• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA HUKUM PELAKSANAAN MERGER BANK PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Arif Indra Setyadi BAB I PENDAHULUAN - MAKALAH KE 2ANALISA HUKUM PELAKSANAAN MERGER BANK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ANALISA HUKUM PELAKSANAAN MERGER BANK PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL Oleh : Arif Indra Setyadi BAB I PENDAHULUAN - MAKALAH KE 2ANALISA HUKUM PELAKSANAAN MERGER BANK"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA HUKUM PELAKSANAAN MERGER BANK

PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

Oleh : Arif Indra Setyadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Sejak tahun 1983 hingga tahun 1996, kebijaksanaaan Pemerintah di sektor Keuangan, diarahkan untuk mendorong perkembangan di sektor lembaga perbankan. Terbukti dengan banyaknya pendirian bank-bank baru pada era tersebut. Jumlah Bank hingga awal tahun 1996 mencapai 240 Bank Umum dan 900 Bank Perkreditan Rakyat.1

Bertambahnya jumlah Bank tersebut, sebenarnya juga akibat adanya Kebijaksanaan Pemerintah yang memberikan persyaratan yang cukup ringan untuk mendidirikan bank, misalnya jumlah modal disetor minimal relatif kecil jika dibandingkan di negara-negara, sperti Singapura, minimal modal untuk menidirkan Bank sebesar Rp. 2,5 Triliun, di Malaysia Rp. 1,5 Triliun, Thailand Rp. 700 miliar, di Pilipina Rp. 400 miliar sedangkan di Indonesia cukup dengan menyetor modal sebesar Rp. 50 miliar.2

Tujuan yang hendak dicapai oleh Pemerintah secara umum, adalah untuk dapat menghimpun dana masyarakat sebanyak mungin tercapai, tetapi tdak diimbangi dengan keberhasilan kemampuan permodalan bank yang mencukupi terhadap risiko-risiko yang akan dihadapi. Puncak risiko itu pun muncul pada badai krisis moneter yang melanda Indonesia pada tahun 1997.Pencapaian tujuan untuk menghimpun dana yang berada di masyarakat tercapai, tapi tidak demikian dengan kemampuan kecukupan permodalan Bank (Capital Adequncy Ratio),

1 Data Bank Indonesia tahun 1996

2 Jono Amirzon, Pelaksanaan Merger Bank di Indonesia,”Makalah”, Jurnal Hukum Bisnis,

(2)

yang pada saat itu ditetapkan sebesar 4% dari keseluruhan kemapuan permodalan Bank.

Bahkan pada saat, terjadinya badai krisis moneter, publik bisa mengetahui betapa ironisnya kondisi kesehatan Bank di Indonesia. Posisi rasio kecukupun modal Bank pada saat itu, hampir 82% dibawah ketetapan Bank Indonesia sebesar 4%, bahkan tidak jarang bank-bank pada saat itu posisi rasio kecukupan modalnya mencapai -30%. Mengatasi kondisi demikian, Pemerintah mengambil langkah penyelamatan ekonomi nasional salah satunya , pada awal tahun 1998 pemerintah mencabut ijin usaha 17 Bank dan 39 bank berada dalam pengawasan langsung BPPN ( Badan Penyehatan Perbankan Nasional).

Berdasarlam kejadian dan fakta yang ada, kondisi perbankan di Indonesia saat itu semakin banyak bank yang dalam kategori tidak sehat, yang berdampak pada kerugian masyarakat sebagai penyimpan dana pada lembaga perbankan. Pencabutan ijin usaha dan likuidasi, menjadi jalan terakhir bagi pemerintah. Pemerintah menggunakan jalan alternatif lain, yang dianggap lebih menguntungkan berbagai pihak, yaitu dengan menggelontorkan Bantuan Likuidasi Bank Indonesia (BLBI).

Diharapkan dengan Bantuan Likuidasi Bank Indonesia, yang notabene merupakan sekum kredit dari Bank Indonesia kepada bank-bank yang dalam pengawasan BPPN, akan keluar dari kondisi krisis kesehatan Perbankan Indonesia. Tetapi pada faktanya program penyelematan Perbankan Indonesia yang merupakan opsi yang ditawarkan oleh IMF (International Monetary Fund), bukannya berhasil menyelamatkan bank-bank dalam pengawasan BPPN, tetapi justru menimbulkan permasalahan baru yang berkepanjangan.

