia Erickson dari bowling Green State University (2001: 35) yang dilakukan pada sebuah Sekolah Menengah Pertama di Amerika serikat yang hasilnya menunjukan bahwa pelaksanaan pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan siswa, sikap kerja sama, kemampuan komunikasi, kemampuan problem posing, serta rasa tanggungjawab terhadap apa yang mereka pelajari.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, peneliti berharap penelitian yang dilakukan oleh peneliti juga menunjukkan hasil yang sama terutama dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Matthew Clifford dan Marica Wilson (2000: 10) yang tergabung pada TeachNET yaitu Center on Education and Work dari Universitas Wisconsin-Madison yang bekerjasama dengan suatu SMP
di Amerika Serikat untuk menerapkan pembelajaran kontekstual dalam proses pembelajaran matematika. Hasil penelitian tersebut adalah pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan siswa dalam matematika. Berdasarkan hasil penelitian diatas, diharapkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti juga dapat meningkatkan pemahaman siswa terutama pada materi Bangun Ruang Sisi Datar.
C.Kerangka Berfikir
Berdasarkan latar belakang, kajian teori dan didukung oleh penelitian yang relevan, maka peneliti menyusun kerangka berfikir yang digambarkan dalam diagram dibawah ini.
D.Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berpengaruh terhadap pemahaman konsep siswa pada materi bangun ruang sisi datar,
2. pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berpengaruh untuk meningkatkan pemahaman konsep lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi-experimental research).
B. Waktu dan Penelitian
[image:37.595.121.505.413.727.2]Penelitian ini dilaksanakan di SMPN 1 Muntilan yang beralamat di Jl.Pemuda No.109, Muntilan, Kabupaten Magelang. Waktu pelaksanaan penelitian pada tanggal 2 April – 30 April 2015 pada siswa kelas VIII E dan VIII F semester genap tahun ajaran 2014/2015 dengan jadwal yang tercantum pada tabel berikut.
Tabel 1. Jadwal Penelitian
Hari &Tanggal
VIII E
Jam Materi
Senin, 6 April 2015 08.35 – 10.10 Pretest
Selasa, 7 April 2015 12.35 – 13.15 Sifat balok & kubus, Rabu, 8 April 2015 08.35 – 10.10 Luas permukaan balok &
Kubus
Senin, 13 April 2015 08.35 – 10.10 Volume balok & kubus Selasa, 14 April 2015 12.35 – 13.15 Sifat prisma,
Rabu, 15 April 2015 08.35 – 10.10 Luas permukaan Prisma Senin, 20 April 2015 08.35 – 10.10 Volume Prisma
Selasa, 21 April 2015 12.35 – 13.15 Sifat Limas
Rabu, 22 April 2015 08.35 – 10.10 Luas Permukaan Limas Senin, 27 April 2015 08.35 – 10.10 Volume Limas
Rabu, 29 April 2015 08.35 – 10.10 Posttest
Hari &Tanggal
VIII F
Jam Materi
Kamis, 2 April 2015 08.35 – 10.10 Pretest
Jum'at, 3 April 2015 07.00 – 07.40 Sifat balok & kubus,
Sabtu, 4 April 2015 09. 15 – 10.35 Luas permukaan balok & Kubus Kamis, 9 April 2015 08.35 – 10.10 Volume balok &
kubus Jum'at, 10 April 2015 07.00 – 07.40 Sifat prisma,
Sabtu, 11 April 2015 09. 15 – 10.35 Luas permukaan Prisma
Kamis, 16 April 2015 08.35 – 10.10 Volume Prisma Jum'at, 17 April 2015 07.00 – 07.40 Sifat Limas
Sabtu, 18 April 2015 09. 15 – 10.35 Luas Permukaan Limas
Kamis, 23 April 2015 08.35 – 10.10 Volume Limas Sabtu, 25 April 2015 09. 15 – 10.35 Posttest
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Muntilan, Magelang yang terdiri dari 6 kelas yakni kelas VIII A, VIII B, VIII C, VIII D, VIII E, VIII F
2. Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling. Teknik ini digunakan dengan anggapan bahwa populasi bersifat
homogen. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mengambil secara acak dua kelas dari enam kelas VIII yang ada di SMPN 1 Muntilan, Magelang. Dari dua kelas tersebut, satu kelas diambil sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lainnya sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen menggunakan pembelajaran kontekstual dan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Setelah dilakukan pengacakan, kelas VIII E terpilih sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII F sebagai kelas kontrol.
