LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS IODOMETRI
Disusun Oleh :
Nama : Ari Budiman NIM : 201910401006 Hari/Tanggal Praktikum : Sabtu, 29 Mei 2021 Asisten : Rizza Risdiana Dewi
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS JEMBER
Mei, 2021
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Menentukan konsentrasi asam askorbat dalam vitacimin
1.2 Dasar Teori
1.2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS) a. Aquadest (H2O)
Aquadest merupakan produk yang diklasifikasikan sebagai produk yang tidak berbahaya, meiliki rumus molekul H2O. Aquadest memiliki sifak kimia dan fisika yang berbentuk cair, tidak berbau, tidak berwarna, pada suhu memiliki pH yang netral, memiliki titik lebur , dan titik didih . Aquadest memiliki massa jenis sebesar dan massa molekul sebesar . Aquadest juga diklasifikasikan sebagai bahan yang tidak mudah meledak, dan mudah larut.
Tindakan pertolongan pertama pada kecelakaan pada aquadest adalah tidak ada bahaya yang memerlukan pertolongan pertama yang khusus. Kondisi penyimpanan yang tepat untuk bahan ini adalah tertutup rapat dan usahakan tidak terpapar sinar matahari langsung (Labchem,2020).
b. Asam Sulfat (H2SO4)
Asam sulfat atau Sulfuric Acid memiliki rumus molekul H2SO4 dengan wujur cair, tak berwarna dan tak berbau. Asam sulfat memiliki berat molekul 98,08 g/mol, memiliki pH <1, memiliki titik lebur , memiliki titik didih , dengan densitas . Asam sulfat diklasifikasikan dalam bahan berbahaya karena bersifak toksik dan beresiko membutakan. Pertolongan pertama jika asam sulfat kontak dengan kulit maka, segera bilas dengan air mengalir dan jika terjadi luka bakar segera dapatkan bantuan medis. Alat pelindung diri yang disarankan seperti kacamata pelindung, sarung tangan, masker, jas laboratorium, sepatu tertutup (Labchem, 2017).
c. Indikator Amilum (C6H10O5)
Amilum memiliki rumus molekul C6H10O5 berbentuk padat, berwarna putih, tidak berbau. Amilum memiliki densitas dengan pH 6,0 - 7,5. Produk ini termasuk bahan yang tidak berbahaya. Pertolongan pertama apabila kontak dengan kulit segera bilas dengan air mengalir. Apablia produk ini tertelan maka beri air minum pada korban sebanyak 2 gelas. Alat pelindung diri yang disarankan untuk digunakan seperti sarung tangan pelindung, masker, kacamata pelindung (G- Bioscience, 2017)
d. Kalium Iodat (KIO3)
Kalium Iodat atau Potassium Iodate memiliki rumus molekul KIO3 dengan wujud padat, berwarna putih, dan tidak berbau. Kalium iodat memiliki berat molekul 214,02 g/mol, memiliki pH 6,07, memiliki titik lebur , memiliki titik didih , dengan densitas . Kalium iodat diklasifikasikan sebagai bahan berbahaya karena dapat menyebabkan luka bakar jika kontak dengan kulit, serta mudah terbakar. Pertolongan pertama jika bahan ini tertelan maka, segera minum air sebanyak 2 gelas, jika tertelan maka korban akan mengalami muntah-muntah. Alat
pelindung diri yang disarankan untuk digunakan seperti sarung tangan pelindung, masker, kacamata pelindung, dan jas laboratorium (Labchem,2020).
e. Kalium Iodida (KI)
Kalium Iodida memiliki rumus molekul KI yang berbentuk padat, berwarna keputih-putihan, tidak berbau. Kalium Iodida memiliki berat molekul 166,01 g/mol, memiliki titik lebur , memiliki titik didih , dengan pH sekitar 6,9, dengan densitas . Kalium iodida adalah zat yang berbahaya karena jika tertelan, kerusakan organ (tiroid) disebabkan oleh paparan yang lama atau berulang kali. Jika kalium iodida terhirup, berikan pertolongan pertama udara segar. Lepaskan semua pakaian yang terkontaminasi segera saat bersentuhan dengan kulit, bilas kulit dengan air atau pancuran. Saat terkena mata, bilas dengan banyak air. Jika tertelan, segera beri korban air (maksimal dua gelas), pergi ke dokter (Merckmilipore, 2021).