(3)

perbankan ini. Pada puncaknya, terjadinya kerusuhan sosial, yang mengakibatkan penurunan Presiden Soeharto dari puncak pimpinan Pemerintahan.

Baru pada tahun 2004, Pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia, melakukan langkah-langkah penyelamatan Bank-bank Nasional, khususnya Bank milik pemerintah dengan opsi Merger. Pemerintah bersama-sama Bank Indonesia, berhasil melakukan merger terhadap Bank Dagang Negara, Bank Exim, Bank Bumi Daya dan Bank Pembangunan Indonesia (BAPINDO), menjadi satu bank yaitu BANK MANDIRI. Merger yang dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama Bank Indonesia ini, dilatar belakangi oleh peristiwa dan kejadian yang menimpa lembaga perbankan Indonesia pada tahun 1997.

Latar belakang, merger ini dilakukan akibat kondisi kesehatan pebankan pada saat itu, tidak seimbang dengan penyimpanan dana masyarakat, tidak dipenuhinya CAR (Capital Adequency Ratio) perbankan, serta tidak dipatuhinya BMPK ( Batas Maksimal Pemberian Kredit) kepada kelompok usahanya atau pihak-pihak terafiliasi, yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Merger Bank-bank, menjadi opsi terakhir yang dilakukan oleh Pemerintah dan Bank Indonesia setelah kondisi perbankan di Indonesia porak poranda, walaupun jika kita menelaah kedalam sistem Hukum Perbankan di Indonesia, sejak tahun 1992, melalui Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, kemudian tata cara pelaksanaannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 22/KMK.017/1993 telah mengamanatkan mengenai Merger. Selain pada sistem hukum perbankan, merger juga telah diatur pula dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas juga telah mengamanatkan merger Badan Hukum Perseroan Terbatas.

(4)

terhadap Undang-Undang Nomor 1 tahin 1995, menjadi Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Perbelakukan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 ini, memberikan ruang seluas-luasnya bagi penanaman Modal, berikut didalamnya Penanam Modal Dalam Negeri dan Penanam Modal Aing untuk secara langsung melakukan investasi sebesar-besarnya di Indonesia, dengan fasilitas-fasilitas yang sangat luas diberikan oleh Pemerintah Indonesia.

B. Perumusan Masalah

Berdasar uraian latar belakang di atas, maka dapat ditarik suatu perumusan masalah, antara lain sebagai berikut :

1. Bagaimanakah latar belakang dilakukannya merger, terhadap bank-bank nasional, dari perspektif hukum menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal ?

(5)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Merger

Istilah “Merger” berasal dari kata kerja “Merge” yang berarti ”Menggabungkan atau memfusikan ”3. Dalam Black’s Law Dictionary kata

merger ditinjau dari sudut hukum perusahaan, adalah :4

The Absorption of one company by another retaining it’s own name and identity and acquaring assets, liabilities, franchises, and powers of former, and absorbed company ceasing to exist as separate business entity

Penggabungan satu perusahaan dengan yang lain dengan mempertahankan nama itu sendiri dan identitas dan mengakuisisi, kewajiban, waralaba, dan kewewenangan sebelumnya, serta menjadikan perusahaan yang bergabung eksistensinya dihentikan sebagai entitas bisnis terpisah

Selain pengertian diatas, menurut Kartini Mulyadi, mengartikan merger

sebagai transaksi dua atau lebih perseroan menggabungkan usaha mereka berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, sehingga hanya ada satu perseroan yang tinggal. Menurut Cristianto Wibisono, mengartikan merger

sebagai penggabungan dua badan usaha yang relatif seimbang kekuatannya, sehingga menjadi kombinasi baru yang saling membantu.

Sedangkan secara yuridis, pengertian merger, dapat dilihat dalam beberapa ketentuan peraturan hukum dan perundang-undangan, antara lain : 1. Pasal 1 huruf [a] jo. Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 22/KMK.017/1993, mengartikan merger sebagai penggabungan dari dua bank atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan melikuidasi bank-bank lainnya setelah memperoleh ijin dari Menteri Keuangan dengan mendengarkan pertimbangan dari Bank Indonesia.

