REVIEW JURNAL ETIK DAN HUKUM KEPERAWATAN
Peringkas – Nim : Cahyono - 11.ik. 126
Tanggal : 08 April 2015
Topik : Etik dan hukum
Penulis : Siti kemala rohima
Tahun : 2013
Judul :Perlindungan hukum bagi pasien terhadap kelalaian tenaga kesehatan (Dokter) dalam melaksanakan tindakan medic berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku alopo
Jurnal : RESEARCH ARTICLE
Voldan Halaman : Hal. 1-19
Pada Pasal 28 H Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 dinyatakan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan”. Berdasarkan bunyi pasal tersebut, sudah jelas bahwa
penyelenggaraan kesehatan merupakan hak asasi atau hak dasar setiap orangyang
dijamin oleh negara.
Untuk memenuhi kebutuhan akan kesehatan, maka tersedia institusi-institusi
kesehatan seperti Rumah Sakit, Puskesmas, atau sarana-sarana kesehatan lainnya
baik yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta untuk pelayanan kesehatan.
Rumah Sakit yang merupakan institusi kesehatan yang memegang peranan sangat
penting dalam pelayanan kesehatan bagi pasien selaku konsumen harus ditunjang oleh
tenaga kesehatan yang profesional dalam melaksanakan pelayanan kesehatan
diantaranya dokter, perawat ataupun tenaga kesehatan lainnya.
Namun demikian, dalam pasal-pasal lain dalam undang-undang ini maupun
dalam penjelasan pasal tersebut tidak digambarkan lebih terperinci lagi mengenai
tanggung jawab hukum yang seperti apa yang dapat ditanggung oleh Rumah
Sakit dalam hal kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bekerja padanya
dan seberapa besar tanggung jawab oleh Rumah Sakit dalam hal ini. Hal ini
penting, sebagai salah satu cara untuk mengetahui apa saja dan bagaimana
perlindungan hukum bagi pasien dan untuk mencegah lepasnya tanggung jawab
Rumah Sakit akibat kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang berada
di bawah institusinya karena dalam pasal ini tidak juga diterangkan maupun
memuat apakah Rumah Sakit bertanggung jawab sendiri ataupun bersama sama
dengan tenaga kesehatan dalam hal kelalaian medik yang dilakukan oleh tenaga
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahannya, yaitu: 1)
Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pasien terhadap kelalaian tenaga kesehatan
dalam melaksanakan tindakan medik berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku?; 2) Bagaimanakah bentuk tanggung jawab hukum Rumah Sakit kepada
pasien terhadap kelalaian tenaga kesehatan dalam melaksanakan tindakan medik ?
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1) Untuk menjelaskan
mengenai perlindungan hukum bagi pasien terhadap kelalaian tenaga kesehatan
dalam melaksanakan tindakan medik berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
yang berlaku. 2) Untuk menjelaskan bentuk tanggung jawab hukum Rumah Sakit
kepada pasien dalam hal kelalaian tenaga kesehatan dalam melaksanakan
tindakan medik.
Adapun beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1) Secara
Teoritis, untuk pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada umumnya
khususnya hukum perdata dan hukum kesehatan serta perlindungan hokum bagi pasien
terhadap kelalaian tenaga kesehatan dalam melaksanakan tindakan medic dan
tanggung jawab hukum Rumah Sakit dalam hal kelalaian yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
Secara Praktis, untuk membantu masalah hukum para pihak dalam hal perlindungan
hukum bagi pasien terhadap kelalaian tenaga kesehatan dalam melaksanakan tindakan
medik serta tanggung jawab hukum Rumah Sakit kepada pasien terhadap
kelalaian tenaga kesehatan dalam melaksanakan tindakan medik.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif dengan pendekatan yang
digunakan yaitu Statute Approach, Conseptual Approach dan Case Approach. Bahan
pengumpulan bahan hukum dilakukan dengan studi pustaka terhadap
bahan-bahan hukum dan analisis bahan-bahan hukum dilakukan secara bertahap dengan metode
deduktif.
