• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Dasar dan Angka Penting

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengukuran Dasar dan Angka Penting"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

Pengantar Laboratorium Fisika 3.1 PENDAHULUAN

Pengukuran merupakan bagian dari keterampilan proses sains yang merupakan pengumpulan informasi baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Keterampilan-keterampilan proses sains adalah keterampilan yang dipelajari pada saat melakukan discovery ilmiah. Pada saat terlibat aktif dalam penyelidikan ilmiah, maka digunakanlah berbagai macam keterampilan proses, bukan hanya satu metode ilmiah tunggal. Keterampilan-keterampilan proses sains dikembangkan bersama-sama dengan fakta-fakta, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip sains. Keterampilan proses tersebut adalah pengamatan (observasi), pengklasifikasian, penginferensian, peramalan, pengkomunikasian, pengukuran, penggunaan bilangan, penginter-pretasian data, melakukan eksperimen, pengontrolan variabel, perumusan hipotesis, dan pendefinisian secara operasional.

Dalam melakukan pengukuran melalui keterampilan proses, maka dapat diperoleh suatu nilai atau angka besaran sehingga nilai tersebut menjadi bentuk kualitatif. Sebagai contoh: jika seseorang mengukur tebal kertas HVS dengan menggunakan mikrometer sekrup, maka yang diperoleh adalah nilai tebal kertas tersebut. Bila dua lembar kertas diukur dengan alat yang sama maka hasil yang diperoleh mungkin kertas yang satu sama besar tebalnya dengan kertas yang lain misalnya masing-masing 0,450 mm. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada kegiatan pertama

Bab

3

Pengukuran Dasar

dan Angka Penting

Pada bab ini mahasiswa diharapkan mampu:

1. Menjelaskan definisi dan jenis-jenis pengukuran.

2. Menjelaskan perbedaan antara pengukuran langsung dengan tidak langsung.

3. Menentukan nilai skala terkecil suatu alat.

4. Membedakan antar akurasi dan presisi dalam suatu pengukuran. 5. Membaca hasil pengukuran secara langsung dan tidak langsung. 6. Menjelaskan pelaporan hasil pengukuran berdasarkan angka penting. 7. Mengoperasikan angka penting.

(2)

menghasilkan informasi kuantitatif (angka), sedangkan kegiatan kedua menghasilkan informasi kualitatif.

Dalam kehidupan sehari-hari, selain mikrometer sekrup, banyak sekali alat ukur yang dapat membantu untuk mengetahui besaran yang akan diukur. Misalnya ketika ingin mengukur tinggi badan, mistar atau meteran pita dapat gunakan sebagai alat ukur, untuk mengukur suhu tubuh dapat menggunakan termometer. Demikian pula, ketika ingin mengetahui berapa lama suatu peristiwa berlangsung, dapat menggunakan jam atau stopwatch. Selain itu, untuk mengukur arus listrik dalam sebuah rangkaian dapat menggunakan amperemeter atau multimeter.

3.2 DEFINISI PENGUKURAN

Ilmu Fisika tidak dapat dilepaskan dari kegiatan pengukuran (measurement). Pengukuran dalam ilmu sains fisika merupakan aspek penting mengingat suatu teori atau hukum fisika dapat diberlakukan jika telah terbukti secara eksperimental. Suatu eksperimen tidak dapat dipisahkan dari pengukuran. Dalam pengukuran tidak ada yang presisi (tepat) secara mutlak seratus persen, tetapi terdapat ketidakpastian di dalamnya.

Pengukuran merupakan obyek utama perhatian fisika, karena suatu konsep tertentu hanya dapat dipahami dalam kaitannya dengan metode-metode pengukuran yang digunakan. Istilah pengukuran adalah suatu teknik atau cara untuk menghubungkan variabel/besaran sifat fisis dengan membandingkan dengan suatu besaran standar yang telah ditetapkan sebagai suatu satuan. Tujuan dilakukannya kegiatan pengukuran adalah menentukan nilai besaran ukur. Hasil pengukuran merupakan nilai taksiran besaran ukur. Karena hanya merupakan taksiran maka setiap hasil pengukuran mempunyai kesalahan (tidak pasti). Oleh karena itu, yang diukur adalah besaran-besaran fisika, yaitu besaran-besaran pokok dan besaran-besaran turunan. Contoh: panjang, massa dan waktu, suhu, arus listrik dan sebagainya.

Dalam kegiatan pengukuran, keterbatasan keakuratan alat yang digunakan serta keterampilan pelaku pengukuran akan menentukan ketepatan pengukuran. Tidak ada pengukuran yang benar-benar tepat, pasti ada ketidakpastian (ralat) yang berhubungan dengan suatu pengukuran. Sehingga untuk menyatakan hasil pengukuran, penting untuk menyatakan ketidakpastian pada pengukuran tersebut. Kebanyakan pengukuran yang dilakukan di laboratorium dibuat menjadi lebih kompleks dan sederhana. Bila mengukur sesuatu, para peneliti harus sangat berhati-hati agar hanya menghasilkan gangguan sekecil mungkin terhadap keadaan lingkungan (sistem) yang diamati. Setiap pengukuran tidak pernah tetap dan mempunyai taksiran nilai. Dengan demikian, mengukur adalah kegiatan membandingkan suatu besaran yang dimiliki suatu alat yang besarannya sejenis dengan cara membaca skala.

Aspek bentuk, ukuran dan kekasaran suatu permukaan merupakan cakupan dari pengukuran geometris. Berbagai jenis pengukuran dapat dibedakan pengukuran secara linier (garis lurus),

(3)

Pengantar Laboratorium Fisika

pengukuran sudut (kemiringan), pengukuran bentuk kedataran, pengukuran bentuk profil, pengukuran bentuk ulir, pengukuran roda gigi, pengukuran penyetelan posisi, dan pengukuran kekasaran suatu permukaan.

Berdasarkan jenis pengukuran ini, hanya pengukuran linier yang sering dipakai. Macam-macam masalah pengukuran dapat dipecahkan dengan menggunakan pengukuran linier, misalnya pengukuran dimensi. Pengukuran suatu besaran fisis dalam ilmu fisika senantiasa dihinggapi dengan ketidakpastian baik pengukuran satu kali maupun yang dilakukan secara berulang-ulang. Contohnya, m adalah suatu besaran fisis tertentu yang nilai benarnya adalah m0, akan diketahui

melalui pengukuran, maka setiap kali melakukan suatu pengukuran pada besaran fisis tersebut akan kemungkinan terjadi penyimpangan dari nilai sesungguhnya, contoh tekanan zat cair, daya listrik dalam rangkaian, panjang meja, waktu berputar dan sebagainya.

Beberapa istilah yang sering digunakan dalam pengukuran yaitu:

a. Ketelitian (accuracy): harga terdekat suatu pembacaan instrumen dengan harga sebenarnya. b. Ketepatan (precision): suatu ukuran kemampuan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang

serupa.

c. Kepekaan / sensitivitas (sensitivity): perbandingan antara sinyal keluaran atau respon instrumen terhadap perubahan masukan atau variabel yang diukur.

d. Resolusi (resolution): perubahan terkecil variabel yang mampu direspon oleh alat ukur.

e. Kesalahan (error): penyimpangan variabel yang diukur dari harga sebenarnya atau selisih antara harga terukur dengan harga yang sebenarnya.

3.3 PENGUKURAN LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG

Dilihat dari cara pengukurannya, besaran-besaran fisika ada yang diukur secara langsung dan kebanyakan yang diukur secara tidak langsung. Pengukuran langsung adalah pengukuran suatu besaran yang tidak bergantung pada pengukuran besaran atau besaran lain. Misalnya mengukur panjang tongkat dengan menggunakan mistar, mengukur waktu bernafas dengan stopclock, mengukur jari-jari silinder pejal denga mikrometer sekrup, mengukur tegangan listrik dengan voltmeter dan sebagainya. Pengukuran suatu besaran secara langsung merupakan pengukuran suatu besaran dengan membandingkannya secara langsung dengan besaran standar. Pengukuran langsung ini sering disebut sebagai pengukuran dasar.

Tidak semua besaran fisika dapat diukur secara langsung, bahkan yang lebih sering pengukuran dilakukan dengan cara yang tidak langsung. Kebanyakan besaran fisika diukur secara tidak langsung membandingkannya dengan besaran acuan. Misalnya:

a. Mengukur berat benda dilakukan dengan cara mengukur perubahan panjang pegas yang berubah karena tegangan

(4)

b. Mengukur temperatur tubuh dilakukan dengan cara mengukur perubahan volume air raksa karena perubahan panas yang dikandungnya.

c. Pengukuran kekentalan zat cair dengan cara mengukur waktu jatuh bola didalamnya zat cair dan jarak jatuh tertentu.

d. Banyaknya yang mengalir melalui sebuah pipa dapat dihitung dengan mengukur tekanan cairan dalam pipa pada dua tempat berbeda.

e. Dalam pesawat terbang sekarang ini penunjukan bahan bakar, penunjukan tekanan udara, penunjukan temperatur, penunjukan arah, dan sebagainya diperoleh dengan sinyal-sinyal listrik dan sebagainya.

3.4 PENENTUAN NILAI SKALA TERKECIL (LEAST COUNT)

Nilai skala terkecil suatu alat adalah nilai dari jarak antara dua goresan terdekat. Langkah awal yang harus dilakukan sebelum menggunakan alat ukur adalah harus menentukan nilai skala terkecil alat. Pada setiap alat ukur terdapat skala yaitu terdiri atas goresan besar dan kecil sebagai pembagi dan diberikan angka tertentu. Untuk mengamati dan melihat jarak yang kurang dari 1 mm dengan tepat, biasanya mata pengamat (pengukur) terbatas dan agak sukar dalam pengamatannya.

Cara menentukan nilai skala terkecil suatu alat digunakan dengan dua cara yaitu:

Nonius) Tanpa (NST N 1 nonius dengan alat NST  (3.1)

dengan N adalah banyaknya skala nonius dan

Utama Skala Jumlah (BU) Ukur Batas nonius tanpa NST  (3.2) 3.5 NONIUS (VERNIAR)

Skala nonius (verniar) dipasang pada alat-alat ukur dengan tujuan untuk menambah ketelitiaan dari alat ukur tersebut. Dengan adanya skala nonius ini alat dapat digunakan untuk mengukur hingga sepersekian kali lebih kecil dari skala terkecil alat, tergantung pada skala nonius yang dipasang. Skala nonius terdiri dari skala nonius putar (misal pada alat ukur mikrometer sekrup, spherometer, spektrometer) dan skala nonius geser (misal pada alat ukur jangka sorong). Kebalikan dari skala nonius adalah skala utama (skala tetap). Yang termasuk alat yang hanya memiliki skala utama antara lain adalah alat mistar, termometer, basic meter, timbangan, stopwatch, jam dinding dan sebagainya.

Skala nonius yang dipasang pada alat-alat ukur anguler disebut nonius putar karena skala nonius ini dapat diputar di atas skala utama alat sedangkan skala nonius pada alat-alat ukur linier disebut nonius geser karena skala nonius geser pada skala utama alat. Untuk alat ukur anguler, skala nonius berputar di atas skala utama, alat digunakan dengan memutar skala nonius dan penunjukkan

(5)

Pengantar Laboratorium Fisika

hasil pengukuran adalah penunjukkan pada skala utama ditambah penunjukkan skala nonius. Skala nonius putar terdapat tiga kemungkinan kedudukan titik nol alat yaitu:

a. Titik nol skala utama tidak berimpit dengan garis penunjuk kanan, dan garis penunjuk skala utama berimpit dengan salah satu skala pada nonius.

b. Jika garis penunjuk pada nonius di kanan titik nol, maka koreksi dilakukan dengan mengurangi hasil pengukuran sebesar skala yang ditunjukkan pada skala nonius. Dan jika garis penunjuk nonius di kiri titik nol, maka koreksi dilakukan dengan menambah hasil pengukuran sebesar skala yang ditunjukkan skala nonius.

c. Titik nol skala utama berimpit titik nol nonius putar.

Sedangkan alat ukur linier pada nonius geser ini terdapat juga tiga kemungkinan titik nol alat yaitu:

a. Titik nol nonius segaris dengan titik nol skala utama. b. Titik nol nonius di kanan titik nol skala utama c. Titik nol nonius di kiri titik nol skala utama

Dapat disimpulkan bahwa hal-hal yang harus diperhatikan sebelum menggunakan alat ukur antara lain:

a. Nonius gunanya untuk menambah ketelitian alat-alat ukur. b. Sebelum alat digunakan titik nol alat harus diperhatikan. c. Perhatikan skala utama terkecil suatu alat.

d. Perhatikan berapa ukuran satu skala nonius.

e. Pembacaan hasil pengukuran sama dengan penunjukkan skala utama ditambah skala nonius yang tepat berimpit dengan salah satu garis skala utama (koreksi dengan titik nol alat).

f. Nonius bukan skala tetap.

3.6 PERBEDAAN AKURASI DAN PRESISI

Mengukur adalah membandingkan suatu dimensi yang tidak diketahui terhadap dimensi standar. Ada beberapa istilah dalam pengukuran yang perlu diketahui yaitu istilah ketepatan (presisi), ketelitian (akurasi), sensitivitas, daya pisah. Namun hal yang sangat penting dalam pengukuran adalah harus dapat dibedakan antara presisi dan akurasi. Kedua hal ini sangat berkaitan antara hasil pengukuran yang tepat dan ketelirian suatu alat ukur.

Definisi ketepatan yang sering disebut juga sebagai presisi, menyatakan daerah sasaran nilai benar dimana ia berada. Misalnya anda mengukur panjang pinggir meja belajar sebesar 40,4 cm dengan menggunakan mistar plastik berbatas ukur 50 cm. Hal ini berarti telah melakukan pengukuran dengan tepat karena daerah nilai benar berada antara 0 dan 50 cm. Sedangkan ketelitian atau sering juga disebut sebagai akurasi adalah suatu kemampuan dari alat ukur untuk

(6)

menghasilkan nilai benar secara berulang tetapi hasilnya tidak menyimpang jauh dari nilai yang sesungguhnya (benar). Misalnya panjang pinggir meja belajar tadi yang 40,40 cm anda ukur lagi sebanyak lima kali dan diperoleh 40,30 cm, 40,50 cm, 40,30 cm, 40,40 cm, dan 40,40 cm.

Perhatikan gambar berikut:

(a) (b)

Gambar 3.1: Posisi presisi pengukuran

Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa penyimpangan hasil setelah diukur beberapa kali (pengukuran berulang) nilainya masih dekat dengan nilai 40,4 cm. Artinya mistar tersebut mempunyai ketelitian yang cukup. Definisi lain dari presisi adalah suatu kedekatan dari kesesuaian antara hasil pengukuran bebas yang dilakukan dalam kondisi tertentu. Presisi sangat berhubungan dengan distribusi kesalahan acak (tanpa diduga) dan tidak berhubungan sama sekali dengan kedekatan terhadap nilai benar. Suatu hasil pengukuran dikatakan presisi bila data hasil pengukuran terpencar dekat. Pada gambar 3.1 (a dan b) merupakan hasil pengukuran yang presisi sebab nilai-nilainya tidak jauh berbeda untuk setiap pengukuran. Perbedaannya adalah pada gambar 3.1(a) hasilnya menyimpang dalam arah tertentu dari daerah nilai yang sesungguhnya, sedangkan dalam gambar 3.1(b) setiap hasil pengukuran berada dalam daerah nilai yang sesungguhnya dan menyebar merata dalam daerah tersebut.