3 Jhon ME & Hassan Shdly,Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1990, Hal. 378;

4 Hendry Cambell Black, Black Law Dictionary, ST. Paul. Minn West Publishing Co.

(6)

2. Pasal 1 angka [25] Undang Nomor 10 tahun 1998 pengganti Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, mengartikan merger sebagai oenggabungan dri dua bank atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya dengan atau tanpa melikuidasi.

3. Pasal 1 angka [9] Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, menyebutkan istilah ”merger” dengan ”Penggabungan”, sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan passiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum.

Dari beberapa pengertian merger diatas, pada dasarnya ada kesamaan di dalam unsur-unsur pengertian merger, yaitu :

1. Merger atau penggabungan perusahaan adalah salah satu cara penyatuan perusahaan, disamping peleburan perusahaan (Konsolidasi) dan pengambilalihan perusahaan (Akuisisi)

2. Merger, melibatkan dua pihak yaitu satu perusahaan yang menerima penggabungan dan satu atau lebih, pihak yang menggabungkan diri;

3. Perusahaan yang menerima penggabungan akan menerima pengambilalihan seluruh saham, harta kekayaan, hak, kewajiban, dan utang perusahaan yang menggabungkan diri.

B. Pengertian Penanaman Modal (Investasi)

Menurut Black Law Dictionary, memberikan pengertian investasi sebagai berikut :

An expenditure to acquire property or assets to produce revenue, a capital outlay or the assets acquired or the sum invested”5

(7)

Sebuah pengeluaran untuk memperoleh harta atau aset untuk menghasilkan pendapatan, pengeluaran modal atau aset yang diperoleh atau jumlah yang diinvestasikan. Sedangkan menurut pendapat sunaryah Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang.6

Pada beberapa ketentuan hukum, pengertian investasi diatur dalam Perundang-undangan dan peraturan pelaksanaannya, antara lain, yaitu :

1. Pasal 1 ayat [1] Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pengertian penanaman modal (investasi) adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam ( investor ) modal dalam negeri maupun penanam ( investor ) modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.

2. Pada penjelasan Pasal 2 Undang-undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penanaman modal berarti dilakukan :

- Di semua sektor

- Di wilayah negara Republik Indonesia - Merupakan penanaman modal langsung dan

- Tidak termasuk penanaman modal tidak langsung atau portofolio.

C. Bentuk-bentuk Merger[7]

1. Ditinjau dari sudut kegiatan usaha perusahaan yang terlibat merger terdapat 3 bentuk, yaitu :

a. Merger Horisontal, yaitu merger yang dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan yang mempunyai jenis dan tingkatan usaha yang sama, dan sebelumnya justru saling bersaing di dalam meproduksi barang atau jasa

6 Sunaryah, PengantarPengetahuan Pasar Modal, UPP STIM YKPN, Jogjakarta, 2006, Hal. 6

7 Joni Emerzon, Abalisa Hukum pelaksanaan merger bank di Indnesia, Jurnal Hukum

(8)

yang sama, serta menjual atau memasarkan barang dan jasa yang sama dalam suatu wilayah pemasaran.

b. Merger Vertikal, yaitu merger yang dilakukan perusahaan-perusahaan

yang bergerak di dalam bidang atau jenis yang sejenis, tetapi berbeda dlam tingkatan operasinya.

c. Merger Konglomerasi, yaitu merger yang dilakukan oleh

perusahaan-persahaan yang saling tidak mempunyai hubungan, baik dalam arti horisontal maupun vertikal.

2. Ditinjau dari status hukumnya[8]

a. Statutory Merger, yaitu merger yang dilaksanakan dua tau lebih

perusahaan seca sah dan tuntas berdasarkan ketntuan-ketentuan hukum yang berlaku, baik yang dikeluarkan oleh pihak yang berwewenang maupun berdasrkan perjanjian merger yang dibuat oleh para pihak. Pada pengertian ini merger etap mempertahankan salah satu perusahaan tetap hidup dan melanjutkan aktivitasnya serta secara otomatis berhak atas segala harta, kewajiban dan utang dari perusahaan-perusahaan yang digabungkan.

b. De-facto Merger, yaitu merger yang dilakukan oleh dua atau lebih perusahaan tanpa didukung oleh peraturan yang berlaku di tempat perusahaan-perusahaan yang terlibat merger tersebut berdomisili. Dengan kata lain akuisisi aset.

