• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Sains dalam Bidang Pengembangan Kognitif 1. Pengertian Kemampuan Kognitif - Anggi Desy Arifiani BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kemampuan Sains dalam Bidang Pengembangan Kognitif 1. Pengertian Kemampuan Kognitif - Anggi Desy Arifiani BAB II"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A.Kemampuan Sains dalam Bidang Pengembangan Kognitif

1. Pengertian Kemampuan Kognitif

Menurut Sujiono (2008:1.3) kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognisi meliputi aspek-aspek persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran dan pemecahan persoalan.

Chaplin dalam Desmita (2011:97) menjelaskan bahwa “Kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai”.

Menurut Patmonodewo (2008:27) kognitif adalah pengertian yang luas mengenai berpikir dan mengamati, jadi merupakan tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengetahuan atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengetahuan. Sejalan dengan hal ini Haditono (2006:216) kognitif mengandung arti proses berpikir dan proses mengamati yang menghasilkan, memperoleh, menyimpan dan memproduksi yang membuat setiap orang mengatur dunia dengan caranya sendiri.

(2)

memungkinkan sesorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semaua proses berpikir yang berkaitan dengan bagaimana individu memperlajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya serta mempertimbangkan segala sesuatu yang diamati dari dunia sekitar.

Menurut Desmita (2011:96) secara sederhana, kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa perkembangan kongnitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengna bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya. Sehubungan dengan hal ini Piaget dalam Desmita (2011:119):

“ Manusia bukan reaktor pasif terhadap stimulus ekstern atau dorongan naluriah intern yang mendeterminasi dirinya (lingkungan dan kumpulan objek statis tersendiri, yang terpisah dari subjek yang mengobservasinya), tetapi mausia adalah makhluk yang membangun (konstruktis) kognitifnya secara aktif, yang senantiasa menyusun reaksi-reaksi kognitifnya tentang realitasnya sehingga lingkungan dapat dilihat sebagai hasil penilaian dirinya”.

(3)

pengaruh lingkungan saja, melainkan interaksi antara kematangan organisme dengan lingkungannya. Dalam hal ini organisme aktif mengadakan hubungan dengan lingkungannya, objek-objek yang ada di lingkungan sekitarnya yang merupakan proses interaksi yang dinamis.

Perkembangan kognitif pada anak-anak dijelaskan dengan berbagai teori dengan berbagai peristilahan. Pandangan aliran tingkah laku (Behaviorisme) dalam Patmonodewo (2008:27) pertumbuhan kecerdasan melalui tehimpunnya informasi yang makin bertambah. Selanjutnya dikemukakan bahwa perkembangan kecerdasan dipengaruhi oleh faktor kematangan dan pengalaman. Perkembangan kognitif dinyatakan dengan pertumbuhan kemampuan merancang, mengingat dan mencari penyelesaian masalah yang dihadapi. Perkembangan kognitif menunjukkan perkembangan dari cara anak berpikir. Kemampuan anak untuk mengkoordinasikan berbagai cara berpikir untuk menyelesaikan masalah dapat dipergunakan sebagai tolak ukur pertumbuhan kecerdasan.

(4)

menyesuaikan skema-skema mereka dengan informasi dan pengalaman-pengalaman baru.

Pengembangan kognitif dalam Sujiono (2008:1.20) sangat penting, hal ini dimasukkan agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui panca indranya sehingga dengan pengetahuan yang didapat, anak dapat melangsungkan hidupnya dan menjadi manusia yang utuh sesuai dengan kodratnya sesuai dengan makhluk Tuhan yang harus memberdayakan yang ada di dunia untuk kepentingan dirinya dan orang lain.

2. Pengertian Kemampuan Sains Anak Usia Dini

Menurut Trianto (2011:136) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa Inggris “science”. Kata “science” sendiri berasal dari kata dalam bahasa Latin “scientia” yang berarti saya tahu. Science terdiri dari social

sciences (Ilmu Pengetahuan Sosial) dan natural science (Ilmu Pengetahuan Alam). Namun, dalam perkembangannya science sering diterjemahkan sebagai sains yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) saja.

(5)

memecahkan masalah, untuk mendapatkan atau mengetahui penyebab terjadinya dari suatu kejadian, dan untuk mendapatkan aturan atau terori-teori dari obyek yang diamati.

