• Tidak ada hasil yang ditemukan

PSI.PENDIDIKAN.ppt 893KB Jun 23 2011 10:23:30 AM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PSI.PENDIDIKAN.ppt 893KB Jun 23 2011 10:23:30 AM"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

PSIKOLOGI

PSIKOLOGI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

FAKULTAS PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS GUNADARMA

UNIVERSITAS GUNADARMA

2004

(2)

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

PENGANTAR

ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN

DEFINISI PENDIDIKAN

SEJARAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

KONTRIBUSI PSIKOLOGI PENDIDIKAN BAGI

TEORI & PRAKTEK PENDIDIKAN

METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI

(3)

A. PENGANTAR

A. PENGANTAR

Manfaat Psikologi Pendidikan

Psikologi Pendidikan = Ilmu

Terapan

(4)

B. ASPEK-ASPEK

B. ASPEK-ASPEK

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

Pendidikan Informal

Pendidikan Formal

(5)

B. ASPEK-ASPEK

B. ASPEK-ASPEK

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

1. Pendidikan Informal

1. Pendidikan Informal

“Proses belajar yang relatif tak

disadari yang kemudian menjadi

kecapakan dan sikap hidup

sehari-hari”

Contoh: pendidikan di rumah, tempat

ibadah, lapangan permainan,

(6)

B. ASPEK-ASPEK

B. ASPEK-ASPEK

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

2. Pendidikan Formal

2. Pendidikan Formal

“Pendidikan yang dilaksanakan

dengan sengaja dengan tujuan dan

bahan ajar yang dirumuskan secara

jelas dan diklasifikasikan secara

tegas”.

(7)

B. ASPEK-ASPEK

B. ASPEK-ASPEK

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

3. Pendidikan Non Formal

3. Pendidikan Non Formal

“Pendidikan yang dilaksanakan

dengan sengaja tetapi tidak

(8)

C. DEFINISI

C. DEFINISI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

Definisi Awam

Definisi Psikologi

(9)

C. DEFINISI

C. DEFINISI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

1. Definisi Awam

1. Definisi Awam

“Suatu cara untuk mengembangkan

ketrampilan, kebiasaan dan

sikap-sikap yang diharapkan dapat

membuat seseorang menjadi warga

negara yang baik”.

(10)

C. DEFINISI

C. DEFINISI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

2. Definisi Psikologi

2. Definisi Psikologi

PROSES

“Mencakup segala bentuk

aktivitas yang akan memudahkan

dalam kehidupan bermasyarakat”

HASIL

“Mencakup segala perubahan

yang terjadi sebagai konsekuensi

atau akibat dari partisipasi

(11)

D. SEJARAH PSIKOLOGI

D. SEJARAH PSIKOLOGI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

DEMOCRITUS

PLATO&ARISTOTE

LES

ARISTOTELES

JOHN AMOS

COMENICUS

ROUSSEAU

JOHN LOCKE

JOHN HEINRICH

PESTALOZZI

FRANCIS GALTON

STANLEY HALL

WILLIAM JAMES

CATTEL

BINET

(12)

E. KONTRIBUSI

E. KONTRIBUSI

PSIKOLOGI

PSIKOLOGI

PENDIDIKAN BAGI

PENDIDIKAN BAGI

TEORI & PRAKTEK

TEORI & PRAKTEK

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

Kontribusi Bagi Proses Pendidikan

Kontribusi Bagi Peserta Didik

(13)

E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI

E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI

PENDIDIKAN BAGI TEORI &

PENDIDIKAN BAGI TEORI &

PRAKTEK PENDIDIKAN

PRAKTEK PENDIDIKAN

1. Kontribusi Bagi Proses

1. Kontribusi Bagi Proses

Pendidikan

Pendidikan

Penggunaan audio visual aids

Membantu dalam pengelolaan sekolahMembantu dalam penyusunan jadwal

pelajaran

(14)

E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI

E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI

PENDIDIKAN BAGI TEORI &

PENDIDIKAN BAGI TEORI &

PRAKTEK PENDIDIKAN

PRAKTEK PENDIDIKAN

2. Kontribusi Bagi Peserta

2. Kontribusi Bagi Peserta

Didik

Didik

Mengerti hakekat belajar

Pendidikan yang lebih kooperatif

dan demokratif bagi siswa

Membantu perkembangan

(15)

E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI

E. KONTRIBUSI PSIKOLOGI

PENDIDIKAN BAGI TEORI &

PENDIDIKAN BAGI TEORI &

PRAKTEK PENDIDIKAN

PRAKTEK PENDIDIKAN

3. Kontribusi Bagi Pendidik

3. Kontribusi Bagi Pendidik

Pendidik lebih terbuka terhadap

perbedaan individu

Mengetahui metode mengajar yang

efektif

Memahami permasalahan anak didik

Membantu dalam evaluasi belajar

Meningkatkan kemampuan meneliti

Mengarahkan pendidik dalam

(16)

F. METODE-METODE

F. METODE-METODE

DALAM PSIKOLOGI

DALAM PSIKOLOGI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

Introspeksi

Observasi

Metode Klinis

Metode Diferensial

Metode Ilmiah

(17)

F. METODE-METODE

F. METODE-METODE

DALAM PSIKOLOGI

DALAM PSIKOLOGI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

1. Instrospeksi

1. Instrospeksi

(18)

F. METODE-METODE

F. METODE-METODE

DALAM PSIKOLOGI

DALAM PSIKOLOGI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

2. Observasi

2. Observasi

Kegiatan melihat sesuatu di luar diri

sehingga yang diperoleh

merupakan data

overt behavior

(19)

F. METODE-METODE

F. METODE-METODE

DALAM PSIKOLOGI

DALAM PSIKOLOGI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

3. Metode Klinis

3. Metode Klinis

Digunakan untuk mengumpulkan

data secara lebih rinci mengenai

perilaku penyesuaian dan

kasus-kasus perilaku menyimpang.