D. Definisi Operasional Variabel
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan dua variasi pendekatan yakni kontekstual dan konvensional. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pemahaman konsep.
1. Pembelajaran kontekstual terdiri dari:
a. relating (mengaitkan): guru memberikan apersepsi dan motivasi
kepada siswa,
b. experiencing (mengalami): siswa melakukan berbagai aktivitas
untuk menemukan konsep,
c. applying (menerapkan): siswa menerapkan konsep untuk
menyelesaikan suatu masalah,
d. cooperating (kerjasama): siswa belajar secara berkelompok,
e. transferring (mentransfer): siswa menggunakan pengetahuan yang
dimilikinyadalam situasi dan konteks yang baru.
2. Pembelajaran konvensional terdiri dari: a. guru menyampaikan tujuan pembelajaran, b. guru menyampaikan materi pembelajaran, c. siswa mengerjakan latihan soal,
d. perwakilan siswa mengerjakan latihan soal di depan kelas, e. guru bersama dengan siswa membahas jawaban latihan soal, f. guru memberikan penegasan mengenai materi yang diberikan.
3. Siswa dikatakan memahami suatu konsep apabila siswa mampu: a. menyatakan ulang sebuah konsep,
b. memberikan contoh dan non-contoh dari suatu konsep,
c. menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, d. mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep, e. menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah.
E. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran dengan dua variasi yakni pembelajaran dengan pendekatan kontekstual yang diterapkan pada kelas eksperimen dan pendekatan konvensional yang diterapkan pada kelas kontrol.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah pemahaman konsep matematika siswa pada materi bangun ruang sisi datar
3. Variabel Kontrol
Variabel kontrol dalam penelitian ini terdiri dari guru mata pelajaran, materi pelajaran yang diajarkan, dan jumlah pelaksanaan pembelajaran. Pengontrolan dilakukan dengan cara menugaskan guru yang sama yaitu peneliti sendiri untuk mengajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Materi pelajaran yang diajarkan dikontrol dengan cara memberikan materi pelajaran yang sama pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pembelajaran dilaksanakan dengan jumlah dan alokasi waktu yang sama.
F. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonequivalent control group design. Kelompok eksperimen diberi perlakuan
menggunakan pembelajaran kontekstual dan kelompok kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Dalam desain ini, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diamati sebanyak dua kali yakni saat sebelum diberikan perlakuan dan sesudah diberikan perlakuan.
G. Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran dalam penelitian ini terdiri dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS). RPP dan LKS disusun oleh peneliti dengan melalui proses pembimbingan dan validasi oleh dosen pembimbing dan guru pembimbing di sekolah.
Ada beberapa tahapan yang akan dilakukan peneliti dalam menyusun RPP yakni :
1. mempelajari Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada silabus matematika kelas VIII SMP semester II,
2. mempelajari materi yang akan diajarkan, 3. menyusun silabus pembelajaran,
4. menyusun draf rencana pelaksanaan pembelajaran,
5. mengkonsultasikan draf rencana pelaksanaan pembelajaran dengan dosen pembumbing dan guru mata pelajaran,
6. melakukan revisi terhadap RPP yang sudah dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan guru pembimbing.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan oleh peneliti dalam pembuatan LKS adalah:
1. mempelajari syntax pendekatan kontekstual, 2. mempelajari materi yang akan diajarkan,
3. menyusun draf LKS yang berisikan langkah-langkah untuk menemukan konsep dari materi bangun ruang sisi datar,
4. mengkonsultasikan draf LKS kepada dosen pembimbing, 5. melakukan revisi terhadap LKS.
H. Insrumen Penelitian 1. Instrumen Penelitian a. Tes Pemahaman konsep
Tes pemahaman konsep matematika digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematika siswa pada materi bangun ruang sisi datar. Tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah diberikan pembelajaran. Bentuk instrumen tes yang dipilih adalah tes tertulis uraian yang terdiri dari 5 soal.
Tahap-tahap yang dilakukan oleh peneliti dalam menyusun instrumen adalah:
1. mengumpulkan kajian teori mengenai variabel yang diteliti yakni pemahaman konsep matematika siswa,
2. menyusun definisi operasional dan indikator pemahaman konsep berdasarkan kajian teori,
3. memahami kisi-kisi soal tes pemahaman konsep, 4. menyusun butir-butir soal,
5. memvalidasi instrumen soal kepada dosen validator,
6. melakukan revisi instrumen berdasarkan instruksi dari dosen validator.
b. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran yang diterapkan oleh peneliti dalam kelas.
