• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL PSIKOLINGUISTIK LINDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "JURNAL PSIKOLINGUISTIK LINDA "

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERKEMBANGAN BELAJAR BAHASA PADA ANAK TUNARUNGU SMA-LB PERTIWI DI MOJOKERTO DAN RELEVANSINYA DALAM PEMBELAJARAN

BAHASA INDONESIA DI SMA-LB1

Linda Eka Pradita2

Program Doktor Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perkembangan belajar bahasa anak tunarungu dari struktur fonologi, morfologi dan sintaksis, serta relevansinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA-LB. Objek yang diteliti yaitu anak tunarungu di SMA-LB PERTIWI kota Mojokerto. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, dengan menggunakan pendekatan psikolinguistik. Bentuk penelitiannya berupa deskriptif kualitatif, yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata atau kalimat untuk menggambarkan fokus penelitian atau masalah, menganalisisnya pada data yang ada. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan observasi, wawancara, rekam dan catat. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi teori, triangulasi sumber, dan triangulasi metode. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) perkembangan belajar bahasa anak tunarungu dari aspek fonologi, artikulasinya terlihat cukup jelas meskipun sering muncul beragam kesalahan dalam penyebutan kalimat atau kata; (2) perkembangan belajar bahasa anak tunarungu secara morfologi, anak tunarungu lebih mudah memunculkan morfem bebas daripada morfem terikat, pada morfem terikat anak tunarungu hanya mampu memunculkan prefiks, konfiks dan sufiks, morfem terikat muncul secara optimal apabila anak tunarungu membuat kalimat secara berulang-ulang; (3) perkembangan belajar bahasa anak tunarungu secara sintaksis sudah mampu membuat satu kalimat atau lebih, namun anak tunarungu ketika membuat kalimat tidak sesuai pola yang urut dari kalimat itu sendiri (S-P-O-K), sehingga terkesan tidak terstruktur pada susunan kalimatnya; (4) relevansi perkembangan belajar bahasa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMA-LB agar siswa lebih mampu mengembangkan keterampilan bahasa.

Kata Kunci : perkembangan bahasa, fonologi, morfologi, sintaksis, psikolinguistik PENDAHULUAN

Pada umumnya, orang tidak merasakan bahwa menggunakan bahasa merupakan suatu keterampilan yang luar biasa rumitnya. Seorang bayi akan tumbuh bersamaan dengan pertumbuhan bahasanya. Dari umur satu sampai dengan satu setengah tahun seorang bayi mulai mengeluarkan bentuk-bentuk bahasa yang telah dapat diidentifikasikan

(2)

Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak seorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya (Chaer, 2009: 167).

Seseorang dapat berbahasa harus ditunjang oleh fungsi pendengaran yang baik, sebab pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa terbentuk melalui proses meniru dan mendengar. Bila fungsi pendengaran mengalami hambatan seperti pada anak tunarungu, maka proses perkembangan bahasa akan terganggu. Anak tunarungu dalam perkembangannya mendapatkan hambatan-hambatan yang mempengaruhi pribadi dan penyesuaian diri terutama efek dari keadaan kurang mendengar. Kurangnya pendengaran mempengaruhi juga proses komunikasi, pengertian, pembicaraan, membaca, dan bahasa. Seorang anak dengan intelegensi dan alat bicara normal, walaupun terhambat pendengarannya, mereka bisa berbahasa. Pada pemerolehan bahasa baik dari segi kosakata, struktur morfologis, maupun struktur sintaksis, mereka mempunyai karakteristik tersendiri dibandingkan dengan anak yang mempunyai pendengaran normal.

Ada beberapa dasar analisis cabang-cabang linguistik yang terdiri dari: (1) fonologi merupakan cabang linguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai bunyi (Verhaar, 2001: 97). Fonologi yang memandang bunyi-bunyi ujar lazim disebut fonetik. Kedua, bunyi-bunyi ujar

dipandang sebagai bagian dari suatu sistem bahasa. Bunyi-bunyi ujar merupakan unsur-unsur bahasa terkecil yang merupakan bagian dari struktur kata dan sekaligus berfungsi untuk membedakan makna. Fonologi yang memandang bunyi ujar sebagai bagian dari sistem bahasa lazim adalah fonemik; (2) morfologi merupakan cabang linguistik yang mengidentifikasikan satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfem ada dua, yaitu morfem bebas dan morfem terikat; (3) Sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk frase, klausa, dan kalimat dengan satuan terkecilnya berupa bentuk bebas yaitu kata (Sukini, 2010: 2-3).

Menurut Harley (dalam Dardjowidjojo, 2003: 7) berpendapat bahwa psikolinguistik adalah studi tentang proses mental-mental dalam pemakaian bahasa. Maka secara teoretis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima dan secara psikologi dapat menerangkan hakikat bahasa dan pemerolehannya. Dengan kata lain, psikolinguistik mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa dan bagaimana struktur ini diperoleh, digunakan pada waktu bertutur, dan pada waktu memahami kalimat-kalimat dalam pertuturan.

(3)

pada anak berkebutuhan khusus tidak dapat lepas dari dampak keterbatasan yang ada pada mereka. Ditinjau dari perkembangan bahasa seorang anak justru lebih mudah memahami hambatan maupun gangguan bahasa pada seorang anak. Perkembangan bahasa juga dapat dipengaruhi oleh faktor dorongan atau motivasi dari lingkungannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Tati Hernawati (Vol. 7, No.1) yang berjudul “Pengembangan Kemampuan Berbahasa dan Berbicara Anak Tunarungu”. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian relevan yaitu terletak pada rumusan masalahnya, dalam penelitian relevan melmbahas tentang cara mengembangkan kemampuan berbahasa dan berbicara anak tunarungu, sedangkan penelitian ini membahas tentang perkembangan belajar bahasa dari aspek struktur fonologi, struktur morfologi, dan struktur sintaksis. Persamaannya terletak pada kajian yang digunakan yaitu psikolinguistik.

