• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP NAZM SEBAGAI MUKJIZAT AL QURAN MENURUT AL BAQILLANI DAN AL JURJANI : KAJIAN KOMPARATIF ANTARA KITAB I'JAZ AL QURAN DAN DALA'IL AL I'JAZ.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KONSEP NAZM SEBAGAI MUKJIZAT AL QURAN MENURUT AL BAQILLANI DAN AL JURJANI : KAJIAN KOMPARATIF ANTARA KITAB I'JAZ AL QURAN DAN DALA'IL AL I'JAZ."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

KONSEP NAZ{M SEBAGAI MUKJIZAT AL-QURAN MENURUT AL-BAQILLA<NI DAN AL-JURJA<NI

(Kajian Komparatif Antara Kitab I’ja>z al-Qura>n dan Dala>’il al-I’ja>z)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi al-Quran dan Ilmu Tafsir

Oleh Agam Royana NIM. F152014170

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAKSI

Naz{m sebagai salah satu mukjizat al-Quran adalah sebuah konsep buah pemikiran dari dua tokoh ilmu al-Quran, yaitu Imam al-Baqilla>ni (403 H) dan al-Jurja>ni (471 H). Dari historisitas kedua tokoh tersebut, melahirkan sebuah pemahaman yang berbeda tentang konsep naz{m. Penulis akan melakukan sebuah analisa komparatif bagaimana kedua tokoh ini memandang naz{m sebagai salah satu aspek kemukjizatan al-Quran. Analisa dilakukan pada karya kedua tokoh ini, yaitu I’ja>z al-Qur’a>n karya imam al-Baqilla>ni dan Dala>’il al-I’ja>z karya al-Jurja>ni. Dari kedua karya agung tersebut, penulis konklusikan bahwa konsep naz{m dalam kemukjizatan al-Quran yang dipahami oleh al-Jurja>ni tidak berhenti pada keindahan dalam pemilihan kata sebagaimana yang dipahami oleh al-Baqilla>ni. Al-Jurja>ni berasumsi bahwa naz{m al-Quran yang diindikasikan sebagai sebuah mukjizat bukan hanya rantaian lafz{ yang bersuara, tetapi kemukjizatannya terdapat pada substansi maknanya. Karena dalam pemahaman beliau, sebuah lafz{ hanyalah sebuah ekspresi implikatif dari makna yang telah terangkai terlebih dahulu di dalam pikiran sang penutur. Dari teori al-Jurja>ni ini, dikonklusikan bahwa lafz{ tersirat dan makna tersurat dalam naz{m al-Quran yang komunikatif, gramatis, logis, inspiratif inilah yang mengandung mukjizat.

(7)

ABSTRACT

Naz{m as the one of miracles of Quran is a concept deriving from thought of two al-Quran science experts, they are Imam al-Baqilla>ni (403 H) and al-Jurja>ni (471 H). Science history of the two experts create a different understanding of Naz{m concept. The researcher will conduct comparative analysis about how the two experts consider Naz{m as an al-Quran's miracle. Analysis will be conducted by comparing the creations of the two experts, that is I’ja>z al-Qur’a>n of al-Baqilla>ni’s and Dala>’il al-I’ja>z of al-Jurja>ni’s. From those two masterpieces, the researcher concludes that naz{m in the Quran's miracle which is apprehended by Jurja>ni is not only about diction like al-Baqilla>ni apprehends. Al-Jurja>ni assumpts that naz{m of al-Quran which is considered as a miracles is not only a chain of voiced lafz{, but also the miracle lies on the meaning substance. Based on his apprehend, a lafz{ is just a implicative expression from the meaning combined in the writer's thought in advance. From the teory of al-Jurja>ni, it can be concluded that implicit lafz{ and explicit meaning in naz{m of al-Quran which is communicative, grammatical, logic, and inspiring is the miracle.

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………. i

PERNYATAAN KEASLIAN ……….. ii

PERSETUJUAN ……….. iii

PERSETUJUAN TIM PENGUJI ………. iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ……….. v

MOTTO ……… vi

ABSTRAKSI BAHASA INDONESIA ………... vii

ABSTRAKSI BAHASA INGGRIS ……… viii

UCAPAN TERIMA KASIH ……….. ix

DAFTAR ISI ……… xi

BAB I : PENDAHULUAN ………. 1

A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Identifikasi Masalah ………. 2

C. Batasan Masalah……… 3

D. Rumusan Masalah ………. 4

E. Tujuan Penelitian……….. 4

F. Kegunaan Penelitian……… 5

G. Kerangka Teoritik ………... 5

H. Kajian Pustaka ………. 6

(9)

1. Jenis Penelitian ……….. 8

2. Metode Penelitian ……….. 9

3. Sumber Penelitian ……….. 9

4. Pengumpulan Data ………. 10

5. Penyajian Data ……… 10

6. Analisa Data ……… 11

J. Sistematika Pembahasan ………... 11

BAB II : BIOGRAFI A. Al-Baqilla>niy ……….. 14

1. Riwayat Hidup al-Baqilla>niy ……… 14

2. Pemikiran, Budaya dan Politik Masa al-Baqilla>niy 15 3. Latar Belakang Keilmuan al-Baqilla>niy ………... 18

4. Pendapat Para Ulama Tentang al-Baqilla>niy …... 21

5. Karya-Karya al-Baqilla>niy ……… 22

6. Kitab I’ja>z al-Qura>n ……….. 22

B. Al-Jurja>ni ...………... 1. Riwayat Hidup al-Jurja>ni ………...… 29

2. Pemikiran, Budaya, dan Politik Masa al-Jurja>ni... 30

3. Latar Belakang Keilmuan al-Jurja>ni …...………... 31

4. Karya-Karya al-Jurja>ni ………...………… 32

(10)

BAB III : LANDASAN TEORI

A. Naz{m ………... 38

1. Pengertian Naz{m ……….. 39

2. Bentuk-Bentuk Naz{m Dalam Bahasa Arab ……. 41

a. Syair ……… 41

b. Nathr ………... 46

B. Mukjizat ……….. 49

a. Arti dan Pengertian Mukjizat ………. 49

b. Syarat Mukjizat ……….. 52

c. Tujuan Mukjizat ………. 53

d. Sejarah I’ja>z al-Qura>n ……… 55

e. Macam-Macam I’ja>z al-Qur’a>n ……… 56

f. Perkara Luar Biasa Yang Bukan Mukjizat …. 61

BAB IV : PEMBAHASAN A. Konsep Naz{m Menurut Pandangan al-Baqilla>ni …. 67 B. Konsep Naz{m Menurut Pandangan al-Jurja>ni ……. 82

BAB V : PENUTUP A. KESIMPULAN ………. 96

(11)

DAFTAR PUSTAKA ………. 98

(12)

Hadis.1 Al-Quran mendefinisikan dirinya sebagai kitab yang benar, menjadi

sebuah cahaya petunjuk bagi mereka yang beriman. Allah berfirman:

Al-Quran juga menjadi pelengkap terhadap kitab dan syariat terdahulu3,

sebagai rentetan mukjizat yang diturunkan oleh Allah kepada para nabiNya.

Berbeda dengan mukjizat para nabi sebelumnya yang hanya bersifat

materialistik saja, al-Quran selain bersifat materialistik juga bersifat rasional,

sempurna, komunikatif, dan bersifat mu’jiz hingga akhir zaman.

Al-Quran diturunkan dengan bahasa arab, maka pada saat

diturunkannya al-Quran masyarakat arablah yang paling paham tentang

keunikan bahasa dan keistimewaan kandungannya. Namun banyak dari mereka

1 Penjelasan hal itu tertulis pada hadis Nabi yang artinya: ‚Aku tinggalkan dua perkara, jika kalian berpegang kepada keduanya, maka kamu tidak akan sesat, hal tersebut adalah Kitabullah (al-Quran) dan Sunnah Rasul (hadis). Lihat Ima>m Ma>lik, Muwatta’, (Mesir: Kita>b al-Shaba>b, t.th.), 560. Lihat Ima>m Ah{mad Ibn H{anbal, Musnad Ah{mad ibn H{anbal, (Beirut: Da>r al-S{adi>r, t.th.), jilid III, 26. Dalam persepsi hadis lain ada juga yang menjelaskan bahwa ajaran pokok Islam hanya al-Quran saja. Hal tersebut bisa dilihat antara lain pada Abu> Da>wu>d, Sunan Abi> Da>wu>d, (Mesir: Mus{t{afa> al-Ba>b al-H{alabi, 1952), jilid I, 442.

2 Tuhan menamakan al-Quran dengan al-Kitab yang di sini berarti yang ditulis, sebagai isyarat bahwa al-Quran diperintahkan untuk ditulis. Lihat Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang: Sumber Ilmu, 1974), 8.

(13)

2

tidak mengakuinya, dan menyatakan bahwa al-Quran adalah syair, sihir dan

sesuatu yang dibuat-buat oleh nabi Muhammad saw.4

Al-Quran membantah apa dituduhkan dengan memberikan tantangan

kepada mereka untuk menyusun satu surat seperti yang terdapat dalam

al-Quran. Namun faktanya tiada satupun yang mampu melakukannya, bahkan

hingga saat ini.5

Dengan berkembangnya zaman, banyak pakar mencoba untuk

berinteraksi dengan al-Quran. Dengan latar belakang keilmuan yang berbeda,

mereka berkomunikasi, memahami serta menguak segala aspek yang ada di

dalamnya. Memperkaya khazanah ilmu umat Islam dalam bidang tafsir dan

ilmu al-Quran.

