UPAYA PEMBENTUKAN KEMANDIRIAN BELAJAR
ANAK YATIM PUTRI DI PANTI ASUHAN AISYIYAH
TUNTANG KABUPATEN SEMARANG
SKRIPSI
Disusun Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
LUKLUUM MAKNUN NIM: 111-12-245
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp. : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan naskah skripsi
Kepada Yth.
Dekan FTIK IAIN Salatiga di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa.
Dapat diajukan kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Salatiga untuk ditujukan dalam sidang munaqosyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Salatiga, 20 Februari 2017 Pembimbing,
KEMENTRIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
iv SKRIPSI
UPAYA PEMBENTUKAN KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK
YATIM PUTRI PANTI ASUHAN AISYIYAH TUNTANG
KABUPATEN SEMARANG
Oleh
LUKLUUM MAKNUN NIM : 11112245
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada Tanggal Maret 2017 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Susunan Panitia Penguji:
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Salatiga
Suwardi, M.Pd.
NIP. 19670121 199903 1 002
KEMENTERIAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Lukluum Maknun
NIM : 111-12-245
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil
karya sendiri, bukan jiplakan dari hasil karya tulis orang lain. Pendapat dan
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah.
vi
MOTTO
ِمْوُلُعلْا ِرِئاَس ىَلِا ِوِب ىَدَتْىِإ ِةلََلَْا ِمْلِع ىِف َرَّحَبَ ت ْنَم
“Barang siapa yang menguasai ilmu alat (Nahwu Sharaf) maka ia akan mendapatkan
vii
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil’alamin dengan rahmat dan hidayah Allah SWT
skripsi ini telah selesai. Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Bapak H. Aziz Muslikhin S.Pd dan Ibu Hj. Siti Karimah S.Pd.i yang senantiasa
memberikan nasehat dan yang telah mendidikku dari kecil sampai menikmati
kuliah S1 di IAIN Salatiga ini, serta tidak lelah mendoakan tanpa henti untuk
menjadi pribadi yang bermanfaat untuk sesama.
2. Adik tersayang Laily Ikrima dan Ahmad Lubab Al-Farih yang selalu
memberikan semangat untuk terus menjadi pribadi yang tangguh.
3. Keluarga Besarku yang senantiasa memberikan dukungan dan do’a.
4. Keluarga Besar RA Az-zahra yang telah membimbing dan memberikan
inspirasi kepadaku.
5. Seluruh sahabatku yang selalu memberikan semangat dan motivasinya.
6. Keluarga PAI G, Keluarga PPL MTS N Salatiga dan Kelompok KKN yang
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan banyak rahmat dan hidayah-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya
Islam di dunia ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan pada junjungan Nabi
Agung Muhammad SAW yang telah membimbing manusia dari zaman kegelapan
hingga zaman yang terang benderang dan yang selalu dinantikan syafaatnya di
hari kiamat kelak. Segala syukur penulis panjatkan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “UPAYA PEMBENTUKAN
KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK YATIM PUTRI DI PANTI ASUHAN AISYIYAH TUNTANG KABUPATEN SEMARANG”
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari
bahwa masih banyak sekali kekurangan di dalamnya. Penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis tidak akan bisa menyelesaikan skripsi
ini dengan lancar. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Bapak Suwardi, M.Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. Selaku Ketua jurusan Pendidikan Agama Islam
4. Ibu Muna Erawati S.Psi, M.Si. Selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam upaya
membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Jaka Siswanta, M.Pd. selaku Pembimbing Akademik.
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak membantu
ix
7. Pengurus Panti Asuhan Putri Aisyiyah Tuntang yang telah memberikan ijin
serta membantu penulis dalam melakukan penelitian di tempat tersebut.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang
membangun sangat diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 20 Februari 2017
x
ABSTRAK
Maknun, Lukluum. 2017. “Upaya Pembentukan Kemandirian Belajar Anak Yatim Putri Panti Asuhan Aisyiyah Tuntang Kab. Semarang”. Skripsi Fakultas Tarbiyah Dan Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing : Dr.Muna Erawati, S.Psi, M.Si.
Kata Kunci: Kemandirian Belajar, Anak Yatim Putri, Panti Asuhan
Kehidupan anak yatim putri panti asuhan Aisyiyah Tuntang Kab.Semarang sangat menarik untuk dikaji, mengingat bahwa status subjek penelitian berusia anak-anak, berjenis kelamin putri dan tidak memiliki sosok ayah menjadikan betapa rentannya terhadap persoalan sosial. Seorang individu untuk tumbuh kembang secara baik memerlukan materil, emosional, sosial dan spiritual dari kedua orang tuanya. Ketika anak yatim putri panti asuhan ini kehilangan sosok ayah, maka diprediksikan bermunculah permasalahan sosial dan psikologis, antara lain: 1). Bagaimana kondisi sosial emosional anak yatim putri Panti Asuhan Aisyiyah Tuntang? 2). Bagaimana upaya panti dalam pembentukan kemandirian belajar anak yatim putri Panti Asuhan Aisyiyah Tuntang? 3). Apa saja hambatan pembentukan kemandirian belajar anak yatim putri Panti Asuhan Aisyiyah Tuntang? Kemandirian belajar bukan berarti belajar sendiri, sebab perwujudannya dapat berupa belajar sendiri maupun belajar kelompok. Melalui panti asuhan anak yatim putri dididik, dibina dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangatlah penting. Data yang terbentuk kata-kata diperoleh dari informan sedangkan data tambahan diperoleh dari dokumen. Analisis data dilakukan dengan menelaah data yang ada kemudian melakukan reduksi data, penyajian data dan menarik kesimpulan data.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN BERLOGO ... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
ABSTRAK ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Fokus Penelitian ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Kegunaan Penelitian ... 8
E. Tinjauan Pustaka ... 9
F. Penegasan Istilah ... 11
G. Metode Penelitian ... 16
H. Sistematika Penulisan ... 26
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 27
xii
1. Pengertian Panti Asuhan ... 27
2. Landasan Hukum Didirikannya Panti Asuhan ... 28
3. Tujuan Panti Asuhan ... 31
4. Fungsi Panti Asuhan ... 32
B. Anak Yatim ... 33
1. Pengertian Anak Yatim ... 33
2. Batasan Usia Anak Yatim ... 34
3. Pandangan Islam Terhadap Anak Yatim ... 35
C. Kemandirian Belajar ... 38
1. Pengertian Kemandirian Belajar ... 38
2. Bentuk-Bentuk Kemandirian Belajar ... 40
3. Ciri-Ciri Kemandirian Belajar ... 41
4. Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar ... 52
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN ... 58
A. Gambaran Umum Panti Asuhan Putri Aisyiyah Tuntang ... 58
1. Sejarah Berdirinya Panti Asuhan Putri Aisyiyah ... 58
2. Tujuan Berdirinya Panti Asuhan Putri Aisyiyah ... 59
3. Letak Geografis ... 60
4. Visi Dan Misi Panti Asuhan Putri Aisyiyah ... 61
5. Tata Tertib Dan Peraturan Panti Asuhan Putri Aisyiyah .. 61
6. Sarana Dan Prasarana ... 66
7. Struktur Organisasi ... 67
xiii
9. Anggota Binaan Panti Asuhan Putri Aisyiyah ... 69
10.Sumber Data ... 71
BAB IV PEMBAHASAN ... 75
A. Kondisi Sosio-Emosional Dan Kemandirian Belajar Anak Yatim Putri PA Aisyiyah ... 75
1. Anak-Anak ... 75
2. Remaja ... 80
B. Upaya Panti Asuhan Dalam Membentuk Kemandirian Belajar Anak Yatim Putri Panti Asuhan Aisyiyah Tuntang ... 85
1. Pendidikan Agama (Islam) ... 86
2. Pendidikan Moral (Akhlak) ... 87
3. Keterampilan-Keterampilan ... 89
C. Hambatan Yang Diperoleh Dalam Pembentukan Kemandirian Belajar Anak Yatim Putri Panti Asuhan Aisyiyah Tuntang ... 100
BAB V PENUTUP ... 102
A. Kesimpulan ... 102
B. Saran ... 106
DAFTAR PUSTAKA ...