Penelitian yang dilakukan oleh Yishan Gao, Yishan dan Zhang, Yi (Vol. 5, No. 6) yang berjudul “A Study of Psycholinguistic Empirical Studies in Second Language Acquisition: Research Methods and Methods of Data Collection”. Sebuah Studi Psikolinguistik Studi Empiris Pemerolehan Bahasa Kedua: Metode Penelitian dan Metode Pengumpulan Data. artikel ini berfokus pada analisis tren pengembangan, metode penelitian dan metode dari pengumpulan koleksi data dalam pemerolehan bahasa kedua. Pada

pemerolehan bahasa kedua dapat menggunakan metode penelitian studi empiris yaitu observasi alam dan metode eksperimental.

Penelitian yang dilakukan oleh Maftoon, Parviz dan Shakouri, Nima (Vol.1, No. 1) yang berjudul “Psycholinguistic Approach to Second Language Acquisition”. Artikel jurnal ini berkaitan dengan pendekatan psikolinguistik untuk pemerolehan bahasa kedua. Psikolinguistik hanya didefinisikan sebagai studi tentang hubungan antara bahasa manusia dan pikiran manusia. Psikolinguistik adalah cabang dari ilmu kognitif yang meneliti bagaimana sebuah penggunaan individu (memproduksi dan memahami serta memperoleh bahasa).

Penelitian yang dilakukan oleh Hanifehzadeh, Sepeedeh (Vol. 1, No. 1) yang berjudul “The Comparative Effect of Different Task Processing Conditions and L2 Decision 107 Making Oral Production”. Artikel jurnal ini berkaitan dengan pengaruh berbagai kondisi sosial yang bisa mempengaruhi produksi ujaran bahasa kedua yang berlangsung melalui proses dan didukung oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar karena seorang pembelajar bahasa kedua memerlukan dorongan dari dalam dan luar.

(4)

berkaitan dengan penelitian ini dilihat dari tujuannya yaitu untuk menguji pengaruh instruksi kosakata tugas berdasarkan kemampuan komunikatif peserta didik EFL Iran. Pengaruh kosa kata berkaitan dengan pemerolehan bahasa khususnya pada tatanan kebahasaan karena terkait dengan aspek struktur fonologi, morfologi, sintaksis dan semantik.

Penelitian yang dilakukan oleh Okeke, Umera (Vol.1, No.1) yang berjudul “ The Psycholinguistics Of Early Childhood Language Aquisition” yang membahas sebuah kajian psikolinguistik tentang pemerolehan bahasa pertama. Studi ini melihat ke dalam hubungan antara psikologi dan linguistik (psikolinguistik) dan proses mental dalam pemerolehan bahasa anak sampai menguasai dasar struktur linguistik bahasa sekitar 3 tahun.

METODE

Penelitian ini bertempat di SMA-LB PERTIWI kota Mojokerto. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian kualitatif dengan pendekatan psikolinguistik. Peneliti menetapkan objek untuk diteliti yaitu anak tunarungu di SMA-LB PERTIWI kota Mojokerto. Dari beberapa anak tunarungu, peneliti memilih 6 anak tunarungu sebagai subjek penelitian dengan berbeda usia, dimulai dari usia 16 tahun sampai 21 tahun. Instrumen penelitian dalam penelitian ini yaitu peneliti, kartu data, dan catatan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini

menggunakan teknik interaktif yang mencakup observasi dan wawancara, serta menggunakan teknik noninteraktif yang mencakup perekaman dan pencatatan. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik analisis interaktif yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (Huberman, 1992: 16-21). Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan triangulasi teori, triangulasi sumber, dan triangulasi metode. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap penyelesaian pelaporan hasil penelitian dalam bentuk jurnal

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil perkembangan bahasa anak tunarungu di SMA-LB PERTIWI dianalisis untuk mendeskripsikan perkembangan bahasa dari aspek struktur fonologi, struktur morfologi, dan struktur sintaksis. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan sebagai berikut:

Perkembangan Bahasa dari Aspek Struktur Fonologi

(5)

Sesuai dengan ujaran tersebut, maka penelitian dari struktur fonologi dibagi menjadi struktur fonetik dan struktur fonemik.

Struktur Fonetik

[Bajak] [pinandagh] [cacat] [tidak] [tiltapung] [dikolah] [lual] [biaca]. [Taat] [ni] [ada] [latusan] [pinandagh] [cacat] [yang] [tidak] [bica] [tiltapung] [di] SLB (mengucapkan SLB menggunakan bahasa isyarat). [Hal] [ni] [akat] [maih] [tilbatatnya] [kapacitat] [luang] [kolah] [dan] [jalak] [tapat] [tindal] [anak] [dinan] [kolah] [ngat] [jauh]. (SF/ATR1/FTK)