Menurut Patta Bundu dalam Maisaroh dkk (2015:5) sains adalah sejumlah proses atau kegiatan mengumpulkan informasi secara sistematik tentang dunia sekitar atau pengetahuan yang diperoleh melalui proses kegiatan tertentu. Kata sains bisa diterjemahkan dengan Ilmu Pengetahuan Alam yang berasal dari kata natural science. Natural artinya alamiah dan berhubungan dengan alam, sedangkan science artinya ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, sains adalah proses kegiatan yang dilakukan para saintis dalam memperoleh pengetahuan dan sikap terhadap proses kegiatan tersebut.

(6)

sekolah. Sebagai prosedur dimaksudkan sebagai cara yang dipakai untuk mengetahui sesuatu yang lazim.

Menurut Amien (dalam Nugraha 2005 : 3) sains adalah bidang ilmu alamiah, dengan ruang lingkup zat dan energi, baik yang terdapat pada mahluk hidup maupun tak hidup, lebih banyak mendiskusikan tentang alam (natural science) seperti fisika, kimia, dan biologi.

Carin dan Sund dalam Trianto (2011:153) mendefinisikan sains sebagai “Pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen”. Sains meliputi empat unsur utama, yaitu pertama, sikap : rasa ingin tahun tentang benda atau objek, fenomena alam, makhluk hidup atau tak hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar; kedua, proses: prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran dan penarikan kesimpulan; ketiga, produk : berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum; dan keempat, aplikasi : penerapan metode ilmiah dan konsep sains dalam kehidupan sehari-hari.

(7)

mengingat dan mengendapkan yang diperolehnya, serta bagaimana ia dapat menggunakan konsep dan prinsip yang dipelajarinya itu dalam lingkup kehidupannya atau belajarnya.

Jadi nilai sesungguhnya dari sifat pengembangan kognitif harus mengarah pada dua dimensi, yaitu dimensi isi dan dimensi proses. Hendaklah dalam mengarahkan anak untuk menguasai isi pengetahuan, dilakukan melalui proses atau aktivitas bermakna. Jika anak diharapkan menguasai konsep-konsep terkait sains baik berupa fakta, konsep-konsep maupun teori, maka kegiatan yang bisa mencakup dimensi isi maupun proses seperti : melalui observasi, membaca, diskusi, eksperimen atau media yang relevan. Karena melalui aktivitas sains anak akan menggunakan kemampuan kognitifnya dalam memecahkan masalah, matematika dan bahasa pada saat mereka sedang mengamati, memprediksi, menyelidiki, menguji, menyatakan jumlah dan berkomunikasi.

Permainan sains mempunyai banyak manfaat untuk pengembangan kognitif anak. Menurut Sujiono (2008:12.4) permainan sains bermanfaat bagi anak karena dapat menciptakan suasana yang menyenangkan serta dapat menimbulkan imajinasi-imajinasi pada anak yang pada akhirnya dapat menambah pengetahuan anak secara alamiah.

(8)

mencari tahu atau menemukan jawaban tentang kenyataan yang ada di dunia sekitar.

3. Pentingnya Kemampuan Sains Bagi Anak Usia Dini

Menurut Jatmika (2011:9) mengungkapkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini, ada gejala pelajaran IPA atau sains semakin kurang diminati di berbagai sekolah di Indonesia. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari minimnya pengetahuan siswa akan pentingnya pelajaran sains dan matematika dalam kehidupan. Padahal, Negara kita masih sangat membutuhkan tenaga-tenaga ahli di bidang ini untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain fenomena tersebut, saat ini juga masih terjadi kontroversi mengenai penting atau tidaknya memberikan materi pendidikan kepada anak usia dini. Tidak mungkin anak usia dini diberi materi pelajaran, diajari membaca, menulis dan berhitung. Menurut Bruner dalam Jatmika (2011:9) setiap materi dapat diajarkan kepada setiap kelompok umur. Perlu diingat bahwa cara-caranya harus disesuaikan dengan perkembangan usia masing-masing anak. Sains adalah materi fenomena alam yang telah tersedia di sekeliling kita. Dengan demikian, belajar sains sebenarnya dapat dilakukan oleh setiap individu dengan cara mangamati kejadian alam di sekeliling kita secara saksama.

(9)

sains dapat mempercepat kemajuan, memudahkan dalam kehidupan, mengurangi penderitaan, sehingga membuka pintu-pintu masa depan yang cerah dan gemilah. Jadi sains dapat menjadi kawan dan sarana manusia melengkapi dan menikmati kehidupannya. Jadi perlu adanya upaya-upaya yang menggiring pada pemahaman, pengembangan dan pemanfaatan sains kea rah yang dibenarkan sesuai dengan norma dan azas kehidupan.

