• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktikum Kimia pH dan Larutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Praktikum Kimia pH dan Larutan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

pH DAN LARUTAN INDIKATOR

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA

Makalah Praktikum Kimia

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna

menyelesaikan mata kuliah Kimia

Oleh:

Ivan Tjahja Pranata – 512015002

FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

(2)

I. Tujuan

1. Praktikan memahami kaitan pH dengan ionisasi ion-ion yang terjadi di dalam larutan 2. Praktikan memahami hubungan pH dan pOH dalam suatu larutan

3. Praktikan memahami hubungan logaritma antara nilai pH dengan konsentrasi ion H+

4. Praktikan memahami definisi larutan asam dan basa menurut Arrhenius 5. Praktikan memahami definisi larutan asam dan basa menurut Bronsted-Lowry 6. Praktikan memahami definisi larutan asam dan basa menurut Lewis

7. Praktikan mengetahui beberapa cara dalam pengukuran pH suatu larutan

8. Praktikan mengetahui peran kertas lakmus dalam mengidentifikasikan keasaman atau kebasaan suatu larutan

9. Praktikan memiliki keterampilan dalam memperkirakan harga pH melalui penggunaan beberapa jenis larutan indikator yang sejenis

10. Praktikan memiliki keterampilan menentukan harga pH menggunakan media pH strip

II. Dasar Teori

Teori asam maupun basa sudah mulai dikenal oleh ahli kimia konvensional sejak jaman dulu. Bukti utama dapat dilihat dari nama mereka sendiri. Istilah asam berasal dari bahasa Latin acetum yang artinya adalah cuka. Unsur pokok cuka adalah asam asetat CH3COOH. Sedangkan istilah alkali diambil dari bahasa Arab untuk abu. Selain itu, telah

diketahui pula bahwa paling tidak selama 3 abad bahwa hasil reaksi antara asam dan basa (netralisasi) adalah garam. (Petrucci, 1985)

Beberapa teori yang mencoba menerangkan sifat-sifat asam-basa merupakan suatu tingkatan yang penting dalam sejarah ilmu kimia. Lavoisier pada tahun 1777, menyatakan bahwa semua asam selalu terdiri dari satu unsur yang sama.Unsur tersebut adalah oksigen yang diajukan oleh Lavoisier dari bahasa Yunani yang berarti pembentuk asam. Kemudian pada tahun 1810, Davy mempresentasikan bahwa asam muriatat (asam hidroklorida) hanya mengandung hidrogen dan klor, namun tidak mengandung oksigen. Yang lebih menarik lagi ternyata hidroklorida itu mempunyai sifat sama seperti asam. Dengan itu para ahli kimia kemudian menetapkan hidrogen sebagai pembentuk unsur dari suatu asam. (Petrucci, 1985)

(3)

dalam air murni, sedangkan basa meningkatkan meningkatkan ion hidroksida. (Petrucci, 1985)

Dalam air murni, terdapat sedikit ion hidrogen (H+) dan ion hidroksida (OH-) yang

jumlahnya sama. Hal tersebut timbul dari hasil ionisasi parsial dari air: H2O(l)  H+(aq) + OH-(aq)

Menurut Arhennius, kita mendefinisikan asam sebagai zat yang bila dilarutkan dalam air akan menambah jumlah ion hidrogen yang sudah ada dalam air murni. Gas hidrogen klorida bereaksi dengan air menghasilkan asam klorida:

HCl(g)  H+(aq) + Cl-(aq)

Basa didefinisikan sebagai zat yang bila dilarutkan akan menambah jumlah ion hidroksida yang sudah ada dalam air murni. Natrium hidroksida banyak larut dalam air berdasarkan persamaan:

NaOH(s)  Na+(aq) + OH-(aq)

Hasil dari persamaan di atas merupakan basa kuat. Amonia adalah basa lainnya, sebagaimana ditunjukkan oleh produk reaksinya dengan air:

NH3(aq) + H2O(l)  NH4+(aq) + OH-(aq)

