• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Stress Kerja dengan Safety Perf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Hubungan Stress Kerja dengan Safety Perf"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Hubungan Stress Kerja dengan Safety performance pada Karyawan PT. Waskita Karya proyek Jembatan Musi

Vania Galih Prinasti

Prof. Dr. Cholichul Hadi, Drs., M.Si., Psikolog Dewi Syarifah, M.Psi., Psikolog

Dr. Fajrianthi, Psikolog

Fakultas Psikologi Universitas Airlangga

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan stress kerja dengan safety performance pada karyawan PT. Waskita Karya proyek Jembatan Musi. Stress kerja merupakan tekanan psikologis yang dikembangkan dari efek gabungan dari tuntutan pekerjaan dan derajat keputusan yang tersedia untuk karyawan (Karasek, 1979). Safety performance adalah perilaku kerja yang relevan terhadap keselamatan yang dapat dikonseptualisasikan sama dengan perilaku kerja lainnya dalam lingkungan kerja (Neal, dkk., 2000).

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik survey pada 65 karyawan PT. Waskita Karya proyek Jembatan Musi. Stress kerja diukur dengan menggunakan skala yang dikembangkan oleh Theorell (2004) yang terdiri atas 17 aitem. Dan safety performance diukur dengan menggunakan skala yang dikembangkan oleh Neal, dkk., (2000) yang terdiri atas 18 aitem. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Pearson product moment dengan bantuan program SPSS versi 20.

Dari hasil analisis data diperoleh nilai korelasi antara variabel stress kerja dan safety performance diperoleh hasil sebesar -0,463 Hal ini menunjukkan bahwa terdapat antara stress kerja dan safety performance pada karyawan PT. Waskita Karya proyek Jembatan Musi.

Kata Kunci : Safety performance, Stress Kerja

(2)

Salah satu industri yang dianggap sebagai industri yang paling berbahaya dibandingkan dengan industri lainnya adalah industri konstruksi. Penelitian terdahulu mengenai kecelakaan kerja di industri konstruksi menemukan bahwa korban luka, baik traumatis dan juga fisik serta kematian paling banyak terjadi pada pekerja konstruksi dibandingkan sektor industri lainnya (Probst dkk., 2008; Moore dkk., 2013; Khosravi dkk., 2014 dalam Mersha, 2016).

Permasalahan terkait keselamatan kerja juga dihadapi oleh banyak perusahaan konstruksi di Indonesia. Proyek pembangunan Jembatan Musi merupakan salah satu proyek milik PT. Waskita Karya yang mempunyai masalah yang sama terkait keselamatan. Sebelumnya, penulis sempat mengumpulkan informasi (preliminary study) pada proyek Jembatan Musi. Berdasarkan preliminary study tersebut didapatkan data, bahwa menurut kepala bagian K3 proyek Jembatan Musi, masih kurangnya kinerja keselamatan yang ditunjukkan oleh karyawan proyek Jembatan Musi yang salah satunya diakibatkan oleh tingkat stress yang tinggi yang dialami oleh karyawan proyek tersebut. Penelitian sebelumnya

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ibem dkk., (2011) juga menemukan bahwa dalam industri konstruksi, stress kerja merupakan ancaman utama yang dapat mengganggu keselamatan dan keamanan pada saat bekerja. Pembahasan lebih lanjut mengenai stress kerja diperlukan karena respon perilaku yang ditunjukkan karyawan terhadap stress kerja seringkali termasuk kedalam tindakan berbahaya dan merugikan tidak hanya pada individu tetapi juga organisasi (Rosen, 2010). Perilaku negatif yang dapat timbul karena adanya stress kerja seperti absenteeism, kecelakaan kerja, turnover juga dapat memengaruhi kinerja karyawan (Rosen, 2010). Ketika karyawan menghadapi stressor pada saat bekerja, mereka akan lebih cenderung berfokus pada usaha untuk mengurangi tingkat stress yang dialami daripada menampilkan kinerja keselamatan yang baik (Rosen, 2010). Penelitian lainnya terkait hubungan antara stress kerja dengan safety performance seperti yang dilakukan oleh Nahgrang dkk., (2011) menemukan bahwa stress kerja berpotensi besar menyebabkan burnout yang dapat secara negatif berpengaruh pada kinerja karyawan khususnya pada industri konstruksi.