Studi Kasus Klinis

Studi Kasus Perkembangan

Longitudinal

(20)

F. METODE-METODE

F. METODE-METODE

DALAM PSIKOLOGI

DALAM PSIKOLOGI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

4. Metode Diferensial

4. Metode Diferensial

Digunakan untuk meneliti

perbedaan-perbedaan individual yang terdapat di

antara anak didik.

Menggunakan berbagai macam teknik

pengukuran (contoh: tes, angket,dsb)

serta menggunakan statistik untuk

(21)

F. METODE-METODE

F. METODE-METODE

DALAM PSIKOLOGI

DALAM PSIKOLOGI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

5. Metode Ilmiah

5. Metode Ilmiah

Merupakan prosedur yang sistematik

dalam memecahkan permasalahan

dan merupakan suatu pendekatan

objektif yang terbuka untuk

dikritik,dikonfirmasikan, dimodifikasi

atau bahkan mungkin ditolak

kebenarannya oleh penelitian

berikutnya.

Digunakan untuk menyelesaikan

permasalahan perilaku yang lebih

kompleks yang harus bisa

(22)

F. METODE-METODE

F. METODE-METODE

DALAM PSIKOLOGI

DALAM PSIKOLOGI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

6. Metode Eksperimen

6. Metode Eksperimen

Melakukan pengontrolan secara ketat

terhadap faktor-faktor atau

variabel-variabel yang diperkirakan dapat

(23)

BAB II

BAB II

BAKAT & INTELEGENSI

BAKAT & INTELEGENSI

PENDAHULUAN

INTELEGENSI

BAKAT

LINGKUNGAN & HEREDITAS

KELAS SOSIAL & IMPLIKASINYA DALAM

PENDIDIKAN

DIKOTOMI DESA-KOTA

(24)

A. PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Bakat & intelegensi merupakan

(25)

B. INTELEGENSI

B. INTELEGENSI

Sejarah Intelegensi

Pengertian Intelegensi

Teori-teori Intelegensi

Pengukuran Intelegensi

(26)

B. INTELEGENSI

B. INTELEGENSI

1. Sejarah Intelegensi

1. Sejarah Intelegensi

Wundt(Jerman), Galton(Inggris), Cattel(AS) tes untuk anak-anak.

Hasilnya:ada perbedaan ketepatan dan kecepatan individu dalam mengerjkan tes.  Pra 1800-an  tes hanya untuk mengukur

satu kemampuan

1880  Ebbinghause menemukan berbagai tes memori

Alfred Binet & Theopile Simon

membedakan intelegensi anak normal dengan anak lemah pikir

Tes Binet-Simon
(27)

B. INTELEGENSI

B. INTELEGENSI

2. Pengertian Intelegensi

2. Pengertian Intelegensi

 TERMAN  Suatu kemampuan untuk

berpikir berdasarkan atas gagasan yang abstrak.

 BINET  Intelegensi mencakup 4 hal yaitu:pemahaman, hasil penemuan, arahan dan pembahasan.

 STREN  Kapasitas umum dari individu yang secara sadar dapat menyesuaikan jiwa yang umum dengan masalah dan kondisi hidup baru.

 THORNDIKE  Daya kekuatan respon

(28)

B. INTELEGENSI

B. INTELEGENSI

3. Teori-teori Intelegensi

3. Teori-teori Intelegensi

CHARLES SPEARMAN

Dua faktor intelegensi, yaitu:

Faktor G: mencakup semua

kegiatan intelektual dan

dimiliki oleh semua orang.

Faktor S: mencakup semua

(29)

B. Intelegensi

B. Intelegensi

3. Teori-teori Intelegensi

3. Teori-teori Intelegensi

THURSTONE

 Intelegensi beroperasi pada empat tingkat trial & error yaitu :

 Perilaku nyata (trial & error)  Perseptual (trial & error)

 Ideational

(30)

B. INTELEGENSI

B. INTELEGENSI

3. Teori-teori Intelegensi

3. Teori-teori Intelegensi

KEMAMPUAN KONSEPTUAL

THURSTONE:

Verbal Comprehention (V)

Number (N)

Spatial Relation (S)

Word Fluency (W)

Memory (M)

(31)

B. INTELEGENSI

B. INTELEGENSI

4. Pengukuran Intelegensi

4. Pengukuran Intelegensi

KUALITATIF

Perbedaan

intelegensi disebabkan karena

kualitas individu yang berbeda.