Dari kalimat diatas terdapat perubahan bunyi bahasa, perubahan bunyi /e/ menjadi /i/, bunyi /r/ menjadi /l/, bunyi /m/ yang tidak muncul pada kata [tertampung] yang berubah menjadi [tiltapung]. Perubahan bunyi /ny/ yang berubah menjadi /j/ pada kata [banyak] yang berubah menjadi [bajak]. Selain itu, terdapat juga bunyi /i/ yang tidak muncul pada kata [ini] dan [ingat] yang berubah menjadi [ni] dan [ngat]. Perubahan bunyi /s/ menjadi / c/ pada kata [biasa] dan [kapasitas] yang berubah bunyi menjadi [biaca] dan [kapacitat], tetapi pada kalimat tersebut juga terjadi perubahan bunyi /s/ menjadi /t/, perubahan tersebut terjadi hanya di akhiran suku kata, seperti kata [terbatas] yang berubah menjadi [tilbatat], kata [kapasitas] berubah menjadi [kapacitat]. Bunyi /i/ yang awalnya tidak muncul pada kata [ni] dan [ngat], selang beberapa waktu ketika ATR 1 mengulangi mengucapkan kalimat tersebut, ternyata

bunyi /i/ sudah bisa muncul dengan lancar sehingga menjadi kata [ini] dan [ingat]. Perubahan bunyi /s/ yang berubah menjadi bunyi /c/ pada kata [biasa] menjadi [biaca], selang beberapa waktu mengalami perubahan bunyi /s/ ke /c/ sudah berkembang menjadi bunyi /ts/, sehingga menjadi kata [biatsa]. [Dulutu] [telakyang] [dulutu] [teltinta]. [Tanpamu] [pa] [jadina] [atu]. [Tak] [bisa] [bata] [ulis] [ngelti] [banak] [hal]. [Dulutu] [telima] [tasihtu]. [sampai] [tapanpun] [dilimu] [tan] [selalu] [tu] [ingat]. [Takan] [pelna] [tulupatan]. (SF/ATR2/FTK)

(6)

[Walopu] [aku] [tudah] [tak] [ngat] [tapa] [mu], [bahaimana] [bentuk] [wadahmu], [dina] [ko] [tindal], [huru] [bidan] [apa] [ko] [dan] [apatah] [ko] [matih] [idup] [tampai] [karang]. [Tapi] [aku] [matih] [ngat] [elan-pelanmu] [dan] [adaranmu]. [Terima] [tatih] [banak] [huru]. (SF/ATR3/FTK).

Kalimat tersebut terdapat perubahan bunyi /g/ berubah menjadi /h/ pada kata [bagaimana] yang berubah menjadi [bahaimana], kata [guru] berubah menjadi [huru]. Berubahnya bunyi /au/ menjadi /o/ juga terdapat dalam kalimat tersebut, seperti pada kata [walaupun] yang berubah menjadi [walopu], kata [kau] berubah menjadi [ko]. Tidak munculnya bunyi /h/ juga terdapat pada kata [hidup] yang berubah menjadi [idup]. Pada kalimat tersebut juga terdapat perkembangan bahasa pada bunyi /j/, yang awalnya berubah menjadi bunyi /d/ pada kata [ajaranmu] yang berubah menjadi [adaranmu]. Tetapi ketika diucapkan lagi kalimatnya oleh ATR 3 mengalami perkembangan sehingga menjadi [ajaranmu]. Perkembangan bunyi /j/ berubah menjadi /d/ dan sekarang kembali lagi pada bunyi yang asli yaitu bunyi /j/. perkembangan bunyi /k/ juga terjadi pada kata [kasih] yang berubah menjadi [tatih]. Awalnya bunyi /k/ berubah menjadi bunyi /t/, tetapi ketika diucapkan lagi oleh ATR 3 bunyi /k/ akhirnya muncul dengan sempurna sehingga menjadi [katih].

[Waopun] [aku] [tudah] [tak] [ngat] [tapa] [namamu], [badamana] [bentuk] [wajahmu],

[dimana] [kau] [tidal], [dulu] [bidagh] [pa] [kau] [dan] [apakah] [kau] [matih] [hidup] [tampai] [kalagh]. [Tapi] [aku] [matih] [ngat] [petan-etanmu] [dan] [ajalan-jalanmu]. [Telimakatih] [banyak] [dulu]. (SF/ATR4/ FTK)

Perubahan bunyi /g/ pada suku kata pertama yang berubah menjadi /d/ terjadi pada kata [guru] yang berubah menjadi [dulu], dari kata tersebut juga terlihat perubahan bunyi /r/ menjadi /l/. Berubahnya bunyi /ng/ yang berubah menjadi bunyi /gh/ juga terdapat pada kata [bidang] dan kata [sekarang] yang berubah menjadi [bidagh] dan [kalagh]. Terdapat juga huruf yang tidak muncul atau lesap seperti /a/ pada kata [apa] yang berubah menjadi [pa]. /i/ yang lesap pada kata [ingat] sehingga menjadi [ngat]. Kata [tinggal] berubah menjadi [tidal], terdapat perubahan bunyi /ng/ menjadi /d/. ketika ATR mencoba mengulangi kalimat tersebut akhirnya bunyi / d/ mengalami perkembangan menjadi bunyi / ng/, bunyi yang benar sehingga menjadi kata [tingal], meskipun ketika mengucapkannya sedikit sengau.

[Buna] [alna] [melah], [buna] [maal] [angi]. [Palfum] [ani]. [Palfum] [ani] [pelti] [itu] [buna] [maal]. [Jual] [beli] [palfum] [ani] [dan] [buna] [maal].[telama] [pai]. [Nama] [taya] [sandi].(SF/ATR5/FTK)

(7)

menjadi [Buna] [alna] [melah], [buna] [maal] [angi]. [Palfum] [ani]. Terdapat juga perubahan bunyi /r/ menjadi /l/, bunyi /s/ menjadi /t/ pada kata [merah] berubah menjadi [melah]. Kata [parfum] berubah menjadi [palfum], kata [selamat] menjadi [telama]. Tidak munculnya bunyi /t/ juga terdapat pada kata [selamat] yang berubah menjadi [telama]. [Telamak] [pagi]. [Taya] [andi]. [Tebelu] [belangkat] [tetolah], [taya] [talapang] [tama] [lang] [uwa]. [Antal] [bapa] [ke] [tetolah]. (SF/ ATR6/FTK)

Kalimat tersebut terdapat perubahan bunyi /t/ menjadi /k/ pada kata [selamat] berubah menjadi [telamak]. Terdapat penambahan huruf /g/ pada kata [sarapan] yang berubah bunyi menjadi [talapang], bunyi kata [tua] yang berubah menjadi [uwa] terlihat adanya lesapan /t/ dan adanya penambahan /w/ diantara /u/ dan /a/.