Zaman melahirkan Imam al-Baqilla>ni dan imam al-Jurja>ni, seorang

pakar ilmu linguistika al-Quran. Sosok yang berhasil menggunakan tata bahasa

terutama dalam konsep naz{m sebagai pisau analisa untuk memahami

aspek-aspek kemukjizatan al-Quran. Pendekatan ini yang menggugah penulis untuk

melakukan sebuah analisa tentang bagaimana konsep naz{m dalam perspektif

al-Baqilla>ni dan al-Jurja>ni yang memandang naz{m sebagai salah satu aspek

mukjizat al-Quran.

B. Identifikasi Masalah

Para pakar ilmu al-Quran memahami bahwa sebuah mukjizat harus

menunjukkan indikator ketidaksanggupan manusia untuk membuat

4 QS. al-Anfa>l; 31, Lihat Dep. Agama RI…, 439.

(14)

3

tandingannya. Salah satunya adalah tentang berita dan kisah gaib baik yang

menceritakan dimasa lalu maupun datang.6

Selain kisah gaib, aspek kemukjizatan al-Quran juga mencakup segi

kebahasaannya. Karena bahasa merupakan instrumen sederhana untuk sebuah

komunikasi yang sehat, baik dan benar. Maka al-Quran sebagai mukjizat

pedoman kehidupan manusia, haruslah memiliki bahasa yang ideal, sempurna

kepada semua manusia yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda.

Namun terdapat dua pandangan yang berbeda dalam menyikapi aspek bahasa

ini. Dimana satu pandangan memasukkan aspek tersebut sebagai mukjizat

al-Quran, dan yang lainnya tidak. Dengan argumentasi masing-masing, mencoba

untuk mengeksplorasi sisi bahasa sebagai mukjizat yang sesungguhnya dalam

al-Quran.

Dari karya dari kedua tokoh ini, yaitu I’ja>z al-Qur’a>n karya imam al-Baqilla>ni dan Dala>’il al-I’ja>z karya imam al-Jurja>ni, telah mengupas habis bagaimana stillistika bahasa dalam al-Quran.

C. Batasan Masalah

Dengan latar belakang dan identifikasi masalah, penulis akan

memberikan beberapa batasan masalah agar penulisan lebih terfokus.

Berangkat dari berbagai aspek kemukjizatan al-Quran, naz{m merupakan salah

satunya. Dengan dipelopori oleh golongan al-Ash’ariyah oleh imam al-Baqilla>ni, kemudian diperkuat dengan pandangan imam al-Jurja>ni. Walaupun

(15)

4

dengan latar belakang pemahaman teologis yang sama, namun kedua tokoh ini

memiliki pandangan yang berbeda tentang naz{m.

Dalam penelitian ini, penulis menganalisa bagaimana pandangan kedua

tokoh ini dalam memahami naz{m sebagai salah satu mukjizat al-Quran secara

objektif. Walau hal itu tidak akan terlepas dari keberpihakan kedua tokoh

kepada golongan al-Ash’ariyah, mengingat pemahaman beliau sedikit banyak

telah diwarnai oleh pandangan golongan tersebut.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah,

penulis merumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan ini.

Agar penulisan ini lebih terarah dan tidak keluar dari tema. Rumusan masalah

dalam penulisan ini adalah:

1. Bagaimana konsep naz{m sebagai mukjizat Quran menurut imam

al-Baqilla>ni.

2. Bagaimana konsep naz{m sebagai mukjizat Quran menurut imam

al-Jurja>ni.

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang masalah dan rumusan masalah, penulisan

ini bertujuan:

1. Mengetahui secara konseptual bagaimana pemahaman imam

(16)

5

2. Memahami secara detail mengapa aspek stilistika bahasa merupakan

salah satu aspek kemukjizatan al-Quran.

F. Kegunaan Penelitian

Merujuk kepada tujuan penelitian, penulis berharap penulisan ini

memiliki beberapa kegunaan sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis:

a. Menambah wawasan dalam khazanah keilmuan islam terutama yang

berkaitan dengan mukjizat al-Quran.

b. Menambah skill dan ketrampilan akademik bagi penulis dalam bidang

penelitian.

c. Memberikan informasi dan wawasan bagi para pembaca tentang

konsep naz{m sebagai mukjizat al-Quran, menurut imam al-Baqilla>ni

dan al-Jurja>ni.

2. Kegunaan Praktis:

Dengan penelitian ini, diharapkan hasil penelitian bisa menjadi salah

acuan pendukung secara akademis dalam memahami kemukjizatan

al-Quran terutama dalam aspek stilistika dan struktur bahasanya.

G. Kerangka Teoretik

Untuk membantu memecahkan permasalahan yang hendak diteliti,

maka dibuatlah kerangka teori. Digunakan juga untuk memperlihatkan kriteria

yang dijadikan dasar untuk membuktikan sesuatu.7

(17)

6

Terdapat beberapa langkah yang diambil untuk memperolah maksud

atau tujuan dari penelitian sebagai kerangka teoretik, yaitu:

1. Mengetahui biografi imam al-Baqilla>ni dan al-Jurja<niy.

Langkah awal ini diambil, untuk mengetahui siapakah sosok al-Baqilla>ni

dan al-Jurja>ni. Baik latar belakang kehidupannya, kultur pendidikan

maupun kultur masyarakat yang telah membentuk kepribadian kedua imam

ini.

2. Konsep naz{m, sebagai akar implikasi pandangan al-Baqilla>ni dan al-Jurja>ni

tentang konsep naz{m sebagai aspek mukjizat al-Quran.

3. Arti mukjizat al-Quran dan aspek kemujizatannya. Hal ini perlu

dikemukakan untuk mengetahui bagaimana deskripsi yang konseptual

tentang makna mukjizat.

4. Langkah penulis selanjutnya adalah mengeksplorasikan tentang bagaimana

dan mengapa kedua tokoh ini memasukkan aspek tata bahasa dan

kalimatnya kedalam aspek mukjizat al-Quran.

H. Kajian Pustaka

Pertama, komparasi konsep naz{m antara al-Baqilla>ni dan al-Jurja>ni ini

dipilih karena belum ada yang menganalisa hal tersebut sebagai tema tesisnya.

Kedua, berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan pada

http://ern.pendis.depag.go.id/cfm/index.cfm?fuseaction=TesisDisertasi1&Hal

=2&Start=4126, sebuah web dari Pendis Depag electronic Research Network

(18)

7

(PTAI) seluruh Indonesia yang berjumlah 4134, tema ini belum pernah

diajukan sebagai sebuah tesis.

Ketiga, kajian pemikiran tentang imam al-Baqilla>ni memang pernah

diangkat oleh beberapa objek penelitian dalam sebuah karya ilmiah baik dalam

bentuk artikel, skripsi maupun tesis. Berikut karya-karya tulis tersebut:

1. Pemikiran I’ja>z al-Quran menurut al-Baqilla>ni (Analisis Sosio Historis)

Tesis ini dilakukan oleh Sdr. Fathul Majid salah satu mahasiswa

pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yang dipublikasikan

pada tanggal 15 Agustus 2012. Pada penelitian yang dilakukannya,

peneliti memfokuskan pada beberapa hal sebagai objek formalnya,

yaitu:

Pertama, bagaimana konsep mukjizat dalam al-Quran. Kedua,

bagaimana peta pemikiran yang terjadi pada zaman al-Baqillani hidup.

Ketiga, apa implikasi dari pemikiran al-Baqillani terhadap

perkembangan ilmu ‘Ulu>m al-Qur’a>n.

2. Teologi Asy’ariyah Implikasi dan Konsekuensinya: al-Baqillani, al-Juwaini,

al-Ghazali. Ini adalah judul penelitian yang dilakukan oleh Sdr. Muslih

Fuadie dan Sdr. Bisri, mahasiswa Strata 1 IAIN Surabaya yang

dipublikasikan sebagai skripsi pada tahun 2000.

Obyek formal pada penelitian ini lebih kepada pandangan teologi

al-Ash‘ariyah.

3. Pemikiran Teologi al-Baqillani. Adalah sebuah artikel yang ditulis oleh

Sdri. Elfi Yuliani Rochmah yang tercatat di IAIN Sunan Ampel

(19)

8

penelitiannya, peneliti menitik beratkan kepada pemahaman

al-Ash’ariyah yang mendominasi pemikiran teologis al-Baqilla>ni.

4. Pemikiran Kalam al-Baqillani: Studi Tentang Persamaan dan

Perbedaannya Dengan Asy’ari. Adalah sebuah skripsi yang dilakukan oleh Ilhamudin dan Faraz umayah, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta yang telah dibukukan dan dicetak oleh PT. Tiara Kencana

Yogyakarta pada tahun 1997. Obyek formal dari penelitian ini terfokus

pada pandangan teologi beliau sebagai tokoh representatif pemahaman

al-Ash’ariyah.

Dalam beberapa kajian pustaka yang disebutkan, penulis belum

menemukan sebuah penelitian ilmiah bersifat komparatif yang menjadikan

naz{m sebagai aspek mukjizat al-Quran sebagai obyek penelitian formal. Penulis

menemukan bahwa obyek penelitian ini merupakan sesuatu yang baru, bukan

merupakan sebuah plagiatisme dalam penelitiannya.

I. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat kajian pustaka atau yang disebut dengan library

research. Dengan cara pengumpulan data suatu masalah melalui kajian

literatur yang berkaitan dengan pembahasan. Penelitian ini bersifat

deskriptif eksploratif, yang mengeksplorasi beberapa literatur buku dari

(20)

9

2. Metode Penelitian

Merujuk pada metode penafsiran Nashruddin Baidan dalam bukunya

‚Metode Penafsiran al-Qur’an‛, metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode muqa>rin (studi perbandingan/ komparatif) dalam

khazanah keilmuan al-Quran.8 Maka langkah-langkah yang digunakan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Menyajikan biografi kedua tokoh dalam penelitian ini. Meliputi

sejarah kehidupan beliau, latar belakang pendidikan, serta

kecenderungan pemikiran dan kondisi sosial politik ketika tokoh

tersebut.

b. Menyajikan deskripsi naz{m secara konsep keilmuan.

c. Melakukan analisa tentang bagaimana pandangan kedua tokoh tentang

tema ‚konsep naz{m sebagai aspek mukjizat al-Quran.

d. Melakukan analisa komparasi antara kedua pandangan tokoh tentang

tema penelitian, beserta kesimpulannya.

3. Sumber Penelitian

a. Sumber Primer

8 Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Quran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 72-73. Lihat juga Abu> al-H{ay al-Farma>wi, Bida>yah fi> Tafsi>r Mawd{u>’i, (Mesir: al-Maktabah al-Jumhu>riyah, 1977), 39. Untuk metode ini sendiri terdapat beberapa cara yang bisa ditempuh:

a. Membandingan ayat al-Quran dengan ayat yang lainnya.

b. Membandingkan penafsiran ayat al-Quran berdasarkan penulisan oleh interpretator.

(21)

10

Berkenaan dengan tema dan pembahasan penelitian ini, penulis

menjadikan dua kitab agung kedua tokoh ini sebagai sumber primer.

Yaitu kitab ‚I’ja>z al-Qur’a>n‛ karya Imam al-Baqilla>ni, dan kitab

‚Dala>’il al-I’ja>z‛ karya Imam al-Jurja>ni.

b. Sumber Sekunder

Sebagai buku pendukung dalam penelitian ini, buku-buku literatur

yang relevan dengan pembahasan. Seperti al-Madza>hib wa al-Furu>q fi>

al-‘A<lam al-Isla>mi cetakan Majma’ al-Buh{u>th al-Isla>miyah (Kairo), al-Baya>n, al-Ma’a>ni fi al-Bala>gah, Mawa>hib al-Rah{ma>n fi> ‘Ulu>m al -Qur’a>n dan Fath{ al-Rah{ma>n cetakan al-Azhar dan kitab-kitab sejarah,

teologi pemikiran Islam, dan sumber-sumber lain yang relevan. Baik

dari media cetak maupun elektronik yang menunjang pembahasan

penelitian.

4. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

dokumentasi. Dengan merujuk kepada data primer dan sekunder kemudian

dikomparasikan, dibantu dengan data-data relevan yang menunjang

penelitian ini.

5. Penyajian Data

Dalam penyajian data primer, khususnya penulisan ayat al-Quran akan

disajikan dalam bentuk aslinya yaitu bahasa arab untuk kemudian

(22)

11

bentuk terjemahan bahasa Indonesia yang dikutip dari sumber primer

langsung. Sedangkan data sekunder jika dianggap perlu maka akan

disajikan dalam bentuk bahasa arab, namun jika tidak maka akan disajikan

dengan bahasa Indonesia. Selain itu akan disajikan secara deskriptif dalam

bentuk narasi.

6. Analisa Data

Penelitian ini akan dilakukan dengan cara deskriptif analisis kemudian

disimpulkan (deduktif). Bermula dari teori umum tentang naz{m dalam

perspektif mukjizat al-Quran, kemudian dikomparasikan dan dianalisa

untuk mendapat memperoleh kesimpulan terkait penelitian yang

dimaksud.

J. Sistematika Pembahasan

Dalam penyusunan penelitian ini, sistematika pembahasan yang

digunakan adalah:

Bab satu, pendahuluan. Bab ini meliputi: latar belakang masalah,

identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

kegunaan penelitian, kerangka teoritik, kajian pustaka, dan metode penelitian.

Bab dua, biografi. Bab ini terdiri dari beberapa bagian: Biografi Imam

al-Baqilla>ni dan Imam al-Jurja>ni, meliputi juga bagaimana keadaan sosial dan

budaya masyarakat saat itu, dan pendapat para ulama tentang beliau berdua

(23)

12

Bab tiga, meliputi deskripsi dari naz{m, dan sejarah perkembangannya

sebagai sebuah disiplin ilmu. Dalam bab ini juga meliputi deskripsi secara

konseptual tentang mukjizat. Termasuk juga bagaimana pandangan

al-Baqilla>ni dan al-Jurja>ni tentang mukjizat al-Quran.

Bab empat, meliputi analisa komparatif tentang naz{m sebagai salah

satu aspek mukjizat al-Quran dan komparasi pandangan antara kedua tokoh ini.

Bab lima, penutup. Bab ini berisikan kesimpulan dari uraian-uraian

(24)

14

BAB II

BIOGRAFI

Setelah memahami bagaimana pengertian naz{m dan mukjizat, langkah

selanjutnya dalam penelitian ini adalah biografi kedua tokoh yang dijadikan

sebagai objek dalam penelitian ini. Bagaimana sejarah beliau dalam hal

kepribadian, latar belakang akademik hingga aspek-aspek yang sekiranya

mewarnai pemikiran beliau.

A. Al-Baqilla>ni

1. Riwayat Hidup al-Baqilla>ni

Nama asli Baqilla>ni adalah Qa>d{i Abu> Bakr Muh{ammad Ibn

al-T{ayyib Ibn Muh{ammad Ibn Ja’far Ibn Qa>s{im Abu> Bakar Bas{ri

al-Baqilla>ni. Lahir di Basrah tetapi tidak ada keterangan yang jelas mengenai

tanggal dan tahun kelahirannya. Ada pendapat yang mengatakan bahwa beliau

lahir pada tahun 338 H, ada pula pendapat lain yang mengatakan beliau lahir

pada tahun 341 H. Namun berangkat dari kelahiran beliau terjadi pada

pemerintahan al-Buwayhi (w. 372 H), maka ia diperkirakan lahir pada paruh

kedua abad ke empat Hijriah.9 Untuk julukan al-Baqilla>ni sendiri, dalam hal ini

Ibn Khalqa>n mengatakan ‚Ini adalah nisbah kepada al-Baqilla> dan seputarnya.

Al-Baqilla memiliki dua cara pengucapan; dengan Tashdi>d al-La>m dan alif

yang pendek (al-Baqilla), atau tanpa Tashdi>d al-La>m dan memanjangkan alif

(al-Baqila>). Namun nisbah ini dianggap tidak relevan karena tambahan huruf

(25)

15

nun di akhirnya. Hal itu sama dengan nisbah kepada S{an’a yaitu S{an’a>ni, atau

kepada Bah{ra’ yaitu Bah{ra>ni.10

Beliau menghabiskan masa remajanya di Basrah. Sebelum akhirnya

beliau hijrah menuju Baghdad dan menghabiskan sisa hidupnya disana.

Memiliki kecenderungan dalam ilmu Kala>m, hal ini merupakan implikasi

reaktif beliau terhadap kegelisahan ketika melihat banyaknya orang-orang

mulh{idi>n di Iraq pada awal abad ke-4 Hijriyah.

2. Pemikiran, Budaya dan Politik Masa al-Baqilla>ni

Al-Baqilla>ni hidup di masa Bani Buwayhi yang berasal dari suku

Daylam, sebuah suku bangsa pegunungan yang garang dari daerah sebelah

barat daya laut Kaspia. Sejak pemerintahan ‘Umar ibn al-Khat{t{a>b daerah

tersebut sudah dimasuki islam.11‘Ali, al-H{asan dan Ah{mad merupakan tiga bersaudara yang telah meletakkan dasar bagi bagi dinasti bani Buwayhi yang

saat itu ‘Addu Dawlah diangkat sebagai hakim tertinggi.12

Pemerintahan 'Ad}du al-Daulah dipimpin oleh Abu> Syuja’ Alep Arsala>n

(1029-1072 M). Nama ini diambil dari kepiawaian sebagai seorang tentara

perang dan kemenangan yang diperoleh dari peperangan yang ia jalani.

Diantara peperangan yang pernah ia menangkan adalah ketika melawan tentara

Romawi. Sebelum diangkat sebagai seorang raja menggantikan ayahnya,

Da>wu>d (1059 M), ia menjadi hakim di tanah Khura>sa>n.13

10 Ibn Khalqa>n, Tabyi>n Kizbi al-Muftari, (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Arabi, 1997), 217-218. 11 Lihat Ilhamuddin, Pemikiran…, 23.

12 Jala>l Muh{ammad Mu>sa>, Nash'ah al-’Asy'ariyah wa Tat}awwuriha>, (Beirut: Da>r al-Kutub, 1975), 319.

(26)

16

Abad ke-3 H/ 900 M sampai abad ke-5 H/ 1100 M merupakan masa

keemasan bagi perkembangan sejarah umat Islam. Kekuasaan yang dipegang

oleh Dinasti Buwayhiyah tercatat sebagai penguasa yang menjunjung tinggi

ilmu pengetahuan. Pada masa tersebut, lahirlah para ilmuwan-ilmuwan

kenamaan yang mampu mewarnai perkembangan umat Islam. Kegemilangan

masa itu ditandai oleh munculnya para filosof kesusastraan atau sastrawan

yang berfilsafat yang selalu intens menyuarakan humanistik.14

Pada abad tersebut, telah dipandang oleh Adam Mez dan Joel. L.