2. Validitas dan Realibilitas Instrumen a. Validitas
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi menunjukkan seberapa jauh instrumen tersebut mewakili isi yang dikehendaki. Untuk mendapatkan validitas isi maka instrumen dikonsultasikan kepada para dosen ahli untuk diperiksa apakah butir-butir instrumen tersebut sudah mewakili apa yang hendak diukur. Instumen yang disusun oleh peneliti divalidasi oleh dua dosen validator.
b. Reliabilitas
Reliabilitas instrumen adalah ketetapan alat evaluasi dalam mengukur, artinya suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data. Dengan rumus yang digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen berbentuk uraian adalah rumus Alfa Cronbach.
�11 =�(� −� 1)� �1−��� 2
���2�
Keterangan:
�11 = reliabilitas instrumen
� = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
���2 = jumlah varians butir
���2 = varians total
[image:45.595.168.517.308.470.2]Untuk mengetahui tinggi rendahnya reliabilitas instrumen digunakan kategori yang tercantum pada tabel 5 sebagai berikut (Sutrisno Hadi, 1992: 216)
Tabel 2. Kriteria Reliabilitas Instrumen Rentang hasil reliabilitas Kategori
0,800 – 1,000 Sangat tinggi
0,600 – 0,799 Tinggi
0,400 – 0,599 Cukup
0,200 - 0399 Rendah
0 – 0,200 Sangat Rendah
I. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pemberian tes pemahaman konsep. Tes digunakan untuk mengetahui sejauh mana peningkatan pemahaman konsep siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Soal yang digunakan dalam pretest dan posttest dibuat setipe dengan tingkat yang sama.
J. Teknik Analisis Data 1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan data. Data yang dideskripsikan adalah hasil posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol. Untuk mendeskripsikan data posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol dihitung melalui rata-rata, modus, simpangan baku, dan rentang nilai.
2. Uji Asumi Analisis
Uji asumsi analisis terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas data. a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data nilai pretest dan nilai
posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji kolmogorov-smirnov satu sampel dengan bantuan SPSS. Hipotesis yang digunakan adalah:
�� : Data kemampuan pemahaman konsep siswa berasal dari populasi yang
berdistribusi normal
�1 : Data kemampuan pemahaman konsep siswa berasal dari populasi yang
tidak berdistribusi normal.
Kriteria keputusannya adalah �0 diterima jika nilai signifikansi pada output SPSS > �.����� (0,05)
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah variansi data kemampuan pemahaman konsep siswa kedua kelas sama atau tidak.
Hipotesis statistik yang digunakan adalah :
��:�12 = �22 (data kemampuan pemahaman konsep siswa kelas eksperimen
dan kelas kontrol mempunyai variansi yang sama)
��:�12 ≠ �22 (data kemampuan pemahaman konsep siswa kelas eksperimen
dan kelas kontrol mempunyai variansi yang berbeda)
Kriteria keputusannya adalah �0 ditolak jika hasil analisis SPSS menunjukan bahwa signifikansi > �= 0,05
3. Pengujian Hipotesis
Setelah uji normalitas dan homogenitas dilakukan maka dilanjutkan dengan pengujian hipotesis.
a. Pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah 1
Rumusan masalah : apakah terdapat pengaruh pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning terhadap pemahaman konsep siswa pada materi volume dan luas permukaan bangun ruang sisi datar?
