PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN PERANGKAT
DESA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Studi Kasus Di Dusun Planggok Desa Margokaton Kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Manajemen
Universitas Sanata Dharma
Disusun oleh :
Bayuworo Amiati NIM: 052214025
PROGRAM STUDI MANAJEMEN JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PENGARUH OR
DESA TERHA
Studi K
Pembimbing I
Venantius Mardi Wid
Pembimbing II
Antonius Budisusila, S
ii Skripsi
ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN PER
HADAP KESEJAHTERAAN MASYA
udi Kasus Di Dusun Planggok Desa Margokaton Kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta
Disusun oleh :
Bayuworo Amiati NIM: 052214025
Telah Disetujui Oleh:
idyadmono, S.E., M.B.A tanggal 08 Februari
a, S.E., M.Soc., Sc. tanggal 09 Februari
PERANGKAT
SYARAKAT
ton
uari 2012
PENGARUH OR
Sekretaris : Drs. T
Anggota : Venant
udi Kasus Di Dusun Planggok Desa Margokaton Kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta
Disusun oleh :
Bayuworo Amiati NIM: 052214025
elah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 29 Februari 2012
Dan dinyatakan memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Nama Lengkap
M.T. Ernawati, S.E., M.A.
s. Theodorus Sutadi, M.B.A
nantius Mardi Widyadmono, S.E., M.B.A
onius Budisusila, S.E., M.Soc., Sc.
Aloysius Triwanggono, M.S.
Yogyakarta, 29 Februari Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharm Dekan,
Drs. YP. Supardiyono, M
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
AKU ADALAH AKU YANG TERBAIK, JIKA MENJADI DIRIKU
SENDIRI.
Keberuntungan Hanya Untuk Orang BERANI
(Alexandria)
BUATLAH DIRIMU MENJADI BERKAH BAGI SESEORANG, SENYUMANMU YANG TULUS DAN TEPUKAN DI BAHU MUNGKIN BISA MENARIK SESEORANG DARI TEPI JURANG
(CARMELIA ELLIOT)
INGATLAH DENGAN SENYUMAN
Satu keberhasilan ini kupersembahkan untuk:
Diriku sendiri
Bapak, Ibu, kedua kakakku yang cantik Denok dan Niken
Ponakan-ponakanku Amel, Abel, Chelsea dan Shalom
My boo Ryan
Para sahabatku
U
JURUSAN MA
PERN
Yang bertanda tangan di
PENGARUH ORIEN
TERHADA
Studi K K dan diajukan untuk diDengan ini, saya tidak terdapat keseluruh cara menyalin, atau meni gagasan atau pendapat se sebagai tulisan saya sen yang saya salin, saya tir pengakuan (disebutkan d Bila dikemudian tersebut, maka saya ber dikembalikan kepada pim saya peroleh (S.E.) diba aturan perundang-undang
NYATAAN KEASLIHAN KARYA TULIS
n di bawah ini, saya menyatakan bahwa Skripsi de
RIENTASI KEWIRAUSAHAAN PERANGK
DAP KESEJAHTERAAN MASYARAKA
Kasus di Dusun Planggok Desa Margokaton Kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta
diuji pada tanggal 29 Februari 2012 adalah hasil ka
a menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dala uhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya
eniru dalam rangkaian kalimat atau simbol yang t serta pemikiran dari penulis lain yang saya akui endiri, dan atau tidak terdapat bagian atau keselur tiru atau saya ambil dari tulisan orang lain tanpa n dalam referensi) pada penulis aslinya.
n hari terbukti bahwa saya ternyata melakuka bersedia menerima sanksi yaitu skripsi ini digug
pimpinan Universitas Sanata Dharma dan gelar aka dibatalkan serta bila diperlukan bersedia diproses se
angan yang berlaku (UU No 20 Tahun 2003, pasa
Yogyakarta, 29 F sal 25 dan pasal
9 Februari 2012 pernyataan
LEM
media lain untuk ke
maupun memberikan
ARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN A
an di bawah ini saya mahasiswa Universitas Sana
: Bayuworo Amiati
: 052214025
an ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Dharma ilmiah saya yang berjudul :
RIENTASI KEWIRAUSAHAAN PERAN
EJAHTERAAN MASYARAKAT”
yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian sa
aan Universitas Sanata Dharma hak untuk
bentuk media lain, mengelolanya dalam be
kan secara terbatas, dan mempublikasikannya
kepentingan akademis tanpa perlu meminta
kan royaltykepada saya selama tetap mencantum
an ini saya buat dengan sebenarnya.
rta
ya di internet atau
nta izin dari saya
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih penulis haturkan kepada Bapa di Surga atas
segala berkat dan rahmatNya, sehingga penulisan skripsi dengan judul
“Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Perangkat Desa Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat”. Skripsi ini ditulis dalam rangkan memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi Manajemen Jurusan
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
Di balik semua itu harus penulis akui, bahwa penelitian dan skripsi ini
tidak pernah akan ada tanpa uluran tangan dan sumbangsih pemikiran dari
berbagai pihak, karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Drs. Y.P. Supardiyono, M.Si., Akt.,Q.I.A., selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak V. Mardi Widyadmono, S.E., M.B.A., selaku Ketua Program Studi
Manajemen Universitas Sanata Dharma, dosen pembimbing akademik yang
telah mendampingi dan membimbing penulis dan selaku dosen pembimbing I,
yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, kesungguhan hati serta
memberikan banyak ide dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
3. Bapak A. Budi Susila, S.E., M.Soc., Sc. selaku dosen pembimbing II, yang
telah membimbing dengan penuh kesabaran, serta memberikan semangat
viii
4. Bapak Bajuri selaku Kepala Dusun Planggok, serta warga Dusun Planggok
yang telah bersedia mengisi dan mengijinkan penulis melakukan penelitian di
Dusun Planggok, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak dan Ibuku yang selalu memberikan yang terbaik untuk anaknya, doa,
kasih sayang, dan bimbingan yang sangat berharga buatku.
6. Kakak-kakakku Denok, Paul, Niken dan Indra yang menyayangiku, dan
selalu mendukungku serta memberi semangat selama ini. Kalian adalah
inspirasiku, walaupun penulis tidak bisa lulus dengan IP seperti kalian.
7. Ponakan-ponakanku Amelia, Abel, Chelsea, Shalom yang selalu
merindukanku selalu untuk pulang ke rumah dan bermain bersama.
Menungguku dengan wajah ceria kalian, yang membuat penulis semangat
menyelesaikan skripsi ini, dan segera mendapatkan pekerjaan bisa
membelikan kalian mainan yang kalian inginkan, sehingga penulis tidak perlu
mendengar kalimat “o, tante tidak punya uang ya?”
8. Ryan ‘my boo’ yang selalu menemaniku setiap hari. Terima kasih karena mau
menjadi pendengar setia keluh kesahku selama ini. Yang selalu sabar
menghadapiku, menenangkanku, selalu setia menyayangiku, memahami
waktuku dan mengajarkanku arti berbagi, mengajariku menabung dan tidak
boros. Tapi, terlepas dari itu semua, kamu adalah yang terbaik untukku.
9. Teman-teman manajemen angkatan 2005 kelas A yang telah mau berbagi dan
memberikan semangat padaku.
10. Teman-teman seperjuangan skripsiku (Asri ’mami’, Baskoro ’pedhet’, Gokdi
ix
11. Yustinus Andika Putra yang selalu membantu penulis memahami regresi, dan
mengajarkan penulis dalam menyusun skripsi ini. Agung Setiawan yang
selalu mendukung dan member semangat selama ini.
12. Teman-teman Gatot Kaca 4a Eyag dan Victa yang memberi semangat dan
dukungan selama ini, menemaniku mencari sarapan hingga makan malam.
13. Teman-teman Pizza Hut Sudirman (mas Tri, mas Joko, Adhe, Bensar, Eko)
yang selalu memberi keceriaan disaat malam.
14. Sopir manisku Nila dan sahabatku yang pernah kurus Erick yang selalu
mendukungku menyelesaikan penulisan skripsi selama ini, memberiku
nasehat-nasehat, kritikan yang pedas, saran yang kadang menjerumuskan, tapi
benar-benar membangun jati diriku. Terima kasih karena kalian yang
mengajariku mengenal arti lawan dan kawan.
15. Raema, Leni, mbak Lilin dan teman-teman kos Sagan yang memberi
semangat, dukungan, dan doa yang membangun selama ini. Bersedia
menampungku sebelum akhirnya penulis mendapatkan kos baru.
16. Lia, Ambar, cik Ina yang selalu berbagi cerita tentang penjaga kos. Terima
kasih kalian yang selalu menyemangatiku saat berangkat ke kampus untuk
bimbingan. Terima kasih, akhirnya skripsi ini selesai juga.
17. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu Tuhan memberkati kalian semua sampai ahkir
x
Akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki berbagai
kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca. Semoga skripsi ini bisa semakin memuliakan kebesaran Nama Tuhan
serta bermanfaat bagi banyak pihak dan dapat menjadi bahan refrensi bagi
rekan-rekan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Yogyakarta,29 Februari 2012.
xi
ABSTRACT
INFLUENCE OF THE VILLAGE LEADERSHIP ENTREPRENEURSHIP ORIENTATION ON THE WELFARE OF THE COMMUNITY
Bayuworo Amiati University Sanata Dharma
Yogyakarta 2012
The purposes of the research are (1) to describe the village leadership social entrepreneurship from the perspective of the community member, (2) to measure the level of the community welfare from the perspective of the community, (3) to explain the influence of the village leadership entrepreneurship orientation on the welfare of the community.
The study was conducted from October to November 2010 in the village of Planggok Margokaton, Seyegan sub-district, Sleman regency, Yogyakarta. The data collecting was done by questionnaire and interview techniques. The population of the research was 107 household. The sampling technique employed was purposive sampling technique. The use of the sampling technique resulted ini 84 respondents of the heads of the family living in the village of Plangok Margokaton. For data analysis technique, the research employed multiple linear regression analysis.
xii
ABSTRAK
PENGARUH ORIENTASI KEWIRAUSAHAAN PERANGKAT DESA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Bayuworo Amiati Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2012
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan orientasi kewirausahaan sosial perangkat desa dari perspektif anggota masyarakat, (2) mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dari perspektif masyarakat, (3) menjelaskan pengaruh antara orientasi kewirausahaan sosial perangkat desa dengan kesejahteraan masyarakat.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2010 di Dusun Planggok, Desa Margokaton, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik kuesioner dan wawancara. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 107 kepala keluarga. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
purposive sampling.Dengan menggunakan teknik sampling di atas didapatkan 84 responden kepala keluarga desa yang tinggal di Dusun Planggok Desa Margokaton. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda.
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
HALAMAN PERSETUJUAN... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN... v
LEMBAR PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
ABSTRACT... xi
ABSTRAK ... xii
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN TEORI... 8
A. Memahami Wirausaha dan Kewirausahaan ... 8
1. Pengertian Tentang Wirausaha dan Kewirausahaan ... 8
xiv
3. Mengubah Bangsa dengan Kewirausahaan Sosial ... 10
4. Karakteristik, Komponen, dan Kompetensi Kewirausahaan Sosial ... 12
B. Kuadran Kewirausahaan Sosial ... 16
1. Kuadran Pertama ... 16
2. Kuadran Kedua ... 17
3. Kuadran Ketiga ... 17
4. Kuadran Keempat ... 18
C. Kesejahteraan Masyarakat ... 19
D. Sekilas Tentang Perangkat Desa ... 27
1. Pemilihan Kepala Desa Menurut UU No 32/2004 ... 29
2. Struktur Perangkat Desa ... 32
E. Kerangka Konseptual Penelitian ... 39
F. Hipotesis ... 39
BAB III METODE PENELITIAN... 41
A. Jenis Penelitian ... 41
B. Subyek dan Objek Penelitian ... 41
C. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 41
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 42
E. Pengukuran Variabel ... 45
F. Populasi dan Sampel ... 46
G. Teknik Pengujian Instrumen ... 48
xv
BAB IV GAMBARAN UMUM DESA MARGOKATON... 53
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 53
1. Visi dan Misi Desa Margokaton ... 53
2. Administratif ... 53
3. Geografis ... 54
4. Demografis ... 55
5. Profil Masyarakat Margokaton ... 55
B. Gambaran Umum Dusun Planggok ... 59
1. Gambaran Wilayah Penelitian dalam Konteks Kabupaten ... 59
2. Gambaran Umum Wilayah Penelitian dalam Konteks Desa ... 60
BAB V HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 62
A. Hasil Uji Instrumen Penelitian ... 62
B. Deskripsi Karakteristik Responden Penelitian ... 64
1. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 64
2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 64
3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 65
4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 66
C. Deskripsi Data Penelitian ... 67
1. Deskripsi Data Orientasi Sosial-Non Sosial ... 67
2. Deskripsi Data Orientasi Profit-Non Profit ... 68
3. Deskripsi Data Kesejahteraan Masyarakat ... 69
xvi
1. Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Sosial Perangkat Desa dengan
Kesejahteraan Masyarakat secara simultan ... 71
2. Pengaruh Orientasi Kewirausahaan Perangkat Desa Secara Parsial ... 74
E. Pembahasan ... 77
BAB VI KESIMPULAN ... 82
A. Kesimpulan ... 82
B. Saran ... 83
C. Keterbatasan Penelitian ... 85
DAFTAR PUSTAKA ... 86
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1 Tingkat Pendidikan di Desa Margokaton ... 55
Tabel IV.2 Prasarana Kesehatan ... 56
Tabel IV.3 Mata Pencaharian Menurut Sektor ... 56
Tabel V.1 Deskripsi Jenis Kelamin Responden ... 64
Tabel V.2 Deskripsi Umur Responden ... 65
Tabel V.3 Deskripsi Pendidikan Responden ... 66
Tabel V.4 Deskripsi Pekerjaan Responden ... 66
Tabel V.5 Deskripsi Orientasi Sosial-Non Sosial ... 67
Tabel V.6 Deskripsi Orientasi Profit-Non Profit ... 68
Tabel V.7 Deskripsi Kesejahteraan Masyarakat ... 70
Tabel V.8 Hasil Analisis Regresi Ganda ... 71
Tabel V.9 Hasil Analisis Regresi Ganda Uji Simultan (Uji-F) ... 73
Tabel V.10 Koefisien Determinasi ... 74
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1 Struktur Perangkat Desa ... 32
Gambar II.2 Kerangka Konseptual ... 39
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebuah organisasi adalah suatu sistem, yang berarti organisasi tidak lepas
dari lingkungan baik yang bersifat internal maupun eksternal. Untuk dapat
hidup dan berkembang, organisasi selalu memperhatikan dan memenuhi
tuntutan lingkungan tersebut dengan memanfaatkan kesempatan dan
mengatasi ancaman serta tantangan lingkungan yang ada.
Negara merupakan sebuah organisasi yang berperan untuk meningkatkan
tingkat kesejahteraan masyarakatnya, tepatnya Pemerintah Indonesia yang
juga harus memperhatikan dan memenuhi tuntutan masyarakat. Disamping
memperhatikan internal dan eksternal, untuk dapat terus berkembang sebuah
negara juga harus memperhatikan sumber daya manusianya atau masyarakat
mengingat sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam sebuah
negara. Tanpa adanya sumber daya manusia atau masyarakat sebuah negara
tidak dapat menjalankan fungsinya. Untuk itu penting negara untuk
memperhatikan kesejahteraan masyarakatnya.
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau, ras, suku,
bahasa, agama dan penduduk. Dalam pulau-pulau yang ada di Indonesia,
memiliki provinsi lebih dari satu. Tidak jarang setiap provinsi memiliki lebih
dari satu kota. Dalam satu kota pastilah memiliki banyak kabupaten,
kecamatan, desa hingga dusun. Penduduk di Indonesia saat ini kebanyakan
penduduk Indonesia berumur 14-34 tahun, sebanyak 60 juta orang diserap
dunia kerja, 9 juta orang masih menyelesaikan pendidikan, dan 20 juta orang
tidak memiliki pekerjaan (Wartawan Bisnis Indonesia, Kamis, 19/03/2009).
Adalah pemerintah yang bertanggung jawab untuk menggerakkan semua
sumber daya di dalam negeri untuk menciptakan kemakmuran sosial yang
berkeadilan, seperti yang dirumuskan di salam UUD 1945. Tidaklah
mengherankan apabila isu jumlah orang miskin di Indonesia pun menjadi
komoditas politik di dalam pemilihan umum tahun 2009 yang lalu.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalan suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (alinea 4 Pembukaan UUD 1945).
Pemerintah Indonesia secara terstruktur dari pusat hingga daerah
menerima mandat untuk memajukan kesejahteraan umum. Presiden harus
menjadikan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia menjadi tujuan utamanya.
Gubernur harus memikirkan kesejahteraan masyarakat di tingkat provinsi.
Camat harus mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat di tingkat
kesejahteraan dalam lingkup yang paling kecil dalam struktur pemerintahan
melalui kerjasama dengan Kepala Dusun.
