• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal SCRIPTA Vol. 1 Edisi V. Hal 23 28

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal SCRIPTA Vol. 1 Edisi V. Hal 23 28"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian

Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas untuk Swamedikasi di Puskesmas Kedai Durian

Maulana Jamil Nasution, Tri Widyawati, dan Alfansuri Kadri

Prevalensi Asma pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Ajaran 2014/2015

Ida Katarina dan Zuhrial Zubir

Diagnosis dan Penatalaksanaan Tetanus pada Anak Yaumil Reiza, Shera Adila, Lily Irsa

Tinjauan Pustaka

Laporan Kasus

Artikel Penyegar

Rematik Penyakit Orang Tua, Siapa Bilang? Sarah Chairani Zakirah P.

Potensi Quercetin pada Teh Benalu Mangga (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) sebagai Inovasi Preventif dan Kuratif Hipertensi

Priady Wira Prasetia

Analisis Potensi Curcumin Kunyit (Curcuma longa) sebagai Agen Kondroprotektif, Antiinflamasi dan Antioksidan: Inovasi Pengembangan Terapi pada Penderita Osteoartritis

Surya Wijaya, Muthmainnah Arifin, dan Ammar Setyawan

Volume 1

Edisi V

(2)

Jurnal Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Volume 1, Edisi V, September 2017

SCRIPTA

SCRIPTA merupakan jurnal ilmiah yang terdiri atas karya karya tulis ilmiah (artikel penelitian, artikel tinjauan pustaka, laporan kasus,dan artikel penyegar) yang penulisnya ialah mahasiswa kedokteran se-indonesia. Jurnal ini dikelola oleh Divisi Jurnal Standing Commitee on Research Exchange Pemerintahan Mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. SCRIPTA menjadi salah satu sarana publikasi karya tulis mahasiswa kedokteran Indonesia yang diharapkan mampu meningkatkan motivasi, minat dan bakat dalam bekarya baik dalam bentuk penelitian dan penulisa artikel penyegar

Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp. S(K)

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, Sp.KK Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

DR. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M. Kes

Prof. dr. Aznan lelo, Sp. FK, PhD Prof. Delfi Lutan, M. Sc, Sp.OG (K)

Prof. Dr. H. Harun Al Rasyid, Sp.PD, Sp.GK Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD, Sp.JP Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, Sp. P (K) dr. Almaycano Ginting, M. Kes

Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, Sp.KK dr. Lita Feryawati, M. Kes

dr. Putri C Eyanoer, MS. Epi, PhD

dr. Datten Bangun, M.Sc, Sp.FK dr. Amira Permatasari, Sp. P dr. Dairion Gatot, Sp.PD-KHOM dr. Elmeida Effendy, Sp.KJ dr. T. Ibnu Alferraly, Sp. PA (K) dr. Hasanul Arifin, Sp.An dr. Ricke Loesnihari, Sp. PK (K)

Dr. dr. Dina Keumala Sari, M.Gizi, Sp.GK dr. Yetty Machrina, M. Kes

Syahri Hidayat Harahap

Said Fachlefi

Tommy Giovani Desky Hermawan

Fadilah Oliv Khairina

Lulu Chotim Amsari Sukma Purnama

Dearni Anggita Purba

Dara Hanifa Rahman

Muhammad Furqan Olivia Zahrah Vincent Winata Direktur Eksekutif

Pimpinan Redaksi

Tim Hubungan Masyarakat

Tim Editor

Sekretaris Eksekutif

Sekretaris Redaksi

Tim Tata Letak dan Ilustrasi Mitra Bestari

Pelindung

Pembina

Penanggung Jawab

Tim Percetakan dan Distribusi

Alifia Zahrah

Fadillah Oliv Khairina

(3)
(4)

Jurnal Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Penelitian

1

Mahasiswa Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Indonesia

2Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Indonesia 3

Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Indonesia

Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Obat Bebas dan Obat

Bebas Terbatas untuk Swamedikasi di Puskesmas Kedai Durian

Maulana Jamil Nasution1, Tri Widyawati2, Alfansuri Kadri3

ABSTRAK

Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan sendiri. Dalam penatalaksanaan swamedikasi, masyarakat memerlukan pedoman yang terpadu agar tidak terjadi kesalahan pengobatan. Perilaku swamedikasi sangat dipengaruhi oleh pengetahuan tentang informasi penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan perilaku tentang penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas untuk swamedikasi pada penderita rawat jalan di Puskesmas Kedai Durian, Kecamatan Medan Johor. Jenis penelitian adalah observasional analitik dengan desain penelitian cross-sectional. Jumlah sampel penelitian sebanyak 278 penderita rawat jalan yang dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Penilaian tingkat pengetahuan dan perilaku melalui teknik wawancara dengan kuesioner terstruktur. Pengetahuan responden dibagi menjadi tiga kategori yaitu baik, sedang dan kurang. Perilaku responden dibagi menjadi dua kategori yaitu baik dan kurang. Hasil penelitian menunjukkan dari 278 responden, sebanyak 139 orang (50,0%) memiliki pengetahuan baik, 100 orang (36,0%) memiliki pengetahuan sedang dan 39 orang (14,0%) lainnya memiliki pengetahuan kurang. Penilaian tingkat perilaku responden terhadap penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas untuk swamedikasi menunjukkan 155 orang (55,8%) memiliki perilaku baik dan 123 orang (44,2%) memiliki perilaku kurang mengenai penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas untuk swamedikasi. Pengetahuan dan perilaku masyarakat mengenai swamedikasi dipengaruhi perkembangan informasi dan pendidikan kesehatan. Responden memiliki tingkat pengetahuan dan perilaku yang baik tentang penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas untuk swamedikasi. Terdapat korelasi yang signifikan antara pengetahuan dan perilaku swamedikasi, dengan nilai signifikansi 0,000 (<0,050).

(5)

Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas untuk Swamedikasi di Puskesmas Kedai Durian

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur yang harus diwujudkan demi kesejahteraan bersama. Oleh karena itu semua unsur kesehatan baik itu pelayanan, fasilitas, barang dan obat harus dapat diterima dalam kualitas yang baik dalam masyarakat.[1]Konferensi Alma Ata pada tahun 1978 mengenai kesehatan primer menyatakan bahwa obat merupakan komponen yang penting untuk mencegah atau mengobati penyakit, serta meningkatkan kesehatan.[2]Berdasarkan strategi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2015 - 2019 ke-7 untuk meningkatkan pengawasan obat dan makanan, maka obat sebagai alat kesehatan dalam pemanfaatannya harus tepat, aman dan rasional sesuai dengan indikasi.[3]Efek samping, manfaat dan biaya merupakan hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat. Pengawasan dan edukasi kepada masyarakat mengenai kecermatan penggunaan obat perlu dilakukan untuk menghindari efek negatif dan penyalahgunaan.[2]

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.[4] Berdasarkan tingkat keamanannya, obat dibagi menjadi empat jenis kategori, dua diantaranya yaitu obat bebas dan obat bebas terbatas merupakan dua kategori yang termasuk di dalamnya. Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran, relatif aman dan dapat dibeli tanpa menggunakan resep dokter, sedangkan obat bebas terbatas yaitu obat yang sebenarnya temasuk kedalam golongan obat keras namun masih dapat dijual atau dibeli tanpa resep dokter. Penggunaannya relatif aman apabila sesuai

dengan ketentuan indikasi dan dosis yang tertera pada kemasan.[5]

Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan sendiri.[6]Dalam penatalaksanaan swamedikasi, masyarakat memerlukan pedoman yang terpadu agar tidak terjadi kesalahan pengobatan (medication error). Obat-obat yang termasuk dalam golongan obat bebas dan bebas terbatas relatif aman digunakan untuk pengobatan sendiri (swamedikasi).[5]

Sejumlah 35,2% rumah tangga di Indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi. Dari 35,2 % rumah tangga yang menyimpan obat tersebut, proporsi 35,7% menyimpan obat keras dan 27,8% menyimpan antibiotik. Dari jumlah tersebut, 81,9% menyimpan obat keras dan 86,1% menyimpan antibiotika yang diperoleh tanpa resep.[7] Sedangkan proporsi rumah tangga di Sumatera Utara yang menyimpan obat keras sebanyak 85,4% dan antibiotika sebanyak 87,0% yang diperoleh tanpa resep dokter.[8]