(a) (b)

Gambar 3.2: Posisi akurasi pengukuran Nilai Benar

Nilai Benar Nilai Benar

(7)

Pengantar Laboratorium Fisika

Akurasi juga dapat didefinisikan lain sebagai kedekatan dari kesesuaian antara hasil pengukuran dengan nilai benar besaran ukur. Akurasi merupakan suatu konsep kualitatif. Hasil pengukuran dikatakan akurat jila nilai rata-rata hasil pengukuran hampir sama atau mendekati dengan nilai yang sesungguhnya (benar). Bila nilai rata-rata jauh dari nilai benar maka hasil pengukuran dikatakan tidak akurat (tidak teliti).

Hasil pengukuran seperti pada gambar 3.2(a) dan 3.2(b) termasuk hasil pengukuran yang akurat. Perbedaannya yaitu hasil pengukuran dalam gambar 3.2(a) menyebar secara simetris dari nilai sesungguhnya tetapi hasil setiap pengukuran nilainya diluar daerah nilai yang sesungguhnya, sedangkan pada gambar 3.2(b) setiap hasil pengukuran berada dalam daerah nilai yang sesungguhnya dan menyebar merata dalam daerah tersebut.

Jadi jelas dapat disimpulkan pada gambar 3.1(a) - 3.1(b) dan gambar 3.2(a ) - 3.2(b) yaitu: pengukuran yang ditunjukkan pada gambar 3.1(a) merupakan hasil pengukuran yang presisi tidak akurat, gambar 3.2(a) merupakan hasil pengukuran yang akurat tidak presisi. dan gambar 3.2(b) dan 3.1(b) merupakan hasil pengukuran yang akurat (teliti) dan presisi (tepat). Dalam arti bahwa kepresisian dan keakurasian data hanya dapat diketahui bila pengukuran suatu variabel dilakukan secara berulang-ulang, dan bila pengukuran hanya dilakukan satu kali saja maka tidak akan bisa diketahui apakah hasilnya dekat atau jauh dari nilai yang sesungguhnya.

Sebagai contoh perhitungan akurat: hasil pengukuran satu kali nilai sesungguhnya tebal balok adalah 4,21 cm. Jika pengukurannya dilakukan sebanyak lima kali (pengukuran berulang) maka diperoleh data-data pengukuran sebagai berikut:

Tabel 3.1 Contoh hasil pengukuran tebal balok Pengukuran ke Hasil Pengukuran tebal balok (cm)

I 4,20

II 4,22

III 4,20

IV 4,28

V 4,25

Dari hasil pengukuran di atas diperoleh nilai rata-rata:

4,23 5 25 , 4 28 , 4 20 , 4 22 , 4 20 , 4      rata rata x cm

sehingga nilai rata-rata hasil pengukuran di atas dikatakan akurat karena mendekati nilai benar yaitu 4,23 cm.

3.7 HASIL PENGUKURAN DAN PEMBACAAN ALAT UKUR

(8)

1. Jika alat ukurnya menggunakan skala nonius.

HP = PSU (NST SU) + PSN (NST alat ukur) (3.3)

Keterangan: PSU (Penunjukan Skala Utama), NST SU (Nilai Skala Terkecil Skala Utama), PSN (Penunjukan Skala Nonius), dan NST alat ukur dapat dihitung sesuai persamaan (3.1)

2. Jika alat ukurnya tanpa skala nonius.

HP = PSU × NST alat ukur (3.4) Keterangan: PS (Penunjukan Skala Utama) dan NST alat ukur dapat dihitung sesuai

persamaan (3.2)

Jika alat ukur memiliki kesalahan titik nol maka hendaknya dikalibrasi, tetapi jika alat tersebut tidak mampu untuk dikalibrasi kesalahan titik nolnya maka harus dilihat terlebih dahulu jarum penunjukkan skala yang tidak berimpit sebelum atau sesudah angka nol skala. Jika sebelum angka nol jarum skalanya maka hasil pengukurannya harus dijumlahkan hasil pengukuran sebenarnya dengan hasil kesalahan titik nolnya, dituliskan perhitungannya:

KTN= PSU (NST SU) + PSN (NST alat) (3.5) maka hasil pengukuran yang sesungguhnya adalah:

HPsesungguhnya = HPdengan KTN + KTN (3.6)

Demikian pula sebaliknya jika sesudah angka nol jarum skalanya maka hasil pengukurannya harus dikurangi hasil pengukuran sebenarnya dengan hasil kesalahan titik nolnya.

KTN= PSU (NST SU) + PSN (NST alat) (3.7) maka hasil pengukuran yang sesungguhnya adalah:

HPsesungguhnya = HPdengan KTN - KTN (3.8)

Berikut dapat dijelaskan cara pembacaan alat ukur dasar yaitu: 1. Mistar (Penggaris)

Perhatikan gambar berikut:

Gambar 3.2: Pengukuran balok dengan mistar

Mistar hanya memiliki skala utama, sehingga untuk menentukan hasil pengukurannya dapat ditentukan dengan persamaan berikut:

Hasil Pengukuran (HP) = Penunjukan skala (PS) × NST alat

20 21 22

(9)

Pengantar Laboratorium Fisika

Dari gambar di atas dapat ditentukan terlebih dahulu nilai skala terkecil mistar. Misal gambar di atas, mistar memiliki batas ukur 50 cm dan setiap 1 cm terdiri atas 10 skala, berarti jumlah skala dari mistar ada 500 skala, sehingga nilai skala terkecilnya adalah:

cm/skala 1 , 0 skala 500 cm 50 Skala Jumlah (BU) Ukur Batas nonius tanpa NST   

Oleh karena penunjukan skala pada mistar di atas ada 219 skala maka hasil pengukurannya adalah: HP = PS x NST mistar 21,90 cm skala cm 0,1 x skala 219  

2. Jangka sorong (mistar geser)

Pada gambar 2.2. Bab II, terdapat bagian-bagian jangka sorong. Pada gambar tersebut jangka sorong memiliki dua skala yaitu skala utama (SU) dan skala nonius (SN). Misalnya, mengukur panjang sisi suatu balok licin dengan menggunakan jangka sorong, maka langkah-langkah mengukur benda yaitu:

a. Periksa alat ukur jangka sorong sebelum menggunakan, misalnya kesalahan titik nol alat, jumlah skala nonius, pengunci harus terbuka, dan bagian-bagian jangka sorong lainnya. b. Letakkan benda sebagai obyek ukur (sisi balok) di antara kedua rahang yaitu rahang tetap dan

rahang geser.

c. Atur rahang geser hingga benda “tepat terjepit” oleh rahang tetap dan rahang geser, kemudian kuncilah rahang geser dengan cara memutar sekrup pengunci.

d. Bacalah skala yang ditunjukkan dengan cara: (1) penunjukan skala utama sebelum angka nol skala nonius, (2) penunjukan skala nonius yaitu skala yang tepat berimpit antara garis skala utama dan skala nonius (skala geser).

e. Catatlah hasil pengukuran, kemudian keluarkan benda ukur dengan membuka sekrup pengunci kembali.