f. Natrium Tiosulfat (Na2S2O3)
Natrium Tiosulfat atau Sodium Thiosulfate memiliki rumus molekul Na2S2O3 dengan wujud padat, tidak berwarna, dan tidak berbau. Natrium tiosulfat memiliki berat molekul 248,18 g/mol, memiliki pH diantara 6-8,4, memiliki titik lebur , memiliki titik didih , dengan densitas . Natrium tiosulfat digolongkan bahan yang tidak beresiko. Pertolongan pertama jika bahan ini tertelan maka minum air sebanyak 2 gelas. Alat pelindung diri yang disarankan untuk digunakan seperti kacamata pelindung, sarung tangan, dan masker (Labchem, 2018).
g. Vitacimin (C6H8O6)
Vitacimin atau Ascorbic Acid memiliki rumus molekul C6H8O6 berbentuk padat, berwarna putih, tidak berbau, memiliki pH diantara 2,2-2,5, titik lebur vitacimin adalah , dengan densitas , berat molekul vitacimin 176,13 g/mol. . Senyawa ini bisa menjadi bahan yang berbahaya apabila diletakkan pada ruangan dengan suhu tinggi dalam waktu lama, karena dapet menimbulkan kebakaran. Setelah penggunaan senyawa dianjurkan mencuci tangan dengan air mengalir. Gunakan sarung tangan, dan masker saat penggunaan. Minum air apabila senyawa tak sengaja tertelan. Simpan senyawa dalam wadah tertutup dengah suhu ruangan standar. . Senyawa ini bisa menjadi bahan yang berbahaya apabila diletakkan pada ruangan dengan suhu tinggi dalam waktu lama, karena dapet menimbulkan kebakaran. Setelah penggunaan senyawa dianjurkan mencuci tangan dengan air mengalir. Gunakan sarung tangan, dan masker saat penggunaan. Minum air apabila senyawa tak sengaja tertelan. Simpan senyawa dalam wadah tertutup dengah suhu ruangan standar (Labchem, 2016).
1.2.2 Tinjauan Pustaka
Titrasi redoks didasarkan pada transfer elektron antara titran dan penganalisis.
Jenis titrasi ini biasanya menggunakan probabilitas untuk menemukan titik akhir, meskipun indikator yang dapat berubah warna dengan adanya titrasi tambahan juga sering digunakan. Titrasi langsung (iodimetri) dan titrasi tidak langsung (iodimetri) dapat dilakukan dengan dua cara (Rohman,2007).
Iodimetri adalah analisis tritimetri untuk mereduksi zat seperti natrium tiosulfat, arsenat secara langsung dengan menggunakan larutan iodium terstandar. Iodimetri
adalah analisis titremetri agen pereduksi selain kelebihan yodium standar, dan jumlahnya meningkat dengan kelebihan natrium tiosulfat. Larutan yodium digunakan dalam titrasi iodimetri untuk mengurangi oksida. Ini berarti titrasi iodometrik dari larutan pengoksidasi digabungkan dengan kalium iodida yang tinggi dan yodium yang dilepaskan (sama dengan jumlah pengoksidasi) dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat (Rivai,1995:98).
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam titrasi iodometri dan iodimetri :
1. Oksigen error, yang terjadi ketika dalam larutan asam, mengoksidasi iodida menjadi oksigen iodida di udara (kesalahan meningkat karena peningkatan keasaman).
2. Reaksi iodimetri berlangsung di lingkungan yang sedikit asam (pH <8).
3. Larutan pati rusak akan memberikan warna ungu yang sulit hilang warnanya, sehingga mengganggu pembacaan.
Pemberian kanji terlalu awal akan menyebabkan iod menguraikan amilum dan mengakibatkan terganggunya perubahan warna pada titik akhir titrasi.
4. Penambahan KI harus lebih besar, karena I2 yang dihasilkan sulit larut dalam air tetapi mudah larut dalam KI.
5. Dalam lingkungan yang sangat asam, larutan tiosulfat dapat menguraikan larutan tiolfat menjadi belerang, membentuk ion tiosulfat sulfat dalam kondisi basa (pH> 9).
(Khopkar,2003)
Pereaksi oksidasi dalam iodimetri disebut ion iodium, serta pereaksi reduksi dalam iodometri disebut ion iodida. Rata-rata zat pereaksi reduksi memiliki sifat sukar dititrasi secara langsung menggunakan ion iodium. Tetapi, rata-rata zat pereaksi oksidasi memiliki sifat mudah dititrasi, dan kuat sehingga proses reaksi bisa terjadi secara sempurna menggunakan ion iodida. Misalnya ion iodida yang ditambahkan pereaksi oksidasi dengan ion iodium dilepaskan. Lalu, dititrasi menggunakan larutan natrium tiosulfat. Maka, reaksi yang terjadi akan sempurna antara ion iodium dengan tiosulfat (Underwood, 2002).