Dari hasil struktur fonetik yang diucapkan oleh ATR 1 sampai ATR 6 terdapat beberapa persamaan perubahan bunyi dan perbedaan perubahan bunyi, dapat disimpulkan bahwa ATR cenderung berubah bunyi ketika mengucapkan huruf-huruf konsonan, dan cenderung tidak memunculkan huruf vokal. Persamaannya terjadi ketika ATR 1, ATR 2, ATR 4, ATR 5 dan ATR 6 mengucapkan bunyi konsonan /r/ selalu berubah menjadi /l/. Hanya pada saat pengucapan ATR 3 yang tidak berubah bunyi ketika mengucapkan konsonan /r/. Selanjutnya perubahan bunyi /s/ menjadi /t/ masih terjadi

pada ATR 1, ATR 3, ATR 4, ATR 5 dan ATR 6, hanya saja pada pengucapan ATR 1 perubahannya terjadi pada akhiran suku kata. Perubahan bunyi /g/ menjadi /d/ sampai saat ini masih terjadi pada pengucapan ATR 2 dan ATR 4. Perbedaanya juga terlihat jelas pada ATR 1 terjadi perubahan bunyi /s/ menjadi /c/, tetapi pada ATR 2 sampai ATR 6 tidak ditemukan perubahan bunyi seperti itu. Pada ATR 2 terdapat perubahan bunyi /k/ menjadi / t/, bunyi /c/ juga menjadi /t/, tetapi pada ATR lainya tidak ditemukan perubahan seperti itu. Perubahan bunyi /au/ menjadi /o/ ini juga terjadi pada pengucapan ATR 3. Terdapat juga beberapa bunyi yang lesap atau tidak muncul seperti bunyi /i/ pada awalan kata yang diucapkan ATR 1, bunyi /a/, /t/ pada awalan kata yang diucapkan oleh ATR 2, bunyi /g/, / w/ yang lesap pada saat diucapkan oleh ATR 5 dan pada pengucapan ATR 6 terdapat lesapan bunyi /t/ yang diganti dengan penambahan bunyi /w/. Perkembangan bahasa terjadi pada ATR 1, ATR 2, ATR 3 dan ATR 4. Pada ATR 5 dan ATR 6 belum terjadi perkembangan bahasa yang meningkat, meskipun sudah mengucapkan kalimat-kalimat tersebut secara berulang-ulang. Pada dasarnya perkembangan bahasa ATR akan terus bertambah dan berkembang selama ATR terus mengembangkannya dan diberikan layanan khusus serta berbagai fasilitas yang digunakan untuk mengoptimalkan sisa pendengarannya.

(8)

Kalimat "Hal ini akibat masih terbatasanya kapasitas ruang sekolah dan jarak tempuh tempat tinggal anak dengan sekolah sangat jauh”. Yang berubah menjadi

“[Hal] [ni] [akat] [maih] [tilbatatnya] [kapacitat] [luang] [kolah] [dan] [jalak] [tapat] [tindal] [anak] [dinan] [kolah] [ngat] [jauh] (SF/ATR 1/FNM). Terdapat perbedaan makna kata didalam kalimat tersebut. Seperti pada kata [ruang] yang berubah menjadi [luang]. Kata [jarak] yang berubah menjadi [jalak], terdapat perbedaan bunyi [r] dan [l] yang menyebabkan berbedanya makna [ruang] dan [luang], makna [jarak] dan [jalak].

Kalimat “Guruku tersayang guruku tercinta. Tanpamu apa jadinya aku. Tak bisa baca tulis mengerti banyak hal”, yang berubah menjadi [Dulutu] [telakyang] [dulutu] [teltinta]. [Tanpamu] [pa] [jadina] [atu]. [Tak] [bisa] [bata] [ulis] [ngelti] [banak] [hal].(SF/ATR 2/FNM). Terdapat perbedaan makna kata [baca] yang berubah menjadi [bata] dalam kalimat tersebut. Perbedaan bunyi [c] dan [t] itu menyebabkan berbedanya makna [baca] dan [bata].

Pada kalimat “Walaupun aku sudah tak ingat siapa namamu, bagaimana bentuk wajahmu, dimana kau tinggal, guru bidang apa kau dan apakah kau masih hidup sampai sekarang” yang berubah menjadi [Walopu] [aku] [tudah] [tak] [ngat] [tapa] [mu], [bahaimana] [bentuk] [wadahmu], [dina] [ko] [tindal], [huru] [bidan] [apa] [ko] [dan] [apatah] [ko] [matih] [idup] [tampai]

[karang] (SF/ATR 3/FNM). Terdapat pula perbedaan makna dalam kalimat tersebut, seperti pada kata [siapa] berubah menjadi [tapa], kata [wajahmu] berubah menjadi [wadahmu], dan kata [guru] berubah menjadi [huru]. Perbedaan bunyi [si] dan [t], bunyi [j] dan [d], dan bunyi [g] dan [h] pada kata tersebut menyebabkan perbedaan makna didalam kalimat itu.

