• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kontrasepsi

a. Pengertian Kontrasepsi

Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan kedua-duanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).

Menurut Wikjosastro (2002) mengungkapkan bahwa kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah dengan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan dengan cara mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma atau menghalangi pertemuan sel telur dengan sel sperma. Hartanto (2004) mengungkapkan bahwa pelayanan kontrasepsi diupayakan untuk menurunkan angka kelahiran yang bermakna.

Dalem (2012) dalam penelitianya menyatakan bahwa bias gender penggunaan kontrasepsi pada pasangan usia subur (PUS) dapat dipengaruhi

(2)

oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain, faktor budaya patriarki, faktor tradisi masyarakat, faktor kekhawatiranistri jika suami menggunakan kontrasepsi, faktor ideologi gender dan faktor sikap egoistik suami yang sulit diubah.

b. Cara Kontrasepsi

Ada dua pembagian cara kontrasepsi, yaitu cara kontrasepsi sederhana dan cara kontrasepsi modern.

1. Kontrasepsi sederhana

Kontrasepsi sederhana terbagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus, pantang berkala, metode suhu badan basal, dan metode kalender. Sedangkan kontrasepsi sederhana dengan alat/obat dapat dilakukan dengan kondom, diafragma, kap serviks, dan spermisid.

2. Kontrasepsi Modern

Kontrasepsi modern dibedakan atas 3 yaitu: 1) kontrasepsi hormonal, yang terdiri dari pil, suntik, implant/AKBK (Alat Kontrasepsi Bawah Kulit). 2) IUD/AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim). 3) Kontrasepsi mantap yaitu dengan operasi tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi (sterilisasi pada pria) (Hartanto, 2004).

c. Macam-Macam Alat Kontrasepsi

Berdasarkan lama Efektivitasnya kontrasepsi dapat dibagi menjadi 2 yaitu (BKKBN, 2011):

(3)

1. MKJP (metode kontrasepsi jangka panjang), yang termasuk dalam kategori ini adalah jenis susuk/implan, MOW, IUD dan MOP

2. Non MKJP (Non metode kontrasepsi jangka panjang), yang termasuk dalam kategori ini adalah kondom, pil, suntik dan metode-metode lain selain dari metode MKJP.

1) Kontrasepsi Suntik

Everett (2007) menyatakan bahwa kontrasepsi suntik menyebabkan lendir servik mengental sehingga menghentikan daya tembus sperma, mengubah endometium menjadi tidak cocok untuk implantasi dan mengurangi fungsi tuba falopii. Namun fungsi utama kontrasepsi suntik dalam mencegah kehamilan adalah menekan ovulasi.

Terdapat beberapa indikasi dari pemakaian kontrasepsi suntik, yakni : usia reproduksi, telah memiliki anak ataupun belum memiliki anak, ingin mendapatkan kontrasepsi dengan efektifitas tinggi, menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai, setelah melahirkan dan tidak menyusui, setelah abortus atau keguguran, telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi, perokok, tekanan darah <180/110 mmHg, dengan masalah gangguan pembekuan darah atau anemia bulan sabit, menggunakan obat untuk epilepsi (fenitoin dan barbiturat) atau obat tuberkulosis (rifampisin), tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen, sering lupa mengunakan pil kontrasepsi, anemia defisiensi besi dan

(4)

mendekati menopause yang tidak mau atau tidak boleh menggunakan pil kontrasepsi kombinasi (Prawirohardjo, 2003).

Kotraindikasi dari penggunaan alat kontrasepsi suntik antara lain : hamil atau diduga hamil, perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid terutama amenorea, diabetes mellitus disertai komplikasi dan menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara (Prawirohardjo, 2003).

Mekanisme KB suntik secara umum dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :

a) Primer : mencegah ovulasi

Kadar Folikel Stimulating Hormon (FSH) dan Lutheinizing Hormon (LH) menurun dan tidak terjadi sentakan LH (LH surge). Respons kelenjar hypophyse terhadap gonadotropin –releasing hormone eksogenus tidak berubah, sehingga memberi kesan proses terjadi di hipotalamus dari pada di kelenjar hypophyse. Ini berbeda dengan POK yang tampaknya menghambat ovulasi melalui efek langsung pada kelenjar

hypophyse. Penggunaan kontrasepsi suntikan tidak

menyebabkan keadaan hipo-estrogenik.

Pada pemakaian DMPA, endometrium menjadi dangkal dan artofis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak katif. Sering stroma menjadi oedematous. Dengan pemakaian jangka lama,

(5)

endometrium dapat sedemikian sedikitnya, sehingga tidak didapatkan atau hanya didapat sedikit sekali jaringan bila dilakukan biopsy. Tetapi perubahan-perubahan tersebut akan kembali menjadi normal dalam waktu 90 hari setelah suntikan DMPA yang terakhir.

b) Sekunder

- Lendir serviks menjadi lebih kental dan sedikit, sehingga merupakan barier terhadap spermatozoa

- Membuat endometrium menjadi kurang baik/layak untuk implantasi dari ovum yang telah dibuahi

- Mungkin mempengaruhi kecepatan transport ovum di dalam tuba fallopii (Hartanto, 2004).

Keuntungan yang di dapat pengguna dari pemakaian alat kontrasepsi suntik adalah : sangat efektif, pencegahan kehamilan jangka panjang, tidak berpengaruh pada hubungan suami istri, tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung, dan gangguan pembekuan darah, tidak memiliki pengaruh terhadap ASI, sedikit efek samping, klien tidak perlu menyimpan obat suntik, dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai perimenopause, membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik, menurunkan kejadian penyakit jinak payudara, mencegah beberapa penyebab penyakit radang

(6)

panggul dan menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle cell) (Prawirohardjo, 2003).

