BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori
1. Kontrasepsi Metode Operatif Pria (MOP)
a. Pengertian MOP
Menurut Handayani (2010), kontrasepsi Mantap Pria/ Vasektomi/ Metode Operatif Pria (MOP) adalah suatu metode kontrasepsi operatif kecil pada pria yang aman, sederhana, efektif, memakan waktu operasi yang singkat dan tidak memerlukan anestesi umum.
Menurut Saifuddin (2010), MOP adalah prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga transportasi sperma terhambat dan proses pembuahan tidak terjadi. Sedangkan menurut Proverawati (2010), MOP adalah metode sterilisasi dengan cara mengikat saluran sperma. Beberapa alternatif untuk mengikat saluran sperma tersebut, yaitu dengan mengikat saja, memasang klip tantalum, kauterisasi, menutup aliran dengan jarum dan kombinasinya.
Berdasarkan pengertian diatas, maka MOP adalah suatu metode kontrasepsi pria untuk menghentikan produksi sperma dengan cara memotong atau mengikat saluran sperma melalui tindakan operasi kecil.
b. Syarat MOP
Setiap metode kontrasepsi pasti memiliki syarat sebelum calon akseptor memilih kontrasepsi yang diinginkan. Menurut Anggraeni & Martini (2012), syarat pelaksanaan MOP antara lain:
1) Syarat Sukarela
Calon peserta dianggap dapat menerima MOP secara sukarela jika telah diberikan konseling.
Dalam konseling tersebut dibicarakan hal-hal sebagai berikut: a) Bahwa disamping MOP masih ada berbagai cara KB lainnya. b) Bahwa cara MOP melalui operasi, dan selalu ada resiko.
c) Bahwa cara MOP apabila berhasil tidak akan memberikan keturunan.
d) Calon akseptor diberi kesempatan berfikir dan mempertimbangkan kembali keputusannya, tetapi tetap memutuskan untuk memilih MOP.
2) Syarat Bahagia
Selain syarat sukarela, calon akseptor MOP juga harus memenuhi syarat bahagia. Syarat bahagia yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a) Perkawinan syah dan harmonis.
b) Memiliki anak hidup minimal dua orang dengan umur anak terkecil lebih dari 2 tahun, keadaan fisik dan mental anak sehat. c) Mendapat persetujuan istri.
d) Umur istri tidak kurang dari 25 tahun dan tidak lebih dari 45 tahun.
e) Umur calon akseptor tidak kurang dari 30 tahun. 3) Syarat Sehat
Syarat kesehatan dilakukan melalui pemeriksaan pra bedah oleh dokter.
c. Efektivitas MOP
Setiap metode kontrasepsi mempunyai tingkat efektivitas yang berbeda-beda. Berikut ini adalah efektivitas MOP menurut Proverawati (2010) yaitu angka keberhasilan tinggi (99%), angka kegagalan 0-2,2%, umumnya <1%.
d. Kontra Indikasi MOP
Kontrasepsi MOP tidak dianjurkan bagi calon akseptor dengan kondisi tertentu karena dapat menimbulkan masalah baru. Menurut Anggraeni & Martini (2012) kontra indikasi kontrasepsi MOP antara lain:
1) Infeksi kulit lokal 2) Infeksi traktus genitalia
3) Kelainan skrotum dan sekitarnya: Varicocle, Hydrocele besar, Filariasis, luka parut bekas operasi, skrotum yang sangat tebal. 4) Penyakit sistemik: penyakit-penyakit perdarahan, Diabetes
Melitus, penyakit jantung koroner yang baru.
e. Keuntungan MOP
Semua metode kontrasepsi mempunyai keuntungan dan kerugian. Hal ini sangat bermanfaat bagi klien agar dapat memilih dan memutuskan metode kontrasepsi dengan tepat sesuai dengan kebutuhannya. Menurut Handayani (2010), keuntungan kontrasepsi MOP antara lain:
1) Efektif, kemungkinan gagal tidak ada karena dapat diperiksa kepastian di laboratorium.
2) Aman, morbiditas rendah dan tidak ada mortalitas.
3) Cepat, hanya memerlukan 5-10 menit dan pasien tidak perlu dirawat di RS.
