• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal Diversita, 6 (2) Desember (2020) ISSN (Print) ISSN (Online) DOI:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jurnal Diversita, 6 (2) Desember (2020) ISSN (Print) ISSN (Online) DOI:"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Diversita

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/diversita

Dinamika Fanatisme Penggemar K-Pop pada Komunitas BTS-Army

Medan

The Dynamics of K-Pop Fanaticism in the BTS-Army Medan

Community

Erlyani Fachrosi(1)*, Dwi Tia Fani(2), Rafika Fadhila Lubis(3),

Nadya Bella Aritonang(4), Nur Azizah(5), Dicky Reza Saragih(6), Fakhrul Malik(7)

Fakultas Psikologi, Universitas Medan Area, Indonesia

Disubmit: 16 Mei 2020; Diproses: 16 Mei 2020; Diaccept: 30 November 2020; Dipublish: 11 Desember 2020 *Corresponding author: E-mail: [email protected]

Abstrak

Gelombang Korea (K-Wave) merupakan fenomena demam budaya Korea di tingkat global yang mempengaruhi dunia internasional pada umumnya. Kemunculan beragam bahasa, musik, film, fashion, dan gaya hidup telah mendunia termasuk Indonesia. K-pop sendiri merupakan bagian music yang identik dengan boyband dan girlband yang dinaungi oleh satu manajemen. BTS merupakan boyband Korea yang memiliki fans base di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan secara kualitatif fanatisme penggemar K-Pop pada komunitas BTS-Army di Medan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan desain penelitian fenomonelogi. Tim peneliti mengangkat fenomena fanatisme pada fandom BTS-Army yang tahun ini sedang marak ataupun naik daun (populer). Pengumpulan data dilakukan melalui cara wawancara mendalam terhadap 2 respoden dan melakukan observasi dengan tipe partisipatif. Kerangka konseptual penelitian ini menunjukkan adanya konsumsi terhadap konten-konten BTS dan pengaruh peran media dalam menampilkan kehidupan para anggota BTS. Selain itu, pengaruh dari fanatisme terhadap perubahan perilaku para penggemarnya. Hasil penelitian menunjukkan fanatisme terhadap budaya Korea yang dipegaruhi oleh music boyband BTS-Army menunjukkan pengaruh media terhadap konsumsi terhadap media serta perilaku individu yang tampak seperti hubungan kesetiaan, pengabdian, dan kecintaan terhadap idolanya. Kata Kunci: Fanatisme; Perubahan Perilaku

Abstract

The Korean Wave (K-Wave) is a phenomenon of Korean cultural fever at a global level that affects the international world at large. The emergence of various languages, music, films, fashion, and lifestyle has worldwide, including Indonesia. K-pop itself is an identical part of music with a boy band and girl band that is shaded by one management. BTS is a Korean boy band that has a worldwide fan base, not least in Indonesia. The purpose of this study was to describe qualitatively fanaticism of K-Pop fans in the BTS-Army community in Medan. The approach used in this research is a qualitative research method with a phenomonelogy research design. The research team raised the phenomenon of fanaticism in the BTS-Army fandom which this year is so popular. Data collection was carried out through in-depth interviews with 2 respondents and observing with participatory type. The conceptual framework of this study shows the consumption of BTS content and the influence of the role of the media in presenting the lives of BTS members. In addition, the influence of fanaticism on changes in the behavior of his fans. The results showed fanaticism towards Korean culture influenced by BTS-Army music boy band shows the effect of media on consumption on media as well as individual behavior that looks like a relationship of loyalty, devotion, and love for their idols.

Keywords: Fanaticism; Behavior Change

How to Cite: Fachrosi, E., Fani, D.T., Lubis, R.F., Aritonang, N.B., Azizah, N., Saragih, D.R., & Malik, F. 2020.