Peran pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lebih
spesifik telah diatur dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 33
ayat 3: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pasal 34 : Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara. Negara, dalam hal ini pemerintah, bertanggung jawab untuk memelihara mereka fakir miskin dan anak terlantar. Jaring
Pengaman Sosial, Jaminan Kesehatan Masyarakat, PNPM Mandiri, Raskin
merupakan beberapa contoh inisiatif pemerintah dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Bahkan dalam sumpah pelantikan Kepala Desa
dinyatakan bahwa Kepala Desa berjanji akan berusaha sekuat tenaga
membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan
masyarakat Desa pada khususnya, akan setia kepada Bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan
Desa). Dengan demikian, inisiatif untuk meningkatkan kesejahteraan sebuah
desa terletak di tangan aparat desa.
Tidaklah salah apabila kita menyatakan kesanggupan meningkatkan
kesejahteraan umum merupakan syarat mutlak untuk dapat menjabat sebagai
Kepala Desa/Perangkat desa. Pidato-pidato pada saat kampanye pemilihan
ditingkatkan, atau malah sebaliknya kesejahteraan masyarakat tidak
dipikirkan.
Beberapa publikasi seperti yang dibuat oleh Bornstein, di dalam bukunya,
How to Change the World, (How to Change the World : Social Enterpreneurs and the Power of New Ideas, David Bornstein, 2nd edition,
Oxford University Press, 2007) menunjukan bahwa wirausaha sosial itu
muncul karena kegagalan pemerintah untuk melaksanakan kewajibannya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Wirausaha sosial adalah individu
dengan solusi inovatif masyarakat dengan lebih menekankan pada
kepentingan sosial. Mereka memiliki ambisi dan ketekunan menangani sosial
utama dan menawarkan ide-ide baru untuk perubahan dalam skala besar.
Pemerintah harus memiliki jiwa sosial yang bisa menawarkan ide-ide baru
kepada masyarakat, karena pemerintah memiliki sumber daya yang bisa
dipergunakan oleh masyarakat sebesar-besarnya untuk menciptakan
kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, aparat pemerintah dapat
digolongkan sebagai wirausaha sosial.
Bornstein lebih jauh mengidentifikasi 6 karakteristik wirausaha sosial:
1. Mereka bersedia untuk mengoreksi diri (They are willing to self-correct). Terbuka pada pendekatan-pendekatan lain yang mungkin dapat digunakan
untuk mencapai tujuan.
3. Mereka bersedia meninggalkan struktur yang sudah ada sehingga
mendorong mereka untuk berinovasi menemukan cara baru dalam
melakukan sesuatu.
4. Mereka bersedia melewati batas-batas keilmuan. Mereka berfungsi sebagai
“social alchemists”, mengumpulkan gagasan, pengalaman dan sumber daya dari berbagai sumber.
5. Mereka bersedia bekerja diam-diam (work quietly). Mereka berkomitmen untuk mencapai tujuan/misi tertentu daripada mencari
ketenaran/popularitas.
6. Mereka memiliki motivasi etis yang kuat. Mereka memperhatikan aspek
etika di dalam menentukan cara/metode untuk mencapai tujuan.
Jika kehadiran para wirausaha sosial adalah akibat kegagalan aparat
pemerintah menjalankan fungsinya, maka dapat dinyatakan bahwa
karakteristik wirausaha sosial pastilah juga dimiliki pemerintah. Menarik
untuk melihat lebih jauh apakah para aparat pemerintah memiliki orientasi
wirausahanya. Bila mereka memiliki orientasi wirausaha sosial, maka dapat
dipastikan bahwa aktivitas mereka akan memberikan dampak pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat (ekonomi, sosial dan lingkungan).
Dari tinjauan di atas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
pengaruh orientasi wirausaha perangkat desa terhadap kesejahteraan
masyarakat. Bagaimana orientasi kewirausahaan perangkat desa dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, adakah pengaruh orientasi sosial
maka penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Orientasi Kewirausahaan Perangkat Desa Terhadap Kesejahteraan
Masyarakat”. Penelitian dilakukan dengan studi kasus di Dusun Planggok
Desa Margokaton Kecamatan Seyegan Sleman Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Guna mendalami keterkaitan antara orientasi wirausaha dengan
kesejahteraan masyarakat, peneliti merumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap orientasi kewirausahaan aparat
desa dalam perspektif sosial dan non sosial.
2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap orientasi kewirausahaan aparat
desa dalam perspektif profit dan non profit.
3. Bagaimana persepsi masyarakat atas kesejahteraan mereka.
4. Apakah orientasi kewirausahaan secara simultan dan parsial berpengaruh
terhadap kesejahteraan masyarakat.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan orientasi kewirausahaan sosial perangkat desa dalam
perspektif anggota masyarakat.
2. Mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat dalam perspektif masyarakat.
3. Menjelaskan pengaruh antara orientasi kewirausahaan sosial perangkat
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Membantu perangkat desa untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat.
2. Membantu masyarakat mengenali kontribusi yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan.
3. Memberikan indikator calon perangkat desa yang peduli akan tingkat
kesejahteraan masyarakat.
4. Diharapkan menjadi bahan pertimbangan dan masukan bagi perangkat
desa dalam menetapkan kebijakan dan strategi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
5. Dapat menjadi bahan evaluasi bagi para perangkat desa dalam
BAB II
KAJIAN TEORI
A. MEMAHAMI WIRAUSAHA DAN KEWIRAUSAHAAN
1. Pengertian Tentang Wirausaha dan Kewirausahaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, wirausaha adalah orang
yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara
produksi baru, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru,
mengatur permodalan operasinya serta memasarkannya.
Dalam lampiran Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan
Pengusahaan Kecil Nomor 961/KEP/M/XI/1995, dicantumkan bahwa:
a. Wirausahawan adalah orang yang mempunyai semangat, sikap, perilaku
dan kemampuan kewirausahaan.
b. Kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan
seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada
upaya mencari, menciptakan serta menerapkan kerja, teknologi dan
produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan
pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan yang lebih
besar.
Dalam pengertiannya, “fungsi dari wirausahawan adalah untuk
mereformasi atau merevolusi pola dari produksi.” Wirausahawan menurut
Schumpeter adalah “agent of change” dalam ekonomi. Dengan menyajikan pasar yang baru atau menciptakan cara-cara baru dalam
melakukan banyak hal, mereka memajukan perekonomian.
Wirausahawan sosial adalah orang yang mengetahui atau memahami
adanya masalah sosial di masyarakat untuk selanjutnya orang tersebut
menggunakan prinsip-prinsip kewirausahaan mengorganisasi, mengkreasi
dan mengelola entitas untuk membuat perubahan sosial. (Paulus
Wirotomo.)
2. Perbedaan Antara Kewirausahaan Bisnis Dan Kewirausahaan Sosial.
Kewirausahaan sosial diartikan sebagai usaha atau kegiatan untuk
meningkatkan nilai sumber daya ekonomi ke tingkatan yang lebih tinggi,
baik produktivitasnya maupun manfaatnya. Kewirausahaan sosial lebih
menitikberatkan kepada lahirnya bangunan tata nilai sosial yang dicapai
melalui perubahan sosial disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan sosial.
Sedangkan kewirausahaan bisnis adalah meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan membantu terwujudnya pemerataan ekonomi. (Mair and
Marty,2006).
Perbedaan kewirausahaan bisnis dan sosial adalah terletak pada
mekanismenya. Mekanisme kewirausahaan bisnis adalah mengantisipasi
dan mengorganisasikan pasar agar berfungsi menghasilkan produk dan
jasa sekaligus profit bagi entrepreneur, sedangkan mekanisme sosial adalah memberdayakan masyarakat yang kurang beruntung menjadi lebih
berkesempatan untuk mencapai kesejahteraan.
Paulus Wirotomo memberikan definisi yang membedakan antara
wirausaha dengan wirausaha sosial. Paulus Wirotomo mendefiniskan
penemuan mereka untuk kepentingan mereka sendiri. Definisi ini
memperlihatkan bahwa kepentingan bisnis yang memfokuskan pada
pencarian keuntungan dengan sangat menonjol. Kesejahteraan atau
kegunaan bagi masyarakat luas bukanlah tujuan utama dari wirausahawan
ini. Wirausaha sosial yang didefinisikan oleh Paulus Wirotomo sebagai
innovator sosial yaitu orang-orang yang melakukan terobosan, serta
melakukan hal-hal yang bersifat baru yang kemudian ditujukan untuk
kesejahteraan bagi orang banyak. Jika wirausahawan bisnis mengukur
kinerja dengan keuntungan dan pendapatan (pengembalian modal), maka
wirausahawan sosial diukur keberhasilannya dari dampak aktivitasnya
terhadap masyarakat.
3. Mengubah Bangsa Dengan Kewirausahaan Sosial
Wirausahawan pada masa lalu selalu dipahami dalam konteks
wirausahawan bisnis semata. Kewirausahaan diartikan sebagai usaha atau
kegiatan dalam rangka meningkatkan nilai sumber daya ekonomi ke
tingkatan yang lebih tinggi, baik produktivitasnya maupun manfaatnya.
