PSIKOLOGI
PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
FAKULTAS PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
UNIVERSITAS GUNADARMA
2004
BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
PENGANTAR
ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN
DEFINISI PENDIDIKAN
SEJARAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN
KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI
TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN
METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI
A. PENGANTAR
A. PENGANTAR
Manfaat Psikologi Pendidikan
Psikologi Pendidikan = Ilmu
Terapan
B. ASPEK-ASPEK
B. ASPEK-ASPEK
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
Pendidikan Informal
Pendidikan Formal
B. ASPEK-ASPEK
B. ASPEK-ASPEK
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
1. Pendidikan Informal
1. Pendidikan Informal
“Proses belajar yang relatif tak
disadari yang kemudian menjadi
kecapakan dan sikap hidup
sehari-hari”
Contoh: pendidikan di rumah, tempat
ibadah, lapangan permainan,
B. ASPEK-ASPEK
B. ASPEK-ASPEK
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
2. Pendidikan Formal
2. Pendidikan Formal
“Pendidikan yang dilaksanakan
dengan sengaja dengan tujuan dan
bahan ajar yang dirumuskan secara
jelas dan diklasifikasikan secara
tegas”.
B. ASPEK-ASPEK
B. ASPEK-ASPEK
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
3. Pendidikan Non Formal
3. Pendidikan Non Formal
“Pendidikan yang dilaksanakan
dengan sengaja tetapi tidak
C. DEFINISI
C. DEFINISI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
Definisi Awam
Definisi Psikologi
C. DEFINISI
C. DEFINISI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
1. Definisi Awam
1. Definisi Awam
“Suatu cara untuk mengembangkan
ketrampilan, kebiasaan dan
sikap-sikap yang diharapkan dapat
membuat seseorang menjadi warga
negara yang baik”.
C. DEFINISI
C. DEFINISI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
2. Definisi Psikologi
2. Definisi Psikologi
•PROSES
“Mencakup segala bentuk
aktivitas yang akan memudahkan
dalam kehidupan bermasyarakat”
•
HASIL
“Mencakup segala perubahan
yang terjadi sebagai konsekuensi
atau akibat dari partisipasi
D. SEJARAH PSIKOLOGI
D. SEJARAH PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
DEMOCRITUS
PLATO&ARISTOTE
LES
ARISTOTELES
JOHN AMOS
COMENICUS
ROUSSEAU
JOHN LOCKE
JOHN HEINRICH
PESTALOZZI
FRANCIS GALTON
STANLEY HALL
WILLIAM JAMES
CATTEL
BINET
E. KONTRIBUSI
E. KONTRIBUSI
PSIKOLOGI
PSIKOLOGI
PENDIDIKAN BAGI
PENDIDIKAN BAGI
TEORI & PRAKTEK
TEORI & PRAKTEK
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
Kontribusi Bagi Proses Pendidikan
Kontribusi Bagi Peserta Didik
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI
PENDIDIKAN BAGI TEORI &
PENDIDIKAN BAGI TEORI &
PRAKTEK PENDIDIKAN
PRAKTEK PENDIDIKAN
1. Kontribusi Bagi Proses
1. Kontribusi Bagi Proses
Pendidikan
Pendidikan
Penggunaan audio visual aids
Membantu dalam pengelolaan sekolah Membantu dalam penyusunan jadwal
pelajaran
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI
PENDIDIKAN BAGI TEORI &
PENDIDIKAN BAGI TEORI &
PRAKTEK PENDIDIKAN
PRAKTEK PENDIDIKAN
2. Kontribusi Bagi Peserta
2. Kontribusi Bagi Peserta
Didik
Didik
Mengerti hakekat belajar
Pendidikan yang lebih kooperatif
dan demokratif bagi siswa
Membantu perkembangan
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI
E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI
PENDIDIKAN BAGI TEORI &
PENDIDIKAN BAGI TEORI &
PRAKTEK PENDIDIKAN
PRAKTEK PENDIDIKAN
3. Kontribusi Bagi Pendidik
3. Kontribusi Bagi Pendidik
Pendidik lebih terbuka terhadap
perbedaan individu
Mengetahui metode mengajar yang
efektif
Memahami permasalahan anak didik
Membantu dalam evaluasi belajar
Meningkatkan kemampuan meneliti
Mengarahkan pendidik dalam
F. METODE-METODE
F. METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI
DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
Introspeksi
Observasi
Metode Klinis
Metode Diferensial
Metode Ilmiah
F. METODE-METODE
F. METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI
DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
1. Instrospeksi
1. Instrospeksi
F. METODE-METODE
F. METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI
DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
2. Observasi
2. Observasi
Kegiatan melihat sesuatu di luar diri
sehingga yang diperoleh
merupakan data
overt behavior
F. METODE-METODE
F. METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI
DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
3. Metode Klinis
3. Metode Klinis
Digunakan untuk mengumpulkan
data secara lebih rinci mengenai
perilaku penyesuaian dan
kasus-kasus perilaku menyimpang.
Studi Kasus Klinis
Studi Kasus Perkembangan
•
Longitudinal
F. METODE-METODE
F. METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI
DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
4. Metode Diferensial
4. Metode Diferensial
Digunakan untuk meneliti
perbedaan-perbedaan individual yang terdapat di
antara anak didik.
Menggunakan berbagai macam teknik
pengukuran (contoh: tes, angket,dsb)
serta menggunakan statistik untuk
F. METODE-METODE
F. METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI
DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
5. Metode Ilmiah
5. Metode Ilmiah
Merupakan prosedur yang sistematik
dalam memecahkan permasalahan
dan merupakan suatu pendekatan
objektif yang terbuka untuk
dikritik,dikonfirmasikan, dimodifikasi
atau bahkan mungkin ditolak
kebenarannya oleh penelitian
berikutnya.
Digunakan untuk menyelesaikan
permasalahan perilaku yang lebih
kompleks yang harus bisa
F. METODE-METODE
F. METODE-METODE
DALAM PSIKOLOGI
DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
6. Metode Eksperimen
6. Metode Eksperimen
Melakukan pengontrolan secara ketat
terhadap faktor-faktor atau
variabel-variabel yang diperkirakan dapat
BAB II
BAB II
BAKAT & INTELEGENSI
BAKAT & INTELEGENSI
PENDAHULUAN
INTELEGENSI
BAKAT
LINGKUNGAN & HEREDITAS
KELAS SOSIAL & IMPLIKASINYA DALAM
PENDIDIKAN
DIKOTOMI DESA-KOTA
A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Bakat & intelegensi merupakan
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
Sejarah Intelegensi
Pengertian Intelegensi
Teori-teori Intelegensi
Pengukuran Intelegensi
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
1. Sejarah Intelegensi
1. Sejarah Intelegensi
Wundt(Jerman), Galton(Inggris), Cattel(AS) tes untuk anak-anak.
Hasilnya:ada perbedaan ketepatan dan kecepatan individu dalam mengerjkan tes. Pra 1800-an tes hanya untuk mengukur
satu kemampuan
1880 Ebbinghause menemukan berbagai tes memori
Alfred Binet & Theopile Simon
membedakan intelegensi anak normal dengan anak lemah pikir
Tes Binet-SimonB. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
2. Pengertian Intelegensi
2. Pengertian Intelegensi
TERMAN Suatu kemampuan untuk
berpikir berdasarkan atas gagasan yang abstrak.
BINET Intelegensi mencakup 4 hal yaitu:pemahaman, hasil penemuan, arahan dan pembahasan.
STREN Kapasitas umum dari individu yang secara sadar dapat menyesuaikan jiwa yang umum dengan masalah dan kondisi hidup baru.
THORNDIKE Daya kekuatan respon
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
3. Teori-teori Intelegensi
3. Teori-teori Intelegensi
CHARLES SPEARMAN
Dua faktor intelegensi, yaitu:
Faktor G: mencakup semua
kegiatan intelektual dan
dimiliki oleh semua orang.
Faktor S: mencakup semua
B. Intelegensi
B. Intelegensi
3. Teori-teori Intelegensi
3. Teori-teori Intelegensi
THURSTONE
Intelegensi beroperasi pada empat tingkat trial & error yaitu :
Perilaku nyata (trial & error) Perseptual (trial & error)
Ideational
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
3. Teori-teori Intelegensi
3. Teori-teori Intelegensi
KEMAMPUAN KONSEPTUAL
THURSTONE:
Verbal Comprehention (V)
Number (N)
Spatial Relation (S)
Word Fluency (W)
Memory (M)
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi
4. Pengukuran Intelegensi
KUALITATIF
Perbedaan
intelegensi disebabkan karena
kualitas individu yang berbeda.
KUANTITATIF
Perbedaan
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi
4. Pengukuran Intelegensi
ALFRED BINET
TES STANFORD BINET
IQ = MA
CA X 100
IQ = Intelligence Quotient MA = Mental Age
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi
4. Pengukuran Intelegensi
Klasifikasi IQ Menurut
Klasifikasi IQ Menurut
Stanford-Binet
Binet
Genius KLASIFIKASI 140 ke atasIQ Sangat cerdas 130 – 139 Cerdas (superior) 120 – 129 Di atas rata-rata 110 – 119Rata-rata 90 – 109
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi
4. Pengukuran Intelegensi
DAVID WECHSLER
Wechsler-Bellevue Intellegence Scale
(1939)
Wechsler Intellegence Scale for
Children
(1949)
Wechsler Adult Intellegence Scale
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
4. Pengukuran Intelegensi
4. Pengukuran Intelegensi
Klasifikasi IQ Menurut
Klasifikasi IQ Menurut
Wechsler
Wechsler
KLASIFIKASI
IQ
B. INTELEGENSI
B. INTELEGENSI
5. Kurve Normal Dalam
5. Kurve Normal Dalam
Intelegensi
C. BAKAT
C. BAKAT
Sejarah Bakat
Pengertian Bakat
C. Bakat
C. Bakat
1. Sejarah Bakat
1. Sejarah Bakat
Pendidikan = Bakat Ideal
Aplikasi Bakat pendidikan & lapangan kerja
Thorndike Tiga jenis intelegensi : Abstrak
Mekanis Sosial
C. Bakat
C. Bakat
2. Pengertian Bakat
2. Pengertian Bakat
Crow dan Crow : Bakat merupakan kualitas yang dimiliki oleh semua orang dalam tingkat yang beragam
William B. Michael : bakat adalah kapasitas seseorang dalam melakukan tugas, yang dedikit sekali dipengaruhi atau
tergantung dari latihan
Brigham : Bakat kondisi, kualitas, atau sekumpulan kualitas yang dititik beratkan pada apa yang dapat dilakukan individu (segi performance/kinerja) setelah individu mendapat latihan.
C. Bakat
C. Bakat
2. Pengertian Bakat
2. Pengertian Bakat
Woodworth dan Marquis : bakat adalah prestasi yang dapat diramalkan dan dapat diukur melalui tes khusus.
Bakat merupakan kemampuan yang memiliki tiga arti, yaitu: 1. Achievement Kemampuan aktual
2. Capacity Kemampuan potensial 3. Aptitude Kualitas
C. Bakat
C. Bakat
2. Pengertian Bakat
2. Pengertian Bakat
Guilford : bakat adalah kemampuan kinerja yang mencakup
dimensi perseptual, dimensi psikomotor, dan dimensi intelektual
Suryabrata : Analisis mengenai bakat selalu merupakan analisis mengenai tingkah laku. Tingkah laku mengandung tiga aspek : aspek tindakan (performance/act)
aspek sebab atau akibatnya (a person causes a result) aspek ekspresif
C. Bakat
C. Bakat
3. Bakat dan Intelegensi
3. Bakat dan Intelegensi
Binet dan Weschler menekankan pada berfungsinyaseluruh
kemampuan mental individu.
Hasil tes intelegensi bisa mengukur bakat.
Pengukuran intelegensi bersifat meramalkan tentang keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan beberapa tugas pekerjaan yang memerlukan kemampuan mental. Pengukuran bakat bertujuan
C. Bakat
C. Bakat
4. Pengukuran Bakat
4. Pengukuran Bakat
Prosedur pengukuran bakat (Suryabrata, 1995) :
a. Analisis jabatan/lapangan
b. Deskripsi jabatan/lapangan studi c. Menemukan persyaratan yang
diperlukan
D. LINGKUNGAN &
D. LINGKUNGAN &
HEREDITAS
HEREDITAS
Studi terhadap keluarga
D. Lingkungan &
D. Lingkungan &
Hereditas
Hereditas
1. Studi terhadap
1. Studi terhadap
Keluarga
Keluarga
Galton orang tua IQ tinggi = IQ anak tinggi
Asumsi dulu: IQ dipengaruhi faktor keturunan
D. Lingkungan &
D. Lingkungan &
Hereditas
Hereditas
2. Studi terhadap Anak
2. Studi terhadap Anak
Kembar
Kembar
Penelitian Hardy dan Heyes, 1988: Kembar monozigotik dibesarkan bersama:
IQ hampir sama faktor nature berperan besar
IQ yang berbeda jauh faktor nuture berperan besar
Kembar monozigotik dibesarkan, terpisah
IQ hampir sama faktor nature berperan kecil
E. KELAS SOSIAL
E. KELAS SOSIAL
Havighurst
kelas sosial &
intelegensi, laki-laki & perempuan
Makin tinggi kelas sosial, makin
tinggi tingkat intelegensi
Tidak ada perbedaan laki-laki &
F. DIKOTOMI
F. DIKOTOMI
DESA-KOTA
KOTA
Crow & Crow (1989)
intelegensi
anak kota
anak desa
Colleman, dkk
prestasi anak
metropolitan
anak non
G. JENIS KELAMIN
G. JENIS KELAMIN
Intelegensi laki-laki = perempuan
G. JENIS KELAMIN
G. JENIS KELAMIN
Perbedaan laki-laki & perempuan
(Cage & Berliner, 1979):
Kemampuan verbal (p
l)
Kemampuan matematika (l
p)
Kemampuan spasial (l
p)
BAB III
BAB III
KEMAMPUAN KHUSUS
KEMAMPUAN KHUSUS
INDIVIDU & ANTISIPASI
INDIVIDU & ANTISIPASI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
PENDAHULUAN
PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT
A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Aplikasi konsep-konsep bakat &
intelegensi pada lapangan
pendidikan
Pendidikan harus sesuai dengan
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
Kondisi di manca negara(AS,
Jepang, Inggris, Korea, Taiwan) dan
di Indonesia
Anak berbakat
Identifikasi anak berbakat
Model identifikasi
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
1. Di Mancanegara dan
1. Di Mancanegara dan
Indonesia
Indonesia
1958; Amerika mencoba memikirkan pendidikan untuk menjaring anak berbakat. Aplikasi teori
psikologi (teori belajar dan konsep kognitif) dan pengkajian teknologi merupakan hal yang
berpengaruh terhadap masalah bakat dan aktualisasi diri di AS.
Jepang menggunakan “Sistem Nasional
Pendidikan Universal” untuk mengidentifikasi anak berbakat.
Inggris tidak mengenal pengelompokkan Gifted & Talented. Hal itu akan membuat anak di luar
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
1. Di Mancanegara dan
1. Di Mancanegara dan
Indonesia
Indonesia
Korea. Pengembangan pendidikan anak berbakat melalui dua tingkat:
a. Tingkat Nasional b. Tingkat Swasta
Untuk penjaringan anak berbakat dengan: a. Akselerasi
b. Undang-undang (1996) yang mengatur beragam ukuran untuk menjamin adanya suatu bentuk belajar mengajar yang berbeda-beda yang diarahkan pada diversifikasi, kebutuhan individual pengajar dan
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
1. Di Mancanegara dan
1. Di Mancanegara dan
Indonesia
Indonesia
taiwan: kebutuhan nasional akan pendidikan bagi Taiwan. Faktor dalam pengembangan pendidikan diGifted & Talented, kebutuhan akan pengembangan
individual dan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Taiwan SEL (Special Education Laws) 1984, mengartikan Gifted & Talented meliputi individu yang memiliki satu atau lebih kualitas di bawah ini:
a. Gifted dalam kemampuan umum b. Gifted dalam bakat akademik
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
1. Di Mancanegara dan
1. Di Mancanegara dan
Indonesia
Indonesia
Indonesia.
1974, beasiswa bagi anak unggulan yang tidak mampu
1980, pilot project untuk identifikasi dan seleksi anak berbakat. Prosesnya:
1. Penjaringan umum 20-25 % anak berbakat
dari populasi sekolah. Berdasarkan penilaian guru, nilai rapor dan tes IQ.
2. Proses seleksi dengan baterai tes IQ, tes kreativitas, skala perilaku siswa dan tes hasil belajar.
1989, UU No.2/1989 (Sisdiknas) ps 8:”Warga
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
2. Anak Berbakat
2. Anak Berbakat
Keberbakatan: beberapa anak berbakat (childgiftted) yang memilik kinerja dengan tingkat potensi aktivitas manusia yang bernilai dan secara konsisten luar biasa. (Paul Witty)
Gifted (berbakat): 1.memiliki suatu derajat
kemampuan intelektual yang tinggi, IQ > 140 atau
lebih; 2.memiliki satu bakat non-intelektual, misalnya musik atau olahraga sampai pada tingkat tinggi sekali. Talent: suatu bentuk kemampuan khusus, seperti
kemungkinan musikal yang diwarisi orang tua dan memungkinkan seseorang memperoleh keuntungan
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
3. Identifikasi Anak Berbakat
3. Identifikasi Anak Berbakat
Penjaringan Anak Berbakat.
A. Didasarkan pada anggapan bahwa dalam skala
makro terdapat 1 % dari seluruh populasi adalah anak berbakat unggul (Ward dalam Semiawan, 1994).
B. Pada populasi anak berbakat terdapat 10 % dengan IQ = 120-137 (moderately gifted)
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
3. Identifikasi Anak
3. Identifikasi Anak
Berbakat
Berbakat
Penyaringan Anak Berbakat
Tujuan: memberikan dasar terhadap penilaian pada kemampuan, sifat, sikap atau perilaku
seseorang. Penyaringan berguna bagi peramalan tentang kinerja tertentu pada masa yang akan datang.
Identifikasi anak berbakat harus meliputi semua aspek secara komprehensif yaitu IQ, kreativitas,
motivasi dan kepemimpinan. Berbagai kemampuan tersebut merupakan manifestasi dari berbagai
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
4. Model Identifikasi Renzulli
4. Model Identifikasi Renzulli
IQ >
Rata-rata
Task comitm
ent
Kreativitas
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
4. Model Identifikasi Triandis
4. Model Identifikasi Triandis
Sekolah Teman SebayaKeluarga Intelege nsi
Kreativi tas
Keuleta n
B. PENDIDIKAN ANAK
B. PENDIDIKAN ANAK
BERBAKAT
BERBAKAT
5. Layanan Pend.Anak
5. Layanan Pend.Anak
Berbakat
Berbakat
Menurut Ward, Kitano & Kirby (dalam Semiawan, 1994):
Pendidikan anak berbakat seyogyanya berbeda dengan menekankan pada aspek intelektual. Diwarnai kecepatan dan tingkat kompleksitas
sesuai kemampuan anak berbakat di atas rata-rata. Penekanan pada perkembangan kreatif dan proses berpikir tinggi.
Penekanan pada orientasi penemuan dan pendekatan induktif.
Memerlukan pertimbangan khsusus dalam pendidikan.
C.
C.
MENTAL
MENTAL
RETARDATION
RETARDATION
Karakteristik MR
Kategori MR
C.
C.
MENTAL
MENTAL
RETARDATION
RETARDATION
Menurut PPDGJ III:
1. Karakteristik MR
1. Karakteristik MR
a. IQ = 75 ke bawah
b. Kesulitan dalam memenuhi tuntutan sosial c. Adaptive behavior buruk
MR merupakan fenomena sosiokultural yang kompleks karena melibatkan hal-hal yang
kompleks:
hubungan antar keluarga
menjadi beban semua orang
C.
C.
MENTAL
MENTAL
RETARDATION
RETARDATION
1). Ditinjau dari skala IQ
2. Kategori MR
2. Kategori MR
a. Mild MR
- Stanford Binet : 52 - 67 - Wechsler : 55 - 69 b. Moderate MR
C.
C.
MENTAL
MENTAL
RETARDATION
RETARDATION
2. Kategori MR
2. Kategori MR
c. Severe MR- Stanford Binet : 20 - 35 - Wechsler : 25 - 39 d. Profound MR
C.
C.
MENTAL RETARDATION
MENTAL RETARDATION
2. Kategori MR
2. Kategori MR
2). Ditinjau dari istilah dalam psikologi dan kesehatan:
a. Debil : IQ 50 - 75 b. Imbicil : IQ 25 - 49 c. Idiot : IQ < 25 3). Ditinjau dari istilah dalam pendidikan:
a. Dull : IQ 75 - 85
b. Educable : IQ 50 - 74 c. Trainable : IQ 25 - 49
C.
C.
MENTAL
MENTAL
RETARDATION
RETARDATION
Sebab Biologis
3. Faktor Penyebab MR
3. Faktor Penyebab MR
A). Pranatal: infeksi, detoksifikasi, virus rubella, oabt, AIDS, herphes simplex,
siphilis, hypoxia, radiasi, kelainan metabolisme. B). Masa pranatal dengan penyebab tidak
jelas: microcephallus, hydrocephallus, meningocelle, kelainan kromosom, BB < minimum, bayi dari ibu psikosis
Sebab Psikologi dan sosial
Disebabkan karena dibesarkan dalam
D.
D.
EXCEPTIONAL
EXCEPTIONAL
PEOPLE
PEOPLE
Pengertian
D.
D.
EXCEPTIONAL
EXCEPTIONAL
PEOPLE
PEOPLE
Individu yang secara jelas/signifikan dan sifatnya
1. Pengertian
1. Pengertian
menetap berbeda dari yang normal dan
mengalami hambatan untuk mencapai suskes dalam aktivitas sosial, personal dan pendidikan yang sangat dasar (Harring, 1982).
Beberapa istilah terkait: Disabled
Impaired
Disordered
Handicaped
D.
D.
EXCEPTIONAL
EXCEPTIONAL
PEOPLE
PEOPLE
2. Kategori
2. Kategori
Exceptional
Exceptional
People
People
Kategori Harring (1982): Sensory Handicapped
Mental Deviation
Communication Disorder
Learning Disabilities
Behavioral Disorders
D.
D.
EXCEPTIONAL
EXCEPTIONAL
PEOPLE
PEOPLE
2. Kategori
2. Kategori
Exceptional
Exceptional
People
People
Kategori Indonesia: a. Tuna Netra (SLB A)b. Tuna Wicara & Tuna Rungu (SLB B) c. Tuna Grahita (SLB C)
d. Tuna Daksa (SLB D) e. Tuna Laras (SLB E)
BAB IV
BAB IV
PERENCANAAN
PERENCANAAN
KEGIATAN
KEGIATAN
BELAJAR-MENGAJAR
MENGAJAR
PENDAHULUAN
TUJUAN INSTRUKSIONAL
MODEL INSTRUKSIONAL
KURIKULUM
A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
“Apa yang akan saya lakukan?”
“Perubahan apa yang saya
B. TUJUAN
B. TUJUAN
INSTRUKSIONAL
INSTRUKSIONAL
Guru yang efektif
Model tujuan instruksional yang
bertujuan
Keuntungan model tujuan
C. MODEL
C. MODEL
INSTRUKSIONAL
INSTRUKSIONAL
Penentuan tujuan-tujuan spesifik Penentuan tujuan-tujuan spesifik Penilaian Pendahul uan Pengajaran Evaluas iC. MODEL
C. MODEL
INSTRUKSIONAL
INSTRUKSIONAL
Penentua n tujuan-tujuan spesifik Penilaian Pendahul uan Pengajaran Evalua siJika tujuan tidak tercapai, perbaiki
Jika tujuan tercapai, kembangkan
D. KURIKULUM
D. KURIKULUM
Definisi kurikulum
D. KURIKULUM
D. KURIKULUM
1. Definisi Kurikulum
1. Definisi Kurikulum
D. KURIKULUM
D. KURIKULUM
2. Model Pemilihan Tujuan
2.
(Ralph Tyler)
Komponen-komponen dalam kurikulum (Model Tyler):
Siswa
Masyarakat
Bidang studi
BAB V
BAB V
PROSES BELAJAR
PROSES BELAJAR
KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
Pengertian komunikasi
Unsur-unsur dalam komunikasi
Model proses persuasi
Komunikasi dalam proses
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
1. Pengertian Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Berasal dari bahasa Latin “communicere” =
“memberitahukan”, “berpartisipasi”, “menjadi milik bersama”
Susanto (1973): komunikasi berarti memberitahukan (dan menyebarkan) untuk menggugah partisipasi
agar hal-hal yang diberitahukan itu menjadi milik bersama (commoness).
Hovland, Janis, Kelly: komunikasi merupakan suatu proses dimana individu
(komuniaktor)mentransmisikan stimulus (yang
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
1. Pengertian Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi primer - sekunder
Komunikasi langsung - tidak
langsung
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
2. Unsur-unsur dalam
2. Unsur-unsur dalam
Komunikasi
Komunikasi
Komunikator (pemberi informasi, berita atau pesan) dan
Komunikan / receiver (penerima informasi, berita atau pesan).
Informasi, berita dan pesan.
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
3. Model Proses Persuasi
3. Model Proses Persuasi
Pesan-pesan Persuasi
Alternatif proses psikologis laten
Pembahasan yang terjadi dalam wujud tindakan
Model
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
3. Model Proses
3. Model Proses
Persuasi
Persuasi
Pesan yang persuasif Batasan(Bata san kembali proses sosbud kelompok) Membentuk batasan(definisi untuk perilaku sos.bagi anggota kelompok Menghasil kan perubahan perilakuA. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
4. Komunikasi Dalam Proses
4. Komunikasi Dalam Proses
Belajar-Mengajar
Belajar-Mengajar
Tiga fungsi sosial pendidik dalam pendidikan:
Fungsi sebagai komunikator
Fungsi sebagai inovator
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
4. Komunikasi Dalam Proses Belajar-
4. Komunikasi Dalam Proses
Belajar-Mengajar
Mengajar
Tiga tipe kemampuan seseorang memperolehatau menerima tanggapan :
Tipe Visual
Tipe Auditif
A. KOMUNIKASI
A. KOMUNIKASI
4. Komunikasi Dalam Proses
4. Komunikasi Dalam Proses
Belajar-Mengajar
Belajar-Mengajar
Metode untuk memperoleh umpan balik dalam komunikasiproses belajar dan mengajar :
•Metode tanya jawab
•Metode diskusi dan seminar •Metode tugas
B. PEMBELAJARAN
B. PEMBELAJARAN
AKTIF
AKTIF
Latar belakang& pengertian
Untuk apa
Mengapa
Bagaimana
Penilaian pembelajaran aktif yang
B. PEMBELAJARAN
B. PEMBELAJARAN
AKTIF
AKTIF
1. Latar Belakang &
1. Latar Belakang &
Pengertian
Pengertian
Upaya untuk meningkatkan layanan pendidikan :
Secara Kuantitatif
Secara Kualitatif
Pendidikan yang semakin merata.
B. PEMBELAJARAN
B. PEMBELAJARAN
AKTIF
AKTIF
1. Latar Belakang &
1. Latar Belakang &
Pengertian
Pengertian
CBSA (Raka Joni, 1993): Melihat kegiatan belajar mengajar sebagai pemberian makna secara konstruktivistik
terhadap pengalaman bagi peserta didik. Pengendalian kegiatan belajar harus
meletakkan dasar bagi pembentukan prakarsa dan tanggungjawab peserta didik ke arah
B. PEMBELAJARAN
B. PEMBELAJARAN
AKTIF
AKTIF
2. Untuk Apa
Tuntutan masa
depan
kreatif
ekspresif
B. PEMBELAJARAN
B. PEMBELAJARAN
AKTIF
AKTIF
3. Mengapa
3. Mengapa
Memberikan umpan bagaiman peserta didik belajar membentuk sikap yang
diperlukan, mengelola perolehannya untuk menjadi bekal dan dasar bagi pengalaman belajar berikutnya, atas prakarsa sendiri.
B. PEMBELAJARAN AKTIF
B. PEMBELAJARAN AKTIF
4. Bagaimana
4. Bagaimana
Yang perludiperhatikan:
Persiapan pembelajaran aktif yang bermakna dan kondusif
Mengandung unsur pengamatan terhadap objek yang dipelajari dengan memperhatikan
keseimbangan otak kanan dan kiri.
Interpretasi. Mencatat ciri khas dari suatu objek tahap perkembangan atau kejadian untuk
B. PEMBELAJARAN AKTIF
B. PEMBELAJARAN AKTIF
4. Bagaimana
4. Bagaimana
Ramalan.Perkiraan secara anlogi atau dengan menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru maupun
B. PEMBELAJARAN AKTIF
B. PEMBELAJARAN AKTIF
4. Penilaian Pembelajaran
4. Penilaian Pembelajaran
Aktif yang Bermakna
Aktif yang Bermakna
Yang perlu diperhatikan:
Peserta didik harus menyadari kriteria apa yang akan di capai dan penting untuknya.
Tujuan apa yang akan dicapai dan sejauh mana ia telah mencapai tujuan dalam sasaran yang
BAB VI
BAB VI
EVALUASI BELAJAR
EVALUASI BELAJAR
PENDAHULUAN
FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN
ANALISIS TAKSONOMIS
A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
Usaha melakukan evaluasi
terhadap hasil belajar siswa
Penilaian dan prediksi terhadap
A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
1.
1.
Usaha Melakukan Evaluasi Terhadap
Usaha Melakukan Evaluasi Terhadap
Hasil
Hasil
Belajar Siswa
Belajar Siswa
Cara-cara yang dilakukan untuk menilai hasil belajar siswa :
Ujian/ testing
Melakukan tugas tertentu
Membuat karangan
mereproduksi materi yang telah diajarkan
A. PENDAHULUAN
A. PENDAHULUAN
2.
2.
Penilaian Dan Prediksi Terhadap
Penilaian Dan Prediksi Terhadap
Penguasaan
Penguasaan
Materi Pada Siswa
Materi Pada Siswa
Penilai berusaha menentukan atau memperkirakan sejauh mana peserta didik mengalami kemajuan ke arah tujuan (pendidikan) yang harus dicapai dan/atau untuk menentukan apakah peserta didik telah memenuhi syarat dalam suatu kategori tertentu.
Penilaian hasil-hasil pendidikan biasanya disebut rapor
Bentuk-bentuk rapor :
Mempergunakan lambang A, B, C, D, E
B. FUNGSI EVALUASI
B. FUNGSI EVALUASI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
Dasar psikologis
Dasar didaktis
B. FUNGSI EVALUASI
B. FUNGSI EVALUASI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
1. Dasar Psikologis
1. Dasar Psikologis
Evaluasi pendidikan berguna sebagai bahan orientasi untuk menghadapi usaha-usaha yang lebih jauhB. FUNGSI EVALUASI
B. FUNGSI EVALUASI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
1. Dasar Psikologis
1. Dasar Psikologis
a. Di pandang dari segi anak didik
•Anak-anak belum dapat “mandiri pribadi”
Butuh pendapat orang dewasa dalam menentukan sikap ,tingkah lakunya dan orientasi dalam suatu sikap tertentu
B. FUNGSI EVALUASI
B. FUNGSI EVALUASI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
1. Dasar Psikologis
1. Dasar Psikologis
b. Di pandang dari segi pendidik
Orang membutuhkan untuk mengetahui sejaumana usahanya telah mencapai tujuan sebagai pedoman dan dasar untuk
menentukan langkah-langkah lebih lanjut
B. FUNGSI EVALUASI
B. FUNGSI EVALUASI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
2. Dasar Didaktis
2. Dasar Didaktis
a. Ditinjau dari segi anak didik
B. FUNGSI EVALUASI
B. FUNGSI EVALUASI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
2. Dasar Didaktis
2. Dasar Didaktis
b. Ditinjau dari segi pendidik
Guru dapat mengetahui keberhasilan dan kegagalan
Membantu menilai readiness (kesiapan) anak dalam belajar
Mengetahui status anak dalam kelasnya
Membantu menempatkan murid dalam suatu kelompok yang tepati
Membantu memperbaiki metode belajar dan mengajar
B. FUNGSI EVALUASI
B. FUNGSI EVALUASI
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
Memberikan data untuk menentukan status anak didik
2. Dasar Administratif
2. Dasar Administratif
dalam kelasnyaMemberikan ihtisar hasil usaha yang telah dilakukan oleh suatu lembaga
Merupakan inti laporan tentang kemajuan murid-murid kepada orangtua, atau pejabat pemerintah , guru-guru dan murid.
C. ANALISIS
C. ANALISIS
TAKSONOMIS
TAKSONOMIS
Segi kognitif ( Tokoh : Bloom)
Segi afektif (Tokoh : Krathwohl)
Segi psikomotoris (Tokoh : E.J.
C. ANALISIS
C. ANALISIS
TAKSONOMIS
TAKSONOMIS
1. SEGI KOGNITIF (Bloom)
1. SEGI KOGNITIF (Bloom)
Memperhatikan
Merespon
Menghayati Nilai
Mengorganisasikan
C. ANALISIS
C. ANALISIS
TAKSONOMIS
TAKSONOMIS
2.. SEGI AFEKTIF
2.. SEGI AFEKTIF
(Krathwohl)
(Krathwohl)
MemperhatikanMeresponMenghayati nilai
Mengorganisasikan
C. ANALISIS
C. ANALISIS
TAKSONOMIS
TAKSONOMIS
3. SEGI PSIKOMOTORIS (E.J.
3. SEGI PSIKOMOTORIS (E.J.
Simpson)
Simpson)
Persepsi
Set
Respon Terbimbing
Respon Mekanistis
D. TEKNIK PENILAIAN
D. TEKNIK PENILAIAN
D. TEKNIK PENILAIAN
D. TEKNIK PENILAIAN
1. Tes Subjektif
1. Tes Subjektif
Kelemahan Tes subjektif :
Sukar dinilai secara tepat
Sukar untuk komprehensif
Kecenderungan pendidik memberikan nilai seperti biasa
D. TEKNIK PENILAIAN
D. TEKNIK PENILAIAN
1. Tes Subjektif
1. Tes Subjektif
Tes subjektif dapat digunakann dalam situasi :
Mengkaji pendapat siswa tentang suatu persoalan
Mengetahui hasil yang diperoleh anak didik setelah mengadakan
suatu kegiatan
Mengetahui kemampuan mengarang
D. TEKNIK PENILAIAN
D. TEKNIK PENILAIAN
2. Tes Objektif
2. Tes Objektif
Tes benar-salah atau tes Ya-Tidak(True-False Test, Yes-No Test)KEKUATAN KELEMAHAN
Mudah disusun Mendorong untuk menerka,
Komprehensif dapat mengerjakan tanpa belajar Dapat dinilai cepat Reliabilitas rendah
praktis Menimbulkan kekeburan, dan
D. TEKNIK PENILAIAN
D. TEKNIK PENILAIAN
2. Tes Objektif
2. Tes Objektif
Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)
Kekuatan Kelemahan
Digunakan untuk
meneliti kemampuan membuat tafsiran,
melakukan pemilihan, mendiskriminasikan, menentukan pendapat & menarik kesimpulan
Mudah, cepat dan
objektif
Mengurangi faktor
terkaan
Digunakan hanya untuk
menilai ingatan saja
Sukar
Sering terjadi lebih dari
satu jawaban yang tepat
Memakan banyak
D. TEKNIK PENILAIAN
D. TEKNIK PENILAIAN
2. Tes Objektif
2. Tes Objektif
Matching TestKEKUATAN Dapat digunakan untuk menilai :
Problem dengan penyelesaiannya Teori dengan penyusunannya sebab
dan akibatnya singkatan dan kata-kata lengkapnya
Istilah definisinya
Mudah disusun
D. TEKNIK PENILAIAN
D. TEKNIK PENILAIAN
2. Tes Objektif
2. Tes Objektif
Tes Isian
KEKUATAN KELEMAHAN
- Masalah yang diujikan disjikan dalam
keseluruhannya
- Baik untuk menyelidiki pengetahuan pelajar secara utuh mengenai suatu bidang
- Mudah disusun
Banyak memakan
tempat dan waktu
Kurang komprehensif Seringkali hanya untuk
TERIMA KASIH
TERIMA KASIH
M. Fakhrurrozi & Praesti
M. Fakhrurrozi & Praesti
Sedjo