RIWAYAT HIDUP PENULIS ...
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Panti Asuhan Putri Aisyiyah
Tabel 3.2 Jadwal Aktivitas Panti Asuhan Putri Aisyiyah
xv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK
2. Nota Pembimbing Skripsi
3. Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian
4. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
5. Lembar Konsultasi
6. Pedoman Wawancara
7. Transkip Wawancara
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keluarga adalah pembimbing pertama dan utama, karena dari keluarga
anak pertama kali memperoleh dasar-dasar pendidikan untuk menanamkan
kemandirian dalam dirinya yang penting bagi perkembangan pribadi maupun
psikologis anak. Orang tua sangat berpengaruh terhadap pendidikan anak.
Sebab orang tua merupakan guru pertama dan utama bagi anak. Orang tua
melalui pendidikan dalam keluarga merupakan lingkungan pertama yang
diterima anak, sekaligus sebagai pondasi bagi pengembangan kemandirian
anak. Pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar anak dalam keluarga.
Hal ini disebabkan pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap
pendidikan anak selanjutnya, dan hasil pendidikan dari orang tua sangat
menentukan perkembangan anak dimasa depan.
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya
2
(perintah) Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S At-Tahrim:6)
Setiap anak pastilah menginginkan memiliki keluarga yang
sempurna, dimana dalam satu keluarga terdapat seorang kepala keluarga
yang sering disebut ayah, terdapat sosok seorang perempuan lembut dan
penuh dengan kasih sayang kepada semua anggota keluarga yang tidak
lain adalah ibu dan seorang buah hati atau anak. Tetapi dalam kenyataan
yang terjadi di masyarakat tidak semua anak memiliki keluarga yang
sempurna yang dapat membimbing, mengarahkan dan memberikan
pengawasan secara langsung dari kedua orang tuanya.
Hal ini disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adanya salah satu
orang tuanya telah tiada, kedua orang tuanya telah meninggal dunia atau
mereka memiliki kedua orang tua, namun kedua orang tuanya memiliki
kehidupan perekonomian terbatas, sehingga mereka hidup tanpa
bimbingan orang tua. Karena itulah mereka dituntut untuk memiliki
kemandirian dalam belajar tanpa bimbingan orang tuanya.
Herman Holstein (1987: 5) berpendapat bahwa dengan
kemandirian belajar bukan berarti bahwa setiap anak belajar secara
individualistik, bahkan sebaliknya, situasinya dibina untuk belajar
kelompok dan setiap anak menjadi partner bagi temannya. Kemandirian
belajar bukan berarti belajar sendiri, sebab perwujudannya dapat berupa
3
sendiri yang mendorong pada kegiatan belajar, di situlah terjadi
kemandirian belajar. Dengan kemandirian belajar, selain memperoleh
kecakapan juga dapat mengembangkan daya kognitif yang tinggi, Ini
disebabkan karena anak terbiasa dalam menghadapi tugas serta mencari
pemecahan sendiri dengan menggali sumber-sumber belajar yang ada dan
berdiskusi dengan teman kelompoknya dalam menghadapi kesulitan
belajarnya.
Panti asuhan adalah salah satu Lembaga Kesejahteraan Sosial
Anak yang telah banyak membantu anak asuhnya dalam melaksanakan
kewajiban menuntut ilmu. Bukan hanya itu, Panti Asuhan juga
memberikan pendidikan agama, pengarahan dan pembinaan anak sebagai
pembentukan kemandirian anak agar menjadi anak yang mandiri tanpa
bergantung pada orang lain dan dapat membantu orang tuanya untuk
meningkatkan kesejahteraan keluarganya. (Muntaha, 2012 : 2)
Anak-anak yang berada di suatu lembaga sosial atau panti asuhan
diharapkan untuk bisa mandiri dalam hal apapun baik dalam aktivitas
sehari - hari maupun belajar. Dengan belajar anak mampu mengetahui
segala sesuatu, dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan memiliki
kepribadian yang tangguh.
Belajar adalah kegiatan yang disengaja dan terarah untuk menuju
suatu tujuan. Kegiatan belajar dilakukan dengan kesadaran dan dilandasi
oleh beberapa pertimbangan yang matang. Tanpa kesadaran yang baik dan
4
kemungkinan kurang atau bahkan tidak akan memberi hasil yang
memuaskan. Di samping itu kondisi lingkungan, faktor kemauan dan
ketangguhan hati dari anak tidak dapat diabaikan. Kebanyakan dari anak
sendiri masih memerlukan bimbingan, pengarahan dan pengawasan dari
orang dewasa yang berada di panti asuhan tersebut.
Dalam membina anak asuh, panti asuhan mengadakan
kegiatan-kegiatan rutin, seperti pengarahan serta bimbingan. Di panti asuhan
mereka tidak hanya mendapatkan pendidikan saja melainkan juga
mendapatkan perlindungan dan pelayanan yang baik serta fasilitas-fasilitas
yang disediakan oleh panti asuhan. Selain itu Panti Asuhan juga
memberikan perhatian dengan memberikan kasih sayang serta
nasihat-nasihat yang bermanfaat. Tidak sekedar kasih sayang dan pendidikan saja
yang diberikan namun diajarkan juga bagaimana cara berwirausaha dan
mengembangkan bakat anak asuh dalam hal kesenian.
Fungsi panti asuhan adalah sebagai lembaga sosial yang dimana
anak-anak tercukupi kebutuhan sehari-hari, dilatih dan diberikan bekal
keterampilan sesuai apa yang anak asuh miliki. Panti asuhan didirikan agar
anak-anak dapat menjadi generasi penerus bangsa dan tumbuh menjadi
anak-anak yang cerdas dan mandiri. Panti asuhan mengajarkan anak
asuhnya untuk hidup mandiri dan berdisiplin waktu.
Pada umumnya masyarakat berharap pendidikan dan pengasuhan
di lembaga panti asuhan dapat menjamin tumbuh kembang anak dengan
5
sistematis (sebagaimana pendidikan di pesantren). Sejak awal status anak
yang berada di panti asuhan diprediksikan dapat menumbuhkan sikap
kemandirian yang lebih awal dibandingkan anak yang mempunyai orang
tua, sebab mereka terbiasa tidak dapat menggantungkan atau bergantung
sepenuhnya pada orang lain.
Tetapi, dalam kehidupan sehari-hari di panti asuhan, peneliti
menjumpai adanya anak-anak yang belum cukup mandiri dalam belajar,
para penguruslah yang ekstra keras untuk mendorong dan mendisiplinkan
mereka. Diantaranya, mereka masih merasa kesulitan dalam membagi
waktu antara kegiatan sekolah dan kegiatan yang ada di panti asuhan,
sering pulang tidak tepat waktu, dan kurangnya kesadaran dalam belajar.
Berdasarkan paparan di atas penulis bermaksud mengungkapkan
bagaimana upaya pembentukan kemandirian belajar anak yatim dipanti
asuhan putri Aisyiyah Tuntang kab. Semarang. Selanjutnya penelitian ini
penulis tuangkan dalam bentuk tulisan yang berjudul “UPAYA
PEMBENTUKAN KEMANDIRIAN BELAJAR ANAK YATIM DI
PANTI ASUHAN PUTRI AISYIYAH KECAMATAN TUNTANG
KABUPATEN SEMARANG ”.