Menurut Jatmika (2011:11) mengenalkan sains pada anak bukan berarti mengenalkan rumus-rumus yang serba ruwet. Ilmu pengetahuan atau sains bukanlah sejumlah hal yang dipikirkan hanya dalam sekali jalan. Tetapi, belajar sains haruslah dilakukan dalam suasana menyenangkan. Hal ini penting agar anak dalam kondisi ceria akan bertanya “apa” dan kenapa”. Mengenalkan sains pada anak harus disesuaikan dengan tahapan umur dan perkembangannya. Karena sebagian besar waktu mereka dihabiskan bersama orang tuanya masing-masing dan guru di sekolah. Untuk itu pembelajaran di TK sebaiknya dilakukan dengan bermain sambil belajar. Dalam situasi bermain itulah dapat melakukan beragam eksperimen sains.

(10)

imajinasi-imajinasi pada anak yang pada akhirnya dapat menambah pengetahuan secara alamiah.

Menurut Whiterington dalam Jatmika (2011:11) bermain mempunyai fingsi mempermudah perkembangan kognitif anak dan memungkinkan anak melihat lingkungan, mempelajari sesuatu, dan memecahkan masalah yang dihadapi. Banyak manfaat yang bisa diperoleh jika anak sejak dini telah diperkenalkan sains. Lebih lanjut menurut Abruscato dalam Nugraha (2005:36) mengacu pada terori perkembangan kognitif, yang terpenting adalah bukan anak menyerap sebanyak-banyaknya pengetahuan, tetapi adalah bagaimana anak dapat mengingat dan mengendapkan yang diperolehnya, serta bagaimana ia dapat menggunakan konsep dan prinsip yang dipelajarinya itu dalam lingkup kehidupannya atau belajarnya.

(11)

B. Metode Eksperimen dengan Kegiatan Bermain Profesor Cilik

1. Metode Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak

Winarno dalam Suryosubroto (2009:140) menyatakan bahwa metode pengajaran adalah cara-cara pelaksanaan daripada proses pengajaran, atau soal bagaimana teknisnya sesuatu bahan pelajaran diberikan kepada murid-murid di sekolah.

Menurut Moeslichatoen (2004:7) metode merupakan bagian dari strategi kegiatan. Metode dipilih berdasarkan strategi kegiatan yang sudah dipilih dan ditetapkan. Metode merupakan cara, yang dalam bekerjanya merupakan alat untuk mencapai tujuan kegiatan. Sedangkan menurut Suryosubroto (2009:141) metode adalah cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Makin tepat metodenya, diharapkan makin efektif pula pencapaian tujuan tersebut.

Menurut Sujiono (2008:7.3) metode adalah cara menyampaikan / mentransfer ilmu yang tepat sesuai dengan anak usia TK sehingga menghasilkan pemahaman yang maksimal bagi anak didik. Suyanto (2005:149) menyatakan bahwa metode pembelajaran untuk anak usia dini hendaknya menantang dan menyenangkan, melibatkan unsur bermain, bergerak, bernyanyi, dan belajar. Lebih lanjut Isjoni (2011:86) metode pembelajaran untuk anak usia dini perlu dirancang dan dipersiapkan dengan baik. Kondisi dan karakter anak yang menjadi sumber pertimbangan utama.

(12)

Sebagai alat untuk mencapai tujuan tidak selamanya berfungsi secara memadai. Dalam memilih suatu metode yang akan dipergunakan dalam program kegiatan anak di Taman Kanak-Kanak guru perlu mempunyai alasan yang kuat dan faktor-faktor yang mendukung pemilihan metode tersebut, seperti : karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik anak yang diajar.

Metode merupakan bagian dari strategi kegiatan dan dipilih berdasarkan strategi kegiatan yang ditetapkan. Setiap guru akan menggunakan metode yang sesuai dengan tujuan dan gaya melaksanakan kegiatan. Sebagai alat untuk mencapai tujuan tidak selamanya metode berfungsi secara optimal. Oleh karena itu dalam memilih suatu metode yang akan digunakan, guru TK perlu memilih alasan yang kuat dan memperhatikan faktor-faktor yang mendukung pemilihan metode tersebut seperti karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik anak yang dibinanya. Karakteristik tujuan adalah pengembangan kognitif. Metode dapat mengembangkan kognitif anak agar dapat berpikir, menalar, mampu menarik kesimpulan, dan membuat generalisasi. Caranya adalah dengan memahami lingkungan sekitarnya, mengenal orang dan benda-benda yang ada, mengenal tubuh dan memahami perasaan mereka sendiri, berlatih mengurus diri sendiri (Hildebrand, dalam Sujiono, 2008).