3. Ditinjau dari sudut sikap Direksi perusahaan yang akan digabungkan9

a. Agreed Merger, direksi perusahaan yang akan digabungkan sejak awal

menyetujui dlakukan merger, bahkan adakalanya justru direksi perusahaan yang akan digabungkan inilah yang mengusulkan dan mendorong agar perusahaan yang akan menerima penggabungan tertarik untuk melakukan merger.

(9)

b. Unopposed Merger, yaitu direksi perusahaan yang akan digabungkan tidak menolak rencana penggabungan perusahaan, tetapi juga tidak berinsiatif mendorong perusahaan yang akan menerima penggabungan untuk melakukan merger.

c. Defended Merger, yaitu sejak awal direksi perusahaan yanga akan

digabungkan menolak rencana merger, bahkan kadangkala aktif melakukan tindakan-tindakan guna mencegah terjadinya merger.

d. Compatitive Merger, yaitu direksi perusahaan yang akan digabungkan

menghadapi lebih dari satu tawaran untuk melakukan merger dari dua atau lebih perusahaan ang akan menerima penggabungan, sehingga direksi mempunyai kemampuan untuk menentukan pilihan yang paling menguntungkan.

Pada merger bank terjadi dalam bentuk merger horisontal yaitu bentuk perusahaan yang bergerak di bidang yang sama atau sejenis, yang sebelumnya diantara bank itu saling bersaing untuk memasarkan produk jasanya. Merger

horisontal bank relatif lebih mudah karena memiliki kesamaan dibidang usaha, sistem kerja, aturan hukum yang berlaku.

D. Prosedur Merger Bank di Indonesia

Perbankan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992, Pasal 21 ayat [1] dan [2] bentuk hukum suatu Bank umum dan BPR salah satunya adalah Perseroan Terbatas. Oleh karena itu , setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan terbatas, maka prosedur merger bank di Indonesia harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Undang-undang tersebut.

Beberapa ketentuan tentang merger ini diatur anatara lain mengenai :10 1. Penggabungan dan peleburan dengan sendirinya mengakibatkan perseroan

yang menggabungkan atau meleburkan diri berakhir karena hukum (Pasal 122 ayat [1] UUPT nomor 40 tahun 2007);

(10)

2. Berakhirnya perseroan karena penggabungan dan peleburan seperti diatur dalam ayat [1] diatas, terjadi tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu. Hal ini berbeda dengan yang diatur dalam UUPT sebelumnya, yang masih mewajibkan likuidasi dalam tahapan merger. (Pasal 122 ayat [2] UUPT) 3. Dalam prosedur merger menurut UUPT sekurang-kurangnya direksi yang

akan menggabungkan dan menerima penggabungan, menyusun rancangan penggabungan yang sekurang-kurangnya memuat :11

a. nama dan tempat kedudukan dari setiap Perseroan yang akan melakukan

Penggabungan;

b. alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan Penggabungan;

c. tata cara penilaian dan konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang menerima Penggabungan;

d. rancangan perubahan anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada;

e. laporan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;

f. rencana kelanjutan atau pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;

g. neraca proforma Perseroan yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia;

h. cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan diri;

i. cara penyelesaian hak dan kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga;

(11)

j. cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan Perseroan;

k. nama anggota Direksi dan Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan;

l. perkiraan jangka waktu pelaksanaan Penggabungan;

m. laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan;

n. kegiatan utama setiap Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan; dan o. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan

yang mempengaruhi kegiatan Perseroan yang akan melakukan Penggabungan

E. Latar Belakang Merger

Secara umum banyak alternatif latar belakang mengapa perlunya tindakan

merger bagi perusahaan-perusahaan, baik perusahaan dalam kondisi sehat maupun tidak sehat. Secara umum merger perusahaan di latar belakangi oleh beberapa faktor yaitu :

1. Meningkatkan efisiensi

Dengan diadakannya merger atau penggabungan akan meningkatkan efisinsi kerja, karena akan melahirkan sinerji manajemen, sinergi operasional dan sinerji keuangan serta mendatangkan keuntungan yang berlipat ganda.

2. Penganekaragaman bidang usaha atau diversivikasi

Penganekaragaman bidang usaha atau diversivikasi dapat juga menjadi motivasi yang melatarbelakangi terjadinya suatu merger. Dengan memiliki bidang usaha yang beraneka ragam, maka suatu perusahaan dapat menjaga stabilitas pendapatan.