A. Fokus Penelitian
Kehidupan anak yatim di Panti Asuhan Putri Aisyiyah Kec.
Tuntang Kab. Semarang sangat menarik untuk dikaji, mengingat bahwa
anak-anak di sana memiliki kondisi atau status sebagai anak tanpa ayah,
6
Status subjek penelitian yang berusia anak-anak, berjenis kelamin
putri dan tidak memiliki sosok bapak menjadikan betapa rentannya mereka
terhadap persoalan-persoalan sosial. Seorang individu untuk bertumbuh
kembang secara baik memerlukan materiil, emosional, sosial dan spiritual
dari kedua orang tuanya. Ketika anak-anak Putri Panti Asuhan ini
kehilangan sosok ayah, maka diprediksikan bermunculah
permasalahan-permasalahan sosial dan psikologis, untuk itu penelitian ini mengungkap, “
Bagaimana kondisi sosial emosional dan kemandirian belajar anak yatim
putri di Panti Asuhan Aisyiyah Kecamatan Tuntang Kabupaten
Semarang?”
Kemandirian belajar bukan berarti belajar sendiri, sebab
perwujudannya dapat berupa belajar sendiri maupun belajar kelompok.
Sejauh ada motivasi dari diri sendiri yang mendorong pada kegiatan
belajar, di situlah terjadi kemandirian belajar. Dengan kemandirian belajar,
selain memperoleh kecakapan juga dapat mengembangkan daya kognitif
yang tinggi. Melalui panti suhan anak-anak panti asuhan dididik, dibina
dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan kepercayaan diri
berdasarkan pengetahuan dan berbagai aktivitas yang dilakukan secara
terus menerus sehingga psikologis anak secara tidak langsung dapat
terbentuk. untuk itu penelitian ini mengungkap “Bagaimana peran Panti
Asuhan dalam pembentukan kemandirian belajar anak yatim putri di Panti
7
Adapun kehidupan sehari-hari di panti asuhan, peneliti menjumpai
adanya anak-anak yang belum cukup mandiri dalam belajar, para
penguruslah yang ekstra keras untuk mendorong dan mendisiplinkan
mereka. Diantaranya, mereka masih merasa kesulitan dalam membagi
waktu antara kegiatan sekolah dan kegiatan yang ada di panti asuhan
misalnya, sering pulang tidak tepat waktu, dan kurangnya kesadaran dalam
belajar. Untuk itu penelitian ini mengungkap “Apa saja hambatan dalam
membentuk kemandirian belajar anak yatim putri di Panti Asuhan
Aisyiyah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang?”
B. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kondisi sosial emosional dan kemandirian belajar
anak yatim putri di Panti Asuhan Aisyiyah kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang.
2. Untuk mengetahui Peran Panti Asuhan dalam membentuk kemandirian
belajar anak yatim Putri di Panti Asuhan Aisyiyah Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang.
3. Untuk mengetahui apa saja hambatan yang diperoleh dari tingkat
kemandirian belajar anak yatim Putri di Panti Asuhan Aisyiyah
8 C. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan
praktis.
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu pengetahuan
dalam pembentukan kemandirian belajar anak yatim di Panti
Asuhan Putri Aisyiyah Tuntang Kab. Semarang
b. Dapat dijadikan informasi-informasi awal untuk dilakukan kajian
lebih lanjut dalam rangka penyempurnaan karya.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal
kepada pihak-pihak terkait seperti Dinas Sosial, Pemerintah Daerah,
Kecamatan atau Organisasi Aisyiyah sebagai penanggung jawab
keberadaan panti asuhan serta semua pihak yang terkait dengan
keberadaan panti asuhan.
D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan hal yang penting karena akan menjadi
acuan dasar dan sebagai pembeda terhadap penelitian yang sudah pernah
dilakukan sebelumnya. Telaah pustaka ini peneliti ambil dari buku dan
penelitian-penelitian sebelumnya yang dianggap relevan dengan penelitian
yang akan dilakukan oleh peneliti. Adapun beberapa penelitian terdahulu
yang penulis jadikan telaah pustaka dalam penelitian ini adalah sebagai
9
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Muntaha dengan judul
“Pendidikan Kemandirian Anak-Anak Yatim Piatu Asuhan Darul
Hadlanah Blotongan Salatiga Tahun 2012.” Penelitian tersebut bertujuan
untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam membentuk kemandirian
anak yatim piatu di Panti Asuhan Darul Hadlanah Blotongan Salatiga
tahun 2012, Untuk mengetahui problematika yang muncul dalam
pendidikan kemandirian anak yatim piatu di Panti Asuhan Darul Hadlanah
Blotongan Salatiga tahun 2012 dan Untuk mengetahui solusi yang
ditempuh untuk mengatasi problematika yang muncul dalam pendidikan
kemandirian anak yatim piatu di Panti Asuhan Darul Hadlanah Blotongan
Salatiga tahun 2012.
Perbedaan skripsi Muntaha dengan skripsi ini adalah skripsi
Muntaha menjelaskan pendidikan kemandirian Anak-Anak Yatim Piatu
sedangkan penelitian ini menjelaskan pembentukan kemandirian belajar
anak yatim, skripsi Muntaha subjek penelitiannya adalah Anak-Anak
Yatim Piatu Putra maupun putri sedangkan dalam penelitian ini, subjek
penelitian ini hanyalah anak Putri saja. Muntaha meneliti upaya yang
dilakukan untuk melatih kemandirian, santri asuh diberi pendidikan yang
dibutuhkan di masyarakat yang sifatnya fisik, sedangkan dalam penelitian
yang akan dilakukan ini bahwa anak asuh di beri pendidikan kemandirian
eksrakurikuler berupa keterampilan.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Putri Ariani dengan judul
10
Berbah Sleman Yogyakarta Untuk Mempersiapkan Masa Depan”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep kemandirian yang
dilakukan oleh panti asuhan dalam pembinaan kemandirian anak yatim
piatu untuk mempersiapkan masa depan. Perbedaan skripsi Putri Ariani
dengan penelitian yang akan dilakukan ini adalah dalam skripsi Putri
Ariani terdapat konsep kemandirian yang diterapkan oleh pengurus panti
asuhan terhadap anak asuh. salah satu buktinya dengan pengurus panti
terbuka untuk siapa saja mengajarkan kepada anak asuhnya dalam hal apa
saja. Pengurus panti asuhan juga memberikan kesempatan untuk para
warga masyarakat dan dermawan untuk mengajarkan memasak. Pengurus
panti asuhan tidak menolak anak asuhnya tersebut diajarkan memasak oleh
warga masyarakat dan para dermawan yang berkunjung, sedangkan dalam
penelitian yang akan dilakukan ini bahwa pengurus panti hanya terbuka
kepada relawan untuk mengajarkan kepada anak asuh dalam hal apapun.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Nur Habib dengan judul
“Pembinaan Akhlak Anak Asuh di Panti Asuhan Yatim Piatu Putra Islam
An-Nur Bantulkarang Ringinharjo Bantul”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pembinaan keagamaan, shalat lima waktu, tahfidz, puasa
sunnah senin kamis dan lain-lain, dengan mengggunaan metode
pembinaan akhlak serta pendampingan belajar. Sedangkan perbedaan
dalam penelitian ini adalah anak-anak asuh dalam pembentukan
kemandirian belajar melalui bimbingan pengurus yang dilakukan secara
11
Dari sejumlah kajian pustaka yang dilakukan, penulis tidak
menemukan kajian mengenai Pembentukan Kemandirian Belajar Anak
yatim Putri di Panti Asuhan Aisyiah kecamatan Tuntang kabupaten
Semarang. Sehingga penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya
dan memiliki orisinilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
E. Penegasan Istilah
Dalam skripsi yang berjudul, “Pembentukan Kemandirian Anak
Dalam Belajar Di Panti Asuhan Putri Aisyiyah Tuntang Kab. Semarang”
ini perlu penegasan guna untuk menghindari adanya kesalahpahaman
dalam mengartikan sehingga akan lebih mudah dipahami setelah
dijelaskan lebih lanjut secara terperinci.