Kerugian dari penggunaan alat kontrasepsi ini adalah : terjadinya perubahan pada pola haid, klien sangat bergantung pada tempat sarana pelayanan kesehatan, tidak dapat dihentikan sewaktu-waktu sebelum suntikan berikutnya, permasalahan berat badan merupakan efek samping tersering, tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi menular seksual, hepatitis B virus, atau infeksi virus HIV, terlambatnya kembali kesuburan bukan karena terjadinya kerusakan atau kelainan pada organ genetalia, melainkan belum habisnya pelepasan obat suntikan dari deponya (tempat suntikan), terjadi perubahan pada lipid serum pada penggunaan jangka panjang, pada penggunaan jangka panjang dapat sedikit menurunkan kepadatan tulang (densitas), pada penggunaan jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan vagina, menurunkan libido, gangguan emosi (jarang), sakit kepala, nervosas, jerawat (Prawirohardjo, 2003).

2) Kontrasepsi Kondom

Menurut Hartono (2004) menyatakan bahwa macam-macam kondom yaitu : 1) kondom kulit, cirinya : terbuat dari membran usus biri-biri, tidak meregang atau mengkerut, menjalankan panas tubuh sehingga dianggap tidak mengurangi sensitivitas selama senggama. Harga lebih mahal dari jenis lain dan hanya sedikit beredar

(7)

dipasaran, kondom lateks, paling banyak dipakai, murah dan elastis, dan 3) kondom plastik, paling tipis, juga mengantarkan panas tubuh, lebih mahal dari kondom lateks. Kegagalan alat kontrasepsi kondom biasanya disebabkan oleh kondom yang bocor atau robek karena pemakaian yang kurang teliti dan tidak mematuhi petunjuk pemakaian. Angka kegagalan adalah berkisar antara 15% - 36%. Sedangkan keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan alat kontrasepsi kondom adalah melindungi pengguna dari penularan penyakit AIDS dan penyakit kelamin menular lainnya yang ditularkan melalui hubungan seksual, selain itu kondom dapat dibeli bebas di apotik dan toko obat serta mudah penggunaannya (Prawirohardjo, 2003).

Efek samping yang dapat pengguna alat kontrasepsi kondom adalah dapat tertinggalnya kondom di dalam vagina, terjadinya infeksi ringan dan sejumlah kecil pengguna mengaku alergi terhadap karet (Prawirohardjo, 2003).

3) Kontrasepsi Pil

Jenis pil kontrasepsi yang beredar di Indonesia sebagian besar adalah jenis pil kombinasi. Secara teoritis dari penggunaan alat kontrasepsi pil pada 100 orang ditermukan angka resiko kegagalan sebesar 0,1 sampai dengan 1,7. Menurut Everett (2007) keuntungan yang didapat dari penggunaan pil kontrasepsi adalah :

(8)

a) Efektivitasnya tinggi, dapat dipercaya jika dikonsusmsi sesuai aturannya.

b) Pemakai pil dapat hamil lagi, bilamana dikehendaki kesuburan dapat kembali dengan cepat.

c) Tidak mengganggu kegiatan seksualitas suami istri. d) Siklus haid teratur.

e) Dapat menghilangkan keluhan nyeri haid.

f) Untuk pengobatan kemandulan, kadang-kadang dapat dipakai untuk memancing kesuburan.

g) Untuk mengobati wanita dengan perdarahan yang tidak teratur. h) Untuk mengobati perdarahan haid pada wanita usia muda

Kontra indikasi penggunaan pil kontrasepsi adalah tidak dianjurkan bagi wanita hamil, menyusui eksklusif, hepatitis, perdarahan, jantung, stroke, kencing manis, kanker payudara dan wanita yang tidak menggunakan pil setiap hari (Saefudin, 2000). Efek samping ringan yang kemungkinan bisa di derita oleh pengguna adalah berupa mual muntah, pertambahan berat badan, perdarahan tidak teratur, retensi cairan, edema, mastalgia, sakit kepala, timbulnya jerawat, alopesia, dan keluhan ringan lainnya. Keluhan ini berlangsung pada bulan-bulan pertama pemakaian pil. Efek samping berat bagi pengguna pil kontrasepsi adalah dapat terjadi trombo embolisme mungkin karena terjadinya peningkatan aktivitas

(9)

faktor-faktor pembekuan atau karena pengaruh vaskuler secara langsung. Memungkinkan timbulnhya karsinoma servik uteri.

4) Implan

Menurut Saefudin (2000) penggunaan alat kontrasepsi implan memiliki resiko kehamilan antara 0,2 – 1 pada pemakaian 100 pengguna. Keuntungan yang di dapat dari penggunaan implan adalah dapat dipasang dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, kontrol medis ringan, dapat dilayani di daerah pedesaan dan biaya murah, sedangkan efek samping yang kemungkinan akan diderita pengguna adalah terjadinya gangguan menstruasi terutama selama 3 – 6 bulan pertama dari pemakaian, pengguna akan mengalami masa haid yang lebih panjang, lebih sering atau amenorea (Prawirohardjo, 2003). 5) Kontrasepsi IUD (Intra Uterine Device) atau Spiral

Berdasarkan bentuknya IUD dapat dibedakan menjadi bentuk terbuka (open device, misalnya : lippes loop, CU-T, Cu-T, marguies, spring cooil, multiload, nova-T, dll) dan bentuk tertutup (closed device, misalnya : ota ring, antigon, grafenberg ring, hall stone, dll). Pada bentuk tertutup bila terjadi dislokasi kedalam rongga perut maka harus dikeluarkan, karena dapat menyebabkan masuknya usus ke dalam lubang atau cincin dan kemudian terjadilah ileus (Prawirohardjo, 2003).