Penggunaan obat keras yang tidak tepat indikasi memiliki efek yang tidak diinginkan lebih besar dibandingkan obat bebas dan obat bebas terbatas.[5] Kesalahan penggunaan obat keras menyebabkan gangguan fungsi hati dan ginjal sebagai organ yang terlibat dalam proses metabolisme dan ekskresi obat. Begitu juga halnya dengan penggunaan antibiotik yang tidak tepat indikasi sangat rentan menimbulkan resistensi dan mempersulit pemusnahan bakteri patogen.[5]

Pengetahuan adalah hasil dari “tahu”

(6)

Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas untuk Swamedikasi di Puskesmas Kedai Durian

angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari objek penelitian atau responden.[9] Perilaku manusia adalah hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.[11]

Penelitian sebelumnya oleh Pratiwi pada tahun 2014 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang swamedikasi masih terbatas dan kesadaran untuk membaca label pada kemasan obat juga masih rendah. Rentannya masyarakat akan informasi komersial obat tanpa diimbangi dengan pemberian informasi obat yang benar menyebabkan penggunaan obat yang tidak rasional.[12,13]

Data ini membuktikan bahwa sebagian perilaku swamedikasi di Indonesia masih berjalan secara tidak rasional dan hingga saat ini belum ada data mengenai penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas di Kecamatan Medan Johor. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan dan perilaku tentang penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas untuk swamedikasi pada penderita rawat jalan di Puskesmas Kedai Durian, Kecamatan Medan Johor.

METODE

Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain penelitian cross-sectional. Penelitian ini dilakukan untuk menilai tingkat pengetahuan dan perilaku responden mengenai penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas untuk swamedikasi. Pada penelitian ini peneliti tidak memberi perlakuan intervensi apapun dan pengukuran terhadap variabel penelitian dilakukan hanya satu kali pada saat yang bersamaan.[14]Penelitian dilakukan di Puskesmas Kedai Durian, Kecamatan Medan Johor (Gambar 1) pada bulan Maret 2016 hingga Desember 2016. Penarikan sampel menggunakan teknik consecutive sampling, semua subyek yang

ada dan memenuhi kriteria dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang dibutuhkan terpenuhi.

Penghitungan besar sampel menggunakan rumus untuk sampel penelitian kategorik atau data proporsi dengan populasi terbatas, yakni: [15,16]

n = N. Z1−α/22 . p. (1 − p) (N − 1). d2+ Z

1−2 α2. p. (1 − p)

Pada penelitian ini ditetapkan nilai α

sebesar 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) sehingga nilai Z(1-α/2) adalah 1,96. Peneliti menetapkan nilai p sebesar 50% dan nilai d 5%. Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan peneliti, maka besar di populasi adalah 1.009 orang (jumlah rata-rata penderita rawat jalan yang berobat di Puskesmas Kedai Durian, Kecamatan Medan Johor per bulannya). Besar sampel pada penelitian ini adalah 278 orang dengan rentang usia 20 tahun hingga 70 tahun. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah (i) penderita rawat jalan di Puskesmas Kedai Durian Kecamatan Medan Johor, (ii) sadar (Compos mentis), (iii) kooperatif, (iv) berbahasa Indonesia, dan (v) tidak ada gangguan jiwa. Pasien emergensi, pikun dan tidak dapat berbicara dikeluarkan dari sampel.

(7)

Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas untuk Swamedikasi di Puskesmas Kedai Durian

Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner tingkat pengetahuan dari penelitian sebelumnya oleh saudari Nidhya Septiayu Eka Putri tahun 2010 dan modul Direktorat Bina Penggunaan Obat Rasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2008 yang telah dimodifikasi.

Kuesioner ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan SPSS versi 23.0. Hasil uji validitas konstruk dengan Person Corelation dan uji reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach.

HASIL DAN DISKUSI

Tabel 1. Karakteristik umum responden

Berdasarkan hasil yang dipaparkan, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (59,0%). Proses pengambilan keputusan pada perempuan sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan membutuhkan waktu lebih lama. Selain itu, penelitian sebelumnya mengenai jenis kelamin sebagai variabel moderasi dalam hubungan kualitas pelayanan pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan kepercayaan pasien, sebuah model konseptual oleh Tri Rakhmawati pada tahun 2016, membuktikan bahwa laki-laki lebih berorientasi kepada outcome sedangkan perempuan lebih berorientasi kepada proses, hal itu membuat perempuan lebih memilih berobat di puskesmas dibanding membeli obat sendiri.[17]

Usia 20 – 30 tahun adalah kategori usia paling banyak (29,9%), data ini berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya mengenai hubungan karakteristik pasien dengan kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat oleh Asep Dian Abdilah dan Muhamad Ramdan yang membuktikan bahwa kelompok usia yang paling banyak menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan adalah kelompok umur lima tahun (balita) dan usia 30 – 35.[18] Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan puskesmas untuk mendapatkan kepuasan atas pelayanan yang diberikan.

Sebagian besar responden pada penelitian ini bekerja sebagai pegawai negeri dan pegawai swasta (43,9%), sesuai dengan penelitian sebelumnya, kelompok yang bekerja lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan dan puas atas pelayanannya dibandingkan dengan kelompok yang tidak bekerja.[18]

(8)

Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas untuk Swamedikasi di Puskesmas Kedai Durian

Manado oleh Christine Laurina Louisa Manabuat tahun 2013, bahwa 70,6% responden yang memiliki tingkat pendidikan yang baik akan memanfaatkan

pelayanan kesehatan dari puskesmas dengan baik.[19,20]

Tabel2.Distribusi Skor : Pengetahuan Responden

No.

5 Pengetahuan lambang atau simbol obat bebas

30 10,8 81 29,1

67

60,1 278

7 Pengetahuan efek samping obat bebas

9 Pengetahuan lambang atau simbol obat bebas

terbatas

17 6,1 112 40,3

49

53,6 278

10 Pengetahuan efek samping obat bebas

terbatas

32 11,5 94 33,8

52

54,7 278

11 Pengetahuan tentang salah satu peringatan

Penilaian tingkat pengetahuan responden mengenai penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas mencakup pengertian, simbol atau lambang, efek samping, serta tanda peringatan khusus obat bebas. Berdasarkan tabel 2 didapatkan sebanyak 185 orang (66,5%) memiliki skor pengetahuan 2, 79 orang (28,4%) mendapatkan skor 1 dan 14 orang (5,0%) mendapatkan skor 0 untuk pengetahuan mengenai pengertian obat bebas. Untuk pengetahuan mengenai lambang atau simbol obat bebas sebanyak 167 orang (60,1%) mendapatkan skor 2, sebanyak 81 orang (29,1%) mendapatkan skor 1 dan 30 orang (0,8%) lainnya mendapatkan skor 0. Sebanyak 148 orang (53,2%) memiliki skor pengetahuan 2, 100 orang (36,0%) mendapatkan skor 1 dan 30 orang (10,8%) mendapatkan skor 0 untuk pengetahuan mengenai efek samping obat

(9)

Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas untuk Swamedikasi di Puskesmas Kedai Durian

skor 2, 87 orang (31,3%) mendapatkan skor 1 dan sebanyak 46 orang (16,5%) lainnya mendapatkan skor 0.

Tabel 3. Data Kuantitatif :Tingkat Pengetahuan Responden(n = 278)

Tingkat Pengetahuan n (%)

Baik 139 (50,0%) (36,0%) memiliki pengetahuan yang sedang dan 39 orang (14,0%) lainnya memiliki tingkat pengetahuan yang kurang mengenai penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas. (64,4%) mendapatkan skor 2, sebanyak 73 orang (26,3%) mendapatkan skor 1 dan 26 orang (9,4%) lainnya mendapatkan skor 0 untuk kepatuhan membaca kemasan obat. Tabel 5.8. juga menunjukkan dari 278 responden sebanyak 174 orang (62,6%) mendapatkan skor 2, sebanyak 76 orang (27,3%) mendapatkan skor 1 dan 28 orang (10,1%) lainnya mendapatkan skor 0 untuk

kepatuhan mengikuti ketentuan pada kemasan obat.

Tabel 5. Data Kuantitatif :Tingkat Perilaku Responden(n = 278)

Tingkat

Berdasarkan tabel 5 diperoleh gambaran perilaku 278 responden tentang penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas sebagai swamedikasi. Sebanyak 155 orang (55,8%) memiliki perilaku baik, dan 123 orang (44,2%) lainnya memiliki perilaku kurang dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas sebagai swamedikasi.

