• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Diversita, 6 (2) Desember (2020) ISSN (Print) ISSN (Online) DOI:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Diversita, 6 (2) Desember (2020) ISSN (Print) ISSN (Online) DOI:"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Diversita

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/diversita

Cognitive-Behavioral Coping Skill Training

pada Narapidana yang

Sedang Menjalani Program Rehabilitasi

Cognitive-Behavioral Coping Skill Training for Inmates Undergoing

Rehabilitation Programs

Sang Ayu Ketut Tri Semaraputri(1)*, Hamidah(2) & I Gusti Ayu Putu Wulan Budisetyani(3)**

1*,2Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, Indonesia

**Program Studi Psikologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Indonesia

Disubmit: 04 Agustus 2020; Diproses: 05 Agustus 2020; Diaccept: 22 November 2020; Dipublish: 11 Desember 2020

*Corresponding author: E-mail: semaraputri6@gmail.com

Abstrak

Salah satu hal yang menjadi faktor penyebab penyalahgunaan dan ketergantungan Narkotika adalah kesulitan pecandu Narkotika dalam mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut dapat menjadi trigger untuk menggunakan Narkotika dan menjadikan narkotika sebagai pelarian dalam mengatasi masalah. Penelitian ini bertujuan untuk membantu narapidana yang sedang mengikuti program rehabilitasi untuk memahami hal-hal apa saja yang dapat dilakukan sebagai alternatif coping

untuk mengatasi permasalahan dengan mengetahui situasi-situasi berisiko yang menjadi trigger

menggunakan Narkotika, serta mengajak untuk mengidentifikasi kemampuan yang diperlukan dalam menghadapi permasalahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara metode kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian eksperimen yaitu One Group Pretest-Posttest Design. Hasil dari analisis data kuantitatif ini kemudian dikombinasikan dengan data kualitatif yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan pemberian Cognitive-Behavioral Coping Skill Training memberikan pengaruh terhadap strategi coping narapidana yang sedang menjalani program rehabilitasi Klinik Lapas X. Pelaksanaan outbound sebagai bagian dari intervensi memberikan pengaruh terhadap strategi coping

subjek.

Kata Kunci: Cognitive-Behavioral Coping Skill Training; Narapidana; Program Rehabilitasi

Abstract

Substance dependence and substance abuse of Narcotics are often caused by difficulties of drugs abuser in overcoming problems in daily life, it can be a trigger to used Narcotics and become an “escape” in coping with problems. This study aims to help inmates of the rehabilitation program to understand risky situations that triggers using Narcotics, persuade to identify the abilities needed and what things can be done as an alternative coping to overcome stressful situations while in prison. This study used a combination of quantitative and qualitative methods. Quantitatively, the design used in this study is an experimental research design that is One Group Pretest-Posttest Design. The results of this quantitative data analysis then combined with the qualitative data obtained from interviews and observations. The results showed by giving Cognitive-Behavioral Coping Skill Training has an impact on coping strategies for Narcotics prisoners that participate the rehabilitation program of the Klinik Lapas X. Outbound session as part of intervention has an impact on the coping strategies of participants.

Keywords: Cognitive-Behavioral Coping Skill Training; Drugs Abuser; Rehabilitation Program

How to Cite: Semaraputri, S.A.K.T., Hamidah, & Budisetyani, I.G.A.P.W. (2020), Cognitive-Behavioral Coping

(2)

183-184

PENDAHULUAN

Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, mengurangi hingga menghilangkan rasa

nyeri dan dapat menimbulkan

ketergantungan (UU Nomor 35, 2009). Narkotika banyak disalahgunakan penggunaanya sehingga menimbulkan berbagai dampak, baik dalam bidang medis maupun sosial masyarakat. Jika dari

segi medis dan psikologis,

penyalahgunaan Narkotika memiliki efek tersendiri yang menimbulkan gangguan penyalahgunaan dan ketergantungan (Eleanora, 2011). Penyalahgunaan Narkotika juga termasuk dalam tindakan yang melanggar hukum sehingga setiap individu yang melakukan tindakan

penyalahgunaan Narkotika akan

berurusan dengan hukum.