Kalimat “Selamat pagi. Nama saya Wulan. Ibu antar, pulang dijemput. Disekolah belajar bahasa Indonesia sama teman-teman. Kami diajar oleh guru” yang berubah menjadi

[Tamak] [agi]. [Nama] [taya] [ula]. [Ikbu] [antal], [uklagh] [jemput]. [Diteolah] [ajal] [bahasa] [ikdonetia] [tama] [tema-tema]. [Ami] [ajal] [oeh] [dulu] (SF/ATR 4/FNM).

Terdapat perbedaan makna kata [sama] berubah menjadi [tama], adanya perbedaan bunyi [s] dan [t] menyebabkan makna kata [sama] dan [tama] menjadi berbeda.

Kalimat “Hari ini belajar bahasa Indonesia. Saya senang. Istirahat sekolah main dengan teman-teman sepak bola”, yang berubah menjadi [Hali] [ni] [belajal] [bahata] [Indoneta]. [aya] [enang]. [Istilahat] [teolah] [main] [denan] [man-man] [tepak] [bola] (SF/ATR 5/FNM).

(9)

Pada kalimat “Bertemu dengan teman-teman, saya merasa senang melihat sahabat tersenyum. Sesudah sekolah aku membeli bola ditoko” yang berubah menjadi [Beltemu] [dengan] [temang-temang], [taya] [melata] [tenang] [melihat] [tahabat] [teltenum]. [Tetuda] [tetolah] [aku] [bli] [bola] [ditoko] (SF/ATR 6/FNM). Terdapat perbedaan makna kata [senang] berubah menjadi [tenang]. Pada kata tersebut terdapat perbedaan bunyi [s] dan [t] sehingga menyebabkan berbedanya makna pada kata [senang] dan [tenang].

Dari struktur fonemik diatas yang dihasilkan oleh ATR 1 sampai ATR 6 terlihat bahwa perkembangan bahasa pada struktur fonemik ATR belum mengalami perkembangan yang meningkat. ATR masih belum mampu membedakan makna kata. ATR bisa membedakan makna kata apabila dihubungkan dengan pengalaman dan lambang visual berupa gerakan organ artikulasi yang membentuk kata-kata maupun kalimat, karena pada dasanya ATR lebih mudah membedakan atau merespon hal-hal yang konkret daripada abstrak.

Perkembangan Belajar Bahasa dari Aspek Struktur Morfologi

Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari struktur kata, serta proses pembentukannya. Morfem ada dua, morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri, sedangkan morfem terikat adalah morfem

yang tidak dapat berdiri sendiri dan hanya dapat meleburkan diri pada morfem yang lain. Sesuai dengan ujaran tersebut, penelitian ini dibagi ke dalam morfem bebas dan morfem terikat.

Morfem Bebas

Kalimat “selamat pagi, nama saya vina. Pagi tadi saya makan bubur ayam. Rasanya enak. Ibu beli didekat rumah, karena ibu belum masak” yang berubah menjadi [Cilamat] [pahi], [nama] [caya] [vina]. [Pahi] [tadi] [caya] [ma’an] [bubul] [ayam]. [Lacanya] [inak]. [Ibu] [bili] [didikat] [lumah], [kalena] [ibu] [bibilum] [macak] (SM/ATR 1/MB). Dalam kalimat tersebut sudah muncul morfem bebas, seperti kata {makan} yang berubah menjadi {ma’an}, kata {beli} yang berubah menjadi {bli}, kata {masak} yang berubah menjadi {macak}. Selang beberapa waktu setelah mengucapkan kalimat diatas, ATR 1 sudah mampu memunculkan lagi morfem bebas berupa {siap} pada kalimat yang telah ditulisnya

“Saya dijemput sahabatku siap berangkat ke acara ulang tahun temanku.”

(10)

[temantu]. [Taya] [mau] [ambil] [buna] [mawal]. [Buna] [mawal] [ini] [belwalna] [pink] [muda] (SM/ATR 2/MB). Pada kalimat tersebut sudah muncul morfem bebas, seperti kata {bilang}, kata {ambil}. Kalimat yang ditulis oleh ATR 2 mengalami perkembangan dari struktur morfologi yang berupa morfem bebas setelah selang beberapa waktu ATR mengucapkan kalimat yang awal tadi. Setelah morfem bebas berupa kata {bilang} dan {ambil}, pada kalimat yang ditulis “Main gamers jam 6 pagi 5 jam masih lama sampe jam 12 siang.” Mengalami perkembangan berupa kata {main}. {lama}. {sampai} dan {siang}.

Kalimat “Saya teman-teman normal yang dengan sepak bola main ayo sepak bola” yang berubah menjadi [Taya] [teman-teman] [normal] [ang] [denan] [tepak] [bola] [ain] [ayo] [tepak] [bola] (SM/ATR 3/MB). Pada kalimat tersebut juga muncul morfem bebas, seperti kata {sepak} yang berubah menjadi {tepak}, kata {main} yang berubah menjadi {ain}. Selain morfem bebas berupa {sepak} dan {main}, pada saat menulis kalimat

“Keluar yang saya jalan-jalan bersama teman-teman iya maaf saya mau hobi lompat jauh itu.” ATR 3 mengalami perkembangan bahasa morfem bebas berupa kata {jalan}. {maaf} dan kata {lompat}.

Kalimat “terima kasih banyak guruku. Kami bisa pintar karenamu. Bunga ini berwarna merah” yang berubah menjadi [Telima] [katih] [banak] [duluku]. [ami]

[iksa] [pintal] [kalenamu]. [Buna] [ini] [belwalna] [elah] (SM/ATR 4/MB). Muncul morfem bebas pada kata {banyak} yang berubah menjadi {banak}, kata {pintar} yang berubah menjadi {pintal}. Selain morfem bebas kata {banyak} dan {pintar} pada kalimat yang sudah diucapkan diatas, juga terdapat perkembangan morfem bebas berupa kata {bentuk}, {besar}, {kecil} pada kalimat yang ditulisnya selang beberapa waktu setelah mengucapkan kalimat diatas “Buah semangka bentuk bulat. Buah semangka yang ada besar dan kecil.”