(10)

Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas untuk Swamedikasi di Puskesmas Kedai Durian

Tabel 6. Pengujian hubungan antara pengetahuan dengan perilaku swamedikasi

rshitung Signifikansi rstabel(df=98,

α=0,05)

Keputusan

0,458 0,000 0,199 Tolak H0 Pengujian hipotesis pada tabel 6 menggunakan korelasi spearmen untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan perilaku penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas untuk swamedikasi.

KESIMPULAN

Responden memiliki tingkat pengetahuan dan perilaku yang baik tentang penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas untuk swamedikasi. Berdasarkan pengujian ini dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas untuk swamedikasi. Dengan kata lain, semakin baik tingkat pengetahuan seseorang tentang penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas maka semakin baik juga perilaku swamedikasi seseorang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kepada kedua orang tua dan seluruh keluarga atas segala dukungannya selama ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Human right fact sheets. Geneva: United Nations; 2008. p. 3.

2. Balkan S, Baud F, Boissière V, Burny ME, Chappuis F, Coutin AS, et al., editors. Essential drugs practical guidelines. 2013 ed. Paris: Médicins San Frontières; 2013. p. 5.

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Rencana strategis

Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2015. p. 47.

4. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2014. p. 3.

5. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006. p. 11-22.

6. World Health Organization. The role of the pharmacist in self-care and self-medication. Geneva: World Health Organization; 1998.

p. 2-6. available

from:http://apps.who.int/medicined ocs/en/d/Jwhozip32e/3.3.html 7. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta: 2013. p. 37-42.

available from:

www.litbang.depkes.go.id

8. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2012. p. 1.

9. Notoatmodjo S. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2003.

10. Pratiwi PN, Pristianty L, Noorrizka G, Impian A. Pengaruh pengetahuan terhadap perilaku swamedikasi obat anti inflamasi non-steroid oral pada etnis thionghoa di Surabaya. Jurnal Farmasi Komunitas. 2014; 1(2): 36-40.

(11)

Tingkat Pengetahuan dan Perilaku Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas untuk Swamedikasi di Puskesmas Kedai Durian

diklofenak di apotek. Pharmacy. 2013; 10(2); 141.

12. Hermawati D. Pengaruh edukasi terhadap tingkat pengetahuan dan rasionalitas penggunaan obat swamedikasi pengunjung di dua apotek Kecamatan Cimanggis, Depok. Jakarta: Skripsi UI; 2012. 13. Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia. Menuju swamedikasi yang aman. InfoPOM. 2014; 15(1): 3-5.

14. Putri NS. Gambaran pengetahuan ibu-ibu di Posyandu Kelurahan Polonia Kecamatan Medan Polonia Kota Medan tentang penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas. Medan: Karya Tulis Ilmiah USU; 2010.

15. Dahlan MS. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. 3rd ed. Jakarta: Salemba Medika; 2013.

16. Wahyuni AS. Statistika kedokteran (disertai aplikasi dengan SPSS).

Jakarta: Bamboedoea

Communication; 2008.

17. Rakhmawati T. Jenis kelamin sebagai vaiabel moderasi dalam hubungan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas)

dan kepercayaan pasien: sebuah model konseptual. Quality Magement Review. 2016; 1(1): 43-44.

18. Abdilah A, Ramdan M. Hubungan karakteristik pasien dengan kepuasan pasien rawat jalan di Puskesmas Sindangkerta Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Kesehatan Stikes A. Yani. 2009; 61-64

19. Maabuat CL, Maramis FR, Sondakh RC. Hubungan antara pengetahuan dan tingkat pendidikan dengan tingkat kepuasan pasien jaminan kesehatan masyarakat di Puskesmas Wawonasa Kecamatan Singkil Manado. Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi. 2013; 3-4.

(12)

Jurnal Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Penelitian

ABSTRAK

Latar Belakang: Asma adalah penyakit atopik dengan gejala klinis yang bervariasi. Penelitian tentang prevalensi asma masih jarang dilakukan di Indonesia, khususnya wilayah Sumatera Utara.

Tujuan: Mengetahui prevalensi asma pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara T.A. 2014/2015

Metode: Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional dan pengumpulan sampel penelitian dengan menggunakan teknik stratified random sampling. Penelitian menggunakan kuesioner modifikasi ECRHS. Peneliti membagikan kuesioner kepada 384 mahasiswa dengan 96 responden tiap tahun angkatan. Hasil pengumpulan data dalam bentuk data primer.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi mahasiswa yang pernah menderita asma sebesar 14.3%. Prevalensi mahasiswa yang sedang menderita asma sebesar 6.5%. Prevalensi asma pada perempuan 14.6% dan laki-laki 13.9%. Mahasiswa berkewarganegaraan Indonesia yang menderita asma sebesar 12.7%, sedangkan mahasiswa berkewarganegaraan Malaysia yang menderita asma sebesar 21.4%. Responden asma yang mempunyai riwayat komorbid atopik sebesar 76.4% dan responden asma yang mempunyai riwayat keluarga atopik sebesar 78.2%.

Kesimpulan: Prevalensi asma pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2014/2015 adalah 14.3%.

Kata Kunci : Asma , Kota Medan, Mahasiswa , Prevalensi

ABSTRACT

Background: Asthma is an atopic disease with clinical presentation varies. Researches of asma prevalence are rarely done in Indonesia, specifically on North Sumatera.

Objective: To find prevalence of asthma in Students of Faculty of Medicine, University of North Sumatera Term 2014/2015

Method: This research is a descriptive study with cross-sectional approach and used stratified random sampling technique to collect samples. The research used modified ECRHS questionnaire. Researcher collected data on 384 college students with 96 students in each grade. Data collected in this research is categorized as primary data.

Results: Research shows that lifetime asthma prevalence is 14.3%. Current asthma prevalence is 6.5%. Asthma affects girls (14.6%) and boys (13.9%). Percentage of Indonesian students that develop asthma is 12.7%, meanwhile, percentage of Malaysian students developing asthma is 21.4%. The percentage of asthmatics that have developed other atopic co-morbid is 76.4% and asthmatics that have family history of atopic diseases is 78.2%.

Conclusion: Prevalence of Asthma in Students of Faculty of Medicine, University of North Sumatera Term 2014/2015 is 14.3%

Keywords: Asthma , College Students , Medan City, Prevalence

1

Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2

Staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prevalensi Asma pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara Tahun Ajaran 2014/2015

(13)

Prevalensi Asma pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Ajaran 2014/2015

Asma dikenal sebagai suatu penyakit kronis dengan gejala klinis yang bervariasi dan rekuren. Gejala klinis asma yang khas adalah sesak napas yang berulang dan suara mengi (wheezing). Gejala ini ber-variasi pada tiap-tiap orang berdasarkan tingkat keparahan dan frekuensi.1

Sampai saat ini, penyakit asma masih sulit didefinisikan secara pasti. Beberapa studi epidemiologi mengalami kesulitan untuk melakukan screening akibat masalah tersebut. Hasil penelitian ISSAC tahun 2001-2002 menyatakan prevalensi asma di Indonesia sebesar 8.7-11.4%.3 Badan riset kesehatan nasional, RISKESDAS, mendapati prevalensi asma di provinsi Sumatera Utara sebesar 1.82%.4Oemiati mendapati prevalensi asma di Indonesia sebesar 3.32%.24Menurut Yunus, prevalensi asma pada siswa SLTP usia 13- 14 tahun se-Jakarta Timur adalah sebesar 8.9%.2 Pada studi anak SLTP dengan kuesioner ISAAC di kota Semarang oleh Widodo, didapatkan prevalensi anak yang pernah menderita asma sebesar 5.4%.7 Estimasi sekitar 300 juta penduduk di dunia menderita asma dan akan bertambah menjadi 400 juta pada tahun 2025, oleh karena urbanisasi penduduk.8

Kota Medan merupakan ibukota Provinsi Sumatera Utara dan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Asma merupakan penyakit yang mengancam hidup. Penyakit asma menyebabkan disabilitas sebesar 1% penduduk dunia per tahun. satu dari 250 orang di dunia meninggal karena asma.5 Selain itu, apabila asma terjadi pada usia dewasa muda akan memengaruhi tingkat produktivitas penderita.

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu dari universitas negeri di Sumatera. Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti didapati bahwa satu dari 20

mahasiswa mempunyai riwayat asma. Ini membuktikan bahwa tingginya prevalensi

asma pada mahasiswa yang merupakan dewasa muda. Oleh karena itu, peneliti berminat untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi asma pada mahasiswa Universitas Sumatera Utara T.A. 2014/2015.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian dilakukan di kampus Fakultas Kedokteran USU Medan. Pengambilan data dilakukan pada bulan September hingga Oktober 2014.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Sampel penelitian berjumlah 384 mahasiswa. Sampel penelitian dipilih dengan menggunakan metode stratified random sampling.