KUANTITATIF

Perbedaan

(32)

B. INTELEGENSI

B. INTELEGENSI

4. Pengukuran Intelegensi

4. Pengukuran Intelegensi

ALFRED BINET

TES STANFORD BINET

IQ = MA

CA X 100

IQ = Intelligence Quotient MA = Mental Age

(33)

B. INTELEGENSI

B. INTELEGENSI

4. Pengukuran Intelegensi

4. Pengukuran Intelegensi

Klasifikasi IQ Menurut

Klasifikasi IQ Menurut

Stanford-Binet

Binet

Genius KLASIFIKASI 140 ke atasIQ Sangat cerdas 130 – 139 Cerdas (superior) 120 – 129 Di atas rata-rata 110 – 119

Rata-rata 90 – 109

(34)

B. INTELEGENSI

B. INTELEGENSI

4. Pengukuran Intelegensi

4. Pengukuran Intelegensi

DAVID WECHSLER

Wechsler-Bellevue Intellegence Scale

(1939)

Wechsler Intellegence Scale for

Children

(1949)

Wechsler Adult Intellegence Scale

(35)

B. INTELEGENSI

B. INTELEGENSI

4. Pengukuran Intelegensi

4. Pengukuran Intelegensi

Klasifikasi IQ Menurut

Klasifikasi IQ Menurut

Wechsler

Wechsler

KLASIFIKASI

IQ

(36)

B. INTELEGENSI

B. INTELEGENSI

5. Kurve Normal Dalam

5. Kurve Normal Dalam

Intelegensi

(37)

C. BAKAT

C. BAKAT

Sejarah Bakat

Pengertian Bakat

(38)

C. Bakat

C. Bakat

1. Sejarah Bakat

1. Sejarah Bakat

Pendidikan = Bakat Ideal

Aplikasi Bakat pendidikan & lapangan kerja

Thorndike Tiga jenis intelegensi : Abstrak

Mekanis Sosial

(39)

C. Bakat

C. Bakat

2. Pengertian Bakat

2. Pengertian Bakat

Crow dan Crow : Bakat merupakan kualitas yang dimiliki oleh semua orang dalam tingkat yang beragam

William B. Michael : bakat adalah kapasitas seseorang dalam melakukan tugas, yang dedikit sekali dipengaruhi atau

tergantung dari latihan

Brigham : Bakat kondisi, kualitas, atau sekumpulan kualitas yang dititik beratkan pada apa yang dapat dilakukan individu (segi performance/kinerja) setelah individu mendapat latihan.

(40)

C. Bakat

C. Bakat

2. Pengertian Bakat

2. Pengertian Bakat

Woodworth dan Marquis : bakat adalah prestasi yang dapat diramalkan dan dapat diukur melalui tes khusus.

Bakat merupakan kemampuan yang memiliki tiga arti, yaitu: 1. Achievement Kemampuan aktual

2. Capacity Kemampuan potensial 3. Aptitude Kualitas

(41)

C. Bakat

C. Bakat

2. Pengertian Bakat

2. Pengertian Bakat

Guilford : bakat adalah kemampuan kinerja yang mencakup

dimensi perseptual, dimensi psikomotor, dan dimensi intelektual

Suryabrata : Analisis mengenai bakat selalu merupakan analisis mengenai tingkah laku. Tingkah laku mengandung tiga aspek : aspek tindakan (performance/act)

aspek sebab atau akibatnya (a person causes a result)aspek ekspresif

(42)

C. Bakat

C. Bakat

3. Bakat dan Intelegensi

3. Bakat dan Intelegensi

Binet dan Weschler menekankan pada berfungsinyaseluruh

kemampuan mental individu.

Hasil tes intelegensi bisa mengukur bakat.

Pengukuran intelegensi bersifat meramalkan tentang keberhasilan seseorang dalam menyelesaikan beberapa tugas pekerjaan yang memerlukan kemampuan mental.  Pengukuran bakat bertujuan

(43)

C. Bakat

C. Bakat

4. Pengukuran Bakat

4. Pengukuran Bakat

Prosedur pengukuran bakat (Suryabrata, 1995) :

a. Analisis jabatan/lapangan

b. Deskripsi jabatan/lapangan studi c. Menemukan persyaratan yang

diperlukan

(44)

D. LINGKUNGAN &

D. LINGKUNGAN &

HEREDITAS

HEREDITAS

Studi terhadap keluarga

(45)

D. Lingkungan &

D. Lingkungan &

Hereditas

Hereditas

1. Studi terhadap

1. Studi terhadap

Keluarga

Keluarga

Galton orang tua IQ tinggi = IQ anak tinggi

Asumsi dulu: IQ dipengaruhi faktor keturunan

(46)

D. Lingkungan &

D. Lingkungan &

Hereditas

Hereditas

2. Studi terhadap Anak

2. Studi terhadap Anak

Kembar

Kembar

Penelitian Hardy dan Heyes, 1988:

Kembar monozigotik dibesarkan bersama:

 IQ hampir sama faktor nature berperan besar

 IQ yang berbeda jauh faktor nuture berperan besar

Kembar monozigotik dibesarkan, terpisah

 IQ hampir sama faktor nature berperan kecil

(47)

E. KELAS SOSIAL

E. KELAS SOSIAL

Havighurst

kelas sosial &

intelegensi, laki-laki & perempuan

Makin tinggi kelas sosial, makin

tinggi tingkat intelegensi

Tidak ada perbedaan laki-laki &

(48)

F. DIKOTOMI

F. DIKOTOMI

DESA-KOTA

KOTA

Crow & Crow (1989)

intelegensi

anak kota

anak desa

Colleman, dkk

prestasi anak

metropolitan

anak non

(49)

G. JENIS KELAMIN

G. JENIS KELAMIN

Intelegensi laki-laki = perempuan

(50)

G. JENIS KELAMIN

G. JENIS KELAMIN

Perbedaan laki-laki & perempuan

(Cage & Berliner, 1979):

Kemampuan verbal (p

l)

Kemampuan matematika (l

p)

Kemampuan spasial (l

p)

(51)