Wirausahawan bisnis telah mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan
peningkatan pendapatan masyarakat menjadi lebih baik. Upaya
penanggulangan kemiskinan telah dilakukan Pemerintah melalui ragam
usaha. Berbagai program penanggulangan kemiskinan telah dikemas dan
dijalankan diseluruh Indonesia. Sebagian dari upaya itu telah membawa
penduduk miskin di Indonesia masih bertengger pada angka yang cukup
tinggi. Perlu ada langkah-langkah baru yang harus dikembangkan untuk
memperbaiki kondisi masyarakat Indonesia.
Memahami kenyataan ini, maka sudah saatnya apabila kini bangsa
Indonesia menoleh dan mendalami kewirausahaan sosial sebagai salah satu
alternatif mengatasi kemiskinan. Masyarakat Indonesia harus mulai
memperbaiki kesejahteraan masyarakat dengan menumbuhkan dan
mengembangkan kewirausahaan sosial. Kewirausahaan sosial bukan hanya
sebagai instrumen perubahan angka-angka ekonomi, tetapi lebih jauh dari
itu, yaitu sebagai instrumen perubahan nilai, pandangan dan jalan baru
dalam kehidupan.
Sekitar 30 tahun yang lalu, gagasan kewirausahaan sosial mulai
dikembangkan. Bill Drayton, pendiri dan CEO Ashoka, memprakarsai
konsep kewirausahaan sosial. Prinsip kewirausahaan sosial menurut
Drayton tidak berbeda dengan kewirausahaan bisnis, bedanya
kewirausahaan sosial digunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial. Bagi
Drayton ada dua hal kunci dalam kewirausahaan sosial, yang pertama
adalah adanya inovasi sosial yang mampu mengubah sistem yang ada di
masyarakat. Kedua, hadirnya individu bervisi, kreatif, berjiwa pengusaha
(entrepreneurial), dan beretika di belakang gagasan inovatif tersebut. Jadi wirausaha sosial adalah individu yang bervisi, kreatif, berjiwa pengusaha,
dan beretika, yang mampu menciptakan inovasi sosial dan mampu
orang yang mengetahui atau memahami adanya masalah sosial di
masyarakat untuk selanjutnya orang tersebut dengan menggunakan
prinsip-prinsip kewirausahaan mengorganisasi, mengkreasi dan mengelola
sebuah entitas untuk membuat perubahan sosial.
Jika wirausahawan bisnis mengukur kinerja dengan keuntungan dan
pendapatan (pengembalian modal), maka wirausahawan sosial diukur
keberhasilannya dari dampak aktivitasnya terhadap masyarakat. Fondasi
dasar kewirausahaan sosial adalah :
a. Tujuan dari entitas adalah melakukan perbaikan masyarakat atau
berkontribusi dalam mengatasi masalah yang ada di masyarakat.
b. Kepemilikan entitas adalah milik masyarakat atau komunitas, bukan
dimiliki oleh seorang individu pemodal.
c. Di dalam aktivitasnya terkandung muatan aktivitas bisnis yang
memberikan manfaat kepada masyarakat.
4. Karakteristik, Komponen dan Kompetensi Kewirausahaan Sosial
a. Karakteristik seorang wirausahawan sosial yaitu :
1. Mengenali adanya kemacetan atau kemandegan dalam kehidupan
masyarakat dan menyediakan jalan keluar dari kemacetan atau
kemandegan itu. Ia menemukan apa yang tidak berfungsi,
memecahkan masalah dengan mengubah sistemnya,
menyebarluaskan pemecahannya, dan meyakinkan seluruh
2. Wirausaha sosial tidak puas hanya memberi “ikan” atau
mengajarkan cara “memancing ikan”. Ia tidak akan diam hingga
“industri perikanan” pun berubah.
b. Kewirausahaan sosial memuat tiga komponen :
1. Mengidentifikasi sistem/keseimbangan yang menyebabkan kerugian
atau berkurangnya kesejahteraan.
2. Mengidentifikasi peluang perbaikan keseimbangan, dengan
mengembangkan tata nilai sosial baru untuk mempengaruhi tata nilai
yang ada.
3. Menyusun keseimbangan baru, untuk mencegah kerugian dan
menjamin kesejahteraan masyarakat luas.
c. Kompetensi kewirausahaan sosial
Kompetensi kewirausahaan sosial tidak hanya dibutuhkan oleh
kalangan ahli, mahasiswa, dosen, perguruan tinggi dan masyarakat
namun lebih penting lagi bagi perangkat desa yang bersentuhan
langsung dengan kesejahteraan masyarakat dari kalangan yang paling
bawah atau yang menjadi dasar perubahan dan bertanggung jawab
langsung terhadap kesejahteraan masyarakat dari pihak pemerintah.
Beberapa keterampilan dan kompetensi juga harus dimilki oleh seorang
perangkat desa. Keterampilan yang harus dimiliki oleh seorang
perangkat desa dalam mengembangakan kompetensi kewirausahaan
1. Managerial skill
Managerial skillatau keterampilan manajerial merupakan bekal yang harus dimiliki wirausaha sosial. Seorang wirausahawan sosial
harus mampu menjalankan fungsi-fungsi perencanaan,
pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan agar usaha yang
dijalankannya dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Kemampuan
menganalisis dan mengembangkan masyarakat, kemampuan
mengelola sumber daya manusia, material, fasilitas dan seluruh
sumber daya lingkungan merupakan syarat mutlak untuk menjadi
wirausaha sosial.
2. Conceptual skill
Conceptual skill merupakan kemampuan untuk merumuskan tujuan, kebijakan dan strategi utama menuju tercapainya
kesejahteraan masyarakat. Tidak mudah memang mendapatkan
kemampuan ini. Kita harus ekstra keras belajar dari berbagai sumber
dan terus belajar dari pengalaman sendiri dan pengalaman orang lain
dalam berwirausaha sosial.
3. Human skill
Human skill(keterampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan berelasi). Supel, mudah bergaul, simpati dan empati kepada
orang lain adalah modal keterampilan yang sangat mendukung kita
menuju keberhasilan usaha. Dengan keterampilan seperti ini, kita
usaha. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan ini misalnya dengan melatih diri diberbagai organisasi,
bergabung dengan komunitas sosial dan melatih kepribadian kita
agar bertingkah laku menenangkan bagi orang lain.
4. Decision making skill
Decision making skill (keterampilan merumuskan masalah dan mengambil keputusan). Sebagai seorang wirausaha, kita seringkali
dihadapkan pada kondisi ketidakpastian. Berbagai permasalahan
biasanya bermunculan pada situasi seperti ini. Wirausaha sosial
dituntut untuk mampu menganalisis situasi dan merumuskan
berbagai masalah untuk dicarikan berbagai alternatif pemecahannya.
Tidak mudah memang memilih alternatif terbaik dari berbagai
alternatif yang ada. Agar tidak salah menentukan alternatif, sebelum
mengambil keputusan, wirausaha sosial harus mampu mengelola
informasi sebagai bahan dasar pengambilan keputusan. Keterampilan
memutuskan dapat kita pelajari dan kita bangun melalui berbagai
cara. Selain pendidikan formal, pendidikan informal melalui
pelatihan, simulasi dan berbagi pengalaman dapat kita peroleh.
5. Time managerial skill
Time managerial skill (keterampilan mengatur dan menggunakan waktu). Para pakar psikologi mengatakan bahwa salah
satu penyebab atau sumber stress adalah ketidakmampuan seseorang
waktu membuat pekerjaan menjadi menumpuk atau tak kunjung
selesai sehingga membuat jiwanya gundah dan tidak tenang. Seorang
wirausaha sosial harus terus belajar mengelola waktu. Keterampilan
mengelola waktu dapat memperlancar pelaksanaan pekerjaan dan
rencana-rencana yang telah digariskan. Sumber : (Suryana. 2003.
Kewirausahaan: Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju
Sukses. Jakarta: Salemba Empat).
B. KUADRAN KEWIRAUSAHAAN SOSIAL
Kuadran kewirausahaan sosial menjelaskan orientasi/cara pandang
dari seorang wirausahawan sosial. Setiap kuadran menawarkan pendekatan
bisnis yang berbeda. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing kuadran:
1. Kuadran Pertama :
Kuadran tradisional tanpa keuntungan. Kuadran ini mewakili
organisasi-organisasi yang didasari oleh misi sosial dan tidak
menghasilkan keuntungan. Organisasi-organisasi tersebut tidak dibatasi Socially Driven
No. Profit Reqd Profit Reqd
Market Driven Social Entrepreneur
I II
oleh pajak, dan masih harus mengumpulkan cukup dana untuk
mengimbangi pengeluaran. Beberapa contoh ialah Yayasan, Lembaga,
perkumpulan, Institusi keagamaan.