1. Panti Asuhan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:646) Panti
Asuhan adalah rumah tempat memelihara dan merawat anak yatim
atau yatim piatu dan sebagainya. Menurut Depsos RI (2004: 4), panti
sosial asuhan anak adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial
yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan
kesejahteraan sosial pada anak terlantar dengan melaksanakan
penyantunan dan pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan
pengganti orang tua/wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik,
mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh
kesempatan yang luas,tepat dan memadai bagi pengembangan
12
generasi penerus cita- cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut
serta aktif dalam bidang pembangunan nasional.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
panti asuhan merupakan salah satu lembaga perlindungan anak yang
berfungsi memberikan perlindungan terhadap hak anak-anak sebagai
wakil orang tua dalam memenuhi kebutuhan mental dan sosial pada
anak asuh agar mereka memiliki kesempatan untuk mengembangkan
diri sampai mencapai tingkat kedewasaan yang matang serta mampu
melaksanakan perannya sebagai individu dan warga negara di dalam
kehidupan bermasyarakat.
2. Anak Yatim
Keluarga inti adalah suatu unit sosial yang paling kecil
dalam masyarakat. Keluarga yang beranggotakan ayah, ibu dan
anak-anaknya merupakan suatu keseluruhan yang saling
mempengaruhi diantara sesamanya. Bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga akan mempengaruhi suasana keluarga, secara
keseluruhan akan memberi dampak pada perasaan pemikiran dan
perilaku-perilaku anggotanya. Khusus mengenai kematian ayahnya,
ibu dan keduanya dengan sendirinya akan memberi pengaruh
terhadap keluarganya secara keseluruhan dan juga terhadap
anak-anak yang ditinggalkan.
Islam sangat menganjurkan untuk merawat anak-anak yang
13
menjelaskan ketidakberdayaan mereka saja, tetapi juga merinci
wasiat-wasiat ini dan menyeru pada tiga hal yang berkenaan dengan
anak yatim ini, yaitu bersikap kasih sayang terhadap mereka,
melindungi kekayaan mereka apabila mereka mempunyai harta dan
memberi nafkah mereka apabila tidak mempunyai harta yang cukup.
ِةَرِخ ْلْاَو اَيْ نُّدلا يِف
ْمُكُناَوْخِإَف ْمُىوُطِلاَخُت ْنِإَو ٌرْ يَخ ْمُهَل ٌح َلَْصِإ ْلُق ٰىَماَتَيْلا ِنَع َكَنوُلَأْسَيَو
ٌزيِزَع َوَّللا َّنِإ ْمُكَتَنْعََلَ ُوَّللا َءاَش ْوَلَو ِحِلْصُمْلا َنِم َدِسْفُمْلا ُمَلْعَ ي ُوَّللاَو
ٌميِكَح
:ةرقبلا﴿
٢٢۰
﴾
Artinya:
Tentang dunia dan akhirat dan mereka bertanya kepadamu tentang
anak yatim, katakanlah : “Mengurus urusan mereka secara patut
adalah baik, dan jika kamu bergaul dengan mereka, maka mereka
adalah saudaramu, dan Allah mengetahui siapa yang membuat
kerusakan dari yang mengadakan perbaikan. Dan jikalau Allah
menghendaki, niscaya dia dapat mendatangkan kesulitan kepadamu.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S
Al-Baqarah :220)
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
anak yatim adalah anak yang telah kehilangan bapaknya disebabkan
14 3. Kemandirian Belajar
Kemandirian belajar merupakan perilaku yang ada pada
seseorang yang belajar karena dorongan dari dalam diri sendiri
bukan karena pengaruh luar. Dengan kemandirian seseorang mampu
menunjukkan adanya pengaruh dari dalam terhadap pengendalian
dirinya. Kemandirian merupakan perilaku yang diarahkan oleh diri
sendiri dan tidak mengharapkan bantuan dari orang lain, bahkan ia
ingin mencoba memecahkan masalahnya sendiri.
Anung Haryono (2005:75) memberikan definisi kemandirian
belajar sebagai suatu sistem belajar mandiri, merupakan sistem
pembelajaran yang didasarkan kepada kedisiplinan terhadap diri
sendiri yang dimiliki oleh siswa disesuaikan oleh keadaan
perorangan siswa, waktu yang dimiliki dan keadaan sosial
ekonominya.
Sedangkan menurut Jerold E. Kemp (1994 : 154) Metode
belajar yang sesuai dengan kecepatan sendiri juga disebut belajar
mandiri. Pengajaran sendiri atau belajar dengan mengarahkan diri
sendiri. Siswa diharapkan lebih banyak belajar mandiri atau
kelompok dengan bantuan seminimal mungkin dari orang lain.
Semua itu diperlukan kemampuan, kemauan yang kuat dan disiplin
yang tinggi dalam melaksanakan kegiatan belajar. Kemauan yang
15
kesulitan, sedangkan disiplin yang tinggi diperlukan supaya kegiatan
belajarnya sesuai dengan jadwal yang diatur sendiri.
Kemandirian belajar bukan berarti belajar sendiri, sebab
perwujudannya dapat berupa belajar sendiri, belajar kelompok dan
klasikal. Sejauh ada motivasi diri yang mendorong kegiatan belajar
disitulah terjadi kemandirian belajar.
Herman Holstein (1987: 5) berpendapat bahwa dengan
mandiri bukan berarti murid-murid belajar secara individualistik
bahkan sebaliknya situasinya dibina untuk belajar kelompok dan
setiap anak menjadi patner temannya. Dalam belajar kelompok
ditanamkan rasa kebersamaan, kesadaran untuk bekerja sama saling
membantu dan mengoreksi tanpa rasa tersinggung menghargai
pendapat temannya. Hal ini berarti mengarahkan anak untuk menjadi
anggota masyarakat yang pandai bermasyarakat serta demokratis
disamping dapat belajar tanpa memerlukan guru.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kemandirian belajar adalah sikap yang menunjukkan pada kesadaran
belajar dari diri sendiri sehingga bertanggung jawab sepenuhnya
16 F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian yang berjudul Upaya Pembentukan Kemandirian
Belajar Anak Yatim Di Panti Asuhan Putri Aisyiyah Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang bertujuan untuk mengungkapkan dan
menggambarkan secara realistis dan faktual fakta-fakta yang
berkenaan dengan pelaksanaan Upaya Pembentukan Kemandirian
Belajar di Panti Asuhan Aisyiyah. Oleh karenanya pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif dengan metode deskriptif.
Menurut Sugiono (2006:15) metode penelitian kualitatif
adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
pospositivisme digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti
adalah sebagai instrument kunci. Pengambilan sample, sumber data
dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan
dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekan
makna dari generalisasi.