Dalam iodometri erat kaitannya dengan konsep redoks atau yang disebut juga reduksi oksidasi. Suatu penentuan kadar reduktor dengan oksidator merupakan titrasi reduksi oksidasi yang disingkat redoks. Dimana pada prosesnya, oksidator akan tereduksi, serta reduktor akan teroksidasi. Reduksi berarti bilangan oksidasi akan terjadi penurunan. Sebaliknya, oksidasi berarti pada bilangan oksidasi akan terjadi kenaikan.
Artinya pada proses reduksi akan menerima elektron. Serta pada proses oksidasi akan melepaskan elektron. Atom pada senyawa akan mengalami penurunan biloks disebut oksidator. Sedangkan, jika atom pada senyawa akan mengalami kenaikan biloks disebut reduktor (Khopkar, 2003).
Reaksi kimia yang melibatkan reduksi oksidasi banyak digunakan dalam analisis tetrametrik. Ion dari unsur yang berbeda dapat hadir dalam bilangan oksidasi yang berbeda, menghasilkan kemungkinan terjadinya banyak reaksi redoks. Banyak dari reaksi ini cocok untuk digunakan dalam analisis tetrametrik dan memiliki banyak aplikasi (Underwood,2002).
Iodida merupakan sebuah reduktor yang bersifat lemah, dan mudah teroksidasi apabila bereaksi dengan oksidator yang bersifat kuat. Iodida yang tidak digunakan disebut titran, karena dipengaruhi waktu proses reaksi serta indikator yang digunakan
kurang kuat. Maka untuk mengatasi hal tersebut titrasi kembali merupakan solusi yang tepat. Karena ketelitian proses titrasi dengan ion iodida yang semakin tinggi. Biasanya yang bertugas sebagai senyawa iodida adalah KI yang kemudian akan dipakai secara berlebih dengan ditambahkan larutan oksidator, dan akan menghasilkan I2. I2 tersebut merupakan ekuivalen dari oksidator yang ditentukan. Untuk menentukan jumlah I2
digunakan proses titrasi dengan larutan standar tiosulfat, dan ditambahkan indikator amilum. Hasil dari proses titrasi tersebut akan terjadi warna yang berubah dari biru tua kompleks hingga warna tersebut menghilang (Underwood,2001).
Dalam titrasi iodometri dibutuhkan indikator dalam proses titrasinya, biasanya indikator yang sering digunakan merupakan indikator amilum atau larutan kanji.
Larutan kanji atau larutan amilum sering dimanfaatkan untuk titrasi iodometri karena berwarna biru gelap kompleks iodin-amilum yang bertujuan untuk tes sensitif pada iodin. Bahan dasar pembuatan amilum atau kanji adalah amilosa serta amilopektin. Ciri khas amilosa yakni mempunyai rantai lurus serta apabila mengalami reaksi dengan iodium dapat mengubah larutan menjadi berwarna biru. Sedangkan, ciri khas amilopektin yakni mempunyai rantai bercabang serta apabila mengalami reaksi dengan iodium dapat mengubah larutan menjadi berwarna merah violet (Underwood,2002).
Pada praktek penggunaan indikator amilum atau kanji, alasan penggunaan indikator amilum atau kanji adalah harga yang murah di pasaran dan mudah ditemukan.
Larutan kanji/amilum lebih sering digunakan sebagai indikator pada titrasi iodometri.
Hal ini dikarenakan warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak sangat sensitif. Hal itulah yang menyebabkan mengapa indicator amilum/kanji lebih umum digunakan pada titrasi iodometri daripada menggunakan larutan iodin sebagai indicator untuk dirinya sendiri. Kekurangan kanji sebagai indikator diantaranya :
1.Kanji tidak larut dalam air dingin.
2.Suspensinya dalam air tidak stabil.
3. Apabila penambahan kanji atau amilum dilakukan pada awal titrasi dengan I2
akan membentuk kompleks iod-amilum, jika dalam titrasi menggunakan indikator kanji atau amilum maka penambahan amilum dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi (Khopkar,2003).
Sebagian besar zat pengoksidasi dapat dianalisis dengan menambahkan maksimum kalium iodida dan kalibrasi iodin bebas. Oksidator memerlukan larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, jadi natrium tiosulfat biasanya digunakan sebagai titran.
Penentuan iodometri ada banyak aplikasi proses iodometri dalam kimia analitik. Metode Winkler klasik adalah metode sensitif untuk menentukan oksigen terlarut dalam air (Underwood,2002).
Penggunaan air yang masih mengandung CO2 sebagai pelarut dapat menyebabkan penguraian natrium tiosulfat menjadi belerang bebas. Belerang ini menyebabkan turbulensi. Terjadinya disintegrasi ini juga dipicu oleh bakteri Theobacillus thioparus. Bakteri pemakan belerang pada akhirnya memasuki kelarutan dan proses metabolisme akan menyebabkan belerang koloid. Belerang ini dapat menyebabkan kekeruhan jika terjadi kekeruhan solusinya larutan tersebut harus dibuang (Underwood,2002).
Penentuan vitamin C dalam produk dapat dilakukan dengan titrasi iodometri.
Analisis penentuan kadar vitamin C menggunakan metode titrasi iodometri didasarkan pada prinsip bahwa I2 direduksi oleh ion I- .
Dalam titrasi iodometri, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen pengoksida, namun dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang cukup kuat sebagai unsur reduksi yang dititrasi langsung dengan iodin. Vitamin C merupakan pereduksi yang sangat kuat maka tepat untuk digunakan sebagai sampel dalam titrasi iodometri (Andarwulan, 1989).
BAB 2. METODOLOGI PERCOBAAN
2.1 Alat dan Bahan 2.1.1 Alat
- Lumping dan alu - Labu ukur - Pipet ukur - Pipet tetes - Kaca arloji - Erlenmeyer - Beaker glass - Ball pipet - Neraca analitik
- Kawat kasa, kaki tiga, bunsen - Buret, statif, klem
2.1.2 Bahan - Vitacimin
- Indikator amilum - KI padat
- H2SO4 0,3M - Na2S2O3 0,04M - KIO3 0,01M - Aquadest
2.2 Cara Kerja
2.2.1 Pembuatan Indikator Amilum
Amilum
Ditimbang sebanyak 0,1 gram, kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass
Dipanaskan akuades hingga mendidih
Ditambahkan akuades panas kedalam beaker glass yang berisi amilum sebanyak 10 ml
Dikocok pelan-pelan
Ditutup gelas beaker dengan alumunium foil
Data hasil pengamatan
2.2.2 Menentukan Konsentrasi KIO3
5 ml larutan KIO3
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Ditimbang 0,2 gram padatan KI
Dimasukkan padatan KI kedalam erlenmeyer yang berisi larutan KIO3
Ditambahkan 4 ml asam sulfat, kemudian dikocok pelan- pelan
Dititrasi larutan di Erlenmeyer dengan larutan natrium thiosulfat hingga larutan berubah warna dari coklat
menjadi kuning
Dimasukkan larutan natrium thoisulfat kedalam buret
Ditambahkan 2-3 tetes indikator amilum
Data hasil pengamatan
Dititrasi hingga berubah warna dari violet hingga warna violet menghilang
Dicatat volume natrium thiosulfat yang dibutuhkan, dan dihitung konsentrasi KIO3
2.2.3 Menganalisa Vitamin C
Tablet vitacimin
Ditimbang sebanyak 250 mg, kemudian dihaluskan
Dimasukkan labu ukur berukuran 50 ml
Dilarutkan menggunakan asam sulfat hingga tanda batas, kemudian dikocok
Dimasukkan 5 ml larutan vitacimin ke labu erlenmeyer
Data hasil pengamatan
Ditambahkan 0,2 gr KI dan ditambahkan 5 ml larutan KIO3 kedalam labu erlenmeyer
Dititrasi dengan larutan antrium thiosulfat hingga berubah warna dari coklat menjadi kuning
Dicatat volume natrium thiosulfat yang dibutuhkan
Ditambahkan 2 tetes indikator amilum
Dititrasi kembali hingga berubah warna dari violet menjadi tidak berwarna
Dicatat volume natrium thiosulfat yang dibutuhkan, dan dihitung massa rata-rata vitacimin
BAB 3. HASIL 3.1. Data Pengamatan
1. Standarisasi Larutan Na2S2O3
Tabel 3.1 Hasil Standarisasi Larutan Na2S2O3
Volume Na2S2O3 Molaritas Na2S2O3 Hasil
15,5 ml 0,019 M Coklat – Tidak Berwarna
2. Analisa Vitamin C
Tabel 3.2 Hasil Analisa Vitamin C
Volume Na2S2O3 Molaritas C6H8O6 Hasil
15,5 ml 5,89 x 10-2 M Kuning – Tidak Berwarna
BAB 4. PEMBAHASAN
Iodometri adalah suatu titrasi redoks dengan pentiter yang bertugas sebagai larutan iodida. Selain itu, iodimetri adalah suatu titrasi redoks dengan pentiter yang bertugas sebagai larutan iodium. Penjelasan lainnya terkait hal yang membedakan iodometri dengan iodimetri merupakan iodometri berarti sebuah titrasi tidak langsung dimana iod dilepaskan menggunakan reaksi kimia. Sedangkan, iodimetri berarti sebuah titrasi langsung yang berkaitan dengan larutan iod standar (Underwood, 2002)
Pada praktikum kali ini, metode yang digunakan adalah metode titrasi iodometri.
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan konsentrasi asam askorbat dalam vitacimin. Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini diantaranya lumping dan alu, labu ukur, pipet ukur, pipet tetes, kaca arloji, erlenmeyer, beaker glass, ball pipet, neraca analitik, kawat kasa, kaki tiga, Bunsen, buret, statif, dan klem. Adapun bahan yang digunakan diantaranya vitacimin (C6H8O6), asam sulfat (H2SO4), natrium thiosulfat (Na2S2O3), kalium iodida (KI) padat, kalium iodat (KIO3), indicator amilum (C6H10O5), dan akuades (H2O). Pada praktikum kali ini terdapat 3 prosedur yang harus dilakukan diantaranya pembuatan indicator amilum, penentuan konsentrasi KIO3 , dan menganalisa vitacimin. Sebelum pelaksanaan praktikum langkah pertama yang perlu dilakukan adalah menyiapkan semua alat dan bahan, dalam menyiapkan alat dan bahan diusahakan tidak ada yang tertinggal agar pelaksanaan praktikum berjalan denagnlancar dan praktikan dapat fokus dalam melaksanakan praktikum.
Prosedur yang pertama adalah membuat indikator amilum. Prosedur ini diawali dengan menimbang amilum sebanyak 0,1 gram menggunakan neraca analitik. Penggunaan neraca analitik yang harus dilakukan adalah memasukkan kaca arloji kedalam neraca analitik, kemudian tunggu hingga berat kaca arloji stabil. Neraca analitik dikatakan stabil apabila terdapat huruf “g “dibelakang angka. Apabila berat kaca arloji telah stabil maka tekan tombol Tire pada neraca analitik untuk menghilangkan berat kaca arloji pada neraca analitik tersebut.
Setelah itu memasukkan amilum kedalam neraca analitik yang telah berisi kaca arloji tersebut.
Kaca arloji dalam neraca analitik ini berfungsi sebagai alas agar neraca analitik tidak kotor, dan agar tidak mengontaminasi bahan lain yang akan ditimbang selanjutnya. Sambil menunggu menimbang amilum akuades dipanaskan menggunakan kawat kasa, kaki tiga, dan bunsen. Setelah amilum selesai ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan akuades panas sebanyak 10 ml. Menurut (Khopkar, 2003) penambahan akuades panas kali ini bertujuan untuk melarutkan amilum dan sebagai proses sterilisasi indikator amilum tersebut. Setelah penambahan akudes panas selesai kemudian dikocok pelan-pelan, tujuan dari pengocokan tersebut agar larutan tersebut homogen.
Langkah yang terakhir dalam pembuatan indikator amilum adalah menutup beaker glass yang berisi indikator amilum tersebut menggunakan alumunium foil. Menurut (Khopkar, 2003) tujuan dari menutup indikator amilum menggunakan alumunium foil adalah indikator amilum ini mudah rusak karena mudah di dekomposisi oleh bakteri. Jadi harus ditutup menggunakan aluminium foil untuk meminimalisirkan bakteri-bakteri yang bisa merusak indikator.
Prosedur yang kedua adalah menentukan kalium iodat (KIO3). Prosedur ini diawali dengan mengambil larutan kalium iodat (KIO3) sebanyak 5 ml meggunakan pipet ukur, kemudian larutan KIO3 dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Langkah selanjutnya adalah menimbang padatan KI menggunakan neraca analitik. Penggunaan neraca analitik cara yang
digunakan sama dengan cara menimbang amilum pada prosedur pembuatan indikator amilum.
Padatan KI yang perlu ditimbang sebanyak 0,2 gram. Padatan KI yang telah ditimbang tersebut kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer yang telah berisi larutan KIO3. Setelah penambahan KI pada larutan KIO3 kemudian dikocok agar kedua bahan tersebut menjadi homogen. Menurut (Underwood, 2002) tujuan dari penambahan KI padat adalah untuk memperbesar kelarutan iodium yang sukar terhadap air. Karena ketelitian proses titrasi dengan ion iodida yang semakin tinggi. Biasanya yang bertugas sebagai senyawa iodida adalah KI yang kemudian akan dipakai secara berlebih dengan ditambahkan larutan oksidator, dan akan menghasilkan I2. I2 tersebut merupakan ekuivalen dari oksidator yang ditentukan.
Langkah selanjutnya setelah penambahan KI adalah penambahan asam sulfat (H2SO4) sebanyak 4 ml, pengambilan larutan asam sulfat dilakukan menggunakan pipet ukur, kemudian dikocok perlahan agar semua bahan menjadi homogen. Menurut (Khopkar, 2003) tujuan dari penambahan asam sulfat pada larutan KIO3 agar larutan terjaga dalam kondisi asam, serta mempermudah proses oksidasi dengan iod bebas. Sehingga, larutan akan mudah diidentifikasi. Penambahan asam sulfat ini mengakibatkan larutan berubah warna dari tidak berwarna menjadi warna coklat. Perubahan warna pada larutan dapat dilihat pada gambar 4.1.
Pada penambahan asam sulfat terjadi kimia sebagai berikut :
Langkah selanjutnya yang harus dilakuakan adalah memasukkan larutan natrium thiosulfat ke dalam buret sebanyak 50 ml menggunakan bantuan corong kaca, pada praktikum kali ini natrium thiosulfat berperan sebagai titran. Pada langkah memasukkan larutan natrium thiosulfat diharuskan tepat pada angka 50 ml, apabila lebih maka larutan tersebut harus dikeluarkan. Setelah larutan natrium thiosulfat berada didalam buret, selanjutnya adalah melakukan titrasi terhadap campuran larutan KIO3 , padatan KI, dan larutan asam sulfat yang telah dicampurkan sebelumnya. Titrasi dilakukan dengan cara membuka kran pada buret, selama titrasi labu Erlenmeyer dikocok perlahan agar menjadi homogen. Titrasi dapat dihentikan apabila terjadi perubahan warna pada larutan yang berada didalam erlenmeyer dari warna coklat menjadi warna kuning terang. Perubahan warna setelah titrasi pertama dapat dilihat pada gambar 4.2.
Gambar 4.1 Pencampuran larutan KIO3 , padatan KI, dan larutan H2SO4
Langkah selanjutnya setelah titrasi adalah menambahkan 3 tetes indikator amilum yang sebelumnya telah dibuat ke larutan setelah titrasi pertama. Menurut (Underwood,2002) larutan kanji/amilum lebih sering digunakan sebagai indikator pada titrasi iodometri. Hal ini dikarenakan warna biru gelap dari kompleks iodin-kanji bertindak sangat sensitif. Hal itulah yang menyebabkan mengapa indicator amilum/kanji lebih umum digunakan pada titrasi iodometri daripada menggunakan larutan iodin sebagai indicator untuk dirinya sendiri.
Penambahan indikator amilum ini mengakibatkan larutan tersebut mengalami perubahan warna dari kuning terang menjadi warna violet. Perubahan warna setelah ditambahkan indikator amilum dapat dilihat pada gambar 4.3
Langkah terakhir yang harus dilakukan pada prosedur penentuan konsentrasi KIO3
adalah larutan yang telah ditambahkan indikator amilum ditirasi kembali dengan larutan natrium thiosulfat sebagai titrannya. Cara menitrasi sama halnya seperti pada titrasi pertama.
Titrasi dapat dihentikan apabila larutan yang berada pada erlenmeyer mengalami perubahan warna dari violet menjadi tidak berwarna. Setelah titrasi dihentikan catat volume larutan natrium thiosulfat yang diperlukan dalam titrasi ini. Pada titrasi kedua ini larutan yang ada di dalam Erlenmeyer telah mencapai titik akhir titrasi. Perubahan warna setelah titrasi kedua dapat dilihat pada gambar 4.4.
Persamaan reaksi kimia yang terjadi sebagai berikut :
Gambar 4.2 Setelah titrasi pertama
Gambar 4.3 Setelah ditambahkan indikator amilum
Prosedur yang ketiga dalam praktikum tiitrasi iodometri kali ini adalah menganalisa vitacimin. Prosedur ini diawali dengan menghaluskan tablet vitacimin dengan bantuan lumping dan alu, kemudian serbuk vitacimin ditimbang sebanyak 250 mg menggunakan neraca analitik. Langkah selanjutnya adalah memasukkan vitacimin yang telah dihaluskan kedalam labu ukur. Kemudian serbuk vitacimin diencerkan menggunakan asam sulfat hingga volume menjadi 50 ml, dan dikocok hingga vitacimin larut dengan sempurna. Menurut (Khopkar, 2003) tujuan dari penambahan H2SO4 adalah agar larutan tetap dalam kondisi asam. Pengenceran ini mengakibatkan larutan berwarna kuning. Perubahan warna setelah pengenceran oleh asam sulfat dapat dilihat pada gambar 4.5.
Langkah selanjutnya adalah, mengambil larutan tersebut sebanyak 5 ml menggunakan pipet ukur dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer. Setelah itu, menambahkan KI padat sebanyak 0,2 gram ke dalam Erlenmeyer yang telah berisi larutan vitacimin dan asam sulfat. Setelah penambahan KI padat selanjunya adalah penambahan larutan KIO3 sebanyak 5 ml menggunakan bantuan pipet ukur, kemudian larutan tersebut dikocok perlahan agar semua bahan tercampur dengan rata atau menjadi homogen. Setelah penambahan KI dan KIO3, terjadi perubahan warna pada larutan dari warna kuning menjadi warna hijau lumut.
Perubahan warna setelah penambahan KI padat dan larutan KIO3 dapat dilihat pada gambar 4.6.
Persamaan reaksi yang terjadi sebagai berikut :
Gambar 4.4 Setelah titrasi kedua
Gambar 4.5 Pengenceran vitacimin oleh H2SO4
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah menitrasi larutan tersebut dengan larutan natrium thiosulfat sebagai titrannya. Titrasi dapat dihentikan apabila larutan tersebut mengalami perubahan warna dari hijau lumut menjadi warna kuning. Kemudian dicatat volume larutan natrium thiosulfat yang dibutuhkan. Perubahan warna setelah titrasi pertama dapat dilihat pada gambar 4.7.
Setelah titrasi dihentikan, selanjunya menambahkan indikator amilum sebanyak 3 tetes kedalam larutan yang telah dititrasi. Penambahan indikator amilum menyebabkan perubahan warna dari kuning menjadi warna violet. Perubahan warna setelah penambahan indikator amilum dapat dilihat pada gambar 4.8.
Langkah terakhir dari prosedur menganalisa vitacimin adalah menitrasi kembali larutan yang telah ditambahkan indikator amilum tersebut dengan larutan natrium thiosulfat
Gambar 4.6 Setelah penambahan KI padat dan larutan KIO3
Gambar 4.7 Setelah titrasi pertama
Gambar 4.8 Setelah penambahan indikator amilum
sebagai titrannya. Titrasi kedua dapat dihentikan apabila larutan tersebut telah mengalami perubahan warna dari warna violet menjadi tidak berwarna. Pada titrasi kedua ini larutan yang berada di dalam Erlenmeyer telah mecapai titik akhir titrasi . Kemudian dicatat volume natrium thiosulfate yang diperlukan. Perubahan warna setelah titrasi kedua dapat dilihat pada gambar 4.9.
Persamaan reaksi kimia yang terjadi sebagai berikut :
Pada praktikum titrasi iodometri kali ini didapatkan hasil diantaranya, pada standarisasi larutan natrium thiosulfate volume natrium thiosulfat yang dibutuhkan sebesar 15,5 ml dengan molaritas 0,019 M. Pada analisa vitacimin volume natrium thiosulfat yang dibutuhkan sebesar 15,5 ml dengan molaritas vitacimin 5,89 x 10-2 M. Dari perhitungan prosedur standarisasi larutan natrium thiosulfat didapatkan mol KIO3 sebesar 0,00005 mol, mol 312 sebesar 0,00015 mol, mol sebesar 0,0003 mol, konsentrasi sebesar 0,019 M. Dari perhitungan prosedur analisa vitacimin didapatkan konsentrasi asam askorbat (C6H8O6) sebesar 5,89 x 10-2 M, dan massa asam askorbat sebesar 51,86 mg.
Berdasarkan literatur yang berbeda dengan judul “Penentuan Kadar Vitamin C Menggunakan Titrasi Iodometri” ditemukan kadar asam askorbat didalam vitacimin sebesar 11,44 gram. Perbedaan hasil akhir kadar asam askorbat disebabkan oleh perlakuan yang berbeda antara kedua percobaan tersebut. Bahan bahan yang digunakan memeiliki komposisi yang berbeda. Pafa literatur pengenceran vitamin C menggunakan akuades, baru setelah itu ditambahkan larutan asam sulfat. Vitamin C yang digunakan pada literatur sebanyak 0,5 gram kemudian diencerkan dengan akuades hingga volumenya 100 ml. 25 larutan vitamin C yang telah diencerkan kemudian di tambahkan larutan asam sulfat sebanyak 5 ml. Penggunaan indikator amilum juga berbeda, pada literatur dijelaskan bahwa indikator amilum yang digunakan sebanyak 20 tetes. Oleh karena itu hasil yang didapatkan berbeda dengan literatur tersebut (Shofwah, 2014).