BAB III

BAB III

KEMAMPUAN KHUSUS

KEMAMPUAN KHUSUS

INDIVIDU & ANTISIPASI

INDIVIDU & ANTISIPASI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

PENDAHULUAN

PENDIDIKAN ANAK BERBAKAT

(52)

A. PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Aplikasi konsep-konsep bakat &

intelegensi pada lapangan

pendidikan

Pendidikan harus sesuai dengan

(53)

B. PENDIDIKAN ANAK

B. PENDIDIKAN ANAK

BERBAKAT

BERBAKAT

Kondisi di manca negara(AS,

Jepang, Inggris, Korea, Taiwan) dan

di Indonesia

Anak berbakat

Identifikasi anak berbakat

Model identifikasi

(54)

B. PENDIDIKAN ANAK

B. PENDIDIKAN ANAK

BERBAKAT

BERBAKAT

1. Di Mancanegara dan

1. Di Mancanegara dan

Indonesia

Indonesia

1958; Amerika mencoba memikirkan pendidikan untuk menjaring anak berbakat. Aplikasi teori

psikologi (teori belajar dan konsep kognitif) dan pengkajian teknologi merupakan hal yang

berpengaruh terhadap masalah bakat dan aktualisasi diri di AS.

Jepang menggunakan “Sistem Nasional

Pendidikan Universal” untuk mengidentifikasi anak berbakat.

Inggris tidak mengenal pengelompokkan Gifted & Talented. Hal itu akan membuat anak di luar

(55)

B. PENDIDIKAN ANAK

B. PENDIDIKAN ANAK

BERBAKAT

BERBAKAT

1. Di Mancanegara dan

1. Di Mancanegara dan

Indonesia

Indonesia

Korea. Pengembangan pendidikan anak berbakat melalui dua tingkat:

a. Tingkat Nasional b. Tingkat Swasta

Untuk penjaringan anak berbakat dengan: a. Akselerasi

b. Undang-undang (1996) yang mengatur beragam ukuran untuk menjamin adanya suatu bentuk belajar mengajar yang berbeda-beda yang diarahkan pada diversifikasi, kebutuhan individual pengajar dan

(56)

B. PENDIDIKAN ANAK

B. PENDIDIKAN ANAK

BERBAKAT

BERBAKAT

1. Di Mancanegara dan

1. Di Mancanegara dan

Indonesia

Indonesia

taiwan: kebutuhan nasional akan pendidikan bagi Taiwan. Faktor dalam pengembangan pendidikan di

Gifted & Talented, kebutuhan akan pengembangan

individual dan kebutuhan untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Taiwan SEL (Special Education Laws) 1984, mengartikan Gifted & Talented meliputi individu yang memiliki satu atau lebih kualitas di bawah ini:

a. Gifted dalam kemampuan umum b. Gifted dalam bakat akademik

(57)

B. PENDIDIKAN ANAK

B. PENDIDIKAN ANAK

BERBAKAT

BERBAKAT

1. Di Mancanegara dan

1. Di Mancanegara dan

Indonesia

Indonesia

Indonesia.

1974, beasiswa bagi anak unggulan yang tidak mampu

1980, pilot project untuk identifikasi dan seleksi anak berbakat. Prosesnya:

1. Penjaringan umum 20-25 % anak berbakat

dari populasi sekolah. Berdasarkan penilaian guru, nilai rapor dan tes IQ.

2. Proses seleksi dengan baterai tes IQ, tes kreativitas, skala perilaku siswa dan tes hasil belajar.

1989, UU No.2/1989 (Sisdiknas) ps 8:”Warga

(58)

B. PENDIDIKAN ANAK

B. PENDIDIKAN ANAK

BERBAKAT

BERBAKAT

2. Anak Berbakat

2. Anak Berbakat

Keberbakatan: beberapa anak berbakat (child

giftted) yang memilik kinerja dengan tingkat potensi aktivitas manusia yang bernilai dan secara konsisten luar biasa. (Paul Witty)

Gifted (berbakat): 1.memiliki suatu derajat

kemampuan intelektual yang tinggi, IQ > 140 atau

lebih; 2.memiliki satu bakat non-intelektual, misalnya musik atau olahraga sampai pada tingkat tinggi sekali.  Talent: suatu bentuk kemampuan khusus, seperti

kemungkinan musikal yang diwarisi orang tua dan memungkinkan seseorang memperoleh keuntungan

(59)

B. PENDIDIKAN ANAK

B. PENDIDIKAN ANAK

BERBAKAT

BERBAKAT

3. Identifikasi Anak Berbakat

3. Identifikasi Anak Berbakat

Penjaringan Anak Berbakat.

A. Didasarkan pada anggapan bahwa dalam skala

makro terdapat 1 % dari seluruh populasi adalah anak berbakat unggul (Ward dalam Semiawan, 1994).

B. Pada populasi anak berbakat terdapat 10 % dengan IQ = 120-137 (moderately gifted)

(60)

B. PENDIDIKAN ANAK

B. PENDIDIKAN ANAK

BERBAKAT

BERBAKAT

3. Identifikasi Anak

3. Identifikasi Anak

Berbakat

Berbakat

Penyaringan Anak Berbakat

Tujuan: memberikan dasar terhadap penilaian pada kemampuan, sifat, sikap atau perilaku

seseorang. Penyaringan berguna bagi peramalan tentang kinerja tertentu pada masa yang akan datang.