B. PEMBAHASAN
a. Perlindungan Hukum Bagi Pasien Terhadap Kelalaian Tenaga Kesehatan
Dalam Melaksanakan Tindakan Medik
Perlindungan hukum bagi pasien erat kaitannya dengan perlindungan konsumen
yaitu pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan. Dalam hal ini,
perlindungan hukum bagi pasien dimaksudkan sebagai tindakan untuk
melindungi pasien jika ada kelalaian maupun kesalahan dokter ataupun tenaga
kesehatan dalam melakukan tindakan medik. Disebut kelalaian medik karena
kelalaian ini dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik.
Pada dasarnya kesalahan atau kelalaian dokter dalam melaksanakan tindakan
medik, merupakan suatu hal yang penting untuk dibicarakan, hal ini disebabkan
karena akibat kesalahan ataupun kelalaian tersebut mempunyai dampak yang
sangat merugikan. Selain mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap profesi
kedokteran juga menimbulkan kerugian pada pasien. Pemberian hak atas ganti rugi
merupakan suatu upaya untuk memberikan perlindungan bagi setiap orang atas
suatu akibat yang timbul, baik fisik maupun non fisik karena kesalahan atau
kelalaian tenaga kesehatan. Perlindungan ini sangat penting karena akibat
kelalaian atau kesalahan itu mungkin dapat menyebabkan kematian atau
menimbulkan cacat yang permanen.
Sebagai bagian dari perlindungan hukum bagi pasien baik yang bersifat
preventif maupun represif dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
(1) Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi dibentuk
Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil
Kedokteran Gigi.
(2) Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertanggung jawab kepada Presiden
Berdasarkan penjelasan pasal di atas mengenai Konsil Kedokteran Indonesia bahwa
Konsil Kedokteran Indonesia terdiri dari Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran
Gigi yang memiliki fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, serta pembinaan
dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan medis. Hal in penting untuk diketahui pasien
terkait perlindungan hukumnya terutama dalam fungsi pembinaan dari Konsil
Kedokteran Indonesia karena erat kaitannya dengan penyelenggaran praktik
kedokteran baik oleh dokter maupun dokter gigi. Selain itu, pasien merasa aman
karena penyelenggaraan praktik kedokteran telah diawasi oleh Konsil Kedokteran
Indonesia sehingga dokter maupun dokter gigi dalam menyelenggarakan
praktiknya lebih berhati-hati dan teliti. Di Indonesia penyelesaian kasus kelalaian
medik berdasarkan mediasi dapat diselesaikan melalui Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 64
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa:
B. Tanggung Jawab Hukum Rumah Sakit Terhadap Kelalaian Tenaga Kesehatan
dalam Melaksanakan Tindakan Medik
Dalam Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dimana salah satu
pertangggung jawaban karena kesalahan dalam perbuatan melawan hukum
adalah termasuk perbuatan orang-orang yang berada dibawah
pengawasannya. Hal ini didasarkan pada suatu teori yang dikenal dengan nama
“teori hubungan majikan dengan buruh” atau juga yang dikenal dengan istilah
doktrin respondeat superior. Ditentukannya pertanggungjawaban majikan dalam
pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atas kerugian yang telah
ditimbulkan oleh bawahan untuk menjamin kepastian berhasilnya ganti rugi.
Penerapan doktrin respondeat superior ini mempunyai dua tujuan pokok yaitu:
1. Adanya jaminan bahwa ganti rugi yang dibayar pada pasien yang
menderita kerugian akibat tindakan medik dokter
2. Hukum dan keadilan menghendaki sikap kehati-hatian dari dokter
Untuk mengajukan gugatan terhadap Rumah Sakit, dokter atau tenag kesehatan
lainnya dengan alasan berdasarkan perbuatan melawan hukum harus dipenuhi
empat unsur sebagai berikut:
1. Adanya pemberian gaji atau honor tetap yang dibayar secara periodic kepada
dokter atau tenaga kesehatan yang bersangkutan
2. Majikan atau rumah sakit mempunyai wewenang untuk memberikan instruksi yang
harus ditaati bawahannya
3. Adanya wewenang untuk mengadakan pengawasan
4. Adanya kesalahan atau kelalaian yang diperbuat oleh dokter atau tenaga
Berkaitan dengan tanggung jawab hukum pemberi pelayanan kesehatan terutama
tanggung jawab hukum Rumah Sakit, dalam hal ini sebagai suatu badan hukum
yang memilikinya bisa dituntut atas kerugian yang terjadi, bisa melalui dua cara:
1. Langsung sebagai pihak pihak pada suatu perjanjian bila ada wanprestasi
2. Tidak langsung sebagai majikan bila karyawannya dalam pengertian
peraturan perundang-undangan melakukan perbuatan melawan hukum.
