• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKTIVITAS BEBERAPA JENIS IKAN LAUT YANG DIBUDIDAYA DALAM KERAMBA JARING APUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRODUKTIVITAS BEBERAPA JENIS IKAN LAUT YANG DIBUDIDAYA DALAM KERAMBA JARING APUNG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Oseana, Volume XXIV, Nomor 2, 1999 : 21-26 ISSN 0216-1877

PRODUKTIVITAS BEBERAPA JENIS IKAN LAUT YANG DIBUDIDAYA DALAM KERAMBA JARING APUNG

Mayunar *)

ABSTRACT

PRODUCTIVITY OF MARINE FISHES WITH CULTURED IN FLOATING NETCAGES. Marine fish culture in floating netcages in Coastal waters of Indonesia was started of year 1978. Especially for marine fish culture, suitable fish species include are grouper, snapper, rabbit fish, seabass, wrasse and trevally. The fish is commercially of the most important marine fish species and highly esteemed as food fish in Hongkong, Taiwan, Singapura, Malaysia and Indonesia, Knowledge on the growth and production of fish per unit culture facility is important for the farming system management. Growth is affected by variables such as water temperature, dissolved oxygen, stocking density, quantity and quality of food. This paper described the poten-tial waters, site selection, productivity and prospect of floating netcages in the future.

PENDAHULUAN

Ikan laut memegang peranan cukup penting di dalam memenuhi kebutuhan pro-tein masyarakat dan beberapa jenis memiliki harga relatif tinggi sebagai komoditi ekspor. Baik dalam keadaan segar, dibekukan atau olahan, ikan laut juga banyak diekspor dalam keadaan hidup antara lain, kerapu, napoleon, kakap merah, kakap putih dan berbagai jenis ikan hias (MAYUNAR 1996). Berdasarkan data statis-tik, volume ekspor hasil perikanan meningkat dari 545.37 ribu ton pada tahun 1994 menjadi 651,57 ribu ton pada tahun 1997, sedangkan nilainya naik dari US $ 1,68 milyar menjadi US $ 1,90 milyar (ANONYMOUS 1999)

Permintaan pasar domestik dan internasional akan ikan laut terus meningkat terutama dalam keadaan hidup, maka perlu

upaya peningkatan produksi melalui usaha budidaya. Salah satu sarana produksi ikan untuk tujuan komersial adalah penggunaan keramba jaring apung (kejapung) yang saat ini berkembang cukup pesat di beberapa daerah Indonesia. Budidaya ikan dalam kejapung memiliki keuntungan antara lain: jumlah dan mutu air terjamin, pemangsa dapat dikendalikan. waktu panen dapat diatur dan ukuran lebih seragam, produksi dijual dalam keadaan hidup sehingga harga jual lebih tinggi. Keuntungan lain dari kejapung adalah mudah dipindah-pindahkan ke tempat yang lebih aman dan produktif (MAYUNAR 1995).

Beberapa faktor yang harus diperhatikan di dalam usaha budidaya ikan di kejapung adalah: lokasi, desain dan konstruksi keramba, padat penebaran, jenis dan ukuran ikan, ketersediaan pakan, hama dan penyakit, mutu air dan keamanan. Kegiatan budidaya

1)

(2)

ikan dalam kejapung dapat dijumpai di Propinsi Riau (Kep Riau, Bengkalis), Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kep. Seribu, Karimunjawa, Sulawesi Selatan, Sula- wesi Tenggara, maluku dan Irian (RACHMANSYAH et al. 1999). Selanjutnya dilaporkan bahwa jenis ikan yang dibudidayakan adalah kerapu lumpur (Epinephelus suillus, E. malabaricus, E. coides), kerapu macan (E. fuscoguttatus), kerapu sunu (Plectropomus maculatus, P. Ieopardus), kakap putih (Lates calcarifer), kakap merah (Lutjanus johni, L. argentimaculatus) dan jenis lainnya (kuwe, bawal, beronang).