Identifikasi anak berbakat harus meliputi semua aspek secara komprehensif yaitu IQ, kreativitas,

motivasi dan kepemimpinan. Berbagai kemampuan tersebut merupakan manifestasi dari berbagai

(61)

B. PENDIDIKAN ANAK

B. PENDIDIKAN ANAK

BERBAKAT

BERBAKAT

4. Model Identifikasi Renzulli

4. Model Identifikasi Renzulli

IQ >

Rata-rata

Task comitm

ent

Kreativitas

(62)

B. PENDIDIKAN ANAK

B. PENDIDIKAN ANAK

BERBAKAT

BERBAKAT

4. Model Identifikasi Triandis

4. Model Identifikasi Triandis

Sekolah Teman Sebaya

Keluarga Intelege nsi

Kreativi tas

Keuleta n

(63)

B. PENDIDIKAN ANAK

B. PENDIDIKAN ANAK

BERBAKAT

BERBAKAT

5. Layanan Pend.Anak

5. Layanan Pend.Anak

Berbakat

Berbakat

Menurut Ward, Kitano & Kirby (dalam Semiawan, 1994):

Pendidikan anak berbakat seyogyanya berbeda dengan menekankan pada aspek intelektual.  Diwarnai kecepatan dan tingkat kompleksitas

sesuai kemampuan anak berbakat di atas rata-rata.  Penekanan pada perkembangan kreatif dan proses berpikir tinggi.

Penekanan pada orientasi penemuan dan pendekatan induktif.

Memerlukan pertimbangan khsusus dalam pendidikan.

(64)

C.

C.

MENTAL

MENTAL

RETARDATION

RETARDATION

Karakteristik MR

Kategori MR

(65)

C.

C.

MENTAL

MENTAL

RETARDATION

RETARDATION

Menurut PPDGJ III:

1. Karakteristik MR

1. Karakteristik MR

a. IQ = 75 ke bawah

b. Kesulitan dalam memenuhi tuntutan sosial c. Adaptive behavior buruk

MR merupakan fenomena sosiokultural yang kompleks karena melibatkan hal-hal yang

kompleks:

hubungan antar keluarga

menjadi beban semua orang

(66)

C.

C.

MENTAL

MENTAL

RETARDATION

RETARDATION

1). Ditinjau dari skala IQ

2. Kategori MR

2. Kategori MR

a. Mild MR

- Stanford Binet : 52 - 67 - Wechsler : 55 - 69 b. Moderate MR

(67)

C.

C.

MENTAL

MENTAL

RETARDATION

RETARDATION

2. Kategori MR

2. Kategori MR

c. Severe MR

- Stanford Binet : 20 - 35 - Wechsler : 25 - 39 d. Profound MR

(68)

C.

C.

MENTAL RETARDATION

MENTAL RETARDATION

2. Kategori MR

2. Kategori MR

2). Ditinjau dari istilah dalam psikologi dan kesehatan:

a. Debil : IQ 50 - 75 b. Imbicil : IQ 25 - 49 c. Idiot : IQ < 25 3). Ditinjau dari istilah dalam pendidikan:

a. Dull : IQ 75 - 85

b. Educable : IQ 50 - 74 c. Trainable : IQ 25 - 49

(69)

C.

C.

MENTAL

MENTAL

RETARDATION

RETARDATION

Sebab Biologis

3. Faktor Penyebab MR

3. Faktor Penyebab MR

A). Pranatal: infeksi, detoksifikasi, virus rubella, oabt, AIDS, herphes simplex,

siphilis, hypoxia, radiasi, kelainan metabolisme. B). Masa pranatal dengan penyebab tidak

jelas: microcephallus, hydrocephallus, meningocelle, kelainan kromosom, BB < minimum, bayi dari ibu psikosis

Sebab Psikologi dan sosial

Disebabkan karena dibesarkan dalam

(70)

D.

D.

EXCEPTIONAL

EXCEPTIONAL

PEOPLE

PEOPLE

Pengertian

(71)

D.

D.

EXCEPTIONAL

EXCEPTIONAL

PEOPLE

PEOPLE

Individu yang secara jelas/signifikan dan sifatnya

1. Pengertian

1. Pengertian

menetap berbeda dari yang normal dan

mengalami hambatan untuk mencapai suskes dalam aktivitas sosial, personal dan pendidikan yang sangat dasar (Harring, 1982).

Beberapa istilah terkait: Disabled

Impaired

Disordered

Handicaped

(72)

D.

D.

EXCEPTIONAL

EXCEPTIONAL

PEOPLE

PEOPLE

2. Kategori

2. Kategori

Exceptional

Exceptional

People

People

Kategori Harring (1982):

Sensory Handicapped

Mental Deviation

Communication Disorder

Learning Disabilities

Behavioral Disorders

(73)

D.

D.

EXCEPTIONAL

EXCEPTIONAL

PEOPLE

PEOPLE

2. Kategori

2. Kategori

Exceptional

Exceptional

People

People

Kategori Indonesia: a. Tuna Netra (SLB A)

b. Tuna Wicara & Tuna Rungu (SLB B) c. Tuna Grahita (SLB C)

d. Tuna Daksa (SLB D) e. Tuna Laras (SLB E)

(74)

BAB IV

BAB IV

PERENCANAAN

PERENCANAAN

KEGIATAN

KEGIATAN

BELAJAR-MENGAJAR

MENGAJAR

PENDAHULUAN

TUJUAN INSTRUKSIONAL

MODEL INSTRUKSIONAL

KURIKULUM

(75)

A. PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

“Apa yang akan saya lakukan?”