(2)

PENDAHULUAN

Fenomena demam budaya Korea di tingkat global biasa disebut dengan Korean wave yang merambah terhadap isu internasional dan globalisasi di tingkat dunia, tanpa terkecuali di Indonesia. Isu Korean wave ini telah masuk ke Indonesia pada tahun 2004 dan pada tahun 2020 ini masih memiliki antusias yang luar biasa. Mengutip dari media Tirto.id pada Februari 2020, salah satu media pertelevisian di Indonesia mengangkat tajuk “Korean Wave in Love”. Konser ini memberikan kepuasan tersendiri bagi fans yang sudah menunggu hingga 16 tahun yang lalu (tirto.id, 2020). Hal tersebut menggambarkan bukti nyata dari gelombang budaya Korea yang masih awet hingga di tahun 2020 ini.

Biasa disebut dengan Hallyu atau K-Wave telah melanda Indonesia dan banyak memengaruhi kehidupan masyarakat khususnya kawula muda atau anak remaja (Wijayanti, 2012). Budaya Korea berkembang begitu pesat dan diterima oleh publik internasional dan mengacu pada globalisasinya budaya Korea, terutama remaja menyenangi drama ataupun musik pop Korea (Nastiti, 2010). Pengaruh budaya Korea merambah di setiap aspek kehidupan mulai di bahasa, musik, film, fashion, dan gaya hidup. Berbagai aliran genre music yang identik dengan pop, RnB, hiphop, atau gabungan dari genre yang ada. K-pop identik dengan

boyband dan girlband yang terdiri dari

sekelompok perempuan atau laki-laki Korea (atau istilah trainee asal dari negara lain), yang berada di bawah naungan suatu manajemen.

Menurut Hollows (2000) gelombang wave mendorong penggemar music

K-Pop menggunakan budaya dalam budaya K-Pop sebagai perilaku meniru idola mereka, menyukai secara berlebihan sebagai penggemar, membeli bermacam pernak-pernik idola, membeli kaset maupun melakukan aktivitas dance cover. Musik K-Pop memiliki banyak penggemar setia di manca negara. Penggemar-penggemar setia ini terbagi ke dalam fandom yang sesuai dengan rujukan idolanya. Fandom merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk subkultur bebagai hal dan berbagai kegiataan yang berkenaan dengan penggemar dan kegemarannya.

Beberapa nama boyband dan girlband Korea yang terkenal di Asia maupun Eropa seperti 2NE1, Blackpink, Super Junior, EXO, B2ST, BTS, dan lain sebagainya. Penelitian Pertiwi (2013) menunjukkan konformitas dan fanatisme dalam Korean Wave Teenager yang melihat penggemar Boyband Super Junior (ever lasting friend) di Samarinda. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terdapat fanatisme remaja yang berasal dari keinginan diri untuk melibatkan dalam kelompok, pemujaan dan rasa cinta yang tinggi. Fandom juga digunakan sebagai sumber informasi andalan bagi diri sendiri dan bentuk perilaku kesetiaan dengan tergabung dalam kelompok/komunitas sehingga mampu memberikan dukungan dan perhatian yang tertuju pada boyband kesayangan.

Begitu pula hasil penelitian yang dilakukan di Bandar Lampung oleh Sari (2018) yang dilakukan pada remaja 10-19 tahun dengan sampel sebanyak 100 orang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh budaya korea terhadap perubahan perilaku remaja. Perubahan perilaku yang

(3)

dimaksud adalah remaja rela

menghambur-hamburkan uang dan

mengikuti gaya hidup budaya tersebut seperti mengenakan pakaian dan memiliki hal yang sama dengan idolanya.