Safety performance

(3)

dikonseptualisasikan sama dengan perilaku kerja lainnya dalam lingkungan kerja. Burke (2002, dalam Christian, 2009) juga mendefinisikan safety performance sebagai suatu tindakan atau perilaku yang ditampilkan oleh individu untuk mendukung keamanan dan keselamatan karyawan, klien, masyarakat umum dan juga lingkungan. Dalam penelitiannya, Burke (2002) juga mencantumkan 4 faktor penting dalam safety performance yaitu penggunaan alat pelindung diri (APD), praktik kerja yang mengurangi resiko bahaya, mengkomunikasikan bahaya dan kecelakaan, mensosialisasikan hak dan tanggung jawab karyawan.

Dimensi Safety performance

Dimensi dari safety performance berakar pada 2 komponen kinerja yang bersumber dari teori job performance. Borman & Motowildo (dalam Motowildo & Van Scotter, 1994) menjelaskan 2 komponen dari kinerja yang mendeskripsikan perilaku nyata yang dilakukan individu pada saat bekerja yaitu task performance dan contextual performance. Task performance mengacu pada pola perilaku yang terlibat langsung pada proses produksi barang/jasa atau aktivitas yang secara tidak langsung mendukung proses inti dari organisasi. Sementara contextual performance dapat dipahami sebagai upaya yang dilakukan oleh individu yang tidak berhubungan langsung dengan pekerjaan utamanya namun penting dalam membentuk organisasi, lingkungan sosial dan psikologis karyawan sebagaimana fungsi perusahaan dilakukan (Neal, dkk., 2000 dalam Muniz, 2017). Neal, dkk., membagi dimensi safety performance menjadi 2 yaitu safety compliance dan safety participation.

Safety compliance mengacu pada komponen task performance yang digunakan untuk mendeskripsikan aktivitas keselamatan inti yang digunakan oleh individu untuk menjaga keselamatan di lingkungan kerja. Perilaku pada safety compliance meliputi kepatuhan pada peraturan keselamatan yang ada, penggunaan alat pelindung diri (APD) dan bagaimana individu berperilaku secara aman pada saat bekerja (Neal., dkk. 2000). Safety participation mengacu pada contextual performance yang digunakan untuk mendeskripsikan perilaku-perilaku yang berhubungan dengan partisipasi pada keselamatan lingkungan kerja seperti menghadiri rapat terkait keamanan & keselamatan kerja, mengingatkan sesama rekan kerja untuk selalu berperilaku aman dan bergabung pada aktivitas keamanan (Neal., dkk. 2000).

Stress Kerja

(4)

bersifat membangun dan memacu seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Misalnya saja pada saat akan menghadapi ujian, individu yang memiliki eustress akan belajar dengan maksimal untuk mendapatkan nilai yang baik. Sementara distress merupakan stress yang bersifat negatif karena bisa mengganggu individu dan menimbulkan hal – hal yang kurang baik. Contohnya pada saat putus cinta, individu yang mengalami distress akan tidak bersemangat dalam beraktivitas, malas-malasan dan bahkan menjadi depresi.

Pada ranah industri & organisasi, stress juga dapat terjadi pada karyawan yang. Stress kerja didefinisikan sebagai perasaan karyawan terkait beban kerja, kecemasan, frustasi dan tekanan yang berasal dari karyawanan yang mereka jalani (Cullen dkk., 1986; Parker & DeCotiis,1983 dalam Jin, dkk. 2017). Definisi lain tentang stress kerja menurut National Insitute of Occupational Safety and Health (dalam Park, 2007) adalah gangguan pada kondisi fisik seseorang dan respon emosi pada saat persyaratan kerja tidak sinkron dengan kemampuan karyawan, kebutuhan dan sumber daya yang ada.