Pada umumnya, batas ukur pada jangka sorong adalah 20 cm dengan tiap 1 cm terdapat 10 skala, sehingga nilai skala utamanya = 1 mm. Banyaknya skala nonius tidak selalu sama antara mistar geser yang satu dengan yang lainnya. Ada yang mempunyai 10 skala, ada yang 20 skala, bahkan ada yang mempunyai 50 skala. Sebuah jangka sorong baru dapat digunakan jika NSTnya sudah diketahui, yakni dengan menggunakan persamaan :

Nonius Skala Banyaknya Utama Skala NST nonius) tanpa (NST N 1 alat NST  

Misalkan jika jangka sorong mempunyai NST skala utama = 1 mm/skala dan banyaknya skala nonius yang ada pada alat = 50 skala, maka NST jangka sorong diperoleh:

mm 0,02 mm/skala) (1 skala 50 1 Nonius dengan NST  

(10)

Gambar 3.3: Pengukuran dengan jangka sorong

Pada gambar di atas, penunjukan pada skala utama = 34 skala (sebelum angka nol skala nonius) sedangkan penunjukan skala nonius yang tepat berimpit dengan salah satu skala utama adalah 31 skala, maka hasil pengukurannya adalah:

HP = PSU (NST SU) + PSN (NST jangka sorong) HP = 34 skala (1 mm/skala) + 31 skala (0,02 mm) HP = 34 mm + 0,62 mm

HP = 34,62 mm HP = 3,462 cm 3. Mikrometer sekrup

Dalam Bab II pada Gambar 2.5, terlihat bahwa alat ukur mikrometer sekrup memiliki skala utama (SU) yang disebut skala horizontal dan skala nonius yang disebut skala vertikal (SN). Untuk mengukur besaran panjang dengan mikrometer skrup, maka langkah-langkah pengukurannya adalah sebagai berikut:

a. Periksa alat ukur mikrometer sekrup sebelum menggunakan, misalnya kesalahan titik nol alat, jumlah skala nonius, pengunci harus terbuka, dan bagian-bagian mikrometer sekrup lainnya b. Letakkan benda di antara kedua poros penjepit, kemudian putarlah silinder pemutar

perlahan-lahan hingga ujung kedua poros menyentuh permukaan benda.

c. Setelah ujung kedua poros menyentuh permukaan benda, putarlah sekrup pemutar (ratchet) secara perlahan-lahan hingga terdengar bunyi “klik”. Bunyi itu menandakan bahwa kedua ujung poros telah menjepit benda secara akurat (Perhatian: jangan memaksa menggerakkan poros penjepit menggunakan silinder pemutar ketika ujung poros telah menjepit benda, hal ini dapat merusak sistem ulir di dalam mikrometer sekrup).

d. Setelah terdengar bunyi “klik” maka putarlah pengunci sekrup agar benda tetap tertahan. e. Bacalah skala yang ditunjukkan oleh mikrometer skrup yaitu penunjukan skala utama

sebelum skala putar dan penunjukan skala nonius yang tepat berimpit antara skala putar dengan skala utama, seperti ditunjukkan pada gambar 3.4.

Skala yang berimpit noniusnya = 31 skala Penunjukan skala

(11)

Pengantar Laboratorium Fisika

f. Catatlah hasilnya, kemudian bukalah kembali pengunci sekrup dan keluarkan benda ukur.

Gambar 3.4: Pengukuran dengan mikrometer sekrup

Pada gambar di atas, mikrometer sekrup memiliki NST skala utama = 0,5 mm/skala, dan banyaknya skala nonius adalah 50 skala, maka dengan persamaan penentuan nilai skala terkecil suatu alat dengan nonius adalah

mm 01 , 0 skala 0 5 mm/skala 0,5 Nonius Skala Banyaknya Utama Skala NST alat NST   

Hasil pengukuran gambar 3.4 di atas menunjukkan bahwa: HP = PSU (NST SU) + PSN (NST jangka sorong)

HP = 15 skala (0,5 mm/skala) + 38 skala (0,01 mm) HP = 7,5 mm + 0,38 mm = 7,88 mm

Sebagai contoh lain kedudukan garis penunjuk (skala nonius) dan pembacaan adalah:

Gambar 3.5: Pembacaan kedudukan garis penunjuk mikrometer sekrup

Pada waktu pengukuran mikrometer sekrup, sering kali skala nonius tidak tepat segaris dengan skala utama sekrup. Oleh karena itu harus dilakukan penaksiran berapa penunjukan skala nonius, mengingat kecilnya jarak antara dua skala utama penaksiran ini hanya 0 atau lima. Jadi penunjukan skala nonius hanya mungkin setengah skala utama. Hasil pengukurannya yang terbaca di atas (gambar 3.5) diperoleh tiga kondisi pengukuran yang berbeda, tergantung dari penaksiran kedudukan skala nonius yaitu: (a) 7,385; (b) 7,390 dan (c) 7,380. Dapat disimpulkan bahwa jika lebih besar dari ½ skala dibulatkan pada skala nonius berikutnya (gambar 3.5b) dan

Penunjukan skala utama = 15 skala

Penunjukan skala nonius = 38 skala

(12)

jika lebih kecil dari ½ skala dihapuskan (gambar 3.5c), tetapi jika penglihatan menunjukkan disekitar di ½ skala maka ½ skala ini tetap dituliskan (gambar 3.5a).

2. Spherometer

Cara menggunakan alat ini dapat diperhatikan sebagai berikut:

a. Periksa alat ukur spherometer sebelum menggunakan, misalnya kesalahan titik nol alat, jumlah skala nonius, bidang alas rata, dan bagian-bagian spherometer lainnya

b. Spherometer di letakkan di bagian alas yang rata dan ujung sekrup tepat menyentuh alas ini (biasanya alas terbuat dari kaca licin halus misalnya kaca plan paralel dan pada saat bayangan ujung sekrup berimpit dengan ujung sekrup sendiri menunjukkan ujung sekrup menyinggung alas).

c. Kepala sekrup diputar sehingga jarak antara ujung sekrup dengan alas cukup jauh. d. Benda yang akan diukur diletakkan pada ruang antara alas dan ujung sekrup.

e. Kepala sekrup diputar sehingga ujung sekrup mengenai permukaan benda yang diukur.

f. Tebal atau ukuran benda yang diukur adalah selisih penunjukan (skala utama + skala piringan atau nonius) pada saat tanpa benda dengan ketika benda yang diukur berada di bawah sekrup.

Perhatikan gambar dibawah ini:

Sumber: Dokumen penulis

Gambar 3.6: Pengukuran spherometer

Pada spherometer, terdiri atas dua skala yaitu skala utama (skala vertikal) dan skala nonius (skala horizontal). Alat ini kadang-kadang memerlukan penaksiran skala pada saat pembacaan skala putar dan skala utama seperti pada mikrometer sekrup (lihat gambar 3.5). Jumlah skala nonius terdiri dari 100 skala, sedangkan pada skala utama terdapat batas ukur 10 mm dengan jumlah skala utama ada 10 skala, sehingga nilai skala terkecil skala utama (SU) adalah 1 mm/skala.

Karena alat ini mempunyai skala nonius, maka diperoleh NST spherometer yaitu:

mm 01 , 0 skala 100 mm/skala 1 Nonius Skala Banyaknya Utama Skala NST alat NST    20 skala

(13)

Pengantar Laboratorium Fisika

Hasil pengukuran pada gambar 3.6 adalah:

HP = PSU (NST SU) + PSN (NST jangka sorong) HP = 5 skala (1 mm/skala) + 20 skala (0,01 mm) HP = 5 mm + 0,20 mm

HP = 5,20 mm 3. Neraca Ohauss 311 gram

Neraca ini mempunyai empat lengan dengan NST yang berbeda-beda, masing-masing lengan mempunyai batas ukur dan NST yang berbeda-beda. Sebelum melakukan pengukuran massa menggunakan neraca lengan, pahamilah dahulu bagian-bagian neraca lengan beserta fungsinya, dan yakinkan bahwa alat ini dapat membaca skala yang ditunjukkan neraca lengan secara cermat dan benar. Untuk mengukur massa benda menggunakan neraca lengan, maka cara-cara mengukurnya adalah:

a. Pastikan dahulu bahwa neraca dalam keadaan setimban (jika belum setimbang, maka setimbangkan lebih dahulu dengan cara memutar sekrup penyeimbang/pengenol).

b. Tentukan NST setiap lengan dan kesalahan titik nol alat.

Skala Jumlah

Ukur Batas NSTtiaplengan

c. Letakkan benda di atas piring neraca (untuk benda yang bersifat korosif atau sifatnya cair, sebelum diletakkan di atas piring neraca, masukkan terlebih dahulu ke dalam wadah tertentu). d. Geserlah satu persatu anak timbangan, dimulai dari yang paling besar, berikutnya yang kecil-kecil, hingga neraca setimbang kembali. Bacalah skala yang ditunjukkan oleh neraca, seperti ditunjukkan pada gambar dan catatlah hasilnya. Perhatikan gambar berikut:

Sumber: Wasis & Retno Hasanah. 2004: 39

Gambar 3.7: Hasil pengukuran neraca lengan 4. Neraca Ohauss 2610 gram

Nerara ohauss 2610 gram terdapat tiga lengan dengan batas ukur yang berbeda-beda. Pada ujung lengan dapat digandeng 2 buah beban yang nilainya masing-masing 500 gram dan 1000

(14)

gram. Sehingga kemampuan atau batas ukur alat ini menjadi 2610 gram. Untuk pengukuran dibawah 610 gram, cukup menggunakan semua lengan neraca dan diatas 610 gram sampai 2610 gram ditambah dengan beban gantung. Nilai skala terkecil dapat ditentukan dengan cara:

Skala Jumlah

Ukur Batas NSTtiaplengan

Hasil pengukuran dapat ditentukan dengan menjumlah penunjukan beban gantung dengan semua penunjukan lengan-lengan neraca.

5. Neraca pegas

Untuk mengukur berat benda menggunakan neraca pegas, ikutilah prosedur di bawah ini a. Pastikan dahulu bahwa penunjukkan nol pada neraca pegas sudah tepat. Bila belum, lakukan

pengenolan dengan cara memutar sekrup pengenol menggunakan obeng. b. Ikat atau gantungkan pemegang neraca pada penyangga yang mantap. c. Gantungkan beban pada pengait beban.

Gambar 3.8: Pengukuran dengan neraca pegas

d. Bacalah skala yang ditunjuk oleh neraca pegas dengan mata tegak lurus pada skala yang ditunjuk tersebut, sehingga tidak terjadi kesalahan paralaks.

e. Catatlah hasil pengukuran Anda hingga setengah skala terkecil. 6. Termometer

Dengan menggunakan termometer batang misalnya termometer alkohol, umumnya terdiri dari 100 skala dengan batas ukur 1000C, maka nilai skala terkecilnya adalah:

C/skala 1 skala 100 C 100 Skala Jumlah Ukur Batas termometer NST 0 0

Misalkan dalam gelas ukur berisi air dingin, akan dipanaskan lalu diukur temperatur panas dengan menggunakan termometer, dapat dilihat pada Gambar 3.9 di bawah ini. Untuk mengukur temperatur maka digunakan termometer dan langkah-langkah pengukurannya adalah sebagai berikut:

(15)

Pengantar Laboratorium Fisika

a. Pastikan dahulu bahwa termometer dalam keadaan baik, tandanya antara lain cairan dalam kapiler termometer tidak putus-putus dan garis serta angka skala masih jelas terbaca.

b. Upayakan tandon cairan termometer hanya menyentuh sesuatu yang akan diukur temperaturnya. Dalam contoh ini, akan diukur temperatur air panas, maka tandon termometer tepat di dalam air (tidak boleh menyentuh bejana/wadah air).

c. Posisi termometer seharusnya disangga secara benar dan tepat, misalnya menggunakan statif penyangga seperti gambar 3.9 di bawah ini:

Gambar 3.9: Pengukuran termometer alkohol

Gambar 3.9 terlihat penunjukan skala berada pada 38 skala, sehingga hasil pengukurannya diperoleh:

HP = PSU x NST termometer = 38 skala x 10C /skala

= 38,00C

7. Stopwatch

Sebaiknya sebelum menggunakan stopwatch terlebih dahulu penggerak jarum ditegangkan dengan memutar sekrup dibelakangnya. Cara pemakaian stopwatch, misalkan akan ditentukan waktu 20 kali ayunan bandul maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Perhatikan jarum penunjuk jarum skala, detik sebelum di tekan tombol star (pastikan dahulu bahwa semua jarum stopwatch menunjuk pada angka nol). Bila belum, lakukan pengenolan dengan cara menekan tombol pengenol.

b. Bersamaan dengan saat ayunan bandul dilepas, tekan tombol start maka jarum penunjuk akan berputar seperti jam.

c. Setelah ayunan berayun sebanyak 20 kali maka tekan tombol stop dan akan diperoleh hasil pengukuran yaitu penunjukan skala menit ditambah penunjukan skala detik.

(16)

Sumber: Dokumen penulis

Gambar 3.10: Pengukuran waktu ayunan bandul d. Catat hasil pengukuran ke dalam tabel yang tersedia.

Berdasarkan gambar 3.10 di atas, dapat ditentukan nilai skala terkecil pada alat ukur stopwatch yaitu: s/skala 0,2 skala 300 s 60 Skala Jumlah Ukur Batas stopwatch NST   

Gambar 3.10 terlihat penunjukan skala berada pada 112 skala, sehingga hasil pengukurannya diperoleh:

HP = PSU x NST stopwatch = 112 skala x 0,2 sekon/skala = 22,40 sekon

8. Basic meter

Basic meter mempunyai dwifungsi yaitu sebagai amperemeter pengukur kuat arus listrik (simbol di alat ukur A, mA, atau μA) dan sebagai voltmeter pengukur tegangan atau beda potensial listrik (simbol di alat ukur V atau mV). Jika basic meter berfungsi sebagai amperemater maka terlebih dahulu digeser ke posisi amperemeter (A) (lihat gambar 2.19 Bab II), begitu pula jika berfungsi sebagai voltmeter maka terlebih dahulu geser ke posisi voltmeter (V) (lihat gambar 2.23 Bab II). Kedua alat ukur masing-masing dipasangi shunt pada amperemeter yang disusun secara seri dan multiplier pada voltmeter disusun secara paralel dalam rangkaian.

Batas ukur shunt pada pengukur kuat arus listrik berbeda- beda yaitu 5A, 1A, 100 mA, dan 100μA, sedangkan batas ukur multiplier pada pengukur beda tegangan listrik berbeda-beda pula yaitu 50V, 10V, 1V dan 100 mV. Skala pada basic meter terdiri dari skala atas dan skala bawah,

(17)

Pengantar Laboratorium Fisika

skala atas memiliki jumlah skala = 50 skala dan skala bawah terdiri atas 100 skala. Keduanya menghasilkan pengukuran yang sama jika batas ukur yang digunakan sesuai dan tetap.

Contoh penggunaan basic meter sebagai amperemeter dan voltmeter adalah sebagai berikut: 1. Perhatikan jarum penunjuk amperemeter dan voltmeter, apakah tepat berimpit dengan angka nol

skala dengan jarum penunjuk skala (jika tidak berimpit maka putar sekrup pada bagian bawah skala alat).

2. Tentukan NST amperemeter dengan cara membagi batas ukur yang digunakan dengan banyaknya skala bawah atau skala atas pada basic meter (lihat gambar di bawah, misalkan batas ukur yang digunakan 5A untuk amperemeter dan 10V untuk voltmeter).

Gambar 3.11: Pengukuran amperemeter dan voltmeter

Gambar 3.12: Penempatan amperemeter dan voltmeter dalam rangkaian

3. Jika amperemeter tersusun seri dapat mengukur kuat arus dengan penunjukan skala (skala atas 40 skala dan skala bawah 80 skala), begitu pula dengan voltmeter yang disusun secara paralel dapat mengukur tegangan pada penunjukan skala (skala atas 10 skala dan skala bawah 20 skala). Rangkaian dapat dilihat seperti pada gambar 3.12 dan penunjukan jarum skala yang terukur dilihat pada gambar 3.11.

Sebelum dihitung hasil pengukurannya, maka terlebih dahulu akan ditentukan NST alat masing-masing baik skala atas maupun skala bawah.

A/skala 0,1 skala 50 A 5 Skala Jumlah Ukur Batas Atas) (Skala r Amperemete NST    A/skala 0,05 skala 100 A 5 Skala Jumlah Ukur Batas Bawah) (Skala r Amperemete NST    A V R RS E 5A 1A 100 mA 100 μA 50V 10V 1V 100mV

(18)

maka hasil pengukuran dapat diperoleh berdasarkan penunjukan skala gambar 3.10 adalah: untuk skala atas (SA)

HP = I = Penunjukan skala atas × NST skala atas amperemeter HP = I = 40 skala × 0,1 A/skala

I = 4,00 A untuk skala bawah (SB)

HP = I = Penunjukan skala bawah × NST skala bawah amperemeter HP = I = 80 skala x 0,05 A/skala

I = 4,000 A

Sedangkan pada voltmeter, NSTnya dapat ditentukan:

V/skala 0,2 skala 50 V 10 Skala Jumlah Ukur Batas Atas) (Skala Voltmeter NST    V/skala 0,1 skala 100 A 10 Skala Jumlah Ukur Batas Bawah) (Skala Voltmeter NST   

maka hasil pengukurannya adalah: untuk skala atas (SA):

HP = V = Penunjukan skala atas × NST skala atas voltmeter HP = V = 10 skala × 0,2 V/skala

V = 2,00 A untuk skala bawah (SB):

HP = V = Penunjukan skala bawah × NST skala bawah voltmeter HP = V = 20 skala × 0,1 V/skala

V = 2,00 A 9. Osiloskop

Cara penggunaan osiloskop dilakukan beberapa tahap yaitu:

a. Pahami terlebih dahulu tombol-tombol yang sering digunakan pada osiloskop.

b. Atur posisi CH1, menunjukkan bahwa sinyal yang akan diukur pada kanal 1 (misalkan pastikan tombol VAR pada posisi cal putaran maksimum ke kanan, tombol VOLT/DIV pada posisi 0,5V, tombol TIME/DIV pada posisi 0,2 ms, pada blok TRIGGER tombol AUTO/NORM dalam kondisi AUTO (tombol masuk), pemilih SOURCE pada posisi CH1.

c. Pasang sinyal yang akan diukur pada kanal 1, pastikan jejak terlihat pada layar osiloskop dengan cara menekan tombol GND, jejak berupa garis lurus akan muncul pada osiloskop (jika jejak tidak muncul pada layar, cari jejak dengan memutar tombol POSITION baik pada posisi VERTICAL maupun HORIZONTAL.

(19)

Pengantar Laboratorium Fisika

d. Setelah jejak tampil di layar, atur jejak agar tepat ditengah-tengah layar kemudian tekan kembali tombol GND sehingga posisi tombol keluar.

e. Kalibrasi terlebih dahulu osiloskop dengan cara memasang ujung penyidik (probe) pada terminal CAL di osiloskop. Pusatkan jejak dan hubungan trafo stepdown CT ke terminal input dan bumikan.

Gambar 3.13: Pengukuran osiloskop

f. Setelah penyidik dipasang maka pada layar osiloskop akan terdapat gambar gelombang seperti gambar di bawah ini:

Gambar 3.14: Pembacaan skala pada osiloskop

Perhatikan gambar 3.14, batas ukur VOLT/DIV (pengukur tegangan puncak kepuncak) adalah 0,2 V, maka NST VOLT/DIV dapat ditentukan:

V/skala 1 skala 5 V 0,2 Skala Jumlah Ukur Batas VOLT/DIV NST   

Sedangkan batas ukur TIME/DIV (pengukur waktu atau periode gelombang) adalah 0,2 ms, maka NST TIME/DIV dapat ditentukan:

ms/skala 1 skala 5 ms 0,2 Skala Jumlah Ukur Batas TIME/DIV NST   

Sebagai contoh pada gambar di atas terukur dan terbaca penunjukan skala vertikal adalah 26 skala dan penunjukan skala horizontal adalah 38 skala, maka variabel-variabel yang dapat dihitung adalah:

a. Tegangan puncak kepuncak (Vpp):

HP = Vpp = Penunjukan skala vertikal × NST VOLT/DIV 26 skala

220 VAC

0

20 V

(20)

Vpp = 26 skala × 1 V/skala Vpp = 26 V

b. Tegangan maksimum atau tegangan puncak (Vp):

V 13 2 V 26 2 Vpp Vp  

c. Tegangan efektif (tegangan root mean square, Vrms):

V 21 , 9 1,41 V 13 2 Vp Vrms    d. Periode gelombang (T):

HP = T = Penunjukan skala horizontal × NST TIME/DIV T = 38 skala × 0,2 ms T = 7,6 ms = 7,6 x 10-3 s e. Frekuensi gelombang (f): Hz 132 s x10 7,4 1 T 1 f   3  f. ANGKA PENTING

Angka penting, atau significant figure, adalah sejenis konvensi, atau perjanjian, penulisan bilangan hasil dari pengukuran. Perjanjian ini menjadi penting dalam sains (tidak hanya Fisika) karena salah satu ciri dari sains adalah dapat diukur. Setiap pengukuran selalu memiliki ketidakpastian, besar kecilnya nilai ketidakpastian dalam pengukuran sangat bergantung pada tingkat keakurasian suatu pengukuran. Semakin besar tingkat akurasi suatu alat ukur, maka semakin kecil tingkat ketidakpastian dalam pengukuran. Sebagai contoh, dalam pengukuran diameter luar silinder pejal adalah 10,2 mm jika menggunakan jangka sorong, maka kemungkinan hasilnya adalah 10,12 mm jika menggunakan mikrometer sekrup. Angka-angka tersebut ada yang pasti dan ada pula yang ditaksir. Pada hasil pengukuran dengan jangka sorong, 10 adalah angka pasti dan 2 adalah angka taksiran, sedangkan pada hasil pengukuran dengan mikrometer sekrup, 10,1 adalah angka pasti dan 2 adalah angka taksiran. Angka-angka tersebut disebut angka penting.

Setiap pengukuran menghasilkan dua angka yaitu angka pasti dan angka taksiran. Angka pasti adalah angka yang diberikan oleh alat ukur sesuai dengan ketelitiannya (biasa disebut dengan nilai skala terkecil, nst). Angka taksiran juga disebut angka ragu-ragu, dalam ilmu pengukuran disebut error atau uncertainty adalah ketidakpastian karena keterbatasan alat ukur. Jadi angka penting diberikan oleh alat ukur atau angka pasti terkait dengan ketelitian alat ukur, sedangkan angka taksiran berasal dari taksiran yang diberikan.

Perhatikan penulisan x = (5,00 ± 0,05) satuan atau x = (5,0 ± 0,5) satuan, bergantung pada nilai skala terkecil (NST) alat ukur yang dipakai. Penulisan pertama dihasilkan oleh alat ukur

(21)

Pengantar Laboratorium Fisika

dengan NST 0.1 satuan, sedangkan yang kedua dengan NST 1 satuan. Jadi, angka penting itu dihasilkan oleh ketelitian alat ukur. Jika NST alat ukurnya adalah 0.1 cm, maka hasil pengukuran dapat kita tulis x = (5,00 ± 0,05) cm (angka yang digarisbawahi adalah angka taksiran).

Misal, hasil pengukuran tunggal panjang sebuah benda dengan jangka sorong yang memiliki NST 0,005 cm adalah 4,045. Sesuai aturan penulisan hasilnya harus ditulis (4,0450 ± 0,0025) cm. Angka nol yang ditambahkan di belakang angka 5 adalah angka taksiran. Karena taksiran itu, pada prinsipnya dapat diganti dengan 4 atau 7 karena itu hanyalah angka kira-kira.

a. Ketentuan angka penting

Dalam melaporkan hasil pengukuran, harus diperhatikan beberapa ketentuan angka penting yaitu:

1. Semua angka bukan nol adalah angka penting. Contoh hasil pengukurannya adalah: 115,4 cm mengandung 4 angka penting.

2,36 s mengandung 3 angka penting. 116,12 mengandung 5 angka penting.

2. Angka nol yang terletak di antara angka bukan nol termasuk angka penting. Contoh hasil pengukurannya adalah:

3,05 A mengandung 3 angka penting. 20,1 cm mengandung 3 angka penting. 20,003 gram mengandung 5 angka penting.

3. Angka nol di sebelah kanan angka bukan nol termasuk angka penting, kecuali jika ada penjelasan lain, misalnya berupa digarisbawah angka terakhir yang masih dianggap penting. Contohnya adalah:

21,20 cm mengandung 4 angka penting. 2,500 m mengandung 3 angka penting. 6600 mengandung 4 angka penting. 5,00 mengandung 2 angka penting.

4. Angka nol yang terletak di sebelah kiri angka bukan nol, baik di sebelah kanan maupun di sebelah kiri koma desimal tidak termasuk angka penting. Contohnya:

0,40 cm mengandung 1 angka penting. 0,0029 kg mengandung 2 angka penting. 0,0250 g mengandung 2 angka penting. a. Operasi-operasi dalam angka penting

1. Operasi pembulatan

Dalam mengoperasikan angka penting, pembulatan harus selalu dilakukan. Oleh karena itu aturan pembulatan harus diikuti sebagai berikut :

(22)

a) Jika yang akan dibulatkan lebih besar dari lima, maka pembulatannya ke atas. Contoh: 18,68 (untuk 3 angka penting, pembulatannya menjadi 18,7)

b) Jika yang akan dibulatkan kurang dari 5, maka pembulatannya ke bawah. Contoh: 31,14 (untuk 3 angka penting, pembulatannya menjadi 31,1)

c) Jika yang akan dibulatkan memiliki angka terakhir 5, maka pembulatannya dilakukan sedemikian rupa sehingga angka penting terakhir selalu genap.

Contoh: 11,15 (untuk 3 angka penting, pembulatannya menjadi 11,2) 2. Operasi penjumlahan dan pengurangan

Hasil penjumlahan dan pengurangan angka penting hanya boleh memiliki satu angka yang ditaksir (diberi garis bawah). Aturan operasi penjumlahan dan pengurangan angka penting (AP) adalah sebagai berikut:

a) Angka pasti (AP) ditambah atau dikurangi dengan angka pasti (AP) menghasilkan angka pasti (AP).

b) Angka pasti (AP) ditambah atau dikurangi dengan angka ragu-ragu (AR) menghasilkan angka ragu-ragu (AR)

c) Angka ragu-ragu (AR) ditambah atau dikurang dengan angka ragu-ragu (AR) menghasilkan angka ragu-ragu (AR).

Contoh: 2,572 4,10 + 6,672 4 AP 3 AP 8,219 1,20 + 9,419 4 AP 3 AP Hanya mengandung 1 angka

taksiran ditulis 6,67

Hanya mengandung 1 angka taksiran 9,41

2.Operasi perkalian dan pembagian

Hasil perkalian dan pembagian mempunyai angka penting sama dengan bilangan yang memiliki angka penting paling sedikit.

Contoh: 2,572 4,10 x 10,5452 4 AP 3 AP 8,21 1,2 x 9,852 3 AP 2 AP

Ditulis 10.5 (mengandung 3 AP) Ditulis 9,9 (mengandung 2 AP) 3. Operasi pemangkatan

Hasil pemangkatan angka penting hanya boleh memiliki angka penting sebanyak angka bilangan yang dipangkatkan.

(23)

Pengantar Laboratorium Fisika

Contoh : (1,1)2 = 1,21 1,2 (ditulis 1,2 mengandung 2 AP)

(212)2 =44944 44900 (ditulis 449 mengandung 3 AP)

(0,9)2 = 0,81 0,8 (ditulis 0,8 mengandung 2 AP)

4. Operasi penarikan akar

Hasil penarikan akar angka penting hanya boleh memiliki angka penting sebanyak angka penting yang ditarik akarnya.

Contoh : 12111,0, karena 121 memiliki 3 angka penting maka hasilnya harus memiliki 3 angka penting, yaitu 11,0.

2,42827099

8965 ,

5 2,42830000 karena 5,8965 memiliki 5 angka penting maka hasilnya harus memiliki 5 angka penting, yaitu 2,4283

c. Angka Penting Pada Bilangan Sepuluh Berpangkat.

Angka penting pada bilangan sepuluh berpangkat disebut notasi ilmiah. Notasi ilmiah adalah suatu cara penulisan bilangan secara ilmiah yang disusun untuk mempermudah penulisan bilangan yang nilainya sangat kecil atau sangat besar (misalnya bilangan yang sangat besar yaitu massa bumi kira-kira 6.000.000.000.000.000.000.000.000 kg atau bilangan yang sangat kecil yaitu massa elektron kira-kira 0,000000000000000000000000000000911 kg)

Untuk memudahkan memahami konversi bilangan berpangkat, maka digunakan sistem matrik SI untuk pangkat 10 yaitu:

Tabel 3.1: Sistem metrik dalam SI

Pangkat 10 Awalan Sombol Pengucapan

10-24 yocto- y yok-to 10-21 zepto- z zep-to 10-18 atto- a a-to 10-15 femto- f fem-to 10-12 pico- p pi-co 10-9 nano- n na-no 10-6 micro- mi-cro 10-3 milli- m mi-li 10-2 centi- c sen-ti 103 kilo- k ki-lo 106 mega- M me-ga 109 giga- G gi-ga 1012 tera- T te-ra 1015 peta- P pe-ta 1018 exa- E ek-sa 1021 zetta- Z ze-ta 1024 yotta- Y yo-ta

(24)

Contoh: 1 femtometer = 1 fm = 10-15 m 1 millivolt = 1 mV = 10-3 V

1 picosecond = 1 pd = 10-12 sekon 1 kilopascal = 1 kPa = 103 Pa

1 nanocoulomb = 1 nC = 10-9 C 1 megawatt = 1 MW = 106 W

1 microkelvin = 1K = 10-6 K 1 gigahertz = 1 GHz = 109 Hz

Penulisan hasil pengukuran secara notasi ilmiah variabel sepuluh berpangkat adalah: p × 10n

dengan p disebut bilangan penting (antara -10 dan -1 atau antara +1 sampai +10), 10x disebut orde

besar, n disebut eksponen dan merupakan bilangan bulat. Jadi massa bumi sebaiknya ditulis 6 × 1024 kg dan massa elektron sebaiknya ditulis 9,11 × 10 -31 kg.

Teknik yang sama bila mengalikan dan membagi bilangan-bilangan yang sangat besar dan sangat kecil misalnya: E = m.c2

dengan

E = energi kuantum (J)

m = massa elektron (9,11×10-31 kg)

c = kecepatan cahaya (2,997925×108 m/s)

maka energi E = 8,20 × 10-14 J.

Dari contoh-contoh di atas menyatakan bahwa perubahan satuan tidak boleh merubah jumlah angka penting. Jadi, bilangan a menunjukkan angka penting.

3.9 RANGKUMAN (REFLEKSI)

a. Istilah dalam pengukuran yaitu teliti (accuracy), tepat (precision), peka (sensitivity), resolusi (resolution), kesalahan (error).

b. Jenis pengukuran terdiri atas pengukuran linier (garis lurus), pengukuran sudut (kemiringan), pengukuran bentuk kedataran, pengukuran bentuk profil, pengukuran bentuk ulir, pengukuran roda gigi, pengukuran penyetelan posisi, dan pengukuran kekasaran suatu permukaan.

c. Pengukuran langsung adalah pengukuran suatu besaran yang tidak bergantung pada pengukuran besaran/besaran-besaran lain contohnya pengukuran waktu dengan stopwatch sedangkan pengukuran tidak langsung adalah pengukuran besaran yang bergantung pada besaran-besaran lain misalnya mengukur kecepatan benda dan sebagainya.

d. Cara menentukan NST alat yaitu:

Nonius) Tanpa (NST N 1 nonius dengan alat NST  dengan N adalah banyaknya skala nonius dan

Utama Skala Jumlah (BU) Ukur Batas nonius tanpa NST 

(25)

Pengantar Laboratorium Fisika

e. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum menggunakan alat ukur antara lain: perhatikan skala noniusnya, perhatikan titik nol alat, perhatikan skala utama terkecil suatu alat. tentukan ketelitian atau NST alat, perhatikan berapa ukuran satu skala nonius. pembacaan hasil pengukuran sama dengan penunjukkan skala utama ditambah skala nonius yang tepat berimpit dengan salah satu garis skala utama (koreksi dengan titik nol alat). dan nonius bukan skala tetap f. Akurasi adalah harga terdekat suatu pembacaan instrumen dengan harga sebenarnya, sedangkan

presisi adalah suatu ukuran kemampuan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang serupa. g. Cara menentukan hasil pengukuran adalah: jika alat ukurnya menggunakan skala nonius maka

HP = PSU (NST SU) + PSN (NST alat ukur) dan jika alat ukurnya tanpa skala nonius maka HP = PSU x NST alat ukur.

h. Ketentuan angka penting dalam melaporkan hasil pengukuran yaitu: 1. Semua angka yang bukan nol adalah angka penting.

2. Angka nol yang terletak di antara angka bukan nol termasuk angka penting.

3. Angka nol di sebelah kanan angka bukan nol termasuk angka penting, kecuali jika ada penjelasan lain, misalnya berupa digarisbawah angka terakhir yang masih dianggap penting. 4. Angka nol yang terletak di sebelah kiri angka bukan nol, baik di sebelah kanan maupun di

sebelah kiri koma desimal tidak termasuk angka penting. EVALUASI (TUGAS) 1. Jelaskan pengertian:

a. Pengukuran dan pengamatan d. Skala utama dan skala nonius b. Pengukuran langsung dan tidak langsung e. Presisi dan akurasi

c. Kepekaan dan resolusi f. Angka pasti dan angka taksiran 2. Mengapa dalam suatu alat ukur dipasang skala nonius? Jelaskan ?

3. Apa yang dimaksud dengan batas ukur, nilai skala terkecil suatu alat?. Bagaimana cara menentukan NST suatu alat? Berikan contoh dengan nonius dan tanpa nonius!

4. Bagaimana cara menetukan hasil pengukuran yang benar melalui alat ukur?

5. Suatu alat ukur mikrometer sekrup dilengkapi dengan 50 skala nonius. NST alat tanpa nonius 0,5 mm. Penunjukan angka nol nonius pada skala utama 15 skala dan skala nonius berimpit dengan skala utama tepat di tengah-tengan antara 40 skala dengan 41 skala.

a. Gambarkan kedudukan skala alat tersebut b. Tentukan hasil pengukurannya.

c. Tentukan penulisan angka penting yang berlaku

6. Jelaskan aturan-aturan yang berlaku dalam angka penting! Tuliskan contoh penulisan besaran hasil pengukuran!

(26)

7. Tentukan nilai skala terkecil alat ukur yang digunakan pada hasil pengukuran di bawah ini:

a. 10,12 cm d. 3,15 mm

b. 5,20 V e. 0,25 A

c. 27,18 s f. 34,1 0C

8. Tentukanlah banyaknya angka penting dari data-data di bawah ini. a. Pelari menempuh finish dengan catatan waktu 20,0009 s. b. Massa cincin 2,00 g.

c. Jari-jari sebuah plat 0,0012200 cm. d. Massa matahari adalah 95,36 × 1028 kg.

e. Momen magnet elektron 12,28 × 10-25 J/T.

9. Dengan menggunakan aturan angka penting, tentukan banyaknya angka penting yang diperoleh sebagai berikut:

a. 0,00000540 d. 70,21 × 21,5

b. 10,306 e. 152

c. 220,15 + 18,0 f. 4,51/2

10.Tuliskan berapa angka penting dan notasi ilmiahnya:

a. 0,00000123456789 d. 2456000 mA = ….. A b. 3,9 mg = …….. kg e. 0,10 mm = …… km c. 2999998989 m/s = …….. cm/s f. 41,75 kg = …….. gram 11.Perhatikan alat ukur mikrimeter sekrup dan jangkas sorong berikut ini:

Dengan menggunakan penunjukan skala di atas tentukan NST alat, hasil pengukuran dan sertai dengan penulisan angka pentingnya lengkap!

(27)

Pengantar Laboratorium Fisika

12. Sebuah alat ukur amperemeter menunjukkan penunjukan skala skala atas 30 skala dan skala bawah 60 skala. Jika batas ukur yang digunakan adalah 100 mA dan jumlah skala atas 50 skala dan skala bawah 100 skala.

a. Gambar kedudukan skala atas dan bawah yang ditunjukkan pada pernyataan di atas! b. Satuan terkecil alat ukurnya skala atas dan bawah!

c. Hasil pengukuran, pelaporan hasil pengukuran dan angka pentingnya!

13. Sebuah alat ukur stopwatch dengan ketelitian alat 0,1 sekon. Gambarkan kedudukan skala jika diperoleh hasil pengukuran 20 detik!

14. Tuliskan langkah-langkah yang harus dilakukan sebelum melakukan pengukuran sampai melaporkan hasil pengukuran!

15. Tuliskan dengan notasi ilmiah hasil pengukuran berikut. a. Tetapan pergeseran Wien adalah 0,0028978 mK. b. Cepat rambat cahaya adalah 2,99 × 108 m/s

c. Tegangan permukaan air sabun adalah 0,00270 N/m. d. Jarak 1 tahun cahaya adalah 9.460.000.000.000.000 m.

******************************************* Selamat Bekerja

Gambar

Gambar 3.1: Posisi presisi pengukuran
Tabel 3.1 Contoh hasil pengukuran tebal balok  Pengukuran ke  Hasil Pengukuran tebal balok (cm)
Gambar 3.3: Pengukuran dengan jangka sorong
Gambar 3.4: Pengukuran dengan mikrometer sekrup
+7

Referensi

Dokumen terkait

ii. Amati skala pada silinder putar yang tepat berimpit dengan garis horizontal pada batang tetap. Pada Gambar 1.23 skala ke-28 pada silinder putar berimpit

Terkadang skala utama dan nonius dapat berbentuk lingkaran seperti yang dijumpai pada meja putar untuk alat spektroskopi yang ditunjukkan oleh Gambar 1.4, dengan nilai NST=10 o ,

Angka nol yang terletak di belakang angka bukan nol yang terakhir dan tidak dengan tanda desimal adalah angka tidak penting.. Contoh: 4700000 (2

panjangnya. Titik nol pada penggaris harus tepat dengan ujung pipa yang diukur. b) Nilai ukur atau panjang benda ditunjukkan oleh garis pada skala penggaris atau mistar

Untuk bilangan desimal yang lebih kecil dari satu, maka angka nol sebelum angka bukan nol tidak termasuk angka penting.. Contoh: 0,006 m memiliki satu

Angka nol yang terletak di belakang angka bukan nol yang terakhir dan tidak dengan tanda desimal adalah angka tidak penting. Contoh : 3500000 ( 2 angka

Untuk menentukan atau membaca skala yang ditunjukkan oleh suatu alat ukur dalam pengukuran suatu benda yaitu dengan pembacaan pada skala utama dan skala nonius pada jangka

Skala panjang yang tertera pada rahang tetap disebut skala utama, sedangkan skala pendek yang tertera pada rahang sorong disebut nonius atau vernier.. Pada gambar,