Metode pengumpulan data dengan mengisi kuesioner modifikasi ECRHS. Kuesioner terdiri dari sembilan pertanyaan dengan tambahan dua sub pertanyaan. Kuesioner yang dipakai telah diuji validitas dan reliabilitas sebelum dibagikan kepada responden. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution).

Hasil penelitian pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sebanyak 55 responden (14.3%) pernah menderita asma sepanjang hidupnya (lifetime asthma) dan 25 sampel (6.5%) sedang menderita asma (current asthma).

Asma Ya(orang) Tidak(orang) Total(orang)

(14)

Prevalensi Asma pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Ajaran 2014/2015

Tabel 1. Distribusi Asma pada Sampel

Dari tabel 2, 55 orang yang pernah menderita asma sepanjang hidupnya terdiri dari 19 orang (13.9%) laki-laki dan 36 orang (85.4%) perempuan. Tabel 2 juga menunjukkan dari 314 sampel berkewarganegaraan Indonesia, sebanyak 12.7% responden pernah menderita asma, sedangkan dari 70 sampel berkewarganegaraan Malaysia, sebesar 21.4% pernah menderita asma sepanjang hidupnya. Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa prevalensi responden

asma yang memiliki komorbid asma sebanyak 42 orang, diantaranya yang mempunyai komorbid rinitis saja sebanyak 21 orang (38.2%), yang mempunyai komorbid eksema saja sebanyak 11 orang (20%) dan yang mempunyai komorbid rinitis ditambah eksema sebanyak 10 orang (18.2%). Sebanyak 43 responden (78.2%) yang pernah menderita asma mempunyai riwayat atopik (rinitis, eksema, atau asma) dalam keluarganya.

Tabel 2. Distribusi Lifetime Asthma berdasarkan Karakteristik Subjek

Karakteristik Subjek Lifetime Asthma

(orang)

Tidak asma (orang) Total (orang)

Jenis kelamin

Laki-laki 19 (13.9%) 118 (86.1%) 137 (100%)

Perempuan 36 (14.6%) 211 (85.4%) 247 (100%)

Kewarganegaraan

WNI 40 (12.7%) 274 (87.3%) 314 (100%)

WNA 15 (21.4%) 55 (78.6%) 70 (100%)

Komorbid

Tanpa komorbid 13 (23.6%) 198 (60.2%) 211 (54.9%)

Komorbid rinitis 21 (38.2%) 58 (17.6%) 79 (20.6%)

Komorbid eksema 11 (20.0%) 44 (20.0%) 55 (14.3%)

Komorbid rinitis dan eksema 10 (18.2%) 29 (8.8%) 39 (10.2%)

Lifetime Asthma 55 (14.3%) 329 (85.7%) 384 (100%)

(15)

Prevalensi Asma pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Ajaran 2014/2015

Riwayat Atopik Keluarga

Ada 43 (78.2%) 121 (36.8%) 164 (42.7%)

Tidak ada 12 (21.8%) 208 (63.2%) 220 (57.3%)

Dari hasil penelitan sebanyak 14.3% pernah menderita asma sepanjang hidupnya (lifetime asthma) dan 6.5% sedang menderita asma (current asthma). Hal ini sejalan dengan hasil survei nasional New York dimana terdapat 10.3% sampel diatas usia 18 tahun yang menderita lifetime asthma dan 7,6% sampel yang menderita current asthma.6Berdasarkan penelitian Rosamarlina di SLTP Jakarta Timur tahun 2008 mendapati prevalensi asma pada anak 13-15 tahun sebesar 13.4%.19 Sedangkan menurut hasil RISKESDAS tahun 2013 mendapati prevalensi asma sebesar 2.4% di wilayah Sumatera Utara. RISKESDAS mendapati sebesar 5.6% sampel umur 15-24 tahun yang menderita asma.4 Perbedaan presentase ini bisa diakibatkan karena penggunaan instrumen penelitian yang berbeda. RISKESDAS, survei nasional Texas dan New York menegakkan seseorang menderita asma berdasarkan riwayat diagnosa pasien oleh dokter sebelumnya dan riwayat gejala asma dalam 12 bulan terakhir. Sedangkan Rosamarlina menggunakan instrumen kuesioner yang berbeda, yaitu kuesioner ISAAC.19 Selain akibat penggunaan instrumen yang berbeda, perbedaan persentase bisa disebabkan oleh target sampel yang berbeda. Rosamarlina melakukan penelitian pada siswa SLTP berusia 13-15 tahun, sedangkan RISKESDAS melakukan penelitian pada seluruh lapisan umur pada masyarakat, mulai dari golongan bayi dibawah 1 tahun sampai lansia berusia diatas 75 tahun.4,19 Faktor lain yang mempengaruhi adalah

perbedaan diet dan faktor lingkungan, seperti polusi udara dan alergen.11,12

Penderita asma terdiri dari 13.9% laki-laki dan 85.4% perempuan. Hal ini sejalan dengan survei yang dilakukan RISKESDAS mendapati perempuan (4.6%) lebih banyak menderita asma dibanding laki-laki (4.4%).4Laporan Lawson mendapati bahwa perempuan berusia 16-18 tahun beresiko 2.13 kali lebih besar menderita asma daripada laki-laki.23 Hasil survei nasional di New York mendapati sebesar 8.7% laki-laki dan 11.8% perempuan berusia diatas 18 tahun yang pernah menderita asma.6 Sebelum pubertas, prevalensi asma lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan. Perbedaan ini dimulai semenjak masa gestasi. Paru pada fetus laki-laki lebih lambat matur dan surfaktan diproduksi pada usia gestasi yang lebih lanjut. Laki-laki pada masa kanak-kanak juga mudah tersensitisasi pada faktor alergen. Keadaan ini berbalik setelah memasuki masa remaja. Perubahan ini dikarenakan onset gejala asma pada perempuan lebih lama dibanding laki-laki. Perempuan sering terlambat didiagnosis dan diberikan terapi setelah asma memburuk (sindrom Yentl).20 Leynaert dan Christiano mengungkapkan bahwa penyebab perbedaan diantara dua kelompok ini disebabkan karena hiperresponsif bronkhial pada perempuan, diameter saluran napas, paparan alergen dan faktor hormonal.9,10 Serat-C yang berperan pada refleks batuk juga diteliti meningkat sensitifitasnya pada perempuan. Serat ini berperan dalam proses inflamasi dari saluran napas, hipersekresi mukus dan

(16)

Prevalensi Asma pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Ajaran 2014/2015

bronkokonstriksi.9 Selain itu, paparan alergen juga memengaruhi perbedaan antar dua kelompok tersebut. Kegiatan memasak dan membersihkan rumah meningkatkan paparan perempuan terhadap paparan alergen dalam ruangan.9 Dari segi hormonal, hormon perempuan memegang peranan dalam ekspresi asma, dengan meningkatkan hiperesponsif saluran napas.10

Tabel 2 menunjukkan 12.7% responden berkewarganegaraan Indonesia dan 21.4% responden berkewarganegaraan Malaysia pernah menderita asma sepanjang hidupnya. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil ISAAC fase tiga. ISAAC melakukan penelitian prevalensi asma di tiga kota di Indonesia, yaitu Bali (9.6%), Bandung (12.1%) dan Semarang (13.3%). Sedangkan penelitian tiga kota di Malaysia dilakukan di Kota Bharu (12%), Alor Setar (17%) dan Klang Valley(21.6%).3 Faktor yang dapat memengaruhi adalah diet, pendapatan perkapita, imunisasi dan interaksi antara genetik-lingkungan. Pada survei singkat yang dilakukan peneliti, mahasiswa Malaysia kurang memerhatikan kebersihan tempat tinggal. Hal ini terjadi karena mahasiswa Malaysia umumnya mengontrak rumah/kos dan hidup mandiri di Indonesia. Padahal sebelum pindah ke Indonesia, kebersihan lingkungan mereka di Malaysia tetap terjaga. Selain itu, tingkat polusi di Indonesia juga lebih tinggi dari Malaysia. Jerrett mendapati ada hubungan antara karbon monoksida dan munculnya asma (HR=1.29). 23 Asap rokok juga diteliti berhubungan dengan kejadian asma.25Dalam hal ini, hipotesis kebersihan (hygiene hypothesis) berperan, dimana seseorang yang lebih terjaga kebersihannya di awal masa kehidupan lebih rentan menderita penyakit atopik di kehidupannya.11,12