Banyak peneliti yang mengembangkan model teori untuk menjelaskan stress kerja seperti model kognitif transaksional oleh Lazarus (1966), model konflik – teori oleh Irving Janis (1958), model ketepatan individu dan lingkungan (P-E fit) oleh Lewin (1951) dan Murray (1938). Namun model – model tersebut dirasa sudah tidak sesuai dengan kondisi pada abad ke 20 mengingat perbedaan situasi yang berubah secara signifikan. Untuk itu, model yang dirasa tepat untuk menjelaskan tentang stress kerja adalah Job Demans-Job Decision Latitude Model yang dicetuskan oleh Karasek (1979). Hipotesis dalam model ini mencetuskan bahwa stress kerja merupakan tekanan psikologis dikembangkan dari efek gabungan dari tuntutan pekerjaan dan derajat keputusan yang tersedia untuk karyawan. Dalam model ini juga diketaui bahwa tekanan kerja dipengaruhi oleh derajat kontrol yang relatif terhadap jumlah tuntutan yang diberikan kepada individu (Karasek, 1979 dalam Sulsky, 2005).

Dimensi Stress Kerja

(5)
(6)

Kerangka Konseptual

Karyawan sebagai faktor utama dalam mengimplementasikan keselamatan di lingkungan

kerja

Kurangnya praktik implementasi tersebut di

lapangan

Safety Performance (Y) (Neal, dkk., 2000)

Safety Compliance

Safety Participation Stress Kerja(X)

(Karasek, 1998)

Demand

Control

Social Support

Safety Performance (Y) (Neal, dkk., 2000)

Safety Compliance

(7)

METODE

Sesuai dengan tujuan penelitian yang untuk mencari hubungan antara stress kerja dengan safety performance maka penelitian ini menggunakan tipe penelitian kuantitatif-eksplanatoris. Penelitian eksplanatoris bertujuan untuk mengidentifikasi perilaku dan fenomena tertentu dengan menggunakan pengujian teori yang didasarkan pada pertanyaan mengenai penyebab suatu fenomena ataupun perilaku yang kemudian dijelaskan dengan teori yang ada (Neuman, 2007). Berdasarkan dimensi waktunya, penelitian ini memakai metode cross sectional yang bertujuan mengumpulkan data dari beberapa subyek dalam satu waktu (Neuman, 2007).

Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan bertujuan memperoleh informasi mengenai hal yang ingin diteliti untuk kemudian ditarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian tersebut (Sugiyono, 2010). Terdapat tiga variabel dalam penelitian ini yaitu:

1. Variabel dependen (Terikat / Y) : Safety performance 2. Variabel independen 2 (Bebas / X) : Stress Kerja

Hubungan antar ketiga variabel di dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Hubungan antar variabel

Definisi Operasional Variabel Penelitian

Definisi operasional adalah bentuk operasionalisasi definisi konseptual variabel penelitian sehingga dapat diukur atau diobservasi (Neuman, 2007). Tujuan dari adanya definisi operasional adalah untuk menentukan batasan yang jelas terhadap variabel agar sesuai dengan teori yang digunakan. Pada konstrak stress kerja, pengukuran menggunakan kuisioner versi pendek dari instrumen Job

Stress Kerja

(8)

Demand Control Support oleh Karasek yang dikembangkan oleh Theorell (dalam Alves dkk., 2004). Alat ukur ini tersusun atas 17 aitem untuk mengukur 3 dimensi yang ada. Terdapat 5 aitem untuk mengukur dimensi demand, 6 aitem untuk mengukur dimensi control dan 6 aitem untuk mengukur dimensi social support. Pada dimensi demand, aitem yang ada mengukur pada tekanan psikologis dalam bentuk kuantitatif seperti waktu dan kecepatan mengerjakan tugas, dan dalam bentuk kualitatif seperti konflik antara tuntutan pekerjaan yang saling bertentangan (Karasek, dalam Aleves dkk., 2004). Pada dimensi control, aitem yang ada ini mengukur bagaimana karyawan dapat mempunyai kebebasan tertentu untuk mengatur pekerjaaannya (Karasek, dalam Aleves dkk., 2004). Dan pada dimensi social support, aitem yang ada mengukur tentang hubungan yang dimiliki karyawan dengan rekan kerja dan juga atasannya (Karasek, dalam Aleves dkk., 2004).