Hukum Perdata membedakan kategori Rumah Sakit selaku pihak tergugat (korporasi)
yaitu Rumah Sakit pemerintah dan Rumah Sakit swasta. Berkaitan dengan
Rumah Sakit pemerintah, maka manajemen Rumah Sakit pemerintah Dinas
Kesehatan/ Menteri Kesehatan dapat dituntut. Menurut Pasal 1367 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, karena pegawai yang bekerja pada Rumah Sakit
Pemerintah menjadi pegawai negeri dan negara sebagai suatu badan hokum dapat
dituntut untuk membayar ganti rugi atas tindakan pegawai negeri yang dalam
menjalankan tugasnya merugikan pihak lain. Sedangkan untuk manajemen Rumah
Sakit swasta sebagai badan hukum memiliki kekayaan sendiri dan dapat bertindak
dalam hukum dan dapat dituntut seperti halnya manusia. Jika diamati dengan
seksama maka layanan yang diberikan oleh Rumah Sakit kepada pasien yang
dirawat dapat dirinci menjadi:
1. Medical care (Pengobatan Kesehatan)
2. Nursing care (Keperawatan; hal-hal yang dilakukan perawat)
3. Supportive care (Penggunaan alat-alat penunjang medik dan nonmedik)
C. PENUTUP
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal dari
penelitian ini, antara lain : 1) Perlindungan hukum bagi pasien dimaksudkan
sebagai tindakan preventive sekaligus represif dalam hal jika ada kelalaian
maupun kesalahan dokter ataupun tenaga kesehatan dalam melaksanakan
tindakan medik. Tindakan preventive dalam hal ini dapat berupa pengaturan yang
terdapat dalam peraturan perundang-undangan berupa pembinaan maupun
pengawasan terhadap dokter dan Rumah Sakit sedangkan tindakan represif
berupa tindakan yang dapat ditempuh jika dikemudian hari timbul sengketa
melalui jalur non-litigasi dengan mengadukan kasusnya melalui Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ataupun melalui Lembaga Arbitrase
dan Penyelesaian Sengketa dan menempuh jalur litigasi, yaitu melalui jalur
perdata atau pidana tanpa menutup kemungkinan untuk menempuh kedua jalur
tersebut baik litigasi maupun non litigasi secara sekaligus.: 2) Rumah Sakit, baik
yang dimiliki pemerintah ataupun swasta, merupakan organisasi yang sangat
kompleks. Di sarana kesehatan tersebut banyak berkumpul pekerja
professional dengan berbagai macam latar belakang keahlian dan banyak pula
peralatan yang digunakannya. Semakin besar dan canggih suatu Rumah Sakit
akan semakin kompleks pula permasalahannya. Oleh sebab itu, tidaklah gampang
menentukan pembagian tanggung gugatnya. Selain pola hubungan terapeutik
dan pola hubungan kerja tenaga medis, penyebab terjadinya kerugian itu
sendiri juga sangat menentukan sejauh mana Rumah Sakit dan tenaga
kesehatan harus bertanggung jawab.
Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka penulis memberikan beberapa
saran sebagai berikut : 1) Bagi Rumah Sakit hendaknya menjalankan
manajemen Rumah Sakit yang baik khususnya untuk memperjelas mengenai
tanggung jawab hukumnya. Tujuannya untuk memudahkan pasien
menentukan apakah tindakan kelalaian yang dilakukan oleh dokter tersebut
merupakan kompetensinya atau merupakan tindakan yang berada dibawah
pengawasan pihak Rumah Sakit; 2) Hendaknya bagi pasien mengetahui dengan
jelas aturan atau payung hukum yang melindunginya dan dibutuhkan
ketelitian serta kemauan oleh pasien untuk lebih aktif dalam penyembuhan
kondisi kesehatannya; 3) Bagi dokter hendaknya menjalankan kode etik, standar
profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar
prosedur operasional sebagaimana mestinya untuk menghindari ataupun