Pada penegakan hukum tindak pidana Narkotika, sanksi yang dapat dijatuhkan kepada terpidana antara lain adalah penjara, kurungan dan denda atau menjatuhkan vonis rehabilitasi khusus terhadap pecandu Narkotika. Vonis hakim berupa pidana penjara, kurungan atau denda tanpa memperhitungkan sifat kecanduan yang dimiliki terpidana ternyata tidak memberikan perubahan menjadi sembuh dari ketergantungan terhadap Narkotika karena hanya bertujuan untuk memberikan penderitaan atas perbuatannya. Hal ini menjadikan dibutuhkannya program rehabilitasi bagi narapidana kasus Narkotika sebagai salah satu usaha penyembuhan atas kondisi adiksi yang mereka alami (Eryke, Herlambang, & Pebrianti, 2015). Melalui

program rehabilitasi diharapkan kondisi individu dengan penyalahgunan atau ketergantungan Narkotika akan kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari baik dirumah, di tempat kerja dan di lingkungan sosialnya (Hawari, 2006).

Klinik Lapas X yang merupakan salah satu Lapas di Denpasar memiliki program rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial bagi warga binaan yang merupakan narapidana kasus Narkotika. Pihak Klinik Lapas X menyampaikan permasalahan mengenai program rehabilitasi yang dilaksanakan yaitu masih aktifnya narapidana program rehabilitasi menggunakan narkotika. Kurangnya tenaga medis yang bertugas di Klinik Lapas X, dengan tanggung jawab melayani segala bentuk pelayanan kesehatan bagi narapidana di di dalam Lapas, membuat petugas tidak mampu memaksimalkan pengawasan serta memaksimalkan keberlangsungan program rehabilitasi.

Berdasarkan hasil DAST (Drug Abuse

Screening Test) yang diberikan peneliti

kepada anggota program rehabilitasi sebagai data awal untuk mengetahui

tingkat kerentanan mengalami

permasalahan akibat penggunaan Narkotika, sebanyak 5,3% narapidana program rehabilitasi memerlukan investigasi lebih lanjut karena berada pada

Moderate Level, 84,2% narapidana

program rehabilitasi memerlukan asesmen lebih lanjut karena berada pada

Substantial Level, dan 10,5% narapidana

rehabilitasi memerlukan asesmen lebih lanjut yang bersifat segera karena berada pada Severe Level. Hasil wawancara secara terbuka dengan narapidana program rehabilitasi menyampaikan bahwa yang

(3)

menjadi trigger mereka menggunakan Narkotika adalah ketidakmampuan

narapidana dalam mengartasi

permasalahan yang dihadapi. Kegiatan

yang dilakukan dalam program

rehabilitasi selama ini belum cukup menyasar mengenai cara memahami dan menghadapi trigger tersebut sehingga membuat narapidana masih menggunakan Narkotika sebagai pelarian saat menghadapi trigger tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa terdapat kemampuan dalam diri anggota program rehabilitasi salah satunya adalah kemampuan coping yang masih kurang adaptif. Coping adalah proses yang dialami individu berupa pemikiran dan tindakan atau perilaku-perilaku, dalam rangka mengatur atau mengelola ketidaksesuaian antara tuntutan-tuntutan dari suatu situasi dan sumber-sumber yang dimiliki individu, dalam menilai atau menghadapi kondisi stres (Taylor, 2009). Folkman dan Lazarus (1984) membagi coping menjadi dua bentuk, yaitu Problem Focused Coping yaitu mengambil usaha atau tindakan langsung untuk menghadapi dan

memecahkan atau menyelesaikan

masalahnya; dan Emotional Focused

Coping yaitu menekankan pada

usaha-usaha untuk menurunkan atau

mengurangi emosi negatif yang dirasakan ketika menghadapi masalahnya.

Kemampuan coping yang adaptif dapat membuat para narapidana program rehabilitasi semakin adaptif dalam menghadapi permasalahan yang muncul, menemukan solusi-solusi yang lebih realistis untuk dilakukan jika terjadi permasalahan, serta tidak lagi menjadikan Narkotika sebagai satu-satunya pelarian

saat menghadapi permasalahan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa pemberian training mengenai Coping dapat mengurangi penggunaan kokain dan alkohol untuk pengguna kokain dan alkohol, serta mengurangi kekambuhan (Rohsenow, et al., 2004).

Perilaku coping yang efektif dapat ditingkatkan melalui pelatihan keterampilan coping yaitu

Cognitive-Behavioral Coping Skill Training. Pelatihan

ini merupakan pelatihan yang berfokus pada antisipasi dan mengatasi situasi yang menimbulkan risiko tinggi pada kekambuhan (Monti, Kadden, Rohsenow, Cooney, & Abrams, 2002). Tujuan utama dari Cognitive-Behavioral Coping Skill

Training adalah untuk menguasai

keterampilan yang akan membantu mempertahankan pantangan Narkotika dan obat-obatan lainnya. Klien diminta untuk mengidentifikasi situasi berisiko tinggi yang dapat meningkatkan kemungkinan menggunakan Narkotika. Situasi-situasi berisiko tinggi ini termasuk pencetus (trigger) yang bersifat eksternal bagi individu maupun peristiwa internal seperti kognisi dan emosi (Kadden, et al., 2003).