Pada konstrak safety performance, pengukuran menggunakan skala yang sesuai dengan teori safety performance milik Neal, dkk., (2000). Alat ukur ini tersusun atas 18 aitem untuk mengukur 2 dimensi yang ada. Terdapat 11 aitem untuk mengukur dimensi safety compliance dan 7 aitem untuk mengukur dimensi safety participation.Pada dimensi safety compliance, aitem yang ada menilai bagaimana karyawan menjalankan pekerjaan utamanya sesuai dengan peraturan terkait keselamatan dan keamanan yang berlaku (Neal, dkk., 2000). Pada dimensi safety participation, aitem yang ada ini menilai bagaimana karyawan berpartisipasi pada setiap aktivitas yang menunjang pekerjaannya yang berhubungan dengan keselamatan dan keamanan kerja (Neal, dkk., 2000).

Subjek Penelitian

Populasi penelitian merupakan keseluruhan dari objek yang akan diteliti (Neuman, 2007). Populasi yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah Karyawan PT. Waskita Karya proyek Jembatan Musi sejumlah 95 orang.

Teknik Pengumpulan data

Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dalam bentuk angka atau lebih dikenal sebagai teknik kuantitatif (Neuman, 2007). Penulis menggunakan kuisioner berbentuk self report dengan mengajukan sejumlah pertanyaan tertulis yang sama terhadap sampel sebagai instrument pengumpulan data.

(9)

baik realitas sosial yang diukur dalam penelitian sesuai dengan konstrak yang digunakan oleh peneliti untuk memahaminya. (Neuman, 2007). Dalam penelitian ini, pendekatan validitas yang digunakan adalah content validity, dimana validitas diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement (Azwar, 2010). Dalam validasi ini, penilaian dilakukan untuk mengetahui sejauhmana item-item tes mewakili komponen-komponen dalam keseluruhan isi objek yang hendak diukur (aspek representasi) dan sejauh mana item-item tes mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur (aspek relevansi) (Azwar, 2010).

Penulis menggunakan professional judgement pada alat ukur stress kerja dan safety performance untuk melihat apakah aitem-aitem dalam tes sesuai dengan indikator perilaku yang akan diukur. Judgement diberikan oleh tenaga ahli lulusan fakultas Psikologi Universitas Trisakti dan Universitas Indonesia yang bekerja di bidang SDM PT. Waskita Karya dan PT. HM. Sampoerna.Tbk.

Reliabilitas mengacu pada suatu konsistensi yang menunjukkan bahwa pengukuran atribut yang sama dan diulang akan memberikan hasil kondisi yang sangat mirip. (Neuman, 2007). Dalam penelitain kuantitatif, reliabilitas ditunjukkan dengan hasil numerik yang dihasilkan oleh suatu indikator yang sama karena karakteristik dari proses pengukuran atau instrumen dari pengukuran itu sendiri (Neuman, 2007). Pengujian reliabilitas menggunakan pendekatan konsistensi internal dengan teknik Alpha Cronbach melalui perhitungan program SPSS 20 for Windows. Pada pengujian reliabilitas, diperoleh reliabilitas alat ukur stress kerja didapatkan nilai reliabilitas sebesar 0,811. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa alat ukur ini dapat dinyatakan reliabel. Sementara reliabilitas alat ukur safety performance didapatkan nilai reliabilitas sebesar 0,831.Maka dari itu dapat dikatakan bahwa alat ukur ini dapat dinyatakan reliabel.

Uji Korelasi Variabel dan Stress Kerja dengan Safety performance

Uji korelasi pada penelitian ini menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Pengukuran ini diperlukan untuk mengetahui ada atau tidak hubungan antar variabel yang dapat dilihat dari nilai p (taraf signifikansi). Selain melihat ada atau tidak hubungan antar variabel, teknik korelasi juga dapat menunjukkan kekuatan hubungan (r).

(10)

yang negatif sehingga semakin tinggi nilai dari variabel stress kerja maka semakin turun nilai dari variabel safety performance.

Kesimpulan

Berdasarkan analisa data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian yaitu terdapat hubungan antara stress kerja dengan safety performance pada karyawan PT. Waskita Karya proyek Jembatan Musi dapat diterima.

Daftar Pustaka

Christian, M. S., Bradley, J. C., Wallace, J. C., & Burke, M. J. (2009). Workplace safety: A meta-analysis of the roles of person and situation factors. Journal of Applied Psychology, 1103-1127.

Christopher C. Rosen, Chu-Hsiang Chang., Emilija Djurdjevic., Erin Eatough., (2010). Occupational stressors and job performance: An updated review and recommendations In New Developments in Theoretical and Conceptual Approaches to Job Stress, 1-60.

Dewe, P. J., O’Driscoll, M. P., & Cooper, C. L. (2012). Theories of Psychological Stress at Work. Handbook of Occupational Health and Wellness, 23-38. Griffin, M. A., Neal, A., & Parker, S. K. (2007). Work Performance

Scale. Psyctest Dataset.

Karasek, R. (1979). Job demands, job decision latitude, and mental strain: implications for job redesign. Administrative Science Quartely, 24 (2), 285-308.

Neal, A., & Griffin, M. A. (2006). A study of the lagged relationships among safety climate, safety motivation, safety behavior, and accidents at the individual and group levels. Journal of Applied Psychology, 91 (4), 946-953. Neuman, W. L. (2007). Basics of Social Research: Qualitative and Quantitative

Approaches (2nd ed.). Boston: Pearson Education, Inc.

Park, J. (2007). Work stress and job performance. Ottawa: Statistics Canada.

Sampson. (2013). Safety of Repair, Maintenance, Minor Alteration, and Addition (RMAA) Works. Journal of Applied Psychology.

Sampson, J. M., Dearmond, S., & Chen, P. Y. (2014). Role of safety stressors and social support on safety performance. Safety Science, 64, 137-145.

Sawacha, E., Naoum, S., & Fong, D. (1999). Factors affecting safety performance on construction sites. International Journal of Project Management, 17 (5), 309-315.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis data menunjukkan bahwa biaya periklanan, biaya personal selling dan biaya promosi penjualan berpengaruh secara simultan terhadap penjualan toko WBF Kuta,

Plot yang menunjukkan kecenderungan nilai difusivitas thermalnya semakin tinggi menunjukkan bahwa pengaruh penambahan bahan organik telah dapat memperkecil gradien

Kepala SMP Negeri 1 Abung Barat ditetapkan sebagai informan kunci (key informant) karena memiliki pengetahuan dan informasi mengenai kebijakan-kebijakan dalam upaya

adalah membentuk kembali kaidah produksi yang telah diciptakan, dengan mengaplikasikan suatu teknologi baru dalam proses produksi.. Perilaku wirausaha yang

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ Rekayasa Perangkat Lunak Penghitung Kecepatan Mengetik Sebagai Pendukung Pembelajaran Mengetik Di Smk Negeri 6

23 PEMANFAATAN PROGRAM GEOGEBRA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN PADA POKOK BAHASAN SEGITIGA DITINJAU DARI HASIL BELAJAR SISWA KELAS VII Adi Suryobintoro,

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah perlu penambahan produksi air untuk memenuhi kebutuhan air bersih pelanggan PDAM Maros saat ini, melakukan simulasi jaringan