Fanatisme terbagi atas dua aspek menjadi penggemar untuk orang lain dan menjadi fanatisme untuk diri sendiri (Seregina, Koivisto, & Matilla, 2011). Perilaku fanatisme yang tampak dari kedua penelitian tersebut muncul sebagai akibat dari interaksi budaya antara individu satu dengan yang lainnya, yang dapat melahirkan suatu perilaku baru. Menurut Wijayanti (2012) fanatisme terbentuk karena dua hal yaitu menjadi penggemar untuk sesuatu hal berupa objek barang atau manusia, dan berperilaku fanatisme karena keinginan diri sendiri yang terlihat dari berubahnya perilaku meniru hal baru.

Komunitas Army merupakan wadah bertemunya para Army penggemar

boyband asal Korea Selatan, Bangtan Boys

biasa disebut BTS. Dilansir dari

tribunnews.com komunitas BTS di

Indonesia semenjak tahun 2015. Komunitas ini digunakan sebagai wadah bertukar informasi dan juga berdiskusi. Informasi dapat berupa konser, pernak-pernik (merchandise) terbaru, serta harga yang dibanderol (Tribun News, 2019).

Berdasarkan hasil wawancara pada beberapa penggemar BTS, bahwa menonton konser menjadi aktivitas yang ditunggu-tunggu para penggemar. Demi memuaskan hasrat menonton boyband idola, tidak jarang mereka melakukan tindakan-tindakan agresif seperti menunggu para member di bandara dan mengutit aktivitas boyband Korea. Mereka bahkan rela mengantri dan jauh-jauh pergi

ke Jakarta untuk melihat penampilan boyband idola mereka. Fanatisme

penggemar boyband Korea juga

ditunjukkan dengan bergabung dalam komunitas penggemar. Bagi para penggemar boyband Korea, bergabung dalam suatu komunitas penggemar semakin mengukuhkan identitas mereka sebagai penggemar boyband Korea. Melalui komunitas penggemar, para penggemar dapat mengekspresikan dirinya, berdiskusi dan saling bertukar informasi. Komunikasi dan interaksi antar penggemar dilakukan melalui jejaring sosial seperti facebook, blog dan twitter. Sesekali komunitas boyband Korea mengadakan pertemuan (gathering) yang diperuntukkan bagi para anggotanya.

Tingkah laku penggemar yang berlebihan dalam menyikapi boyband Korea menimbulkan sebuah pandangan negatif bagi masyarakat awam yang melihatnya. Penggemar boyband Korea dianggap sebagai sekumpulan penggemar fanatik. Kelompok penggemar K-Pop diasumsikan sebagai sebuah kelompok penggemar yang berlebihan. Kecintaan pada boyband idola dianggap tidak rasional, fanatik, “alay” dan tidak nasionalis. Asumsi tersebut diperkuat dengan perilaku para penggemar K-Pop yang cenderung mengagung-agungkan budaya Korea atau lebih dikenal dengan sebutan Korean-sentris. Bagi penggemar fanatik K-Pop, budaya Korea dianggap lebih unggul dari budaya lain, bahkan budaya Indonesia sendiri. Mereka lebih suka menonton drama Korea, musik Korea, makan makanan Korea dan berbagai hal yang berbau Korea. Bagi mereka, kemunculan boyband dan

(4)

sebuah bentuk plagiarisme terhadap budaya Korea.

Intensitas yang lebih dicurahkan untuk BTS dan adanya nilai sikap yang berlebihan juga atau bahkan tidak sesuai dengan norma masyarakat. Dukungan yang muncul dari fans seperti berteriak dan menangis sebagai ungkapan kebahagiaan, menyuarakan fanchant

(nyanyian fans yang dilakukan sahut-sahutan) dan tekad untuk selalu mendukung andalannya itu dalam

keadaan apapun. Mereka juga

berkehendak marah ketika ada yang menghina atau menjelek-jelekkan idolanya. Hal ini bahkan bisa menjadi perang antar fans dari idola lain.

Berdasarkan pemaparan di atas, kecintaan Army terhadap BTS menjadikan komunitas ini sebagai fans fanatisme yang memiliki dampak pada diri subjek. Maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang dinamika fanatisme penggemar K-Pop khususnya pada komunitas BTS-Army di Medan.