Cognitive-Behavioral Coping Skill

Training dilaksanakan berdasarkan hasil

observasi dan wawancara kepada setiap narapidana program rehabilitasi, serta diskusi secara terbuka, diperoleh informasi mengenai hal yang menjadi

trigger utama ketika subjek ingin

menggunakan Narkotika kembali yaitu: 1. Adanya masalah di keluarga atau

dengan teman

2. Adanya kesempatan untuk

(4)

186

3. Pengaruh lingkungan (ajakan teman, kemudahan mendapat Narkotika di dalam Lapas)

4. Tidak berlakunya sanksi secara tegas Berdasarkan seluruh trigger yang disampaikan, peneliti menganalisis bahwa sebagian besar subjek belum memiliki kemampuan yang cukup adaptif dalam menghadapi permasalahan sehingga ketika menghadapi masalah subjek menjadikan Narkotika sebagai pelarian. Selain pemeriksaan awal kepada narapidana program rehabilitasi, peneliti juga melakukan wawancara dengan petugas di Klinik Lapas X sebagai pelaksana program rehabilitasi. Kendala yang dialami juga terkait dengan kemampuan dalam menghadapi masalah namun pada konteks yang berbeda.

Tugas dan tanggung jawab yang cukup padat namun tenaga medis yang tidak cukup banyak membuat petugas di Klinik Lapas X cukup kewalahan sehingga kurang maksimal dalam menjalankan program rehabilitasi serta kurang maksimal dalam pengawasan kepada narapidana program rehabilitasi. Maka dari itu informasi dan pengetahuan

mengenai strategi menghadapi

permasalahan dibutuhkan oleh subjek.

Trigger lainnya seperti kesempatan,

pengaruh lingkungan, dan sanksi yang kurang tegas disampaikan peneliti kepada pihak Klinik Lapas X sebagai bagian dari evaluasi program rehabilitasi yang sedang berjalan saat ini di Klinik Lapas X.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa model kognitif perilaku dengan teknik Cognitive-Behavioral Coping Skill

Training cukup efektif bagi pengguna

narkoba. Seperti penelitian oleh Chinaveh (2013) yang menunjukkan bahwa adanya

peningkatan strategi coping dan penyesuaian psikologis setelah pemberian training kelompok mengenai coping skill. Berdasarkan pemaparan diatas maka perlu dilakukan intervensi terhadap perilaku coping narapidana program rehabilitasi melalui kegiatan

Cognitive-Behavioral Coping Skill Training dengan

tujuan untuk membantu narapidana serta pertugas di Klini memahami situasi-situasi berisiko yang menjadi trigger menggunakan Narkotika, memberikan informasi dan pemahaman mengenai pengertian kondisi stres, strategi coping, serta hal-hal apa saja yang dapat dilakukan untuk menggunakan strategi

coping yang lebih adaptif, serta mengajak

narapidana program rehabilitasi untuk

mengidentifikasi

kemampuan-kemampuan yang diperlukan serta hal-hal apa saja yang dapat dilakukan sebagai alternatif coping untuk mengatasi situasi yang menjadi stresor selama berada di Lapas.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara metode kuantitatif dan data kualitatif. Kombinasi ini digunakan dengan pertimbangan bahwa dalam intervensi psikologi, dapat diperoleh data berupa unsur pengalaman subjektif dari subjek penelitian yang merupakan data kualitatif melalui wawancara dan observasi. Secara kuantitatif, desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian eksperimen yaitu One Group

Pretest-Posttest Design. Pada desain ini, perubahan

kelompok dilihat sebelum pemberian intervensi dan sesudah pemberian intervensi. Kondisi awal kelompok

(5)

diketahui melalui hasil Pretest, untuk kemudian dibandingkan dengan kondisi akhir subjek setelah intervensi yang diketahui melalui hasil Posttest. Selain itu, diberikan juga Middletest untuk mengetahui kondisi subjek ditengah pemberian intervensi dikarenakan secara garis besar sesi intervensi dalam penelitian ini terdiri dari dua kegiatan yaitu pemberian materi dan outbound.

Subjek yang terlibat dalam intervensi ini adalah narapidana kasus Narkotika

yang tergabung dalam program

rehabilitasi berjumlah 16 orang. Seluruh subjek dalam intervensi ini merupakan laki-laki, dengan rentang usia 15-45 tahun. Secara lebih spesifik, karakteristik subjek dalam intervensi ini: 1). Merupakan narapidana kasus narkotika, 2). Tergabung dalam program rehabilitasi di Klinik Lapas X, baik rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial, 3). Subjek bersedia untuk mengikuti rangkaian sesi intervensi yang akan diberikan.

Pada penelitian ini, pengukuran secara kuantitatif dilakukan dengan pemberian kuisioner. Pengukuran mengenai tipe coping yang dominan digunakan oleh subjek akan menggunakan kuisioner tipe coping oleh Pasudewi (2013). Kuisioner tipe coping terdiri dari 36 item yang bertujuan untuk mengetahui tipe coping yang dominan digunakan oleh subjek. Pengukuran mengenai efektivitas dari intervensi dilakukan melalui pemberian kuisioner Coping Skill oleh Wijayanti (2013) yang akan diberikan selama 3 kali sebagai Pretest, Midtest dan juga Posttest. Kuisioner terdiri dari 29 pernyataan yang disusun berdasarkan aspek-aspek strategi coping oleh Carver,

Scheir, & Wientraub (1989), dalam Wijayanti (2013).

Pengumpulan data secara kualitatif dilakukan dengan observasi dan wawancara. Observasi dilakukan untuk memperoleh data mengenai kegiatan apa saja yang dilakukan oleh subjek selama program rehabilitasi berlangsung, dan bagaimana subjek mengikuti kegiatan-kegiatan dalam program rehabilitasi. Wawancara dilakukan dengan pihak-pihak terkait yaitu dengan Kepala Klinik Lapas X untuk mengetahui mengenai gambaran program rehabilitasi yang dilaksanakan, dengan pertugas di Klinik Lapas X, dengan narapidana yang ditunjuk sebagai ketua program rehabilitasi untuk mengetahui kondisi subjek secara umum selama mengikuti program rehabilitasi, dengan dua orang anggota program rehabilitasi untuk memperoleh informasi mengenai pengalaman yang mereka rasakan selama mengikuti program rehabilitasi, serta diskusi terbuka dengan seluruh anggota program rehabilitasi untuk menganalisis kebutuhan anggota program rehabilitasi yang dapat difasilitas melalui program intervensi ini.

Intervensi ini dilakukan dengan menggunakan teknik Cognitive-Behavioral

Coping Skill Training, yang terdiri dari

sembilan sesi selama empat pertemuan. Sesi intervensi berlangsung selama bulan Agustus 2019, dan setiap pertemuan berlangsung selama 2,5 jam yaitu pukul 09.30 – 12.00 WITA. Kegiatan dalam intervensi ini terdiri dari dua jenis kegiatan, yaitu kegiatan pemberian materi dan kegiatan outbound. Pemberian materi digunakan metode seperti ceramah, diskusi dalam kelompok, dan role play. Materi yang disampaikan meliputi

(6)

188

pemberian informasi mengenai kondisi stres, bagaimana individu menilai suatu situasi sebagai stresor, pengenalan mengenai strategi coping dan bentuknya, mengatur pikiran, teknik problem solving, kemampuan untuk menolak, pengambilan keputusan, hingga planning ketika subjek mengalami situasi yang sangat mendesak sehingga memunculkan keinginan untuk menggunakan Narkotika kembali. Materi yang diberikan bertujuan agar subjek mampu memahami tentang kondisi yang dialami saat ini, sehingga mengetahui tindakan yang tepat untuk dilakukan. Selain pemberian materi, juga dilaksanakan kegiatan outbound sebagai media bagi subjek untuk lebih memahami materi yang telah disampaikan. Nilai-nilai esensial dari materi yang disampaikan oleh peneliti dituangkan dalam permainan yang dilaksanakan dalam kegiatan

outbound. Permainan yang diberikan yaitu

“Apotek Blok Rehab” dimana tugas subjek

adalah memindahkan kumpulan bola yang berada di tengah ke masing-masing wadah, dengan pilihan alat-alat yang sudah yang telah disediakan. Permainan

lainnya yaitu “Tali Kehidupan” dimana

tugas subjek adalah melepaskan ikatan tali yang sudah dibentuk sedemikian rupa secara brsama-sama. Setelah pelaksanaan permainan selesai peneliti kemudian memberikan debriefing atas permainan-permainan yang dilakukan.

Data dalam intervensi ini dianalisis menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test dengan bantuan perangkat lunak SPSS. Analisis dilakukan untuk perubahan kondisi subjek. Selain itu, peneliti juga melakukan observasi dan wawancara sebagai pendekatan analisa data kualitatif hasil pelaksanaan intervensi. Wawancara

yang dilakukan berupa unstandardized

nonstructured interview (Poerwandari,

2013), sedangkan untuk observasi, peneliti melakukan observasi terstruktur. Observasi dilakukan untuk melihat perubahan perilaku apapun yang terjadi pada subjek selama pelaksanaan intervensi, kejujuran, kedisiplinan, serta interaksi antar subjek. Wawancara yang dilakukan bertujuan untuk memahami lebih lanjut mengenai perasaan dan pengalaman subjektif yang dirasakan oleh subjek selama intervensi, serta untuk mengetahui sejauh mana pemahaman subjek dalam kegiatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan intervensi sebanyak sembilan sesi ini dibagi dalam empat pertemuan, yaitu Pertemuan I (Sesi 1 sampai dengan sesi 4), Pertemuan II (Sesi 5 sampai dengan sesi 7), Pertemuan III (Sesi 8), serta Pertemuan IV (Sesi 9). Pada pelaksanaan intervensi, subjek diberikan kuisioner untuk mengukur tipe coping yang lebih dominan digunakan dalam menghadapi permasalahan. Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 78% subjek cenderung menggunakan strategi

Problem Focused Coping dalam

menghadapi permasalahan, dan sebanyak 22% subjek cenderung menggunakan strategi Emotional Focused Coping dalam menghadapi permasalahan. Berdasarkan hasil kategorisasi data mengenai tipe

coping, taraf Problem Focused Coping

subjek berada pada kategori Tinggi (74%), serta taraf Emotional Focused Coping subjek berada pada kategori Sedang (52,1%).

(7)

Tabel 1. Kategorisasi Skor Tipe Coping Subjek Kategori EFC PFC Sangat rendah 0% 0% Rendah 4,3% 0% Sedang 52,1% 13% Tinggi 39,3% 74% Sangat tinggi 4,3% 13% Keterangan:

EFC: Emotional Focused Coping

PFC: Problem Focused Coping

Subjek kemudian diberikan Pretest,

Midtest, dan Posttest, dimana hasilnya

akan dibandingkan untuk mengetahui kondisi subjek sebelum intervensi, selama intervensi, serta setelah intervensi. Perbandingan hasil Pretest, Midtest, dan

Posttest subjek dapat dilihat pada tabel 2

berikut.

Tabel 2. Perbedaan Skor Pretest, Midtest, dan

Posttest

Perbedaan Skor Sig. p

Pretest dengan Midtest 0,207 0,05

Midtest dengan Posttest 0,009 0,05

Pretest dengan Posttest 0,001 0,05

Berdasarkan hasil uji statistik untuk membandingkan hasil Pretest dan Midtest subjek diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,207 (p>0,05), yang berarti hasil Pretest

dan Midtest subjek tidak memiliki

perbedaan secara statistik. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pemberian materi saja belum memiliki pengaruh pada strategi coping subjek. Berdasarkan hasil uji statistik untuk membandingkan hasil

Midtest dan Posttest subjek diperoleh nilai

signifikansi sebesar 0,009 (p<0,05), yang berarti hasil Midtest dan Posttest subjek memiliki perbedaan secara statistik. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pemberian

outbound sebagai bagian dari pelatihan

memiliki pengaruh pada pemahaman subjek terhadap materi serta strategi

coping subjek.

Berdasarkan hasil uji statistik untuk membandingkan hasil Pretest dan Posttest subjek diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,001 (p<0,05), yang berarti hasil Pretest

dan Posttest subjek memiliki perbedaan

secara statistik. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pemberian materi yang dibarengi dengan pelaksanaan

outbound memiliki pengaruh pada

pemahaman subjek terhadap materi serta pada strategi coping subjek.

Pelaksanaan outbound sebagai bagian dari sesi intervensi berjalan selama 90 menit. Setelah pelaksanaan permainan utama selesai fasilitator kemudian memberikan debriefing atas permainan-permainan yang dilakukan. Hasil dari

debriefing, subjek berhasil menyampaikan

nilai-nilai yang diperoleh dari kedua permainan utama yaitu penyelesaian masalah akan lebih mudah jika bersama-sama; dalam menyelesaikan permasalahan harus dipikirkan cara-cara yang pas untuk menyelesaikannya; pemilihan strategi

yang tepat tergantung dari

permasalahannya; pentingnya fokus dan konsentrasi; sesulit apapun permasalahan pasti dapat diselesaikan; serta permasalahan akan lebih mudah diselesaikan jika bersama-sama.

Posisi subjek saat ini yang berada di dalam Lapas dan memiliki keterbatasan akses, menjadikan penggunaan strategi

Problem Focused Coping sulit untuk

dimaksimalkan dan sulit untuk digunakan langsung untuk menyelesaikan masalah. Maka dari itu subjek memilih untuk menggunakan Narkotika sebagai pelarian karena menurut subjek dengan

menggunakan Narkotika dapat

memberikan efek sementara yaitu melupakan permasalahan yang dihadapi.

(8)

190

Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian oleh Rahmadika (2018) yang menyampaikan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan penyalahgunaan Narkotika pada warga binaan salah satunya adanya pemikiran untuk menjadikan Narkotika sebagai pelarian.

Pengetahuan dan informasi mengenai strategi coping yang adaptif dibutuhkan subjek sebagai penyadaran bahwa Narkotika bukan satu-satunya penyelesaian masalah. Diharapkan setelah mendapat informasi dan pengetahuan mengenai strategi coping yang adaptif, subjek mampu mengalami perubahan secara kognitif mengenai alternatif perilaku atau pemikiran ketika menghadapi permasalahan. Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan skala strategi coping kepada subjek yang mengikuti seluruh rangkaian kegiatan, menunjukkan bahwa Cognitive-Behavioral

Coping Skill Training berpengaruh

terhadap strategi coping subjek. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Kaminer, Burleson, & Goldberger (2002) yang menunjukkan bahwa

Cognitive-Behavioral coping Skill Training

memberikan pengaruh lebih positif terhadap penurunan tingkat adiksi

dibandingkan dengan pemberian

psikoedukasi saja. Penelitian oleh Rohsenow dkk (2004) juga menunjukkan bahwa Cognitive-Behavioral coping Skill

Training mengurangi penggunaan kokain

dan alkohol pada individu yang mengalami ketergantungan pada kokain dan alkohol.

Pada kegiatan pemberian materi sebelum pelaksanaan kegiatan outbound, subjek mendengarkan dengan baik dan antusias namun pemahaman subjek mengenai materi kurang mendalam. Hal

ini ditunjukkan oleh hasil uji statistik pada nilai Pretest dan Midtest subjek yang tidak menunjukkan adanya perbedaan. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik subjek yang merupakan pengguna Narkotika yaitu kesulitan berkonsentrasi, mudah bosan, kondisi fisik dan psikologis saat mendengarkan materi, maupun tingkat pemahaman subjek terhadap istilah-istlah yang pertama kali didengar selama penyampaian materi (Adam, 2012). Walaupun hal tersebut sudah berusaha diantisipasi melalui ice breaking disetiap pertemuan sebelum memulai materi dan melibatkan subjek selama penyampaian materi, ternyata hal tersebut belum mampu memengaruhi strategi coping subjek melalui penyampaian materi saja.

Pelaksanaan kegiatan outbound sebagai media subjek untuk dapat lebih memahami materi melalui experiential

learning memiliki pengaruh yang cukup

signifikan bagi subjek. Hal ini ditunjukkan dari hasil uji statistik nilai Midtest dan

Posttest subjek yang menunjukkan adanya

perbedaan. Kondisi ini dapat dipengaruhi karena pelaksanaan outbound yang merupakan penerapan dari experiential

learning memberikan kesempatan kepada

subjek untuk memahami materi yang diberikan melalui perspektif masing-masing yang diperoleh melalui pengalaman melakukan permainan secara langsung. Hal ini terkait dengan hasil penelitian Akella (2012) yang menyampaikan mengenai penerapan teori

experiental learning oleh David A. Kolb

sebagai media yang mampu meningkatkan efektifitas proses pembelajaran.

Ketika seluruh teknik yang diberikan oleh pemeriksa yaitu teknik psikoedukasi

(9)

melalui penyampaian materi dikolaborasikan dengan teknik outbound, hal tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap strategi coping subjek. Hal ini ditunjukkan melalui hasil uji statistik antara hasil Pretest dan Posttest subjek yang berbeda secara signifikan. Maka dari itu dapat diambil kesimpulan bahwa subjek yang mengikuti seluruh rangkaian kegiatan mulai dari penyampaian materi hingga pelaksanaan

outbound diyakini mengalami perubahan

mengenai strategi coping dalam menghadapi permasalahan.

Berdasarkan hasil intervensi menunjukkan bahwa pemberian

Cognitive-Behavioral Coping Skill Training

berpengaruh terhadap strategi coping subjek, namun dalam pelaksanaannya terdapat beberapa kendala. Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan kegiatan intervensi adalah dibutuhkannya keterlibatan petugas Klinik Lapas X sebagai subjek dalam intervensi serta kehadiran pihak Klinik Lapas X sebagai agent of change yang diharapkan dapat melanjutkan program intervensi kepada narapidana. Petugas Klinik Lapas X hanya hadir pada sesi pertama sebagai subjek, dan berhalangan untuk hadir pada sesi-sesi

selanjutnya dikarenakan harus

menjalankan tugas pelayanan kesehatan bagi narapidana. Hal yang serupa juga terjadi pada pihak Klinik Lapas X sehingga dalam pelaksanaan intervensi sangat minim keterlibatan dari pihak Klinik Lapas X.

Petugas Klinik Lapas X sebagai pelaksana program rehabilitasi pada dasarnya sangat perlu untuk mengikuti kegiatan intervensi. Hal ini karena dalam kegiatan intervensi, petugas Klinik Lapas X

dapat memahami serta mengetahui informasi yang lebih menyeluruh mengenai trigger dari perilaku adiksi narapidana sehingga dapat melakukan tindakan yang lebih tepat untuk mengatasi permasalahan masih aktifnya narapidana program rehabilitasi dalam menggunakan Narkotika. Pihak Klinik Lapas X juga sangat perlu untuk terlibat dalam kegiatan intervensi untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi narapidana sebagai subjek rehabilitasi serta petugas sebagai pelaksana program rehabilitasi. Adanya kerjasama yang baik dan komitmen antara narapidana progam rehabilitasi, petugas Klinik Lapas X, serta Pihak Klinik Lapas X dapat lebih memaksimalkan efektifitas dari Cognitive-Behavioral Coping Skill

Training yang digunakan dalam kegiatan

intervensi ini.

Pada penelitian ini masih ada beberapa hal yang dapat disempurnakan dalam penelitian- penelitian selanjutnya. Diperlukan lebih banyak kegiatan yang bertujuan untuk mengantisipasi kebosanan subjek, seperti games sebelum atau ditengah penyampaian materi, serta penyampaian materi dengan sarana yang lebih menarik. Perlu diketahui mengenai kondisi subjek disetiap pertemuan, seperti kondisi fisik, emosional, serta kapan terakhir subjek menggunakan Narkotika. Hal ini diperlukan agar peneliti dapat menyesuaikan pelaksanaan kegiatan dengan kondisi subjek, sehingga pelaksanaan kegiatan bisa lebih efektif. Penting untuk lebih memahami kendala-kendala apa saja yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan sesi intervensi dalam skala komunitas. Hal ini diperlukan untuk memaksimalkan penerapan intervensi sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh

(10)

192

seluruh pihak yang saling berkaitan dalam komunitas tersebut. Hal berikutnya yang perlu diperhatikan adalah perlunya indikator data kualitatif yang lebih terstrukur agar analisis observasi serta wawancara dapat lebih akurat. Lebih tajamnya panduan observasi dan struktur

wawancara, akan memperkuat

penyempurnaan intervensi karena dapat lebih tajam mengintervensi aspek spesifik. SIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah pemberian Cognitive-Behavioral Coping Skill Training memberikan pengaruh terhadap strategi

coping narapidana kasus Narkotika yang

tergabung dalam program rehabilitasi Klinik Lapas X. Ketika pelaksanaan Cognitive-Behavioral Coping Skill Training hanya baru sampai pada penyampaian materi saja, belum terdapat pengaruh terhadap strategi coping subjek. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti karakteristik subjek yang merupakan pengguna Narkotika. Pelaksanaan outbound sebagai bagian dari Cognitive-Behavioral Coping Skill Training memberikan pengaruh terhadap strategi

coping subjek. Kondisi ini dapat

dipengaruhi karena pelaksanaan outbound memberikan kesempatan kepada subjek untuk memahami materi yang diberikan melalui perspektif masing-masing yang diperoleh melalui pengalaman melakukan permainan secara langsung. Ketika seluruh teknik yang diberikan oleh peneliti yaitu penyampaian materi dikolaborasikan dengan teknik outbound, hal tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap strategi coping subjek.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, S. (2012). Dampak Narkotika pada Psikologi dan Kesehatan Masyarakat. Journal of

Health and Sport .

Akella, D. (2012). Learning Together: Kolb's Experiential Theory and It's Application.

Journal of Management and Organization ,

100-112.

Chinaveh, M. (2013). The Effectiveness of Problem-Solving on Coping Skills and Psychological Adjustment. Procedia - Social and Behavioral

Sciences , 4-9.

Eleanora, F. N. (2011). Bahaya Penyalahgunaan Narkoba Serta Usaha Pencegahan dan

Penanggulangannya (Suatu Tinjauan

Teoritis). Jurnal Hukum , 439-452.

Eryke, H., Herlambang, & Pebrianti, W. (2015).

Model Rehabilitasi Berbasis Kebutuhan

Narapidana Pecandu Narkotika di

Pengadilan Negeri Bengkulu. Bengkulu:

Universitas Bengkulu.

Folkman, S., & Lazarus, R. S. (1984). Stress,

Appraisal and Coping 1st edition. New York:

Springer Publishing Company.

Hawari, D. (2006). Penyalahgunaan dan

Ketergantungan Naza (Narkotika, Alkohol

dan Zat Adiktif). Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Kadden, R. M., Carroll, K., Donovan, D., Cooney, N. L., Monti, P. M., Abrams, D., et al. (2003).

Cognitive-Behavioral Coping Skill Therapy Manual, A Clinical Research Guide for Therapists Treating Individuals with Alcohol

Abuse and Dependence. Maryland: NIH

Publication.

Kaminer, Y., Burleson, J. A., & Goldberger, R. (2002). Cognitive-Behavioral Coping Skills

and Psychoeducation Therapies for

Adolescent Substance Abuse. The Journal of

Nervous and Mental Disease , 737-745.

Monti, P. M., Kadden, R. M., Rohsenow, D. J., Cooney, N. L., & Abrams, D. B. (2002).

Treating Alcohol Dependence, A Coping Skill

Training Guide. 2nd ed. New York: The

Guilford.

Pasudewi, C. Y. (2013). Resiliensi pada Remaja Binaan Bapas Ditinjau dari Coping Stres.

Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Negeri Semarang.

Poerwandari. (2013). Pendekatan Kualitatif untuk

Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: LPSP3

UI.

Rahmadika, K. (2018). Penyalahgunaan Narkoba pada Warga Binaan di Rutan Klas IA

Surakarta. Surakarta: Universitas

(11)

Rohsenow, D. J., Monti, P. M., Martin, R. A., Colby, S. M., Myers, M. G., Gulliver, S. B., et al. (2004). Motivational Enhancement and Coping Skills Training for Cocaine Abusers: Effects on Substance Use Outcomes. Society

for The Study of Addiction , 862-874.

Taylor, S. E. (2009). Health Psychology Seventh

Edition. Los Angeles: The McGraw-Hill

Companies.

UU Nomor 35. (2009). Undang Undang Nomor 35.

Pasal 1 tentang Narkotika .

Wijayanti, N. (2013). Strategi Coping Menghadapi Stres dalam Penyusunan Tugas Akhir Skripsi pada Mahasiswa Program S1 Fakultas Ilmu

Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu

Gambar

Tabel 1. Kategorisasi Skor Tipe Coping Subjek  Kategori  EFC  PFC  Sangat rendah  0%  0%  Rendah  4,3%  0%  Sedang  52,1%  13%  Tinggi  39,3%  74%  Sangat tinggi  4,3%  13%  Keterangan:

Referensi

Dokumen terkait

Sistem klasifikasi epilesi dan non epilepsi berdasarkan sinyal EEG pada penelitian ini mempunyai beberapa tahapan proses yaitu yang pertama mengambil sinyal EEG yang

Sama halnya dengan pemberian izin pembangunan, Jangka waktu pemberian izin operasi bervariasi antara 1- 3 bulan bergantung kepada instansi pemerintah yang berwenang

Christie menyatakan (1999) beberapa prasasti yang ditemukan di Dieng yang sekarang menjadi koleksi Museum Nasional antara lain, prasasti Dieng III yang ditulis

Prevalensi penyakit periodontal pada masyarakat di Kecamatan Medan Selayang cukup tinggi yaitu 86,1% dari 137 orang sampel menderita penyakit periodontal (tabel 5) bila

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 37 Peraturan Bupati Malang Nomor 48 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi Tugas, dan

Pada media cair, ekstrak jeruk purut juga mampu menurunkan jumlah konidia dan berat hifa, pada semua konsentrasi yang diujikan. Selain itu, ekstrak metanol daun

Kegiatan audit energi ini adalah untuk mewujudkan penghematan energi pada industri karpet pada umumnya, khususnya di PT.Classic Prima Carpet Industries melalui

Diantara mereka yang sebelum pandemi sudah mengerjakan pekerjaan rumah tangga lebih dari 3 jam, proporsi tertinggi (84%) perempuan pekerja paruh waktu merasakan (persepsi) beban