• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIFAT FISIKOKIMIA DADIH SUSU SAPI: PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN BAHAN PENGEMAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SIFAT FISIKOKIMIA DADIH SUSU SAPI: PENGARUH SUHU PENYIMPANAN DAN BAHAN PENGEMAS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SIFAT FISIKOKIMIA DADIH SUSU SAPI: PENGARUH SUHU

PENYIMPANAN DAN BAHAN PENGEMAS

(Physicochemical Properties of Cow Milk Dadih: Effect of Storage

Temperature and Packaging Material)

MISKIYAH danS.USMIATI

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar No 12 Bogor 16114

ABSTRACT

Dadih is a product of spontaneous fermentation from buffalo milk in bamboo container at room temperature. Traditionally processed dadih has short storage life. Improvement of processing and better handling was needed. One of the improvement factors was packaging and storage handling. This research was aimed to study the effect of storage temperature and packaging material on physicochemical characteristic of dadih from cow milk. Research was done based on Randomized Block Design with factorial pattern (4 × 2) with treatment: packaging type (A): A1: bamboo to flex pack; A2: bamboo to clay pot; A3: bamboo to plastic cup pp; A4: bamboo; A5: flexypack; A6: clay pot; A7: plastic cup pp. Temperature treatment (B): B1: room temperature (25 – 30ºC); B: cold temperature (4 – 10ºC). Result showed that early time fermentation before moved into packaging treatment was 15 hour after fermentation in bamboo. Cold temperature was more effective in extanding storage life of dadih compared to storage at room temperature. The use of pp plastic cup packaging and also flexypack packaging maintain physicochemical characteristic of dadih, compared to other packaging type. Nevertheless, economically, pp plastic cup packaging was cheaper than the others Key Words: Cow Milk Dadih, Storage Temperature,Package Mate

ABSTRAK

Dadih merupakan produk fermentasi spontan pada suhu kamar dari susu kerbau mentah dalam wadah bambu. Pembuatan dadih yang masih tradisional mengakibatkan umur simpan dadih relatif singkat, sehingga perlu peningkatan pengolahan dan penanganan yang lebih baik. Salah satunya dengan pengemasan dan penyimpanan pada suhu tertentu. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari pengaruh suhu penyimpanan dan bahan pengemas terhadap karakteristik fisikokimia dadih asal susu sapi. Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial (4 × 2) dengan perlakuan: Jenis Kemasan (A): A1: bambu ke flexypack; A2: bambu ke gerabah; A: bambu ke cup plastik pp; A4: bambu; A5: flexypack; A6: gerabah; A7: cup plastik pp. Perlakuan suhu (B): B1: suhu ruang (25 – 30C); B: suhu dingin (4 – 10C). Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu fermentasi awal sebelum pemindahan ke dalam kemasan perlakuan adalah 15 jam pascafermentasi dalam bambu. Penyimpanan suhu dingin lebih efektif dalam memperpanjang masa simpan dadih dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang. Penggunaan kemasan cup plastik pp maupun kemasan flexypack mampu mempertahankan sifat fisikokimia dadih, dibandingkan dengan jenis kemasan lain. Namun secara ekonomis kemasan cup plastik lebih murah. Kata Kunci: Dadih Susu Sapi, Suhu Penyimpanan, Bahan Pengemas

PENDAHULUAN

Dadih adalah produk fermentasi spontan pada suhu kamar dari susu kerbau mentah dalam wadah bambu, dan merupakan makanan tradisional di daerah Sumatera Barat (DZARNIZA, 1999). Namun dalam perkembangannya, pembuatan dadih

menghadapi permasalahan keterbatasan jumlah produksi susu kerbau. Untuk itu sebagai alaternatif bahan baku yang digunakan adalah susu sapi. Pembuatan dadih yang masih tradisional mengakibatkan umur simpannya relatif singkat, yaitu tiga hari (SIRAIT, 1993). Perlu peningkatan pengolahan dan penanganan yang lebih baik, salah satunya dengan

(2)

pengemasan dan penyimpanan pada suhu tertentu. Hal ini perlu dilakukan agar dapat memanfaatkan potensi dadih sebagai salah satu pangan sumber probiotik.