Kalimat “selamat pagi. Nama saya andi. Pagi sudah makan ikan lele. Berangkat sekolah sendiri” yang berubah menjadi [telama] [pai]. [Nama] [taya] [andi]. [Pai] [udah] [ma’an] [ik’an] [lele]. [Belankat] [teolah] [tendili]. [Hali] [ni] [belajalna] [bahata] [ndili] (SM/ATR 5/MB). Pada kalimat tersebut muncul morfem bebas pada kata {nama}, kata {selamat} yang berubah menjadi {telama}. Perkembangan bahasa pada morfem bebas ATR 5 mengalami perkembangan seperti kalimat yang ditulis ATR 5 “Jual beli parfum wangi dan bunga mawar”. Kalimat tersebut ditulis setelah beberapa waktu ATR 5 mengucapkan kalimat pertama. Selain muncul morfem bebas {nama} dan {selamat}, dalam tulisannya mengalami perkembangan morfem bebas yaitu kata {jual} dan {beli}.

(11)

[melata] [tenang] [melihat] [tahabat] [teltenum]. [Tetuda] [tetolah] [aku] [bli] [bola] [ditoko] (SM/ATR 6/MB). Dari kalimat tersebut sudah muncul morfem bebas seperti kata {senang} yang berubah menjadi {tenang}. Selain morfem bebas seperti kata {senang}, selang beberapa waktu ATR 6 mampu memunculkan lagi morfem bebas seperti kata {warna} dan {main} pada kalimat yang ditulisnya “Yang ini warna hitam dan putih. Rumah keluar main teman”

Dilihat dari perkembangan bahasa struktur morfologi dalam morfem bebas, ATR 1 sampai ATR 6 selalu mengalami peningkatan atau perkembangan pada saat memunculkan morfem bebas, karena morfem bebas itu sendiri berupa morfem dasar sehingga ATR mampu memunculkannya dan mengembangkannya, meskipun dalam mengucapkan atau menulis kalimat yang terdapat morfem bebas tersebut kurang sempurna.

Morfem Terikat

Kalimat “saya senang olahraga terus. Sedang bermain bersama teman-teman ingin terus disana alun-alun dan benteng tiap hari minggu” yang berubah menjadi [Caya] [cinang] [lahlada] [tilus]. [Cidagh] [bilmain] [bilcama] [man-man] [ngin] [tilus] [dicana] [alun-alun] [dan] [bintigh] [yap] [hali] [mindu] (SM/ATR 1/MT). Pada kalimat tersebut muncul morfem terikat yang berupa prefiks {ber-} pada kata {bermain} dan

{bersama} yang berubah menjadi kata {bilmain} dan {bilcama}. Selang beberapa waktu setelah mengucapkan kalimat diatas, kalimat “Rasanya wangi bunga mawar tetapi coba melihat bunga mawar ada rasanya” yang ditulis oleh ATR 1 mengalami perkembangan morfem terikat. Sebelumnya, pada kalimat yang diucapkan ATR 1 muncul morfem terikat yang berupa prefiks {ber-}, sekarang ATR 1 mampu memunculkan prefiks {me-} pada kata {melihat} dan sufiks {-nya} pada kata {rasanya}.

Kalimat “Saya mau ambil bunga mawar. Bunga mawar ini berwarna pink muda” yang berubah menjadi [Taya] [mau] [ambil] [buna] [mawal]. [Buna] [mawal] [ini] [belwalna] [pink] [muda] (SM/ATR 2/ MT). Pada kalimat tersebut juga muncul prefiks {ber-} pada kata {berwarna} yang berubah menjadi {berlwalna}. Pada kalimat “Messi mengungkapkan bahwa dulunya ia sering bermain sepak bola dijalan”

yang ditulis oleh ATR 2 menunjukkan bahwa ATR 2 mengalami perkembangan bahasa dari struktur morfem terikat. pada kalimat tersebut yang ditulis muncul bentuk kata yang berklofiks berupa {meng-,-kan} pada kata {mengungkapkan}.

(12)

[ain] [ayo] [tepak] [bola]. [Udah] [bis] [harus] [ulang] [dirumahku]. [Bayak] [petepak] [bola] [usim] [yang] [menempu] [di] [Eropa] (SM/ATR 3/MT). Terdapat prefiks {me-} pada kata {menempuh} yang berubah menjadi {menempu} dan prefiks {pe-} pada kata {pesepak} yang berubah menjadi {petepak}. Kalimat yang ditulis oleh ATR 3 berbunyi “Peralatan olahraga ini berwarna putih dan hitam”, dari kalimat tersebut terlihat bahwa ATR 3 mengalami perkembangan bahasa dalam memunculkan morfem terikat. Ketika kalimat awal yang diucapkan memunculkan prefiks {me-} dan {ber-}, sekarang pada kalimat yang ditulis mampu memunculkan konfiks {per-,-an} pada kata {peralatan}.

Kalimat “Bunga ini berwarna merah. Bunga kecantikan sinarnya. Bunga ini namanya bunga mawar” yang berubah menjadi [Buna] [ini] [belwalna] [elah]. [Buna] [kecantikan] [tinalna]. [Buna] [ini] [amaknya] [buna] [mawal] (SM/ATR 4/MT).