4) Sederhana
5) Tidak mengganggu hubungan seksual selanjutnya. 6) Biaya rendah.
f. Kerugian MOP
Kontrasepsi MOP juga mempunyai kerugian, sehingga klien dapat mempertimbangkan sebelum menjadi akseptor. Menurut Hartanto (2004), kerugian kontrasepsi MOP yaitu:
1) Harus dengan tindakan operatif.
2) Kemungkinan ada komplikasi seperti perdarahan dan infeksi. 3) Tidak seperti sterilisasi wanita yang langsung menghasilkan steril
permanen, pada MOP masih harus menunggu beberapa bulan sampai sel mani menjadi negatif.
4) Tidak dapat dilakukan pada orang yang masih ingin mempunyai anak.
g. Tempat Pelayanan MOP
Untuk prosedur pelaksanaan MOP tidak dapat dilakukan di sembarang tempat. MOP dapat dilakukan di fasilitas kesehatan umum yang mempunyai ruang tindakan untuk bedah minor. Ruang yang dipilih sebaiknya tidak di bagian yang sibuk/ banyak orang lalu lalang. Menurut Saifuddin (2010), ruangan tersebut sebaiknya:
1) Mendapat penerangan yang cukup.
2) Lantainya terbuat dari semen atau keramik agar mudah dibersihkan, bebas debu dan serangga.
3) Ventilasi ruangan harus baik dan apabila jendela dibuka, tirai harus terpasang baik dan kuat.
Untuk mencuci tangan sebaiknya disediakan air bersih yang mengalir dan jumlahnya cukup. Tangki air harus bersih, dekat dengan tempat mencuci tangan dan tertutup baik, sedangkan tempat pembuangan limbah harus rapat dan bebas dari kebocoran. h. Teknik MOP
Pelaksanaan MOP dapat dilakukan apabila klien sudah mempersiapkan diri sesuai anjuran petugas kesehatan. Begitu juga-dengan petugas kesehatan agar mempersiapkan alat dan bahan sesuai dengan prosedur. Berikut ini adalah teknik MOP Menurut Handayani (2010), antara lain:
1) MOP Konvensional
a) Celana dibuka dan klien berbaring dalam posisi terlentang. b) Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis dan bagian dalam
pangkal paha dibersihkan dengan larutan Betadine 0,75%, larutan Khlorheksidin (Hibiscrub) 4% atau asam pikrat 2%. c) Tutup daerah yang telah dibersihkan dengan kain steril
berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar.
d) Tepat di lenia mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anestesi lokal (Prokain/ Lidokaain/ Novokain/ Xilocain 1-2% tanpa epinefrin) 0,5 ml lalu jarum diteruskan masuk dan di daerah distal serta proksimal vas deferens dideponir lagi masing-masing 0,5 ml.
e) Kulit skrotum diiris longitudinal 1-2 cm, tepat diatas vas deferens yang telah ditonjolkan ke permukaan kulit.
f) Setelah kulit dibuka, vas deferens dipegang dengan klem, disiangi sampai tampak vas deferens mengkilat seperti mutiara, perdarahan dirawat dengan cermat. Sebaiknya ditambah obat anestesi ke dalam fasia vas deferens baru kemudian fasia disayat longitudinal sepanjang 0,5 cm. Usahakan tepi sayatan rata (dapat dicapai jika pisau cukup tajam) hingga memudahkan penjahitan kembali. Jepitlah vas deferens dengan klem pada dua tempat dengan jarak 1-2 cm dan ikat jangan dipotong dulu. Tariklah benang yang mengkilat kedua
ujung-vas deferens tersebut untuk melihat kalau ada perdarahan yang tersembunyi. Jahitan hanya pada titik perdarahan, jangan terlalu banyak, karena dapat menjepit pembuluh darah lain seperti arteri testikularis atau deferensialis yang berakibat kematian testis.
g) Potong diantara dua ikatan tersebut sepanjang 1 cm. Gunakan benang sutra No.000 atau 1 untuk mengikat vas deferens. Ikatan tidak boleh terlalu longgar tetapi juga jangan terlalu keras karena dapat memotong vas deferens.
h) Untuk mencegah rekanalisasi spontan yang dianjurkan adalah dengan melakukan interposisi fasia vas deferens, yakni menjahit kembali fasia yang terluka, vas deferens bagian distal (sebelah uretral) dibenamkan dalam fasia dan vas deferens bagian proksimal (sebelah testis) terletak di luar fasia. Cara ini mencegah timbulnya kemungkinan rekanalisasi.