Kraemer sebagai jaman Renaissans Islam. Dipelopori oleh para elit kebudayaan

yang berjuang secara sadar untuk mengembalikan warisan ilmu pengetahuan

dan filsafat Yunani kuno. Diawali dengan penerjemahan terhadap ratusan

karya-ilmiah Yunani-Romawi ke bahasa Arab oleh H{unayn Ibn Isha>q,

penerjemah Kristen Nestorian, Yuhanna ibn Haylan dan sebagainya. Yang

bertempat di Baghdad dan Iran sebagai pusat peradaban Islam dengan beragam

istana, pejabat dan penguasa yang sangat peduli terhadap khasanah keilmuan.

Tak heran jika pada saat itu di dunia Islam muncul para filosuf Muslim

terkemuka sekelas al-Kindi (W. 355 H), Ibn Rushd (W. 595 H), Ibn Si>na>’ (W.

428 H), al-Fara>bi, al-Ami>ri, al-Sijista>ni (W. 248 H), Miskawayh, dan

sebagainya.15

Dinasti Buwayhiyah sendiri muncul menjadi pemegang kekuasaan di

Irak dan Iran Barat. Didahului oleh adanya perpecahan di dalam kerajaan

Abbasiyah tepatnya disaat terjadi perselisihan masyarakat Baghdad dan

14 Masykur Abdillah, Abu Hayyan; Tokoh Kontroversial Klasik, Feb 2008. http//masykurabdillah.com.htm (17 Desember 2015), 06:05.

(27)

17

kendali kekuasaan khalifah pada tahun 324 H/ 935 M. yang pada saat itu

terjadi disintegrasi di kerajaan-kerajaan Islam.

Sebagai seorang pemikir humanis, 'Ad}du al-Dawlah memiliki cita-cita

dan tujuan yang sama yaitu mewujudkan dan menghidupkan kembali warisan

filsafat Yunani-Romawi kuno sebagai pembentukan pikiran dan karakter.

Dimana humanisme yang mereka kembangkan merupakan lanjutan dari masa

helenisme dan Yunani-Romawi kuno dengan ciri mengadopsi filsafat klasik,

konsepsi persamaan dan persaudaraan sesama manusia, dan cinta kasih sesama

umat manusia. Hal ini tidak jauh berbeda denngan humanisme yang

dikembangkan pada masa Renaisans Eropa (Italia) dimana para sastrawan

Italia itu mengembangkan humanisme yang ada pada masa Yunani Romawi

terutama merujuk pada humanismenya plato, Aristoteles dan Madzhab Stoa.

Karakteristik dinasti Buwayhiyah dibawah kepemimpinan 'Addu

al-Dawlah adalah kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Dengan menganut

dan mengembangkan konsep humanisme yang sangat menghargai pluralitas

dan bersifat sangat kosmopolitan. Dimana penekanan atas nilai dan martabat

manusia, penghargaan yang tinggi atas individu, sebagai ekspresi perasaan,

pengalaman, pemikiran seseorang mengedepankan kosmopolitanisme menjadi

ciri perilaku masyarakat Bag}hdad dan Iran pada saat itu. Yang tentunya

memiliki implikasi filosofis yang besar dalam kehidupan manusia.16

(28)

18

3. Latar Belakang Keilmuan al-Baqilla>ni

Ibnu ‘Asa>kir menjelaskan, bahwa Abu> al-Qa>s{im Ibn Burha>n al-Nawawi memandang al-Baqilla>ni sebagai pemuka Ash’ariyah yang paling utama di masanya. 17 Bagus pemikirannya, luas wawasan dan tangkas di dalam

memberikan penjelasan. Setelah seorang mendengar penjelasannya, tidak perlu

lagi mendengar keterangan orang lain. Selain itu ia juga terkenal sebagai

pemuka ‘Ash’ariyah yang mampu membungkam lawan-lawannya.

Untuk kepribadian al-Baqilla>ni18 sendiri, selain dikenal sebagai pakar

dalam ilmu kalam, beliau adalah seorang pengajar dari madzhab Maliki yang

memiliki banyak murid.19 Diantaranya adalah Abu> Muh{ammad ‘Abd al-Wahha>b Ibn Nas{r al-Ma>liki, ‘Ali Ibn Muh{ammad al-H{arbi, Abu> Ja’far al -Samma>ni, Abu> ‘Abd Allah al-‘Azdi, Abu> Dzar al-Harawi, dan Abu ‘Imra>n al-Fa>si. Juga Abu> T{a>hir al-Baghda>di, bersama Abu> ‘Abd Allah al-‘Azdi hijrah menuju Maroko (al-Qayrwa>n) dan mengamalkan ilmunya disana.

Namun, kelebihan keilmuan yang dimiliki al-Baqilla>ni juga menjadi

‘rebutan’ para pengikut Syafi’i dan pengikut Ah{mad Ibn H{anbal. Beliau pernah

17 Imam Abu> H{asan al-Ash’ari (270-330H) mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang berkutat dalam bidang ilmu Kala>m, meneruskan pengajarnya terdahulu yaitu al-Jaba>’iy, seorang penganut paham Mu’tazilah. Dan imam al-Baqilla>ni adalah salah satu murid yang terkenal dari sekian banyak muridnya. Dalam pemahaman al-Ash’ariy terdapat 3 golongan, yaitu: pertama para penganut pemahaman Muktazilah yang tidak mengakui akan adanya sifat bagi Allah swt. Kedua pengikut Muh{ammad Ibn Kila>b yang terkenal dengan nama Kila>bi, yang mengakui 7 sifat Allah. Ketiga golongan yang kembali kepada pemahaman salafiyah (Ja>h{idz Zakariyya> al-Sa>ji), salah satu pengikut Imam Ah{mad Ibn H{anbal yang mengakui semua sifat Allah swt. Lihat Maj’ma al-Buh{u>th al-Isla>miyyah, al-Furu>q wa al-Madza>hib al-Isla>miyah, (Cairo: al-Azhar li al-T{iba>’ah wa al-Nashr, 1997), 322.

18 Masa kehidupan al-Baqilla>ni merupakan masa kecemerlangan Muktazilah meski tidak secemerlang pada masa pemerintahan al Ma’mu>n. Pertentangan antar golongan pun tidak setajam ketika ketika itu. Hal ini dapat dilihat, ketika itu, hubungan muktazilah dengan kaum Syiah cukup baik. Hubungan tersebut membawa muktazilah memperoleh kekuatan besar yang memperoleh naungan dari pemerintahan Buwayhi. Bahkan, sebagian pendapat mengatakan bahwa muktazilah sesuai dengan faham syiah ketika itu. Pada saat itu juga , mereka dapat menyampaikan ajarannya secara terang-terangan di hadapan lawan-lawannya. Lihat Ilhamuddin, Pemikiran Kalam Al-Baqillani: Studi..., 16.

(29)

19

menjadi komandan pasukan dalam pertempuran yang berlaku antara Dinasti

Abbasiyah dan Dinasti Fatimiyah.20

Disamping itu juga, ia memiliki banyak karya tulis. Tulisan-tulisannya

yang tajam mempunyai pengaruh yang amat besar khususnya dalam

membongkar kekeliruan kaum Fatimid dan menghancurkan kekuatan mereka.

Al-Baqilla>ni belajar kepada Abu> Muja>hid, Abu> Bakr al-Abha>ri, Ibn Abi> Zayd

dan lain-lain.

Sebagai ulama yang produktif, setiap harinya beliau menulis 35 lembar

dan kemudian dikumpulkannya menjadi sebuah buku. Pemikirannya yang telah

tertulisan dalam lembaran tersebut, dibagikan setiap ba’da subuh untuk dibaca

oleh jamaah.

Al-Baqilla>ni tidak lepas dari pemahaman Ash’ariyah. Metode

Ash‘ariyah yang moderat ketika itu, mengalami pergeseran mendekati metode

Muktazilah. Sehingga metode rasional terasa lebih dominan. Menurut Jala>l

Mu>sa>, adanya pergeseran ini disebabkan adanya sikap berlebihan dari sebagian

tokoh salaf yang dengan ketat berpegang kepada teks wahyu secara harfiyah,

sehingga dianggap berbahaya bagi akidah Islam. Pergeseran ini dimulai sejak

al-Baqilla>ni (w. 401 H), yang dianggap sebagai tokoh Ash‘ariy kedua.

Beliau sering terlibat diskusi dan perdebatan dengan pihak Muktazilah

dan kalangan pendeta Kristen yang banyak menggunakan metode rasional.

Namun mereka menyerap hasil pemikiran filsafat Yunani dan menjadikannya

sebagai dasar-dasar argumentasi rasional dalam masalah akidah. Bahkan

mewajibkan iman kepada dasar-dasar tersebut. Di antara dasar-dasar itu ialah:

(30)

20

bahwa alam terdiri atas aksiden; aksiden tidak mampu bertahan sampai dua

detik dan sebagainya. Al-Baqilla>ni mampu mempecundangi mereka dengan

rasionalitas, meskipun demikian beliau sama sekali tidak melupakan metode

tekstual.

Al-Baqilla>ni yang hidup pada masa itu memiliki banyak keuntungan.

Selain sebagai hakim, dengan kemampuannya tersebut dia didukung dengan

lingkungan yang memiliki pengetahuan yang baik dalam sosio-kultural dan

kestabilitas politik. Sehingga beliau mampu berperan secara maksimal dalam

keputusan hukum dan melejitkan pemikiran intelektual yang religius.

Sebagai ahli bidang logika, dalam kitab Tamhi>d (Pendahuluan)

al-Baqilla>ni sama sekali tidak memasukkan argumen tekstual, sehingga murni

merupakan pemikiran yang bersifat rasional. Tetapi dalam kitabnya yang lain,

al-Ins{a>f, dia mempergunakan argumen rasional dan tekstual secara bersamaan

dalam setiap masalah. Hal ini dapat dirasakan oleh penulis bahwa beliau

memiliki wawasan yang sangat luas tentang tata bahasa. Digambarkan dari

penggunaan kedua metode bahasa yang saling kontradiksi dalam dua karya

beliau ini.21

Meskipun al-Baqilla>ni telah membawa metode Ash’ariyah kepada

rasionalitas yang lebih tinggi. Namun menurut ‘Abd al-Rah{ma>n Badawi, dia

masih awam mengenai logika Aristoteles, karena dalam argumen-argumennya

belum ditemukan terminologi logika tersebut. Badawi menilai al-Baqilla>ni

hanya mempergunakan logika yang digunakan di kalangan ulama Us{u>l al-Fiqh,

seperti tentang analogi (Qiya>s) yang diterapkan dalam akidah.

(31)

21

4. Pendapat Para Ulama Tentang al-Baqilla>ni

Shaykh Abu> al-Fad{l al-Tami>mi (w. 410 H), ulama terkemuka dan

pemimpin madzhab Hambali pada masa itu, berseru di samping jenazahnya:

"Orang ini adalah pembela al-Sunnah dan agama, serta mujahid dalam

penegakan syariah. Dia telah menulis 70.000 lembar buku sepanjang

hidupnya". Ibn Taymiyah dalam hal ini mengutarakan bahwa al-Baqilla>ni

adalah seorang mutakallim (theologian) yang paling utama dalam aliran

al-Asha>’irah. Beliau memberikan pandangannya tentang al-Baqilla>ni dengan

berkata:

‚Lihatlah kepada sebuah gunung yang orang-orang berjalan menujunya. Pandanglah kepada sebuah kuburan yang ada di atas tanah yang gersang. Lihatlah kepada pedang Islam yang bersarung. Pandanglah kepada mutiara Islam yang berada di rumah

kerangnya‛.22

Ibn Kathi>r juga pernah menyebut tentangnya, dan mengatakan ‚

al-Baqilla>ni tidak akan tidur sebelum dapat menulis 20 lembar setiap harinya. Ini

dilakukannya setiap malam sepanjang hidupnya‛.

Al-Baqilla>ni wafat pada hari sabtu, tanggal 27 Z{u> al-Qa’dah 403

Hijriyah, bertepatan dengan tanggal 6 Juni 1031 Masehi. Ia dikebumikan di

daerah Majusi. Kemudian dipindah ke pemakaman korban perang. Al-Dzahabi

berkata, ‚(Pemakaman) jenazahnya banyak dihadiri orang. Beliau yang

menunjukkan keburukan pandangan Muktazilah, Ra>fid{ah dan Musyabbihah.

Mayoritas kaidah beliau sesuai dengan Sunnah.

(32)

22

Ini adalah indikasi nyata bahwa Imam al-Baqilla>ni memiliki tempat

yang agung dalam ilmu pada zamannya. Banyak corak pemikiran yang telah

ditanamkan oleh beliau sebagai seorang ulama pada zamannya hingga

sekarang.

5. Karya-Karya al-Baqilla>ni

Ilhamudin, dikutip dari Zuhdi Jar, dalam bukunya al-Mu’tazilah

mengatakan bahwa diantara karya al-Baqilla>ni yang bisa ditemukan sekarang

antara lain: I’ja>z al-Qur’a>n, kitab karya beliau yang paling agung. Sudah

dicetak dan tersebar luas di kalangan akademisi teologis dan bahasa arab.

Al-Tamhi>d fi al-Rad ‘Ala al-Mulh{idah wa al-Mu’att{{ilah wa al-Khawa>rij wa

al-Mu’tazilah: adalah sanggahan-sanggahan beliau kepada golongan-golongan

teologi yang dirasa memiliki tendensi yang salah terhadap pemikirannya. Buku

ini sudah dicetak dan tersebar luas. Al-Iba>nah fi> Ibt{a>l Madzhab Ahli al-Kufri

wa al-D{ala>l. Risa>lah al-H{urrah: ini adalah kumpulan tulisan beliau yang

disebarkan kepada kalangan awam ketika itu, dibagikan olehnya sendiri setiap

selesai shalat subuh. Banyak dari karya tulis ilmiah beliau yang sudah dicetak

umum hingga sekarang. Diantaranya al-Baya>n Bayna al-Mu’jiza>h wa al -Kara>mah wa H{iya>l wa Kaha>nah wa Sih{r, Hida>yah, Baya>n,

al-Mana>qib al-Aimma>t, dan al-Ins{a>f dan lainnya.

6. Kitab I’ja>z al-Qur’a>n

Al-Baqilla>ni menuliskan buah pemikirannya yang agung dalam sebuah

(33)

23

yang tidak baik dari golongan Mulh{idi>n dan Khawa>rij. Sebagai h{ujjah yang

membenarkan risalah nabi Muhammad saw, terutama dari golongan muktazilah

yang memandang bahwa kemukjizatan al-Quran terletak pada S{arfah.

Dalam kitabnya ini, al-Baqilla>ni menorehkan prinsipnya bahwa

mengupas kemukjizatan al-Quran harus lebih diprioritaskan dari mempelajari

bahasa arab. Bahkan harus lebih diutamakan dari menyibukkan diri dengan

ilmu kalam.23 Maka dengan landasan inilah, al-Baqilla>ni menuliskan I’ja>z al-Qura>n. Selain sebagai panggilan jiwanya dalam melakukan eksplorasi dan

konfirmasi akan kemukjizatan al-Quran dari aspek linguistiknya, juga sebagai

sebuah respon dari maraknya pemikiran muktazilah yang melenceng dari nilai

ketauhidan.

Sebagai contoh, ketika golongan Muktazilah memandang bahwa segala

pengetahuan dapat diperoleh dengan perantara akal, dan kewajiban-kewajiban

dapat diketahui melalui akal. Dengan demikian, berterima kasih kepada tuhan

sebelum datangnya wahyu adalah wajib. Baik dan jahat wajib diwajib

diketahui melaui akal dan demikian pula mengerjakan yang baik dan menjahui

yang jahat adalah wajib.24

Menurut al-Shahrasta>ni, kaum Muktazilah berpendapat bahwa

kewajiban mengetahui dan berterima kasih kepada tuhan dan kewajiban

mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk dapat diketahui oleh akal.

Sudah barang tentu bahwa sesuatu yang wajib, harus diketahui bagaimana

hakikat itu sendiri. Tegasnya, sebelum mengetahui kewajiban berterima kasih

23 Abu> Bakr al-Baqilla>ni, I’ja>z al-Qura>n Tah{qi>q Ah{mad S{aqr, (Kairo: Da>r al-Ma’a>rif, 1989), 3-4.

(34)

24

kepada Tuhan dan kewajiban berbuat baik dan menjahui yang jahat, orang

harus terlebih dahulu mengetahui Tuhan dan mengetahui baik dan buruk.

Sementara kaum Ash’ariyah berpendapat bahwa akal manusia tidak dapat mengetahui kewajiban sebelum turunnya wahyu. Semua kewajiban

menurutnya ialah berdasarkan wahyu. Akal tidak dapat menetapkan kebaikan

dan keburukan. Demikian pula mengenai pemberian pahala atau siksa harus

didasarkan pada wahyu, bukan akal. Demikian pula mengenai kewajiban

bersyukur atas nikmat Allah. Al-Ash’ariyah berpandangan bahwa kewajiban beriman bagi seseorang baru datang mana kala telah sempurna akalnya.25

Dalam hal ini, al-Baqilla>ni menolak pandangan muktazilah yang

mengatakan bahwa segala yang baik dan buruk dapat diketahui oleh akal.

Menurut al-Baqilla>ni, yang menentukan baik dan buruk adalah wahyu. Ia

memberikan alasan bahwa orang yang berakal tidak pernah sependapat dalam

menentukan baik dan buruk. Dengan demikian kalau akal dijadikan tolak ukur

dalam menentukan baik dan buruk maka tidak akan ada keseragamaan

mengenai baik itu sendiri.

Selanjutnya dalam kitabnya, al-Baqilla>ni berpendapat bahwa jika ingin

mengetahui bagaimana mukjizat al-Quran dalam aspek kebahasaannya, maka

haruslah memahami bagaimana aspek-aspek dalam bahasa arab secara

komprehensif. Bahasa arab dengan segala literaturnya baik dari segi kekayaan

kosakata maupun keindahan kalimatnya.

(35)

25

Ia juga harus bisa membedakan antara komunikasi lisan, tulisan prosa

dan syair. Sehingga dia bisa mengetahui manakah ungkapan yang fasi>h{ atau

bukan, dan mana syair yang baik atau buruk.26

Dalam hal ini, imam al-Baqilla>ni tetap tidak menyetujui adanya syair

ataupun wazn syair dalam al-Quran. Walaupun banyak ahli bahasa yang

mengatakan bahwa didalam al-Quran banyak ayat yang serupa dengan wazn

syair pada zaman itu. Seperti:27

Menurutnya, jika terdapat wazn syair didalam al-Quran maka akan

mempengaruhi kadar kesuciannya, serta membangkitkan semangat manusia

untuk membuat karya bahasa yang serupa dengannya. Sebagaimana yang

menjadi kebiasaan dalam masyarakat arab pada zaman itu.

Begitu pula dengan sisi badi>’ dalam ilmu Bala>ghah, dalam kitab agungnya ini Imam al-Baqillaniy menerangkan banyak contoh yang serupa

dengan kaidah literasi bahasa yang terdapat dalam ilmu Bala>ghah. Seperti:28

26 Dalam kitabnya ini, beliau membandingkan khutbah dan surat nabi serta kata-kata indah dari para sahabat dengan al-Quran. Beliau juga mengkritik secara sastrawan terhadap Mu’allaqah ‘Amru ibn Qays dan Qas{i>dah penjang yang terbilang sebagai mutiara syair arab. Menurutnya, I’ja>z tidak terletak pada Bala>ghah itu sendiri. Hal ini karena Bala>ghah ada yang bisa diciptakan oleh manusia, namun Bala>ghah yang terdapat al-Quran tidak bisa ditiru oleh manusia. Lihat Abu> Zahroh al-Najdi, Min I’ja>z Bala>ghi wa ‘Ada>di li Qur’a>n al-Kari>m, (Kairo: al-Waka>lah al-‘A<lamiyah li al-Tawzi>’, 1990), 46.

(36)

26

Beliau mengatakan mukjizat al-Quran tidak bisa hanya dinilai dari segi

bahasanya saja. Karena bahasa masih bersifat umum, mencakup syair dan prosa

yang bisa dipelajari dan bisa diajarkan. Generasi selanjutnya bisa saja kelak

menampilkan sesuatu yang serupa dengan bahasa al-Quran. Adapun untuk

pilihan kata, kalimat dan penataan bahasanya, beliau mengatakan bahwa

al-Quran tidak memiliki tandingan.29

Dalam pembahasan bab selanjutnya, beliau melakukan perbandingan

tentang keindahan ayat-ayat al-Quran dengan khutbah-khutbah nabi saw. dan

juga banyak mengemukakan khutbah-khutbah beberapa sahabatnya. Seperti

khutbah nabi Muhammad saw. contohnya:

(37)

27

Juga khutbah dan surat-surat Abu> Bakr al-S{iddi>q,30 dan surat Abu> Bakr

al-Siddi>q kepada ‘Umar. Contohnya:

Juga surat Abu> ‘Ubaydah al-Jarra>h, dan Mu’a>dz ibn Jabal kepada ‘Umar

ibn al-Khat{t{a>b. Dan khutbah ‘Umar ibn Khat{t{ab,31juga khutbah ‘Uthma>n ibn ‘Affa>n32dan khutbah ‘Ali ibn Abi> T{a>lib33, contohnya:

30 Lihat al-Baqilla>ni, ‘Ija>z al-Quran..., 209.

31 Ibid., 214.

32 Ibid., 219.

(38)

28

Juga Ibn ‘Abba>s, dan khutbah ‘Abd Allah ibn Mas’u>d. Quss ibn Sa>’idah

al-Iya>di, dan khutbah Abi> T{a>lib paman nabi Muh{ammad saw.34 Contohnya:

Beliau juga memberikan komentar tentang ucapan Musaylamah

al-Kadhdha>b dan pengakuan khutbahnya yang dianggap sebagai sebuah ayat suci

dan mukjizat. Bahwa yang bersangkutan dalam hal ini telah sesat dan

menyesatkan. Walau dengan bentuk yang serupa dengan al-Quran namun

memiliki banyak kelemahan dari segi bahasa, rasional dan kebenarannya.35

Dalam kitabnya tersebut, al-Baqilla>ni banyak mengetengahkan

perbedaan yang ada dalam al-Quran dengan karya-karya penulis maupun

(39)

29

penyair dan ahli bahasa arab dalam berbagai zaman. Hal ini menunjukkan

betapa kaya pengetahuan beliau tentang bahasa, terutama dalam mengetahui

kemukjizatan al-Quran dalam nadzm dan tata bahasanya.

B. Al-Jurja>ni

1. Riwayat Hidup al-Jurja>ni

Nama lengkapnya adalah Abu> Bakr ‘Abd al-Qa>hir bin ‘Abd al-Rah}ma>n bin Muh}ammad al-Jurja>ni>. Seorang pakar ilmu nah{wu dan ulama mutakallim

madzhab Ash‘ariyah, beliau juga dikenal sebagai faqi>h (pakar di bidang fiqih)

yang menganut madzhab Syafi’i dan peletak dasar-dasar ilmu bala>ghah.36

Terdapat perbedaan pendapat perihal tahun meninggalnya ‘Abd al-Qa>hir al-Jurja>ni>. Pendapat yang masyhur beliau wafat pada tahun 471 H, sedangkan

pendapat lain mengatakan bahwa beliau wafat pada tahun 474 H.37

Dari beberapa literatur yang penulis baca, tidak menyebutkan tahun

kelahiran beliau dan keluarganya. Perkiraan beberapa ahli sejarah mengatakan

bahwa beliau lahir pada akhir abad ke-4 atau awal abad ke-5 H. di kota Gorgan

yang letaknya berada di antara kota Tabarestan dan Khurasan. Hal ini yang

menjadi nisbah pada nama beliau, al-Jurja>ni.

Ya>qu>t al-H{amawi> menceritakan bahwa Gorgan ketika itu merupakan

kota yang sangat indah, subur dan penduduknya memiliki akhlak yang baik

36 Ah}mad Mus}t}afa> al-Mara>ghi>, Ta>ri>kh ‘Ulu>m al-Bala>ghah wa al-Ta‘ri>f bi Rija>liha> (Kairo: Maktabah al-Ba>b al-H{alabi>, 1950), 100.

(40)

30

seperti yang sering diutarakan oleh para penyair dalam berbagai gubahan

sya’irnya yang menggambarkan keindahan kota Gorgan.38

2. Pemikiran, Budaya dan Politik masa al-Jurja>ni

Pada abad ke-4 dan ke-5 H. kota Gorgan menjadi rebutan penguasa

pada saat itu, mulai dari dinasti Ziya>riyah, kemudian dinasti Ghasnaviyah

hingga jatuh ke tangan dinasti Saljuk pada tahun 433 H. Di masa itu banyak

ulama, fuqaha>’, ahli hadis dan sastrawan meninggalkan kota Gorgan.

Gorgan telah melahirkan banyak sarjana dalam pelbagai bidang, di

antaranya adalah dua tokoh besar dalam bidang sastra dan ilmu bahasa, yaitu

al-Qa>d}i> ‘Ali> bin ‘Abd al-‘Azi>z al-Jurja>ni> dan ‘Abd al-Qa>hir al-Jurja>ni>.39 Al-Jurja>ni> tidak pernah meninggalkan Gorgan untuk menuntut ilmu, ini

dikarenakan beliau dilahirkan dan besar dari keluarga yang miskin. Beliau juga

merupakan seorang yang zuhud dan tidak pernah berhubungan dengan

penguasa saat itu. Pada masa kanak-kanak beliau tumbuh seperti anak-anak

yang lain. Belajar ilmu agama dan bahasa seperti yang lainnya.40

Setelah Abu> ‘Ali> al-H{asan bin ‘Ali>, pendiri madrasah Niz}a>miyah yang dikenal dengan panggilan Niz}a>m al-Mulk menjadi perdana menteri pada masa

dinasti Saljuk, maka para ulama yang meninggalkan Gorgan kembali mengisi

aktifitas pengajaran. Sehingga dunia pengajaran keagamaan kembali hidup.

Dizaman inilah al-Jurja>ni tumbuh dan beranjak dewasa. Didukung dengan

38 Ah}mad Mat}lu>b, ‘Abd Qa>hir Jurja>ni>: Bala>ghatuh wa Naqduh, (Beirut: Waka>lah al-Mat}bu>‘a>t, 1973), 11.

(41)

31

lingkungan yang senantiasanya berkutat dengan keilmuan terutama dalam hal

keagamaan.

3. Latar Belakang Keilmuan al-Jurja>ni

Kesedihan beliau terhadap generasinya dan rusaknya akhlak masyarakat

ketika itu melatarbelakangi minat kuat al-Jurja>ni terhadap dunia pendidikan.

Beliau pernah mengkritik penduduk Gorgan karena tidak menaruh perhatian

terhadap diskursus bahasa dan ilmu-ilmunya serta mengabaikannya.41 Kondisi

demikian menimbulkan kesadaran dalam diri al-Jurja>ni> tentang pentingnya

disiplin ilmu. Terutama diskursus bahasa dan gramatikalnya, maka ia berusaha

mendalami ilmu tersebut pada guru-gurunya.

Terdapat silang pendapat tentang berapa jumlah guru al-Jurja>ni.

Namun yang pasti bahwa beliau mempelajari ilmu Nah{wu dari Abu> al-Husayn

Muh}ammad bin Husayn bin Muh}ammad bin ‘Abd al-Wa>rith al-Fa>risi (keponakan Abu> ‘Ali> al-Fa>risi). Abu> al-Baraka>t al-Anba>ri dalam kitabnya

menyebutkan bahwa nama guru ‘Abd al-Qa>hir al-Jurja>ni adalah Abu> al-Husayn

al-Fa>risi:

‘Abd al-Qa>hir al-Jurja>ni> merupakan ulama terkemuka di bidang ilmu Nah{wu, beliau mempelajarinya dari Abu> al-Husayn Muh}ammad bin Husayn bin Muh}ammad bin ‘Abd al-Wa>rith. Beliau banyak bercerita tentang Abu> al-Husayn al-Fa>risi, karena beliau tidak pernah bertemu seorang guru yang terkenal dalam bidang ilmu bahasa Arab selain darinya (Abu> al-Husayn), karena beliau tidak pernah keluar dari Gorgan untuk menuntut ilmu.

(42)

32

Sesungguhnya Abu> al-Husayn yang datang ke daerah beliau, kemudian mengajarinya.42

Ima>m al-Suyu>t}i dalam kitabnya Bughyat al-Wu‘a>h mengatakan, bahwa

‘Abd al-Qa>hir Jurja>ni tidak mempelajari ilmu dari selain Abu> Husayn

al-Fa>risi.43 Namun Ya>qu>t al-H{amawi menyebutkan salah satu guru dari ‘Abd al -Qa>hir al-Jurja>ni adalah al-Qa>d}i ‘Ali ibn ‘Abd al-‘Azi>z al-Jurja>ni (w. 392H), tetapi pendapat al-H{amawi ini ditolak dan tidak rasional berdasarkan

keterangan beberapa pendapat yang melemahkan data tersebut. Seperti yang

diungkapkan Ah}mad Mat}lu>b dalam kitabnya tentang ‘Abd al-Qa>hir

al-Jurja>ni.44 Walau begitu, al-Jurja>ni> tidak hanya berhenti belajar dari gurunya

saja, beliau juga membaca karya-karya para ulama nahwu dan para sastrawan;

seperti Ima>m Si>bawayh, al-Ja>h}iz}, Ibn Durayd, al-‘Askari>y, al-Marzaba>ni>y, al-A<midiy> dan al-Qa>d}i> al-Jurja>ni>.45

4. Karya-Karya al-Jurja>ni

Dala>’il al-I’ja>z dan Asra>r Bala>ghah merupakan karya agung

al-Jurja>ni. Selain itu terdapat beberapa karya fenomenal al-Jurja>ni lainnya, yaitu:

al-Madkhal fi> Dala>’il al-I’ja>z, A<ra>’u al-Jurja>ni, al-I’ja>z, Mughni al-Muqtas{ad, al-Awa>mil al-Mi’ah, al-Jamal, al-Talkhi>s{, al-‘Umdah fi> al-Tas{ri>f,

al-Iqna>’ fi Aru>d{ wa Takhri>j Qawa>fi, Mukhta>r Ikhtiya>r, Tidzkarah,

42 Abu> al-Baraka>t al-Anba>ri, Nuzhah Alibba>’ fi> T{abaqa>t Udaba>’ (Zarqa>: Maktabah al-Mana>r, 1985), 264.

43 Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i, Bughyat al-Wu‘a>h, Juz 1 (Sidon: Maktabah al-‘As}riyah, t.th.), 94. 44 Ah}mad Mat}lu>b, ‘Abd al-Qa>hir al-Jurja>ni>y…, 14-15. Lihat juga Jala>l al-Di>n al-Suyu>t}i>, Bughyat al-Wu‘a>h …, 94.

(43)

33

Mifta>h{.46Akan tetapi, yang disayangkan terdapat beberapa dari buku-buku

tersebut hanya dapat kita ketahui namanya saja tanpa dapat kita ketahui

kandungan dalam buku tersebut dikarenakan telah musnah dan hilangnya

buku-buku tersebut.

Kita tidak mampu mengenal tokoh-tokoh besar yang hidup

berabad-abad sebelum kita kecuali hanya melalui karyanya. Hal serupa yang penulis

rasakan dalam mempelajari perihal kehidupan sastrawan besar ini, kalau bukan

dari karya yang diwariskan oleh para pendahulu kita, maka kita tidak akan

mengenalnya, terlebih kita tidak akan tertarik dalam mendalami sosoknya lebih

dalam maka kiranya dengan beberapa karya yang diwarisi al-Jurja>ni membuat

pencerahan bagi kita dalam mempelajari sastra terlebih dalam permasalahan

sastra arab karena bangsa arab kaya akan kebudayaan dan sastra.

5. Dala>’il al-I’ja>z

Sejarah tentang kitab Dala>’il al-I’ja>z tidak bisa lepas dari kitab Asra>r al-Bala>ghah. Hal ini dimulai dengan usaha salah satu pegiat al-Quran yang

tertarik dengan pemikiran dan karya al-Jurja>ni, yaitu Muh{ammad ‘Abduh.

Terdapat kisah menarik yang diungkapkan Rashi>d Rid{a>, ketika ia datang ke

Mesir untuk menemui gurunya tersebut perihal pembukuan tafsir al-Mana>r, ia

dikejutkan ketika mendapatkan bahwa sang guru ketika itu sedang

merekonstruksi kembali karya al-Jurja>ni setelah sekian lama karya tersebut

hampir hilang dan terlupakan.

(44)

34

Muh{ammad ‘Abduh melakukan hal ini dengan landasan yang kuat dan dorongan kesadaran akan pentingnya karya fenomenal ini. Dapat disebutkan

bahwa pembukuan kembali karya fenomenal ini bukanlah hal yang mudah,

karena untuk penyusunannya kembali membutuhkan manuskrip al-Jurja>ni yang

otentik.

Mah{mu>d Muh{ammad Sha>kir ketika ia berusaha membukukan kembali

buku tersebut, menerangkan beberapa kesulitan yang dihadapinya dalam

mendapatkan rujukan manuskrip yang otentik tersebut hingga akhirnya ia

mendengar terdapat beberapa kota yang masih menyimpan karya asli al-Jurja>ni

dan diantaranya di Sha>m oleh ‘Abd al-Qa>dir Maghribi serta Da>r Sult{a>n

al-Uthma>niyah. Namun setelah diteliti lebih lanjut ternyata semuanya telah

lenyap hingga akhirnya Mah{mu>d Muh{ammad Sha>kir menjadikan hasil

pembukuan kembali yang dilakukan oleh al-Jurja>ni sebagai salah satu rujukan

dalam tulisannya yang mencari akan keotentikan karya al-Jurja>ni.

Setelah sekian lama melakukan analisa dan penelitian, beliau merasa

bahwa pembukuan tersebut masih kurang. Beliau merujuk pada karya Ratcher,

seorang orientalis yang mengumpulkan data tentang al-Jurja>ni. Tiga

diantaranya adalah : cetakan Fayd{ulla>h ( 947 H ), cetakan H{ami>diyah ( 943 H )

serta cetakan Mura>d.47

Selain pembukuan yang dilakukan kembali oleh Muh{ammad ‘Abduh

dan Ratcher, Mah{mu>d Muh{ammad Sha>kir menjadikan tiga buku diatas sebagai

landasannya walaupun masih terdapat beberapa perbedaan dalam tiga cetakan

tersebut. Beliau membahas kembali dan meneliti akan beberapa kekeliruan

(45)

35

yang terdapat dalam kedua buku tersebut, hingga ketika Rashi>d Rid{a>

menyatakan bahwa gurunya telah mengganti beberapa tulisan dalam buku

tersebut. Namun setelah ia analisa kembali, ia tidak mendapatkan perihal yang

diungkapkan Rashi>d Rid{a>, kecuali hanya sedikit saja.

Pembukuan naskah yang dilakukan Ratcher sudah dapat dikatakan

pembukuan yang baik, hanya saja Sha>kir mengatakan bahwa gaya penulisan

Ratcher masih sedikit kaku dan banyak sekali mengutip syair-syair yang

menurutnya tidak terlalu urgen untuk dikutip. 48 Tidak berlebihan bila

disebutkan bahwa Muh{ammad ‘Abduhlah yang menginspirasi beberapa tokoh setelahnya untuk melakukan usaha pembukuan kembali karya yang hampir

terlupakan tersebut. Salah satu dari tokoh tersebut adalah Mah{mu>d

Muh{ammad Sha>kir, yang telah disebutkan penulis sebelumnya dalam usahanya

pembukuan kembali buku Asra>r al-Bala>ghah.

Berselang setahun setelah penyusunan kembali buku Asra>r al-Bala>ghah

yang dilakukan oleh Muh{ammad ‘Abduh, ia telah berusaha untuk menyusun

kembali salah satu karya al-Jurja>ni yang lain yakni buku Dala>’il al-I’ja>z,49

setelahnya hadirlah beberapa tokoh lainnya yang mengusahakan kembali

pembukuan buku tersebut. Dalam pembukuan kembali buku Dala>’il al-I’ja>z ini, ia tidak mendapatkan kesulitan yang berarti dalam mendapatkan manuskrip

al-Jurja>ni yang otentik dikarenakan masih terdapat beberapa daerah yang

memiliki manuskrip tersebut, diantaranya di Turki yang masih menyimpan

manuskrip tersebut pasca 97 tahun meninggalnya al-Jurja>ni yakni tepatnya

pada tahun 568 H di H{usayn Jalbi Ma'a>niy yang berjumlah 203 halaman.

48 Ibid., 7.

(46)

36

Selain di Turki, di Madinah dan Baghdad pun masih terdapat

manuskrip Dala>’il al-I’ja>z. Ini sangat membantu Mah{mu>d Muh{ammad Sha>kir dalam pembukuannya terhadap karya al-Jurja>ni. Beliau menemukan beberapa

tulisan cenderung masih samar tendensi artinya, dan pembukuan Dala>’il al

-I’ja>z menurutnya masih kurang cakap dan jauh dari standarisasi sebuah karya

ilmiah, sampai ketika beliau membaca tulisan ‘Abd al-Jabba>r yang hidup pada

tahun 415 H. Ketika itu ia seolah mendapatkan jawaban akan beberapa

pertanyaan yang membuatnya dilema dan menjelaskan perihal yang ia anggap

gamang sebelumnya.

Perhelatan politik yang menekan al-Jurja>ni pada masa tersebut menjadi

salah satu alasan buruknya penulisan buku tersebut. Selain itu, ternyata karya

tersebut ia tulis menjelang hari-hari terakhir dalam kehidupannya.50

(47)

96

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Melalui pembahasan tesis ini, penulis memberikan kesimpulan bahwa:

1. Al-Baqilla>ni dan al-Jurja>>ni memiliki kesamaan persepsi dalam

memandang naz{m sbagai salah satu aspek dalam kemukjizatan

al-Quran. Hal ini penting dalam memahami esensi tantangan al-Quran

kepada manusia untuk mendatangkan hal yang serupa dengannya.