Responden asma yang mempunyai komorbid rinitis saja sebanyak 38.2%, yang mempunyai komorbid eksema saja sebanyak 20% dan yang mempunyai komorbid rinitis ditambah eksema sebanyak 18.2%. Penelitan Sastrawan menemukan sebanyak 57.2% pelajar desa Tenganan menderita asma yang mempunyai komorbid rinitis dan 17.1% pelajar asma yang mempunyai riwayat eksim.13 Fitriani melakukan penelitian pada anak-anak 13-14 tahun di Jakarta Selatan dan menyimpulkan sebanyak 44.7% anak-anak asma yang mempunyai riwayat rinitis dan 2.5% anak-anak asma yang mempunyai riwayat eksema.14 Peningkatan penyakit atopi bisa dihubungkan dengan teori hygiene hypothesis dan atopic march. Teori hygiene hypothesis menyebutkan semakin jarang anak-anak mengalami penyakit infeksi, semakin tinggi resiko anak tersebut menderita penyakit atopik, seperti asma, rinitis, dan eksema.1 Selain itu, mekanisme non-IgE juga mempunyai peran. Sebagai contoh, sensitisasi alergen pada barier epidermal yang rusak menyebabkan perkembangan penyakit eksema. Sensitisasi kutan ini kemudian menjadi sistemik dan menimbulkan penyakit atopik lain seperti rinitis alergi.

Fenomena ini disebut “atopic march”.15 Sebanyak 78.2% responden yang pernah menderita asma mempunyai riwayat atopik (rinitis, eksema, atau asma) dalam keluarganya. Penelitian yang dilakukan Anuradha mendapati sebanyak 59.16% penderita asma mempunyai riwayat atopik pada keluarga.16 Prasad mengemukakan sebesar 40.4% anak-anak asma berusia 5-14 tahun di Lucknow yang

mempunyai riwayat atopik

keluarga.17Menurut analisis univariat yang dilakukan Werff, seseorang dengan riwayat keluarga

Atopik meningkatkan resiko seseorang menderita asma 2.5-5.8 kali lebih besar dibanding orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga atopik.18 Gen

ORMDL3 diduga mempunyai asosiasi terhadap kejadian asma.12

(17)

Prevalensi Asma pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Ajaran 2014/2015

Berdasarkan hasil penelitian dari data yang diperoleh, adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Prevalensi responden yang pernah menderita asma di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara tahun ajaran 2013/2014 sebesar 14,3%. Prevalensi responden yang sedang menderita asma sebesar 6.5%. 2. Prevalensi asma hampir sama pada

perempuan dan laki-laki. Prevalensi perempuan yang menderita asma sebesar 13.9% dan prevalensi laki-laki yang menderita asma sebesar 14.6%. 3. Persentase asma pada responden

berkewarganegaraan Indonesia sebesar 12.7%, sedangkan persentase asma pada responden berkewarganegaraan Malaysia sebesar 21.4%.

4. Persentase responden penderita asma yang mempunyai komorbid penyakit atopik lainnya (rinitis dan eksema) sebesar 76.4%.

5. Prevalensi responden asma yang mempunyai riwayat keluarga atopik sebesar 78.2%.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

Karya tulis ilmiah ini berjudul

Prevalensi asma pada mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara tahun ajaran

2014/2015”. Dalam penyelesaian

penulisan karya tulis ilmiah ini, penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH, selaku dekan

Fakultas Kedokteran Universtias Sumatera Utara.

2. dr. Zuhrial Zubir, Sp. PD,K-AI, selaku dosen pembimbing saya yang telah banyak membantu dan memberikan saran-saran selama penyusunan karya tulis ilmiah, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. dr. Delyuzar, Sp. PA (K) dan dr. Rina

Amelia, MARS selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan pemikiran untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah ini.

4. Para dosen dan staf pegawai di Lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Rasa hormat dan terima kasih yang tiada terhingga saya persembahkan kepada orang tercinta, Ayahanda Slamet dan Ibunda Elly Yanti Wangsa atas doa, dukungan dan nasihat yang telah diberikan kepada saya.

6. Seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bantuannya dalam proses pengumpulan data penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritikan dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ini dapat berguna bagi kita semua.

1. National Heart, Lung and Blood Institute, 2007. National Asthma Education and Prevention Program Expert Panel Report 3: Guidelines for the Diagnosis and Management of Asthma Summary Report 2007.

Available from:

http://www.nhlbi.nih.gov/guideline

s/asthma/asthsumm.pdf . [Accessed

11 May 2014].

(18)

Prevalensi Asma pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Ajaran 2014/2015

2. Yunus, F., Antaria, R., Rasmin, M., Mangunnegoro, H., Jusuf, A., dan Bachtiar, A., 2003. Asthma prevalence among high school students in East Jakarta, 2001, based on ISAAC questionnaire, Med J Indones12(3):178−186. 3. ISAAC, 2013. ISAAC Phase Three

Data. Available from:

http://isaac.auckland.ac.nz/phases/p hasethree/results/results.php

[Accessed 7 April 2014].

4. Riset Kesehatan Dasar, 2013. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

rvey_nys.pdf [Accessed 07

December 2014]

7. Widodo, P., 2004. Hubungan antara Rinitis Alergi dengan faktor-faktor risiko yang mempengaruhi pada siswa SLTP kota Semarang usia 13-14 tahun dengan mempergunakan kuesioner International Studi of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC). Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

8. To, T. et al, 2012. Global asthma prevalence in adults: findings from the cross-sectional world health survey, BMC Public Health 12 : American Journal Of Respiratory and Critical Care Medicine 156:1413-1420

10.Christiano, L., 2010. Asthma in

Women.Available from

:http://www.asthma.partners.org/ne

wfiles/CristianoAsthmaInWomen.h tml [Accessed 19 November 2014] 11.Beasley R., Ellwood, P., dan

Asher, I., 2003. International Patterns of the prevalence of pediatric asthma: The ISAAC program. Pediatric Clinics of North America 50: 539-553.

12.Subbarao, P., Mandhane, P.J., dan Sears, M.R., 2009. Asthma: epidemiology, etiology and risk factors. CMAJ: e181-e189.

13.Sastrawan, I.G.P., Suryana, K., dan Rai, I.B.N., 2008. Prevalensi Asma Bronkial Atopi pada Pelajar di Desa Tenganan. J Peny Dalam 9(1).

14.Fitriani, F., Yunus, F., Rasmin, M., 2011. Prevalens Asma Pada Siswa Usia 13-14 Tahun Dengan Menggunakan Kuesionor ISSAAC dan Uji Provokasi Bronkus di Jakarta Selatan. J Respir Indo 31 (2): 81-89

15.Portelli, M.A., Hodge, E., Sayers, I., 2014. Genetic risk factors for the development of allergic disease

identified by genome wide association. Available from :

http://onlinelibrary.wiley.com/doi/

10.1111/cea.12327/pdf [Accessed

8 December 2014]

16.Anuradha, A., Kalpana, V.L., Narsingarao, S., 2011.

(19)

Prevalensi Asma Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun Ajaran 2014/2015

17.Prasad, R., Verma, S.K., Ojha, S. , Srivastava, V.K., 2007. A Questionnaire Based Study of Bronchial Asthma in Rural Children of Lucknow. Indian J Allergy Asthma Immunol 2007 21(1):15-18

18.Burke, W., Fesinmeyer, M., Reed, K., Hampson, L., Carlsten, C,2003. Family History as a Predictor of Asthma Risk. Am J Prev Med 2003 24(2): 160-169

19.Rosamarlina, Yunus, F., Dianiati,K.S., 2010. Prevalens Asma bronchial Berdasarkan Kuesioner ISAAC dan Perilaku Merokok pada Siswa SLTP di Daerah Industri Jakarta Timur. J Respir Indo 30(2):75-84

20.Choi, I.S. 2011. Gender-Specific Asthma Treatment. Allergy Asthma & Immunology Research 3(2): 74-80.

21.Werff S.D.V.D et al, 2013. Prediction of Asthma by Common Risk Factors: A Follow-up Study

in Cuban. J Investig Allergol Clin Immunol 23(6): 415-420.

22.Jerrett, M., et al, 2008. Traffic-Related Air Pollution and Asthma Onset in Children: A Prospective Cohort Study with Individual

Exposure Measurement.