(12)

Penggabungan dua atau lebih perusahaan yang bersaing menjual produk dan jasa yang sama, seperti bank, secara teoritis akan meningkatkan penguasaan pangsa pasar secara berlipat ganda.

4. Pengurangan kewajiban pembayaran pajak

Dengan adanya merger dua perusahaan akan mengurangi kewajiban pembayaran pajak, dengan digabungkanya dua perusahaan, maka fasilitas yang dimiliki perusahaan yang menggabungkan diri mendapat fasiltas pembebasan pajak. Sedangkan fasilitas perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan yang menggabungkan diri akan beralih kepada perusahaan yang menerima penggabungan, yang digunakan untuk variabel pengurangan perhitungan kewajiban pajak perusahaan yang menerima penggabungan. Pada umumnya merger ini berbentuk merger konglomerasi.

5. Penilaian harta yang lebih rendah dari harga sebenarnya

Dengan dialakukannya merger perusahaan penerima penggabungan akan memperoleh keuntungan dari selisih harga harta milik perusahaan yang digabungkan, yang disebabkan oleh beberapa hal :

a. Kinerja perusahaan yang rendah mengakibatkan harga saham menjadi rendah;

b. Bidang usaha perusahaan tersebut kurang diminati oleh investor

c. Perusahaan tersebut menerapkan kebijaksanaan pembayaran deviden yang terbatas, sehingga tidak diminati oleh investor, dan akibatnya harga saham menjadi turun.

6. Meningkatkan prestise perusahaan

Kadang-kadang terjadi, merger dilakukan bukan karena pertimbangan ekonomi tetapi lebih banyak termotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan prestise perusahaan. Dengan merger perusahaan semakin besar dan hal ini akan meningkatkan kredibilitas dan performance direksi perusahaan.

(13)

Merger secara khusus di bidang perbankan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka [25] Undang Nomor 10 tahun 1998 pengganti Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan, pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 1992 dan pasal 13 Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 1992 tentang BPR. Kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi. Merger Bank dapat dilakukan semata-mata untuk mengatasi masalah kesehatan bank atau bank yang sedang bermasalah.

Oleh karena itu latar belakang yang mendorong perbankan di Indonesia sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007, dilakukan bukan karena alasan lain yang secara umum telah disebutkan oleh Penulis diatas, tetapi lebih karena faktor penyehatan bank yang sedang dalam masalah menurut penilaian Bank Indonesia. Sebagai pemegang otoritas Pengawasan dan kebijaksanaan keuangan nasional Bank Indonesia dapat memerintahkan kepada Bank umum maupun BPR yang tidak sehat untuk melakukan merger dengan bank yang menurut penilaian Bank Indonesia sehat.

Bahkan menurut pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1999, tentang merger, konsolidasi dan akuisisi bank, mengatur bahwa apabila menurut penilaian Bank Indonesia kondisi kesehatan bank-bank dianggap membahayakan kondisi perokonomian nasional, maka Bank Indonesia melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional untuk memerintahkan Bank-bank yang bersangkutan untuk melaksanakan merger, dengan ijin dari pimpinan Bank Indonesia.12

Adapun syarat merger khusus di bidang perbankan sebelum dikeluarkannya Undang-Undang nomor 25 tahun 2007, mewajibkan bank untuk : 1. memperhatikan kepentingan bank, kreditor, pemegang saham minoritas dan

karyawan bank, juga kepentingan rakyat banyak dan persaingan yang sehat dalam melakukan usaha bank (pasal 5 PP. No. 28 tahun 1999)

(14)

2. Merger hanya dapat dilakukan dengan persetujuan RUPS atau rapat anggota yang dihadiri oleh pemegang saham atau anggota koperasi yang mewakili sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan disetujui oleh sekurang-kurangnya ¾ bagian jumlah suara pemegang saham yang hadir (Pasal 7 ayat [2] PP. No. 28 tahun 1999.)