(13)

bahasa. Hal ini sejalan dengan pendapat Guilford dalam Moeslichatoen (2004:17) untuk membantu perkembangan kemampuan kognitif anak perlu memperoleh pengalaman belajar yang dirancang melalui kegiatan mengobservasi dan mendengarkan secara tepat. Guilford juga mengemukakan anak itu memiliki fungsi kognitif yang disebut operasi intelektual. Operasi intelektual sedikit dibedakan dalam pengamatan, ingatan, berpikir konvergen, berpikir divergen dan evaluatif.

2. Metode Eksperimen

a. Pengertian Metode Eksperimen

Djamarah & Aswan Zain (2010 : 84) metode ekperimen (percobaan) adalah cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar dengan metode percobaan ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu.

(14)

sebagai fasilitator, alat untuk berbagai percobaan suda dipersiapkan guru. Melalui metode ini anak dapat menemukan sesuatu berdasarkan pengalamannya.

Menurut Sagala (2012:220) metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran di mana siswa melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari. Dalam proses belajar mengajar dengan metode percobaan ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri mengenai suatu objek, keadaan, atau proses sesuatu. Dengan demikian, siswa dituntut untuk mengalami sendiri, mencari kebenaran, atau mencoba mencari suatu hukum atau dalil, dan menarik kesimpulan atas proses yang dialaminya itu.

Berdasarkan uraian diatas penulis memilih metode eksperimen / percobaan yaitu cara anak melakukan berbagai percobaan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan usianya, guru sebagai fasilitator, alat untuk berbagai percobaan sudah dipersiapkan guru. Melalui metode ini anak dapat menemukan sesuatu berdasarkan pengalamannya.

b. Kelebihan dan Kelemahan Metode Eksperimen

(15)

mudah percaya pula kata orang, sebelum ia membuktikan kebenarannya. Mereka lebih aktif berpikir dan berbuat, hal mana itu sangat dikehendaki oleh kegiatan mengajar belajar yang modern, di mana siswa lebih banyak aktif belajar sendiri dengan bimbingan guru. Siswa dalam melaksanakan proses eksperimen di samping memperoleh ilmu pengetahuan, juga menemukan pengalaman praktis serta ketrampilan dalam menggunakan alat-alat percobaaan. Dengan eksperimen siswa membuktikan ssendiri kebenaran sesuatu teori, sehingga akan mengubah sikap mereka yang tahayul, ialah peristiwa-peristiwa yang tidak masuk akal.

Djamarah & Aswan Zain (2010 : 84) metode eksperimen mempunyai kelebihan yaitu: Membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya, dapat membina siswa untuk membuat terobosan-terobosan baru dengan penemuan dari hasil percobaannya dan bermanfaat bagi kehidupan manusia, hasil-hasil percobaan yang berharga dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia.

(16)

Djamarah & Aswan Zain (2010 : 84) metode eksperimen mengandung beberapa kekurangan, antara lain: metode ini lebih sesuai dengan bidang-bidang sains dan teknologi, metode ini memerlukan berbagai fasilitas peralatan dan bahan yang tidak selalu mudah diperoleh dan mahal, metode ini menuntut ketelitian, keuletan dan ketabahan, setiap percobaan tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan karena mungkin ada faktor-faktor tertentu yang berada diluar jangkauan kemampuan atau pengendalian.

3. Kegiatan Bermain Profesor Cilik

Gagne dalam Sujiono (2008:8.4) media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan srta mendorong anak untuk belajar. Media berasal dari bahasa Latin yang artinya “antara”. Media adalah segala sesuatu yang dapat

dipakai atau dimanfaatkan untuk merangsang daya pikir, perasaan, perhatian dan kemampuan anak sehingga ia mampu mendorong terjadinya proses belajar mengajar pada diri anak (Sujiono, 2008:8.17). Namun bagi kita sebagai guru, media adalah sebuah saluran komunikasi. Jadi menurut pengertian tersebut media menggambarkan suatu perantaraan dalam penyampaian informasi dari suatu sumber kepada penerima. Sumber informasinya adalah guru sedangkan penerimanya adalah anak.