Tingkat efektivitas IUD sangat tinggi untuk mencegah dalam jangka waktu yang lama. Angka kehamilan pengguna IUD berkisar

(10)

antara 1,5 – 3 per 100 wanita pengguna pada tahun-tahun pertama dan angka ini menjadi lebih rendah lagi untuk tahun-tahun berikutnya (Everett, 2007). Keuntungan yang di dapat pengguna alat kontrasepsi IUD adalah dapat meningkatkan kenyamanan hubungan suami istri karena rasa aman terhadap resiko kehamilan, dapat dipasang segera setelah melahirkan atau keguguran, kesuburan cepat kembali setelah IUD dicabut/dibuka, cocok untuk mencegah kehamilan atu menjarangkan kehamilan dalam jangka panjang, tidak mengganggu hubungan pasutri, tidak terpengaruh dengan “faktor lupa” dari pemakai, tidak ada efek samping hormonal, tidak mengganggu laktasi dan tidak berinteraksi dengan obat-obatan.

Efek samping yang kemungkinan dapat diderita oleh pengguna IUD adalah terjadinya infeksi panggul apabila pemasangan tidak tepat dan dapat terjadi rasa sakit berupa kram perut setelah pemasangan (Hartanto, 2004).

6) Kontrasepsi Medis Operatif Wanita (MOW)

Tingkat keefektifan alat kontrasepsi MOW sangat tinggi dan dapat segera efektif post operatif (Hartanto, 2004), dengan keuntungan yang bisa di dapat antara lain vasektomi tuba akan menghadapi dan mencapai klimakterium dalam suasana alami (Manuaba, 1998).

Kontra indikasi vasektomi antara lain adalah : a) Peradangan dalam rongga panggul

(11)

b) Peradangan liang senggama akut (vaginatis sevisitis akut)

c) Penyakit kardiovaskuler berat, penyakit paru berat atau penyakit paru lain yang tidak memungkinkan akseptor berada dalam posisi genupektorial.

d) Obesitas berlebihan e) Bekas laparotomi

Efek samping yang kemungkinan di derita oleh pengguna vasektomi adalah terjadinya resiko internal sedikit lebih tinggi, kemungkinan infeksi serius sedikit lebih tinggi dan sedikit sekali kematian yang berhubungan dengan anestesi (Hartanto, 2004)

7) Kontrasepsi Medis Operatif Pria (MOP) / Vasektomi a) Pengertian

Alat kontrasepsi MOP memiliki tingkat efektivitas yang tinggi dengan masa efektif 6-10 minggu setelah operasi, sedangkan keuntungan yang bisa didapat oleh pengguna adalah: teknik operasi kecil yang sederhana dapat dikerjakan kapan saja dan dimana saja, komplikasi yang dijumpai sedikit dan ringan, hasil yang diperoleh (efektivitas) hampir 100%, biaya murah dan terjangkau oleh masyarakat, dan bila pasangan suami, istri karena suatu sebab ingin mendapatkan keturunan lagi kedua ujung vas deferens dapat disambung kembali (operasi rekanalisasi) (Prawirohardjo, 2003).

(12)

Menurut Manuaba (1998) menjelaskan bahwa Operasi pria yang dikenal dengan nama vasektomi merupakan operasi ringan, murah, aman, dan mempunyai arti demografis yang tinggi, artinya dengan operasi ini banyak kelahiran yang dapat dihindari.

Vasektomi adalah suatu prosedur klinik yang dilakukan untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi (penyatuan dengan ovum) tidak terjadi (Syaefudin, 2003).

Vasektomi merupakan tindakan penutup (pemotongan, pengikatan, penyumbatan) kedua saluran mani pria/suami sebelah kanan dan kiri; sehingga pada waktu bersanggama, sel mani tidak dapat keluar membuahi sel telur yang mengakibatkan tidak terjadi kehamilan. Tindakan yang dilakukan adalah lebih ringan dari pada sunat atau khinatan pada pria, dan pada umumnya dilakukan sekitar 15-45 menit, dengan cara mengikat dan memotong saluran mani yang terdapat di dalam kantong buah zakar (Ekarini, 2008).

b) Peserta

Menurut Ekarini (2008) menjelaskan bahwa yang menjadi peserta vasektomi adalah sebagai berikut:

(13)

(a) Suami dari pasangan usia subur yang dengan sukarela mau melakukan vasektomi serta sebelumnya telah mendapat konseling tentang vasektomi.

(b) Mendapat persetujuan dari isteri :

(1) Jumlah anak yang ideal, sehat jasmani dan rohani (2) Umur isteri sekurang-kurangnya 25 tahun

(3) Mengetahui prosedur vasektomi dan akibatnya (4) Menandatangani formulir persetujuan (informed consent).

c) Cara Kerja/Teknik Vasektomi (MOP)

Menurut Saifuddin (2003) mayatakan bahwa ada dua cara kerja/teknik sterilisasi vasektomi yaitu :

1) Teknik vasektomi standar

Teknik ini ada 10 langkah, diantaranya yaitu :

a) Celana dibuka dan baringkan pasien dengan posisi terlentang.

b) Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis dan bagian dalam bingkai dalam pangkal paha kiri kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan betadin 0,75% atau larutan klorheksidin (hibiscrub) 4% atau asam pikrat 2%. Bila ada bulu perlu dicukur terlebih dahulu, sebaiknya dilakukan oleh pasien sendiri sebelum berangkat ke klinik.

