• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan-pandangan peran tokoh protagonis perempuan tentang poligami dalam skenario film Berbagi suami karya Nia Dinata : tinjauan sosiologi sastra - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Pandangan-pandangan peran tokoh protagonis perempuan tentang poligami dalam skenario film Berbagi suami karya Nia Dinata : tinjauan sosiologi sastra - USD Repository"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

FITRIA SRI WULANDARI NIM: 034114034

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA Februari 2008

(2)
(3)
(4)

Skripsi ini dipersembahkan kepada: Tuhanku Yesus Kristus

Keluargaku yang tercinta; Bapak, Ibu, Mas Andrie, dan Mas Beng

Kampusku yang di Mrican

Semua orang yang membaca hasil kerja kerasku ini

Semua penghuni bumi Indonesia yang menolak adanya praktik poligami karena perempuan tercipta bukan untuk dibagi oleh kesewenangan para lelaki.

Menjalani hidup buatku itu bagaikan seorang supir yang mengendarai kendaraannya,

menggunakan semua yang dimilikinya untuk bisa bertahan di sepanjang jalan yang tersedia. Berusaha mengompakkan organ tubuh dengan kemudi di depannya, agar dirinya dan muatan yang ikut serta, bisa terus kembali berkarya. Yuhuuu,,, senangnya jadi supir karena buatku, hidup itu harus dicintai.

Nyetir yuks,, Lihat ke depan, lirik kanan kiri, dan jangan sungkan sesekali menengok ke belakang !?

Bantoel City ‘07

(5)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Fitria Sri Wulandari

Nomor Mahasiswa : 034114034

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, karya ilmiah saya yang berjudul “Pandangan-Pandangan Peran Tokoh Protagonis Perempuan tentang Poligami dalam Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata, Tinjauan Sosiologi Sastra”, beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengolahnya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada Tanggal: 13 Februari 2008

v Yang menyatakan

(6)

Protagonis Perempuan tentang Poligami dalam Skenario Film Berbagi Suami karya Nia Dinata: Tinjauan Sosiologi Sastra”. Skripsi Strata I (SI). Yogyakarta: Prodi Sastra Indonesia, Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini mengkaji tentang pandangan-pandangan peran tokoh protagonis perempuan mengenai poligami dalam skenario film Berbagi Suami

karya Nia Dinata. Peneliti menganalisis struktur cerita dan kemudian mengkaji bagaimana pandangan tokoh utama perempuan dalam menyikapi permasalahan poligami.

Metode yang digunakan untuk memecahkan permasalahan adalah penelitian pustaka dengan pendekatan mimetik yang ditinjau dari segi sosiologi sastra dan disajikan secara deskriptif. Dalam hal ini peneliti menggunakan teori sosiologi sastra yang dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles yang menyatakan bahwa konsep dasar dari sosiologi sastra merupakan cerminan dari masyarakat.

Hasil dalam penelitian ini, yaitu (1) secara struktural yang meliputi analisis alur, tokoh, dan latar, dan (2) secara sosiologi sastra yang membahas pandangan-pandangan peran tokoh protagonis perempuan tentang poligami.

Struktur cerita Berbagi Suami disajikan Nia Dinata dengan alur bercabang yang menceritakan tiga segmen cerita sengan struktur sosial yang berbeda. Segmen pertama menceritakan tokoh Salma yang berprofesi sebagai dokter ahli kandungan, berlatar kultur Betawi dan penceritaan beralur lurus. Segmen kedua menceritakan tokoh Siti yang merupakan perempuan desa berkultur Jawa yang polos, penceritaannya mengandung unsur flashback. Segmen ketiga tentang tokoh Ming yang berperan sebagai perempuan keturunan Thionghoa yang cantik dengan penceritaan beralur lurus. Tiga segmen cerita ini terikat dalam alur utama tentang poligami dengan penggambaran latar tempat, latar waktu, dan latar sosial yang detil, sedangkan secara sosiologi sastra, mereka adalah tokoh utama perempuan yang memiliki pandangan sendiri-sendiri tentang poligami yang pada akhirnya menyebabkan mereka memilih bertahan ataupun mencoba membebaskan diri dari kehidupan poligami.

Salma yang berstatus sosial tinggi bersedia untuk dipoligami lebih kepada alasan agama dan amanat orang tua. Pandangan Salma tentang poligami sebagai berikut: (i) poligami itu sebagai suatu yang mengejutkan; (ii) poligami itu dapat menimbulkan konflik batin; (iii) poligami itu sudah menjadi konsumsi publik; (iv) poligami itu tidak bisa mengubah sifat sosial Salma, berani bersikap, dan selalu hati-hati dalam bertindak; (v) poligami itu adalah sebuah takdir; (vi) poligami itu adalah sebuah kebiasaan laki-laki; (vii) poligami itu membuat diri Salma semakin tegar, tabah, dan lapang hati dalam menjalani hidup; (viii) poligami itu membuat

(7)

Siti yang berstatus sosial masyarakat kelas bawah bersedia dipoligami karena terpaksa. Pandangan Siti tentang poligami sebagai berikut; (i) poligami itu sebagai hal yang tidak baik dilakukan; (ii) poligami itu sebuah kegilaan; (iii) poligami itu sebagai alat para lelaki memuaskan hasratnya; (iv) poligami itu membuat perempuan berada tanpa pilihan; (v) poligami itu bisa menghambat cita-cita seseorang; (vi) poligami itu adalah sebuah kebiasaan; (vii) poligami itu tidak menuntut harta dan sikap adil; (viii) poligami itu membuat Siti merasakan menjadi seorang ibu; (ix) poligami itu menimbulkan efek yang tidak baik bagi kesehatan; (x) poligami itu sebagai momen di mana dirinya mendapatkan pengalaman baru yang membahagiakan sebagai seorang lesbian; dan (xi) poligami itu membuat diri Siti menjadi lebih dewasa dan berani menentukan sikap hidupnya.

Berbeda halnya dengan Salma dan Siti, Ming bersedia dipoligami karena harta. Ming ingin menaikan status sosialnya dari kelas bawah ke status sosial yang lebih tinggi. Pandangan Ming tentang poligami sebagai berikut; (i) poligami itu sebagai suatu cara untuk menaikan taraf ekonomi hidupnya sehingga menjadi lebih baik; (ii) poligami itu sah-sah saja dilakukan; (iii) poligami memberikan pengalaman baru, yaitu hidup dengan cukup harta, merasakan kebanggaan, merasakan rasa memiliki, cemburu, dan kecewa; (iv) poligami itu membatasi pergaulan hidupnya; dan (v) poligami itu sebagai bumerang bahwa dipoligami itu tidak sepenuhnya membuat hidup bahagia.

Peran tokoh protagonis perempuan dalam Berbagi Suami karya Nia Dinata yang diceritakan melalui tokoh Salma, Siti, dan Ming membuktikan bahwa terdapat beragam pandanagan mengenai poligami. Salma dan Siti tidak setuju dengan poligami, sedangkan Ming adalah gambaran perempuan yang setuju dengan praktik poligami laki-laki.

Berdasarkan pandangan tiga tokoh utama perempuan dalam meyikapi poligami, terungkap bahwa poligami itu bisa terjadi kepada siapa saja dari struktur sosial yang berbeda sekalipun. Poligami merupakan tindakan yang lebih sering merugikan kehidupan perempuan. Poligami dilihat dari sisi manapun akan meninggalkan luka di hati para korbannya. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya cocok ditinjau secara psikologis.

(8)

Suami: The Sociology of Literature Approach”. Undergraduate Thesis. Yogyakarta: Departement of Indonesian Letter, Faculty of Letter, Sanata Dharma University.

This research examine about the protagonist woman character’s ways of thinking about polygamy in Nia Dinata’s film scenario Berbagi Suami. Researcher examine structure of the story and after that, researcher examine about the first woman character in way of thinking polygamy problem.

Researched make us of book method with mimetic approach from sociology letter and descriptive written. In this matter, researcher use the sociology literature expands by Plato and Aristoteles. Explanatory the base concept from the sociology literature is arouse displeasure of literature as a mimetic from the society.

The revenue from this research is (1) structural include plot, character, and setting analysis, (2) the sociology literature hold a debate about the protagonist woman character’s in ways of thinking polygamy.

Structure the story of Berbagi Suami by Nia Dinata with multiplot because the narrate of different social structure in three segment story. The first segment is telling Salma character as an obstetrician gynecologist doctor which has Betawi culture with linier plot. The second segments telling Siti character as a plain woman countryside with has Javanese culture with contain flashback. The third segment is telling Ming character as a beautiful woman from Thionghoa ancestry with linier plot. The three story segment to bind in especial plot about polygamy with image detail of place, time, and setting, while from sociology facet they are the first woman character has have own way of thinking about polygamy which make they chose to survive or try to escape from polygamy life.

Salma which one has high class social willing for polygamy because of religion reason and commendation from her parents. The way of thinking Salma about polygamy as; (i) polygamy is a thing can be surprise; (ii) polygamy can make conflict; (iii) polygamy has become a public discussion; (iv) polygamy can’t Salma changes a social character, brave attitude, and usually be careful perform; (v) polygamy is a destiny; (vi) polygamy is a man habit; (vii) polygamy make Salma life’s extra intransigent, courageous, and heart commodious; (viii) polygamy can make Salma life with much wife from her husband; (ix) polygamy can makes esteem all people; (x) polygamy can makes act of feeling the champion; (xi) polygamy can be boomerang for life man with polygamy for have only one wife; and (xii) polygamy can make Salma feel a meaning of freedom.