Terdapat morfem terikat yang berupa konfiks {ke-,-an} pada kata {kecantikan}, morfem terikat yang berupa sufiks {-nya} pada kata {namanya} yang berubah menjadi {amaknya}. Kalimat “Saya sedang ikut sama teman-teman untuk rapat isyarat bisindo diajari kedua yang mengajar semua cepat paham dan budaya anak-anak tuli” yang ditulis oleh ATR 4 mengalami perkembangan bahasa dari struktur morfem terikat dengan memunculkan prefiks {di-} dan {meng-} pada kata {diajari} dan

{mengajar}. Sebelumnya ATR 4 hanya memunculkan morfem terikat berupa konfiks {ke-.-an} dan sufiks {-nya}.

Kalimat “berangkat sekolah sendiri. Hari ini belajarnya bahasa sendiri. Hari ini belajar bahasa Indonesia. Saya senang. Istirahat sekolah main dengan teman-teman sepak bola” yang berubah menjadi [Belankat] [teolah] [tendili]. [Hali] [ni] [belajalna] [bahata] [ndili]. [Hali] [ni] [belajal] [bahata] [Indoneta]. [aya] [enang]. [Istilahat] [teolah] [main] [denan] [man-man] [tepak] [bola] (SM/ATR 5/MT). Pada kalimat tersebut juga muncul morfem terikat berupa sufiks {-nya} pada kata {belajarnya} yang berubah menjadi {belajalna}. Selain memunculkan morfem terikat berupa prefiks {ber-}, ATR 5 juga mampu memunculkan lagi prefiks {me-} pada kata {membeli} dalam kalimat yang ditulisnya “Aku bermain teman-teman sepak bola. Aku membeli bola sudah.”

Kalimat “Saya merasa senang melihat sahabat tersenyum. Sesudah sekolah aku beli bola ditoko” yang berubah menjadi [taya] [melata] [tenang] [melihat] [tahabat] [teltenum]. [Tetuda] [tetolah] [aku] [bli] [bola] [ditoko] (SM/ATR 6/MT). Terdapat morfem terikat yang muncul berupa prefiks {ter-} pada kata {tersenyum} yang berubah menjadi {teltenum}. Selain prefiks {ter-}, terdapat pula morfem terikat berupa konfiks {ke-,-an} pada kata {kesehatan} dalam kalimat yang ditulis ATR 6 yang berbunyi

(13)

untuk kulit bersih”. Itu menandakan bahwa ATR 6 juga mengalami perkembangan bahasa dari struktur morfologi berupa morfem terikat tersebut.

Dilihat dari perkembangan bahasa struktur morfologi dalam memunculkan morfem terikat, ATR sudah mampu memunculkan dan mengembangkan prefiks, konfiks, sufiks dan ada juga yang berklofiks. Ketika mengucapkan kalimat hanya mampu memunculkan morfem terikat berupa prefiks, tetapi pada saat menulis kalimat, ATR tersebut juga mampu memunculkan konfiks maupun sufiks, dan pada saat mengucapkan kalimat mampu memunculkan konfiks atau sufiks, pada saat menulis kalimat ATR juga mampu memunculkan prefiks. Tetapi dalam memunculkan morfem terikat ini, ATR perlu latihan terus menerus agar perkembangan bahasanya semakin kompleks.

Perkembangan Belajar Bahasa dari Aspek Struktur Sintaksis

Sintaksis adalah tatabahasa yang membahas hubungan antarkata dalam tuturan. Tuturan merupakan apa yang dituturkan oleh seseorang. Salah satu satuan tuturan adalah kalimat. Pengelompokan pola kalimat dari ATR 1 sampai ATR 6 sebagai berikut:

ATR 1 : Saya ingin olahraga untuk S P

lari-lari yang tinggi rajin semoga disehat dan sukses.

pelengkap Pada hari minggu selalu, saya

Kw S

ingin bermain bersama teman-teman

P O

yang alun-alun. Kt

Pada saat kalimat pertama yang ditulis, ketika dikelompokkan sesuai pola ternyata berpola S-P-pelengkap, namun ketika menulis kalimat yang kedua menghasilkan pola Kw-S-P-O-Kt. Ternyata ATR 1 mampu mengembangkan kalimat berdasarkan polanya, meskipun belum berpola yang kompleks atau sempurna.

ATR 2 : Aku mau pulang kerumahku S P K

itu.

Pada hari minggu lalu, aku bermain Kw S P diwarnetnya.

Kt

Aku mau membeli bola harga 3000 S P O K

Pada kalimat pertama menghasilkan pola S-P-K, ketika ATR menulis kalimat lagi pola kalimatnya berkembang menjadi Kw-S-P-K, dan untuk selanjutnya ATR mencoba menulis kalimat lagi dengan menghasilkan pola S-P-O-K

ATR 3 : hari minggu saya mau Kw S P

olgalah yang nanti dulu ingin pulang 2 Kw

jam.

Keluar saya jalan-jalan bersama S P

teman-teman. O

(14)

Kalimat pertama yang ditulis ATR menghasilkan pola Kw-S-P-Kw, tetapi pada saat kalimat yang kedua menghasilkan pola S-P-O. Pada kalimat pertama tidak terdapat objek dan pada kalimat kedua tidak terdapat keterangan. Ketika membuat kalimat lagi ternyata ATR ini mampu mengembangkan kemampuan bahasanya dari struktur sintaksis sehingga kalimatnya mampu menghasilkan pola S-P-O-K.

ATR 4 : Buah semangka bentuk

S K

bulat.

Buah semangka bisa dimakan yang

S P

sudah matang . K

Kalimat pertama menghasilkan pola S-K, tetapi pada kalimat kedua ATR mampu mengembangkan pola dengan menunculkan kalimat yang berpola S-P-K, meskipun polanya belum sempurna.