Pengujian hipotesis menggunakan uji t-student. Pengujian hipotesis statistik yang akan digunakan (walpole, 1995: 305) sebagai berikut:
�0:�� = �� (rata-rata nilai posttest pemahaman konsep siswa yang
mendapat pembelajaran dengan pendekatan contextual
sama dengan rata-rata nilai tes pemahaman konsep siswa yang mendapat pembelajaran konvensional)
�1:�� >�� (rata-rata nilai posttest pemahaman konsep siswa yang
mendapat pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning lebih tinggi dengan rata-rata nilai
tes pemahaman konsep siswa yang mendapat pembelajaran konvensional)
Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut:
1) Jika pada uji homogenitas menyatakan bahwa data kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai variansi yang sama, maka menggunakan statistik uji sebagai berikut:
�= (�̅�− �̅�)− �0 ����1�+�1�
Dengan v = ��+��−2 dan ��= �(��−1)��2+(��−1)��2 (��+��−2)
2) Jika pada uji homogenitas menyatakan bahwa data kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai variansi yang berbeda, maka menggunakan statistik uji sebagai berikut:
� =�̅�− �̅�− �0 ���2
�� +��
2 ��
Dengan v = �
Keterangan:
�̅� = rata-rata nilai posttest kelas eksperimen
�̅� = rata-rata nilai posttest kelas kontrol ��2 = variansi nilai posttest kelas eksperimen ��2 = variansi nilai posttest kelas kontrol
�� = banyaknya siswa kelas eksperimen �� = banyaknya siswa kelas kontrol
Kriteria keputusan adalah �0 ditolah jika �ℎ����� >�� maka �0 ditolak
sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai posttest pemahaman konsep siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan contextual teaching and learning lebih tinggi daripada rata-rata nilai tes pemahaman konsep siswa
yang mendapat pembelajaran konvensional
b. Pengujian hipotesis untuk menjawab rumusan masalah 2
Rumusan masalah: Jika terdapat pengaruh pembelajaran dengan pendekatan contextual teahing and learning, maka seberapa besar pengaruh pendekatan contextual teaching and learning terhadap peningkatan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan pendekatan konvensional pada materi bangun ruang sisi datar?
Pengujian hipotesis untuk rumusan masalah 2 dilakukan dengan menghitung rata-rata peningkatan nilai siswa pada kelas eksperimen kemudian membandingkannya dengan rata-rata peningkatan nilai pada kelas
kontrol. Perhitungan rata-rata peningkatan nilai pada kelas dapat dituliskan sebagai berikut:
�̅= ∑ ����− ���� �
� �
Keterangan:
�̅ = rata-rata peningkatan nilai siswa pada kelas
��� = nilai posttest siswa ke i
��� = nilai pretest siswa ke i
� = banyaknya siswa dalam kelas
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim Fathani. (2009). Matematika Hakikat dan Logika. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Arif Rahman Hakim. (2011). Pengaruh Penggunaan Model Problem-Based Learning Terhadap Pemahaman Konsep dan Kaidah Agama Islam pada Siswa MTs.
Thesis. Program Studi Teknologi Pembelajaran Program Pasca Sarjana UNY
B. Johnson, Elain. (2002). Contextual Teaching and Learning Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. (Alih bahasa: Ibnu setiawan).
Bandung: MLC
Brooks, JG & Brooks MG. 1993. In Search of understanding the case for Constructivist Classrooms. Alexandria
Cai. J, Lane. S, (1996) The role of open-ended tasks and holistic scoring rubrics: Assessing students’ mathematical reasoning and communication. Brooklyn.
Academic Press
Clifford, Matthew & Wilson, Marica. (2000). Contextual Teaching, Professional learning, and student experiences: lesson learn from implementation. Diakses
dari http://www.cew.wisc.edu/teachnet/publication/brief2p.pdf pada tanggal 8 maret 2015 pukul 01.34
Crawford, Michael L. (2001) Teaching Contextually Research, Rationale and Technique for Improving Student Motivation and Achievment in Mathematics
and Science. Diakses dari
http://www.cord.org/uploadedfiles/Teaching%20Contextually%20(Crawford). pdf pada tanggal 5 maret 2015 pukul 02.30
Direktorat PSMP. (2008). Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Materi Pembelajaran dan Pengembangan Pembelajaran Kontekstual Sekolah
Menengah Pertama. Jakarta: BP Cipta Jaya
Fajar Shadiq. (2008). Psikologi Pembelajaran Matematika di SMA. Yogyakarta: PPPPTK.
Fatreni. (2004) Implementasi Pendekatan Kontekstual pada pembelajaran matematika kelas III SDIT Salman Al Farisi Yogyakarta. Skripsi. Pendidikan Matematika
UNY
Godino, Juan D. (2000). Mathematical Concepts, Their Meaning, And Understanding. Diakses_dari
http://www.ugr.es/~jgodino/articulos_ingles/meaning_understanding.pdf pada tanggal 8 maret 2015 pukul 04.00
Hamzah B. Uno. (2008). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi aksara
Kauchak, D. & Eggen, P. (1988) Exploring Science in The Elementary Schools. NewYork. Waveland Press
Killen, Roy. (2009). Effective Teaching Strategies: Lesson From Research and Practice. South Melbourne: Cengage Learning Australia
KTSP. (2007) Pedoman penyusunan KTSP, Jakarta, BSNP
Kusnandar. (2007). Guru Profesionalitas Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan sukses dalam sertifikasi guru. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
L. Eko. Prasetyo. (2005). Pembelajaran dengan pendekatan CTL (Contextual Teaching and Learning) pada siswa kelas 1 SLTPN 1 Nanggulan Kulon Progo.