Siti has a low social class willing for polygamy because of constraining. The way of thinking Siti about polygamy as; (i) polygamy is a not good for do it; (ii) polygamy is a crazy things; (iii) the man use polygamy for give pleasure of his

(9)

personality become extra fully grown and can not be afraid for attitude.

Different Salma and Siti, Ming willing for polygamy because of money. Ming wants to decrease his social class from low social class to high social class. The way of thinking Siti about polygamy as; (i) polygamy is manner for upped this life’s to better life; (ii) polygamy is known to be true; (iii) polygamy can give a new experience as a life with enough of estae, feeling very pleased, acknowledge ownership of felling, jealous, and discontented; (iv) polygamy to bound attitude of her life; and (v) polygamy is a boomerang as polygamy is not usually can make happiness life.

The protagonist woman character’s in Nia Dinata’s film scenario Berbagi Suami is manner from Salma, Siti, and Ming character to explain as many ways of thinking about polygamy. Salma and Siti disagree with polygamy, while Ming is woman imagine agree with man’s polygamy.

From direct one eyes in order to see from three woman character in face polygamy, known that polygamy could be happened in another people from different social structure. Polygamy makes damage life of woman. Order polygamy will life scar in there victim. Because of that, the next research compatible needing with physiology.

(10)

diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana sastra di Fakultas Sastra, Jurusan Sastra Indonesia, Program Studi Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma. Skripsi yang disusun penulis berjudul “Pandangan-Pandangan Peran Tokoh Protagonis Perempuan Tentang Poligami dalam Skenario Film

Berbagi Suami Karya Nia Dinata, Tinjauan Sosiologi Sastra”.

Penulis menyadari bahwa dalam proses persiapan hingga penyelesaian penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Berdasarkan hal tersebut, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum selaku dekan Fakultas Sastra.

2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum dan S.E. Peni Adji, SS., M.Hum selaku dosen pembimbing. Pak B dan Bu Peni, terima kasih atas semangat, masukan, perhatian, dan kesabarannya sehingga skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan dengan maksimal.

3. Bapak Ratino dan Ibu Mus, kedua orang tuaku yang selalu memberi dukungan doa, semangat, dan segala bentuk dukungan lainnya sehingga proses penyusunan skripsi ini berjalan dengan lancar. Terima Kasih atas pesan-pesannya, semoga ini bisa membahagiakan bapak dan ibu.

(11)

5. Dosen-dosen Sastra Indonesia atas bimbingan dan pengajaran yang diberikan. Pak Prap, Pak San, Pak Heri, Pak Yapi, Pak Ari, dan Bu Tjandra terima kasih untuk senyumnya setiap bertemu.

6. Seluruh keluarga besar Universitas Sanata Dharma yang tidak pernah membuat kampusku terasa sepi: Mbak Rus, Mas Tri, Pak Waluyo, Satpam Sadhar, Pak Pri CS, dan yang lainnya, “Matur nuwun kagem sedayanipun”. 7. Keluarga besar Mbah Pini yang selalu menemaniku dalam setiap suasana. 8. Um Ndut beserta keluarga yang sudah menjelma menjadi my second family.

Terima kasih untuk semua perhatian, cinta, dan keterbukaannya. 9. Tompi dan Tobie yang setia menemaniku nglembur.

10. Mas Narto untuk sumbangan buku-bukunya dan semangatnya.

11. Sahabat-sahabat di kampung halamanku (Kak Ika, Bayu, Lilis, anak-anakku, Mudika Paroki) dan di kota perantauanku (Pinky, Suster, Ubi Bantet, dan Mas Sigit). Terima kasih atas kasih dan persahabatannya, semoga semua selalu bahagia.

12. Teman-teman seperjuanganku di angkatan’03 dan semua angkatan di Sastra Indonesia. “I Love U all, my friends”.

13. Teman-Teman Mudika dan adik-adik PIA St. Albertus. Terima kasih telah menjadi tempat meluapkan suka citaku.

(12)

xii

sehingga proses belajar di rumah selalu nyaman.

16. Semua pihak yang telah mendukung dan membantu kelancaran proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi yang disusun ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis bersedia dengan terbuka menerima masukan, kritik, saran terhadap skripsi ini.

Semoga skripsi ini berguna bagi semua pihak yang membutuhkan dan dapat menjadi bahan kajian lebih lanjut. B e r s e m a n g a t !

Yogyakarta, Desember 2007

(13)
(14)

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……..………. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI…...………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN…….………. iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEMPENTINGAN AKADEMIS………. v

ABSTRAK…..………. vi

ABSTRACT………..……. viii

KATA PENGANTAR………. ix

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...………. xiii

DAFTAR ISI ……….. xiv

DAFTAR TABEL…..………. xvii

DAFTAR GAMBAR.………. xviii

BAB I PENDAHULUAN..……….. 1

1.1Latar Belakang ..………. 1

1.2Rumusan Masalah……..………. 7

1.3Tujuan Penelitian……..……….. 7

1.4Manfaat Penelitian…….………. 7

1.5Tinjauan Pustaka/Landasan Teori……..………. 8

1.5.1 Tinjauan Pustaka.……….. 8

1.5.2 Landasan Teori………. 11

1.5.2.1 Skenario.……….. 11

1.5.2.2 Pandangan ……..………. 13

1.5.2.3 Poligami .………. 13

1.5.2.4 Struktur Karya Sastra ….………. 16

1.5.2.4.1 Alur….………. 17

1.5.2.4.2 Peran Tokoh………. 19

(15)

1.8 Sistematika Penyajian….……… 26

BAB II ANALISIS ALUR, PERAN TOKOH, DAN LATAR SKENARIO FILM BERBAGI SUAMI KARYA NIA DINATA..………. 27

2.1 Alur………. 27

2.1.1 Alur Segmen Title Card: Salma..………. 28

2.1.2 Alur Segmen Title Card: Siti…..……….……. 32

2.1.3 Alur Segmen Title Card: Ming………. 34

2.2 Peran Tokoh…...………. 40

2.2.1 Peran Tokoh dalam Segmen Title card: Salma………. 40

1. Peran Protagonis………... 40

2. Peran Antagonis……..……….. 42

3. Peran Tritagonis…….………... 43

4. Peran Pembantu……..……….. 46

2.2.2 Peran Tokoh dalam Segmen Title card: Siti………….. 51

1. Peran Protagonis………... 51

2. Peran Antagonis……..……….. 52

3. Peran Tritagonis…….………... 53

4. Peran Pembantu.……..……….. 53

2.2.3 Peran Tokoh dalam Segmen Title card: Ming.…….. 58

1. Peran Protagonis………... 58

2. Peran Antagonis……..……….. 59

3. Peran Tritagonis…….………... 60

4. Peran Pembantu……..………... 61

2.3 Latar…...………... 66

2.3.1 Latar Tempat………... 67

2.3.1.1 Latar Tempat dalam Segmen Title Card: Salma………... 67

(16)

2.3.2 Latar Waktu…….……… 70

2.3.2.1 Latar Waktu dalam Segmen Title Card: Salma……….……… 71

2.3.2.2 Latar Waktu dalam Segmen Title Card: Siti....……… 72

2.3.2.3 Latar Waktu dalam Segmen Title Card Ming………... 73

2.3.3 Latar Sosial……..……… 74

BAB III PANDANGAN-PANDANGAN PERAN TOKOH PROTAGONIS PEREMPUAN TENTANG POLIGAMI DALAM SKENARIO FILM BERBAGI SUAMI KARYA NIA DINATA TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA……… 82

3.1 Pandangan Tokoh Salma tentang Poligami dalam Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata...……….. 85

3.2 Pandangan Tokoh Siti tentang Poligami dalam Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata...………. 114

3.3 Pandangan Tokoh Ming tentang Poligami dalam Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata..……….. 136

BAB IV PENUTUP...……….. 160

4.1 Kesimpulan……….. 160

4.2 Saran…..……….. 166

DAFTAR PUSTAKA……….……….. 167

BIOGRAFI….………... 170

(17)

Tabel 2.1 Latar Tempat dalam Segmen Title Card: Salma..………. 67

Tabel 2.2 Latar Tempat dalam Segmen Title Card: Siti……… 68

Tabel 2.3 Latar Tempat dalam Segmen Title Card: Ming….……… 69

Tabel 2.4 Latar Waktu dalam Segmen Title Card: Salma….……… 71

Tabel 2.5 Latar Waktu dalam Segmen Title Card: Siti……..……… 72

Tabel 2.6 Latar Waktu dalam Segmen Title Card: Ming…..………. 73

(18)

xviii

Gambar 2.1 Bagan Alur Siklus Poligami dalam Skenario Film

Berbagi Suami Karya Nia Dinata…….………. 28 Gambar 2.2 Bagan Alur dalam Skenario Film Berbagi Suami

Karya Nia Dinata……..………. 40 Gambar 2.3 Bagan Peran Tokoh dalam Segmen Title Card: Salma…... 51 Gambar 2.4 Bagan Peran Tokoh dalam Segmen Title Card: Siti…..…… 58 Gambar 2.5 Bagan Peran Tokoh dalam Segmen Title Card: Ming……... 65 Gambar 2.6 Bagan Kesimpulan Latar Tempat, Latar Waktu, dan

Latar Sosial dalam Skenario Film Berbagi Suami

Karya Nia Dinata……..………. 78

Gambar 3.1 Bagan Pandangan-Pandangan Peran Tokoh Protagonis Perempuan tentang Poligami dalam Skenario Film

(19)

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya, orang sepakat menyatakan bahwa sastra dipahami sebagai satu bentuk kegiatan manusia yang tergolong pada karya seni yang menggunakan bahasa sebagai bahan. Sastra terwujud sebagai sarana komunikasi dengan penikmatnya atau pembacanya. Pada intinya, sastra itu adalah sebagai cerminan masyarakat karena menampilkan kehidupan manusia (Jabrohim, 2003: 10-11). Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Salah satu batasan “sastra” adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak, ada segi estetisnya. Bahasa yang digunakan mempunyai fungsi ekspresif. Karyanya disebut karya yang imajinatif (Wellek dan Warren. Trj. Melani Budianta, 1990: 3-11).