ATR 5 : Aku sholat S P

Aku membeli bola sudah

S P O

Aku bermain teman-teman sepak S P O plngkp bola

Pada kalimat pertama ATR mampu memunculkan pola S-P, selanjutnya pada kalimat kedua dan ketika, ATR mampu mengembangkan kalimatnya sehingga berpola S-P-O dan S-P-O-pelengkap.

ATR 6 : Pada hari minggu lalu, saya Kw S teman bermain dengan ke warung itu. P Kt Saya teman normal bermain dengan

S P O

catur.

Pada kalimat pertama yang dihasilkan ATR memunculkan kalimat dengan pola Kw-Kt, dan pada kalimat kedua berpola S-P-O. ATR 6 belum menunjukkan perkembangan yang meningkay pada saat membuat kalimat.

Dilihat dari pengelompokan pola kalimat ATR 1 sampai ATR 6, ATR sudah mampu mengembangkan pola kalimat berdasarkan kalimat yang ATR buat, yang awalnya hanya berpola S-P kemudian dikembangkan menjadi pola S-P-O, S-P-K dan ada juga yang berpola S-P-O-K, meskipun penataan pada kalimatnya terkadang kurang tepat dan terlihat tidak beraturan susunan kalimatnya, namun seiring bertambahnya perkembangan bahasa ATR, maka ATR akan mampu mengembangkannya kearah yang lebih kompleks dan sesuai dengan pola yang lebih sempurna.

Relevansi Pembelajaran Bahasa

(15)

kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek mendengarkan atau menyimak, berbicara atau berisyarat, membaca, dan menulis mampu tercapai dengan kompleks.

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu di SMA-LB PERTIWI kota Mojokerto mengalami perkembangan belajar bahasa dari struktur fonologi, morfologi, dan sintaksis. Anak tunarungu mengalami perkembangan belajar bahasa dari ketiga struktur tersebut secara bertahap sesuai dengan keaktifan anak tunarungu ketika berbahasa, serta relevansi perkembangan bahasa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMA-LB agar siswa lebih mampu mengembangkan keterampilan bahasa. Berdasarkan simpulan dan implikasi teoritis dan praktis dalam penelitian ini maka dapat dirumuskan saran-saran sebagai berikut: (1) Bagi anak tunarungu, disarankan untuk terus berlatih dan mengembangkan kemampuan berbahasanya agar perkembangan bahasa anak tunarungu lebih meningkat; (2) Bagi guru yang mengajar anak tunarungu, disarankan lebih kreatif dalam mengembangkan kemampuan berbahasa anak tunarungu dan lebih sering mengajak anak tunarungu berkomunikasi; (3) Bagi orang tua, yang memiliki seorang anak tunarungu hendaknya sering melibatkan anak-anak dalam berkomunikasi secara langsung, dan

mencontohkan pengucapan yang baik dan benar dalam segi bahasa.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2003.

Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Gao Yishan dan Zhan, Yi. 2016. “A Study of Psycholinguistic Empirical Studies in Second Language Acquisition: Research Methods and Methods of Data Collection”. International Journal of Arts and Commerce. Vol. 5 (6).pp. 84.

Hanifehzadeh, Sepeedeh. 2012. “The Comparative Effect of Different Task Processing Conditions and L2 Decision 107 Making Oral Production”. The International Journal of Language Learning and Applied Linguistics World(IJLLALW). Vol.1 (1).pp. 107.

Hernawati, Tati. 2007. Pengembangan Kemampuan Berbahasa dan Berbicara Anak Tunarungu. Jurnal Jassi_annaku Jurusan PLB FIP Universitas Pendidikan Indonesia. Vol.7. (1). pp. 101-110.

Maftoon, Parvis dan Shakouri, Nima. 2012. “Psycholinguistic Approach to Second Language Acquisition”. The International Journal of Language Learning and Applied Linguistics World (IJLLALW. Vol.1(1).pp.4.

(16)

Linguistics World (IJLLALW). Vol.1(1).pp. 31

Milles, Matthew. B. Dan Huberman. 1992.

Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Okeke, Umera. 2012. The Psycholinguistics of Early Childhood Language Acquisition. An International Online Multi-disciplinary Journal. Vol. 1(1).pp. 7.

Pujaningsih. 2010. Perkembangan Bahasa dan Gangguan Bahasa Pada Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal Pendidikan Khusus PLB FIP Universitas Negeri Yogyakarta. Vol. 6. (1). pp. 35.

Sukini. 2010. Sintaksis Sebuah Panduan Praktis.

Surakarta: Yuma Pustaka.

Verhaar, M. 2001. Asas-asas Linguistik Umum.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil riset yang berbeda tentang pengaruh struktur good corporate governance, pengungkapan corporate social responsibility dan pertumbuhan perusahaan pada nilai

Seperti yang sering dibicarakan di masyarakat, ternyata data yang diperoleh.. dari respon jawaban peserta didik yang menjadi sampel pada bagian ketiga, yaitu sikap/ perilaku

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Kesimpulan: Dua belas komponen CSR yang dinilai kepada 73 syarikat-syarikat kimia dalam LSL menunjukkan bahawa tahap penerapan dan pelaksanaan CSR adalah rendah terutamanya

(3) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran II sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pasal ini, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang

Daha Barat, Perda No.13/2006 Bajayau Tengah Menjadi wil... Limpasu,

Rata-rata pendapatan bulanan per pelanggan (ARPU) untuk pelanggan selular GSM pada periode sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2011 adalah sebesar Rp29,4 ribu

Kegiatan sales promotion atau promosi penjualan yang dilakukan BCA sebagai salah satu strategi promosinya contohnya melalui diskon, point reward, event Gebyar Tahapan