Bila larutan asam dicampur dengan basa, maka terjadilah reaksi netralisasi: H+(aq) + OH-(aq)  H

2O(l)

Ini merupakan kebalikan dari reaksi ionisasi air yang telah diperlihatkan sebelumnya. Jika ion pengamat dimasukkan kembali ke dalam persamaan, misalnya:

HCl + NaOH  H2O + NaCl

Menunjukkan bahwa garam dapat didefinisikan sebagai produk selain air dari reaksi asam dengan basa. Namun demikian, biasanya lebih disukai tidak menuliskan ion pengamat ini dan hanya secara gamblang menyatakan ion-ion yang bereaksi. (Chang, 2003)

Sebuah definisi asam dan basa yang lebih luas, yang akan berguna dalam perhitungan kuantitatif kimia dasar, diperkenalkan secara terpisah oleh Johannes Bronsted dan Thomas Lowry pada tahun 1923. Suatu asam Bronsted-Lowry didefinisikan sebagai suatu zat yang dapat memberikan ion hidrogen (H+), sedangkan suatu basa

bronsted lowry adalah suatu zat yang dapat menerima ion hidrogen (H+). Dalam reaksi

asam-basa Bronsted-Lowry, ion hidrogen dipindahkan dari asam ke basa. Sebagai contoh, bila asam asetat dilarutkan ke dalam air, ion hidrogen dipindahkan dari asam asetat ke air. (Oxtoby, 1999)

CH3COOH(aq) + H2O(l)  H3O+(aq) + CH3COO-(aq)

Ion hidronium H3O+(aq) cenderung lebih sering dipakai dalam penulisan reaksi

(4)

sebenarnya dalam air. Asam dan basa terdapat sebagai pasangan asam-basa konjugat. CH3COOH dan CH3COO- adalah salah satu contohnya, dimana CH3COO- adalah basa

konjugat dari CH3COOH. Demikian pula dapat dikatakan CH3COOH adalah asam

konjugat dari CH3COO-. Dengan cara yang sama, H3O+ dan H2O juga membentuk

pasangan asam-basa konjugat. Kesetimbangan yang tercapai dapat dipandang sebagai persaingan antara dua basa untuk mendapatkan ion hidrogen H+. Sebagai contoh, bila

amonia dilarutkan ke dalam air kedua basa NH3 dan OH- bersaing memperebutkan

ion-ion hidrogen. (Chang, 2003)

H2O(l) + NH3(aq)  NH4+(aq) + OH-(aq)

Satu keuntungan dari pendekatan Bronsted-Lowry adalah tidak terbatas hanya untuk larutan air. Sebagai contoh larutan ammonia sebagai pelarut adalah NH3 bertindak

sebagai sebuah basa, walaupun ion hidroksida (OH-) tidak ada. Skema Arhennius yang

sudah lama diperkenalkan tidak dapat menjelaskan hal ini, sehingga dengan teori Bronsted-Lowry diperluas untuk larutan lain di luar larutan air. (Chang, 2003)

HCl(dalam NH3) + NH3(l)  NH4+(dalam NH3) + Cl-(dalam NH3)

Beberapa molekul dan ion dapat berfungsi baik sebagai asam dan sebagai basa tergantung dari kondisi reaksi sehingga disebut amfoter. Contoh yang paling umum adalah air itu sendiri. Air berfungsi sebagai asam dengan memberikan ion hidrogen kepada NH3 (basa konjugat disini adalah OH-) dan sebagai basa dengan menerima ion

hidrogen dari CH3COOH (asam konjugat di sini adalah H3O+). Dengan cara yang sama,

ion hidrogen karbonat dapat berfungsi sebagai asam dan sebagai basa. (Oxtoby, 1999) HCO3-(aq) + H2O(l)  H3O+(aq) + CO32-(aq)

HCO3-(aq) + H2O(l)  H2CO3 (aq) + OH-(aq)

Lebih lanjut, struktur Bronted Lowry dapat digambarkan lebih detail melalui model yang dikemukakan oleh Lewis. Struktur model Lewis dapat digunakan untuk menggambarkan perilaku yang lebih umum dari asam-basa dimana definisi Arhenius dan Bronsted-Lowry merupakan kasus istimewa. Sebuah basa lewis merupakan jenis basa yang menyumbangkan sepasang elektron bebas dan suatu asam lewis adalah jenis asam yang menerima sepasang elektron tersebut. Asam dan basa Arrhenius sejauh ini dianggap memenuhi gambaran tersebut (dengan asam lewis, yaitu H+, berfungsi sebagai akseptor

terhadap berbagai macam basa lewis seperti NH3 dan OH-, yaitu donor pasangan

elektron). (Oxtoby, 1999)

(5)

sebagai basa Lewis, menyumbangkan pasangan elektron bebas kepada BF3, yaitu asam

Lewis atau akseptor elektron. Ikatan yang terbentuk merupakan ikatan kovalen koordinat, dimana kedua elektron di dalamnya diberikan pada asam Lewis oleh pasangan elektron dari basa Lewis. (Oxtoby, 1999)

Senyawa kekurangan oktet yang melibatkan unsur Golongan III seperti Boron dan Aluminium dianggap asam Lewis yang kuat karena atom golongan III dapat mencapai konfigurasi oktet dengan membentuk ikatan kovalen koordinat. Atom dan ion dari golongan V sampai dengan golongan VII mempunyai pasangan elektron bebas yang diperlukan untuk berfungsi sebagai basa Lewis. Senyawa unsur-unsur golongan utama dari periode terakhir juga dapat berfungsi sebagai asam Lewis melalui kenaikan valensi. Dalam reaksi tersebut, atom pusat menerima pembagian pasangan elektron tambahan di samping kedelapan elektron yang diperlukan untuk emmenuhi aturan oktet. Sebagai contoh, SnCl4 adalah asam Lewis yang menerima pasangan elektron bebas dari ion

klorida. Kemudian setelah reaksi, setiap atom timah dikelilingi oleh 12 elektron valensi dan bukan 8. (Oxtoby, 1999)

Definisi Lewis mensistematiskan kimia berbagai macam oksida biner, yang dapat dianggap sebagai anhidrida asam atau basa. Suatu anhidrida asam didapatkan dengan mengambil air dari suatu asam okso sampai hanya tertinggal sedikit oksidanya; dengan demikian, CO2 merupakan anhidrida asam karbonat. (Oxtoby, 1999)

Dalam larutan air, konsentrasi dari ion hidronium berkisar dari 10 M sampai 10-15 M. Interval ini sebaiknya diperkecil dengan menggunakan skala logaritma keasaman, yang disebut pH ( power of Hidrogen) dan didefinisikan oleh:

pH = - log [H3O+]

Air murni pada suhu 25oC mempunyai [H

3O+] = 1x10-7 M, sehingga:

pH= - log (1x10-7) = -(-7,00) = 7,00

Larutan 0,1 M HCl mempunyai [H3O+] = 0,1 M, sehingga:

pH= - log (0,10) = - log (1x10-1) = -(-1,00)

dan pada suhu 25oC larutan NaOH 0,1 M mempunyai:

pH= - log

(

1,0x10 −14

0,10

)

= - log (1,00 x 10-13) = - (-13,00) = 13,00

Seperti ditunjukkan contoh-contoh di atas, perhitungan pH akan mudah khususnya bila konsentrasi H3O+ merupakan pangkat dari bilangan 10, karena logaritmanya adalah

bilangan pangkat dari 10 tersebut. Jika tidak, diperlukan kalkulator. Jika pH diketahui, konsentrasi H3O+ dapat dihitung dengan meletakkan pangkat –pH pada angka 10.

(6)

Konsentrasi H3O+ pada umumnya kurang dari 1 M, sehingga fungsi pH ditentukan

dengan tanda negatif untuk menghasilkan sebuah bilangan yang bertanda positif. Nilai pH tinggi menandakan konsentrasi H3O+ yang rendah begitu pula sebaliknya. Pada suhu

25oC:

pH < 7 Larutan asam pH = 7 Larutan netral pH > 7 Larutan basa

Pada suhu lain, pH air berbeda dari 7. Perubahan satu satuan pH menandakan terjadinya perubahasan sebesar 10 dalam konsentrasi H3O+ dan OH-. pH diukur secara langsung

dengan menggunakan pH meter. (Oxtoby, 1999)

Mekanisme di mana pH dapat dihitung selain itu juga dapat diambil dari 3 metode lain yang lebih konvensional. 4 metode pengukuran pH sesuai tingkat urutan ketelitiannya adalah kertas lakmus, larutan indikator, pH strip, dan pH meter. (Noerdin, 1985)

III. Alat dan Bahan

Bahan : - Larutan dengan pH 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 12, dan 13 - Larutan CH3COONa 0,01 M

- Larutan NH4Cl 0,01 M

- Larutan CH3COONH4 0,01 M - Larutan indikator BCP, BFB, dan PP - Kertas lakmus merah dan biru - pH strip.

Alat : Tabung reaksi, rak tabung reaksi, pipet tetes, cawan petri.

IV. Cara Kerja

A. Perubahan warna larutan indikator pada berbagai tingkat pH 1) Larutan dengan pH 1-13 disiapkan

2) Masing-masing larutan dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi (± 5 tetes)

3) Larutan indikator BCP diteteskan pada tabung I pada tiap larutan sebanyak 3 tetes 4) Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat

(7)

6) Perubahan yang terjadi kembali diamati 7) Perubahan yang terjadi kemudian dicatat

B. Penentuan pH Larutan menggunakan berbagai indikator a) Penentuan pH larutan dengan menggunakan kertas lakmus

1) 3 potong kertas lakmus merah dan biru masing-masing disiapkan 2) Masing-masing ditempatkan pada cawan petri

3) Larutan CH3COONa, NH4Cl, CH3COONH4 diteteskan pada kertas lakmus

dengan pipet tetes

4) Perubahan setiap warna kertas lakmus diamati setelah penetesan setiap larutan b) Penentuan pH larutan dengan menggunakan larutan indikator

1) Larutan - larutan CH3COONa, NH4Cl, CH3COONH4 dimasukkan ke dalam

tabung reaksi yang berbeda

2) Setiap larutan diuji dengan larutan indikator BFB, BCP dan PP 3) Kemudian hasil pengamatan dicatat

4) Kisaran pH dari tiap larutan kemudian ditaksir c) Penentuan pH larutan dengan menggunakan pH strip

1) Larutan CH3COONa, NH4Cl, CH3COONH4 disiapkan

2) pH strip dicelupkan kedalam setiap larutan 3) Perubahan yang terjadi kemudian diamati

4) pH ditentukan dengan cara dibandingkan pada standar kemasan

V. Hasil Pengamatan

a) Perubahan warna larutan indikator pada larutan dengan pH 1 sampai 13

pH BFB BCP PP

(8)

Larutan Lakmus merah Lakmus biru

NH4Cl Merah Merah

NH4OAc Merah Biru

CH3COONa Biru Biru

2) Perubahan warna pH strip pada beberapa larutan

Larutan pH strip

NH4Cl 5

NH4OAc 7

CH3COONa 8

3) Perubahan warna larutan indikator pada beberapa larutan

Larutan BCP BFB PP

NH4Cl Kuning Ungu Tidak berwarna

NH4OAc Ungu Biru Tidak berwarna

CH3COONa Ungu Biru Tidak berwarna

VI. Pembahasan

Dalam praktikum kali ini terdapat membahas hubungan antara asam basa dengan pH, dimana pH adalah pernyataan dari kekuatan asam atau basa dari suatu larutan. Dari beberapa metode yang telah dilakukan, dapat diamati bahwa suatu larutan asam mempunyai pH lebih < 7 dan larutan basa mempunyai pH > 7. Sedangkan ditengah-tengah asam dan basa terdapat pH netral yaitu pH = 7. Nilai pH 7 paling banyak dipresentasikan oleh larutan H2O karena Ka dan Kb nya seimbang dan mempunyai

konsentrasi H+ dan OH- yang sama besar. Selain itu nilai pH 7 juga dapat ditemukan

dalam larutan garam yang mempunyai spesi asam kuat dan basa kuat atau asam lemah dengan basa lemah dengan rasio perbandingan sama besar. Misalnya garam NaCl adalah garam yang netral karena terdiri dari spesi Na dari basa kuat NaOH dan spesi Cl dari asam kuat HCl. Na dan Cl ini sama sama menyumbang spesi dengan rasio yang sama besarnya. Hal ini dapat disamakan dengan larutan NH4OAc pada praktikum ini. NH4OAc

sebenarnya adalah larutan ammonium asetat dengan rumus kimiawinya adalah CH3COONH4. Larutan ini tersusun dari 2 spesi yaitu basa lemah dan asam lemah. Asam

lemah didapat dari gugus spesi CH3COO- dari senyawa CH3COOH dan gugus spesi NH4+

dari senyawa NH4OH. Karena gugus spesinya seimbang, maka larutan NH4OAc bersifat

(9)

Untuk pH sendiri adalah nilai negatif dari logaritma konsentrasi ion H+ atau ion

OH-. Seperti yang kita ketahui kegunaan dari logaritma adalah untuk merapikan rataan

dari suatu grafik yang terlalu lebar. Dengan cara pH, maka untuk menyatakan tingkat keasaman suatu larutan hanya diperlukan angka 0 sampai dengan 14. Jika tidak menggunakan pH, maka akan kesulitan untuk menyatakan tingkat keasaman suatu larutan jika hanya dilihat dari besarnya konsentrasi karena nilai konsentrasi amat kecil hingga pangkat negatif dengan jumlah nol tidak terbatas seperti yang sudah disampaikan dalam bab 2 dasar teori. Oleh karenanya, maka diambil cara termudah yaitu apabila nilainya pangkat negatif bilangan bulat, maka bilangan bulat itu sendiri yang akan menjadi nilai pH-nya.

Berdasarkan teori yang ada pada bab 2 dapat kita katakan bahwa semakin kecil pH makan semakin besar konsentrasi H+ yang ada dalam suatu larutan. Dari sini dapat kita

katakan bahwa hubungan antara konsentrasi H+ dan pH adalah berbanding terbalik.

Sedangkan nilai pOH akan semakin besar apabila konsentrasi OH- dalam suatu larutan

basa semakin besar. Jadi berbeda dengan pH, nilai pOH berbanding lurus dengan konsentrasi OH- dalam suatu larutan.

Metode pengujian pH yang paling sederhana dalam praktikum ini adalah pengujian asam basa menggunakan kertas lakmus. Kertas lakmus adalah sebuah kertas dari bahan kimia yang akan mengalami perubahan warna jika dicelupkan ke dalam larutan asam atau basa. Warna yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh kadar pH dalam larutan yang ada. Kertas ini sendiri terbuat dari selulosa kayu yang merupakan komponen utama dari dinding sel pohon. Kayu selulosa terdiri dari rantai molekul gula yang memberikan kekuatan kayu. Kertas yang digunakan dalam kertas lakmus membutuhkan perawatan khusus untuk memastikan bahwa itu adalah bebas dari resin, lignin, dan kontaminan lainnya yang mungkin mencegahnya dari memberikan hasil tes yang akurat. Semakin akurat, semakin cepat hasil yang akan diperoleh dalam percobaan.