POTENSI DAN PERSYARATAN LAHAN Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki panjang garis pantai 81.000 km dan luas perairan laut 5,8 juta km2. Potensi perairan laut untuk usaha budidaya mencapai 840.000 ha, dimana 3.600 ha diantaranya sangat potensial untuk budidaya ikan (GAIGER 1989). Selanjutnya dilaporkan bahwa 1 ha ar- eal dapat menampung 100-125 unit keramba dengan jumlah kurungan 400-500 buah yang berukuran 3x3 m. Apabila dari luas tersebut sudah dimanfaatkan sebesar 5 % (180 ha) dengan asumsi produksi ikan 4 ton/unit/tahun, maka akan diperoleh tambahan produksi sebesar 72.000-90.000 ton/tahun.

Salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya ikan dalam kejapung adalah pemilihan lokasi yang tepat dan benar dengan mempertimbangkan faktor lingkungan, resiko dan hidrografi perairan. Lokasi budidaya ikan laut harus memenuhi persyaratan dan memperhatikan keadaan pasang, kondisi dasar perairan, arus dan konstniksi. Perairan tempat kejapung sebaiknya bertofografi landai, kedalaman 6-10 m, substrat dasar pasir berlumpur atau lumpur berpasir, airnya jernih serta terhindar dari pencemaran dan pelumpuran (MAYUNAR 1995). Selain itu

juga harus terhindar dari gelombang kuat dan badai, sedangkan perbedaan pasang sebaiknya kurang dari 100 cm. Selanjutnya dinyatakan bahwa perairan tempat kejapung harus terhindar dari stratifikasi suhu dan oksigen.

Selain hal diatas, perairan yang ditetapkan untuk lokasi budidaya harus memenuhi persyaratan fisikia, kimia dan biologi. Parameter fisika dan kimia yang harus dipertimbangkan antara lain adalah arus, suhu, kecerahan, pH, salinitas, oksigen terlarut dan senyawa nitrogen. AHMAD et al. (1991) menyatakan, kecepatan arus yang balk untuk budidaya ikan laut dalam kejapung adalah 5-15 cm/detik, suhu air 27-32 °C (GUNARSO 1985), pH 6,5-9,0 (BOYD & LICHT- KOPPLER 1979) dan kecerahan > 3 m (KLH 1988). Selanjutnya ANONYMOUS (1986) dan AHMAD et al. (1991) menyatakan bahwa oksigen yang baik adalah 5-8 ppm, sedangkan konsentrasi amonia kecil dari 0,1 ppm.

PRODUKTIVITAS BEBERAPA JENIS IKAN

Beberapa jenis ikan laut dapat dibudidayakan dalam kejapung dan bahkan jenis ikan tawar seperti nila merah juga dapat dipelihara dengan produksi relatif sama dengan perairan tawar. Sampai saat ini, jenis ikan laut yang banyak dibudidayakan dalam kejapung pada umumnya masuk dalam suku serranidae (kerapu) diantaranya kerapu lumpur (E. suillus, E. coides, E. bleekeri, E. salmoides), kerapu malabar (E malabaricus), kerapu macan (E. fuscoguttatus), kerapu bebek (Cromileptes altivelis) dan kerapu sunu (Plectropomus maculatus, P. Ieopardus). Selain kerapu, jenis lain adalah kakap putih (Lates calcarifer), kakap merah (Lutjanus johni, L. argentim aculatus), beronang (Siganusjavus, S. guttatus, S. canaliculatus), kuwe (Caranx sp.) dan na-poleon (Cheilinus undulatus). Untuk lebih jelasnya produktivitas beberapa jenis ikan laut dapat dilihat pada Tabel 1.

(3)
(4)

Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas ikan berbeda antara yang satu dengan yang lainnya, sedangkan untuk mencapai ukuran pasar ( pertumbuhan) dan produksi (kelangsungan hidup) sangat dipengaruhi oleh padat penebaran, ukuran awal ikan serta jumlah dan kualitas pakan. Untuk ikan-ikan karang yang bersifat karnivora, pakan yang diberikan selama pemeliharaan dapat berupa ikan tembang (Sardinella fimbriata), teri (Stolephorus commersonii) atau ikan rucah lainnya, sedangkan ikan-ikan herbivora (beronang) berupa pellet, udang rebon atau teri.

Beberapa jenis ikan dapat dipelihara dalam jumlah yang cukup tinggi dengan berbagai keragaman produktivitas, namun secara ekonomis belum tentu menguntungkan, karena harus memperhitungkan harga benih, jumlah pakan, kelangsungan hidup, waktu pemeliharaan dan harga jual. Walaupun berbagai penelitian budidaya telah banyak dilakukan, namun sedikit sekali yang menganalisis kelayakan ekonomisnya sehingga sulit menentukan jumlah minimal unit kejapung yang layak untuk usaha secara komersial. Oleh sebab itu perlu pengkajian secara mendalam mengenai budidaya ikan dalam kejapung yang secara teknis mudah diterapkan dan secara ekonomis menguntungkan.

PROSPEK BUDIDAYA IKAN DALAM KEJAPUNG

Indonesia yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari perairan, memiliki berbagai jenis ikan yang diminati banyak konsumen dunia, sehingga menjadikan Indo-nesia sangat potensial untuk pengembangan budidaya ikan laut dalam kejapung. Faktor utama yang dijadikan dasar pengembangan budidaya ikan laut adalah meningkatnya kebutuhan pasar, harga jual cukup tinggi, pertambahan penduduk, persaingan

penggunaan lahan, hasil tangkapan yang cenderung menurun, kesadaran masyarakat akan makanan sehat, terbukanya kesempatan kerja dan berusaha seta upaya pelestarian sumberdaya. Selain hal tersebut, pasokan benih beberapa jenis ikan sudah dapat diupayakan melalui usaha pembenihan (hatchery).

Meningkatnya permintaan pasar domestik dan internasional akan ikan laut terutama dalam keadaan hidup, perlu diimbangi dengan peningkatan produksi melalui budidaya dalam kejapung. Saat ini, negara tujuan utama ekspor ikan hidup Indo-nesia adalah Hongkong, Taiwan dan Singapura, sedangkan kebutuhan dalam negeri masih terbatas pada kota-kota besar. Berdasarkan keunggulan yang dimiliki seperti ketersediaan lahan, harga, keragaman jenis ikan, teknologi dan peluang pasar, maka budidaya ikan laut dalam kejapung memiliki prospek untuk dikembangkan secara komersial. Hal tersebut juga didukung dengan Keputusan Presiden No. 23 tahun 1982 mengenai "Pengembangan Budidaya Laut di Perairan Indonesia" serta Keputusan Menteri Pertanian No. 473/Kpts/Um/7/1982 tentang "Pelaksanaan Pengembangan Budidaya Laut di Indonesia".

Budidaya ikan laut akan terus berkembang seiring dengan besarnya dukungan pemerintah dan bahkan telah dicanangkan melalui Program Peningkatan Ekspor Hasil Perikanan (PROTEKAN) 2003 dengan misi mewujudkan masyarakat tani- nelayan yang maju, mandiri, sejahtera dan berkadilan (ANONYMOUS 1999). Selan- jutnya dilaporkan bahwa sasaran program tersebut adalah penerimaan devisa negara pada tahun 2003 mencapai US$ 10 milyar, dimana US$ 0,58 milyar diharapkan dari hasil budidaya berbagai komoditas diantaranya kerapu, kakap putih, mutiara, rumput laut dan jenis lainnya. Khusus budidaya kerapu dan kakap putih, rencara produksi dan nilainya dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

(5)

Tabel 2. Target produksi kerapu dan kakap putih serta nilainya dalam rangka peningkatan ekspor hasil perikanan (PROTEKAN 2003)

Pengembangan budidaya kakap putih dan kerapu dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Khusus kakap putih, wilayah pengembangannya adalah propinsi Riau, Kalimantan Barat, Sumatera utara, Lampung dan Jawa Timur, sedangkan kerapu adalah propinsi Riau, sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh dan Sumatera Selatan. Untuk mencapai volume produksi sesuai PROTEKAN 2003, dibutuhkan benih kakap putih sebanyak 58 juta ekor (ukuran 75-100 g/ekor) dan kerapu 32,4 juta ekor. Kebutuhan benih tersebut diupayakan melalui usaha pembenihan lengkap (UHL) dan pembenihan skala rumah tangga (HSRT). Selain hal tersebut juga dibutuhkan lahan untuk usaha pendederan. Selain peningkatan produksi dan ekspor (devisa), pengembangan budidaya ikan laut dalam kejapung juga diharapkan mampu menciptakan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

AHMAD, T. et al. 1991. Operasional pembesaran ikan terapu dalam keramba jaring apung. Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai Maros, Badan Litbang Pertanian : 59 pp.

ANONYMOUS 1986. Manual on floating net cage fish farming in Singapura's Coastal water, Fisheries Handbook No. 1. Promary Prod. Dep. Republic of Singapura: 17 pp.

ANONYMOUS 1999, Kebijakan pengembangan perikanan budidaya pesisir pendukung gema PROTEKAN 2003. Direktorat Bina Sumber Hayati- Direktorat Jendral Perikanan. Makalah Rakernis Balai Penelitian Perikanan Pantai di Bpgor, 17 Maret 1999 :22 pp. BAMBANG, B.R, S. AKBAR, I SUPARDJO

dan SALAM 1992. Pembesaran ikan kakap putih ( Lates calcarifer), Bloch dengan padat penebaran berbeda di kurungan apung. Buletin Budidaya Laut 6 :1-67.

BOYD, C.E. and L. LICTHKOPPLER 1979. Water quality management in pond fish culture. Series No.22, Aubum Univer-sity, Alabama: 30 pp.

BURHANUDDIN, SULAEMAN dan S.TONNEK 1994. Budidaya ikan bandeng, Chanos chanos dalam keramba jaring apung volume kecil dengan padat penebaran berbeda. J Panel Budidaya Pantai 10 (2) : 57-70.

(6)

CHUA, T.E. and S.K.TENG 1979, Relative growth and production of the estuary grouper, Epinephelus salmoides under different stoking densities in floating net-cages. Biology 54 :363-372. GAIGER, PJ 1989. The market potential for

Indonesian seafarmed product: I. Fin- fish, Seafarming Development Project in Indonesia (INS/8/008) under the ouspisces of Directorate General of Fisheries, Departement of Agricultural, Goverment of Indonesia, FAO-Rome : 67 pp.

GUNARSO, W. 1985. Tingkah laku ikan dalam hubungannya dengan alat, metode dan taktik penangkapan. Fakultas Perikanan IPB : 150 pp

KLH 1988. Surat Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. 02/Men KLH/1988, tanggal 19 Januari 1988.

LAMIDI dan ASMANELI 1994. Pengaruh dosis pakan terhadap pertumbuhan ikan lemak, Chelinus undulatus dalam keramba jaring apung. J. Penel. Budidaya Pantai 10 (5) :61-67.

MAYUNAR 1995. Budidaya ikan laut dalam keramba jaring apung dan prospeknya. Oseana, XX (2) : 1-12.

MAYUNAR,R, PURBA dan P.T. IMANTO 1995. Pemilihan lokasi untuk usaha budidayaikan laut, Pros. Temu Usaha Pemasyarakatan Teknologi Keramba Jaring Apung Bagi Budidaya Laut. Jakarta, 12-13 April 1995 : 179-189. MAYUNAR 1996, Jenis-jenis ikan karang

ekonomis penting sebagai komoditi ekspor dan prospek budidayanya, Oseana XXI(30: 23-31.

RACHM ANS YAH, USMAN dan T, AHMAD 1999. Ketersediaan teknologi budidaya laut dalam mendukung program peningkatan ekspor hasil perikanan.

Balai Penelitian Perikanan Pantai. Makalah Rakernis Balai Penelitian Perikanan Pantai di Bogor, 16-17 Maret 1999 : 28 pp.

SAKARAS, W. 1986. Optimum stocking den-sity of seabass (Lates calcarifer) cul-tured in cage, p : 172-175. In Manage-ment of Wild Cultured Seabass/ Barra- mundi (Lates calcarifer). ACIAR Pro-ceeding No.20.

SLAMET,B.A. ISMAIL, WEDJATMIKO dan A. BASYARIE 1995. Teknik budidaya kakap putih, Lates calcarifer. p: 11-21. Dalam Pros. Sem. Sehari Hasil Peneliti- an Sub Balitkandita Bojonegara-Serang di Cilegon, 11 Maret 1995.

SUGAMA, K. H. EDA and E. DANA- KUSUMAH 1986, Effect of stocking density on the growth of grouper, Epinephelus tauvina Forskal, cultured in floating net cages. Scientific Report of Mariculture Research and Devel- opment Priject (ATA- 192) in Indone-sia :229-241.

SUGAMA, K. WASPADA dan H. TANAKA 1986. Pertumbuhan beberapa jenis ikan beronang, Siganus spp. dalam kurung- kurung apung. Scientific Report of Mariculture Research and Develop- ment Project (ATA-192) in Indonesia : 220-228.

TONNEK,S. RACHMANSYAH, D.S. PONG- SAPAN dan A. PARENRENGI 1993. Penelitian pengembangan budidaya n i l a merah dan beronang dalam keramba jaring apung di Barru, Sulawesi Selatan. Bull. Panel. Perikanan, Edisi Khusus No. 5 : 63-79. YULIANS YAH, H, SUKAWATI, MUCHARI

dan MASRIL 1994. Pengaruh penambahan vitamin C dalam pakan terhadap kelangsungan hidup kerapu sunu, Plectropomus sp. J. Penel. Budidaya Pantai 10 (5) : 43-49.

Gambar

Tabel 1. Produktivitas beberapa jenis ikan laut yang dipelihara dalam kejapung
Tabel 2.  Target produksi kerapu dan kakap putih serta nilainya dalam rangka peningkatan  ekspor hasil perikanan (PROTEKAN 2003)

Referensi

Dokumen terkait

Dua faktor yang mempengaruhi sikap bahasa seseorang menurut Lambert (1976) yaitu: 1) perbaikan nasib (orientasi instrumental). Orientasi instrumental banyak terjadi

Secara manusia ajakan tersebut ingin diikuti sebab ajakan tersebut adalah ajakan dari sang Jura Selamat, Walaupun orang lain tidak dapat melihat ajakan tersebut

Improving student learning outcomes can also be seen from the mastery learning with minimum completeness criteria (KKM) set is 75. Increased again in the post test results of

Hasil penelitian ini tidak dapat membuktikan hipotesa penelitian mengenai hubungan gaya kepemimpinan kepala ruang dengan motivasi kerja perawat dalam melaksanakan

 Dalam sistem komputer yang menggunakan layar 2 dimensi, mata kita dipaksa untuk dapat mengerti bahwa obyek pada layar tampilan, yang sesungguhnya berupa obyek 2 dimensi,

khusus (specialized farming) dan tingkat pendapatan dari usaha peternakan mencapai 100%. Hal inilah yang terjadi di Desa Jenggik Kecamatan Terara Lombok Timur.

Hasil dari penelitian menunjukan bahwa dengan adanya Sistem Informasi Pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) Berbasis Web dapat memudahkan mahasiswa untuk melakukan

Mengingat pada tahun 2011 BCA membukukan cadangan sejumlah Rp 597 miliar (di luar pemulihan cadangan kerugian penurunan nilai atas aset non produktif dan estimasi kerugian