(17)

Salah satu definisi belajar yang banyak dipakai ialah bahwa belajar merupakan perubahan perilaku dari individu yang relatif permanen karena suatu pengalaman, bukan karena kematangan biologis semata. Menurut Suyanto (2005:81) perubahan perilaku tersebut meliputi perubahan pengetahuan, cara berpkir, maupun berperilaku.

Menurut Nasution dalam Nugraha (2005:60) mengemukakan bahwa pengertian belajar sebagai suatu proses dimana suatu organisme (individu) berubah perilakunya akibat suatu pengalaman. Meskipun semua ahli menyetujui bahwa batasan belajar itu adalah suatu perubahan perilaku, tetapi untuk menemukan hakekat tentang belajar para ahli mencoba menelusuri lebih dalam. Menurut Mappa dalam Nugraha (2005:61) individu (anak) yang belajar memiliki kesiapan (kapasitas, baik fisik maupun mental) untuk melakukannya.

Bermain menciptakan zone of proximal developmental (ZPD) pada anak, yakni wilayah yang menghubungkan antara kemampuan actual anak dan kemampuan potensial anak. Saat bermain, anak melakukan seseuatu yang melebihi usianya dan tingkah laku mereka sehari-hari. Bermain dapat diibaratkan sebagai kaca pembesar (magnifying glass), yang berisi semua kecenderungan perkembangan. Peran, aturan, dan dukungan motivasional dimungkinkan oleh situasi imajiner yang menyediakan bantuan bagi anak untuk membentuk tingkat yang lebih tinggi pada ZPDnya (Vygotsky dalam Musfiroh, 2005:14)

(18)

optimal. Bermain secara langsung mempengaruhi seluruh wilayah dan aspek perkembangan anak. Kegiatan bermain memungkinkan anak belajar tentang diri mereka sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Dalam kegiatan bermain, anak bebas untuk berimajinasi, bereksplorasi, dan mencipta sesuatu. Anak-anak bermain karena mereka perlu memanipulasi dan bereksperimen untuk melihat apa yang terjadi, bagaimana sesuatu itu berproses, dan bagaimana sesuatu itu berfungsi dalam kehidupannya. Anak bermain karena mereka juga perlu mengkreasikan pengetahuan mereka dan menantang dunia melalui interaksi diantara mereka. Anak perlu bermain karena dalam bermain itulah pertama kali anak menemukan pengetahuan di dalam dunia sosial mereka yang kemudian menjadi bagian dari perkembangan kognitif mereka.

Pembelajaran sains akan menjadi kering, menjemukan, bahkan menegankan jika disajikan secara teoritis. Padahal sains adalah pembelajaran yang menyenangkan. Banyak hal tidak terduga yang dapat dijawab oleh sains. Dengan percobaan-percobaan sains sederhana anak akan mengungkap banyak misteri sains. Untuk itu, penulis menggunakan kegiatan bermain “Profesor

Cilik” yang didalamnya merupakan percobaan-percobaan sains sederhana,

alatnya mudah didapat, asyik, dan mudah dilakukan. Pembelajaran aktif lewat percobaan-percobaan sederhana akan menciptakan pengalaman menyenangkan bagi anak dan secara alami akan mendorong anak untuk lebih banyak belajar.

Adapun beberapa contoh kegiatan percobaan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan sains pada anak seperti : permainan “Gelas Nada”,

(19)

minta anak untuk meletakkannya diatas meja, dan minta anak untuk menuangkan air ke dalam 3 gelas masing-masing dengan ketinggian berbeda. Minta anak untuk mengetuk tiap-tiap gelas dengan sendok. Dan gelas akan mengeluarkan nada rendah, sedang dan tinggi. Saat mengetuk gelas dengan sendok, air di dalam gelas akan bergetar sehingga menimbulkan nada yang bervariasi. Pada gelas yang berisi air banyak akan menghasilkan nada rendah. Jumlah air yang banyak bergetar lebih lambat sehingga ketukannya menghasilkan nada rendah. Sebaliknya gelas berisi air sedikit menghasilkan nada tinggi, sehingga ketukannya menghasilkan nada tinggi. (Kuin Sui (2011:26)).