i) Lakukan tindakan (langkah f-h) untuk vas deferens kanan dan kiri, setelah selesai tutup kulit dengan 1-2 jahitan “plain catgut” No.000 kemudian tutup dengan kassa steril dan diplester. 2) Selain teknik MOP secara konvensional, berikut ini adalah
prosedur pelaksanaan MOP tanpa pisau Menurut Arum & Sujiyatini (2009), yaitu:
a) Celana dibuka dan baringkan klien dalam posisi terlentang. b) Rambut di daerah skrotum dicukur sampai bersih
c) Penis diplester ke dinding perut.
d) Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis dan bagian dalam pangkal paha dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan Betadine 0,75%, larutan Khlorheksidin (Hibiscrub) 4%.
e) Tutup daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar.
f) Tepat di lenia mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anestesi lokal (Prokain/ Lidokaain/ Novokain/ Xilocain 1-2% tanpa epinefrin) 0,5 ml lalu jarum diteruskan masuk dan di daerah distal serta proksimal vas deferens dideponir lagi masing-masing 0,5 ml lalu jarum diteruskan masuk sejajar vas deferens ke arah distal, kemudian dideponir lagi masing-masing 3-4 cm, prosedur ini dilakukan sebelah kanan dan kiri. g) Vas deferens dengan kulit skrotum yang ditegangkan difiksasi
di dalam lingkaran klem fiksasi pada garis tengah skrotum. Kemudian klem direbahkan ke bawah sehingga vas deferens mengarah ke bawah kulit.
h) Tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens, tepat di sebelah distal lingkaran klem dengan sebelah ujung klem diseksi dengan membentuk sudut kurang lebih 45o.
i) Renggangkan ujung klem pelan-pelan. Semua lapisan jaringan dari kulit sampai dinding vas deferens akan dapat dipisahkan
dalam satu gerakan. Setelah itu dinding vas deferens yang telah telanjang dapat dilihat.
j) Dengan ujung klem diseksi menghadap ke bawah, tusuklah salah satu ujung klem ke dinding vas deferens dan ujung klem diputar menurut arah jarum jam, sehingga ujung klem menghadap ke atas. Ujung klem pelan-pelan dirapatkan dan pegang dinding anterior vas deferens. Lepaskan klem fiksasi dari kulit dan pindahkan untuk memotong vas deferens yang telah terbuka. Pegang dan fiksasi vas deferens yang sudah telanjang dengan klem fiksasi lalu lepaskan klem diseksi. k) Pada tempat vas deferens yang melengkung, jaringan
sekitarnya dipisahkan pelan-pelan ke bawah dengan klem diseksi. Jika lubang telah cukup luas, kemudian klem diseksi-dimasukkan ke lubang tersebut. Kemudian buka ujung klem pelan-pelan paralel dengan arah vas deferens yang diangkat. Diperlukan kira-kira 2 cm vas deferens yang bebas. Vas deferens dipotong secara lunak dengan klem diseksi, sebelum dilakukan ligasi dengan benang sutra 3-0.
l) Diantara dua ligasi kira-kira 1-1,5 cm vas deferens dipotong dan diangkat. Benang pada putung distal sementara tidak dipotong. Kontrol perdarahan dan kembalikan putung-putung vas deferens dalam skrotum.
m) Tarik pelan-pelan benang pada putung yang distal. Pegang secara halus fasia vas deferens dengan klem diseksi dan tutup lubang fasia sehingga putung bagian epididymis tertutup dan putung distal ada di luar fasia. Apabila tidak ada perdarahan pada keadaan vas deferens tenang, maka benang yang terakhir dapat dipotong dan vas deferens dikembalikan dalam skrotum. n) Lakukan tindakan (langkah g-m) untuk vas deferens kanan-kiri,
melalui luka di garis tengah yang sama. jika tidak ada perdarahan, luka kulit tidak perlu dijahit hanya diproksimasikan dengan plester.