Organisasi ini bergantung pada pemberian, donasi, dan sumbangan
uang untuk menyokong kegiatan sosial mereka. Hal ini juga turut
disadari sebagai titik lahir dari perusahaan sosial modern, karena organisasi dalam kuadran tersebut mendapatkan sasaran sosialnya
melalui rancangan organisasinya. Wirausahawan sosial menempati
kuadran ini, kadangkala mereka merancang organisasi mereka untuk
menyediakan barang dan jasa dimana mereka dapat memasang tarif,
dalam rangka mengumpulkan dana untuk operasi mereka.
2. Kuadran Kedua:
Tipping Point Quadrant (kuadran awal perubahan) (kuadran berefek besar). Kuadran ini mewakili organisasi-organisasi yang tidak
hanya didasari oleh misi sosial tapi juga berorientasi pada keuntungan.
Organisasi-organisasi dan wirausahawan sosial yang berada pada
kuadran ini memegang janji untuk memberikan perubahan ekonomi.
Berdasarkan pada apapun pendekatan bisnis “multi garis-bawah” telah
mencapai masa yang kritis terhadap pasar, mereka dapat menetapkan
tingkat agar bagaimana performa/jalannya bisnis dapat diukur.
3. Kuadran Ketiga :
berorientasi pada keuntungan. Untuk beberapa saat, perusahaan tersebut
dapat beroperasi dalam jangka waktu yang singkat. Menurut penuturan
Dorado, motivasi dari seorang wirausahawan sosial bukanlah pendirian
suatu perusahaan, tetapi penciptaan sebuah langkah yang jelas sehingga
para partisipannya dapat menyelesaikan masalah sosial yang beragam;
meskipun tidak relevan dengan inisiatif untuk mendapat keuntungan.
Organisasi-organisasi dalam kuadran ini memiliki dukungan dari
perusahaan publik dan swasta, sumbangan atau dukungan dari
pemerintah. Organisasi-organisasi ini mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan dari pasar, dan kemudian menggunakan hasil yang didapatkan
dari pemenuhan kebutuhan–kebutuhan tersebut untuk mendukung
kegiatan sosial.
4. Kuadran Keempat:
Traditional Biz Quadrant (kuadran bisnis tradisional). Kuadran ini mewakili sebagian besar bentuk klasik dari bisnis, yang berorientasi
keuntungan dan didorong oleh pasar. Mereka menghasilkan barang dan
jasa yang diinginkan pasar dan menggunakan keuntungan yang
dihasilkan untuk membayar investor dan pajak sama halnya untuk
pengembangan dan pertumbuhan perusahaan. Jika mereka gagal
mendapatkan keuntungan, mereka tidak akan berfungsi atau akan dibeli
oleh kompetitornya atau ditutup. Strategi pertumbuhan mereka adalah
Jika atau ketika pasar memutuskan bahwa masalah-masalah sosial
patut diperhatikan, di kuadran ini wirausahawan sosial ditujukan untuk
menyokong/mendukung kegiatan-kegiatan yang berguna dalam
meningkatkan penjualan karena mereka sadar untuk bertanggung jawab
secara sosial. Biasanya perusahaan di kuadran ini, mendonasikan
sebagian dari keuntungan mereka, mendirikan fasilitas-fasilitas “hijau”,
menawarkan layanan gratis atau layanan berbiaya rendah kepada
organisasi-orgaisasi sosial.
C. KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Kesejahteraan (welfare) ialah kata benda yang dapat diartikan nasib yang baik, kesehatan, kebahagiaan, dan kemakmuran. Dalam istilah umum,
sejahtera menunjuk pada keadaan yang baik, kondisi masyarakat di mana
orang-orangnya dalam keadaan makmur, sehat dan damai. Dalam konteks
bermasyarakat, kesejahteraan diartikan sebagai bantuan keuangan atau
lainnya kepada individu atau keluarga dari organisasi swasta dan negara atau
pemerintah dikarenakan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Masyarakat desa sudah sejak lama bertanggung jawab dalam memenuhi
kebutuhan pangan warganya. Soetardjo Kartohadikoesoemo menjelaskan
“Desa itu memikul tanggung jawab atas persediaan makan rakyat. Di desa
tiap habis panen setahun sekali diadakan rapat desa. Dalam rapat seringkali
juga dimusyawarahkan tentang pembagian air, tentang memperbaiki saluran
air dan gagasan pengairan, tentang pemberantasan hama, tentang pembelian
menggarap tanah untuk tanaman padi, tentang penggarapan tanah yang
kosong, tentang pembukaan lumbung desa dan pembayaran pinjaman kepada
lumbung desa, tetang penanaman tanggul dan waderan di pinggir jalan desa,
tentang tanaman di tegal dan pekarangan, tentang pembelian bibit bersama,
tetang tanaman di pagar desa dan lain-lain sebagainya. (Soetardjo
Kartohadikoesoemo, Desa, Jogjakarta, 1953).
Kemiskinan seringkali bermakna ganda yaitu apakah miskin yang
dikenal merupakan kemiskinan absolut atau kemiskinan relatif. Michael P.
Todaro dalam Economic Development in the Third World (1989)
menyatakan, "biasanya gejala kemiskinan absolut pada suatu lokasi dapat
diukur dari proporsi penduduk yang hidup di bawah tingkat pendapatan
minimum yang telah ditentukan (adequate standards of living)". Memakai definisi Todaro dalam konteks kemiskinan di Indonesia maka sesungguhnya
pendapatan per kapita per bulan sebesar Rp 750.000,00 itu sebenarnya tidak
digolongkan sebagai miskin jika diukur dengan pendekatan upah minimum
regional (UMR) yang kini disebut UMP (upah minimum provinsi) atau UMK
(upah minimum kabupaten/kota) yang rata-rata berada pada kisaran Rp
650.000,00-Rp 800.000,00 per bulan.
Namun A. Webster dalam Measures of Inequality and Development
(1994) mengemukakan, "konsep kemiskinan dalam arti relative deprivation
merupakan salah satu pendekatan yang sangat bersifat sosial terhadap
Artinya, orang dapat saja memandang kemiskinan menurut
subjektivitasnya. Misalnya miskin-tidaknya seseorang bergantung pada antara
lain kepemilikan atas tanah pertanian, kemampuan menyekolahkan anak,
kemampuan mengadakan hajatan keluarga, kemampuan menyediakan
makanan yang dikonsumsi sehari-hari, tingkat kesulitan hidup, dan
kepemilikan hewan ternak dengan kondisi rumah tertentu. Dengan demikian
semakin baik mutu konsumsi dan jumlah hewan ternaknya ataupun jumlah
anak yang bisa disekolahkan apalagi hingga perguruan tinggi maka ia
semakin kaya, sehingga batas atau ukuran kemiskinan semakin tidak jelas.
Pada isu yang sama, Webster juga menyatakan "kemiskinan dapat
didasarkan pada perkiraan pendapatan (income) yang dibutuhkan untuk membeli makanan yang cukup guna memenuhi rata-rata kebutuhan gizi bagi
setiap orang dewasa dan anak-anak dalam suatu keluarga".
Dengan begitu ukuran pendapatan dapat menjadi standar apakah
seseorang digolongkan miskin atau tidak sebab dengan pendapatan tertentu
jika ia mampu mengonsumsi sejumlah 2.500 kalori yang berasal dari
makanan yang dikonsumsinya maka ia pun tidak digolongkan sebagai orang
miskin.
Ketika krisis ekonomi sedang berada di posisi titik akumulasi yang
tinggi, nyaris tak ada koran yang memberitakan orang kelaparan disebabkan
oleh krisis ekonomi. Hal itu merupakan kemusykilan sebab orang pasti
anggota keluarganya meskipun tidak lagi bekerja di sektor formal. Dalam
masa krisis ekonomi menjadi suatu hal yang logis jika masyarakat melakukan
penyesuaian-penyesuaian atas jenis pekerjaannya. Terpenting bagi mereka
adalah menciptakan pendapatan demi mempertahankan hidup.
Sebaliknya dalam kondisi lain, dengan kasat mata kita dapat melihat
betapa krisis ekonomi menyebabkan kesejahteraan banyak orang menurun.
Hal itu disebabkan penurunan pendapatan yang berdampak pada terjadinya
penurunan konsumsi primer. Pengurangan jumlah makanan yang dikonsumsi
dan pengeluaran lainnnya merupakan sesuatu yang lumrah dan keterpaksaan.
Dengan sekaligus membantah pendapat A. Webster, sesungguhnya
kemiskinan bukan diukur dari pendapatan atau tingginya angka pengangguran
atau tidak bekerja sama sekali. Sebab orang yang bekerja bukan berarti dia
tidak miskin. Orang yang berpendapatan Rp 750.000,00/bulan bisa saja
memenuhi kebutuhan minimalnya berupa pembelian beras, makanan
berprotein dan bergizi, membayar biaya sekolah, sanitasi dan air bersih,
membeli obat-obatan, sampai kepada kepemilikan rumah dengan standar
sehat.