2. Kehadiran Peneliti
Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan dalam
17
sampai memperoleh data-data yang diperlukan. Dalam penelitian
kualitatif ini seorang peneliti menjadi instrumen.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Panti Asuhan Aisyiyah Tuntang,
Kab. Semarang. Selain letaknya yang strategis, alasan lain pemilihan
tempat penelitian adalah berkaitan dengan upaya meningkatkan
kepedulian masyarakat terhadap anak yatim piatu dan
anak-anak yang kurang beruntung, serta menumbuhkan kesadaran tentang
pentingnya upaya pembentukan kemandirian belajar bagi anak-anak
yang tinggal di panti asuhan. Di Panti Asuhan Aisyiyah memiliki
kegiatan yang teratur dan struktur organisasi yang terprogram dan
berjalan dengan lancar.
4. Sumber Data a. Data Primer
Menurut Sugiono data primer adalah data yang dapat
diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitia dan juga
sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul
data (2010: 137). Hal ini tercermin dengan adanya kata-kata dan
tindakan yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau
mewawancarai. Peneliti menggunakan data ini untuk
mendapatkan informasi langsung tentang Upaya Pembentukan
Kemandirian Belajar Anak Yatim Putri Di Panti Asuhan Aisyiyah
18 b. Data sekunder
Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber
bacaan dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari
surat-surat pribadi, buku harian, notula rapat perkumpulan,
sampai dokumen-dokumen resmi dari berbagai instansi
pemerintah. Data sekunder juga dapat berupa majalah, buletin,
publikasi dari berbagai organisasi, lampiran-lampiran dari
badan-badan resmi seperti kementrian-kementrian, hasil-hasil studi,
tesis, hasil survei, studi histories, dan sebagainya. Peneliti
menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan
melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui studi
pustaka dan wawancara langsung kepada anak asuh, pengurus dan
pengasuh yang bersinggungan dengan Upaya Pembentukan
Kemandirian Belajar Anak Yatim Putri Di Panti Asuhan Aisyiyah
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan
pada natural setting (kondisi yang alamiah) sumber daya primer, dan
teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi, berperan
serta (partisipan observation), wawancara mendalam (indepth
interview) dan dokumentasi (Sugiono, 2006:309)
Menurut Lexy J.Moleong (Moleong, 2002:125-163)
19
pengamatan, wawancara, catatan lapangan dan penggunaan
dokumen. Namun demikian penggunaanya harus disesuaikan dengan
penelitian yang sedang dilakukan sehingga ada kecocokan. Dalam
penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah:
a. Observasi
Metode Observasi adalah suatu metode penelitian yang
digunakan dengan jalan pengamatan suatu obyek dengan seluruh
indra. Jadi observasi dapat dilakukan melalui penglihatan,
pendengaran, pengecap dan peraba (Arikunto, 1998: 146).
Teknik yang pertama digunakan sebagai alat pengumpul
data yang digunakan untuk menggali dariresponen penelitian.
Aspek sosiologis maupun keagamaan dari setiap responden akan
sangat diperhitungan guna memperoleh informasi yang jelas
terutama yang berkaitan dengan Pembentukan Kemandirian
Belajar Anak yatim Putri di Panti Asuhan Aisyiah kecamatan
Tuntang kabupaten Semarang.
Metode ini digunakan penulis sebagai metode utama
dalam mengumpulkan seluruh data yang dibutuhkan dalam
penulisan skripsi ini (Arikunto, 1998: 146). Jalan yang
dilakukan penulis yaitu dengan cara pengamatan langsung
mengenai kegiatan belajar mengajar Pembentukan Kemandirian
Belajar Anak yatim Putri di Panti Asuhan Aisyiah kecamatan
20
digunakan adalah pendekatan pengamatan peserta yaitu,
pendekatan yang bercirikan suatu periode interaksi sosial
intensif antara peneliti dengan subyeknya, di dalam lingkungan
subyek tersebut.
b. Wawancara
Teknik wawancara merupakan salah satu cara
pengumpulan data dalam penelitian, karena menyangkut data
maka wawancara menjadi elemen penting dalam proses
penelitian (Bagong, 2006:70). Wawancara bisa diartikan sebagai
cara yang dipergunakan untuk mendapatkan informasi (data)
dari responden dengan cara bertanya langsung secara bertatap
muka. Namun demikian tehnik wawancara ini dalam
perkembanganya tidak harus dilakukan secara berhadapan
langsung, melainkan dapat dengan memanfaatkan sarana
komunikasi lain.
Teknik pengumpulan data yang diperoleh dengan cara
bertanya langsung kepada responden, untuk mendapatkan data
tersebut penulis menggunakan metode wawancara mendalam
kepada pengasuh, pengurus, dan para anak asuh, metode ini
digunakan peneliti sebagai metode bantu dalam melakukan
observasi (Moleong, 2002: 135), Yang bertujuan untuk
menggali ketarangan-ketarangan dan informasi yang terkait
21
Panti Asuhan Aisyiyah kecamatan Tuntang kabupaten
Semarang.
c. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data ini digunakan untuk menggali
informasi dari media cetak, internet maupun dokumen-dokumen
kepustakaan lainya yang mendukung erat dengan kaitanya
masalah yang diteliti. Namun dalam penelitian kualitatif ini
menggunakan pendekatan dokumen pribadi yaitu tempat orang
mengungkap dengan kata-kata sendiri, pandangan mereka
tentang seluruh kehidupan mereka atau beberapa aspek tentang
mereka sendiri (Furchan, 1992: 25).
Dokumen pribadi anak asuh di atas antara lain, buku
pelajaran di sekolah maupun buku pelajaran di panti yang
digunakan belajar, serta hasil tes evaluasi anak asuh baik berupa
lisan maupun tulisan.
6. Analisis Data
Analisa data merupakan bagian yang sangat penting dalam
suatu penelitian, sebab dari hasil analisis inilah dapat dijadikan
jawaban dalam memecahkan masalah dalam penelitian. Analisisnya
adalah dengan menggunakan analisis deskriptif. Dalam penelitian
kualitatif, proses analisis data dimulai sejak pengumpulan data
22
Proses analisis data dalam penelitian ini menggunakan
teknik yang dilakukan oleh Miles dan Huberman dalam (Sugiono
2006:337). Adapun dalam penerapannya adalah sebagai berikut:
a. Analisis selama pengumpulan data
Kegiatan analisis data ini dapat dimulai setelah penulis
memahami fenomena sosial yang sedang diteliti.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan fokus penelitian (rumusan masalah)
2) Menyusun temuan-temuan sementara berdasarkan data
yang telah terkumpul.
3) Pembuatan rencana-rencana pengumpulan data berikutnya
berdasarkan data yang telah terkumpul.
4) Pembuatan rencana-rencana pengumpulan data berikutnya
berdasarkan temuan-temuan pengumpulan data
sebelumnya.
5) Penerapan sasaran pengumpulan data (informan, situasi,
dokumen, dan lain-lain).
b. Reduksi data
Dalam reduksi data ini penulis memilih data-data yang
telah diperoleh selama melakukan proses penelitian. Hal ini bisa
dilakukan dengan menajamkan, mengorganisasikan data
23
c. Penyajian data
Langkah ini dapat dilakukan dengan menyajikan
sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan
adanya penarikan kesimpulan. Hal ini dilakukan dengan alasan
data-data yang diperoleh selama proses penelitian kualitatif
biasana berbentuk naratif, sehingga memerlukan
penyederhanaan tanpa mengurangi isinya.
d. Menarik kesimpulan (verifikasi)
Kegiatan analisis berikutnya yang penting adalah
menarik kesimpulan dan verifikasi. Mulai dari mencari pola,
tema, hubungan, permasalahan, hal-hal yang sering timbul, dan
sebagainya. Dari data tersebut diambil kesimpulan serta
memverifikasi data tersebut dengan cara menelusuri kembali
data yang telah diperoleh.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data dilakukan agar data yang diperoleh dalam
penelitian kualitatif tidak menjadi biasa dan memenuhi kriteria
keilmiahan. Dalam penelitian ini kriteria keabsahan data beserta
teknik pemeriksaanya menggunakan sumber data dan teknik
pengambilan data.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu sendiri untuk
24
1989:195). Sedangkan menurut Sugiono (2009 : 372) triangulasi
diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat
triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.