(20)

Mengacu dari situlah maka skenario film Berbagi Suami karya Nia Dinata bisa dikatakan merupakan suatu bentuk prosa atau cerita fiksi. Cerita yang dipaparkan di dalamnya mencerminkan realitas kehidupan masyarakat. Dalam hal ini, karya Nia Dinata menyuguhkan kisah tetang fenomena poligami di Indonesia. Tidak seperti naskah drama atau novel, skenario film memang jarang menjadi karya sastra. Skenario ditekankan sebagai suatu fungsi, yakni sebagai rancangan untuk membuat film. Namun dengan pernyataan jarang menjadi karya sastra itu, sebetulnya tersirat juga kenyataan bahwa selain fungsinya sebagai rancangan, skenario film juga bisa menjadi karya tekstual yang mandiri (Ajidarma, 2000: 9).

Skenario film bukan hanya sebuah fungsi, melainkan juga substansi, bahwa ketika sebuah skenario dibaca sebagai teks, skenario itu mampu menggerakkan emosi dan merangsang pikiran sebagai karya tekstual yang mandiri, yakni bisa memindahkan pengalaman kepada pembacanya. Dari sebuah skenario, seperti karya-karya sastra yang mandiri, kita bisa menggali sebuah dunia yang utuh (Ajidarma, 2000: 13).

(21)

mengandung latar, plot, karakterisasi, dan unsur-unsur intrinsik karya sastra lainnya.

Sejak dulu isu poligami selalu hangat diperbincangkan. Poligami memang bagi sebagian besar perempuan mungkin merupakan mimpi buruk, yaitu salah satu bentuk perlakuan yang tidak adil yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Namun, persoalan itu telah berlangsung sejak lama dan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa poligami terjadi di masyarakat, bisa dilakukan atau menimpa siapa saja, apa pun status sosial dan ekonominya maupun dari latar belakang suku dan rasnya.

Sebagian besar perempuan kurang setuju dengan poligami, kecuali untuk daerah-daerah ataupun agama tertentu yang memang budaya daerah tersebut dan agama yang dimiliki pun memperbolehkan poligami dilakukan. Seandainya perempuan bersedia dipoligami atau dalam istilah lain dikenal dengan “dimadu”, kebanyakan karena terpaksa atau terdapat sebab-sebab lain yang membuatnya bersedia dimadu (Suprapto, 1990: 96).

(22)

Poligami banyak dilaksanakan oleh rakyat kalangan rendahan atau kalangan menengah ke bawah. Hal ini dikarenakan jumlah mereka yang terbanyak di negeri ini atau di negeri manapun. Akan tetapi, bila kita melihat pada keadaan sebenarnya, di kalangan masyarakat menengah ke atas masalah poligami bukanlah tabu walaupun tampak dari luaran hal itu adalah tabu. Para pedagang, pengusaha yang sukses, pejabat, dan tokoh masyarakat, jarang sekali yang beristri satu, banyak diantara mereka yang melakukan praktik poligami (Suprapto, 1990: 148-149).

Suhadi (2002: 34) mengemukakan hasil riset yang membuktikan bahwa tindakan kaum laki-laki berpoligami berakibat kepada penderitaan kaum perempuan secara bilologis, ekonomi, dan relasi sosialnya yang akan lebih memberi gambaran kepada publik secara rasional tentang ketertindasan perempuan dalam permasalahan poligami ini. Poligami juga bisa mengakibatkan trauma psikologis dan masalah relasi sosial yang akan dihadapi anak jika si ayah berpoligami.

Nia Dinata melalui karyanya ini menjelaskan beragam pendapat tentang poligami. Perdebatan mengenai poligami selalu tidak lepas dari konsep dan pemikiran mereka yang menerima maupun yang menolak poligami. Karya Nia Dinata ini merupakan buku pertama yang menguak fenomena poligami dari berbagai aspek, seperti aspek psikologis, seksologis, sosiologis, kesehatan, dan juga aspek teologis (Dinata, 2006: 7).

(23)

Orde Baru, poligami dipandang sebagai kemewahan laki-laki yang tidak tidak dieksploitasi. Poligami itu terjadi tetapi ditutup-tutupi, underground. Hal ini dikarenakan secara tidak langsung pemerintah, terutama Ibu Tien Soeharto sebagai ibu presiden adalah orang yang anti poligami. Akan tetapi, praktik poligami pada zaman sekarang semakin terbuka. Orang-orang yang berpoligami pun tidak malu lagi untuk mengakuinya. Indonesia semakin modern, tetapi nilai-nilai menjadi semakin bergeser akibat semakin terbukanya praktik poligami di kalangan rakyat Indonesia dari golongan manapun. Hal ini dipandang Nia Dinata sebagai suatu yang sangat ironis sehingga dengan alasan inilah Berbagi Suami

dijadikannya sebagai media pengungkapan fenomana poligami yang berkembang di negerinya (Pambudy, 2005: 16).

Poligami dalam kenyataannya dilakukan oleh berbagai kalangan dengan latar belakang agama dan ras yang berbeda-beda. Dalam karyanya yang berjudul

Berbagi Suami inilah, Nia Dinata benar-benar menolak adanya poligami sehingga terlihat dalam ceritanya, Nia mengangkat tokoh perempuan sebagai tokoh utama yang merupakan sasaran dari tindakan poligami, bagaimana perempuan-perempuan Indonesia bersikap dalam menanggapi masalah poligami.

Peneliti memiliki pandangan yang sama dengan penulis skenario film

Berbagi Suami ini dalam menyikapi masalah poligami, menolak dengan tegas

(24)

Dilihat dari judul Berbagi Suami, judul tersebut mengkonotasikan bahwa suami diibaratkan sebagai barang yang dibagi oleh para istri. Hal ini dikarenakan lelaki yang hidup berpoligami mau tidak mau harus membagi hatinya dengan lebih dari satu perempuan. Di dalam posisi ini, peneliti mengganggap perempuan yang menjadi sorotan utama adalah tokoh yang memiliki peran protagonis karena dalam posisi ini perempuan lah yang ditempatkan sebagai korban dari tindakan poligami laki-laki. Poligami terjadi tanpa memperhatikan perasaan perempuan. Perempuan lah yang lebih banyak mendapat efek negatif dari poligami dibandingkan para lelaki yang bertindak sebagai pelaku dari poligami. Oleh karena itu, peneliti memilih peran tokoh protagonis perempuan menjadi objek penelitiannya.

Peneliti tidak setuju terhadap sebuah praktik poligami dan hal yang tersebut di atas menjadi daya tarik tersendiri bagi peneliti untuk menguak mengapa perempuan mau saja melegalkan pasangannya berpoligami. Berdasarkan hal ini, peneliti ingin menganalisis pandangan-pandangan tokoh perempuan dengan peran protagonis yang dipoligami oleh pasangan mereka mengenai poligami itu sendri.

(25)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka masalah yang akan dibahas dalam penelitian hanya dibatasi dan ditekankan pada permasalahan di bawah ini:

1.2.1 Bagaimanakah alur, peran tokoh, dan latar cerita dalam skenario film

Berbagi Suami karya Nia Dinata?

1.2.2 Bagaimanakah pandangan-pandangan peran tokoh protagonis perempuan tentang poligami dalam skenario film Berbagi Suami karya Nia Dinata?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk 1.3.1 Mendeskripsikan alur, peran tokoh, dan latar cerita dalam skenario film

Berbagi Suami karya Nia Dinata.

1.3.2 Mendeskripsikan apa saja pandangan-pandangan peran tokoh protagonis perempuan tentang poligami dalam skenario film Berbagi Suami karya Nia Dinata.

1.4 Manfaat Penelitian

(26)

wawasan tentang realitas hidup tentang poligami yang dalam hal ini fenomena tersebut bisa diangkat ke dalam sebuah karya sastra.

1.5 Tinjauan Pustaka/Landasan Teori 1.5.1 Tinjauan Pustaka

Siti Musdah Mulia memberikan kata pengantar dalam buku skenario film

Berbagi Suami bahwa buku ini secara apik menjelaskan mengapa begitu beragam

pendapat tentang poligami. Sebagian besar menolak secara tegas karena poligami dekat dengan kekerasan dan akrab dengan eksploitasi; sebagian lagi menolak setengah hati. Adapula yang menerima karena terpaksa; dan tidak sedikit yang setuju karena ternyata memberikan kenikmatan. Tentu saja beragam pendapat tersebut mempunyai alasan masing-masing, dan alasan teologis paling sering dikemukakan (Mulia dalam Dinata, 2006: 7).

(27)

Realitas sosiologis di masyarakat menjelaskan bahawa poligami selalu dikaitkan dengan ajaran Islam. Sesungguhnya, Indonesia sebagai negara yang berpendudukan mayoritas Muslim sudah menerapkan aturan yang ketat tentang poligami. Menurut Undang-undang Perkawinan, suami boleh berpoligami kalau mampu berlaku adil dan mendapat izin dari istri, dan izin itu bisa diperoleh dengan tiga syarat, yaitu kalau istri mandul, istri sakit berkepanjangan, dan istri tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagai istri. Sayangnya peraturan ini tidak berjalan efektif (Mulia dalam Dinata, 2006: 7).