(20)

Langkah awal dalam permainan “Bermain Warna”, guru menyiapkan bahan-bahan seperti: 6 buah gelas , pewarna makanan merah, kuning dan biru, serta air. Guru meminta anak untuk mengisi 6 buah gelas tersebut dengan sedikit tepung dan air. Kemudian minta anak untuk menuangkan warna merah pada gelas pertama, warna kuning pada gelas kedua, warna merah pada gelas ketiga, warna biru pada gelas keempat, warna biru pada gelas kelima, dan warna kuning pada gelas keenam. Minta anak untuk memprediksi yang akan terjadi jika warna merah dicampur dengan kuning, kemudian warna merah dicampur dengan biru, dan warna biru dicampur dengan kuning. Secara teroritis, warna terdiri atas warna primer dan warna sekunder. Warna primer meliputi warna merah, kuning dan biru. Sedangkan warna sekunder dibentuk dengan mencampur dua atau lebih warna primer. Misalnya : warna merah dan kuning dicampur dapat menghasilkan warna jingga (orange), warna merah dan biru dicampur dapat menghasilkan warna ungu, sedangkan warna biru dan kuning dicampur dapat menghasilkan warna hijau. (Suyanto(2005:107)).

(21)

akan lebih cepat pula benda larut, Anomali air dimana pada suhu 4 derajat C

volum air menyusut sampai terkecil namun bila suhu diturunkan kebawah 4

derajat C maka volumenya bertambah. (Condrywati (2009:25)).

Dalam permainan “Telur Ajaib”, guru menyiapkan 2 buah gelas, 2 butir telur dan garam. Guru membagi anak menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 2 anak, kemudian minta anak untuk menuangkan air ke dalam 2 buah gelas hingga setengah gelas, kemudian masukkan telur ke dalam 1 buah gelas tersebut, dan telur akan tenggelam. Minta anak untuk masukkan 2-3 sendok garam ke dalam gelas kedua dan aduk hingga larut semua kemudian memasukkan telur ke dalamnya. Masukkan telur ke dalam larutan garam dan minta anak untuk mengamati yang terjadi, dan telur pun terapung. Semua materi termasuk telur mengapung atau tenggelam tergantung pada massa jenisnya. Telur tenggelam di dalam air tawar karena massa jenis telur lebih besar daripada air tawar. Telur mengapung di dalam larutan garam pekat karena massa jenis telur lebih kecil daripada larutan garam. (Kuin Sui (2011:31)).

(22)

soda kue dan cuka yang menghasilkan gas karbondioksida. Mula-mula kapur barus tenggelam karena kerapatannya lebih besar daripada kerapatan air. Gas karbondioksida yang terbentuk bekumpul dan melekat pada kapur barus sehingga menyebabkan kapur barus terapung ke permukaan. Ketika kapur barus mengapung ke permukaan, sebagian gelembung gas meletus dan menyebabkan kapur barus kehilangan sebagian dari daya apungnya dan kapur barus kembali tenggelam. (Kuin Sui (2011:47)).

C. Kriteria Keberhasilan

1. Pedoman Penilaian

Pengertian penilaian menurut Ralph Tyler dalam Yus Anita (2005:29) merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dlam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Sedangkan Brewer dalam Yus Anita (2005) menyatakan penilaian adalah penggunaan system evaluasi yang bersifat komprehensif (menyeluruh) untuk menentukan kualitas dari suatu program atau kemajuan dari seorang anak. Berarti penilaian itu harus dilakukan menyeluruh dari apa yang akan dinilai.

(23)

Menurut Yusuf (2009:5) tujuan asesmen bagi anak usia dini adalah proses memahami tingkat perkembangan dan pertumbuhan kemampuan anak secara terus menerus dengan cara mengumpulkan data dari pengamatan, pencatatan, perekaman terhadap perilaku yang ditampilkan. Asesmen harus dilakukan secara menyeluruh yang meliputi berbagai aspek perkembangan anak.

Pedoman penilaian menurut menurut Dimyati (2013: 95) yaitu: Anak yang belum berkembang (BB) penilaian dituliskan nama anak dan diberi tanda satu bintang ( ), Anak yang sudah mulai berkembang (MB) sesuai dengan indikattor RKH mendapatkan tanda dua bintang ( ), Anak yang sudah berkembang sesuai dengan harapan (BSH) pada indikator dalam RKH mendapatkan tanda tiga bintang ( ), Anak yang berkembang sangat baik (BSB) melebihi indikator seperti yang diharapkan dalam RKH mendapatkan tanda empat bintang ( ).

Menurut Depdiknas (2006: 6-7) dalam pelaksanaan penilaian sehari-hari, guru menilai kemampuan (indikator) semua anak yang hendak dicapai seperti yang telah diprogramkan dalam satuan kegiatan harian (SKH). Cara pencatatan hasil penilaian harian dilaksanakan sebagai berikut :

○ : Dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa peserta didik

melakukan/menyelesaiakn tugas selalu dibantu guru.

● : Dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa peserta didik mamapu

(24)

Menurut Depdiknas (2010:10) penilaian dilaksanakan secara integratif dengan kegiatan pembelajaran.Dalam pelaksanaan penilaian mengacu pada kemampuan yang hendak dicapai dalam suatu kegiatan yang telah direncanakan dalam tahapan tertentu. Guru menilai kemampuan yang hendak dicapai,guru mengacu pada indicator seperti yang telah diprogramkan dalam (RKH). Adapun pencatatan hasil penilaian dilakukan sebagai berikut:

1. Catatlah hasil penilaian perkembangan anak pada kolom penilaian direncana kegiatan harian (RKH).

2. Anak yang belum berkembang (BB) sesuai indicator seperti diharapkan

pada RKH atau dalam melaksanakan tugas selalu dibantu guru,maka pada kolom penilaian di tuliskan nama anak dan diberi tanda satu bintang ().

3. Anak yang sudah mulai berkembang (MB) sesuai indicator seperti yang diharapkan dalam RKH mendapat tanda dua bintang(  ).

4. Anak yang sudah berkembang (BSH) pada indicator pada RKH mendapat tanda tiga bintang (  ).

5. Anak yang berkembang sangat baik (BSB) melebihi indicator seperti yang diharapkan dalam RKH mendapatkan tanda empat bintang(

 )

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan buku pedoman penilaian dari Dimyati (2013: 95)

(25)

sesuai dengan indikattor RKH mendapatkan tanda dua bintang (), Anak yang sudah berkembang sesuai dengan harapan (BSH) pada indikator dalam RKH mendapatkan tanda tiga bintang (), Anak yang berkembang sangat baik (BSB) melebihi indikator seperti yang diharapkan dalam RKH mendapatkan tanda empat bintang ().

2. Indikator Hasil Belajar

Sujiono (2008:10.19) indikator merupakan hasil belajar yang lebih spesifik dan terukur dalam suatu kompetensi dasar. Apabila serangkaian indikator dalam satu kompetensi dasar sudah tercapai, berarti target kompetensi dasar tersebut sudah terpenuhi.

Menurut Suyanto (2005:163) mengemukakan bahwa topik-topik sains yang menarik untuk anak ialah melakukan investigasi terhadap hal-hal seperti: gerak, menuang, menimbang, busa sabun, tenggelam dan terapung, magnet, bayangan, perubahan wujud benda.

Yus Anita (2005:39) penilaian aspek perkembangan kognitif meliputi perkembangan sains dan perkembangan matematika pada anak. Dan penulis melakukan penilaian pada aspek perkembangan sains anak usia dini.

(26)

berapa lama lilin akan meleleh, berapa lama air yang panas akan menjadi dingin, dan seterusnya. Keempat, menghitung. Kita mendorong anak untuk menghitung benda-benda yang ada di sekeliling, kemudian mengenalkan bentuk-bentuk benda kepadanya.

Suyanto (2005:163) pengenalan sains untuk anak usia dini dilakukan untuk mengembangkan kemampuan yaitu, (1) Eksplorasi dan investigasi, yaitu kegiatan untuk mengamati dan menyelidiki objek dan fenomena yang ada di alam; (2) Mengembangkan keterampilan proses sains dasar, seperti melakukan pengamatan, mengukur, menggunakan bilangan, dan mengkomunikasikan hasil pengamatan; (3) Mengembangkan rasa ingin tahu, senang, dan mau melakukan kegiatan inkuiri dan diskoveri; (4) Memahami pengetahuan tentang berbagai benda baik ciri, struktur, maupun fungsinya.

Secara rinci dan jelas Nugraha (2005:33) secara skematik uraian tujuan program pengembangan pembelajaran sains di atas dapat ditampilkan melalui tabel berikut :

(27)
(28)

diuji

Sikap menghargai dan menerima masukan

Berpedoman ada fakta dan data

Hasrat ingin tahu tinggi

Peneliti melakukan adaptasi sehingga indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 2.2 Indikator Hasil Belajar

No Indikator Yang Diharapkan (Kemampuan Sains)

1. Anak mampu aktif mencoba melakukan percobaan hingga selesai

2. Anak mampu memprediksi yang akan terjadi dalam percobaan

3. Anak mampu menyelesaikan masalah yang terkait dengan percobaan yang dilakukan

4. Anak mampu mengelompokkan benda padat dan cair 5. Anak mampu menceritakan hasil percobaan yang telah

dilakukan

D. Kerangka Berpikir

(29)

Menurut Jatmika (2011:12) mengungkapkan bahwa sains melatih anak bereksperimen dengan melaksanakan beberapa percobaan, memperkaya wawasan anak untuk selalu ingin mencoba dan mencoba. Dengan demikian, sains dapat mengarahkan dan mendorong anak menjadi seorang yang kreatif dan inisiatif. Dan juga sains membiasakan anak-anak mengikuti tahap-tahap eksperimen dan tak boleh menyembunyikan suatu kegagalan. Artinya, sains dapat melatih mental positif, berpikir logis, dan urut (sistematis). Dengan menggunakan metode eksperimen dengan kegiatan bermain profesor cilik dapat meningkatkan kemampuan sains anak karena dengan menggunakan metode ini anak dapat bermain dan bereksperimen langsung menemukan fakta-fakta yang ada di alam sekitarnya.

Catron dan Allen dalam Tadkiroatun (2005:1) mengatakan bahwa bermain merupakan wahana yang memungkinkan anak-anak berkembang optimal. Bermain secara langsung mempengaruhi seluruh wilayah dan aspek perkembangan anak. Kegiatan bermain memungkinkan anak belajar tentang diri mereka sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Dalam kegiatan bermain, anak bebas untuk berimajinasi, bereksplorasi, dan mencipta sesuatu. Lebih lanjut Sujiono (2008:12.4) permainan sains bermanfaat bagi anak karena dapat menciptakan suasana yang menyenangkan serta dapat menimbulkan imajinasi-imajinasi pada anak yang pada akhirnya dapat menambah pengetahuan secara alamiah.

(30)

terkesan membosankan. Pembelajaran hanya dilakukan di dalam kelas sehingga anak terlihat bosan. Dan kegiatan pada proses pembelajaran hanya terpaku pada menulis, berhitung, menggambar, mewarnai, melipat, worksheet atau majalah. Sehingga banyak anak yang jenuh dan tidak memperhatikan pembelajaran yang berlangsung. Sehingga perkembangan kognitif khususnya pada sains anak sangat kurang, karena kurangnya interaksi antara guru dan anak, serta terhambatnya daya eksplorasi anak karena anak tidak dapat mengekspresikan dirinya.

Setelah peneliti melakukan observasi, peneliti melakukan penelitian yang dimulai dengan siklus 1. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan kegiatan bermain professor cilik. Anak terlihat antusias mengikuti proses pembelajaran, dan meningkatkan daya eksplorasi serta meningkatkan berpikir kritis anak. Tetapi pada siklus 1 ini peningkatan perkembangan sains anak sudah meningkat tetapi belum maksimal.

(31)

Metode eksperimen dalam meningkatkan kemamapuan sains mengenal sifat-sifat air dengan kerangka kegiatan sebagai berikut:

(32)

E. Hipotesis Tindakan

Gambar

Tabel 2.1 Dimensi Tujuan dan Target Pengembangan Pembelajaran Sains
Tabel 2.2 Indikator Hasil Belajar
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Nugraha, (2005: 35) manfaat pengembangan kemampuan dengan konsep membedakan berat dan ringan pada anak sejak dini diharapkan anak akan: 1) Memiliki bekal kemampuan

1) Tahap pertama, yaitu pemahaman konsep. Pemahaman konsep di dapat anak melalui benda-benda kongkrit dan peristiwa nyata yang dialami anak, seperti.. pengenalan warna dengan

Pendapat lain yaitu menurut Samsudin (2008: 8) berpendapat bahwa tujuan pengembangan motorik kasar untuk anak usia dini yaitu untuk penguasaan keterampilan yang

Juariah Adang, 1995 (dalam Nugraha Ali 2005: 23) fungsi dari pengajaran sains yang dapat menumbuhkan berfikir logis, berfikir rasional, berfikir analitis dan berpikir kritis

Menurut Sumantri (2005: 145) tujuan dan fungsi mengembangkan ketrampilan motorik halus bagi anak TK usia 4 – 6 tahun tujuannya yaitumampu mengembangkan kemampuan

1) Metode ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan, serta penguasaan ketrampilan dalam proses kognitif/pengenalan siswa. 2) Siswa memperoleh

Pendapat lain yaitu menurut Samsudin (2008: 8) berpendapat bahwa tujuan pengembangan motorik kasar untuk anak usia dini yaitu untuk penguasaan keterampilan yang

Dalam penelitian ini, rumusan hipotesis yang digunakan peneliti adalah kemampuan sains anak dalam bidang perkembangan kognitif melalui kegiatan permainan eksperimen sains