2. Menurut al-Baqilla>ni, naz{m al-Quran yang mengandung mukjizat

terletak dalam pemilihan kata dan susunannya. Hal ini dapat dibuktikan

jika kita mengetahui dan melakukan analisa komparatif antara naz{m

al-Quran dengan produk literatur dan retorika waz{n syair bahasa arab pada

umumnya.

3. Menurut al-Jurja>ni, naz{m al-Quran yang mengandung mukjizat tidak

hanya terletak pada susunan lafz{, tetapi pada kandungan makna sebagai

pondasi dari terangkainya naz{m lafz{ yang tersusun. Beliau mengatakan

bahwa laf{z adalah ekspresi yang tereksplorasi dari apa yang telah

disusun dan digambarkan dalam pikiran penutur.

4. Kontribusi al-Baqilla>ni dalam ilmu bala>ghah diabadikan dalam konsep

Badi>’ yang komprehensif. Adapun kontribusi al-Jurja>ni mencerminkan keluasan pandangan beliau tentang ilmu al-Ma’a>ni, beliau dianggap

(48)

97

B. SARAN

1. Apa yang menjadi obyek penelitian ini, memiliki nilai strategis karena

bersentuhan langsung dengan al-Quran sebagai mukjizat terbesar nabi

Muhammad saw. Anugerah kepada seluruh manusia hingga akhir

zaman. Maka diharapkan kelak bisa memberikan kontribusi dalam

penelitian yang lebih tajam.

2. Penelitian ini jauh dari kata sempurna, penulis mengharapkan kelak bisa

dikembangkan lagi dengan penelitian yang lebih komprehensif terutama

dengan penelitian yang menjadikan bahasa sebagai obyek memahami

al-Quran.

3. Penelitian yang membahas naz{m ini diharapkan kelak bisa

dikembangkan sebagai pisau analisa dalam kajian ilmu al-Quran,

(49)

98

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro,

2010.

Tim Terjemah al-Quran Dep. Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahannya, Bandung, Bina Insani Press, 1998.

Abdullah, Mawardi. Ulumul Qur'an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.

Abu Mu>sa>, Muh{ammad Muh{ammad. Khas{a>’is{ al-Tara>ki>b. Kairo: Maktabah Wahbah, 2009.

Abu Mu>sa>, Muh{ammad Muh{ammad. Madkhal Ila> Kita>bay ‘Abd Qa>hir al-Jurja>ni. Kairo: Maktabah Wahbah, 2010.

Abu> Mu>sa>, Muh{ammad Muh{ammad. Mura>ja’a>t fi Us{u>l al-Dars al-Bala>ghi. Kairo: Maktabah Wahbah, 2008.

Anba>ri> (al), Abu> al-Baraka>t. Nuzhat al-Adibba>’ fi> T{abaqa>t al-Udaba>’. Zarqa:

Maktabah al-Mana>r, 1985.

Balkhi> (al), Abu> al-Qa>sim. Fad}l al-I‘tiza>l wa T{abaqa>t al-Mu‘tazilah. t.tp.: Da>r

al-Tu>nisiyah, t.t..

Baqilla>ni (al), Abu> Bakr. ‘I’ja>z al-Qur’a>n. Kairo: Da>r al-Ma’a>rif, 2009. Djalal, Abdul H.A. Ulumul Qur’an. Surabaya, Dunia Ilmu, 2012.

Farma>wi (al), Abu> al-H{ay. al-Bida>yah fi> al-Tafsi>r al-Mawd{u>’i, Mesir: al-Maktabah al-Jumhu>riyah, 1977.

Fayyu>d, Basyu>ni al-Fatta>h{. Dira>sa>t al-Bala>ghiyah. Kairo: Mu’assasah al -Mukhta>r, 1998.

Fayyu>d, Basyuni al-Fatta>h{. ‘Ilm al-Badi>’. Kairo: Muassasah al-Mukhtar, 1998. Ibn 'Alawi, Muh{ammad. Zubdah Itqa>n fi 'Ulu>m Qur'a>n. Makkah

al-Mukarramah: Da>r al-Shuru>q, 1983.

Isma>‘i>l, Muh}ammad Bakr. Dira>sa>t fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. t.tp.: Da>r al-Mana>r, 1999.

(50)

99

Jurja>ni, ‘Abd al-Qa>hir. Asra>r al-Bala>ghah. Kairo: Maktabah al-Madani, 1991. Kamal, Mustopa. Buku Dars Ulumul Qur'an: untuk lingkungan sendiri. Ciamis:

Institut Agama Islam Darussalam, 2009.

Khalil, Munawar. Al-Qur'an dari Masa ke Masa. Surabaya: Bina Ilmu, 1985.

Majma‘ al-Lughat al-‘Arabiyah. Al-Mu‘jam al-Was}i>t}. Juz 2. t.tp.: Da>r

al-Da‘wah, t.t..

Manz}u>r, Ibn. Lisa>n al-‘Arab. Juz 12. Beirut: Da>r S{a>dir, t.t..

Mara>ghi> (al), Ah}mad Mus}t}afa>. Ta>ri>kh ‘Ulu>m al-Bala>ghah wa al-Ta‘ri>f bi

Rija>liha>. Kairo: Maktabah al-Ba>b al-H{alabi>, 1950.

Mat}lu>b, Ah}mad. ‘Abd al-Qa>hir al-Jurja>ni>: Bala>ghatuh wa Naqduh. Beirut: Waka>lah al-Mat}bu>‘a>t, 1973.

Najdi (al), Abu> Zahroh. Min al-I’ja>z al-Bala>ghi wa al-‘Ada>di li al-Qur’a>n al -Kari>m. Kairo: al-Waka>lah al-‘A<lamiyah li al-Tawzi>’, 1990.

Nasir, M. Ridlwan. Memahami al-Quran. Perspektif Baru Metodologi Tafsi>r Muqa>rin. Surabaya: CV. Indra Media, 2003.

Nasution, Harun, (ed.). Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.

Nasution, Harun. Falsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Qat}t}a>n (al), Manna>‘ Khali>l. Maba>h}ith fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Riyadh: Da>r

al-Sala>m, Muh{ammad Zaghlu>l, et.al. Thala>th Rasa>’il fi> I’ja>z al-Qur’a>n. Kairo: Da>r

al-Ma’a>rif, 2008.

Shihab, M. Quraisy. Kajian Tafsir. Jakarta: Lentera Hati, 2015.

Shihab, M. Quraisy. Kaidah Tafsir. Jakarta: Lentera Hati, 2015.

Shihab, M. Quraisy. Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau dari Aspek Kebahasaan,

(51)

100

Sulayma>n, al-Sayyid Isma>‘i>l ‘Ali>. al-Burha>n ‘ala> I’ja>z al-Qur’a>n. Kairo: Da>r al-Kutub al-Mis}riyah, 2012.

Suyu>t{i (al), Jala>l al-Di>n. Bughyat al-Wu‘a>h. Juz 1. Sidon: Maktabah al

-‘As}riyah, t.t..

Suyu>t}i> (al), Jala>l al-Di>n. Al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Juz 4. Kairo: Al-Hay’ah

al-Mis}riyah, 1974.

Syadali, Ahmad, – Rofi'I, Ahmad. Ulumul Quran II: Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK. Bandung: Pustaka Setia, cet. I., 1997.

Syafe’I, Rachmat. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia, 2006.

Syamsuri. Pengantar Kajian Al-Qur'an: Tema Pokok, Sejarah dan Wacana Kajian. Jakarta: Pustaka Al Husna Baru, 2004.

T>abl, H{asan. Hawla al-I’ja>z al-Bala>ghi li al-Qur’a>n. Mans{u>rah: Maktabah Jaz>irah al-Ward, t.t..

Umayah, Faraz. Pemikiran kalam Al-Baqillani: studi tentang persamaan dan perbedaannya dengan Al-Asy'ari. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1997.

Zarqa>ni> (al), ‘Abd al-‘Az}i>m. Mana>hil al-‘Urfa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Juz 2.

Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Arabi>, 1995.

Referensi

Dokumen terkait

This court only has power to make a judicial review on the subordinate legislation such as government regulation, president decree and local government regulation.. The

09/DISHUBKOMINFO/PIL.BAPP/II/ULP-P1/V-2012 Tanggal 31 MEI 2012 maka UNIT LAYANAN PENGADAAN KELOMPOK KERJA PEKERJAAN KONSTRUKSI Kabupaten kepulauan Siau Tagulandang Biaro dengan

• Dari hasil pengujian hipotesis menggunakan SmartPLS Versi 2 membuktikan bahwa keadilan organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pada

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat diselesaikan skripsi ini dengan judul “STUDI

Demikian kami sampaikan, atas perhatian Saudara, kami ucapkan

Jika pegas mengalami defleksi pada kondisi beban penuh dan tegangan melebihi kekuatan luluh dari material, deformasi permanen yang dihasilkan menyebabkan pegas tidak dapat

Peserta didik diminta mengidentifikasi informasi yang telah didapat (apa yang mereka ketahui, apa yang perlu mereka ketahui, dan apa yang perlu dilakukan

Peranan wali kalayan sangat penting dalam menumbuhkan perkembangan kepribadian anak di panti asuhan Darul Hadlanah Blotongan, 2.. Perkembangan kepribadian anak di