Dalam penelitian ini triangulasi dilakukan dengan jalan
membandingkan dan mengecek informasi atau data yang diperoleh
dari wawancara dengan hasil pengamatan. Demikian pula sebaliknya
data yang diperoleh dari pengamatan dibandingkan dan dicek
melalui wawancara.
8. Tahap-tahap Penelitian a. Pra Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, penulis mengkaji
buku-buku yang berkaitan dengan pembentukan kemandirian belajar.
Selain itu, dalam tahap ini terdapat beberapa kegiatan yaitu
penentuan fokus penelitian, persiapan alat dan penelitian yang
mencakup observasi lapangan, serta permohonan ijin kepada
subjek yang diteliti.
b. Penelitian
Setelah penulis mengetahui banyak hal tentang
pembentukan kemandirian belajar, kemudian penulis melakukan
observasi ke obyek penelitian untuk melihat secara langsung
pola pembentukan kemandirian belajar di Panti Asuhan
25
c. Pelaporan
Pada tahap ini kegiatan meliputi penyusunan hasil
penelitian dari semua rangkaian kegiatan pengumpulan data
sampai pemberian makna data. Setelah itu melakukan konsultasi
hasil penelitian dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan
perbaikan saran-saran demi kesempurnaan skripsi yang
kemudian ditindaklanjuti hasil bimbingan tersebut untuk
disempurnakan. Langkah terakhir melakukan penyusunan
kelengkapan persyaratan untuk ujian skripsi.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman secara komprehensif, maka
dalam penulisan ini perlu adanya sistematika pembahasan sebagai
berikut:
Bab I merupakan pendahuluan, meliputi latar belakang, fokus
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,
metode penlitian, dan sistematika penulisan penelitian.
Bab II menjelaskan tentang Pembentukan Kemandirian
Belajar Anak yatim Putri di Panti Asuhan Aisyiyah Kecamatan
Tuntang Kabupaten Semarang yang di dalamnya meliputi, tinjauan
26
Bab III menjelaskan tentang gambaran umum Panti Asuhan
Putri Aisyiyah Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang, dan
Pembentukan Kemandirian Belajar Di Panti Asuhan Putri Aisyiyah
Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.
Bab IV merupakan analisis tentang Upaya pembentukan
kemandirian belajar Anak yatim Putri di Panti Asuhan Aisyiyah
kecamatan Tuntang kabupaten Semarang.
Bab V merupakan penutup yang berisi kesimpulan dari hasil
tentang Upaya Pembentukan Kemandirian Belajar Anak Yatim Putri
Di Panti Asuhan Aisyiyah Kecamatan Tuntang Kabupaten
27
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Panti asuhan
1. Pengertian panti asuhan
Menurut kamus besar bahasa Indonsia, panti asuhan berarti
rumah atau tempat untuk memelihara dan merawat anak yatim atau
yatim piatu dan sebagainya (Tim penyusun kamus pusat bahasa,
2007:826).
Departemen Sosial Republik Indonesia (2004:4) menjelaskan
bahwa panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial
yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan
kesejahteraan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan
penyantunan dan pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan
pengganti fisik, mental dan sosial pada anak asuh, sehingga
memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi
perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai
bagian dari generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagai insan yang
akan turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa panti asuhan
adalah suatu lembaga sosial yang bertanggung jawab untuk
memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar
dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar,
28
sebagai pengganti orang tua dalam keluarga sehingga mereka dapat
memperoleh kesempatan yang memadai untuk perkembangan
kepribadian anak asuh.
2. Landasan hukum didirikannya panti asuhan
Landasan hukum didirikannya panti asuhan antara lain:
a. Al- Qur’an
1) QS. Al-Ma’un ayat 1-3
ُّضُحَي لا َو)٢( َميِتَيْلا ُّعُدَي يِذَّلا َكِلَذَف)١( ِنيِّدلاِب ُبِّذَكُي يِذَّلا َتْيَأَرأ
)٣(ِنيِكْسِمْلا ِماَعَط ىَلَع
Artinya:
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka
itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak
menganjurkan memberi makan orang miskin.” (QS. Al
-Ma’un: 1-3)
Anak yatim adalah anak yang paling membutuhkan
pertolongan dan kasih sayang, karena ia telah kehilangan
seorang ayah pada saat ia membutuhkan kehadirannya. Ia
telah kehilangan sosok yang mencari nafkah untuknya.
Karena itu, Islam mendorong umatnya untuk menyayangi
29
2) QS. An-Nisa’ ayat 58
ْنَأ ِساَّنلا َنْيَ ب ْمُتْمَكَح اَذِإَو اَهِلْىَأ ٰىَلِإ ِتاَناَمَْلَا اوُّدَؤُ ت ْنَأ ْمُكُرُمْأَي َوَّللا َّنِإ
ا ًريِصَب اًعيِمَس َناَك َوَّللا َّنِإ
ۗ
ِوِب ْمُكُظِعَي اَّمِعِن َوَّللا َّنِإ
ۗ
ِلْدَعْلاِب اوُمُكْحَت
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh
kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat”. (Q.S An-Nisa’ 58)
Memberikan hak fakir miskin adalah kewajiban
mutlak dan mengikat bagi setiap orang yang diberi
kelebihan rezeki oleh Allah. Maksud kelebihan rezeki disini
adalah kelebihan rezeki setelah digunakan untuk menutupi
kebutuhan pokoknya. Setelah kebutuhan pokok terpenuhi
dan masih ada sisa harta, sisa harta itulah yang sepatutnya
dibagi-bagikan kepada yang berhak menerimanya.
Termasuk yang harus diprioritaskan adalah kaum fakir
30
b. Undang-undang Dasar 1945
1) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh
Negara (Pasal 34 ayat 1).
2) Undang-undang No.4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak
a) Orang tua adalah yang pertama-tama bertanggung jawab
atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani,
jasmani maupun sosial (Pasal 9).
b) Orang tua yang terbukti melalaikan tanggung jawabnya
sebagaimana termaksud dalam pasal 9, sehingga
mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pertumbuhan
dan perkembangan anak dapat dicabut kuasanya sebagai
orang tua terhadap anaknya. Dalam hal itu ditunjuk orang
atau badan sebagai wali (Pasal 10 ayat 1).
3) Undang-undang N0. 23 tahun 2004, pasal 4 tentang
perlindungan anak
Setiap anak berhak untuk dapat hidup tumbuh,
berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. (Departemen
31 3. Tujuan panti asuhan
Tujuan panti asuhan menurut Departemen Sosial Republik
Indonesia (1997:6) yaitu:
a. Panti asuhan memberikan pelayanan yang berdasarkan kepada
profesi pekerjaan sosial pada anak terlantar dengan cara membantu
dan membimbing mereka ke arah perkembangan pribadi yang
wajar serta mempunyai ketrampilan kerja, sehingga mereka
menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh
tanggung jawab, baik terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat.
b. Tujuan penyelengaraan pelayanan kesejahteraan sosial anak di
panti asuhan adalah terbentuknya manusia-manusia yang
berkepribadian matang dan berdedikasi, mempunyai keterampilan
kerja yang mampu menopang hidupnya dan hidup keluarganya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan panti
asuhan adalah memberikan pelayanan, bimbingan kepada anak asuh
agar memiliki kepribadian matang dan berdedikasi, dan memiliki
keterampilan kerja yang mampu menopang hidupnya dan
keluarganya.