Mengingat ketentuan Pasal 42 PP No. 28 tahun 1999, dan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 222/KMK.017/1993, ada beberapa hal yang dapat diterapkan dalam menyikapi pelaksanaan merger, yaitu mengenai :

1. Pelaksanaan merger dapat dilakukan diantara : Bank Umum dengan Bank Umum; Bank Umum dengan BPR, dan BPR dengan BPR.

2. Merger antara Bank Umum dengan BPR hanya dapat dilakukan apabila : tingkat kesehatan BPR tergolong kurang sehat atau tidak sehat dan tingkat kesehatan Bank hasil merger sekurang-kurangnya menjadi cukup sehat; Bank umum yang bersangkutan memenuhi syarat untu membuka Kantor Cabang. 3. Pada saat terjadinya merger, jumlah aktiva bank hasil merger tidak meleihi

20% dari jumlah aktiva seluruh bank di Indonesia.

4. Permodalan Bank hasil merger harus memenuhi ketentuan Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequency Ratio/CAR) yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia

5. Calon anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang ditunjuk tidak tercantum dalam daftar orang yang pernah melakukan perbuatan tercela di bidang perbankan.

G. Latar Belakang Merger Perbankan di Indonesia Pasca UU. No. 25 tahun 2007

(15)

yang harus diselesaikan di balik merger bank. Sehingga sampai dengan sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 25 tehun 2007 tentang Penanaman Modal, banyak Bank-Bank Nasional yang enggan uuntuk melakukan langkah-langkah merger untuk pengemangan usahanya.

Pendapat Drs. Riyanto, mantan Direktur Bank Indonesia mengatakan bahwa merger Bank BUMN bukanlah langkah yang mudah, bahkan dapat menimbulkan masalah yang sangat rumit, jika salah langkah akan menimbulkan Bank BUMN menjadi ciut dan kerdil.13Drs. Tadjuddin Said, mantan anggota DPR pusat komisi APBN,Lebih lanjut beliau berpendapat bahwa : Jangan sampai merger bank hanya bertujuan untuk menyehatkan bank yang sakit atau untuk menjaga kebugaran bank, langkah merger hendaknya menjadi momentum bagi penataan institusi perbankan Nasional secara menyeluruh dan jangan pernah menanggulangi maslah perbankan secara parsial sebab tidak menuntaskan permaslahan14

Pro dan Kontra terhadap merger Bank diantara para praktisi tersebut tentunya ada dasar pertimbangan dan alasan. Akan tetapi, diluar pro dan kontra pendapat tersebut ada beberapa permasalahan hukum yang sensitif dalam pelaksanaaan merger bank yang perlu di perhatikan sehingga tidak menghambat dorongan untuk pelaksanaan merger bank, yang bertujuan untuk meningkatkan Penanaman Modal langsung di Indonesia. Beberapa permasalahan tersebut antara lain :

1. Masalah Perpajakan

Pada merger terdapat dua teori yang berkenanaan dengan aset atau saham perusahaan yaitu metode pembelian dan metode penyatuan kepentingan. Hingga saat ini masalah pajak dalam pelaksanaan merger perusahaan khusunya bank belum ada kententuan yang tegas mengatur, baik undang-undang perpajakan, undang-undang perbankan dan lainnya, apakah

(16)

akan menggunakan metode pembelian aset/saham atau dengan metode penyatuan aset/saham.

Menurut ketentuan dalam pasal 123 ayat [1] huruf [c] Undang-Undang Perseroan Terbatas bahwa direksi perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam merger dibeikan kebebasan untuk menentukan cara-cara konversi saham pada perusahaan penerima penggabungan.Selain itu dalam Prinsip Akuntasi Indonesia tahun 2003, ditentukan bahwa dalam penyelesaian permasahan pajak diserahkan kepada kebijaksanaan manajemen perusahaan sepanjang tidak bertentangan dengan praktik akuntansi yang lazim dan didasarkan pada pertimbangan sehat.

Masalah Perpajakan dalam pelaksanaan merger ini, telah diselesaikan dengan adanya kemudahan dan fasilitas perpajakan yang diberikan pemerintah melalui fasilitas-fasilitas penanaman modal langsung yang diatur dalam Pasal 18 ayat [4] Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang mengatur :

Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat berupa:

a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;

b. pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;

c. pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;

(17)

e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan

f. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.