METODE PENELITIAN

Berdasarkan fenomena di atas, peneliti menetapkan untuk menggunakan desain metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif merupakan proses penyelidikan dalam memahami permasalahan manusia dan sosial yang dibangun secara kompleks, holistik, melaporkan sudut pandang informan dan dalam setting alamiah (Cresswell, 1998).

Menurut Denzin & Lincoln (2005) kualitatif merupakan penekanan pada proses dan makna yang tidak diuji atau diukur dengan setepat-tepatnya dalam istilah kuantitas, jumlah, intensitas, atau frekuensi. Pada penelitian ini

menggunakan jenis fenomenologi yang mana digunakan untuk mengungkap kesamaan makna yang menjadi esensi dari suatu konsep atau fenomena yang secara sadar dari individual maupun sekelompok individu dalam hidupnya.

Subjek dalam penelitian kualitatif tidak membatasi jumlahnya, menurut Banister dkk (Poerwandari, 2009) fokus penelitian kualitatif adalah pada kedalaman dan proses serta penelitian kualitatif cenderung dilakukan dalam jumlah sampel atau kasus sedikit. Subjek penelitian di sini sebanyak 2 orang. Kriteria kedua subjek merupakan mahasiswa, berusia 19-20 tahun, bergabung dalam komunitas Army minimal 2 tahun. Teknik sampling yang digunakan dengan menggunakan snowball sampling dimana diawali denagn pertemuan dengan subjek pertama yang memiliki kriteria sesuai lalu dirujuk untuk bertemu dengan subjek selanjutnya.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Menurut Cresswell (2016) wawancara

merupakan proses komunikasi

interaksional antara dua pihak dimana salah satu pihak telah memiliki tujuan yang telah ditentukan sebelumnya atau tujuan yang serius, yang di dalamnya terdapat proses bertanya dan menjawab pertanyaan. Sedangkan metode observasi yang digunakan sebagai suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Observasi dilakukan dengan partisipatif, dimana peneliti terlibat dalam kegiatan subjek yang sedang diamati atau digunakan sebagai sumber data penelitian (Sugiyono, 2013). Observasi dilakukan

(5)

pada kegiatan komunitas Army berlangsung.

Teknik pengolahan data dan analisis data sesungguhnya dimulai dengan mengorganisasikan data (Poerwandari, 2009). Dengan data kualitatif yang sangat beragam dan banyak, menjadi kewajiban peneliti untuk mengorganisasikan data yang diperoleh dengan rapi, sistematis dan selengkap mungkin. Highlen & Finley (Poerwandari, 2009) mengatakan bahwa organisasi data yang sistematis

memungkinkan peneliti untuk

memperoleh kualitas data yang baik, mendokumentasikan analisis yang dilakukan, menyimpan data, dan analisis yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian.

Analisis data dalam penelitian kualitatif, menurut Bogdan (Sugiyono, 2013) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawacara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat dengan mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Gambar 1. Kerangka Konseptual

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilaksanakan pada periode Januari 2020. Hasil wawancara pada dua subjek menunjukkan hasil seperti berikut:

Subjek pertama, C berusia 20 tahun merupakan seorang mahasiswi. Ia sangat antusias ketika diwawancarai. Kisah subjek C menunjukkan ia menyukai grup BTS berawal dari kesukaannya untuk menonton di kanal youtube. Sebelum 2015, ia merupakan penggemar musik K-Pop namun semenjak berkenalan dengan musik BTS ia langsung menyukai dan merasa tergila-gila dengan boyband tersebut. Mulanya ia menyukai salah satu figur dari ke tujuh anggota boyband tersebut. Ketertarikan ini muncul

menyeluruh ke setiap anggota

dikarenakan keterampilan suara dan tarian yang membuat irama musik tersebut nyaman untuk dinikmati.

Ditambah pula penampilan anggota

boyband tersebut memiliki tampang yang

bagus. Penilaian subjek terhadap idolanya menyebutkan anggota BTS memiliki karakter yang menyenangkan terhadap fans dan dirasa memiliki sifat yang tidak

sombong. Rasa kelekatan ini

mendorongnya untuk setia mendatangi berbagai konser yang diadakan. Semenjak menjadi Army, Subjek C sudah dua kali menonton konser baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Keterlibatan masuk kedalam fandom atau komunitas Army dikarenakan ajakan teman sekolah untuk bergabung ke grup. Pembahasan di komunitas berkaitan dengan BTS, K-Pop lain, bahkan kegiatan perayaan ulang tahun anggota maupun kegiatan sosial lainnya.

Terdapat kelekatan emosional yang terjadi antara subjek dengan idolanya

(6)

yang biasa disebut bias. Saat bias tidak bisa tampil pada konsernya, subjek merasa khawatir terhadap kondisi biasnya tersebut. Ia pernah menangis seharian dikarenakan pihak agensi tidak memberikan informasi lanjutan mengenai kondisi biasnya tersebut. Ia sampai sulit tidur untuk menunggu kabar kondisi biasnya menjadi lebih baik. Secara finansial, subjek C pernah menghabiskan sebanyak 8 juta rupiah khusus untuk hobinya. Ia menggunakan dana tersebut untuk biaya akomodasi konser dan juga membelanjakan pernak-pernik yakni

lightstick, boneka, dan album boyband BTS.

Subjek kedua, D merupakan mahasiswi berusia 19 tahun. Ia mulai bergabung ke komunitas Army tahun 2017. Awal mula menyukai boyband tersebut, karena adanya teman yang antusias menceritakan boyband BTS kepadanya. Teman tersebut mengajaknya bergabung dengan komunitas Army di Medan yang aktif melalui media sosial seperti twitter. Kegiatan komunitas selalu diunggah di twitter dan subjek D mulai mengikuti aktivitas kegiatan mereka serta berlanjut komunikasi melalui media sosial lain secara personal. Secara finansial, subjek D menghabis dana sekitar 5 juta rupiah untuk menyalurkan hobinya menonton konser maupun membeli

merchandise seperti light stick dan boneka

ataupun kipas.

Jika dilihat dari pola perilaku kedua subjek terhadap fanatisme menunjukkan gambaran perilaku seseorang terhadap objek yang diminati yang mempengaruhi perilaku individu dan hubungan yang terjadi pada individu dengan terciptanya suatu hubungan seperti keyakinan, pemahaman yang berupa hubungan,

kesetiaan, kecintaan dan sebagainya (Seregina, Koivisto, & Matilla, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Pertiwi (2013) menunjukkan terdapat fanatisme terhadap diri sendiri yang ditunjukkan dari alasan menjadi penggemar dikarenakan kenginan sendiri, yaitu a) penggembar melibatkan sendiri terhadap K-wave dan penasaran terhadap budaya tersebut, b) Bergabung dalam komunitas fans club untuk bersosialisasi dengan kelompok dan membangun hubungan yang saling suportif satu sama lain, dan c) Dukungan terhadap idola dengan membeli pernak-pernik idola sebagai bentuk dukungan dan perhatian.

Pola perilaku dari kedua subjek yang diwawancara peneliti menunjukkan benar adanya rasa penasaran sebagai pendorong utama untuk memahami dan terlibat secara mendalam dengan boyband BTS tersebut. Dorongan penasaran telah membawa kedua subjek untuk terlibat secara kolektif di dalam kelompok untuk aktif berbagi informasi dan terlibat dalam berbagai aktivitas positif. Serta di sisi lain, kesetiaan terhadap idola juga mendorong kemampuan finansial untuk memberi dukungan dengan membeli pernak-pernik maupun album asli sebagai bentuk nyata dukungan mereka.

Temuan menarik yang membedakan penelitian ini dibanding penelitian sebelumnya adalah adanya keterlibatan unsur emosional subjek sebagai bentuk reaksi terhadap perilaku fanatisme terhadap idolanya. Subjek pertama menunjukkan perhatian yang tinggi terhadap anggota boyband yang ditunjukkan dari perasaan khawatir ketika anggota BTS sakit dan menunggu informasi selanjutnya mengenai idolanya.

(7)

Munculnya perilaku menangis bahkan khawatir yang ditandai dengan kesulitan tidur.

Mitrano (1999) dalam melihat hubungan antara fans dengan tim olahraga menunjukkan bahwa pemahaman yang mendalam fans terhadap kondisi tim mampu menciptakan keterlibatan emosional terhadap tim. Fans merasa kepemilikan yang tinggi terhadap tim yang

mendorong individu mampu

mengekspresikan perasaan dan emosi. Mitrano menemukan adanya hubungan yang muncul dikarenakan menganggap tim sebagai a) keluarga, b) teman, dan c) harta berharga. Ketiga hal tersebut sebagai metafor yang mampu membuat hubungan dengan fans menjadi lebih mendalam. Penjelasan temuan Mitrano (1999) terhadap hubungan fans dan tim kesukaan menunjukkan hal yang serupa bagi fans dengan idolanya. Idola dianggap sebagai keluarga yang pantas diberikan perhatian dan kelekatan emosional sebagai sesuatu yang berharga.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian di atas, bahwa fanatisme merupakan fenomena yang sangat penting dalam budaya modern khususnya pada pemasaran budaya. Hal tersebut berpengaruh besar terhadap individu dan hubungan yang terjadi pada diri individu menciptakan suatu keyakinan dan pemahaman yang berupa hubungan kesetiaan dan pengabdian. Temuan dari penelitian ini menunjukkan terdapat perubahan perilaku menjadi fanatisme yang diawali oleh ketertarikan diri terhadap boyband (unsur budaya), melibatkan diri dalam komunitas secara kolektif, menunjukkan

kesetiaan diri dengan memberikan dukungan perilaku konsumtif dan gaya hidup menonton konser, kerelaan penggunaan sejumlah dana secara finansial, serta keterlibatan emosional di dalamnya.

Adapun keterbatasan penelitian yang masih menggunakan jumlah subjek dengan 2 orang yang perlu melihat kekayaan informasi lebih lanjut. Selain itu, peneliti selanjutnya dapat memperkaya metode lain dengan penambahan dokumen sekunder untuk melihat aktivitas fandom dalam dunia internet. Seberapa besar pengaruh dan loyalitas anggota komunitas dalam memberikan dukungannya pada media daring (online).

Saran yang dapat peneliti berikan adalah pemahaman terhadap masyarakat luas untuk memahami dinamika fanatisme selaku fans terhadap idolanya. Hal tersebut mampu menjadi bahan dukungan serta cara untuk memberikan bantuan terhadap bentuk-bentuk perilaku fanatisme yang negatif. Komunitas dapat diarahkan menjadi gerakan bersama untuk membantu aktivitas sosial yang mengatasnamakan idola mereka. Bagian pemasaran produk dapat mempelajari bentuk loyalitas dari fans terhadap idola dengan adanya rasa kekeluargaan yang dibentuk maupun menjadikan idola sebagai harta karun. Ide-ide untuk menciptakan pernak-pernik (merchandise) ataupun produk lainnya yang memiliki keterlibatan emosional dengan fans dan tidak hanya fungsi dari suatu produk dalam penunjang konser.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Cresswell, J. W. (1998). Qualitative Inquiry &

Research Design Choosing Among Five Tradition. California: Sage Pub.

Cresswell, J. W. (2016). Research Design:

Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan

Metode Campuran (Edisi Ketiga).

Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Cresswell, J. W. (2013). Research Design: Qualitative, Quantitaive and Mixed Method Approaches. California: Sage Pub.

Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (2005). The Sage

Handbook of Qualitative Research.

California: Sage Pub.

Hollows, J. (2000). Feminism, Feminity and Popular

Cultural. New York: Manchester University

Press.

Mitrano, J. R. (1999). The Sudden Death of Hockey in Hartford: Sport Fans and Franchise Relocation. Sociology of Sport Journal , 134-154.

Nastiti, A. D. (2010). "Korean Wave" di Indonesia: Antara Budaya Pop Internet dan Fanatisme pada Remaja (Studi Kasus Terhadap Situs Asian Fans Club di Indonesia dalam Perspektif Komunikasi Antar Budaya).

Journal of Communication , 1-23.

Pertiwi, S. A. (2013). Komformitas dan Fanatisme pada Remaja Korean Wave (Penelitian pada Komunitas Super Junior Fans Club ELF "Ever Lasting Friend") di Samarinda.

eJournal Psikologi , 157-166.

Poerwandari, E. K. (2009). Pendekatan Kualitatif

untuk Penelitian Perilaku Manusia. Depok:

LPSP3 Universitas Indonesia.

Sari, D. R. (2018). Pengaruh Budaya K-Wave

(Korean Wave) Terhadap Perubahan Perilaku Remaja Penyuka Budaya Korea di Bandar Lampung. Lampung: Universitas Lampung.

Seregina, A., Koivisto, E., & Matilla, P. (2011). Fanaticism-it's Development and Meaning in Consumer Lives. Journal of Aalto

University School of Economics , 1-106.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan

Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

tirto.id. (2020, Februari 13). TVXQ akan Meriahkan

'Korean Wave' Trans Media pada 21 Februari 2020. Dipetik Maret 7, 2020, dari tirto.id:

https://amp.tirto.id/tvxq-akan-meriahkan- korean-wave-trans-media-pada-21-februari-2020-eyHd

Tribun News. (2019). Mengenal Komunitas Army

Surabaya Wadah Bertukar Info Para Penggemar BTS. Dipetik Maret 7, 2020, dari

Tribun News:

https://surabaya.tribunnews.com/2019/06/2 3/mengenal-komunitas-army-surabaya- wadah-bertukar-info-para-penggemar-bts?page=2

Wijayanti, A. A. (2012). Hallyu: Youngstres Fanaticis of Korean Pop Culture (Study of Hallyu Fans in Yogyakarta City). Journal of

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini nantinya akan digunakan menjawab berbagai pertanyaan bagaimana pengusaha UMKM Gresik entrepreneurial leadership dapat menjalankan dan mempertahankan usahanya

Kemudian peneliti membuat skema untuk menguji hipotesis terkait adanya pengaruh langsung antara perceived self- efficacy terhadap nasionalisme atau perceived

Jika dibandingkan dengan literatur lain yang ditinjau, pelaksanaan CBT untuk menangani dewasa autistik memungkinkan untuk dilakukan dalam waktu yang relatif lebih

memiliki tipe campuran kepribadian antisosial dengan kepribadian narsistik termotivasi oleh keinginan untuk mempertahankan dan memperluas reputasi keberanian dan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai gambaran kontrol diri dalam mencegah perilaku seksual pranikah pada Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kota Lhokseumawe, dapat

Data kesemua dari masing partisipanmasing inventory, dilakukan kategorisasi dari skor yang diperoleh melalui standar mean kritikal, untuk mendapatkan dominansi dari

Penggunaan smartphone yang tinggi pada usia remaja akan memberikan dampak pada aktivitas dan pola perilaku keseharian remaja yang menjadi berubah, seperti

Berdasarkan hasil pengolahan data yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hipotesis tidak didukung data, dengan demikian sikap pengembangan diri kompetitif