Dengan pendapatan sebesar itu mereka tidak dapat menghindar dari
keterbatasan untuk membeli jumlah kebutuhan pokok minimal mereka.
Misalnya, mereka mampu membayar biaya sekolah anaknya tapi hanya
sampai pada sekolah dasar. Padahal agar anak punya keterampilan memadai
tingkat atas. Artinya mereka belum mencapai derajat kesejahteraan. Demikian
halnya dengan mengonsumsi makanan. Tidak hanya sekadar
mengenyangkan.
Oleh sebab itu jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 37,4 juta
jiwa, sesungguhnya merupakan komunitas penduduk miskin yang tidak
mampu dalam mencapai tingkat kesejahteraan minimal. Dalam artian
kemiskinan sesungguhnya lebih semakin jelas bilamana dilihat dari
penglihatan seberapa besar kemampuan seseorang mencapai
kesejahteraannya.
Batasan kesejahteraan masih banyak diperdebatkan. Terlalu banyak
batas-batas kesejahteraan yang telah dikemukakan para ahli. Namun secara
umum kesejahteraan dapat diartikan sebagai tingkat kemampuan seseorang
dalam memenuhi kebutuhan primernya (basic needs) berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.
Tapi definisi kesejahteraan dapat juga merupakan tingkat aksesibilitas
seseorang dalam kepemilikan faktor-faktor produksi yang dapat ia
manfaatkan dalam suatu proses produksi dan ia memperoleh imbalan bayaran
(compensations) dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut. Semakin tinggi seseorang mampu meningkatkan pemakaian faktor-faktor produksi
yang ia kuasai maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan yang diraihnya.
Demikian pula sebaliknya, orang menjadi miskin karena tidak punya akses
itu adalah dirinya sendiri. Kemiskinan dan kesejahteraan ibarat dua sisi mata
uang yang tidak terlepas dimanapun diletakkan.
Sebenarnya faktor apa yang menjadi penyebab orang tidak mampu
mendapatkan kesejahteraan sehingga ia harus miskin? Seorang sosiolog
UGM Dr. Lukman Soetrisno menyatakan, "dalam pandangan agrarian populist, Negara menjadi penyebab utama kemiskinan, sedangkan berdasarkan pandangan masalah budaya dimana orang menjadi miskin karena
mereka tidak memiliki etos kerja yang tinggi, jiwa wiraswasta, dan rendahnya
pendidikan" ("Prisma"No. 10/1995).
Menyimak pendapat Lukman, maka seyogianyalah penyelenggara negara
mengambil peran utama memfasilitasi dan meregulasi sejumlah kebijakan
dan program-program pembangunan yang membuka seluas-luasnya
aksesibilitas setiap warga untuk mendapatkan faktor-faktor produksi dengan
imbalan kompensasi yang meningkat. Jadi tidak ada entry barrier bagi siapapun dalam kepemilikan faktor-faktor produksi, yang ada adalah abilility to achieve a politically acceptable potential living standard. Akan menjadi lebih lengkap bilamana pemerintah bersama-sama lembaga-lembaga
intermediasi berperan aktif dalam turut serta meningkatkan etos kerja para
kepala keluarga, mengembangkan jiwa entrepreneurship (wiraswasta), dan mengemas program-program pendidikan yang terjangkau.
Jika kehadiran para wirausaha sosial adalah akibat kegagalan aparat
karakteristik wirausaha sosial pastilah juga dimiliki oleh para pemerintah.
Menarik untuk melihat lebih jauh apakah para aparat pemerintah memiliki
orientasi wirausahanya. Bila mereka memiliki orientasi wirausaha sosial,
maka dapat dipastikan bahwa aktivitas mereka akan memberikan dampak
pada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya (ekonomi, sosial dan
lingkungan). Dampak ekonomi bisa terlihat dari hal berikut: besaran kapital
finansial yang diputar, peningkatan pendapatan anggota masyarakat yang
bergabung atau dilayani, dan pertambahan entrepreneur yang dihasilkan. Dampak sosial bisa berwujud pada peningkatan level taraf kehidupan sebagai
efek peningkatan kehidupan ekonomi. Sementara dampak lingkungan adalah
perbaikan kondisi alam sebagai akibat pola aktivitas ekonomi yang lebih
ramah lingkungan. Siapa saja, dengan sentuhan sosial di dalam hati dan
pikirannya, bisa menggunakan prinsip-prinsip entrepreneurial untuk terlibat dalam pola ini.
1. Peran Kewirausahaan Sosial Terhadap Kesejahteraan Masyarakat
Pemerintah Orde Baru mengeluarkan regulasi-regulasi yang
menguntungkan terhadap industrialisasi dan konglomerasi. Industrialisasi
dan modernisasi selain menciptakan berbagai kemajuan, juga telah
melahirkan proses marginalisasi. Buruh, petani dan nelayan menjadi
profesi yang semakin terpinggirkan karena meskipun secara jumlah
mereka mayoritas, dalam penciptaan nilai tambah sangat kecil jika
disebabkan karena orang desa tidak memiliki alternatif lain untuk
bertahan hidup kecuali menjual lahan sempit mereka dan menjadi buruh
di kota.Eldrege (1988).
Kewirausahaan sosial menjadi menarik kita diskusikan, ketika kita
dihadapkan pada angka kemiskinan yang melonjak drastis, menjadi 39,05
juta jiwa atau 17,5% jumlah penduduk (versi BPS dengan biaya hidup Rp
152.847 per orang/bulan). Sementara itu versi Bank Dunia (dengan
ukuran US$2 per orang/hari) menyebut angka kemiskinan di Indonesia
mencapai 110 juta jiwa atau 53% penduduk. Di sisi lain, tidak adanya
daya tarik investasi, industri di Indonesia tengah memasuki usia senja
(sunset industry). Kesempatan kerja kian menyempit dan melonjaknya pengangguran terbuka sebesar 11,89 juta jiwa (10,80% dari jumlah
angkatan kerja). Badan Pusat Statistik (BPS) mengingatkan adanya
ancaman peningkatan kemiskinan karena inflasi akibat melonjaknya
harga bahan pangan pokok.
Pada tahun 2010, pemerintah menargetkan penciptaan kesempatan
kerja sebanyak 2,3 juta yang diharapkan dapat menyerap para
penganggur dan setengah penganggur. Namun, pertambahan angkatan
kerja yang setiap tahun mencapai 2 juta orang, ditambah dengan
pengangguran yang belum mendapat pekerjaan (carry over)dan pekerja yang terkena PHK tidak sebanding dengan kesempatan kerja yang
diciptakan. Dengan demikian, jumlah pengangguran akan terus
penyerapan tenaga kerja sangat terbatas, yaitu hanya 37 persen dari
seluruh angkatan kerja. Sementara di sisi lain, sektor informal mampu
menyerap tenaga kerja sebesar 63 persen.
Karena itu, solusi yang paling tepat untuk mempercepat
penanggulangan pengangguran dan kemiskinan, yaitu memperluas
kesempatan kerja di sektor informal, khususnya dengan mencetak
wirausaha-wirausaha baru atau mendorong masyarakat penganggur dan
setengah penganggur untuk menjadi wirausaha handal diberbagai bidang
usaha produktif. Penciptaan wirausaha baru, sebagai salah satu solusi
penciptaan lapangan kerja, akan berimplikasi terhadap pertumbuhan
dunia usaha. Dengan wirausaha, maka dapat menyerap angkatan kerja
secara signifikan, khususnya diarahkan pada optimalisasi pemanfaatan
potensi sumber daya yang ada. Kebijakan ini diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakat sehingga
peningkatan kesejahteraan dapat terwujud dan dapat mengurangi
pengangguran secara signifikan.
D. SEKILAS TENTANG PERANGKAT DESA
Perangkat desa dilhat dari fungsinya sebenarnya bertujuan untuk
mensejahterakan masyarakat desa. Berdasarkan peraturan desa tiap-tiap desa
menyatakan bahwa tanggung jawab perangkat desa adalah mensejahterakan
masyarakatnya, oleh sebab itu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
perlu kerjasama yang baik antara aparat desa dengan masyarakat desa itu
sendiri. Hal ini akan sulit diwujudkan tanpa ada kerjasama yang baik.
Lembaga dan aparat pemerintah desa digambarkan sebagai instansi yang
kualitas dan kinerja aparatnya rendah. Banyak keluhan masyarakat yang kita
dengar berkaitan dengan pelayanan publik selama ini. Dari jaman
kemerdekaan sampai sekarang secara rata-rata hampir tidak ada
perkembangan yang berarti. Yang terlihat hanyalah pembangunan fisik yang
secara umum juga tidak seberapa. Proses rekruitmen perangkat desa selama
ini dirasa kurang tepat, menjadi faktor penentu rendahnya Sumber Daya
Manusia dan rendahnya kompetensi di bidang tugasnya. Secara otomatis ini
akan menyebabkan rendahnya kinerja sekaligus rendahnya kualitas pelayanan
publik.
Mekanisme pemberian sanksi dari ringan sampai pemberhentian bagi
aparat pemerintah desa juga sulit untuk diterapkan, sehingga banyak
pelanggaran maupun keluhan masyarakat terutama yang berkaitan dengan
rendahnya kualitas kinerja aparat seakan dibiarkan berlalu begitu saja. Beda
dengan PNS yang bisa dikenakan sanksi tegas termasuk mutasi, penurunan
pangkat bahkan sampai pemberhentian dengan tidak hormat. Banyak terjadi
pelanggaran administratif terutama kinerja yang jelek dari aparat pemerintah
desa tidak mendapat solusi yang tepat. Seseorang yang menduduki jabatan
tertentu di jajaran pemerintah desa terlepas apakah dia disiplin kerja atau
tidak, berkompeten atau tidak dalam tugasnya, dia akan tetap “aman”
pemerintah desa setinggi apapun kinerja dan prestasi kerjanya juga tidak akan
mendapatkan promosi jabatan, kenaikan pangkat ataupun kenaikan gaji secara
berkala. Dengan kondisi seperti ini prinsip dasar profesionalisme tidak akan
tercapai.
1. Pemilihan Kepala Desa Menurut UU NO.32/2004
Dalam pemilihan Kepala Desa, misalnya, selain menegaskan bahwa
Kepala Daerah dipilih secara langsung, UU No. 32/2004 pasal 203 ayat (3)
menyatakan, “Pemilihan Kepala Desa dalam kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan yang diakui
keberadaannya berlaku ketentuan hukum adat setempat yang ditetapkan
dalam Perda dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah”. Tentang
masa jabatan Kepala Desa, meskipun Undang-undang menentukan masa
jabatan Kepala Desa adalah enam tahun, penjelasan pasal 204 menyatakan
bahwa “masa jabatan Kepala Desa dalam ketentuan ini dapat dikecualikan
bagi kesatuan masyarakat hukum adat yang keberadaannya masih hidup
dan diakui yang ditetapkan dengan Perda. Secara demikian, sejak
keruntuhan Orde Baru kita menganut paradigma pluralisme legal,
sekurang-kurangnya dalam pengaturan pemerintahan daerah dan desa.
Dengan paradigma ini sumber “tertib hukum (sosial)” tidaklah
dimonopoli oleh negara. Hukum negara bukan satu-satunya sumber
ketertiban yang sah, apalagi sarana rekayasa sosial yang efektif,
sebagaimana lazimnya dianut dalam paradigma legalisme liberal. Dalam
memproduksi “ketertiban hukum (sosial)”-nya sendiri. Maka, antar
lingkaran-lingkaran “tertib hukum (sosial)” itu harus saling berinteraksi,
bernegosiasi, dan saling mengakomodasi. Kalau mengikuti konstruksi
Undang-undang ini berarti desa tidak sekedar diperlakukan sebagai
wilayah administrasi pemerintahan negara, melainkan juga kesatuan
masyarakat hukum adat dengan hak-hak tradisionalnya. Karena itu, pada
diri Kepala Desa sesungguhnya terdapat status ganda, sebagai pejabat
pemerintah sekaligus pemimpin utama dalam masyarakat tradisional
dengan hak-hak tradisionalnya. Status ganda ini tercermin cukup jelas
dalam pengaturan tentang wewenang dan kewajiban Kepala Desa
sebagaimana ditentukan dalam PP No. 72/2005. Diantaranya, selain
berwenang memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa, Kepala Desa
juga berkewajiban mendamaikan perselisihan, serta mengayomi dan
melestarikan nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat. (UU No. 22/1999
menyebut eksplisit bahwa Kepala Desa mempunyai wewenang untuk
mendamaikan perkara/sengketa dari para warganya sebagai hak asal-usul).
Melekat dalam status ganda ini kiranya setiap Kepala Desa harus
menjalankan peran mediasi dalam hubungan antara negara dan masyarakat
desa. Suatu peran yang sesungguhnya tidak ringan dan tidak selalu mudah
dijalankan. Kalau digunakan bahasa UU No. 5/1979, Kepala Desa disebut
sebagai “orang pertama mengemban tugas dan kewajiban yang berat,
karena ia adalah penyelenggara dan penanggung jawab utama di bidang
umum, termasuk ketenteraman dan ketertiban.” Status (sebagai orang
pertama) pada umumnya memerlukan simbol-simbol dan penguasaan
sumber daya untuk membiayai dan merawat statusnya tersebut. Pada masa
lalu penguasaan tanah bengkok merupakan simbol status sekaligus sumber
daya yang dapat membiayai status tersebut, dan secara tradisional status
ini pada mulanya menjadi haknya untuk seumur hidup.
Pada pasal 27 juga ditentukan: (1) Kepala Desa diberi penghasilan
tetap setiap bulan dan/atau tunjangan lainnya sesuai dengan kemampuan
keuangan desa, (2) Penghasilan tetap dan/atau tunjangan lainnya
ditetapkan setiap tahun dalam APBDesa, (3) Penghasilan tetap paling
sedikit sama dengan Upah Minimum Regional Kabupaten/Kota. Pada
pasal 28 ditentukan bahwa: (1) Ketentuan lebih lanjut mengenai
kedudukan keuangan Kepala Desa dan perangkat desa diatur dengan Perda
Kabupaten/Kota, (2) Perda tersebut sekurang-kurangnya memuat: (a)
Rincian jenis penghasilan, (b) Rincian jenis tunjangan, dan (c) Penentuan
besarnya dan pembebanan pemberian penghasilan dan atau tunjangan.
Pengaturan mengenai kedudukan keuangan yang dirinci ini, menggantikan
sistem bengkok yang berlaku sebelumnya, pada umumnya dianggap
sebagai penyebab menurunkan penghasilan Kepala Desa, sekaligus
menghilangkan fungsi sosialnya, dibandingkan dengan sistem bengkok
yang pemanfaatnya terikat pada tradisi masyarakatnya. Penurunan
penghasilan Kepala Desa jelas kontradiktif dengan status Kepala Desa
Peran Gubernur dalam penyelenggaraan pemerintahan desa sangat
terbatas. Peran itu terutama terdapat secara tidak langsung dalam fungsi
pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah pusat. Gubernur dalam
kedudukan sebagai wakil pemerintah pusat menurut pasal 217 UU No.
32/2004 dapat melaksankan pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan
secara berkala, baik bagi Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, anggota
DPRD, perangkat Daerah, pegawai negeri sipil (PNS), maupun Kepala
Daerah. Pelaksanaan ketentuan tersebut dapat dilakukan melalui kerjasama
dengan perguruan tinggi dan/atau lembaga penelitian.
2. Struktur perangkat desa
Gambar II.1
Struktur Perangkat Desa
Kepala Desa
Sekretaris Desa
Kaur Pemerintah
Kaur Kesra Kaur
Keuangan
Kaur Pembangunan
Kadus 1 Kadus 2 Kadus 3 Kadus 4
Adapun rincian dari tugas bagan perangkat desa yaitu:
1. Kepala Desa
Tugas dan kewajiban Kepala Desa sebagaimana yang diatur dalam
pasal 101 UU No. 22 Tahun 1999 adalah:
a. Memimpin penyelenggaraan Pemerintah desa.
b. Membina kehidupan masyarakat desa.
c. Membina perekonomian desa.
d. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa.
e. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa.
f. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat
menunjuk kuasa hukumnya.
2. Sekretaris desa, membantu Kepala Desa dalam perumusan perencanaan
pembangunan desa, penertiban administrasi keuangan, administrasi
perkantoran, perumusan peraturan desa, dan pelayanan masyarakat.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud sekretaris desa
mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan urusan surat menyurat, kearsipan dan pelaporan.
b. Pelaksanaan urusan administrasi umum.
c. Pelaksanaan administrasi pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan.
d. Pelaksanaan tugas Kepala Desa dalam hal Kepala Desa berhalangan.
3. Kepala Dusun pemerintah mempunyai tugas menyusun laporan
keamanan dan ketertiban masyarakat, menyelesaikan sengketa perdata
yang menjadi wewenangnya, menyusun data kependudukan, dan
melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan kesatuan bangsa dan
politik.