Berdasarkan hasil penelitian, dadih berpotensi untuk dikembangkan sebagai salah satu pangan fungsional. Hasil isolasi bakteri yang terdapat pada dadih menunjukkan bahwa terdapat 36 strain bakteri asam laktat yang dominan. Bakteri asam laktat diakui mempunyai efek yang baik bagi kesehatan karena metabolit yang dihasilkan dapat menghambat bakteri patogen, menurunkan kolesterol, antimutagenik, antikarsinogenik, antivaginitis serta memperbaiki sistem kekebalan tubuh, mencegah sembelit, memproduksi vitamin B dan bakteriosin (PATO, 2003; SURYONO, 2003). Bakteri asam

laktat hasil isolasi dari dadih antara lain

Lactobacillus casei subsp. casei, Leuconoctoc paramasentereroides, Enterococcus faecalis

subsp. liquefaciens, Lactococcus lactis subsp.

lactis. Penelitian yang dilakukan oleh HARMAYANI dalam RUSFIDRA (2006) menunjukkan bahwa bakteri asam laktat (BAL) yang diisolasi dari dadih, Lactobacillus sp.

Dad 13 terbukti mampu menurunkan kolesterol (39,8%) pada hewan percobaan yang diberi pakan tanpa kolesterol, dan 13,4% pada hewan yang diberi pakan tinggi kolesterol. Sedangkan pemberian susu fermentasi oleh probiotik yang dipasteurisasi dan disterilisasi mampu menurunkan kolesterol sebanyak 42 – 45% pada pakan tinggi kolesterol dan 50% pada pakan tanpa kolesterol.

Bahan pengemas memegang peranan penting dalam mempertahankan kualitas pangan, dan mempengaruhi perubahan yang tidak diinginkan selama proses pengemasan, transportasi dan penyimpanan (STEINKAet al., 2006). Pengemasan efektif melindungi produk dari kontaminasi mikroba, sinar, dan oksigen (VASILLA et al., 2002). Pemilihan bahan pengemas yang tepat akan mempengaruhi perubahan fisik, kimia, dan organoleptik produk yang dikemas (STEINKAet al., 2006). Fungsi kemasan antara lain sebagai wadah untuk menempatkan produk, memberikan perlindungan terhadap produk, dan menambah daya tarik produk (SYARIEF dan IRAWATI,

1988).

Produk fermentasi asal ternak biasanya menggunakan bahan pengemas antara lain

Polyamide (PA)/Polyethylene (PE), Cyrovac,

Polystyrene (PS), dan lain-lain (STEINKAet al.,

2006). Bahan kemasan dari plastik mempunyai kelebihan, antara lain harga relatif murah, mudah dibentuk, warna dan bentuknya lebih disukai konsumen, dan mengurangi biaya transportasi. Adapun kelemahannya adalah peka terhadap suhu tinggi (HANLON, 1992). Kemasan flexypack merupakan suatu bentuk kemasan yang bersifat fleksibel, tersusun dari bahan aluminium foil, film plastik, selopan, film plastik berlapis logam aluminium (metalized film) dan kertas. Kemasan ini populer digunakan untuk mengemas berbagai produk baik padat maupun cair. Jenis kemasan ini dapat menggantikan kemasan kaku (rigid) maupun kemasan kaleng, lebih ekonomis dan mudah dalam penanganannya. (DEPARTEMEN

PERINDUSTRIAN, 2007).

Umur simpan (shelf life) susu fermentasi tergantung pada jenis produknya. Jika merupakan jenis susu fermentasi yang bakterinya hidup maka umur simpannya pendek dan harus disimpan pada suhu 4°C. Susu fermentasi yang dipasteurisasi atau sterilisasi mempunyai umur simpan yang lebih lama. Namun kondisi tersebut tergantung dari jenis kemasannya, terutama kemampuannya dalam melindungi produk (SARI, 2007). Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh suhu penyimpanan dan bahan pengemas terhadap karakteristik fisikokimia dadih asal susu sapi.

MATERI DAN METODE

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah susu sapi segar, susu skim, starter

bakteri Lactobacillus casei (L. casei). Bahan kimia yang digunakan adalah NaOH 40%, NaOH 0,1 N, akuades, phenolphtalein, H2SO4

pekat (98%), dan larutan buffer. Jenis kemasan yang digunakan adalah bambu, cup plastik

polypropilene (pp), kemasan fleksibel dan gerabah.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini:

Penelitian pendahuluan

Pada tahap ini dilakukan untuk menentukan waktu fermentasi awal dadih pada bambu

(3)

sebelum dipindahkan ke kemasan primer yang akan digunakan. Pembuatan dadih susu sapi merupakan modifikasi metode yang dilakukan oleh TAUFIK (2004) dan SUNARLIM dan USMIATI (2006). Susu sapi ditambah dengan susu skim (3%) selanjutnya diuapkan (toning) hingga ± 50% dari volume semula, dan dihomogenkan dengan pengadukan manual. Selanjutnya suhu diturunkan hingga mencapai ± 37C, kemudian susu ditambahkan starter

Lactobacillus casei (3%). Susu dimasukkan dalam tabung bambu masing-masing 50 ml, kemudian ditutup alufo, dan difermentasi pada suhu kamar (27  29C). Dadih yang telah terbentuk dimasukkan dalam kemasan perlakuan (cup plastik, flexypack, gerabah) masing-masing 50 ml pascafermentasi jam ke-12, 13, 14, 15, 16, 18, 20, dan 24. Fermentasi dilanjutkan kembali hingga jam ke-48. Tiap kemasan pada masing-masing waktu fermentasi selanjutnya dilakukan uji fisik (tekstur, aroma, rasa, warna, dan penerimaan umum). Waktu pemindahan yang terbaik yang digunakan untuk penelitian utama.

Penelitian utama

Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan terhadap kualitas dadih pada suhu dingin dan suhu ruang. Pembuatan dadih mengacu pada penelitian sebelumnya. Susu dimasukkan ke dalam 3 kemasan perlakuan (bambu, flexypack, gerabah, dan cup plastik PP) masing-masing 100 ml, kemudian ditambah starter L. casie

3% dan diaduk secara manual. Kemasan ditutup dengan alumunium foil, kemudian difermentasi 2 × 24 jam pada suhu kamar. Selain itu kemasan perlakuan juga dilakukan dengan memindahkan dadih yang telah terbentuk pada tabung bambu, sebagian dimasukkan ke dalam 3 jenis kemasan perlakuan yaitu flexypack, gerabah, dan cup

plastik masing-masing 100 ml pada waktu pemindahan terbaik (penelitian pendahuluan) dan difermentasikan kembali hingga jam ke-48. Keseluruhan dadih yang telah terbentuk disimpan pada suhu ruang (25 – 30ºC) dan suhu refrigerator (4 – 10ºC). Perubahan fiisikokimia yang terjadi pada produk dadih susu sapi yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin diamati pada hari ke-0, 4, 8, 12,

16, 20, 24, dan seterusnya hingga sampel rusak. Analisis yang dilakukan adalah analisis total asam tertitrasi (NEWLANDER dan ANTHERTON, 1982); pH (APRIYANTONO, 1989) dan viskositas (AOAC, 1995)

Analisis statistik

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial (4 × 2) dengan perlakuan: jenis kemasan (A): A1: bambu ke

flexypack; A2: bambu ke gerabah; A3: bambu ke cup plastik pp; A4: bambu; A5: flexypack; A6: gerabah; A7: cup plastik pp. Perlakuan suhu (B): B1: suhu ruang (25 – 30ºC); B2: suhu dingin (4 – 10ºC). Data yang dihasilkan dilakukan analisis ragam dengan bantuan program SPSS 14. Apabila ada perbedaan yang nyata dilakukan uji lanjut menggunakan metode uji Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan

Penentuan waktu fermentasi awal diperlukan untuk mengetahui pengaruh kemasan bambu terhadap kualitas dadih yang akan dihasilkan selama fermentasi. Fermentasi dadih umumnya membutuhkan waktu 24 – 48 jam, sehingga perlu dilakukan pemilihan satu waktu terbaik untuk memindahkan dadih dari bambu ke dalam kemasan perlakuan. Parameter pemindahan didasarkan pada konsistensi dan tekstur dadih baik sebelum maupun sesudah dipindahkan.

Hasil menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi awal pada bambu maka konsistensi dadih yang diperoleh tidak sempurna. Hal ini diduga akibat pengaruh dari fermentasi yang terjadi. Menurut KUSWANTO

dan SUDARMADJI (1989), proses fermentasi

yang dilakukan sampai pH sekitar 4,4 – 4,5 akan diikuti terbentuknya aroma khas karena adanya senyawa-senyawa volatil. Protein susu akan mengalami koagulasi pada pH asam sehingga terbentuk koagulan. Dengan demikian, semakin lama waktu fermentasi dalam bambu diduga dadih mempunyai kepadatan yang lebih tinggi dan jika dipindahkan semakin lebih sulit. Akibatnya

(4)

ketika fermentasi dilanjutkan hingga jam ke- 48 jam pada kemasan baru, bakteri asam laktat (BAL) kekurangan substrat untuk melanjutkan fermentasi. Secara visual ditunjukkan adanya cairan yang memisah, dan dadih cenderung berubah menjadi encer.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa waktu fermentasi awal yang tepat adalah 15 jam pascafermentasi dalam bambu. Pada jam tersebut dadih yang terbentuk semi padat cenderung masih encer, sehingga lebih mudah dipindahkan dan tidak banyak mengurangi volume dadih. Selain itu setelah fermentasi lanjutan hingga jam ke-48, konsistensi dadih lebih homogen, berwarna putih, mouthfeel

yang halus, dan rasa yang cukup asam, dan tergolong bagus menyerupai dadih asli. Penelitian utama

Karakteristik dadih sebelum penyimpanan Setelah fermentasi lanjutan sampai jam ke-48, hampir semua dadih susu sapi yang terbentuk pada penggunaan berbagai jenis kemasan menunjukkan karakteristik yang sama, dari segi warna, aroma, maupun kondisi kemasan yang digunakan, seperti terlihat pada Tabel 1.

Karakteristik visual dadih susu sapi selama penyimpanan

Penggunaan bahan pengemas flexypack dan

cup plastik pp pada penyimpanan suhu dingin,

dadih mempunyai sifat fisik kental dan homogen, beraroma susu, berwarna putih dan tidak ditumbuhi jamur baik pada permukaan dadih maupun kemasannya hingga hari ke-24 penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan ROBERTSON (1993), bahwa makanan yang

bersifat perishable (misalnya susu) yang disimpan dalam waktu yang lama memerlukan suhu dingin (0 – 7 atau (-12) – (-18)ºC). Suhu dingin akan memperlambat proses fermentasi dan mencegah terjadinya aktivitas metabolisme kultur starter dan mikroorganisme pencemar. Penyimpanan dalam gerabah pada suhu dingin mampu bertahan sampai hari ke-4, bukan disebabkan kerusakan produk mapun kemasan, namun volume dadih yang berkurang. Hal ini diduga karena gerabah merupakan kemasan yang mempunyai porositas tinggi, sehingga menyerap air pada dadih, semakin lama dadih akan kering dan menempel pada permukaan dinding gerabah.

Penyimpanan pada suhu ruang, penggunaan kemasan flexypack dan cup plastik pp hanya mampu mempertahankan masa simpan dadih hingga hari ke-8. Setelah hari ke-8, dadih mulai mengalami kerusakan, yang ditandai dengan perubahan tekstur dadih yaitu pemisahan air dan dadih serta perubahan aroma. Sesuai pendapat SISRIYENNI dan YAYU

(2004) bahwa munculnya aroma tengik pada dadih disebabkan karena mulai munculnya kapang atau bakteri koliform di bagian permukaan. Penggunaan kemasan bambu pada dadih hanya bertahan kurang dari 4 hari. Kerusakan disebabkan karena adanya belatung dan kapang pada bambu dan dadih ini Tabel 1. Karakteristik dadih sebelum penyimpanan (hari ke-0)

Karakterisasi secara visual Bahan pengemas

Warna Aroma Kemasan

Bambu ke flexypack Putih Susu Baik tanpa jamur

Bambu ke gerabah Putih kekuningan Susu Baik tanpa jamur namun dinding badan basah Bambu ke cup plastik pp Putih kekuningan Susu Baik tanpa jamur bambu Putih kekuningan Susu dengan aroma

khas bambu

Baik tanpa jamur

flexypack Putih Susu Baik tanpa jamur

gerabah Putih Susu dengan aroma khas gerabah

Baik tanpa jamur namun dinding badan basah Cup plastik pp Putih (kental dan

homogen)

(5)

merupakan organisme yang tahan terhadap kondisi asam. Kapang dalam media asam memanfaatkan asam laktat dan setelah keasaman direduksi, bakteri lain termasuk tipe proteolitik akan tumbuh dan mendekomposisi protein yang menyebabkan terjadinya pembusukan, keadaan ini dapat terlihat dari adanya pertumbuhan kapang, kekentalan dadih berkurang, sehingga aroma dadih berubah (SUNARLIM dan USMIATI, 2006).

Karakteristik dadih yang difermentasi awal di bambu kemudian baru dipindahkan pada kemasan perlakuan (flexypack, cup plastik pp, dan gerabah) pada jam ke-15, cenderung memiliki kekentalan yang lebih rendah dan tidak bertahan lama. Hal ini diduga karena proses pemindahan mempengaruhi konsistensi dadih yang mulai terbentuk selama 15 jam fermentasi.

Karakteristik fisikokimia dadih susu sapi selama penyimpanan

Total asam

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kemasan dan suhu penyimpanan mempengaruhi nilai total asam secara nyata (P < 0,05). Uji lanjut menggunakan Duncan

menunjukkan bahwa secara tunggal penggunaan kemasan cup pp, gerabah dan

flexypack tidak menunjukkan perbedaan tingkat keasaman pada produk dadih, sedangkan pada kemasan cup pp dan flexypack

yang sebelumnya mengalami fermentasi di bambu terlebih dahulu menunjukkan perbedaan nyata (P < 0,05), seperti terlihat pada Tabel 2. Pada hari ke-0, kandungan total asam menunjukkan perbedaan nyata dengan periode pengamatan yang lain, kecuali pada hari ke-16 tidak berbeda nyata. Nilai total asam hari ke-4 dengan hari ke-8 dan 12 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata nyata, sedangkan hari ke-12 dan ke-20 total asamnya berbeda nyata.

Penyimpanan pada suhu dingin, penggunaan kemasan bambu menunjukkan nilai total asam yang meningkat hingga hari ke-12 namun pada hari ke-16 dan 24 mengalami penurunan (Gambar 1a). Kondisi ini juga terjadi pada perlakuan kemasan

flexypack, bambu ke kemasan flexypack, cup

plastik pp dan bambu ke kemasan cup plastik

pp. Untuk dadih pada kemasan gerabah nilai total asam meningkat pada hari ke-4 dan turun pada hari ke-8, sedangkan untuk dadih pada perlakuan dari bambu ke gerabah nilai total asamnya cenderung meningkat hingga hari ke-8 penyimpanan. Hal ini diduga adanya aktivitas BAL L. casei dalam produk, menyebabkan terjadinya proses pengubahan laktosa dalam susu menjadi asam laktat. Semakin lama produk disimpan maka semakin banyak asam laktat yang dihasilkan, sehingga total asam menjadi meningkat. Namun, ketika

L. casei sudah tidak memiliki substrat yang cukup untuk fermentasi maka asam laktat yang terbentuk berkurang, sehingga menyebabkan nilai total keasaman dadih menurun. Kisaran nilai total asam masih standar mutu SNI

yoghurt (BSN, 1992), yaitu 0,5% sampai 2%, namun jika dibandingkan dengan dadih asli nilai keasaman yang terjadi cukup berbeda yaitu 1,42% (SUGITHA, 1995). Sampai sekarang SNI untuk dadih belum ada dan tingkat keasaman produk susu fermentasi sangat ditentukan oleh preferensi konsumen (TAUFIK, 2004).

Tabel 2. Pengaruh kemasan terhadap karakteristik fisikokimia dadih susu sapi

Kemasan Total asam pH Viskositas A1 1, 57b 3,80c 106,00b A2 1,64b 3,94e 340,00cd A3 1, 78a 3,76b 106,00b A4 1,79a 3,97e 260,00c A5 1,66b 3,85d 426,00d A6 1,64b 4,01a 653,33a A7 1,64b 3,84d 328,00cd A1: bambu ke flexypack; A2: bambu ke gerabah; A3: bambu ke cup plastik pp; A4: bambu; A5: flexypack; A6: gerabah; A7: cup plastik pp; superscript yang berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata pada P < 0,05

Pada suhu ruang, perlakuan kemasan bambu, gerabah, dan bambu ke gerabah, nilai total asamnya hanya dapat dianalisa di hari ke-0, karena secara fisik pada dadih sudah ditumbuhi kapang, sehingga tidak memungkinkan untuk dianalisis lebih lanjut (Gambar 1b). Perlakuan kemasan flexypack, bambu ke kemasan flexypack, dan bambu ke

(6)

Gambar 1. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap total asam dadih susu sapi 24 20 16 12 8 4 0 T ot al a sa m 2,5 2,2 2,0 1,7 1,0 A7 A6 A5 A4 A3 A2 A1 kemasan Hari ke-

Nilai rata-rata yang tidak dapat diperkirakan tidak dibuat grafiknya

(b) Suhu ruang

Perkiraan rata-rata marjinal dari total asam pada suhu: 25 – 30°C

24 20 16 12 8 4 .0 T ot al a sa m 2,0 1,8 1,6 1,4 1,2 1,0 Hari ke-

Nilai rata-rata yang tidak dapat diperkirakan tidak dibuat grafiknya A7 A6 A5 A4 A3 A2 A1 kemasan (a) Suhu dingin

Perkiraan rata-rata marjinal dari total asam pada suhu: 4 – 10°C

(7)

hingga ke-8. Lactobacillus casei tumbuh pada kisaran suhu 15 – 41ºC, dengan suhu optimum 37ºC (WIDODO, 2003), sehingga pada suhu ruang keasaman lebih cepat terbentuk. Semakin lama penyimpanan maka substrat yang digunakan untuk fermentasi cenderung tidak cukup, dan menyebabkan asam laktat yang terbentuk berkurang sehingga nilai total asam cenderung turun.

Nilai pH

Nilai pH yang ada pada produk berbanding terbalik dengan tingkat keasaman susu. Perubahan nilai pH yang terjadi diduga dipengaruhi oleh aktivitas dan jumlah bakteri asam laktat dalam produk. Menurut TAUFIK

(2004), semakin lama waktu penyimpanan maka akan semakin menurun nilai pH. Komponen susu yang paling berperan dalam fermentasi adalah laktosa dan kasein. Laktosa digunakan sebagai sumber energi dan karbon yang nantinya akan diubah oleh BAL menjadi asam laktat. Asam laktat tersebut menyebabkan keasaman dadih susu sapi meningkat atau pH-nya menurun. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kemasan dan suhu penyimpanan mempengaruhi pH dadih (P < 0,05). Uji lanjut menggunakan Duncan

menunjukkan bahwa secara tunggal penggunaan kemasan cup pp, dan kemasan

flexypack tidak menunjukkan perbedaan pH pada produk dadih, dan berbeda nyata (P < 0,05) dengan kemasan lain (Tabel 2). Pada hari ke-0, kandungan pH menunjukkan perbedaan nyata dengan periode pengamatan yang lain. Nilai pH hari ke-4, 12, dan 20 tidak berbeda nyata, demikian juga hari ke-8 dan 20, sedangkan hari ke-16 nilai pH berbeda nyata dengan yang lain.

Dadih yang difermentasi selama 15 jam dalam bambu terlebih dahulu memiliki nilai pH yang lebih rendah dibandingkan dengan jika langsung ditempatkan pada kemasan primernya (Gambar 2a). Walaupun jumlah bakteri yang diinokulasikan sama (3%), namun jumlah bakteri asam laktat pada bambu lebih tinggi (1,2 × 1012 cfu/ml) dibandingkan dengan pada kemasan lain yang hanya sekitar 1010 cfu/ml. Hal ini diduga pada kemasan bambu pengubahan laktosa menjadi asam laktat lebih cepat, diduga karena adanya bakteri asam laktat indigenous pada bambu.

Perubahan nilai pH juga terjadi pada dadih yang disimpan pada suhu ruang (Gambar 2b). Kemasan bambu, gerabah, dan perlakuan bambu ke gerabah nilai pH hanya dapat dianalisis di hari ke-0 dikarenakan secara fisik dadih yang ada dalam kemasan tersebut sudah ditumbuhi banyak kontaminan menyebabkan sampel sulit untuk dianalisis pH-nya. Sementara itu untuk kemasan fleksibel, perlakuan bambu ke kemasan fleksibel, dan bambu ke cup plastik nilai pH-nya menurun dari hari ke-0 hingga ke-8, sedangkan untuk kemasan cup nilai pH naik di hari ke-8 walaupun tidak setinggi nilai pH pada hari ke-0. Hal ini diduga pada penyimpanan suhu ruang proses fermentasi tetap berlangsung yang mengakibatkan terjadinya penurunan nilai pH dadih.

Viskositas

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kemasan dan suhu penyimpanan mempengaruhi viskositas dadih (P < 0,05). Uji lanjut menggunakan Duncan menunjukkan bahwa secara tunggal penggunaan kemasan bambu, cup plastik pp, dan kemasan babu ke grabah tidak menunjukkan perbedaan viskositas pada dadih. Demikian juga antara kemasan bambu ke flexypack dan cup plastik pp, sedangkan kemasan flexypack dan gerabah mempunyai viskositas yang berbeda (P < 0,05) dengan kemasan lain (Tabel 2). Pada hari ke-0, 12, dan 16 viskositasnya berbeda nyata dengan periode pengamatan yang lain. Nilai viskositas hari ke-4, 8, dan 24 tidak berbeda nyata, sedangkan hari ke-20 berbeda nyata dengan yang lain (P < 0,05).

Viskositas dadih pada penyimpanan suhu dingin relatif konstan hingga hari ke-24, namun pada suhu ruang, viskositas dadih pada kemasan bambu, gerabah, dan perlakuan bambu ke gerabah hanya bisa diukur pada hari ke-0, karena secara fisik dadih pada kemasan ini volumenya tidak mencukupi sehingga tidak memungkinkan untuk dianalisis. Jenis kemasan bambu dan gerabah diduga mempunyai pori-pori yang mengakibatkan terjadinya penyerapan air selama proses pembuatan dadih. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai viskositas pada kemasan gerabah yang terlihat lebih tinggi (gambar 3b).

(8)

Gambar 2. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap pH dadih susu sapi Diduga gerabah memiliki sifat porositas

yang tinggi sehingga menyerap air dalam dadih yang menyebabkan total padatan meningkat, sehingga dalam gerabah lebih tinggi.

KESIMPULAN

1. Waktu fermentasi awal sebelum pemindahan ke dalam kemasan perlakauan

adalah setelah 15 jam fermentasi dalam bambu.

2. Penyimpanan suhu dingin lebih efektif dalam memperpanjang masa simpan dadih dibandingkan dengan penyimpanan pada suhu ruang.

3. Penggunaan kemasan cup plastik pp maupun kemasan flexypack mampu. Hari ke- 24 20 16 12 8 4 0 R at a-ra ta m ar ji n al pH 4,2 4,1 4,0 3,9 3,8 3,7 3,6 A7 A6 A5 A4 A3 A2 A1 kemasan

Non-estimable means are not plotted

Nilai rata-rata yang tidak dapat diperkirakan tidak dibuat grafiknya (a) Suhu dingin

R at a-ra ta m ar ji n al pH Hari ke- 24 20 16 12 8 4 0 4,1 4,0 3,9 3,8 3,7 3,6 3,5 A7 A6 A5 A4 A3 A2 A1 kemasan

Nilai rata-rata yang tidak dapat diperkirakan tidak dibuat grafiknya (b) Suhu ruang

(9)

Gambar 3(a). Pengaruh suhu penyimpanan terhadap viskositas dadih susu sapi pada suhu dingin

Gambar 3(b). Pengaruh suhu penyimpanan terhadap viskositas dadih susu sapi pada suhu ruang 4. mempertahankan sifat fisikokimia dadih,

dibandingkan jenis kemasan lain. Namun secara ekonomis kemasan cup plastik lebih murah.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC (Association of Official Analytical Chemist). 1995. Official Methode of Analysis. 14th ed. Arlington. Washington D.C.

(a) Suhu dingin

A7 A6 A5 A4 A3 A2 A1 kemasan Hari ke- 24 20 16 12 8 4 0 R at a-ra ta m ar ji n al v is k os it as 1200 1000 800 600 400 200 0

Nilai rata-rata yang tidak dapat diperkirakan tidak dibuat grafiknya

(b) Suhu ruang A7 A6 A5 A4 A3 A2 A1 kemasan

Nilai rata-rata yang tidak dapat diperkirakan tidak dibuat grafiknya 600 Hari ke- 24 20 16 12 8 4 0 R at a-ra ta m ar ji n al v is k os it as 400 200 0

(10)

APRIYANTONO,A.,D.FARDIAZ,N.L.SEDARNAWATI

dan S. BUDIYANTO. 1989. Analisa Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

BADAN STANDARISASI NASIONAL. 1992. Standar Mutu Yoghurt: SNI 01-2981-1992. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.

DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN. 2007. Kemasan Fleksibel. Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah, Departemen Perindustrian, Jakarta. DZARNIZA. 1999. Flavor dan Kualitas Dadih Susu

Sapi yang Dipasteurisasi dan Disimpan pada Suhu Kamar dan Lemari Es. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor (unpublished).

HANLON, J.F. 1992. Handbook of Packaging Engineering. McGraw Hill Book Company. New York, USA.

KUSWANTO, K.R. dan S. SUDARMADJI. 1989. Mikrobiologi Pangan. Pusat Antar Universitas Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. NEWLANDER, J.A. dan ANTHERTON, H.V. 1982.

Chemistry and Testing of Dairy Product. AVI Publishing Co. Inc. West Point, Connecticut, USA.

PATO, U. 2003. Potensi bakteri asam laktat yang

diisolasi dari dadih untuk menurunkan risiko penyakit kanker. J. Natur Indonesia 5(2): 162 – 166.

ROBERTSON,G.L. 1993. Food Packaging Principles

and Practice. Marcel Dekker Inc. New York. RUSFIDRA, A. 2006. Dadih/dadiah, susu kerbau

fermentasi mampu menurunkan kolesterol. www. Cimbuak.net. (13 Januari 2009). SARI,N.K. 2007. Tren dan Potensi Susu Fermentasi.

Majalah Foodreview Indonesia II(3), Maret 2007.

SIRAIT, C.H. 1993. Pengolahan Susu Tradisional

Perkembangan Agroindustri Persusuan di Pedesaan. Laporan Penelitian Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

SISRIYENNI, D. dan Y. ZURRIYATI. 2004. Kajian kualitas dadih susu kerbau di dalam tabung bambu dan tabung plastik. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 7(2): 171 – 179.

SYARIEF, R. dan A. IRAWATI. 1988. Pengetahuan Bahan Pangan. PT Mediyatma Sarana Perkasa, Jakarta.

SUGITHA, I.M. 1995. Dadih makanan tradisional minang, manfaat dan khasiatnya. Widyakarya Nasional Khasiat Makanan Tradisional. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI. Jakarta. hlm. 532 – 540.

STEINKA,I.,M.MORAWSKA,M.RUTKOWSKA and A. KUKULOWICZ. 2006. The influence of

biological factor on properties of some traditional and new polymer used for fermented food packaging. J. Food Eng. 77(4): 771 – 775.

SUNARLIM, R. dan S. USMIATI. 2006. Sifat mikrobiologi dan sensori dadih susu sapi yang difermentasi menggunakan Lactobacillus plantarum dalam kemasan yang berbeda. Buletin Peternakan 30(4): 208 – 216. SURYONO. 2003. Dadih: Produk olahan susu

fermentasi tradisional yang berpotensi sebagai

pangan probiotik.

http://tumoutou.net/702_07134/suryono.htm. (13 Januari 2009).

TAUFIK,E. 2004. Dadih susu sapi hasil fermentasi

berbagai starter bakteri probiotik yang disimpan pada suhu rendah: karakteristik kimiawi. Media Peternakan 27(3): 88 – 100. VASSILA,E.,A.BADEKA,E.KONDYLI,I.SAVVAIDIS

and M. KONTOMINAS. 2002. Chemical and microbial changes in fluid milk as affected by packaging conditions. International Dairy J. 12(9): 715 – 722.

WIDODO. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Cetakan Pertama. Leticia Press, Yogyakarta.

Gambar

Tabel 2.  Pengaruh  kemasan  terhadap  karakteristik
Gambar 1. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap total asam dadih susu sapi 24 20 16 12 8 4 0 Total asam2,5 2,2 2,0 1,7 1,0  A7 A6 A5 A4  A3 A2  A1  kemasan Hari ke-
Gambar 2. Pengaruh suhu penyimpanan terhadap pH dadih susu sapi  Diduga  gerabah  memiliki  sifat  porositas

Referensi

Dokumen terkait

The public’s goal regarding a publicly funded irrigation project may be described as maximizing the present value of net benefits generated over time. The model describing

Nonylphenol / 壬基苯酚 various NP Octylphenol / 辛基苯酚 various OP Heptylphenol / 庚基苯酚 various HpP Pentylphenol / 戊基苯酚 various PeP Nonylphenolethoxylates /

Variabel Jenis Kelamin dengan tingkat signifikansi sebesar 0,612, maka dapat disimpulkan bahwa Jenis Kelamin tidak berpengaruh signifikan positif terhadap literasi

Effect Of Natural Rubber Contents On Biodegradation And Water Absorption Of Interpenetrating Polymer Network (Ipn) Hydrogel From Natural Rubber And Cassava Starch...

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA DALAM MERANCANG POSTER DI SANGGAR JANIKA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

b.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan  dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (3) Undang­Undang No. 7  Tahun 

Average Return reksa dana saham sektoral pada tahun 2012 mengalami kinerja yang lebih baik dibanding kinerja pasar yaitu pada sektor infrastruktur, sedangkan

Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari – Agustus 2015 ini diberi judul Fraksi Brazilin dari Ekstrak Metanol Kayu Secang sebagai Pemodifikasi Elektrode Pasta