Gambar 2.1 Teknik MOP
i. Perawatan Setelah Operasi
MOP merupakan metode kontrasepsi yang dilakukan dengan tindakan bedah minor, sehingga klien tidak perlu rawat inap di rumah sakit.Menurut Handayani (2010) berikut ini adalah perawatan post-operatif:
1) Istirahat 1-2 jam di klinik
2) Menghindari pekerjaan berat selama 2-3 hari 3) Kompres dingin pada skrotum
4) Analgetika
5) Memakai penunjang skrotum selama 7-8 hari 6) Luka operasi jangan kena air selama 24 jam
7) Senggama dapat dilakukan dengan menggunakan alat kontrasepsi lain seperti kondom.
j. Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Kontrasepsi MOP
Setiap calon akseptor berhak mendapatkan informasi tentang MOP, selain itu juga harus memenuhi beberapa syarat agar tidak menyesal setelah dilakukan tindakan MOP. Menurut BKKBN (2010), ada beberapa faktor yang memepengaruhi pemilihan kontrasepsi MOP antara lain:
1) Faktor budaya
Faktor budaya disini menyangkut dengan nilai agama, bahwa MOP dilarang karena penggunaan metode ini dipersepsikan menolak anugerah dari Tuhan.
2) Faktor pengetahuan
Minimnya pengetahuan tentang MOP menyebabkan jumlah akseptor MOP menempati urutan paling rendah.
3) Faktor kecemasan
Kecemasan disini dipicu oleh kekhawatiran menjadi mandul secara permanen dan hilangnya kemampuan seksual untuk memenuhi kebutuhan istri.
4) Faktor biaya
Kekhawatiran membutuhkan biaya yang besar karena kontrasepsi MOP harus melalui tindakan operasi.
5) Faktor usia
Orang yang usianya lebih dari 50 tahun merasa sudah tua dan jarang melakukan hubungan seksual dengan istrinya, sehingga mereka merasa tidak perlu menggunakan kontrasepsi MOP.
2. Pengetahuan
a. Pengertian Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan (Knowledge)diartikan sebagai hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung dan sebagainya), dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.
Menurut Mubarak (2011), pengetahuan merupakan kesan yang ada di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan pancaindera dan segala sesuatu yang diketahui berdasarkan pengalaman yang diperoleh setiap manusia. Sedangkan menurut Fitriani (2011),
pengetahuan merupakan hasil dari tahu, hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan berasal dari panca indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka pengetahuan dapat diartikan sebagai hasil tahu atau kesan yang ada dalam pikiran manusia yang diperoleh berdasarkan penggunaan pancaindera.
b. Tingkatan Pengetahuan
Selain sebagai hasil tahu dan kesan terhadap pengalaman berdasarkan penggunaan pancaindera, pengetahuan juga mempunyai beberapa tingkatan.
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan mempunyai enam tingkatan yaitu:
1) Tahu (Know)
Tahu merupakan kemampuan mengingat kembali seluruh materi, bahan dan rangsangan yang telah diterima.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan dengan benar mengenai objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikannya secara luas.
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada kehidupan nyata (Mubarak, 2011).
4) Analisis (Analysis)
Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan atau menjelaskan materi ke dalam komponen-komponen yang masih dalam suatu struktur tersebut.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah kemampuan untuk menghubungkan bagian-bagian ke dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek (Fitriani, 2011).
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Selain mempunyai tingkatan, pengetahuan juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Mubarak (2011) ada tujuh faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :
1) Pendidikan
Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan seseorang kepada orang lain terhadap suatu hal agar mereka dapat memahami.
2) Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3) Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang, akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis. Pertumbuhan fisik ada empat kategori perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubahan proporsi, hilangnya ciri-cirilama dan timbulnya ciri-ciri baru. Sedangkan pada aspek psikologis taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa.
4) Minat
Sebagai suatu keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal sehingga diperolehpengetahuan yang lebih dalam.
5) Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
6) Kebudayaan
Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjagakebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalumenjaga kebersihan lingkungan.
7) Informasi
Kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperolehpengetahuan yang baru.
d. Hubungan antara Pengetahuan dengan Perilaku
Menurut penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2012) bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Perilaku adalah hasil dari berbagai interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku merupakan respon seseorang terhadap rangsang yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.
Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012), perilaku kesehatan individu dan masyarakat dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:
1) Faktor predisposisi (Predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang meliputi pengetahuan, sikap, nilai dan keyakinan.
2) Faktor pemungkin (Enabling factors), terwujud dalam bentuk lingkungan fisik seperti ketersediaan fasilitas kesehatan, keterjangkauan fasilitas kesehatan dan keterampilan petugas kesehatan (Mubarak, 2011).