Environmental Health Perspectives

(116)10: 1433-1438.

23.Lawson, J.A., Janssen, I., Bruner, M.W., Hossain,A., dan Pickett, W., 2014. Asthma incidence and risk factors in a national longitudinal sample of adolescent Canadians: a prospective cohort study.BMC Pulmonary Medicine (14)51. 24.Oemiati, R., Sihombing, M., dan

Qomariah, 2010. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Asma di Indonesia, Media Litbang Kesehatan 20(1): 41-49. 25.Broekema, M., et al, 2009. Airway

(20)

Jurnal Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Tinjauan Pustaka

1

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

E-mail: priady.wira03@gmail.com

Potensi

Quercetin

pada Teh Benalu Mangga (

Dendrophthoe pentandra

(L.)

Miq.) sebagai Inovasi Preventif dan Kuratif Hipertensi

Priady Wira Prasetia1,

ABSTRAK

Hipertensi (HTN) merupakan salah satu kondisi medis kronis yang jarang disertai dengan gejala. Menurut World Health Organization (WHO) secara global hampir mencapai satu milyar orang memiliki riwayat hipertensi. Meskipun, perkembangan pengobatan hipertensi sangat membantu, kita masih perlu mencari pengobatan dengan herbal sehingga pasien tidak mengandalkan obat medis yang bisa menimbulkan efek samping. Salah satu obat herbal untuk hipertensi adalah benalu mangga. Benalu mangga mengandung quercetin, dimana quercetin berfungsi sebagai agen vasodilator. Quercetin mampu bekerja langsung pada otot polos pembuluh arteri dengan menstimulasi atau mengaktivasi Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), tidak meningkatkan konsentrasi Ca2+ intraselular untuk mencegah sel otot polos arteri berkontraksi. Quercetin dapat bertindak sebagai Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor, yang menghambat konversi Angiotensin I menjadi Angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat, dan menghambat Antidiuretic Hormone (ADH). Quercetin dapat memperbaiki disfungsi endotel dan zat antioksidan alami. Metode mikroenkapsulasi adalah teknologi untuk melapisi substansi inti dan dapat mencegah perubahan warna dan bau, dan stabilitas maintain dalam jangka panjang.

Kata kunci: hipertensi, mikroenkapsulasi, teh benalu mangga, quercetin.

ABSTRACT

Hypertension (HTN) is one of the chronic medical condition that is rarely accompanied by any symptoms. World Health Organization(WHO), nearly a billion people have a history of hypertension. Although, the progression in hypertension treatment is very helpful, we still need to find herbal medications so the patients are not relying to medical drugs which can cause adverse effects. One of the herbal medications for hypertension is mango mistletoe. Mango mistletoe contains quercetin, which has function as a vasodilator agent. Quercetin can work directly through arterial smooth muscles by stimulating or activating Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF), not increasing of intracellular Ca2+ concentration to preventing arterial smooth muscle cells contracted. Quercetin could act as Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor, which stops the conversion to Angiotensin II which is a potent vasoconstrictor, and inhibit Antidiuretic Hormone (ADH). Quercetin can fix endothelial dysfunction and a natural antioxidants agent. Microencapsulation method is a technology for coating a core substance and can prevent discoloration and odor, and mantain stability in the long term.

Keywords : hypertension, microencapsulation, mango mistletoe tea, quercetin

(21)

Potensi Quercetin pada Teh Benalu Mangga (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) sebagai Inovasi Preventif dan Kuratif Hipertensi

PENDAHULUAN

Hipertensi (HTN) merupakan salah satu kondisi medis kronis yang jarang disertai dengan gejala. Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk infark miokard, gagal jantung, stroke, penyakit arteri perifer, aneurisma aorta, penyakit ginjal kronis, dan merupakan kelainan metabolik yang menyebabkan diabetes dan dislipidemia.1 Hipertensi menunjukkan peningkatan tekanan darah arteri terkait dengan harapan hidup yang lebih pendek. Kriteria hipertensi yang digunakan pada penetapan kasus merujuk pada kriteria diagnosis Joint National Committee (JNC) VIII 2013, yaitu hasil pengukuran tekanan

darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada penderita

yang berumur ≥18 tahun dan <60 tahun.2 Menurut World Health Organization (WHO) secara global hampir mencapai satu milyar orang memiliki riwayat hipertensi atau tekanan darah tinggi. Dua per tiga diantaranya berada di negara berkembang yang berpenghasilan rendah-sedang dan sepertiga dari populasi orang dewasa di Asia Tenggara memiliki tekanan darah tinggi dan salah satunya negara Indonesia.3 Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen, dengan prevalensi hipertensi yang sedang dalam pengobatan sebesar 9,5 persen.4

Faktor - faktor yang menyebabkan peningkatan tekanan darah yang cepat dan parah pada pasien hipertensi masih kurang dimengerti. Kecepatan onset menunjukkan faktor pemicu yang diakibatkan pada hipertensi yang sudah ada sebelumnya. Hipertensi diperkirakan dipicu oleh peningkatan resistensi vaskular sistemik secara tiba-tiba yang mungkin berhubungan dengan vasokonstriktor humoral. Peningkatan tekanan darah selanjutnya menghasilkan stres mekanis dan cedera endotel yang menyebabkan permeabilitas meningkat, aktivasi kaskade koagulasi dan trombosit, dan pengendapan

fibrin. Dengan peningkatan tekanan darah yang parah, dapat terjadi cedera endotel dan nekrosis fibrinoid pada arterioles. Proses ini menyebabkan iskemia dan pelepasan mediator vasoaktif tambahan yang menghasilkan lingkaran setan dari cedera yang terus berlanjut. Sistem renin-angiotensin sering diaktifkan, menyebabkan vasokonstriksi lebih lanjut dan produksi sitokin pro-inflamasi seperti interleukin-6. Penipisan volume yang dihasilkan dari tekanan natriuresis selanjutnya menstimulasikan pelepasan zat vasokonstriktor dari ginjal. Mekanisme kolektif ini dapat berujung pada hipoperfusi akhir organ, iskemia dan disfungsi yang bermanifestasi sebagai keadaan darurat hipertensi.5 Baru-baru ini telah dihipotesiskan bahwa stres oksidatif adalah peran kunci dalam patomekanisme hipertensi. Stres oksidatif terjadi bila terjadi ketidakseimbangan antara pembangkitan Reactive Oxygen Species (ROS) dan sistem pertahanan antioksidan. Spesies reaktif termasuk superoksida (O2 -), radikal hidroksil (HO·), hidrogen peroksida (H2O2), peroksinitrit (ONOO-), nitrogen oksida (NO) dan asam hypochlorus (HOCl) diproduksi di jalur metabolisme normal dan dinetralkan oleh antioksidan. Namun, dalam jumlah berlebih, mereka dapat menimbulkan reaksi berbahaya. Dalam sistem vaskular, superoksida dan hidrogen peroksida sangat penting, sehingga dalam menjaga keseimbangan oksido / redoks, organ melindungi diri dari toksisitas ROS / RNS berlebih dengan cara yang berbeda, termasuk penggunaan antioksidan endogen dan eksogen, seperti disulfida superoksida, peroksidase, glutathion peroksidase, vitamin E, vitamin C, flavonoid dan lain lain.6

(22)

Potensi Quercetin pada Teh Benalu Mangga (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) sebagai Inovasi Preventif dan Kuratif Hipertensi

dan sayuran segar yang menyediakan nutrisi seperti potassium dan serat, membatasi asupan natrium, menyadari bahwa banyak makanan olahan yang tinggi garam, gula, kopi dan minuman keras.7,8

Meskipun kemajuan dalam penemuan obat-obat anti hipertensi sangat membantu pengobatan hipertensi perlu dicari obat-obatan tradisional sehingga pasien tidak tergantung selamanya pada obat medis yang dapat menyebabkan efek samping. Tanaman obat secara empiris telah dibuktikan dari generasi ke generasi sebagai salah satu obat yang berkhasiat bahkan dengan penelitian laboratorium yang ketat. Penurunan tekanan darah dengan menggunakan ramuan tradisional atau disebut back to nature akan jauh lebih murah dan mudah untuk didapat sehingga penderita tidak menjadi ketergantungan dengan obat farmakologi.9 Dari sekian banyak tanaman yang tumbuh di Indonesia, benalu sering digunakan oleh masyarakat.