2. Masalah Perlindungan bagi Pemegang Saham

Secara khusus Undang-Undang Perbankan tidak mengatud bagaiamana perlindungan hukum bagi pemegang saham pada perusahaan yang akan melaksanakan merger. Perlindungan hukum terhadap pemagang saham pada perusahaan yang akan merger sebatas hanya pada Pasal 126 UUPT, yang menentukan :

Perbuatan hukum Penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan wajib memperhatikan :

a. Perseroan, pemegang saham

minoritas, karyawan perseroan

b. Kreditor dan mitra usaha

lainnya dari perseroan dan

c. Masyarakat dan persaingan

sehat dalam melakukan usaha.

Kemudian bagi pemegang saham yang tidak setuju dengan merger atau penggabungan maka pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar, akan tetapi hal ini tidak menghentikan proses pelaksanaan penggabungan. (Pasal 62 ayat [1] dan pasal 126 ayat [3] UUPT).

Pada praktik merger bank di Indonesia, perlindungan pemegang saham tidak hanya masalah banyak atau sedikitnya saham yang dimiliki, tetapi adalah kontinuitas keamanan pemegang saham pada perusahaan merger serta tuntutan fasilitas-fasilitas dan kepastian hukum bagi calon pemegang saham yang baru (investor).

(18)

kemudahan bagi investor calon pemegang saham perusahaan yang melakukan merger. Fasilitas-fasilitas yang dimaksud adalah :

1. Pasal 14 UUPM Setiap penanam modal berhak mendapat: a. kepastian hak, hukum, dan perlindungan;

b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya; c. hak pelayanan; dan

d. berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

2. Pasal 3 UUPM Penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas: a. kepastian hukum;

b. keterbukaan; c. akuntabilitas;

d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara; e. kebersamaan;

f. efisiensi berkeadilan; g. berkelanjutan;

h. berwawasan lingkungan; i. kemandirian; dan

j. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

3. Pasal 4 ayat [2] Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:

a. memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;

(19)

c. membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi

3. Masalah internal perusahaan yang digabungkan

Masalah internal timbul karena kondisi internal perusahaan yang digabungkan meliputi beberapa hal :

a. Keadaan saham/pemegang saham

Bagaimana kondisi saham di perusahaan yang akan merger, apakah ada saham yang dianggunkan dan jumlah saham dan pemegang saham yang tercantum dalam akta-akta perusahaan.

b. Kedudukan dan kewenangan Direksi serta Dewan Komisaris

Berkenaan dengan ini yang perlu diketahui apakah para komisaris dan direksi tekahdiangkat sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar perusahaan yang bersangkutan

c. Aktiva dan Passiva perusahaan

Keadaaan sebenarnya dari harta maupun kewajiban oerusahaan yang digabungkan secara jelas, mengingat hal ini sangat penting dalam menentukan harga merger.

d. Perijinan merger

Apakah perusahaan yang akan digabungkan memiliki ijin yang lengkap dan masih berlaku, baik mengenai status perusahaan ataupun ijin untuk melakukan kegiatan usahanya.

4. Masalah Tenaga Kerja

(20)

serikat kerja. Pada pasal 11 UUPM apabila terjadi perselisihan tenaga kerja wajib diupayakan secara musyawarah antara perusahaan penanaman modal dan tenaga kerja. Dan apabila dengan musyawarah tidak tercapai maka penyelesaiannya melalui upaya mekanisme tripartit, dengan tripatit inipun tidak dapat diselesaikan maka melalui Pengadilan Hubungan Industrial.

(21)

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Latar belakang merger setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang dilakukan oleh Bank-Bank Nasional Indonesia didorong oleh minat Investor (Penanam Modal) terutama Penanam Modal Asing untuk berinvestasi di sektor Keuangan Indonesia.

Meningkatnya minat Investor asing untuk melakukan penanaman modal dengan cara merger bank-bank Nasional karena adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum, keamanan yang berkelanjutan serta fasilitas-fasilitas yang diberikan pemerintahan Indonesia, melalui Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007.

Konsep Penggabungan bank (merger bank), dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai tidak dapat dilepaskan dengan aktivitas penanaman Modal langsung baik oleh Penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing, sehingga segala yang diatur dalam UUPM ini ditujukan untuk mendorong minat investor untuk berinvestasi di bidang perbankan salah satunya. Tidak hanya itu saja Pemerintah Indonesia dalam rangka mendorong peningkatan penanaman modal secara langsung melalui penggabungan perusahaan di bidang perbankan juga melakukan perubahan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang PT dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007. Undang-Undang Perseroan Terbatas ini, memiliki andil yang besar dalam mendorong Bank-Bank Nasional untuk melakukan Merger sebagai upaya untuk lebih meningkatkan daya saing dan kemampuan financial untuk dapat bersaing pada ranah internasional.