Mengapa semua alasan yang memperbolehkan suami berpoligami hanya dilihat dari perspektif kepentingan suami, tidak sedikit pun mempertimbangkan perasaan dan kepentingan perempuan? (Mulia dalam Dinata, 2006: 9).

Menurut Siti Musdah Mulia, pesan penting yang ingin disampaikan buku

Berbagi Suami ini adalah sebagai berikut: perempuan adalah manusia seutuhnya, perempuan harus tampil sebagai pembuat sejarah, bukan semata-mata objek pasif dari proses bersejarah. Perempuan harus tegar dan berani melakukan perubahan demi kedilan dan demi kemanusiaan, harus berani mendobrak stereotip perempuan sebagai makhluk penggoda, lemah, dan tidak berguna, harus berani melawan dominasi, diskriminasi, dan eksploitasi sekalipun berkedok agama. Agama sejatinya membuat hidup manusia lebih bermakna: bermakna bagi dirinya sendiri, bagi sesama, dan bagi alam semesta (Mulia dalam Dinata, 2006: 9).

(28)

kembali merekam wacana sosial. Berbagi Suami telah ada sejak isu poligami sedang banyak dibicarakan di masyarakat.

Cerita dalam Berbagi Suami adalah kisah klasik yang sering dijumpai dalam kasus-kasus poligami di Indonesia. Nia dengan tegas menolak poligami. Sebagai contoh aksi penolakannya, dalam Berbagi Suami, Nia menghadirkan seorang ustazah yang antipoligami dalam sebuah bincang-bincang di stasiun televisi.

Ketertarikan Nia tentang dunia poligami mulai muncul setelah dia membaca sebuah artikel di Washington Post berjudul “Sebegitu Populerkah Kasus Poligami di Indonesia?” Meskipun dia tidak pernah mengkhususkan waktu untuk melakukan riset untuk membantu proses penulisan cerita, akhirnya tiga cerita dalam Berbagi Suami selesai dia kerjakan. Tiga cerita tentang tokoh Salma, Siti, dan Ming. Tokoh-tokoh yang merupakan terjemahan Nia terhadap situasi yang berlangsung di masyarakat. Siapa pun bisa berpoligami. Siapa pun bisa menghindari poligami (Novita, 2006: http://www.kalyanashira.com).

Seperti halnya Novita, Ninuk Mardiana Pambudy juga berpendapat bahwa

Berbagi Suami mengangkat persoalan tentang poligami. Persoalan tentang dilema keluarga yang suaminya berpoligami. Melalui tiga tokoh perempuan – Salma, Siti, dan Ming – kita dibawa pada tiga kehidupan keluarga lintas etnis.

(29)

hanya sesekali bertemu melalui perjalanan hidup masing-masing. Nia Dinata mampu menggambarkan itu (Pambudy, 2006: 1).

1.5.2 Landasan Teori

Memahami sebuah karya sastra bukanlah perkara yang mudah. Dalam hal ini, dikarenakan objek kajian peneliti mengenai pandangan tokoh utama perempuan tentang poligami dalam skenario film Berbagi Suami karya Nia Dinata, berarti peneliti terlebih dahulu harus mengerti dan memahami pengertian tentang beberapa istilah di bawah ini.

1.5.2.1 Skenario

Skenario adalah intisari atau secara ekstrem bisa disebut sebagai roh atau jiwa dari terbentuknya cerita dalam sinetron atau film (Lutters, 2004: xiv).

Sebuah skenario sebenarnya adalah sebuah cerita yang telah ditata dan dipersiapkan menjadi naskah jadi yang siap diproduksi. Penataan dilakukan untuk membuat struktur cerita dengan format-format standar seperti inti cerita, plot, dan sturktur drama yang dibagi dalam beberapa babak. Naskah skenario diharapkan diatur secara rapi sehingga memudahkan eksekusi di lapangan (Set, 2003: 24).

(30)

Skenario film yang disebut screenplay atau script, diibaratkan seperti cetak biru (blue print) bagi insinyur atau kerangka bagi tubuh manusia. Tidak sebagai naskah drama yang diproduksi dan dimainkan persis atau mendekati naskah orisinalnya, maka skenario film terbuka lebar pada tafsiran sutradara-sutradara. Dialog dalam skenario diciptakan untuk menyampaikan maksud atau pesan (Sumarno, 1996: 44).

Lutters (2004: 86-92) juga menyebut skenario film sebagai sebuah

screenplay, yaitu sebuah naskah cerita yang lengkap dengan deskripsi dan dialog, yang telah matang dan siap digarap dalam bentuk visual. Deskripsi dan dialog tersebut terbagi dalam per scene/adegan. Scene atau adegan itu memuat dan menjabarkan satu peristiwa dalam setiap scene pada satu setting dan waktu. Setiap

scene terdapat judul scene yang berisi: nomor scene; keterangan luar/dalam ruangan biasanya memakai istilah exterior/interior; keterangan yang menjelaskan tempat kejadian dan ruangannya; keterangan yang menjelaskan waktu kejadian.

Skenario merupakan variabel yang penting dalam sebuah film. Hal ini dikarenakan secara prosedural, skenario merupakan bagian dari tahap pembuatan sebuah film yang paling awal. Skenario merupakan film yang paling awal. Skenario adalah rancangan untuk membuat film. Skenario haruslah bersifat komunikatif, yakni skenario bisa dimengerti dengan jelas maksud dan pesan yang ingin disampaikan penulis (Ajidarma, 2000: 1-8).

(31)

sebuah skenario, sebuah jalinan cerita didapatkan dan terkandung pesan yang akan tersampaikan ketika skenario selesai dibaca.

1.5.2.2 Pandangan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988: 643) pandangan berarti pengetahuan atau pendapat. Pandangan hidup berarti konsep yang dimiliki seseorang atau golongan dalam masyarakat yang bermaksud menanggapi dan menerangkan segala masalah di dunia ini.

Pandangan hidup sepadan dengan sikap hidup. Sikap merupakan perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian; pendapat atau keyakinan (KBBI, 1988: 838).

1.5.2.3 Poligami

Poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak, yaitu suami mengawini beberapa (lebih dari satu orang) istri dalam waktu yang bersamaan (Azizah, 2005: 46).

(32)

Kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu poly dan gamein. Poly

berarti banyak sedangkan gamein berarti kawin. Perkawinan poligami secara kebahasaan diartikan sebagai perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa orang perempuan (poligini), atau seorang perempuan menikah dengan beberapa orang laki-laki (polyandri). Dikarenakan pada masa sekarang ini istilah poligini jarang sekali dipakai, bahkan bisa dikatakan istilah ini tidak dipakai lagi dikalangan masyarakat sehingga istilah ini secara langsung menggantikan istilah poligami dengan pengertian perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa orang perempuan, dan kata ini dipergunakan sebagai lawan polyandry (Suprapto, 1990: 61-71).

Masyarakat memahami poligami sebagai tindakan laki-laki yang menikahi lebih dari satu orang perempuan sebagi istri. Poligami merupakan satu bagian yang penting dari studi perempuan terutama di negara-negara yang agama penduduknya memperkenankan pemeluk agama tersebut untuk melakukannya (Hilmy, 2005: 112).

(33)

cukup berat. Penerapan asas tersebut berdasarkan pada keyakinan yang ada dalam masyarakat bahwa terdapat agama yang secara tegas menentang poligami, tetapi ada pula yang memperbolehkan poligami dalam kondisi tertentu dengan ketentuan yang ketat.

Ada lagi pendapat dari Puspowardoyo, seorang pengusaha rumah makan “Wong Solo” yang sukses mengatakan bahwa menurutnya sudah fitrahnya untuk berpoligami. Apalagi secara materi dan spiritual dia menganggap dirinya mampu. Oleh karena itu, ia berkewajiban untuk berpoligami sehingga bisa berbagi materi dan spiritual serta berbagi beban, dia bersama dengan istri-istrinya. Intinya dia senang dapat berbagi kenyamanan kepada perempuan-perempuan yang membutuhkan kepemimpinannya (Dinata, 2006: 20-21).

Poligami merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan. Hal ini membuat perempuan selalu ditempatkan sebagai subordinat laki-laki karena dengan “kuasanya”, laki-laki dapat menikah lagi dengan alasan yang selalu memojokkan perempuan (Agnes, 2003: http://www.kompas.com).

(34)

Selain pengertian beberapa istilah di atas, peneliti juga harus mengerti dan memahami beberapa teori di bawah ini. Teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam menganalisis permasalahan dalam penelitian.

1.5.2.4 Struktur Karya Sastra

Sastra itu “menyajikan kehidupan” dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia.Terdapat dua sudut pendekatan yang bisa digunakan sebagai wahana analisis sastra, yaitu pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik. Pendekatan intrinsik antara lain mencakup tokoh, latar, alur, dan tema; sedangkan pendekatan ekstrinsik dapat dilakukan dengan tinjauan biografi, psikologi, sosiologi, dan ditinjau dari bagaimana hubungan sastra dengan pemikiran (Wellek dan Warren. Trj. Melani Budianta, 1990: 79-297).

Dalam pengkajian karya sastra, yang dalam hal ini karya sastra yang bersifat cerita rekaan, untuk dapat memahami bagaimana ceritanya, siapa saja tokoh-tokohnya, apa peristiwa yang dialaminya dan bagaimana peristiwa itu bisa terjadi, dan sebagainya, diperlukan mengkaji dan menganalisis cerita dengan cara membacanya berulang-ulang. Dengan berlaku demikian, sebenarnya penelitian dilakukan secara stuktur cerita (Sudjiman, 1988: 12-13).

(35)

Jika dicermati, sebuah teks sastra terdiri dari komponen-komponen seperti: tokoh, ide, tema, amanat, latar, watak dan perwatakan, insiden, plot, dan gaya bahasa. Komponen-komponen itu memilliki perbedaan eksentuasi pada berbagai karya sastra. Strukturalisme sastra memberi keluasan kepada peneliti sastra untuk menetapkan komponen-komponen mana yang akan mendapat prioritas signifikan. Keluasan ini tetap harus dibatasi, yakni sejauh komponen-komponen itu tersurat dalam teks itu sendiri (Taum, 1995: 39).

Skenario film dalam kenyataannya selain memiliki fungsi sebagai rancangan terbentuknya film, skenario film juga bisa menjadi karya tekstual yang mandiri seperti naskah drama atau novel (Ajidarma, 2000: 9). Oleh karena itu, peneliti dalam kajiannya membatasi analisis struktur lebih kepada analisis alur, tokoh, dan latar. Hal ini dikarenakan bagi peneliti ketiga unsur tersebut sudah cukup memenuhi kriteria dalam proses pengkajian masalah yang ingin dipecahkan. Bagaimana pengkisahan sebuah cerita, siapa saja tokoh-tokohnya, dan apa saja latar yang digunakan dapat diketahui dengan analisis alur, tokoh, dan latar.

Seperti halnya drama dan novel, di dalam dunia skenario film juga menggunakan istilah alur dan latar. Akan tetapi, untuk menyebutkan tokoh, skenario film menggunakan istilah peran tokoh.

1.5.2.4.1 Alur

(36)

sehingga urutan cerita itu membangun tulang punggung cerita. Marjorie Boulton via Sudjiman (1988: 29) mengibaratkan alur sebagai rangka dalam tubuh manusia. Tanpa rangka, tubuh tidak dapat berdiri. Ada lagi yang mengumpamakan alur itu sangkutan, tempat menyangkutkan bagian-bagian cerita sehingga terbentuklah suatu bangunan yang utuh.

Alur cerita sama dengan jalan cerita atau sering kita sebut plot. Plot adalah hal yang wajib dalam membuat sebuah cerita, termasuk cerita untuk skenario film atau sinetron. Plot yang berkaitan dengan naskah skenario dibagi menjadi plot lurus dan plot bercabang (Lutters, 2004: 50).

Plot lurus disebut juga plot linier. Plot ini banyak digunakan dalam membuat skenario cerita-cerita lepas semacam telesinema, FTV, film, atau juga serial lepas. Plot linier adalah plot dengan alur ceritanya terfokus hanya pada konflik seputar tokoh sentral (Lutters, 2004: 50).

Plot bercabang atau multiplot adalah plot yang jalan ceritanya sedikit melebar ke tokoh lain. Meski begitu melebarnya tidak boleh terlalu jauh, harus masih berhubungan dengan tokoh sentral. Cerita tetap terfokus. Dengan demikian meskipun bercabang akhirnya cerita akan kembali lagi pada inti permasalahan utamanya. Plot ini lebih banyak dipakai membuat skenario serial panjang (Lutters, 2004: 51).

(37)

Setelah itu ada katarsis/penjernihan sedikit, kemudian tamat, sedangkan untuk skenario serial panjang alur dibuat lebih rumit (Lutters, 2004: 54).

1.5.2.4.2 Peran Tokoh

Tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Sudjiman, 1988: 16).

Tokoh dalam skenario film dikenal dengan istilah peran tokoh. Peran tokoh dalam skenario film dibagi menjadi peran protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran pembantu.

1. Peran Protagonis

Peran protagonis adalah peran yang harus memiliki hal-hal positif dalam kebutuhan cerita. Peran ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang disakiti, baik, dan menderita sehingga akan menimbulkan simpati bagi penontonnya. Dalam sebuah cerita biasanya ada satu atau dua peran protagonis dengan didampingi tokoh yang lain. Peran protagonis ini biasanya menjadi tokoh sentral atau tokoh utama, yaitu tokoh yang menentukan gerak adegan.

2. Peran Antagonis

Peran antagonis adalah kebalikan dari peran protagonis. Peran ini adalah peran yang harus mewakili hal-hal negatif dalam kebutuhan cerita. Peran ini biasanya cenderung menjadi tokoh yang menyakiti tokoh protagonis. Dia adalah tokoh yang jahat sehingga akan menimbulkan rasa benci atau antipati penontonnya. Dalam sebuah cerita, biasanya ada satu atau dua peran antagonis, dibantu tokoh-tokoh lain. Peran antagonis juga sering menjadi tokoh sentral dalam cerita. Peran ini biasanya menjadi biang keladi terjadinya konflik.

3. Peran Tritagonis

(38)

4. Peran Pembantu

Selain ketiga peran tadi, masih ada peran pembantu yang berfungsi sebagai tokoh pelengkap, gunanya untuk mendukung rangkaian cerita. Kehadiran tokoh ini tidak ada pada semua cerita, tergantung dari kebutuhan cerita. Jika tidak diperlukan pelengkap tokoh, tidak perlu ditampilkan, misalnya peran ayah dan ibu, saudara, dan lain-lain (Lutters, 2004: 80-82).

1.5.2.4.3 Latar

Menurut Kenney via Sudjiman (1988: 44) latar secara terperinci meliputi penggambaran lokasi geografis, termasuk topografi, pemandangan sampai kepada perincian perlengkapan sebuah ruangan; pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh; waktu berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya; lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional para tokoh.

Hudson via Sudjiman (1988: 44) membedakan latar sosial dan latar fisik/latar material. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, kebiasaan dan lain-lain yang melatari peristiwa. Adapun yang dimaksud dengan latar fisik adalah tempat dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya.

Latar memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya. Latar juga berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh; latar menjadi metafor dari keadaan emosional dan spiritual tokoh (Sudjiman, 1988: 46).

(39)

Latar itu mempengaruhi watak dan karakter tokoh-tokohnya. Watak dan karakter tokoh berkembang sesuai dengan lingkungan di mana dia tinggal dan siapa orang yang sangat berpengaruh dalam kehidupannya (Asura, 2005: 89).

Berdasarkan pemaparan tentang latar di atas, dapat disimpulkan bahwa latar itu mencakup tentang tempat kejadian cerita, kapan waktu kejadiannya atau latar waktu, dan bagaimana latar sosialnya yang mencakup latar keluarga, budaya, ekonomi, pendidikan, agama, dan sebagainya.

Teori struktur tersebut di atas digunakan untuk menganalisis bagaimana rangkaian cerita yang tersusun atas alur cerita, peran tokoh dalam skenario film

Berbagi Suami karya Nia Dinata. Hasil analisis yang kemudian digunakan untuk membantu peneliti dalam melakukan tinjauan secara sosiologi sastra terhadap naskah yang sama sesuai dengan permasalahan yang ingin dipecahkan.

1.5.2.5 Sosiologi Sastra

(40)

segala kehidupannya. Sosiologi mendasarkan pelajarannya kepada hubungan manusia dalam golongan dan antara golongan dengan golongan dalam masyarakat, yang terdiri dari masyarakat di kota besar dan di pedesaan beserta peralihannya, yaitu anggota masyarakat desa yang tinggal di kota (Shadily, 1984: 1-13).

Sastra dipahami sebagai satu bentuk kegiatan manusia yang tergolong pada karya seni yang menggunakan bahasa sebagai bahan. Sastra terwujud sebagai sarana komunikasi dengan penikmatnya atau pembacanya. Pada intinya, sastra itu adalah sebagai cerminan masyarakat karena menampilkan kehidupan manusia (Jabrohim, 2003: 10-11).

Manusia adalah golongan besar atau kecil yang terdiri dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Manusia itu harus dilihat dalam pertalian dengan orang lain, dan bahwa cara hidup dan cara berpikirnya dipengaruhi dan diarahkan oleh adanya golongan yang beradat dan berkebudayaan, di mana dia hidup sebagai anggotanya. Manusia dilahirkan dalam kelompok dan lingkungannya (keluarga, lingkungan sekampung, dan sebagainya), dengan meniru, belajar mengcapkan kata-kata, dan belajar melakukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dikerjakan. Manusia tumbuh semakin berkembang ke arah yang lebih modern dengan pertumbuhan akalnya, dan kebudayaan umumnya dijadikan alat penyesuaian manusia kepada masyarakat (Shadily, 1984: 6-82).

(41)

salah satu dunia dari sosiologi dan sastra. Sosiologi adalah ilmu yang mengkaji masyarakat beserta isinya, sedangkan sastra merupakan cerminan dari masyarakat. Dengan demikian, sebuah karya sastra bisa dikaji secara sosiologi, yaitu dikenal dengan tinjauan sosiologi sastra.

Konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empiris masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya dan sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Dari kesadaran ini muncul pemahaman bahwa sastra memiliki keterkaitan timbal balik dalam derajat tertentu dengan masyarakatnya; dan sosiologi sastra berupaya meneliti pertautan antara sastra dengan kenyataan masyarakat dengan berbagai dimensinya (Taum, 1995: 48).

Konsep dasar sosiologi sastra sebenarnya sudah dikembangkan oleh Plato dan Aristoteles yang mengajukan istilah “mimesis”, yang menyinggung hubungan antara sastra dan masyarakat sebagai “cermin” (Taum, 1995: 48).

Beberapa pendapat dan teori-teori tersebut di atas digunakan oleh peneliti sebagai dasar pengkajian terhadap karya Nia Dinata dalam skenario film Berbagi

Suami, yaitu karya yang menyuguhkan fenomena poligami di Indonesia. Nia

(42)

Peneliti menjadikan peran tokoh protagonis perempuan sebagai sasaran kajiannya. Peneliti secara sosiologi sastra menganalisis pandangan-pandangan peran tokoh protagonis perempuan mengenai permasalahan pligami yang dihadapi peran tokoh tersebut.

Di masyarakat manapun, struktur sosial yang ada umumnya ditandai dengan dua ciri yang khas, yaitu:

1. Secara vertikal, struktur sosial masyarakat ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan antar kelas sosial dan polarisasi sosial yang cukup tajam.

2. Secara horizontal, masyarakat ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, profesi, ras, adat serta perbedaan kedaerahan (Nasikum via Suyatno, 2006: 194).

(43)

1.6 Metode Penelitian

Berdasarkan jenis cerita dalam film, cerita dalam naskah skenario film

Berbagi Suami karya Nia Dinata berjenis cerita drama. Cerita drama merupakan jenis cerita fiksi yang bercerita tentang kehidupan dan perilaku manusia sehari-hari (Letters, 2004:35).

Melihat kenyataan tersebut, penelitian ini dilakukan menggunakan jenis penelitian pustaka, yaitu dengan mengumpulkan sebanyak-banyaknya bahan tertulis yang sesuai dengan objek kajian, sedangkan pendekatan yang digunakan dalam menganalisis permasalahan penelitian adalah pendekatan mimetik yang ditinjau dari segi sosiologi sastra. Hal ini sesuai dengan objek penelitian yang merupakan sebuah naskah skenario film berjudul Berbagi Suami yang ditulis oleh Nia Dinata. Penelitian awal dilakukan dengan mencari sumber-sumber data tertulis yang kemudian dipilih sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Setelah itu dianalisis secara deskriptif.

1.7 Sumber Data

(44)

Judul Buku : Berbagi Suami

Penulis Skenario : Nia Dinata Tebal : 152 halaman

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta Tahun Terbit : 2006.

1.8 Sistematika Penyajian

(45)

Bab ini akan membahas hasil analisis struktur cerita dalam skenario film

Berbagi Suami karya Nia Dinata. Analisis yang dibahas adalah analisis alur, peran tokoh, dan latar.

2.1 Alur

Skenario film Berbagi Suami menghadirkan tiga segmen cerita, tetapi tetap terikat dalam satu tema, yaitu bertemakan poligami. Penceritaan secara detail tiga segmen ini ditandai dengan bagian skenario yang bertuliskan title card.

Title card inilah yang berfungsi sebagai pemisah tiga segmen cerita di dalam skenario film Berbagi Suami. Segmen pertama (Title card: Salma) menceritakan kehidupan poligami yang dihadapinya Salma, segmen kedua (Title card: Siti) menceritakan kehidupan poligami yang dihadapi Siti, dan segmen ketiga (Title

card: Ming) menceritakan kehidupan poligami yang dihadapi Ming.

Segmen-segmen tersebut menceritakan bagaimana tokoh-tokoh tersebut menyikapi kehidupan sebagai korban poligami.

(46)

(dalam segmen title card: Siti), dan Ming adalah korban dari tindakan poligami yang dilakukan oleh Koh Abun (dalam segmen title card: Ming).

Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata

Segmen Title Card: Salma

Pak Haji

(Pelaku Poligami)

Sri Dwi Siti Santi

Korban Poligami Pak Lik

(Pelaku Poligami)

Segmen Title Card: Ming

Koh Abun

(Pelaku Poligami)

Salma Indri Ima ???

Korban Poligami

Cik Linda

Korban Poligami

Ming

Segmen Title Card: Siti

Gambar 2.1 Bagan Alur Siklus Poligami dalam Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata

2.1.1 Alur Segmen Title Card: Salma

(47)

diawali dengan pemunculan tokoh Salma dan Nadim, anak laki-laki Salma. Cerita Salma yang beralur linier berakhir di scene 41.

Salma adalah seorang dokter ahli kandungan yang bersuamikan Pak Haji (Abah), seorang intelektual. Pak Haji ternyata memiliki istri lagi selain Salma, yaitu Indri. Hal ini terbongkar ketika acara peresmian kompleks perumahan milik Pak Haji yang telah selesai dibangun. Perasaan Salma ketika itu sangat sedih dan kecewa. Walaupun Pak Haji memiliki istri lagi, Salma tetap mempertahankan pernikahannya bersama Pak Haji. Nadim-lah yang membuat dirinya kuat untuk bertahan.

Sepuluh tahun berlalu ternyata Salma belum bisa sepenuhnya merelakan Pak Haji dimiliki oleh perempuan lain. Nadim yang sudah tumbuh dewasa sangat tidak setuju dengan sikap Salma yang menerima dengan lapang keadaan ini. Nadim tumbuh menjadi anak yang cynical. Dia berani dengan tegas menyatakan hal yang tidak disukainya.

(48)

Ima, itulah istri ketiga Pak Haji. Perempuan muda seumuran Nadim. Seperti halnya Indri, Ima juga telah memiliki anak dari Pak Haji. Salma sudah terbiasa dengan sifat Pak Haji yang senang menjalankan aksi poligaminya.

Pak Haji ibarat barang yang diperebutkan. Ini terlihat ketika Pak Haji meminta dirinya dirawat di rumah saja, Ima dan Indri sama-sama ingin Pak Haji dirawat di rumah mereka masing-masing. Akhirnya Salma menjadi pemenangnya karena Pak Haji memilih untuk dirawat di rumah Salma.

Ketika masa perawatan, Pak Haji sadar bahwa memiliki istri lebih dari satu itu membuat dirinya pusing. Pak Haji berpesan kepada Nadim bahwa kelak bila berumah tangga, istrinya satu saja. Hubungan Nadim dan Pak Haji pun semakin membaik, keadaan ini terjalin di sepanjang Nadim membantu Salma merawat Pak Haji. Salma senang dengan keadaan ini.

Pak Haji akhirnya meninggal. Di sinilah Salma mulai merasakan kebebasan dalam hidupnya, tidak tertekan dan terikat lagi oleh hidup dipoligami.

(49)

Akhirnya, Salma benar-benar tenang dengan kebebasannya, bebas menjalani profesinya dan bebas membiarkan anaknya, Nadim, meraih apa yang disukainya yaitu menolong sesamanya di Aceh.

Poligami membuat Salma dapat menjadi sosok yang semakin berhati-hati dalam menentukan sikap dalam mengambil keputusan untuk menyelesaikan segala permasalahan dalam hidupnya. Salma merupakan seorang perempuan yang taat terhadap ajaran agamanya dan benar-benar mematuhi segala amanat dari orang tuanya. Dua hal itulah yang menyebabkan Salma menjadi perempuan yang mampu bertahan dalam kehidupan poligami suaminya.

Salma yang akhirnya tahu bahwa Pak Haji mempoligami dirinya, tidak langsung mengikuti emosi sesaatnya yang tidak bisa menerima perlakuan suaminya. Salma tetap tenang dan memilih bertahan dalam rumah tangganya bersama Pak Haji. Salma memiliki keyakinan dan percaya bahwa penyelesaian akan datang membawa dirinya pada sebuah kebebasan, dan akhirnya Salma pun bisa lepas dari permasalahan akibat tindakan poligami suaminya tersebut ketika Pak Haji meninggal dunia.

(50)

2.1.2 Alur Segmen Title Card: Siti

Penceritaan segmen kedua ini dimulai dari scene 42 dan berakhir di scene

82. Penceritaan segemen ini gabungan antara alur linier dan unsur flashback. Penceritaan scene 42 sampai dengan scene 46 menggunakan alur linier tentang adegan-adegan Siti yang sudah tinggal di rumah Pak Lik sebagai istri ketiga Pak Lik. Unsur flashback atau cerita kembali ka masa lampau terdapat di scene 47 sampai dengan scene 75, yang menceritakan awal mula Siti datang dan tinggal di rumah Pak Lik. Kemudian di scene 76 sampai dengan scene 82 penceritaan kembali menggunkan alur linier.

Siti awalnya dibawa Pak Lik ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di tempat kursus. Akan tetapi, ternyata ada maksud lain dari Pak Lik, yaitu menjadikan Siti sebagai istri ketiga Pak Lik setelah Sri (istri pertama) dan Dwi (istri kedua). Sri dan Dwi sudah memiliki banyak anak dari hubungannya dengan Pak Lik dan mereka semua hidup rukun dalam satu rumah.

Siti sebenarnya menolak dinikahi oleh Pak Lik, tetapi karena dorongan Sri dan Dwi, Siti pun setuju menikah dengan Pak Lik. Mereka senang Siti menjadi bagian keluarga mereka.

(51)

Kebiasaan bersama antara Siti dan Dwi membuat mereka saling menaruh hati. Mereka akhirnya jatuh cinta dan menjalin hubungan. Rasa kesepian di hati Siti terisi oleh perhatian Dwi. Mereka berdua sangat merasakan kenyamanan dalam hubungan mereka. Mereka merencanakan untuk meninggalkan kehidupan di rumah Pak Lik. Mereka ingin membangun keluarga baru. Setelah tabungan mereka cukup untuk biaya hidup mereka nanti dan setelah situasinya tepat, mereka pun akan meninggalkan rumah Pak Lik.

Siti dan Dwi belum bisa meninggalkan rumah Pak Lik karena mereka masih memikirkan Sri yang sedang hamil dan apalagi Pak Lik mendapat tugas harus mengantar para turis ke Aceh untuk membuat film dokumenter tentang korban-korban bencana alam Tsunami. Sepulangnya Pak Lik dari Aceh, ia menggandeng seorang perempuan yang ternyata telah dinikahinya di Aceh. Perempuan itu bernama Santi.

Setelah Sri melahirkan, Siti dan Dwi pun diam-diam meninggalkan rumah Pak Lik. Dwi membawa dua anaknya untuk ikut serta. Di sinilah mereka memulai hidup baru, meninggalkan kehidupan “lingkar poligami” Pak Lik.

(52)

Siti mendapatkan perhatian yang lebih dari Dwi. Sosok Dwi yang selalu membuat hati Siti merasa nyaman ketika dirinya mengalami konflik batin karena perilaku pamannya. Akhirnya, Dwi dijadikan sebagai tempat meluapkan keluh kesah Siti. Siti sebagai perempuan desa yang polos menemukan cinta dalam diri Dwi, dan begitupun sebaliknya Dwi pun jatuh cinta kepada Siti. Siti dan Dwi menjalin hubungan layaknya sepasangan kekasih. Mereka menjalani hubungan lesbian, dan karena hubungan inilah Siti akhirnya berani membebaskan diri dari kehidupan poligami yang mengekangnya.

2.1.3 Alur Segmen Title Card: Ming

Cerita dalam segmen terakhir ini dimulai dari scene 83 sampai scene 123. Penceritaan beralur linier yeng mengisahkan Ming.

Restoran di pinggir jalan pusat kota, di Pecenongan Jakarta adalah sebagai penggambaran awal cerita. Restoran tersebut adalah milik Koh Abun dan Cik Linda, istrinya. Ming bekerja sebagai pelayan di restoran itu.

(53)

Ming berpikir bahwa hubungannya tidak akan diketahui orang lain, tetapi Firman yaitu mantan kekasih Ming tahu. Walaupun begitu, Firman tetap menginginkan Ming kembali menjalin hubungan dengannya. Firman mengajak Ming untuk menjadi pemain film di proyek yang sedang digarapnya. Ming memang tergoda karena menjadi pemain film adalah cita-citanya sejak dulu, tetapi ia tidak mau meninggalkan Koh Abun karena menurutnya Koh Abun adalah satu-satunya orang yang bisa memuaskan dirinya dari segala segi.

Hubungan Ming dan Koh Abun mengalami sedikit kebebasan ketika Cik Linda pergi ke Amerika. Akan tetapi, tanpa diduga ketika Cik Linda pulang ke Jakarta, Cik Linda langsung mendatangi Ming di apartemen pemberian Koh Abun. Cik Linda ditemani dua putrinya untuk “melabrak” Ming. Ternyata Cik Linda selama ini berpura-pura tidak tahu kelakuan suaminya yang mempoligami dirinya dan Ming. Seluruh harta pemberian Koh Abun untuk Ming diambil kembali oleh Cik Linda. Koh Abun memilih meninggalkan Ming, karena Cik Lindalah yang dinikahinya secara sah menurut agama Katolik. Ming akhirnya pindah ke kontrakannya yang lama. Tempat yang lebih jauh dari keramaian dan memulai kembali kehidupannya.

(54)

Ming secara materi mengalami serba kecukupan dari pilihannya untuk bersedia dinikahi lelaki yang sudah beristri. Akan tetapi, kebahagiaan tidak sepenuhnya didapat Ming dari harta yang berkecukupan tersebut. Kehidupan poligami yang dijalani Ming menyadarkan dirinya bahwa kebebasan merupakan prinsip hidup Ming yang bisa membahagiakan hidup Ming sepenuhnya. Ming masih mau dan bersedia dengan rela untuk berhubungan dekat dengan lelaki, tetapi tanpa suatu ikatan apapun termasuk ikatan pernikahan.

Dilihat dari alur ceritanya, Salma, Siti, dan Ming, merupakan perempuan-perempuan dengan latar kehidupan yang berbeda sama sekali. Ketiganya tidak memiliki kedekatan sama sekali. Akan tetapi, mereka mengalami permasalahan yang sama, yaitu sama-sama sebagai korban poligami kaum lelaki. Walaupun mereka hidup di latar yang berbeda, tetapi mereka sesekali bertemu di ruang publik di Jakatra, di kota tempat mereka tinggal. Bagian bagaimana mereka bertemu digambarkan di skenario dalam bagian cerita (scene/adegan) tertentu, yaitu scene 14, scene 41, scene 78, scene 80, scene 107,dan scene 123. Bagian-bagian cerita tersebut yang menyebabkan tiga segmen cerita dalam Berbagi Suami

menjadi terlihat kaitannya antara masing-masing segmen sehingga hubungan cerita pun terjalin menjadi satu kesatuan.

Scene 14 adalah scene dimana Salma dan Ming bertemu. Mereka berdua

(55)

14. EXT. RESTORAN BEBEK DI PECENONGAN - NIGHT

Salma berjalan masuk, melihat sekeliling restoran yang super ramai. Dia tersenyum melihat Koh Abun, pemilik restoran. Salma bergerak ke kasir, seorang wanita muda, cantik, bernama Ming. Lalu ia mengambil makanan pesanannya (Dinata, 2006: 55).

Sedangkan scene 41 adalah scene dalam Title card: Salma ,saat itu Salma bertemu dengan Siti. Salma yang berprofesi sebagai dokter ahli kandungan sedang memberi pelayanannya terhadap pasien yang bernama Sri. Siti- lah yang mengantarkan Sri ke tempat praktik Salma.

41. INT. KLINIK TEMPAT PRAKTIK SALMA - AFTERNOON ….

SALMA

Kita USG dulu deh.

Salma menempelkan alat USG di perut Sri, di sebelahnya ada wanita muda bernama Siti memegang tangannya. Kedua wanita ini akan kita kenal di segmen selanjutnya (Dinata, 2006: 68).

Scene 78 merupakan scene dalam Title card: Siti dimana Siti bertemu dengan Salma. Siti dalam scene tersebut diceritakan sedang mengantar Sri ke tempat praktik Salma. Akhirnya Siti pun bertemu dengan Salma.

78. INT. KLINIK TEMPAK PRAKTIK SALMA - AFTERNOON

Sore ini hujan turun dengan deras. Siti menatap layar alat ultrasonografi dan berusaha memahami apa yang dilihatnya

SITI (V.O.)

Dokter ini kelihatannya baik. Semoga Mbak Sri nggak nambah anak lagi, dan bisa rukun dengan Santi…

SITI (V.O.)

Penyakit kotor. Pasti yang dimaksud dokter ini penyakit kotor. Virus ini sekarang rasanya merayap juga di rahimku (Dinata, 2006: 93-96).

Scene dalam Title card: Siti, dimana Siti bertemu dengan Ming adalah

(56)

80. EXT. UJUNG GANG RUMAH SITI/MING - VERY EARLY IN THE MORNING

Siti membawa dua koper, menunggu kendaraan umum yang belum juga kelihatan karena hari masih terlalu pagi. Tiba-tiba ada taksi berhenti. Ming, perempuan cantik belia yang akan kita kenal pada segmen selanjutnya, keluar dari taksi dan sopir taksi membuka bagasi. Mereka berjalan berdua, sambil membawa barang-barang, masuk ke dalam gang. Siti melihat mereka jalan, lalu dia mendekat ke taksi tersebut, meletakkan koper di atas bagasi yang tertutup (Dinata, 2006: 98).

Ming bertemu Salma terdapat di dalam scene 83, yaitu pada saat Salma bersama Pak Haji berkunjung ke restoran tempat Ming bekerja.

Pak Haji datang bersama Salma.

CIK LINDA

Pak Haji, Bu Salma, sudah lama nggak ke sini. Miiing bersihin meja ini dong. Masih ada piring kotor gini, gimana sih, Ming?

Rombongan Pak Haji langsung duduk. Ming mengangkat piring kotor, lalu ke depan lagi, mempersilahkan pelanggan berikutnya. Ternyata rombongan berikutnya adalah laki-laki yang memang dari dulu selalu makan di situ sambil berusaha mendapatkan perhatian Ming (Dinata, 2006: 102).

Scene 107 adalah scene dalam Title card: Ming, yang menceritakan

pertemuan antara Ming dan Salma. Saat itu, Ming sedang melayani pembayaran pembelian bebek panggang yang dibeli oleh Salma.

107. EXT. RESTORAN BEBEK DI PECENONGAN - NIGHT

Ming menerima uang dari beberapa pelanggan. Ada Salma yang membeli makanan untuk dibawa pulang. Lalu ia sibuk lagi menghitung (Dinata, 2006: 122).

(57)

123. EXT. UJUNG GANG RUMAH MING/SITI - VERY IN THE MORNING

Taksi berhenti di ujung gang (gang yang sama dengan rumah Siti di segmen kedua). Ming turun dan sopir taksi mengeluarkan barang-barangnya yang cukup banyak dari bagasi. Ada perempuan berdiri di dekat situ dengan dua koper besar, tapi mereka cuek. Lalu Ming berjalan menuju rumah kontrakan lamanya, diikuti sopir taksi (Dinata, 2006: 132).

Dilihat dari bagian scene-scene tersebut, ketiga perempuan dengan peran protagonis dalam Berbagi Suami karya Nia Dinata ada yang saling mengenal tetapi tidak memiliki hubungan yang dekat dan ada juga yang tidak saling mengenal sama sekali. Salma dan Siti saling mengenal hanya sebatas pertemuan mereka di klinik tempat Salma bekerja sebagai dokter ahli kandungan dan mereka berdialog, Salma dan Ming saling mengenal hanya sebatas dialog seorang pelayan restoran dengan pelanggannya, sedangkan Ming dan Siti bertemu berpapasan, tetapi tanpa dialog karena mereka berdua tidak saling mengenal.