Skripsi. Pendidikan Matematika UNY
Martinis Yamin dan Maisah. (2010) Standarisasi Kinerja Guru, Cet. 1, Jakarta: Gaung Persada Press.
Masnur muslich. (2008). KTSP pembelajaran berbasis kompetensi dan kontekstual. Jakarta: Bumi aksara.
Muijs, D. & Reynolds, D. (2005) Effective Teaching Evedince and Practice. London: SAGE Publications
Nana Sudjana. (1996). Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Nanik Rubiyanto. (2010). Strategi Pembelajaran Holistik di sekolah. Jakarta: Prestasi Pustaka
NCTM. (2000). Principle and Standards for School Mathematics. Reston VA: NCTM
Nidia Rochayati. (2011). Penerapan Pembelajaran Matematika Kontekstual pada Materi Luas Bangun Datar dalam Upaya meningkatkan pemahaman konsep
Matematika Siswa kelas VII A MTs Mu'alimin Temanggung. Skripsi. Pendidikan
Matematika UNY
Oemar Hamalik. (2004). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Peraturan menteri pendidikan nomor 67 tahun 2013 tentang kerangka dasar dan struktur kurikulum Sekolah Menengah Pertama, Jakarta, Kemdikbud, 2013
Perry, Laura. (2009) Science and mathematics achievement in Australia, International Journal of Science and Mathematics Education. Australia. Murdoch University
Rusman. (2010). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalitas Guru. Jakarta: PT Raja Grafinda Persada
Rohmah, Iftida'ur. (2014). Meningkatkan Pemahaman Konsep Volume dan Luas Permukaan Bangun Ruang Sisi Datar Menggunakan Kotak Musium. Jurnal
Pendidikan Matematika IAIN tulungagung edisi ke- 12. Tulungagung: IAIN Tulungagung
Robert G. Berns &Patricia Erickson. Contextual Teaching and Learning: Preparing
Student for the new Economy diakses dari
http://www.cord.org/uploadedfiles/NCCTE_Highlight05-ContextualTeachingLearning.pdf pada tanggal 10 maret 2015 pukul 03.00
Soedjadi. (1991). Wajah Pendidikan Matematika Sekolah Dasar Kita (Beberapa pengamatan lapangan sebagai upaya perbaikan di masa depan. Jakarta
Soedjarwo, (2007). Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran di SMP, Yogyakarta, UNY
Solikhin, Noersasongko, E., Tyas, C.P. (2009). Jurnal Penyesuaian dengan Modus Pembelajaran Untuk Siswa SMK Kelas X. Jurnal Teknologi Informasi (Volume 5 Nomor 2). 740
Star, John. (2007). What is Mathematical Understanding? How can we measure it ? Theoritical and empirical reflection. Diakses dari
https://www.gse.harvard.edu/sites/default/files/faculty/documents/jon-star-79295.pdf pada tanggal 6 maret 2015 pukul 03.00
Sutrisno Hadi. (1992). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi
Tatag, Y.E. (2004). Penerapan Pendekatan Pembalajaran Kontekstual untuk Mengatasi Kesulitan Siswa Dalam Belajar Materi Bangun Ruang Sisi Tegak di Kelas I SLTP Negeri 6 Sidoarjo . Konferensi Nasional Matematika XII, (p. 3). Bali.
Trianto, (2007). Model –Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka
Trianto, (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta. Prenada Media Group
Walpole. R.E, (1995). Pengantar Statistika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Wina sanjaya. (2005). Pembelajaran Dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Wong, Ngai-Ying . et. Al. (2009). Effective Mathematics Teaching from Teaches' Perspective National and Cross-National Studies. Diakses dari
https://www.sensepublishers.com/media/349-effective-mathematics-teaching-from-teachers-perspectives.pdf pada 6 Maret 2015 pukul 01.30