“Perubahan apa yang saya

(76)

B. TUJUAN

B. TUJUAN

INSTRUKSIONAL

INSTRUKSIONAL

Guru yang efektif

Model tujuan instruksional yang

bertujuan

Keuntungan model tujuan

(77)

C. MODEL

C. MODEL

INSTRUKSIONAL

INSTRUKSIONAL

Penentuan tujuan-tujuan spesifik Penentuan tujuan-tujuan spesifik Penilaian Pendahul uan Pengajaran Evaluas i
(78)

C. MODEL

C. MODEL

INSTRUKSIONAL

INSTRUKSIONAL

Penentua n tujuan-tujuan spesifik Penilaian Pendahul uan Pengajaran Evalua si

Jika tujuan tidak tercapai, perbaiki

Jika tujuan tercapai, kembangkan

(79)

D. KURIKULUM

D. KURIKULUM

Definisi kurikulum

(80)

D. KURIKULUM

D. KURIKULUM

1. Definisi Kurikulum

1. Definisi Kurikulum

(81)

D. KURIKULUM

D. KURIKULUM

2. Model Pemilihan Tujuan

2.

(Ralph Tyler)

Komponen-komponen dalam kurikulum (Model Tyler):

Siswa

Masyarakat

Bidang studi

(82)

BAB V

BAB V

PROSES BELAJAR

PROSES BELAJAR

KOMUNIKASI

(83)

A. KOMUNIKASI

A. KOMUNIKASI

Pengertian komunikasi

Unsur-unsur dalam komunikasi

Model proses persuasi

Komunikasi dalam proses

(84)

A. KOMUNIKASI

A. KOMUNIKASI

1. Pengertian Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Berasal dari bahasa Latin “communicere” =

“memberitahukan”, “berpartisipasi”, “menjadi milik bersama”

Susanto (1973): komunikasi berarti memberitahukan (dan menyebarkan) untuk menggugah partisipasi

agar hal-hal yang diberitahukan itu menjadi milik bersama (commoness).

Hovland, Janis, Kelly: komunikasi merupakan suatu proses dimana individu

(komuniaktor)mentransmisikan stimulus (yang

(85)

A. KOMUNIKASI

A. KOMUNIKASI

1. Pengertian Komunikasi

1. Pengertian Komunikasi

Komunikasi primer - sekunder

Komunikasi langsung - tidak

langsung

(86)

A. KOMUNIKASI

A. KOMUNIKASI

2. Unsur-unsur dalam

2. Unsur-unsur dalam

Komunikasi

Komunikasi

Komunikator (pemberi informasi, berita atau pesan) dan

Komunikan / receiver (penerima informasi, berita atau pesan).

Informasi, berita dan pesan.

(87)

A. KOMUNIKASI

A. KOMUNIKASI

3. Model Proses Persuasi

3. Model Proses Persuasi

Pesan-pesan Persuasi

Alternatif proses psikologis laten

Pembahasan yang terjadi dalam wujud tindakan

Model

(88)

A. KOMUNIKASI

A. KOMUNIKASI

3. Model Proses

3. Model Proses

Persuasi

Persuasi

Pesan yang persuasif Batasan(Bata san kembali proses sosbud kelompok) Membentuk batasan(definisi untuk perilaku sos.bagi anggota kelompok Menghasil kan perubahan perilaku
(89)

A. KOMUNIKASI

A. KOMUNIKASI

4. Komunikasi Dalam Proses

4. Komunikasi Dalam Proses

Belajar-Mengajar

Belajar-Mengajar

Tiga fungsi sosial pendidik dalam pendidikan:

Fungsi sebagai komunikator

Fungsi sebagai inovator

(90)

A. KOMUNIKASI

A. KOMUNIKASI

4. Komunikasi Dalam Proses Belajar-

4. Komunikasi Dalam Proses

Belajar-Mengajar

Mengajar

Tiga tipe kemampuan seseorang memperoleh

atau menerima tanggapan :

Tipe Visual

Tipe Auditif

(91)

A. KOMUNIKASI

A. KOMUNIKASI

4. Komunikasi Dalam Proses

4. Komunikasi Dalam Proses

Belajar-Mengajar

Belajar-Mengajar

Metode untuk memperoleh umpan balik dalam komunikasi

proses belajar dan mengajar :

•Metode tanya jawab

•Metode diskusi dan seminar •Metode tugas

(92)

B. PEMBELAJARAN

B. PEMBELAJARAN

AKTIF

AKTIF

Latar belakang& pengertian

Untuk apa

Mengapa

Bagaimana

Penilaian pembelajaran aktif yang

(93)

B. PEMBELAJARAN

B. PEMBELAJARAN

AKTIF

AKTIF

1. Latar Belakang &

1. Latar Belakang &

Pengertian

Pengertian

Upaya untuk meningkatkan layanan pendidikan :

Secara Kuantitatif

Secara Kualitatif

Pendidikan yang semakin merata.

(94)

B. PEMBELAJARAN

B. PEMBELAJARAN

AKTIF

AKTIF

1. Latar Belakang &

1. Latar Belakang &

Pengertian

Pengertian

CBSA (Raka Joni, 1993):

Melihat kegiatan belajar mengajar sebagai pemberian makna secara konstruktivistik

terhadap pengalaman bagi peserta didik.  Pengendalian kegiatan belajar harus

meletakkan dasar bagi pembentukan prakarsa dan tanggungjawab peserta didik ke arah

(95)

B. PEMBELAJARAN

B. PEMBELAJARAN

AKTIF

AKTIF

2. Untuk Apa

Tuntutan masa

depan

kreatif

ekspresif

(96)

B. PEMBELAJARAN

B. PEMBELAJARAN

AKTIF

AKTIF

3. Mengapa

3. Mengapa

Memberikan umpan bagaiman peserta didik belajar membentuk sikap yang

diperlukan, mengelola perolehannya untuk menjadi bekal dan dasar bagi pengalaman belajar berikutnya, atas prakarsa sendiri.