32
Panti asuhan berfungsi sebagai sarana pembinaan dan
pengentasan anak terlantar. Menurut Departemen Sosial Republik
Indonesia (1997:7) panti asuhan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Sebagai pusat pelayanan kesejahteraan sosial anak. Panti asuhan
berfungsi sebagai pemulihan, perlindungan, pengembangan dan
pencegah.
b. Sebagai pusat data dan informasi serta konsultasi kesejahteraan
sosial anak.
c. Sebagai pusat pengembangan keterampilan (yang merupakan
fungsi penunjang). Panti asuhan sebagai lembaga yang
melaksanakan fungsi keluarga dan masyarakat dalam
perkembangan dan kepribadian anak-anak remaja.
Menurut Achmadi (2003:15) Panti asuhan tidak hanya
menerima anak-anak yang tidak memiliki orang tua, atau salah satu
orang tuanya meninggal dunia tetapi panti asuhan juga menerima
anak-anak yang tidak terpenuhi kebutuhan fisik, psikis, dan sosialnya
diantaranya:
a. Anak yatim atau piatu atau yatim piatu.
b. Anak dari keluarga miskin.
c. Anak dari keluarga pecah (broken home).
d. Anak dari keluarga bermasalah.
e. Anak yang lahir di luar nikah atau terlantar.
33
g. Anak yang mendapatkan perlakuan salah (child abuse).
Dengan demikian, fungsi panti asuhan adalah sebagai pusat
pelayanan kesejahteraan sosial anak, sebagai pusat data, informasi dan
konsultasi kesejahteraan anak, serta sebagai pusat pengembangan
keterampilan.
B. Anak Yatim
1. Pengertian anak yatim
Menurut Raghib Al-Isfahami dalam buku Ensiklopedi hukum
Islam karya Dahlan Abdul Azizi (1996 : 1962) seseorang ahli kamus
al-Qur’an, bahwa istilah yatim bagi manusia digunakan untuk orang
yang ditinggal mati ayahnya dalam keadaan belum dewasa.
Menurut Peter Salim dan Yenny Salim dalam kamus bahasa
Indonesia kontemporer (1991 : 1727) mengatakan bahwa tidak beribu
atau tidak berbapak, atau tidak mempunyai ibu dan bapak, tetapi
sebagian menyebutkan sebutan untuk anak yatim ialah untuk anak
yang bapaknya meninggal.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa anak
yatim adalah anak yang ditinggal wafat ayahnya, sedang ia belum
berada pada usia dewasa, atau belum mencapai usia baligh dan belum
34
islam merupakan batasan usia dari masa kanak-kanak beralih kepada
masa dewasa.
2. Batasan usia anak yatim
a. Menurut Islam
َناَك َدْهَعْلا َّنِإ
ۗ
ِدْهَعْلاِب اوُفْوَأَو
ۗ
هَّدُشَأ َغُلْ بَ ي ٰىَّتَح ُنَسْحَأ َيِى يِتَّلاِب َّلَِإ ِميِتَيْلا َلاَم اوُبَرْقَ ت َلََو
ًلَوُئْسَم
Artinya:
Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan
cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan
penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggung
jawabnya. (Q.S Al-Isra’ :34)
مَلاِتْحا َدْعَب َمْتُيَلا
“Tidak ada keyatiman setelah baligh” (Hadits Sunan Abu Dawud).
Baligh menurut Islam apabila telah mengalami mimpi basah bagi
laki-laki dan telah mengalami haid bagi perempuan.
b. Menurut Psikologi
Menurut ilmu psikologi dijelaskan bahwa siklus kehidupan
manusia khususnya pada tingkatan masa kanak-kanak menuju
masa yang dapat dikatakan dewasa itu diantaranya sudah melewati
masa kanak-kanak dan masa remaja. Adapun masa kanak-kanak
dan remaja adalah terdiri dari masa kanak-kanak awal, pertengahan
35
ini adalah batasan usia masa kanak-kanak dan masa remaja
(Gunarsa & D. Gunarsa 1989 : 88) yakni:
1) Anak-anak awal (0-3 tahun)
2) Anak-anak madya (3-7 tahun)
3) Anak-anak akhir (7-12 tahun)
4) Remaja dini (12-15 tahun)
5) Remaja madya (15-17 tahun)
6) Remaja akhir (17/18-21 tahun)
c. Menurut Undang-Undang Dasar 1945
Undang - undang no. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak pasal 1 ayat (1), “Anak adalah seseorang yang belum berusia
18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan. Artinya batas usia dewasa menurut aturan ini adalah 18
tahun ke atas.
Dengan demikian batasan usia anak yatim menurut
penelitian ini adalah yang belum berusia delapan belas tahun (di
bawah usia delapan belas tahun).
3. Pandangan Islam terhadap anak yatim
Islam memberikan perhatian khusus terhadap diri anak yatim
karena kecilnya dan ketidakmampuannya untuk menjalankan
kemaslahatan yang menjamin kebahagiaan hidup di masa depan,
dengan perhatian ini, umat dapat menghindarkan kejahatan atau
36
memperoleh pendidikan karena kehilangan orang tua yang mengasuh,
mendidik dan memeliharanya (Mahmud Syaltut 1990 : 348).
Hadits riwayat Imam Bukhari
ْ نَع
ْ وُسَرَْلاَقْ:َْلاَقٍْد عَسِْن بٍْل هَس ْىهلَصِْ هاللَُّْل
:َْمهلَس َوِْه يَلَعُْ هاللَّ
ْ ْيِفِْميِتَي لاُْلِفاَك َوْاَنَأ
اًئ يَشْاَمُهَن يَبَْجهرَف َوْىَط س ُو لا َوِْةَباهبهسلاِبَْراَشَأ َوْ،ْاَذَكَهِْةهنَج لا
Dari Sahl bin Sa’ad r.a berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “Saya
dan orang yang memelihara anak yatim itu dalam surga seperti ini.”
Beliau mengisyaratkan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya serta
merenggangkan keduanya” (HR al-Bukhari no. 4998 dan 5659).
Dalam ayat lain Allah menegaskan dalam surat An-Nisa’ ayat
36 sebagai berikut :
Artinya :
Janganlah kamu menyembah selain Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah pada
ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
37
sabil dan hamba sahaya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.
Pada ayat ini Allah mengisyaratkan kepada manusia agar
selalu berbuat baik kepada anak yatim, memperhatikan dan mengurus
anak-anak yatim itu berarti memperhatikan pembangunan umat, dan
ketidak pedulian terhadap mereka (anak yatim) berarti membuka pintu
masuknya kejahatan yang dapat menodai dan merusak citra dan
kehormatan umat tersebut.
Mendidik anak yatim pada dasarnya adalah memberikan
bimbingan dan pembinaan agar mereka dapat tumbuh dan berkembang
secara wajar dan baik. Pasalnya, banyak pemelihara anak yatim yang
meremehkan masalah ini serta menzhalimi anak yatim. Keadaan
seperti inilah justru akan menimbulkan masalah sosial dalam
masyarakat (Ummu Abdillah 2004 : 55).
Demikian pandangan Islam bahwa pendidikan anak-anak
yatim itu merupakan permasalahan yang harus mendapat perhatian
khusus dari seluruh lapisan masyarakat, mereka adalah kelompok
anak-anak yang harus dilindungi karena statusnya yang sangat rentan
terhadap perlakuan yang tidak adil.