(58)

ALUR

Skenario Film

Berbagi Suami

Karya Nia Dinata

Segmen Title Card: Siti Scene 42 s/d scene 82

Scene 42 s/d scene 46 (Beralur Linier)

Scene 47 s/d scene 75 (flashback)

Scene 83 s/d scene 123 (Beralur Linier)

Segmen Title Card: Ming

Scene 1 s/d scene 41 (Beralur Linier)

Segmen Title Card: Ming

Scene 76 s/d scene 82 (Beralur Linier)

Gambar 2.2 Bagan Alur dalam Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata

2.2 Peran Tokoh

Skenario film mengenal istilah tokoh dengan peran tokoh. Peran tokoh dalam skenario film dibagi menjadi peran protagonis, antagonis, tritagonis, dan peran pembantu. Tokoh utama adalah yang memegang peran Protagonis dan Antagonis, sedangkan tambahan adalah tokoh yang memegang peran tritagonis dan peran pembantu. Dikarenakan skenario film Berbagi Suami merupakan penggabungan antara tiga segmen cerita sehingga pembagian peran-perannya pun berbeda sesuai dengan segmen masing-masing.

2.2.1 Peran Tokoh dalam Segmen Title card: Salma 1. Peran Protagonis

(59)

Islam yang kuat. Berlatar kultur Betawi. Salma mewakili masyarakat dari kelas elit. Salma adalah istri pertama Pak Haji.

Salma merupakan tokoh dengan peran protagonis karena Salma merupakan tokoh yang mejadi sentral cerita. Salma memegang peran penting dalam menentukan gerak adegan dalam segmen pertama cerita Berbagi Suami. Di dalam cerita, Salma cenderung diceritakan menjadi tokoh yang disakiti. Secara tidak langsung Pak Haji seringkali melakukan tindakan yang membuat hati Salma terluka. Salma merasa sedih dan sakit hatinya ketika tahu dirinya dipoligami oleh Pak Haji. Salma pun menangis untuk melampiaskan kekesalannya karena Pak Haji telah menduakan dirinya tanpa izin.

8. INT. KAMAR MANDI SALMA - NIGHT

Salma berkaca di meja riasnya. Melihat matanya yang sudah mulai berkerut, menariknya supaya kerutan itu hilang. Matanya berkaca-kaca. Lalu terdengar suara ketukan pintu.

PAK HAJI

Salma… bukain, Sal….

Salma diam kesal dan mendekat ke pintu (Dinata, 2006: 49).

Salma adalah perempuan yang baik, yang selalu mengingat dan menjalankan amanat dari orang tuanya. Salma akhirnya tahu suaminya mempoligami dirinya lebih dari dua kali. Akan tetapi, Salma tetap melanjutkan hidup pernikahannya dengan Pak Haji.

SALMA (V.O.)

Sebelum meninggal, ibu saya meminta saya untuk menjadi istri yang soleh, ibu yang baik dan tidak boleh bercerai. Tak ada sejarah perempuan bercerai di keluarga kami (Dinata, 2006: 50).

(60)

perjalanan hidupnya dengan Pak Haji. Salma menjalani semua hidupnya dengan berpegang pada agama yang diyakininya.

20. INT. STUDIO TV - SAME DAY

Salma sedang terlibat talkshow seru tentang poligami. Salma mewakili wanita yang pro poligami, sedang Arni mewakili yang anti poligami.

PENYIAR POLIGAMI

Tapi, pernah ada perasaan cemburu atau berontak terhadap suami selama ini? SALMA

Awalnya ada, tapi seiring dengan waktu perasaan itu hilang, karena saya selalu kembali ke Al Quran dan hidup sebagai muslimah yang baik (Dinata, 2006: 57).

2. Peran Antagonis

Peran antagonis dalam segmen title card: Salma adalah Pak Haji (Suami Salma). Pak Haji adalah seorang intelektual yang memiliki beberapa istri. Pak Haji merupakan tokoh dengan peran protagonis karena dia menjadi penyebab munculnya konflik.

Pak Haji adalah tokoh yang menyakiti Salma sebagai peran Protagonis. Pak Haji telah menyakiti hati Salma karena Pak Haji dengan tega menikah lagi tanpa sepengetahuan dan izin dari Salma sebagi istri pertamanya.

SALMA

Nggak usah ditutup-tutupin lagi, semua udah jelas, nasib Salma sama kayak umi kamu. Untung pake mati lampu.

PAK HAJI

Jadi, kamu lebih seneng kalo tahu, gitu?

Salma tidak menjawab, karena dia sendiri bingung, sebenarnya lebih baik semua terbuka atau tertutup, supaya hidup bisa berjalan seperti biasa

(61)

3. Peran Tritagonis

Peran tokoh tritagonis dalam segmen title card: Salma, yaitu Nadim (anak Salma dan Pak Haji), Indri (istri kedua Pak Haji), dan Ima (istri ketiga Pak Haji). Nadim, anak Salma yang menentang tokoh Salma dan Pak Haji sebagai tokoh sentral dalam cerita. Nadim menentang Salma yang dengan lapang saja menerima dirinya dipoligami oleh sang Abah. Padahal sebagai anak, Nadim tidak menyetujui adanya poligami dengan alasan apa pun. Hal ini terlihat salah satunya dari sikap Nadim terhadap sikap Salma yang merupakan perwakilan perempuan yang pro terhadap poligami, di dalam sebuah acara talkshow. Penerimaan Salma di depan umum inilah yang menyebabkan Nadim kesal terhadap ibunya.

PENYIAR TV

Memang luar biasa pengalaman Dokter Salma Msc, yang dapat hidup damai dengan poligami. Namun apakah seluruh wanita Indonesia sanggup menjalaninya, atau setuju dengan pendapat Profesor Arni, yang sangat menentang poligami? Para pemirsa yang ingin mengutarakan pendapat, dapat menghubungi nomor berikut. Ya, halo.

21. INT. RUMAH SALMA - RUANG MAKAN - DAY

Nadim mengecilkan TV dan berusaha menelepon ke stasiun TV tersebut karena ingin mengutarakan pendapatnya, tapi telepon sibuk terus. Dia mencoba berkali-kali dan gagal, lalu dibantingnya gagang telepon (Dinata, 2006:57).

Nadim juga digambarkan sebagai sosok yang banyak menentang Pak Haji sebagai Abahnya. Hal ini dikarenakan Abahnya adalah pelaku dari poligami, suatu tindakan yang tidak dibenarkan Nadim. Nadim tidak memiliki hubungan yang terlalu dekat dengan Abahnya.

(62)

kehidupan sehari-hari Nadim bersama Abahnya. Nadim lebih banyak menentang dengan tegas semua perkataan dan pandangan Abahnya terhadap segala hal.

PAK HAJI

Apaan yang lain, ya? Agak keras nih bebeknya. NADIM (ketus)

Ah, apanya yang keras? Empuk begini kok. SALMA

Karena udah dibawa pulang, kali. Enakan makan di sana ya, Bang? NADIM (yang masih ketus)

Males aku sekarang makan di sana. Semakin rame, lagian macet banget. PAK HAJI

Iya, macet banget, enakan dibawa pulang kok. SALMA

Nambah lagi dong.

Pak Haji nambah lagi dengan terpaksa. Nadim yang sudah lebih dulu selesai makan langsung bangkit berdiri. Sebelum pergi ia mencium tangan ibunya, tapi ayahnya dilewatinya begitu saja (Dinata, 2006: 55-56).

Indri, istri kedua Pak Haji. Indri adalah tokoh yang lebih banyak mendukung Pak Haji dikarenakan ia sangat menyayangi Pak Haji. Indri beranggapan bahwa sikap Pak Haji menduakan Salma demi dirinya adalah tindakan yang tidak menjadi masalah walaupun tanpa izin sekalipun dari Salma. Indri tidak pernah merasa takut bertemu dengan Salm

Gambar

Gambar 2.1  Bagan Alur Siklus Poligami dalam Skenario Film Berbagi Suami                                 Karya Nia Dinata
Gambar 2.2  Bagan Alur dalam Skenario Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata
Gambar 2.3  Bagan Peran Tokoh dalam Segmen Title Card: Salma
Gambar 2.4  Bagan Peran Tokoh dalam Segmen Title Card: Siti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika dilihat perbandingan P-tersedia dari kedua lahan, lahan non produktif menunjukkan kondisi tanah yang kurang subur atau kandungan P-nya yang sangat rendah

Observasi adanya kejang dan dehidrasi Hipertermi sangat potensial untuk menyebabkan kejang yang akan semakin memperburuk kondisi pasien serta dapat menyebabkan pasien

Seluruh Bapak dan Ibu Dosen STIE Perbanas Surabaya yang telah memberikan ilmunya yang berguna bagi penulis.!. Seluruh staff akademik, staff perpustakaan dan seluruh

 Menceritakan kembali masalah sehari-hari yang sederhana dan berkaitan dengan penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, waktu, panjang benda, jarak suatu tempat, berat

#Untuk renda,pita,benang dll bisa Anda dapatkan di ruko AURI Tanah Abang,ruko blok F serta beberapa kios di blok F2 dan blok A.Di pasar jatinegara lantai besement juga ada.

PEMERINTAH KABUPATEN BENGKULU SELATAN UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP).. KELOMPOK KERJA XI – DINAS PERTANIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh beta saham, likuditas saham, ukuran KAP, spesialisasi industri auditor, independensi dewan komisaris, dan

In this paper, we have studied a modified Leslie- Gower predator-prey model with Beddington-DeAnge- lis functional response and Michaelis-Menten type prey harvesting numerically. E 3