Di Indonesia, umumnya benalu dinamai tergantung pada tanaman inangnya, seperti benalu mangga (didefinisikan sebagai benalu yang tumbuh pada mangga sebagai tanaman inangnya). Benalu juga dikenal sebagai tanaman semiparasit, yang berarti mengurangi produktivitas tanaman hortikultura dengan hidup di tanaman inang untuk mendapatkan nutrisi dan air.10 Namun, meskipun benalu sering dianggap sebagai sesuatu yang merugikan, namun di sisi lain benalu memiliki efek yang sangat baik untuk kesehatan. Masyarakat Indonesia sendiri sering mengonsumsi benalu sebagai obat dari berbagai macam penyakit Dendrophthoe pentandra (L.) Miq. dikenal juga sebagai benalu mangga dan termasuk dalam keluarga Loranthaceae. Tanaman ini tersebar di China, Kamboja, India, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Thailand dan Vietnam. Secara herbal, tanaman ini digunakan dalam mengobati batuk, diabetes, hipertensi, kanker, diuretik, cacar, ulser, infeksi kulit dan pasca persalinan di

Indonesia.[11] Zat aktif dalam benalu mangga adalah quarsetin yang mampu bekerja dalam perbaikan sistem vaskuler yakni otot polos dan endotel, dengan meningkatkan sintesa Nitric Oxide (NO), memiliki peran sebagai ACE inhibitor, antagonis kalsium dan antioksidan dalam mencegah dan mengobati hipertensi.

Obat anti hipertensi yang dipergunakan mengandung zat kimia dengan berbagai efek samping, diantaranya dapat menyebabkan hipokalemi, aritmia jantung, hipovolemi, syok, gagal ginjal dan sebagainya. Di samping itu obat anti hipertensi juga relatif mahal dan penggunaannya seumur hidup. Terkadang orang tua atau orang yang sibuk sering melupakan penggunaan obat anti hipertensi ini, padahal sangatlah penting untuk menggunakannya secara teratur. Berdasarkan hal tersebut, maka karya tulis ilmiah ini dibuat untuk melihat potensi quercetin pada teh benalu mangga (Dendrophthoe Pentanda (L) Miq.) sebagai inovasi preventif dan kuratif hipertensi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Salah satu organ target pada penatalaksanaan hipertensi yaitu pada pembuluh darah (sistem vaskular). Sistem vaskular yang berperan ialah otot polos dan endotel yang berfungsi dalam proses vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada dasarnya vasodilatasi ditentukan oleh relaksasi otot polos yang melibatkan fungsi endotel.12

Benalu mangga secara umum mengandung flavonoid, kuersetin, mesoinositol, rutin dan tanin. Menurut Uji, dkk, quercetin dari kelompok flavonoid adalah memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.13

Mekanisme Kerja Quercetin

(23)

Potensi Quercetin pada Teh Benalu Mangga (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) sebagai Inovasi Preventif dan Kuratif Hipertensi

Endothelium Derived Relaxing Factor (EDRF). Quercetin mampu berdifusi secara langsung dan mensintesa nitric oxide (NO) dalam endotel dan otot polos selanjutnya merangsang guanylate cyclase yang kemudian mengubah GTP (guanosine triphosphate) menjadi

cyclic-GMP sehingga menyebabkan

vasodilatasi.14,15

Mekanisme kedua adalah quercetin mampu menghambat kanal Ca2+ sehingga tidak terjadi peningkatan konsentrasi Ca2+ intrasel dan memastikan bahwa myosin light-chain kinase (MLCK) tidak dapat memfosforilasikan lebih lama molekul miosin sehingga menghentikan siklus jembatan silang dan mencegah sel otot polos pembuluh darah berkontraksi.17

Mekanisme ketiga adalah quercetin dapat bertindak sebagai Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor. Berdasarkan penelitian Hackl LP, et al, quercetin mampu menghambat aktivitas ACE dengan mengikat ion-ion logam seperti seng (Zn) pada sisi aktif enzim, yang mana akan menghambat konversi Angiotensin I menjadi Angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor kuat. Tidak terbentuknnya Angiotensin II akan menghambat kinerja dari Antidiuretic Hormone (ADH) sehingga menyebabkan penurunan reabsorpsi air dan volume plasma yang berakibat pada penurunan tekanan darah (Gambar 1).17,21

Dalam mengubah Angiotensin I menjadi Angiotensin II, ACE membutuhkan bradikinin. Hambatan ACE oleh quercetin menyebabkan penumpukan bradikinin di dalam tubuh. Bradikinin akan mengaktifkan enzim phospholipase yang kemudian menyebabkan pelepasan asam arakidonat, yaitu precursor PGE2 (Prostaglandin E2) yang merupakan vasodilator sehingga terjadi penurunan tekanan darah. Pada saat bersamaan, bradikinin akan berikatan dengan reseptor Bradikinin K2 (BK2) yang terdapat pada sel endotel pembuluh darah dan menstimulasi produksi dari NO.18

Gambar 1. Mekanisme quercetin pada Renin-Angiotensin-Aldosterone

system (RAAs) dalam menurunkan tekanan darah

Mekanisme keempat adalah quercetin dapat berperan sebagai antioksidan alami yang melindungi sistem biologis dan menghambat oksidasi sel dengan cara mereduksi, menangkap oksigen aktif dan radikal bebas terutama superoksida, serta menghambat agregasi platelet dan merangsang produksi NO yang menyebabkan relaksasi pembuluh darah. Disamping itu sebagai penangkap radikal bebas, juga memiliki sifat seperti hepatoprotektif, antitrombotik, antiinflamasi dan antivirus.12

Mekanisme kelima ialah menurunkan kadar prostasiklin (substansi yang diproduksi oleh sel endotel pembuluh darah) dan kadar leukotriene, sehingga menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan menghambat agregasi platelet darah.12

Mekanisme keenam ialah quercetin dari benalu mangga diketahui mampu memperbaiki disfungsi endotel melalui mekanisme reendotelisasi.19

Keunggulan Inovasi Teh Benalu

Mangga dengan Metode

Mikroenkapsulasi

(24)

Potensi Quercetin pada Teh Benalu Mangga (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) sebagai Inovasi Preventif dan Kuratif Hipertensi

perubahan warna dan bau serta dapat menjaga stabilitas zat inti yang dipertahankan dalam jangka waktu yang lama. Mikrokapsul dapat dicampur dengan komponen lain yang berinteraksi dengan zat inti. Bahan inti dapat berupa partikel tunggal atau bentuk agregat dan biasanya memiliki rentang ukuran partikel antara 5-5000 mikrometer. Ukuran tersebut bervariasi tergantung metode dan ukuran partikel bahan inti yang digunakan.20

Zat quercetin dapat tetap aktif dalam air suhu tinggi, sehingga mampu disajikan dalam bentuk teh. Teh benalu mangga memiliki beberapa keunggulan dibandingkan obat-obat kimia yang ada, yakni dapat langsung menginduksi prekursor melalui berbagai jalur yang mencegah terjadinya vasokonstriksi sehingga efek yang diberikan dapat bertahan lebih lama dan efisien, merupakan senyawa alami sehingga tidak memberikan efek samping pada dosis normal, dan bahan benalu mangga sangat mudah diperoleh dan dijangkau oleh masyarakat, serta menghilangkan sisi merugikan dari benalu sendiri.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam tinjauan pustaka ini, peneliti ingin meningkatkan penggunaan terapi herbal dengan memanfaatkan benalu mangga. Zat aktif yang terkandung dalam benalu mangga yakni quercetin merupakan agen yang cukup menjanjikan sebagai inovasi pencegahan dan pengobatan antihipertensi. Quercetin berfungsi sebagai agen vasodilator yang bekerja langsung pada sistem vaskuler, yaitu otot polos dan endotel. Quercetin juga dapat menjadi antagonis kalsium dan menunjukkan aktivitas antioksidan. Dalam memaksimalkan efektivitas zat quercetin dalam benalu mangga untuk bereaksi dalam tubuh digunakan metode mikroenkapsulasi. Sehubungan dengan kemampuan zat mikroenkapsulasi kuersetin yang masih tetap aktif jika dilarutkan dengan air suhu tinggi, sangat

memungkinkan dikonsumsi dalam bentuk teh layaknya meminum teh sehari-hari. Dengan kebiasaan masyarakat Indonesia seperti meminum teh tersebut akan menjadikan inovasi teh benalu mangga lebih mudah untuk dilakukan, efektif, efisien dan holistik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada dosen-dosen pembimbing dari FK Universitas Hasanuddin, rekan-rekan, kedua orang tua dan seluruh keluarga atas segala bantuan dan dukungannya selama ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Nasri H. Comment on: Serum cholesterol and LDL-C in association with level of diastolic blood pressure in type 2 diabetic patients. Journal of Renal Injury Prevention. 2012; 1(1): 13–14.

2. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C, Handler J, Lackland DT, et al. Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults: Report From the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). The Journal of the American Medical Association. 2014 Feb 5; 311(5): 507–20.

3. World Health Organization. Hypertension fact sheet. Department of Sustainable Development and Healthy Environments. 2011.

4. Kementrian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2013. 2013.

5. Marik PE, Varon J. Hypertensive Crises: Challenges and Management. CHEST Journal. 2007 Jun; 131(6): 1949–62.

(25)

Potensi Quercetin pada Teh Benalu Mangga (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) sebagai Inovasi Preventif dan Kuratif Hipertensi

7. Gunawan I. Gaya Hidup Sehat Cara Jitu Cegah Stroke. Jakarta: Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta Hasriana. 2012; pp 27.

8. Widyatuti. Terapi komplementer dalam keperawatan. Kesehatan. 2012. 9. Muzakar, Nuryanto. Pengaruh

Pemberian Air Rebusan Seledri Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi. Jurnal Pembangunan Manusia. 2012; 6(1). 10.Widowati W, Mozef T, Risdian C,

Yellianty Y. Anticancer and Free Radical Scavenging Potency of Catharanthus roseus, Dendrophthoe petandra, Piper betle and Curcuma Mangga Extracts in Breast Cancer Cell Lines. Oxid Antioxid Med Sci. 2013; 2(2): 137–142.

11.Artanti N, Firmansyah T, Darmawan A. Bioactivities Evaluation of Indonesian Mistletoes (Dendrophthoe pentandra (L.) Miq.) Leaves Extracts. Journal of Applied Pharmaceutical Science. 2012; 2(1): 24-27.

12.Athiroh N, Permatasari N. Mekanisme Kerja Benalu Teh pada Pembuluh Darah. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2012; 27(1): 2.

13.Uji T, Sunaryo, Rachman E. Keanekaragaman Jenis Benalu Parasit Pada Tanaman Koleksi Di Kebun Raya Eka Karya, Bali. Berk. Penel. Hayati. 2007; 13: 1-5.

14.Schmitt CA, Dirsch VM. Modulation of Endothelial Nitric Oxide by Plant-derived Product. Nitric Oxide: Biology and Chemistry. 2009 Sep; 21(2): 77–91.

15.McNeill JR, Jurgens TM. A Systematic Review of Mechanisms by Which Natural Products of Plant

Origin Evoke Vasodilatation. Canadian Journal of Physiology and Pharmacology. 2006; 84(8-9): 803– 21.

16.Mojiminiyi FB, Owolabi ME, Igbokwe UV, Ajagbonna OP. The Vasorelaxant Effect of Viscum Album Leaf Extract is Mediated by Calcium-dependent Mechanism. Nigerian Journal of Physiological Sciences. 2008; 23(1-2): 115-120.

17.Larson AJ, Symons JD, Jalili T. Therapeutic Potential of Quercetin to Decrease Blood Pressure: Review of Efficacy and Mechanisms. Advances in Nutrition. 2012; 3: 39–46.

18.Febyan, et al. Peranan Allicin dari Ekstrak Bawang Putih sebagai Pengobatan Komplemen Alternative Hipertensi Stadium I. FK Universitas Kristen Kridawacana. Jakarta, Indonesia. 2015; 42(4).

19.Zhang JF, Li G, Chan CY, Meng CL, Lin MC, Chen YC, et al. Flavonoids of Herba Epimedii Regulate Osteogenesis if Human Mesenchymal Stem Cells through BMP and Wnt/beta-catenin Signaling Pathway. Molecular and Cellular Endocrinology. 2010; 314(1): 70–74. 20.Reineccius G. Flavor Chemistry and

Technology. Second Edition, Taylor & Francis Group: Boca Raton. 2006; pp 391–418.

21.Häckl LP, Cuttle G, Dovichi SS, Lima-Landman MT, Nicolau M. Inhibition of Angiotesin-Converting Enzyme by Quercetin Alters the Vascular Response to Brandykinin

and Angiotensin I.

(26)

Jurnal Mahasiswa Kedokteran Indonesia

Tinjauan Pustaka

ABSTRAK

Asma merupakan sebuah penyakit inflamasi kronik di saluran pernapasan yang sering terjadi pada anak. Obstruksi saluran pernapasan yang reversibel dan peningkatan responsivitas saluran pernapasan yang non spesifik menjadi tampilan utama pada saat serangan asma terjadi. Adanya peran agen probiotik seperti

Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium lactis terhadap proses hipersensitivitas yang terjadi pada asma mendasari dibutuhkannya pengkajian lebih lanjut mengenai mekanisme probiotik pada asma. Melalui studi pustaka didapatkan beberapa mekanisme probiotik melalui pengaturan eosinofil, neutrofil, sel mast, limfosit T-helper 2 (Th2) dan Th17 dalam mencegah timbulnya hipersensitivitas pada asma. Tidak hanya sebagai pengontrol, L. acidophilus dan B. lactis dapat bekerja sebagai pelega dengan menurunkan reaktivasi saluran pernapasan ketika serangan asma terjadi. Pemberian probiotik pada ibu hamil juga mampu menurunkan serangan asma pada anak yang dilahirkan. Dimana probiotik menawarkan kelebihan produksinya yang mudah, efek samping yang ringan karena merupakan mikroba normal di tubuh, dan memberikan efek maksimal sesuai komposisi yang diberikan.

Kata Kunci : Asma, Bifidobacterium lactis, Lactobacillus acidophilus, Probiotik

ABSTRACT

Asthma is a chronic inflammatory disease in the respiratory tract that often occurs in children. Reversible respiratory tract obstruction and an increase in non-specific respiratory responsiveness are the main features of asthma attacks. The presence of probiotic agents such as Lactobacillus acidophilus and Bifidobacterium lactis against the hypersensitivity process that occurs in the underlying asthma require further study of the probiotic mechanisms in asthma. Through literature review, some probiotic mechanisms are obtained by regulating eosinophils, neutrophils, mast cells, T-helper 2 (Th2) and Th17 in preventing hypersensitivity in asthma. Not only as a controller, L. acidophilus and B. lactis can work as a reliever by decreasing respiratory reactivation when an asthma attack occurs. Administration of probiotic in pregnant women is also able to reduce asthma attacks in children who are born. Where probiotic offer the advantages of easy production, low side effects because it is a normal microbe in the body, and give maximum effect according to the composition given.

Keywords : Asthma, Bifidobacterium lactis, Lactobacillus acidophilus, Probiotic

1

Mahasiswa Program Studi Profesi Dokter , Fakultas Kedokteran Universitas Andalas , Padang

Potensi Agen Probiotik

Lactobacillus acidophilus

dan

Bifidobacterium

lactis

sebagai Modalitas Terapi Asma pada Anak di Indonesia

Gambar

Gambar 1.
Tabel 1. Karakteristik
Tabel 4. Distribusi Skor : Perilaku Responden
Tabel 2. Distribusi Lifetime Asthma berdasarkan Karakteristik Subjek
+2

Referensi

Dokumen terkait

uji satu lawan satu dan uji lapangan. Untuk uji satu lawan satu dilakukan pada 2 siswa kelas X2 dan untuk uji lapangan dilakukan pada siswa kelas X 1 yang berjumlah

Adapun saran dari hasil pratikum yang telah dilakukan yaitu sebaiknya dalam suatu usaha budidaya perlunya untuk selalu mengontrol kondisi kualitas air setiap

Royalti Noncksklusif (Non- qalasive Royallt-Free Righl) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Analisis Pengaruh Tingkat Likuiditas dan Iaverage Terhadap Profitabilitas PT Krakatau

Untuk menunjang perkembangan kegiatan pondok pesantren dan masyarakat luas yang sudah solid dan mapan, pondok pesantren Darul Huda Mayak mendirikan koperasi.

Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Bedah Umum di Fakultas Kedokteran Universitas

Penerapan harmoni manual menggunakan gitar klasik tentu memerlukan pengetahuan tentang instrumentasi, teori musik, basik posisi pada instrumen gitar sebagai pengacu

Begitu juga dengan etos budaya berpikir posistif berupa kejujuran, keragaman, optimisme, cinta lingkungan, pemecahan masalah, dan kasih sayang yang dituangkan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik