BAB IV
Hasil dan Pembahasan
4.1.
Gambaran Umum Obyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan yang
sahamnya tidur atau dengan kata lain tidak aktif
diperdagangkan di BEI selama tahun 2010.
Berdasarkan metode purposive sampling, maka jumlah sampel yang dapat digunakan dalam penelitian ini
adalah sebanyak 66 sampel. Periode pengamatan
adalah dari tahun 2010 hingga tahun 2012. Adapun
gambaran mengenai sebaran jenis sektor industri
sampel penelitian terlihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Sebaran Jenis Sektor Industri Sampel Penelitian
No Sektor Industri Jumlah Persentase
1 Aneka Industri 9 14%
2 Industri Barang Konsumsi 6 9% 3 Industri Dasar dan Kimia 9 14%
4 Infrastruktur Utilitas dan
Transportasi 1 2%
5 Keuangan 14 21%
6 Perdagangan, Jasa dan
Investasi 18 27%
7 Pertambangan 3 5%
8 Pertanian 1 2%
9 Properti dan Real Estate 5 8%
Total 66 100%
Tabel 4.1 menunjukan pengklasifikasian sebaran
sampel berdasarkan sembilan jenis sektor industri yang
terdapat di BEI. Berdasarkan pengklasifikasian tersebut
menunjukan bahwa semua sektor industri memiliki
saham tidur. Jumlah sampel terbesar berada pada
sektor perdagangan, jasa, dan investasi yang berjumlah
18 perusahaan (27%). Disusul dengan sektor keuangan
yang berjumlah 14 perusahaan (21%). Sedangkan
jumlah sampel terkecil berasal dari dua jenis sektor
industri yaitu sektor infrastruktur utilitas dan
transportasi serta sektor pertanian yang masing-masing
berjumlah satu perusahaan (2%).
4.2.
Statistik Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan
gambaran mengenai sampel dan data yang digunakan
dalam penelitian. Total perusahaan yang sahamnya
tidur pada tahun 2010 berjumlah 66 perusahaan.
Apabila dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang
terdaftar di BEI pada tahun 2010, jumlah saham tidur
hanya sekitar 16% dari seluruh perusahaan yang
terdaftar di BEI. Jumlah saham tidur di pasar modal
Indonesia dinilai jumlahnya lebih sedikit dibandingkan
dengan yang ada pada bursa Malaysia dan Singapura
(detik finance, 28 November 2013). Statistik deskriptif
saham tidur di BEI tersebut disajikan pada tabel 4.2
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Saham Tidur
Min Max Mean Std. Deviation Frekuensi (x) .00 56.00 11.09 13.23 Harga Saham (Rp) 50.00 120000.00 7142.71 21106.24 Jumlah Saham
Beredar (Juta Saham) 3.50 28066.68 1021.30 3488.55 Kapitalisasi (Miliar Rp) 5.80 6608.25 612.63 1108.31 Sumber : Olahan dari Lampiran 2
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa
rata-rata Frekuensi perdagangan dari saham tidur sangat rendah yaitu hanya 11,09 kali perdagangan
untuk setiap tiga bulan selama tahun 2010, sedangkan
berdasarkan Surat Edaran PT BEJ No. SE-03/BEJ
II-1/I/1994, saham dikatakan aktif apabila memiliki
frekuensi perdagangan sebanyak 75 kali atau lebih
selama tiga bulan. Jumlah frekuensi perdangan
dibawah 75 kali menyebabkan saham tersebut menjadi
tidak aktif dan lama kelamaan menjadi saham tidur.
Berdasarkan nilai minimum frekuensi menunjukkan
bahwa terdapat perusahaan tercatat yang memiiliki
tingkat transaksi nol yang artinya tidak ada transaksi
perdagangan saham sama sekali selama tahun 2010.
Perusahaan tersebut adalah, PT Asuransi Jasa Tania
Tbk, PT Bank Mutiara Tbk, PT Central Omega
Island Concepts Indonesia Tbk, PT Pool Advista
Indonesia Tbk, PT Pusako Tarinka Tbk, PT Taisho
Pharmaceutical Indonesia Tbk, PT Tira Austenite Tbk,
dan PT Unitex Tbk.
Harga saham terendah dimiliki oleh PT. Bank Mutiara Tbk sebesar Rp. 50,-, dimana harga tersebut
merupakan batasan harga terendah saham di BEI.
Selain PT. Bank Mutiara Tbk, PT. Eratex Djaja Tbk juga
memiliki harga saham yang mendekati harga terendah
saham di BEI yaitu sebesar Rp. 59,-. Nilai std. deviasi
yang sangat tinggi menunjukkan harga saham yang
dimiliki saham tidur ini sangat bervariasi. Harga saham
tertinggi yang dimiliki PT. Delta Djakarta Tbk sebesar
Rp. 120.000,-, yang menunjukkan bahwa harga saham
tersebut cukup tinggi.
Jumlah saham beredar dari perusahaan yang sahamnya tidur di BEI memiliki rata-rata sebesar
1.021,30 juta saham, sedangkan jumlah saham
beredar tertinggi dimiliki oleh PT. Sepatu Bata Tbk.
sebesar 28.067,00 juta saham, dan jumlah saham
beredar terendah dimiliki oleh PT. Lionmesh Prima Tbk
sebesar 3,50 juta saham. Terbatasnya jumlah saham
yang dipasarkan menyebabkan tidak banyak transaksi
yang terjadi pada saham tersebut, sehingga lama
kelamaan saham menjadi tidur. Berdasarkan Surat
mengenai Perubahan Peraturan I-A tentang Pencatatan
Saham dan Efek bersifat Ekuitas selain Saham yang
Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat, emiten harus
memenuhi jumlah minimal saham yang beredar di
publik/free float sebesar 50 juta saham dan minimal 7,5% dari jumlah saham dalam modal disetor.
Kapitalisasi pasar merupakan nilai sebuah perusahaan berdasarkan perhitungan harga pasar
saham dikalikan dengan jumlah saham yang beredar.
Jadi, semakin mahal harga saham suatu perusahaan di
pasar dan semakin banyak jumlah sahamnya yang
beredar di pasar akan membuat kapitalisasi pasar
perusahaan itu semakin besar. Tabel 4.2 menunjukan
kapitalisasi terendah sebesar Rp. 5,79 miliar yang
dimiliki oleh PT Eratex Djaja Tbk dan rata-rata
kapitalisasi yaitu sebesar Rp. 612,63 miliar.
Berdasarkan nilai kapitalisasi pasar tersebut maka
saham tersebut termasuk jenis Saham Lapis
Ketiga (Third Layer – small cap). Saham-saham jenis ini memiliki likuiditas dan kapitalisasi pasar yang kecil,
yaitu dibawah Rp. 1 triliun. Jenis saham ini juga sering
dikenal sebagai saham tidur dan sedikit orang yang
memilikinya. Namun pada nilai maksimum kapitalisasi
pasar menunjukan bahwa terdapat perusahaan yang
memiliki kapitalisasi pasar jauh diatas Rp. 1 triliun
triliun, tetapi masih masuk kedalam kategori saham
tidur.
Saham tidur diukur kinerja perusahaannya
dengan melakukan perhitungan rasio keuangan periode
tahun 2010-2012, yang terdiri dari dua rasio yaitu
rasio profitabilitas ( ROA & ROE) dan rasio pasar (EPS
& PER). Statistik deskriptif kinerja perusahaan
disajikan pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Statistik Deskriptif Kinerja Perusahaan
Min Max Mean Std. Deviation
ROA (%) -37.08 114.63 6.29 16.77
ROE (%) -265.40 121.70 0.15 49.28
EPS (Rp) -4244.00 12514.00 628.65 2342.93
PER -796.00 269.00 4.39 117.49
Sumber : Olahan dari Lampiran 3
ROA adalah rasio keuntungan yang menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari aset yang
dimiliki perusahaan. Rata-rata sampel memiliki tingkat
pengembalian 6,29% dari asset yang digunakan. Nilai
maksimum ROA dimiliki oleh PT ICTSI Jasa Prima Tbk
yaitu tingkat pengembalian sebesar 114.63% dari asset
yang digunakan. Nilai minimum ROA dimiliki oleh PT
Alam Karya Unggul Tbk sebesar -37.08%. ROA negatif
tersebut menunjukan toal aset yang dipergunakan
mengalami kerugian. Dari total 66 perusahaan saham
tidur terdapat 15 perusahaan yang memiliki rata-rata
nilai ROA negatif pada tahun 2010-2012.
ROE adalah rasio keuntungan yang menilai seberapa besar tingkat pengembalian dari modal yang
telah digunakan. Rata-rata sampel memiliki tingkat
pengembalian 0.15% dari modal yang digunakan. Nilai
maksimum ROE dimiliki oleh PT Toko Gunung Agung
Tbk, dengan tingkat pengembalian sebesar 121.7% dari
modal yang digunakan. Nilai minimum ROE dimiliki
oleh PT Central Omega Resources Tbk, yaitu tingkat
pengembalian sebesar -265.4% dari modal yang
digunakan. Nilai ROE negatif menunjukan perusahaan
tidak dapat memberikan imbalan hasil terhadap modal
yang diinvestasikan investor pada perusahaan tersebut.
Dari total 66 perusahaan saham tidur terdapat 16
perusahaan yang memiliki rata-rata nilai ROE negatif
pada tahun 2010-2012.
EPS adalah tingkat keuntungan bersih untuk tiap lembar sahamnya yang mampu diraih perusahaan
pada saat menjalankan operasinya. Laba per lembar
saham atau EPS di peroleh dari laba yang tersedia bagi
pemegang saham biasa dibagi dengan jumlah saham
yang beredar. Rata-rata sampel memiliki tingkat
keuntungan sebesar Rp.629,- untuk setiap lembar
Pharmaceutical Indonesia Tbk, dengan tingkat
keuntungan sebesar Rp. 12.514,- untuk setiap lembar
saham. Nilai minimum EPS dimiliki oleh PT Merck
Sharp Dohme Pharma Tbk sebesar Rp. -4244,-. Dari
total 66 perusahaan saham tidur terdapat 16
perusahaan yang memiliki rata-rata nilai EPS negatif
pada tahun 2010-2012. Berdasarkan nilai EPS tersebut
apabila dibandingkan dengan harga saham, maka nilai
rata-rata nilai PER yaitu sebesar 4.39 kali, dengan demikian dapat dikatakan bahwa rata-rata harga
saham tidur adalah 4.39 kali laba bersih yang
dihasilkan perusahaan.
4.3.
Analisis
Analisis rasio dalam penelitian ini menggunakan
metode time series, cross sectional approach, dan
combined analysis. Analisis time series bertujuan untuk mengetahui kinerja suatu perusahaan dari waktu ke
waktu, sedangkan analisis cross sectional approach
bertujuan untuk membandingkan rasio-rasio antara
perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya yang
sejenis pada waktu yang sama. Selain melihat jenis
industri yang sama juga mempertimbangkan jumlah
saham beredar yang relatif mendekati sama,
seberapa baik atau buruk suatu perusahaan
dibandingkan dengan perusahaan sejenis. Penelitian ini
menggunakan pendekatan subjektif oleh Gitman dan
Chad (2012), dimana pendekatan tersebut tidak
memberi batasan nilai untuk setiap rasio keuangan.
Pada analisis time series suatu rasio keuangan
diklasifikasikan sebagai kinerja “Good” apabila memiliki
nilai positif dan mengalami peningkatan tiap tahunnya,
sedangkan kinerja “Ok” apabila memiliki nilai positif
tetapi mengalami peningkatan/penurunan yang tidak
terlalu signifikan, dan kinerja “Poor” apabila memiliki
nilai negatif atau mengalami penurunan tiap tahunnya.
Sedangkan pada analisis cross sectional approach suatu
rasio keuangan diklasifikasikan sebagai kinerja “Good”
apabila memiliki nilai rasio lebih tinggi dibandingkan
perusahaan sejenis, kinerja “Ok” apabila memiliki nilai
rasio yang mendekati perusahaan sejenis, dan kinerja
“Poor” apabila nilai rasio lebih rendah dibandingkan
dengan perusahaan sejenis. Hasil analisis rasio
keuangan pada saham tidur dapat dilihat pada tabel
Tabel 4.4 Analisis
Panel A : Time Series Analysis
Kinerja Jumlah Persentase Binomial Good 14 21%
Panel B : Cross Sectional Analysis Good 36 55%
Panel C : Combined Analysis Good 12 18%
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Berdasarkan hasil analaisis time series pada tabel 4.4, diketahui bahwa kinerja perusahaan yang memiliki
kinerja yang baik pada 2010-2012 sebanyak 14
perusahaan (21%). Hal ini berarti perusahaan tersebut
mengalami pertumbuhan kinerja tiap tahunnya, yang
terdiiri dari 12 perusahaan yang mengalami
pertumbuhan nilai ROA, 12 perusahaan yang
mengalami pertumbuhan nilai ROE, 22 perusahaan
perusahaan yang pertumbuhan peningkatan nilai PER.
Berdasarkan uji binomial diketahui terdapat perbedaan
proporsi kinerja perusahaan untuk masing-masing
kategori, yang ditunjukkan nilai sig < 0,5.
Hasil analisis cross sectional approach yaitu perbandingan rasio saham tidur dengan perusahaan
sejenis pada tahun 2012, diketahui perusahaan yang
memiliki kinerja baik sebanyak 36 perusahaan (55%),
jumlah tersebut menunjukkan saham tidur memiliki
kinerja yang lebih baik apabila dibandingkan dengan
perusahaan sejenis dengan besar kapitalisasi yang
relatif sama. Namun berdasarkan uji binomial
diketahui tidak terdapat perbedaan proporsi kinerja
perusahaan untuk kategori “good” dan “poor”, yang
ditunjukkan nilai sig 0.649 > 0,5.
Hasil dari combined analysis menunjukkan hanya sebanyak 12 perusahaan (18%) yang memiliki kinerja
baik, yaitu perusahaan mengalami pertumbuhan
kinerja pada tahun 2010-2012, dan memiliki kinerja
yang lebih baik dibandingkan perusahaan sejenis pada
tahun 2012. Berdasarkan uji binomial diketahui
terdapat perbedaan proporsi kinerja perusahaan untuk
masing-masing kategori, yang ditunjukkan nilai sig <
0,5. Klasifikasi hasil combined analysis berdasarkan jenis industri keuangan dan non keuangan dapat
diketahui sebanyak 14 (21%) saham tidur berasal dari
sektor keuangan sedangkan 79% lainnya berasal dari
gabungan sektor non keuangan.
Tabel 4.8
Kinerja Saham Tidur Berdasarkan Sektor Industri
Sektor Jml
Analisis
ROA ROE EPS PER
Good Ok Poor Good Ok Poor Good Ok Poor Good Ok Poor
Keuangan 14 3 8 3 4 7 3 5 6 3 1 7 6
Non Keuangan 52 8 29 15 7 31 14 16 19 17 4 31 17
4.4 Pembahasan
Berdasarkan analisis statistik deskriptif jumlah
saham beredar terendah dimiliki oleh PT. Lionmesh
Prima Tbk sebesar 3,50 juta saham. Jumlah tersebut
sangat rendah dibandingkan dengan jumlah minimal
saham yang beredar di publik yaitu sebesar 50 juta
saham. Kapitalisasi pasar yang dimiliki saham tidur
rata-rata hanya sebesar Rp. 612,63 miliar, maka saham
tidur termasuk jenis Saham lapis setiga (Third Layer – small cap) yang memiliki likuiditas dan kapitalisasi pasar yang kecil, yaitu dibawah Rp. 1 triliun.
Analisis time series menunjukkan rata-rata hanya sebanyak 12 perusahaan atau hanya sebesar
perusahaan yang memiliki nilai rasio positif dan
mengalami peningkatan pada tahun 2010-2012. Hasil
penelitian ini memberikan bukti bahwa tidak semua
saham yang tidur kinerja perusahaanya buruk (Investor
Daily Indonesia, 20 Februari 2011). Namun, dari jumlah
tersebut menunjukkan bahwa saham tidur mayoritas
tidak mengalami pertumbuhan kinerja perusahaan,
bahkan beberapa diantaranya mengalami penurunan
kinerja perusahaan.
Berdasarkan analisis cross sectional approach
menunjukkan bahwa rata-rata sebanyak 36
perusahaan atau sebesar 55% dari saham tidur
ternyata memiliki kinerja yang lebih baik apabila
dibandingkan dengan perusahaan sejenis yang memiliki
jumlah kapitalisasi relatif sama. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa terdapat perusahaan yang
sahamnya tidur mampu memberikan kinerja yang lebih
baik dibandingkan dengan perusahaan sejenis.
Apabila dianalisis secara combined analysis yaitu menggabungkan analisa time series dan analisa cross sectional approach, maka hasil dari analaisis tersebut menunjukkan rata-rata hanya sebanyak 12 atau
sebesar 18% saham tidur yang memiliki kinerja baik,
yaitu nilai rasio perusahaan mengalami pertumbuhan
yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan
sejenis.
Pada nilai ROA terdapat 11 (17%) perusahaan
yang mengalami pertumbuhan rasio pada tahun
2010-2012, dan memiliki nilai ROA yang lebih tinggi
dibandingkan perusahaan sejenis. Perusahaan tersebut
adalah Supreme Cable Manufacturing Corporation Tbk,
Taisho Pharmaceutical Indonesia Tbk, Delta Djakarta
Tbk, Alakasa Industrindo Tbk, Lion Metal Works Tbk,
Asuransi Bintang Tbk, Maskapai Reasuransi Indonesia
Tbk, Panca Global Securities Tbk, Island Concepts
Indonesia Tbk, Jakarta Setiabudi Internasional Tbk,
dan Central Omega Resources Tbk. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa sebanyak 83% perusahaan
memiliki kinerja yang cenderung buruk, yaitu
perusahaan tidak mampu mengasilkan atau
meningkatkan laba perusahaan dari setiap asset yang
dipergunakan, sehingga perusahaan mengalami
kerugian.
Sedangkan untuk nilai ROE juga terdapat 11
perusahaan (17%) yang mengalami pertumbuhan rasio
pada tahun 2010-2012, dan memiliki nilai ROE yang
lebih tinggi dibandingkan perusahaan sejenis.
Perusahaan tersebut adalah Supreme Cable
Manufacturing Corporation Tbk, Taisho Pharmaceutical
Tbk, Asuransi Bintang Tbk, Maskapai Reasuransi
Indonesia Tbk, Bank Nusantara Parahyangan Tbk,
Bank of India Indonesia Tbk, Island Concepts
Indonesia Tbk, Jakarta Setiabudi Internasional Tbk,
dan Central Omega Resources Tbk. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa sebanyak 83% perusahaan yang
sahamnya tidur memiliki kinerja yang cenderung
buruk, yang dapat diartikan bahwa perusahaan tidak
mampu menghasilkan atau meningkatkan laba dari
setiap modal yang digunakan tiap tahunya.
Pada nilai EPS terdapat 21 (32%) perusahaan
yang mengalami pertumbuhan rasio pada tahun
2010-2012, dan memiliki nilai EPS yang lebih tinggi
dibandingkan perusahaan sejenis. Perusahaan tersebut
adalah Supreme Cable Manufacturing Corporation
Tbk, Ictsi Jasa Prima Tbk, Taisho Pharmaceutical
Indonesia Tbk, Delta Djakarta Tbk, Surya Toto
Indonesia Tbk, Lion Metal Works Tbk, Lionmesh Prima
Tbk, Tembaga Mulia Semanan Tbk, Asuransi Bintang
Tbk, Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk, Bank
Nusantara Parahyangan Tbk, Bank of India Indonesia
Tbk, Trust Finance Indonesia Tbk, Grahamas
Citrawisata Tbk, Island Concepts Indonesia Tbk,
Jakarta Setiabudi Internasional Tbk, Sona Topas
Tourism Industry Tbk, Hero Supermarket Tbk, Fast
Development Tbk, dan Metropolitan Kentjana Tbk. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 68% saham
tidur memiliki kinerja perusahaan yang cenderung
buruk, yang dapat diartikan bahwa tidak mengalami
perningkatan jumlah rupiah yang diperoleh investor
untuk setiap lembar saham, bahkan beberapa
diantaranya memiliki nilai EPS negatif.
Pada nilai PER hanya terdapat lima perusahaan
yang memiliki nilai PER positif dan mengalami
peningkatan pada tahun 2010-2012. Perusahaan
tersebut adalah Ictsi Jasa Prima Tbk, Maskapai
Reasuransi Indonesia Tbk, Dyviacom Intrabumi Tbk,
Pool Advista Indonesia Tbk, dan Indonesia Prima
Property Tbk. Berdasarkan hasil tersebut para investor
memprediksi ketidakmampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba di masa yang akan datang Gitman &
Chad, 2012).
Rata-rata hanya sebanyak 12 atau sebesar 18%
saham tidur yang memiliki kinerja baik (good), menunjukkan bahwa mayoritas saham tidur cenderung
berkinerja stagnan yaitu tidak mengalami pertumbuhan
kinerja, bahkan beberapa perusahaan diantaranya
memiliki kinerja yang buruk yaitu nilai rasio negatif
dan mengalami penurunan kinerja tiap tahunnya. Hal
tersebut sesuai dengan yang diberitakan oleh media
tidur disebabkan tidak adanya minat investor terhadap
saham tersebut, karena kinerja perusahaan dinilai
tidak cukup baik atau buruk dan prospek usahanya