3) Faktor penguat (Reinforcing factors), yaitu faktor-faktor yang mendorong terjadinya perilaku meliputi dukungan keluarga dan petugas kesehatan.
e. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket (kuesioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengukuran tingkat pengetahuan bertujuan untuk mengetahui status pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2010). Menurut Arikunto (2006) kategori pengetahuan dibagi menjadi tiga yaitu:
1) Pengetahuan baik > 75% 2) Pengetahuan cukup = 60% - 75% 3) Pengetahuan kurang < 60%
3. Dukungan Keluarga
a. Pengertian Dukungan Keluarga
Menurut Taylor (1997) dalam Ratna (2010) dukungan keluarga adalah sebuah pertukaran interpersonal, seseorang memberikan bantuan kepada anggota keluarganya. Keduanya saling bertukar informasi, sehingga melibatkan emosi untuk saling memberikan dukungan berupa saran maupun materi. Sedangkan menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008) dukungan keluarga adalah suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dukungan keluarga merupakan upaya yang diberikan oleh seseorang kepada anggota keluarganya, melibatkan emosi, saling bertukar informasi dan upaya tersebut dapat berupa moril maupun materiil.
b. Sumber Dukungan Keluarga
Suami atau istri merupakan orang yang paling dekat dan berkewajiban memberikan dukungan saat pasangannya mengalami kesulitan. Berikut ini adalah sumber dukungan keluarga menurut Setiadi (2008):
1) Dukungan keluarga internal yaitu dukungan dari suami atau istri, anak dan saudara.
2) Dukungan keluarga eksternal yaitu dukungan dari sahabat, rekan kerja, tetangga, keluarga besar, kelompok sosial dan tenaga kesehatan.
c. Jenis Dukungan Keluarga
Jaringan sosial terkecil adalah keluarga, sehingga dukungan dari anggota keluarga merupakan hal yang sangat penting. Berikut ini adalah jenis dukungan keluarga menurut Taylor (1997) dalam Ratna (2010), antara lain:
1) Dukungan instrumental adalah dukungan yang bersifat nyata dalam bentuk uang, peralatan, dan waktu.
2) Dukungan informasional adalah dukungan yang diberikan kepada seseorang dengan memberikan informasi, nasehat, saran dan petunjuk. Keluarga berfungsi sebagai kolektor dan penyebar informasi.
3) Dukungan penilaian adalah dukungan yang diberikan seseorang kepada anggota keluarganya melalui ungkapan penghargaan yang
bersifat positif dengan memberikan pujian maupun persetujuan.Dalam hal ini keluarga bertindak sebagai umpan balik, membimbing pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas keluarga.
4) Dukungan emosional dari keluarga akan membuat seseorang merasa berharga, nyaman, aman dan terjamin. Keluarga adalah sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat, pemulihan dan membentu dalam menguasai emosi.
d. Cara Pengukuran Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga termasuk dalam sikap dan pengukurannya dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat responden terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (Notoatmodjo, 2012). Menurut Hidayat (2007) cara mengukur indikator dukungan-keluarga dapat menggunakan Skala Guttman karena skala ini bersifat konsisten dengan memberikan jawaban dari pertanyaan/ pernyataan: ya, tidak, setuju dan tidak setuju, benar dan salah. Kemudian untuk analisis deskriptifnya menggunakan rata-rata hitung (Mean). Dukungan keluarga baik jika ≥ mean dan dukungan keluarga kurang jika ≤ mean.
Menurut Ratna (2010), dukungan dari keluarga adalah hal yang sangat penting karena keluarga merupakan jaringan sosial terkrcil yang menjadikan seseorang lebih mandiri karena yakin akan kemampuannya dan keberadaannya. Efek dari dukungan keluarga terhadap perilaku kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Secara spesifik, adanya dukungan keluarga yang kuat terbukti berhubungan dengan kesehatan fisik dan emosi. Pengaruh positif dari dukungan keluarga adalah penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan pilihan.
B. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori Keterangan : kata yang dicetak tebal yang diteliti
Sumber : modifikasi Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012) dan BKKBN (2010) 1. Faktor Predisposisi a. Pengetahuan b. Usia c. Biaya d. Budaya e. Sikap f. Nilai g. keyakinan 2. Faktor Pemungkin a. Ketersediaan fasilitas kesehatan b. Keterjangkauan fasilitas kesehatan c. Keretampilan tenaga kesehatan Pemilihan kontrasepsi MOP 3. Faktor Pendorong
a. Dukungan keluarga/ istri b. Petugas kesehatan