(22)

lembaga perbankan pada saat. Lembaga merger bank digunakan sebagai alat untuk melepaskan diri dari krisis keuangan yang melanda negara Indonesia.

Bahkan Lembaga merger ini walaupun telah diatur terlebih dahulu dalam UUPT, Undang-undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 serta PP. 70 tahun 1992, serta Peraturan Menteri Keuangan nomor 222/KMK.017/1993, tetapi ketika Indonesia dilanda krisis multi dimensi pada tahun 1996 – 1998 lembaga merger belumlah dipakai sebagai salah satu langkah untuk mengantisipasi krisis keuangan bank-bank nasional. Baru pada tahun 2004 pemerintah Indonesia menggunakan lembaga merger, konsolidasi dan akuisisi pada penggabungan bank-bank milik pemerintah, dengan berhasil menggabungkan Bank Exim, Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara dan BAPINDO menjadi Bank Mandiri, yang terbukti sampai sekarang menjadi bank papan atas di Indonesia.

B. Saran

Eforia penanaman modal melalui undang-undang nomor 25 tahun 2007, hendaknya tetap menomorsatukan kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Kemandirian ekonomi negara seperti yang diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945, haruslah menjadi prioriats dari tujuan utama dalam pembangunan dibidang ekonomi Nasional.

Undang-Undang Penanaman Modal hendaknya, diperhitungkan multi player efek negatif dibalik maraknya merger, konsolidasi dan akuisisi bank-bank nasional, jangan sampai eforia ini akan menimbulkan krisis keuangan periode kedua setelah krisis multi dimensi ada tahun 1998. Fasilitas-fasilitas yang diberikan oleh negara melalui kebijaksanaan pemerintah ini, hendaknya jangan sampai justru menjadi Neo-Liberalism di tanah air Indonesia.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Jono Amirzon, Pelaksanaan Merger Bank di Indonesia,”Makalah”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 24-No.1-Tahun 2005;

Jhon ME & Hassan Shdly,Kamus Inggris Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1990;

Hendry Cambell Black, Black Law Dictionary, ST. Paul. Minn West Publishing Co. Sixth edition, 1990;

Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999;

Referensi

Dokumen terkait

Dari hal di atas dapat kita lihat bahwa sistem penjagaan kouban saat ini merupakan pengembangan dari sistem kouban yang dulu ada pada masa Edo , dimana sudah ada bangunan

Jika rasio keuangan yang disajikan dalam bentuk suatu daftar untuk periode beberapa tahun, analisis dapat mempelajari komposisi perubahan- perubahan dan menetapkan

PENDEKATAN SAINTIFIK DISERTAI DENGAN STRATEGI PETA KONSEP PADA MATERI BILANGAN DITINJAU DARI GAYA BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI SE-KOTA.. METRO TAHUN

Pertanyaan penelitian dalam skripsi ini adalah (1) bagaimana kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional guru PAI dalam praktikum materi ibadah praktis, (2)

Kreativitas sendiri adalah hasil dari interaksi antara individu dan lingkungan dimana ia berada, dengan demikian baik perubahan didalam individu maupun didalam lingkungan,

%BMBN QFNCFMBKBSBO CBIBTB "SBC NFUPEF NFNJMJLJ QPTJTJ ZBOH TBOHBU QFOUJOH VOUVL NFODBQBJ UVKVBO +JLB EFNJLJBO NBLB NFUPEF IBSVT BEB QBEB TFUJBQ QSPTFT QFNCFMBKBSBO ZBOH

Nawawi dalam Taniredja dan Mustafidah (2011) mengemukakan bahwa populasi adalah keseluruhan subyek yang terdiri dari manusia, benda – benda, hewan, tumbuhan, dan gejala –

Mencermati tabel 4.4 aktivitas siswa dalam kelompok dengan menggunakan metode Goup Investigation dipaparkan pada uraian hasil penelitian berikut : Pada siklus II, aktivitas 3 yaitu