Untuk melaksanakan tugas kepala urusan pemerintah mempunyai
fungsi :
a. Pengumpulan dan pengolahan data yang berhubungan dengan bidang
tugas sebagai bahan acuan dalam rangka pembinaan masyarakat dan
pembinaan wilayah.
b. Pelaksanaan tugas-tugas keagrariaan sesuai dengan wewenangnya.
c. Pelaksanaan administrasi kependudukan yang meliputi mati, lahir,
datang dan pindah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Pengumpulan dan pengolahan data bidang ketentraman dan
ketertiban dan menginventaris potensi rakyat dalam rangka
memperkecil akibat bencana dan melaksanakan pembinaan
keamanan dan ketertiban.
e. Pelaksanaan segala usaha dalam rangka membina Kesatuan Bangsa
dan Perlindungan Mayarakat.
f. Pelaksanaan pembinaan kerukunan antar warga.
g. Pengumpulan bahan dan menyusun laporan pelaksanaan tugas.
h. Pelaksanaan pemungutan pajak-pajak daerah seperti Pajak Bumi dan
i. Penginventarisasian segala permasalahan yang berhubungan dengan
tugas dan menyusun kebijaksanaan pemecahannya.
j. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan petunjuk dan
kebijakan pimpinan.
4. Kepala urusan kesejahteraan rakyat mempunyai tugas melaksanakan
kegiatan pendataan sarana dan prasaran peribadatan, melaksankan
penyaluran bantuan korban bencana, melaksanakan pendataan terhadap
jumlah dan jenis penyandang masalah sosial, melaksankan kegiatan
yang berhubungan dengan masalah pendidikan dan pemberdayaan
masyarakat serta masalah kesehatan.
Untuk melaksankan tugas, Kepala Urusan Kesejahteraan Sosial
mempunyai fungsi:
a. Penyusunan rencana program dalam rangka pelaksanaan pembinaan
keagamaan, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial, pemuda dan
olah raga serta pemberdayaan perempuan.
b. Pelaksanaan pelayanan masyarakat di bidang kesejahteraan sosial.
c. Pengumpulan dan penyaluran bantuan-bantuan terhadap korban
bencana dan penyandang masalah sosial.
d. Pembinaan terhadap kegiatan kesejahteraan keluarga, pemuda dan
olah raga dan organisasi kemasyarakatan lainnya.
e. Pembinaan terhadap organisasi keagamaan dan kegiatan-kegiatan
f. Pelaksanaan segala usaha dalam rangka meningkatkan peranan
perempuan dan pemberdayaan perempuan.
g. Monitoringdan pembinaan pelayanan kesehatan masyarakat.
h. Penginventarisasian segala permasalahan yang berhubungan dengan
kesejahteraan sosial dan menyusun rencana kebijakan
pemecahannya.
i. Pelaksanaan tugas lain yang sesuai dengan bidang tugas berdasarkan
ketentuan dan petunjuk serta kebijakan pimpinan.
5. Kepala urusan keuangan mempunyai tugas melaksankan pengolahan
keuangan desa, administrasi keuangan desa, menerima, menghimpun
dan melakukan pembayaran kepada pihak III, membuat laporan
pertanggungjawaban keuangan, dan mengumpulkan bahan untuk
penyusunan RAPB Desa serta melaksanakan tugas lain sesuai bidang
tugasnya.
Untuk melaksankan tugas, Kepala Urusan Keuangan mempunyai
fungsi:
a. Pelaksanaan administrasi keuangan desa.
b. Pengumpulan bahan-bahan penyusunan Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa.
c. Pembuatan Laporan Pertanggungjawaban Keuangan.
d. Pengelolaan keuangan desa.
e. Penerimaan dan Penyaluran bantuan keuangan dari Pemerintah
f. Penyusunan Rencana Penggunaan Uang.
g. Pelaksanaan penataan administrasi keuangan desa.
6. Kepala urusan ekonomi pembangunan mempunyai tugas meyusun
program kerja, mengolah data bidang perekonomian dan pembangunan,
meningkatkan partisipasi dan swadaya gotong royong masyarakat,
mengadministrasikan bantuan pembangunan yang masuk di desa,
menyiapkan bahan dalam rangka musyawarah desa, memelihara sarana
dan prasarana pembangunan dan perkonomian.
Untuk melaksankan tugas, Kepala Ekonomi Pembangunan mempunyai
fungsi:
a. Pendataan sarana dan prasarana perekonomiaan masyarakat.
b. Pengolahan data jumlah dan jenis produksi perekonomiaan dan
distribusi.
c. Pelaksanaan pembinaan terhadap perekonomian seperti Koperasi,
usaha Kecil, Industri Kecil, Industri Rumah Tangga, dan lain-lain
jenis kegiatan perekonomian.
d. Pelayanan kepada masyarakat di bidang ekonomi dan
pembangunan.
e. Pelaksanaan segala usaha dalam rangka meningkatkan partisipasi
dan swadaya gotong royong masyarakat dan pemberdayaan
masyarakat.
g. Penyiapan bahan dalam rangka pelaksanaan Musyawarah Rencana
Pembangunan Desa.
h. Penyusunan rencana strategis pengembangan sarana dan prasarana
perekonomian.
i. Penginventarisasian segala permasalahan yang berhubungan dengan
perekonomian dan pembangunan dan menyusun rencana
pemecahannya.
j. Pelaksanaan tugas lain yang berhubungan dengan bidang tugas
sesuai dengan ketentuan, petunjuk dan kebijaksanaan pimpinan.
7. Kepala Dusun berkedudukan sebagai unsur pelaksana tugas Kepala
Desa dalam wilayah kerjanya. Kepala Dusun mempunyai tugas pokok
melaksanakan kegiatan Pemerintah desa di wilayah kerjanya. Kepala
Dusun mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan kegiatan pemerintah, pembangunan dan
kemasyarakatan di wilayah kerjanya.
b. Pelaksanaan keputusan dan kebijaksanaan Kepala Desa.
Para karyawan desa harus menjalankan tugas sesuai dengan
tugasnya masing-masing. Tugas-tugas tersebut harus direncanakan
terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahan dan kerancuan pada sistem
pemerintahan desa. Sistem kinerja yang baik akan selalu membawa
kebaikan pula bagi sistem pemerintahan. Disamping hal-hal tersebut
sebagai aparatur negara, mereka tidak boleh membiarkan segala
berlaku di negara ini, dan mereka juga harus selalu siap sedia melayani
segala kebutuhan masyarakat desa, tidak ada pembedaan antara
orang-orang tertentu, yang nantinya akan menjadikan perpecahan di
lingkungan masyarakat. Sebagai alat pemerintahan mereka juga selalu
memperbaharui atau memperbaiki kinerja mereka, menurut pembagian
dan wewenang masing-masing karyawan.
E. KERANGKA KONSEPTUAL PENELITIAN
Untuk memudahkan pemahaman proposal penelitian ini maka penulis
mengungkapkan kerangka konseptual sebagai berikut
Orientasi Sosial & Individu
Orientasi Profit & Non Profit
Orientasi Kewirausahaan
Gambar II.2
Kerangka Konseptual
F. HIPOTESIS
Hipotesis merupakan suatu pernyataan atau dugaan sementara yang
digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan penelitian. Pada suatu desa
orientasi pemimpin lokal diduga mempengaruhi tingkat kesejahteraan
masyarakat. Keterkaitan tersebut akan menentukan tercapai tidaknya tujuan
Kesejahteraan
dari Kepala Desa yaitu mensejahterakan masyarakatnya. Apakah Orientasi
kewirausahaan sosial yang dimiliki oleh pemimpin lokal berpengaruh
terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Maka penulis merumuskan
hipotesis sebagai berikut:
H1: Orientasi Sosial-Individual pemimpin lokal secara parsial mempengaruhi
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan studi eksploratif untuk mengungkapkan pengaruh
antara orientasi kewirausahaan perangkat desa terhadap kesejahteraan
masyarakat dalam perspektif anggota masyarakat.
B. Subyek dan Obyek Penelitian
1. Subyek penelitian ini adalah anggota masyarakat pada komunitas desa
(masing-masing). Anggota masyarakat di dalam penelitian ini adalah
penduduk setempat yang telah tinggal di wilayah itu minimal 1 tahun,
berusia minimal 17 tahun, memiliki Kartu Keluarga atau sebagai kepala
keluarga.
2. Obyek penelitian ini adalah orientasi kewirausahaan yang dikategorikan
dalam empat kuadran, yaitu tradisional non profit quadrant, tipping point quadrant, Transient Org Quadrant, dan Traditional Biz Quadrant. Obyek yang kedua adalah kesejahteraan masyarakat dalam perspektif anggota
masyarakat melalui dimensi kekayaan materi, pengetahuan dan kesehatan.
C. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu: Bulan Oktober - November 2010.
Lokasi Penelitian: Dusun Planggok, Desa Margokaton, Kecamatan Seyegan,
Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.