(14)

c) Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar.

d) Tepat di linea mediana diatas vas deferens, kulit skrotum diberi anastesi (Prokain atau Lidokain atau Novokain atau Xilokain 1-2%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk dan di daerah distal serta proksimal vas deferens di deponir lagi masing-masing 0,5 ml.

e) Kulit skrotum diiris longitudinal 1 sampai 2 cm, tepat diatas vas deferens yang telah ditonjolkan ke permukaan kulit.

f) Setelah kulit dibuka, vasdeferens dipegang dengan klem, disiangi sampai tampak vas deferens mengkilat seperti mutiara, perdarahan dirawat dengan cermat. Sebaiknya ditambah lagi obat anastesi kedalam fasia vas deferens dan baru kemudian fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan tepi sayatan rata (dapat dicapai jika pisau cukup tajam) hingga memudahkan penjahitan kembali. Setelah fasia vas deferens dibuka terlihat vas deferens yang berwarna putih mengkilat seperti mutiara. Selanjutnya vas deferens dan fasianya dibebaskan dengan gunting halus berujung runcing.

(15)

g) Jepitkan vas deferens dengan klem pada dua tempat dengan jarak 1 - 2 cm dan ikat dengan benang kedua ujungnya. Setelah diikat jangan dipotong dulu. Tariklah benang yang mengkilat kedua ujung vas deferens tersebut untuk melihat kalau ada perdarahan yang tersembunyi. Jepitan hanya pada titik perdarahan, jangan terlalu banyak karena dapat menjepit pembuluh darah lain seperti arteri testikularis atau defernsialis yang berakibat kematian testis itu sendiri.

h) Potonglah diantara dua ikatan tersebut sepanjang 1 cm. Gunakan benang sutra no 00,0 atau 1 untuk mengikat vas deferens tersebut. Ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens.

i) Untuk mencegah rekanalisasi spontan yang dianjurkan adalah dengan melakukan interposisi vas deferens, yakni menjahit kembali fasia yang terluka sedemikian rupa, vas deferens bagian distal (sebelah ureteral dibenamkan dalam fasia dan vas deferens bagian proksimal (sebelah testis) terletak diluar fasia. Cara ini akan mencegah timbulnya kemungkinan rekanalisasi.

j) Lakukanlah tindakan diatas (langkah 6 - 9) untuk vas deferens kanan dan kiri, dan setelah selesai, tutuplah

(16)

kulit dengan 1 - 2 jahitan plain catgut no.00,0 kemudian rawat luka operasi sebagaimana mestinya, tutup dengan kasa steril dan diplester.

2) Teknik Vasektomi Tanpa Pisau

a) Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi terlentang.

b) Rambut di daerah skrotum di cukur sampai bersih. c) Penis di plester ke dinding perut.

d) Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis, dan bagian dalam pangkal paha kiri kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan betadin 0,75%, atau larutan klorheksidin (hibiscrub) 4%.

e) Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar.

f) Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anastesi lokal (Prokain atau Lidokain atau Novokain atau Xilokain 1-2%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk sejajar vas deferens searah distal, kemudian di deponir lagi masing-masing 3 - 4 ml, prosedur ini dilakukan sebelah kanan dan kiri.

g) Vas deferens dengan kulit skrotum yang ditegangkan di fiksasi di dalam lingkaran klem fiksasi pada garis

(17)

tengah skrotum. Kemudian klem direbahkan kebawah sehingga vas deferens mengarah ke bawah kulit.

h) Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens, tepat di sebelah distal lingkaran klem dengan sebelah ujung klem diseksi dengan membentuk sudut ± 45 derajat. Sewaktu menusuk vas deferens sebaiknya sampai kena vasdeferens, kemudian klem diseksi ditarik, tutupkan ujung-ujung klem dan dalam keadaan tertutup ujung klem dimasukkan kembali dalam lobang tusukan, searah jalannya vas deferens.

i) Renggangkan ujung-ujung klem pelan-pelan. Semua lapisan jaringan dari kulit sampai dinding vas deferens akan dapat dipisahkan dalam satu gerakan. Setelah itu dinding vas deferens yang telah telanjang dapat terlihat. j) Dengan ujung klem diseksi menghadap ke bawah,

tusukkan salah satu ujung klem ke dinding vas deferens dan ujunng klem diputar menurut arah jarum jam, sehingga ujung klem menghadap keatas. Ujung klem pelan-pelan dirapatkan dan pegang dinding anterior vas deferens. Lepaskan klem fiksasi dari kulit dan pindahkan untuk memegang vasdefrens yang telah terbuka. Pegang dan fiksasi vas deferens yang sudah

(18)

telanjang dengan klem fiksasi lalu lepaskan klem diseksi.

k) Pada tempat vas deferens yang melengkung, jaringan sekitarnya dipisahkan pelan-pelan kebawah dengan klem diseksi. Kalau lubang telah cukup luas, lalu klem diseksi dimasukkan ke lubang tersebut. Kemudian buka ujung-ujung klem pelan-pelan paralel dengan arah vas deferens yang diangkat. Diperlukan kira-kira 2 cm vas deferens yang bebas. Vas deferens di crush secara lunak dengan klem diseksi, sebelum dilakukan ligasi dengan benang sutra 3 - 0.

l) Diantara dua ligasi kira-kira 1-1,5 cm vas deferens dipotong dan diangkat. Benang pada putung distal sementara tidak di potong. Kontrol perdarahan dan kembalikan putung-putung vas deferens dalam skrotum. m) Tarik pelan-pelan benang pada putung yang distal.

Pegang secara halus fasia vas deferens dengan klem diseksi dan tutup lubang fasia dengan mengikat sedemikian rupa sehingga putung bagian epididimis tertutup dan putung distal ada di luar fasia. Apabila tidak ada perdarahan pada keadaan vas deferens tidak tegang, maka benang yang terakhir dapat dipotong dan vas deferens dikembalikan dalam skrotum.

(19)

n) Lakukan tindakan diatas (langkah 7-13) untuk vas deferens sebelah yang lain, melalui luka di garis tengah yang sama, kalau tidak ada perdarahan, luka kulit tidak perlu di jahit hanya di proksimalkan dengan band aid atau tensoplas.

d) Indikasi indikasi pemakaian kontrasepsi vasektomi

Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga (Saifuddin, 2003).

Pada dasarnya indikasi untuk melakukan vasektomi ialah bahwa pasangan suami-istri tidak menghendaki kehamilan lagi dan pihak suami bersedia bahwa tindakan kontrasepsi dilakukan pada dirinya (Prawirohardjo, 1999).

Adapun indikasi pemakaian kontrasepsi vasektomi antara lain :

1) Pasangan yang sudah tidak ingin menambah jumlah anak. 2) Istri yang tergolong sebagai kelompok yang beresiko tinggi

untuk hamil atau untuk suami yang istrinya tidak dapat dilakukan minilaparotomi atau laparoskopi.

3) Akibat usia atau kesehatan, pihak istri termasuk resiko untuk hamil

(20)

4) Pasangan yang telah gagal dengan kontrasespi lain (Saifuddin, 1996).

e) Kontra Indikasi Kontrasepsi Medis Operasi Pria (MOP)

Menurut Hartanto (2004) ada beberapa kontra indikasi dari kontrasepsi mantap pria/vasektomi yaitu :

(1) Infeksi kulit lokal, misalnya Scabies. (2) Infeksi traktus genitalia.

(3) Kelainan skrotum dan sekitarnya seperti varicocele, hydrocele besar, filariasis, hernia inguinalis, luka parut bekas operasi hernia, skrotum yang sangat tebal.

(4) Penyakit sistemik seperti penyakit-penyakit perdarahan, diabetes mellitus, dan penyakit jantung koroner yang baru. (5) Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak

stabil. f) Kelebihan

(a) Efektivitas tinggi untuk melindungi kehamilan (b) Tidak ada kematian dan angka kesakitannya rendah

(c) Biaya lebih murah, karena membutuhkan satu kali tindakan saja

(d) Prosedur medis dilakukan hanya sekitar 15-45 menit (e) Tidak mengganggu hubungan seksual

(f) Lebih aman, karena keluhan lebih sedikit jika dibandingkan dengan kontrasepsi lain (Ekarini, 2008).

(21)

g) Keterbatasan

(a) Masih memungkinkan terjadi komplikasi (misal perdarahan, nyeri, dan infeksi).

(b) Tidak melindungi pasangan dari penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS. Harus menggunakan kondom selama 12-15 kali sanggama agar sel mani menjadi negatif

(c) Pada orang yang mempunyai problem psikologis dalam hubungan seksual, dapat menyebabkan keadaan semakin terganggu (Ekarni, 2008).

h) Faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Akseptor Kontap Pria Ada beberapa efek samping yang mungkin terjadi pada pria setelah operasi antara lain:

1) Reaksi Alergi Anastesi

Reaksi ini terjadi karena adanya reaksi hipersensitif/alergi karena masuknya larutan anastesi lokal ke dalam sirkulasi darah atau pemberian anastesi lokal yang melebihi dosis. Penanggulangan dan pengobatannya adalah dengan Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) untuk menjelaskan sebab terjadinya. Reaksi ini dapat terjadi pada saat dilakukan anastesi dan pada setiap tindakan operasi baik operasi besar atau kecil. Oleh karena itu perlu diterangkan sebelum dilakukanoperasi dan klien harus mengerti semua resiko

(22)

operasi tersebut. Setelah itu klien diwajibkan untuk menandatangani informed consent.

2) Perdarahan

Biasanya terjadi perdarahan pada luka insisi di tempat operasi, dan perdarahan dalam skrotum. Penyebab terjadinya perdarahan tersebut karena terpotongnya pembuluh darah di daerah saluran mani dan atau daerah insisi. Penanggulangannya perdarahan dihentikan dengan penekanan pada pembuluh darah yang luka apabila terjadi pada saat operasi.

3) Hematoma

Hematoma ditandai dengan adanya bengkak kebiruan pada luka insisi kulit skrotum. Hal ini disebabkan karena pecahnya pembuluh darah kapiler. Penanggulangannya dilakukan dengan tindakan medis yaitu memberikan kompres hangat, beri penyangga skrotum. Bila perlu dapat diberikan salep anti hematoma.

4) Infeksi

Gejala/keluhan apabila terjadi infeksi yaitu adanya tanda-tanda infeksi seperti panas, nyeri, bengkak, merah dan bernanah pada luka insisi pada kulit skrotum. Penyebab infeksi ini karena tidak dipenuhinya standar sterilisasi

(23)

peralatan, standar pencegahan infeksi dan kurang sempurnanya teknik perawatan pasca operasi.

5) Granuloma Sperma

Granuloma sperma yaitu adanya benjolan kenyal yang kadang disertai rasa nyeri di dalam skrotum. Penyebabnya adalah keluarnya spermatozoa dari saluran dan masuk ke dalam jaringan sebagai akibat tidak sempurnanya ikatan vas deferens. Apabila granuloma sperma kecil akan di absorpsi spontan secara sempurna. Bila granuloma besar rujuk ke RS untuk dilakukan eksisi sperma granuloma dan mengikat kembali vas deferens, namun biasanya akan sembuh sendiri. Rasa nyeri dapat diatasi dengan pemberian analgetik.

6) Gangguan Psikis

Meningkatnya gairah seksual (libido) dan menurunnya kemampuan ereksi (impotensi) merupakan keluhan yang sering dialami oleh pria setelah operasi. Kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan psikologis (baik yangmeningkat libidonya ataupun yang impotensi), karena secara biologis pada vasektomi produksi testoteron tidak terganggu sehingga libido (nafsu seksual) tetap ada. Penanggulangan dari efek samping ini tidak perlu dilakukan tindakan medis, namun perlu dilakukan psikoterapi. Pada penelitian di Jakarta terhadap 400 pria yang telah dilakukan vasektomi,

(24)

dilaporkan 50% gairah seksualnya bertambah, 40% tidak merasakan perubahan, 7% tidak memperhatikan dan hanya 3% yang menurun gairah seksualnya (DEPKES RI, 2000). i) Vasektomi tidak dapat dilakukan apabila

a) Pasangan suami-isteri masih menginginkan anak lagi b) Suami menderita penyakit kelainan pembekuan darah c) Jika keadaan suami-isteri tidak stabil

d) Jika ada tanda-tanda radang pada buah zakar, hernia,

kelainan akibat cacing tertentu pada buah zakar dan kencing manis yang tidak terkontrol (Ekarini, 2008).

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Alat Kontrasepsi

Menurut Duze dan Mohammed (2006) dalam penelitianya menyatakan bahwa yang berhubungan dengan penggunaan alat kontrasepsi adalah tingkat kesejahteraan. Makin tinggi tingkat paritas juga memperbesar kemungkinan menggunakan kontrasepsi. Selain itu, faktor pendidikan juga menjadi salah satu variabel yang penting. Melalui pendidikan terdapat kemampuan untuk membuat keputusan rasional dan memahami kemungkinan untuk mengontrol fertilitas melalui penggunaan teknik keluarga berencana. Pengetahuan juga dapat diperoleh melalui media massa lain, namun demikian media tidak selalu memiliki dampak signifikan terhadap keputusan untuk menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini dapat disebabkan oleh informasi yang disampaikan melalui media tidak cukup detil dalam memberikan penjelasan mengenai kontrasepsi, baik

(25)

mengenai kegunaan, manfaat termasuk dampak yang ditimbulkan serta cara memperolehnya. Bertolak belakang dengan tingkat pengetahuan tentang kontrasepsi, persepsi negatif mengenai perilaku pembatasan jumlah anggota keluarga karena alasan ekonomi merupakan alasan lain rendahnya penggunaan alat kontrasepsi untuk mengatur jarak kelahiran tetapi tidak untuk membatasi jumlah keluarga. Widyastuti dan Mahmudah (2010) menambahkan dalam penelitianya menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi adalah pengetahuan, paritas, usia, pengambilan keputusan, alasan pemilihan, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan.

Sedangkan menurut Hartanto (2004) mengungkapkan bahwa pemilihan alat kontrasepsi KB suntik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya, yaitu : Umur, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dukungan suami dan pengetahuan

1. Umur

Umur adalah usia ibu yang secara garis besar menjadi indikator dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya. Usia yang cukup dalam mengawali atau memasuki masa perkawinan dan kehamilan akan membantu seseorang dalam kematangan dalam menghadapi persoalan atau masalah, dalam hal ini keputusan untuk menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan. Demikian sebaliknya dengan usia kurang dari 16 tahun maka kemungkinan kematangan pikiran dan perilaku juga kurang

(26)

terlebih menghadapi perubahan dan adaptasi setelah melahirkan. Menurut Kusumaningrum (2009) menambahkan dalam penelitianya menyatakan bahwa fakor umur dari pasangan usia subur (PUS) dapat mempengaruhi pemilihan kontrasepsi KB.

2. Pendidikan

Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan tentang persiapan menghadapi persalinan yang mereka peroleh. Dari kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang lebih tanggap terhadap pemilihan alat kontrasepsi yang cocok dan aman. Tingkat pendidikan turut menentukan rendah tidaknya seseorang menyerap dan memakai pengetahuan (Notoatmodjo, 2007), demikian halnya dengan pemilihan alat kontrasepsi KB suntik. Menurut Kusumaningrum (2009) menambahkan dalam penelitianya menyatakan bahwa fakor pendidikan dari pasangan usia subur (PUS) dapat mempengaruhi pemilihan kontrasepsi KB.

3. Pekerjaan

Banyak ibu-ibu bekerja mencari nafkah, baik untuk kepentingan sendiri maupun keluarga. Faktor bekerja saja nampak belum berperan sebagai timbulnya suatu masalah pada pemilihan alat kontrasepsi yang cocok bagi mereka. Pada ibu-ibu yang bekerja di luar rumah sudah membuat cenderung untuk memilih alat kontrasepsi yang relatif aman, praktis, cepat dan dapat dilayani di tempat-tempat pelayanan kesehatan yang

(27)

terdekat dari rumah. Herlinawati (2012) menambahkan dalam penelitiannya bahwa ditemukan sebanyak 15 akseptor (46,9%) yang bekerja memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi, sedangkan ibu yang tidak bekerja sebanyak 35 akseptor (64,8%) memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi.

4. Pendapatan (Ekonomi)

Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi kesiapan

keluarga dalam mempersiapakan semua kebutuhan keluarga.

Pendapatan berpengaruh pada daya beli seseorang untuk membeli sesuatu. Pendapatan merupakan salah satu faktor yang paling menentukan kuantitas maupun kualitas kehidupan seseorang. Tingkatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup disesuaikan dengan penghasilan yang ada. Pemilihan alat kontrasepsi KB suntik juga menjadi pertimbangan bagi ibu yang bekerja maupun ibu rumah tangga, karena bagi seorang ibu yang bekerja di luar rumah juga memiliki kebutuhan yang lebih dari ibu rumah tangga biasa. Widyastuti (2012) menambahkana dalam penelitianya menyatakan bahwa paling dominan responden dengan penghasilan antara Rp. 750.000-Rp 1.400.000, yaitu 36 responden ( 63.1%). Pendapatan seorang pasangan usia subur juga mempunyai pengaruh terhadap pemilihan KB suntik DMPA.

5. Dukungan Suami

Dukungan suami merupakan dorongan terhadap ibu baik secara moral maupun material, dimana dukungan suami sangat mempengaruhi ibu

(28)

dalam pemilihan alat kontrasepsi yang cocok, adapun dukungan suami perhatian, dimana perhatian yang diberikan sangat membantu ibu menentukan penggunaan alat kontrasepsi yang cocok untuk mereka dan memberikan rasa nyaman dan percaya diri dalam mengambil keputusan tersebut. Informasi, dimana suami yang mendukung akan memberikan informasi tentang mempemilihan alat kontrasepsi, baik informasi yang didapat dari TV maupun majalah dan koran. Herlinawati (2012) menambahkan dalam penelitianya menyatakan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS, dimana akseptor yang mendapat dukungan keluarga lebih memilih tubektomi sebesar 56 responden (65,1%), dibanding dengan yang tidak mendapatkan dukungan keluarga sebesar 30 responden (34,9%).

6. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia yakni melalui indra penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa dan peraba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan mencakup ingatan yang dipelajari dan disimpan dalam ingatan, hal tersebut meliputi fakta, kaidah, dan prinsip serta metode yang diketahui. Pengetahuan yang disimpan dalam ingatan akan digali pada saat yang dibutuhkan melalui

(29)

bentuk mengingat atau mengenal kembali (Notoatmodjo, 2007). Fienalia (2012) menambahkan dalam penelitianya menyatakan bahwa tingkat pengetahuan sesorang memiliki hubungan yang signifikan dengan penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang (MKJP).

Menurut Ekarini (2008) dalam penelitianya menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap, sosial budaya, akses pelayanan KB dan kualitas pelayanan KB terhadap KB dengan Partisipasi pria dalam Keluarga Berencana.

Budhisantoso (2009) menambahkan dalam penelitianya menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan, persepsi, sosial budaya, sikap pria, sikap istri dan sikap teman dengan partisipasi pria keluarga berencana.

B. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Alwi (2003) pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal. Pengetahuan atau kognitif merupakan

(30)

domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu.

Menurut Friedman (1998) menyatakan bahwa Pengetahuan merupakan domain dari perilaku. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka perilaku akan lebih bersifat langgeng. Dengan kata lain ibu yang tahu dan paham tentang jumlah anak yang ideal, maka ibu akan berperilaku sesuai dengan apa yang ia ketahui.

b. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007) ada 6 tingkatan pengetahuan, yaitu : 1) Tahu (know)

Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk juga mengingat kembali suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima dengan cara menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehention)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dpat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

(31)

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya. 4) Analisis (Analysis)

Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut yang masih ada kaitannya antara satu dengan yang lain dapat ditunjukan dengan menggambarkan, membedakan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan dapat menyusun formulasi yang baru.

6) Evaluasi (Evaluation)

Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi penelitian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang sudah ada. Pengetahuan diukur dengan wawancara atau angket tentang materi yang akan di ukur dari objek penelitian

c. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Notoatmodjo (2007), berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :

(32)

a) Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut. Menurut Ekawati (2004) dalam penelitianya menyatakan pendidikan pria berpengaruh positif terhadap persepsi pria untuk ber KB.

(33)

b) Media masa / informasi

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

c) Sosial budaya dan ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.

(34)

d) Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.

e) Pengalaman

Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan.

f) Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia tengah (41-60 tahun) seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah dicapai pada usia dewasa. Sedangkan pada usia tua (> 60 tahun) adalah usia tidak produktif lagi dan hanya menikmati hasil dari prestasinya. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan sehingga menambah pengetahuan.

(35)

Menurut Nursalam (2007) menyatakan bahwa pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas:

a) Tingkat pengetahuan baik bila skor > 75% - 100% b) Tingkat pengetahuan cukup bila skor 56% - 75% c) Tingkat pengetahuan kurang bila skor < 56%

C. Sikap

a. Pengertian Sikap

Pada awalnya, istilah sikap atau “attitude” digunakan untuk menunjuk status mental individu. Sikap individu selalu diarahkan kepada suatu hal atau objek tertentu dan sifatnya masih tertutup. Oleh karena itu, manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang tertutup tersebut. Sikap juga bersifat sosial, dalam arti bahwa sikap kita hendaknya dapat beradaptasi dengan orang lain. Sikap menuntun perilaku kita sehingga kita akan bertindak sesuai dengan sikap yang diekspresikan. Kesadaran individu untuk menentukan tingkah laku nyata dan perilaku yang mungkin terjadi itulah yang dimaksud dengan sikap (Sunaryo, 2004).

Menurut Allport, dalam Widayanta (2002), mengartikan sikap sebagai suatu keadaan siap yang dipelajari untuk merespon secara konsisten

(36)

terhadap objek tertentu yang mengarah pada arah yang mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable).

Sikap di definisikan sebagai reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Di sini dapat di simpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. (Notoatmodjo, 2003).

Sikap pria terhadap KB ikut berperan dalam menentukan apakah seorang pria bersedia menjadi peserta. Pada umumnya sikap yang positif terhadap program KB akan lebih memudahkan pria untuk menerima program KB. Penerimaan pria terhadap program KB akan berdampak pada keinginan mereka untuk berpartisipasi dalam KB, untuk melakukan MOP (BKKBN, 2006).

b. Komponen Sikap

Menurut Allport 1954 (dalam Notoatmodjo, 2003) menjelaskan bahwa sikap itu mempuyai 3 komponen pokok yaitu :

(37)

1) Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

2) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek. Artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan).

Sedangkan menurut Sarwono dan Meinarno (2009) menambahkan bahwa komponen kognisi berisi pemikiran, ide-ide, maupun pendapat yang berkenaan dengan objek sikap. Pemikiran tersebut meliputi hal-hal yang diketahui individu mengenai objek sikap, dapat berupa keyakinan atau tanggapan, kesan, atribusi, dan penilaian terhadap objek sikap. Kedua, komponen afeksi berhubungan dengan perasaan atau emosi individu yang berupa senang atau tidak senang terhadap objek sikap. Ketiga, komponen konasi yang merujuk kepada kecenderungan tindakan atau respon individu terhadap objek sikap yang berasal dari masa lalu. Respon yang dimaksud dapat berupa tindakan yang dapat diamati dan dapat berupa niat atau intensi untuk melakukan perbuatan tertentu sehubungan dengan objek sikap.

(38)

c. Tingkatan Sikap

Ada beberapa sikap menurut Notoatmodjo (2003) berdasarkan intensitasnya yaitu :

a. Menerima (Receiring)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang di berikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari ke sediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

b. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

c. Menghargai (Valving)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya, dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya keposyandu, atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

(39)

d. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah di pilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya : seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri (Notoatmodjo, 2003).

D. Pendidikan

Pendidikan Adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat. Pendidikan digolongkan sebagai berikut : Tamat SD, Tamat SLTP, Tamat SLTA dan Perguruan Tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang diharapkan akan semakin tinggi pengetahuannya. Informasi, seseorang dengan sumber informasi yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas. Budaya, tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan. Pengalaman, sesuatu yang pernah dialami seseorang akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat normal. (Notoatmodjo, 2007 )

Faktor pendidikan seseorang sangat menentukan dalam pola pengambilan keputusan dan penerimaan informasi dari pada seseorang yang berpendidikan rendah. Pendidikan juga akan mempengaruhi pengetahuan dan persepsi seseorang tentang pentingnya suatu hal, termasuk dalam perannya dalam program KB. Pada akseptor KB dengan tingkat pendidikan rendah, keikutsertaannya dalam program KB hanya ditujukan untuk mengatur

(40)

kelahiran. Sementara itu pada akseptor KB dengan tingkat pendidikan tinggi, keikutsertaannya dalam program KB selain untuk mengatur kelahiran juga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga karena dengan cukup dua anak dalam satu keluarga dan laki-laki atau perempuan sama saja maka keluarga kecil bahagia dan sejahtera dapat tercapai dengan mudah. Hal ini dikarenakan seseorang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki pandangan yang lebih luas tentang suatu hal dan lebih mudah untuk menerima ide atau cara kehidupan baru. Dengan demikian, tingkat pendidikan juga memiliki hubungan dengan pemilihan jenis kontrasepsi yang akan digunakan (Bappenas, 2009).

E. KERANGKA TEORI

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Sumber: Mahmudah dan Widyastuti (2010) dan Ekarini (2008) faktor-faktor yang mempengaruhi

pemilihan kontrasepsi adalah:

a. Pengetahuan b. Sikap c. Usia d. Pengambilan keputusan e. Alasan pemilihan f. Tingkat pendidikan g. Pekerjaan h. Pendapatan.

Partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi MOP

- Kontra Indikasi - Indikasi - Efek samping

(41)

F. KERANGKA KONSEP

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Pengaruh Tingkat Pendidikan, Pengetahuan dan Sikap Terhadap Partisipasi Suami Dalam Program KB MOP di Wilayah Kerja Puskesmas Pekuncen

G. HIPOTESIS

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Ada pengaruh yang signifikan tingkat pendidikan terhadap partisipasi suami dalam program KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pekuncen.

b. Ada pengaruh yang signifikan pengetahuan terhadap partisipasi suami dalam program KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pekuncen.

c. Ada pengaruh yang signifikan sikap terhadap partisipasi suami dalam program KB di Wilayah Kerja Puskesmas Pekuncen.

- Pengetahuan - Sikap

- Tingkat Pendidikan

Partisipasi suami dalam penggunaan alat kontrasepsi MOP

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Pertumbuhan penduduk di hitung berdasar data tahun 2010 dibandingkan dengan data tahun 2000, dimana pada saat pendataan tahun 2000 data hasil pencacahan sangat rendah dan setelah

a) Mencuci semua tandas dan sinki serta cermin dengan bahan kimia yang sesuai supaya bersih dari kotoran. Pastikan setiap bakul/tong sampah dialaskan dengan karung plastik

Penelitian novel Midah, Simanis Bergigi Emas karya Pramoedya Ananta Toer ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dengan penelitian-penelitian lain yang telah ada

2009, Pengaruh Ekstrak Herba Putri Malu (Mimosa pudica, Lin) Terhadap Efek Sedasi Pada Mencit Balb/C, Skripsi, Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas

Alat yang pada ketua menggunakan mikrokontroler ESP 32 (perangkat yang digunakan ketua) dan memiliki 2 sensor yang sama seperti anggota dan memiliki fungsi yang sama, dan hasil

Pada pohon sikas yang terserang berat, cara pengendalian ini tidak begitu efektif, karena setelah daun yang terserang dipangkas masih banyak kutu yang tersisa pada pangkal

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan

Secara keseluruhan jenis vegetasi yang terdapat pada lokasi ditemukannya kodok merah (Rawa Denok, Rawa Gayonggong dan Curug Cibeureum) dapat dilihat dapat Gambar