C. Kemandirian Belajar
38
Menurut Holstein (1994 : 1), Kemandirian merupakan suatu
hal yang penting yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang
dapat berdiri sendiri dengan kaki (berdikari) tanpa harus bergantung
kepada orang lain. Seseorang dikatakan mandiri apabila orang tersebut
mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Kemandirian disebut juga
sebagai kesakaryaan (kegiatan sendiri).
Thoha (1996 : 121) berpendapat, bahwa kemandirian
merupakan perilaku yang aktivitasnya diarahkan pada diri sendiri,
tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya .
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri baik fisik maupun psikis tanpa bantuan dari
orang lain.
Sedangkan Menurut Rousseau sebagaimana dikutip
Sukmadinata (2003:168) menyatakan bahwa pengertian kemandirian
belajar yaitu, anak memiliki potensi-potensi yang masih terpendam,
melalui belajar anak harus diberi kesempatan mengembangkan atau
mengaktualkan potensi-potensi tersebut. Anak mempunyai kekuatan
untuk mencari sendiri, mencoba, menemukan dan mengembangkan
dirinya sendiri.
Menurut Sukmadinata (2003:165-166), beberapa prinsip
39
1) Belajar merupakan bagian dari perkembangan.
2) Belajar berlangsung seumur hidup.
3) Belajar berlangsung disetiap tempat dan waktu.
4) Belajar dapat berlangsung baik dengan guru maupun tanpa guru.
5) Belajar karena tuntutan motivasi.
Kemandirian dalam belajar perlu diberikan kepada anak agar
mereka mampu tanggung jawab dalam mengatur dan mendisiplinkan
dirinya dan mengembangkan kemampuan belajar atas kemampuan
sendiri. Sikap tersebut perlu dimiliki anak karena hal tersebut
merupakan kedewasaan orang terpelajar.
Menurut Sumahamijaya (2001:78) menekankan bahwa
kemandirian adalah sikap mental berdiri sendiri tercermin dalam rasa
tanggung jawab, percaya diri, inisiatif, dan tidak mengelak dari
keharusan mengambil resiko yang sepantasnya serta tidak mengelak
keharusan bersaing. Dijelaskan pula mengenai aspek kemandirian
yaitu:
1) Tidak tergantung pada orang lain.
2) Mempunyai kemampuan yang keras untuk mencapai tujuan
hidupnya.
3) Tidak suka menunda waktu, rajin, dan tidak mudah putus asa.
4) Mempunyai ide atau gagasan dan berusaha untuk mempertahankan
40
2. Bentuk-Bentuk Kemandirian Belajar
Havighurts dalam (Desmita, 2009:185) membedakan
kemandirian atas empat bentuk kemandirian, yaitu:
1) Kemandirian emosional, yaitu kemampuan mengontrol emosi
sendiri dan tidak tergantungnya emosi pada orang lain.
2) Kemandirian ekonomi, yaitu mampu mengatur ekonomi sendiri dan
tidak tergantung kebutuhan ekonomi pada orang lain.
3) Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi
masalah yang dihadapi.
4) Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi
dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain.
Sementara itu Steinberg sebagaimana yang dikutip (Desmita,
2009:186) membedakan kemandirian menjadi tiga bentuk, yaitu:
a) Kemandirian emosional, yaitu aspek kemandirian yang menyatakan
perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu.
b) Kemandirian tingkah laku, yaitu suatu kemampuan untuk membuat
keputusan-keputusan tanpa tergantung kepada orang lain dan
melakukannya secara bertanggung jawab.
c) Kemandirian nilai, yaitu kemampuan memakai seperangkat prinsip
tentang salah dan benar, tentang apa yang penting dan apa yang
41
Dari pendapat kedua tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa
bentuk-bentuk kemandirian ada 3 yaitu kemandirian emosional,
kemandirian tingkah laku dan kemandirian nilai.
3. Ciri-Ciri Kemandirian Belajar
Orang yang mandiri akan dapat menemukan sendiri apa yang
harus dilakukan, menentukan dalam memilih
kemungkinan-kemungkinan dari hasil perbuatan dan dapat menyelesaikan sendiri
masalah-masalahnya tanpa mengharapkan bantuan orang lain. Begitu
juga dalam kemandirian anak, tentunya tidak akan terlepas dari
karakteristik yang menandainya bahwa seorang anak sudah bisa
dikatakan mandiri atau belum. Seperti yang dikemukakan Thoha
(1996 : 122) sebagai berikut:
a. Seseorang mampu mengembangkan sikap kritis terhadap
kekuasaan yang datang dari luar dirinya. Artinya, tidak segera
menerima begitu saja pegaruh orang lain tanpa dipikirkan terlebih
dahulu segala kemungkinan yang akan timbul.
b. Adanya kemampuan untuk membuat keputusan secara bebas tanpa
dipengaruhi orang lain.
Menurut pendapat Kartono (1985 : 137) keterampilan
42
jadi, kemampuan dan keterampilan memecahkan masalah banyak
penting untuk menolong orang lain tetapi juga menolong diri sendiri.
Menurut Sufyarman (2003 : 51-52) orang-orang mandiri dapat
dilihat dengan indikator antara lain:
a. Progresif dan ulet seperti tampak pada mengejar prestasi, penuh
ketekunan
b. merencanakan dan mewujudkan harapan-harapannya.
c. Berinsiatif, yang berarti mampu berfikir dan bertindak secara
original, kreatif dan penuh inisiatif.
d. Pengendalian diri dalam adanya kemampuan mengatasi masalah
yang dihadapi mampu mengendalikan tindakan serta kemampuan
mempengaruhi lingkungan atas ulahnya sendiri.
e. Kemampuan diri, mencakup dalam aspek percaya pada diri sendiri.
f. Memperoleh kepuasan atas ulahnya sendiri.
Dari pendapat ketiga tokoh tersebut yang mengemukakan
tentang ciri-ciri kemandirian, yaitu mempunyai persamaan antar lain
adanya kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah tanpa bantuan
orang lain. Artinya, anak tersebut dapat berdiri sendiri mewujudkan
cita-citanya tanpa ketergantungan kepada orang lain.
anak yang mempunyai kemandirian belajar dapat dilihat dari kegiatan
belajarnya, dia tidak perlu disuruh bila belajar dan kegiatan belajar
43
kemandirian belajar, Sukarno (1989:6) menyebutkan ciri-ciri
kemandirian belajar sebagai berikut:
a. Siswa merencanakan dan memilih kegiatan belajar sendiri.
b. Siswa berinisiatif dan memacu diri untuk belajar secara terus
menerus.
c. Siswa dituntut bertanggung jawab dalam belajar.
d. Siswa belajar kritis, logis, dan penuh keterbukaan.
e. Siswa belajar dengan penuh percaya diri.
Menurut Sardiman sebagaimana dikutip oleh Ida Farida
Achmad (2008:45) menyebutkan bahwa ciri-ciri kemandirian belajar
yaitu meliputi:
a. Adanya kecenderungan untuk berpendapat, berperilaku dan
bertindak atas kehendaknya sendiri.
b. Memiliki keinginan yang kuat untuk mencapai tujuan.
c. Membuat perencanaan dan berusaha dengan ulet dan tekun untuk
mewujudkan harapan.
d. Mampu untuk berfikir dan bertindak secara kreatif, penuh inisiatif
dan tidak sekedar meniru.
e. Memiliki kecenderungan untuk mencapai kemajuan, yaitu untuk
meningkatkan prestasi belajar.
f. Mampu menemukan sendiri tentang sesuatu yang harus dilakukan