Metode penggunaan kertas lakmus adalah mengetahui apakah suatu larutan bersifat asam ataupun bersifat basa, tanpa mengetahui seberapa kuat keasamannya atau kebasaannya. Dalam suatu larutan, kertas kamus dapat menunjukkan perubahan warna tergantung pada sifat keasaman suatu larutan tersebut. Perubahan warna yang dihasilkan pada kertas lakmus disebabkan oleh adanya orchein (ekstrak lichenes) yang berwarna biru di dalam kertas lakmus. Ada 3 sifat yang dapat ditunjukkan oleh larutan pada kertas lakmus:

(10)

2. Larutan basa dapat membirukan kertas lakmus merah, sedangkan pada kertas lakmus biru tetap berwarna biru

3. Larutan netral akan mempertahankan warna masing-masing kertas lakmus

Metode kedua yang diujikan dalam praktikum ini adalah dengan media larutan indikator. Prinsip penggunaan larutan indikator adalah perubahan warna. Ada 2 wujud perubahan warna yang akan menyertai suatu larutan indikator dimana warna yang satu akan menunjukkan bahwa larutan uji bersifat asam sedangkan warna yang satunya lagi menunjukkan larutan uji bersifat basa. Beberapa jenis larutan indikator beserta masing-masing warnanya, antara lain:

Indikator Trayek pH PerubahanWarna

BiruTimol 1,2 – 2,8 Merah – Kuning

Bromo Fenol Biru (BFB) 3,0 – 4,6 Kuning – biru Metil Jingga 3,1 – 4,4 Merah – kuning Bromo Kresol Hijau 3,8 – 5,4 Kuning – biru

Metil Merah 4,2 – 6,2 Merah – kuning

Lakmus 4,5 – 8,3 Merah –biru

Bromo Kresol Purple (BCP) 5,2 – 6,8 Kuning – ungu Bromo Timol Biru 6,0 – 7,6 Kuning – biru

Fenol Merah 6,8 – 8,4 Kuning – merah Fenolftalin (PP) 8,0 – 9,6 Tidak berwarna - merah

Dari 10 contoh larutan indikator di atas, pada praktikum kali ini hanya dipakai 3 larutan indikator yang deretan nilai pHnya dapat membentuk suatu garis bilangan dengan skala tertentu. 3 larutan indikator itu adalah Bromo Fenol Blue (BFB), Bromo Cresol Purple (BCP), dan PenolPethalin (PP).

3 4,6 5,2 6,8 8 9,6

BFB BCP PP

Dari sini dapat kita lihat pemakaian 3 larutan indikator ini berjarak kurang lebih 1,6 skala. 1,6 skala ini sudah cukup akurat untuk menunjukkan rentang pH yang akan kita taksir dari tiap-tiap larutan. Adapun uraian tentang penjelasan perubahan warna larutan indikator adalah sebagai berikut:

1) Pada BFB dengan trayek pH 3 – 4,6

(11)

b. Larutan dengan pH 5-6 berwarna jingga kemerahan, dapat dijelaskan bahwa larutan indikator bersifat semakin netral pada pH 5 < X < 7

c. Larutan dengan pH 8-13 berwarna ungu, dapat dijelaskan bahwa larutan indikator bersifat semakin basa pada pH > 8

2) Pada BCP dengan trayek pH 5,2 – 6,8

a. Larutan dengan pH 1-2 berwarna kuning, dapat dijelaskan bahwa larutan indikator bersifat semakin asam pada pH < 3

b. Larutan dengan pH 3-4 berwarna merah, dapat dijelaskan bahwa larutan indikator bersifat semakin netral pada pH 3 < X < 5

c. Larutan dengan pH 5-13 berwarna ungu, dapat dijelaskan bahwa larutan indikator berisfat semakin basa pada pH > 5

3) Pada PP dengan trayek pH 8 – 9,6

a. Larutan dengan pH 1-6 tidak berwarna, dapat dijelaskan bahwa larutan indikator bersifat semakin asam pada pH < 7

b. Larutan dengan pH 7-8 tidak berwarna namun agak keruh dengan bercak-bercak merah, dapat dijelaskan bahwa larutan indikator bersifat semakin netral pada pH 7 < X < 9

c. Larutan dengan pH 12-13 berwarna merah, dapat dijelaskan bahwa larutan indikator bersifat semakin basa pada pH > 12

Pada larutan NH4Cl, pengujian dengan larutan indicator BCP menghasilkan warna kuning (menunjukkan sifat asam) sehingga dalam skema kita garis ke arah kiri pada titik 5,2. Pengujian dengan larutan indicator BFB menghasilkan warna ungu (menunjukkan sifat basa) sehingga dalam skema kita garis kearah kanan pada titik 4,6. Pengujian dengan larutan indicator PP menghasilkan warna putih bening (menunjukkan sifat asam) sehingga dalam skema kita garih ke arah kiri pada titik 8. Dari skema ini terdapat 3 garis yang bertumpukan. Daerah pada 3 garis bertumpukan ini adalah taksiran dari pH larutan NH4Cl. Jadi, nilai pH NH4Cl adalah antara 4,6 sampai 5,2.

(12)

Pada larutan NH4OAc, pengujian dengan larutan indicator BCP menghasilkan warna ungu (menunjukkan sifat basa) sehingga dalam skema kita garis ke arah kanan pada titik 6,8. Pengujian dengan larutan indicator BFB menghasilkan warna biru (menunjukkan sifat basa) sehingga dalam skema kita garis kearah kanan pada titik 4,6. Pengujian dengan larutan indicator PP menghasilkan warna putih bening (menunjukkan sifat asam) sehingga dalam skema kita garih ke arah kiri pada titik 8. Dari skema ini terdapat 3 garis yang bertumpukan. Daerah pada 3 garis bertumpukan ini adalah taksiran dari pH larutan NH4OAc. Jadi, nilai pH NH4OAc adalah antara 6,8 sampai 8.

Skema trayek pH NH4OAc

Pada larutan NH4OAc, pengujian dengan larutan indicator BCP menghasilkan warna ungu (menunjukkan sifat basa) sehingga dalam skema kita garis ke arah kanan pada titik 6,8. Pengujian dengan larutan indicator BFB menghasilkan warna biru (menunjukkan sifat basa) sehingga dalam skema kita garis kearah kanan pada titik 4,6. Pengujian dengan larutan indicator PP menghasilkan warna putih bening (menunjukkan sifat asam) sehingga dalam skema kita garih ke arah kiri pada titik 8. Dari skema ini terdapat 3 garis yang bertumpukan. Daerah pada 3 garis bertumpukan ini adalah taksiran dari pH larutan NH4OAc. Jadi, nilai pH NH4OAc adalah antara 6,8 sampai 8.

(13)

Cara ketiga dalam praktikum ini yang lebih tinggi tingkat ketelitiannya yaitu dengan menggunakan media pH strip. pH strip ini memiliki 4 garis warna yaitu warna kuning, warna hijau, warna jingga dan warna jingga kecokelatan. Seorang praktikan tidak akan kesulitan menggunakan alat ini karena sudah ada petunjuk indikator warna dan angka (nilai pH), seorang praktikan hanya perlu memperhatikan dengan cermat warna-warna pada pH strips. Pada kemasan pH strip terdapat 14 komposisi warna-warna yang menunjukan cirri tiap pH. Tiap satu komposisi terdiri dari 4 kotak warna yang memiliki susunan warna berbeda-beda. Namun pada intinya, pH 0-6 pada pH strip menunjukan larutan bersifat asam, sedangkan pH 7 menunjukkan sifat netral pada larutan, dan pH 8-14 menunjukan sifat basa pada larutan.

VII. Kesimpulan

1. Nilai pH berkaitan dengan tingkat keasaman atau kebasaan suatu larutan, dimana semakin kecil nilai pH maka semakin besar tingkat keasaman suatu larutan dan ditandai juga dengan semakin banyaknya konsentrasi H+ dalam larutan.

2. Hubungan pH dan pOH dalam suatu larutan adalah berlawanan dengan rentang angka 14 dan hasil dari penjumlahan pH dan pOH dalam larutan selalu bilangan bulat 14 (misalnya, jika pH larutan HCl adalah 1 maka pOH nya adalah 13).

3. Nilai pH adalah fungsi logaritma negatif dari konsentrasi H+, apabila konsentrasi H+ nya semakin besar maka pH nya semakin kecil disebabkan karena fungsi logaritma yang dipakai untuk memperkecil batas nilai pH.

4. Zat asam menurut Arrhenius adalah zat yang dapat memperbesar konsentrasi ion H+

ataupun ion H3O+ dalam suatu pelarut (air), sedangkan zat basa adalah zat yang

dapat memperbesar konsentrasi ion OH- dalam suatu pelarut (air).

5. Zat asam menurut Bronsted-Lowry adalah zat yang dapat memberikan ion H+ kepada basa konjugasinya, sedangkan basa adalah zat yang menerima ion H+ dari asam konjugasinya.

6. Zat asam menurut Lewis adalah zat yang menerima pasangan elektron bebas, sedangkan basa adalah zat yang memberikan pasangan elektron bebas.

7. Pengukuran pH suatu larutan dapat dipakai 4 cara, berturut-turut ke tingkat yang paling teliti adalah kertas lakmus, larutan indicator, pH strip, dan pH meter.

(14)

sedangkan larutan basa dapat membirukan kertas lakmus merah, dan larutan netral akan mempertahankan warna dari kertas lakmus.

9. Penggunaan larutan indicator dalam menguji pH larutan yaitu dengan cara membandingkan beberapa larutan indicator dalam satu rentang trayek pH yang tidak bertumpukan lalu ditarik garis berdasarkan perubahan warnanya (ada 2 perubahan warna dimana masing-masing mewakili nilai trayek batas rendah dan trayek batas tinggi) sehingg muncul daerah dengan garis yang bertumpukan sebagai taksiran pH dari larutan yang diuji.

10. Penggunaan pH strip dalam pengujian pH suatu larutan dapat dilakukan dengan cara membandingkan perubahan warna yang terjadi setelah pH strip dicelupkan dengan 15 papan warna yang tertera pada kotak kemasan pH strip.

VIII. Daftar Pustaka

Chang, Raymond. 2003. Kimia Dasar: Konsep - Konsep Inti Edisi Ketiga. Jakarta: Penerbit Erlangga

Noerdin, Isjrin. 1986. Buku Materi Pokok Larutan Modul 1-5. Jakarta: Penerbit Karunika

Oxtoby, David. 1999. Prinsip – Prinsip Kimia Modern Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga

Pasribu, Benny. 2014. http://bennypasaribu040.blogspot.co.id/. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2015 pukul 10.00 WIB

Petrucci, Ralph. 1989. Kimia Dasar: Prinsip dan Terapan Modern Edisi Keempat. Jakarta: Penerbit Erlangga

Referensi

Dokumen terkait

Indikator MO ini berubah warna dari merah pada pH dibawah 3.1 dan menjadi warna kuning pada pH diatas 4.4 jadi warna transisinya adalah orange artinya metil Jingga dalam larutan

Indikator-indikator pada Tabel 2.1 tidak secara pasti menunjukkan nilai p H suatu larutan. Indikator universal adalah indikator yang terdiri dari berbagai macam

Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar.. Pada

Dapat menjelaskan prinsip-prinsip dasar ilmu kimia yang meliputi larutan dan perbedaannya dengan campuran, konsentrasi larutan dan sifat koligatif Larutan..

Indikator-indikator pada Tabel 2.1 tidak secara pasti menunjukkan nilai p H suatu larutan. Indikator universal adalah indikator yang terdiri dari berbagai macam

Dilihat dari data pengamatan yaitu, terjadi perubahan warna indikator MO berwarna jingga, indikator PP tidak berwarna, indikator MM berwarna merah, indikator BTB

Kertas lakmus biasa digunakan untuk membedakan suatu larutan bersifat asam atau basa dengan cara memberikan perubahan warna yang berbeda pada larutan asam dan basa.. Asam adalah

Tidak hanya terjadi perubahan warna saja, fakta lain yang dapat mebuktikan bahwa terjadi reaksi kimia dalam penambahan NaOH kedalam larutan Cu(NO3)2 adalah dengan