(97)

B. PEMBELAJARAN AKTIF

B. PEMBELAJARAN AKTIF

4. Bagaimana

4. Bagaimana

Yang perludiperhatikan:

Persiapan pembelajaran aktif yang bermakna dan kondusif

Mengandung unsur pengamatan terhadap objek yang dipelajari dengan memperhatikan

keseimbangan otak kanan dan kiri.

Interpretasi. Mencatat ciri khas dari suatu objek tahap perkembangan atau kejadian untuk

(98)

B. PEMBELAJARAN AKTIF

B. PEMBELAJARAN AKTIF

4. Bagaimana

4. Bagaimana

Ramalan.Perkiraan secara anlogi atau dengan menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru maupun

(99)

B. PEMBELAJARAN AKTIF

B. PEMBELAJARAN AKTIF

4. Penilaian Pembelajaran

4. Penilaian Pembelajaran

Aktif yang Bermakna

Aktif yang Bermakna

Yang perlu diperhatikan:

Peserta didik harus menyadari kriteria apa yang akan di capai dan penting untuknya.

Tujuan apa yang akan dicapai dan sejauh mana ia telah mencapai tujuan dalam sasaran yang

(100)

BAB VI

BAB VI

EVALUASI BELAJAR

EVALUASI BELAJAR

PENDAHULUAN

FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN

ANALISIS TAKSONOMIS

(101)

A. PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Usaha melakukan evaluasi

terhadap hasil belajar siswa

Penilaian dan prediksi terhadap

(102)

A. PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

1.

1.

Usaha Melakukan Evaluasi Terhadap

Usaha Melakukan Evaluasi Terhadap

Hasil

Hasil

Belajar Siswa

Belajar Siswa

Cara-cara yang dilakukan untuk menilai hasil belajar siswa :

Ujian/ testing

Melakukan tugas tertentu

Membuat karangan

mereproduksi materi yang telah diajarkan

(103)

A. PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

2.

2.

Penilaian Dan Prediksi Terhadap

Penilaian Dan Prediksi Terhadap

Penguasaan

Penguasaan

Materi Pada Siswa

Materi Pada Siswa

Penilai berusaha menentukan atau memperkirakan sejauh mana peserta didik mengalami kemajuan ke arah tujuan (pendidikan) yang harus dicapai dan/atau untuk menentukan apakah peserta didik telah memenuhi syarat dalam suatu kategori tertentu.

Penilaian hasil-hasil pendidikan biasanya disebut rapor

Bentuk-bentuk rapor :

 Mempergunakan lambang A, B, C, D, E

(104)

B. FUNGSI EVALUASI

B. FUNGSI EVALUASI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

Dasar psikologis

Dasar didaktis

(105)

B. FUNGSI EVALUASI

B. FUNGSI EVALUASI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

1. Dasar Psikologis

1. Dasar Psikologis

Evaluasi pendidikan berguna sebagai bahan orientasi untuk menghadapi usaha-usaha yang lebih jauh
(106)

B. FUNGSI EVALUASI

B. FUNGSI EVALUASI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

1. Dasar Psikologis

1. Dasar Psikologis

a. Di pandang dari segi anak didik

•Anak-anak belum dapat “mandiri pribadi”

Butuh pendapat orang dewasa dalam menentukan sikap ,tingkah lakunya dan orientasi dalam suatu sikap tertentu

(107)

B. FUNGSI EVALUASI

B. FUNGSI EVALUASI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

1. Dasar Psikologis

1. Dasar Psikologis

b. Di pandang dari segi pendidik

Orang membutuhkan untuk mengetahui sejaumana usahanya telah mencapai tujuan sebagai pedoman dan dasar untuk

menentukan langkah-langkah lebih lanjut

(108)

B. FUNGSI EVALUASI

B. FUNGSI EVALUASI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

2. Dasar Didaktis

2. Dasar Didaktis

a. Ditinjau dari segi anak didik

(109)

B. FUNGSI EVALUASI

B. FUNGSI EVALUASI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

2. Dasar Didaktis

2. Dasar Didaktis

b. Ditinjau dari segi pendidik

Guru dapat mengetahui keberhasilan dan kegagalan

Membantu menilai readiness (kesiapan) anak dalam belajar

Mengetahui status anak dalam kelasnya

Membantu menempatkan murid dalam suatu kelompok yang tepati

Membantu memperbaiki metode belajar dan mengajar

(110)

B. FUNGSI EVALUASI

B. FUNGSI EVALUASI

PENDIDIKAN

PENDIDIKAN

Memberikan data untuk menentukan status anak didik

2. Dasar Administratif

2. Dasar Administratif

dalam kelasnya

Memberikan ihtisar hasil usaha yang telah dilakukan oleh suatu lembaga

Merupakan inti laporan tentang kemajuan murid-murid kepada orangtua, atau pejabat pemerintah , guru-guru dan murid.

(111)

C. ANALISIS

C. ANALISIS

TAKSONOMIS

TAKSONOMIS

Segi kognitif ( Tokoh : Bloom)

Segi afektif (Tokoh : Krathwohl)

Segi psikomotoris (Tokoh : E.J.

(112)

C. ANALISIS

C. ANALISIS

TAKSONOMIS

TAKSONOMIS

1. SEGI KOGNITIF (Bloom)

1. SEGI KOGNITIF (Bloom)

Memperhatikan

Merespon

Menghayati Nilai

Mengorganisasikan

(113)

C. ANALISIS

C. ANALISIS

TAKSONOMIS

TAKSONOMIS

2.. SEGI AFEKTIF

2.. SEGI AFEKTIF

(Krathwohl)

(Krathwohl)

MemperhatikanMerespon

Menghayati nilai

Mengorganisasikan

(114)

C. ANALISIS

C. ANALISIS

TAKSONOMIS

TAKSONOMIS

3. SEGI PSIKOMOTORIS (E.J.

3. SEGI PSIKOMOTORIS (E.J.

Simpson)

Simpson)

Persepsi

Set

Respon Terbimbing

Respon Mekanistis

(115)

D. TEKNIK PENILAIAN

D. TEKNIK PENILAIAN

(116)

D. TEKNIK PENILAIAN

D. TEKNIK PENILAIAN

1. Tes Subjektif

1. Tes Subjektif

Kelemahan Tes subjektif :

Sukar dinilai secara tepat

Sukar untuk komprehensif

Kecenderungan pendidik memberikan nilai seperti biasa

(117)

D. TEKNIK PENILAIAN

D. TEKNIK PENILAIAN

1. Tes Subjektif

1. Tes Subjektif

Tes subjektif dapat digunakann dalam situasi :

Mengkaji pendapat siswa tentang suatu persoalan

Mengetahui hasil yang diperoleh anak didik setelah mengadakan

suatu kegiatan

Mengetahui kemampuan mengarang

(118)

D. TEKNIK PENILAIAN

D. TEKNIK PENILAIAN

2. Tes Objektif

2. Tes Objektif

Tes benar-salah atau tes Ya-Tidak(True-False Test, Yes-No Test)

KEKUATAN KELEMAHAN

Mudah disusun Mendorong untuk menerka,

Komprehensif dapat mengerjakan tanpa belajarDapat dinilai cepat Reliabilitas rendah

praktis Menimbulkan kekeburan, dan

(119)

D. TEKNIK PENILAIAN

D. TEKNIK PENILAIAN

2. Tes Objektif

2. Tes Objektif

Tes Pilihan Ganda (Multiple Choice Test)

Kekuatan Kelemahan

 Digunakan untuk

meneliti kemampuan membuat tafsiran,

melakukan pemilihan, mendiskriminasikan, menentukan pendapat & menarik kesimpulan

 Mudah, cepat dan

objektif

 Mengurangi faktor

terkaan

Digunakan hanya untuk

menilai ingatan saja

Sukar

Sering terjadi lebih dari

satu jawaban yang tepat

Memakan banyak

(120)

D. TEKNIK PENILAIAN

D. TEKNIK PENILAIAN

2. Tes Objektif

2. Tes Objektif

Matching TestKEKUATAN

 Dapat digunakan untuk menilai :

Problem dengan penyelesaiannya Teori dengan penyusunannya sebab

dan akibatnya singkatan dan kata-kata lengkapnya

Istilah definisinya

 Mudah disusun

(121)

D. TEKNIK PENILAIAN

D. TEKNIK PENILAIAN

2. Tes Objektif

2. Tes Objektif

Tes Isian

KEKUATAN KELEMAHAN

- Masalah yang diujikan disjikan dalam

keseluruhannya

- Baik untuk menyelidiki pengetahuan pelajar secara utuh mengenai suatu bidang

- Mudah disusun

 Banyak memakan

tempat dan waktu

 Kurang komprehensif  Seringkali hanya untuk

(122)

TERIMA KASIH

TERIMA KASIH

M. Fakhrurrozi & Praesti

M. Fakhrurrozi & Praesti

Sedjo

Referensi

Dokumen terkait

Kepada peserta lelang yang merasa keberatan atas pengumuman ini diberikan kesempatan untuk menyampaikan sanggahan melalui Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) selama

Dari sisi wisata, daerah gunung muria ini memiliki beberapa wisata alam yang berdekatan dengan lokasi museum, sehingga wisatawan juga dapat mengunjungi wisata

Dengan menata kembali letak dan fungsi ruangan tersebut dan juga desain yang menggunakan warna dan bentuk sesuai dengan brand image rumah sakit yaitu warna biru

Untuk kegiatan pembuktian kualifikasi dimaksud, diminta kepada seluruh peserta pelelangan umum yang diundang, agar mempersiapkan dokumen asli atau dokumen yang

Produk The Beauty Portable ini merupakan konsep yang diambil untuk memenuhi kebutuhan fasilitas pada pengguna, baik perias maupun yang dirias juga meliputi

Berdasarkan hasil Berita Acara Evaluasi Dokumen Penawaran (Tahap I) Nomor BA.13/Dredge/Ad.Smd/IV-2012 tanggal 27 April 2012, dan Berita Acara Evaluasi Dokumen Penawaran (Tahap

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang No: 10/POKJA ULP II-PSTW/12/2014 tanggal 15 Desember 2014 bahwa pemilihan Penyedia Barang dan Jasa Paket pekerjaan Pengadaan

APLIKASI PEMBUATAN LAPORAN KEUANGAN APBD DAN APBN BAGIAN KEPEGAWAIAN DINAS OLAHRAGA DAN PEMUDA.. PROVINSI