Gambar 4.6 Setelah titrasi kedua
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Iodometri adalah suatu titrasi redoks dengan pentiter yang bertugas sebagai larutan iodida. Selain itu, iodimetri adalah suatu titrasi redoks dengan pentiter yang bertugas sebagai larutan iodium. Penjelasan lainnya terkait hal yang membedakan iodometri dengan iodimetri merupakan iodometri berarti sebuah titrasi tidak langsung dimana iod dilepaskan menggunakan reaksi kimia. Sedangkan, iodimetri berarti sebuah titrasi langsung yang berkaitan dengan larutan iod standar. Pada praktikum titrasi iodometri kali ini didapatkan hasil diantaranya, pada standarisasi larutan natrium thiosulfate volume natrium thiosulfat yang dibutuhkan sebesar 15,5 ml dengan molaritas 0,019 M. Pada analisa vitacimin volume natrium thiosulfat yang dibutuhkan sebesar 15,5 ml dengan molaritas vitacimin 5,89 x 10-2 M. Dari perhitungan prosedur standarisasi larutan natrium thiosulfat didapatkan mol KIO3 sebesar 0,00005 mol, mol 312 sebesar 0,00015 mol, mol sebesar 0,0003 mol, konsentrasi sebesar 0,019 M. Dari perhitungan prosedur analisa vitacimin didapatkan konsentrasi asam askorbat (C6H8O6) sebesar 5,89 x 10-2 M, dan massa asam askorbat sebesar 51,86 mg.
5.2 Saran
Pada praktikum ini diharapkan agar menyiapkan semua alat dan bahan dengan lengkap dalam menyiapkan alat dan bahan diusahakan tidak ada yang tertinggal agar pelaksanaan praktikum berjalan denagn lancar dan praktikan dapat fokus dalam melaksanakan praktikum. Praktikan harus teliti dan fokus saat kegiatan praktikum dimulai, seperti saat pengambilan larutan dengan pipet, penimbangan senyawa, dan proses titrasi agar pengukuran yang dilakukan diakhir nanti bisa dengan tepat.
Diharapkan praktikan membaca prosedur titrasi iodometri agar tidak terjadi kesalahan ketika praktikum. Hati-hati dalam penggunaan bahan dan perhatikan MSDS dari bahan- bahan yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, Nuri, Sutrisno Koswara. 1989. Kimia Vitamin. Jakarta : Rajawali Pers
Day R.A. dan Underwood A.L. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga
Day R.A. dan Underwood A.L. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga
G-Bioscience. 2017. Material Safety Data Sheet of Starch.
https://www.gbiosciences.com/image/pdfs/msds/BTNM-0071_msds.pdf (diakses 24 Mei 2021)
Khopkar SM. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta (ID): UI Press
Labchem. 2016. Material Safety Data Sheet of Ascorbic Acid.
http://www.labchem.com/tools/msds/msds/LC11530.pdf (diakses 24 Mei 2021) Labchem. 2017. Material Safety Data Sheet of Sulfuric Acid.
http://www.labchem.com/tools/msds/msds/LC25550.pdf (diakses 24 Mei 2021) Labchem. 2018. Material Safety Data Sheet of Sodium Thiosulfate.
http://www.labchem.com/tools/msds/msds/LC24990.pdf (diakses 24 Mei 2021) Labchem. 2020. Material Safety Data Sheet of Potassium Iodate.
http://www.labchem.com/tools/msds/msds/LC19590.pdf (diakses 24 Mei 2021) Merckmilipore. 2021. Lembar Data Keselamatan Bahan Kalium Iodida.
https://www.merckmillipore.com/Web-PE-Site/es_ES/-/PEN/ShowDocument- File?ProductSKU=MDA_CHEM105044&DocumentType=MSD&DocumentId=10 5044_SS_ID_ID.PDF&DocumentUID=344627&Language=ID&Country=ID&Orig in=PDP (diakses 24 Mei 2021)
Rivai, Harizal. Asas Pemeriksaan Kimia. Universitas Indonesia Press: Jakarta
Rohman, Abdul. 2017. Kimia Farmasi Analisis. Penerbit Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Shofwah, dkk. 2014. Penentuan Kadar Vitamin C Menggunakan Titrasi Iodometri.
https://id.sribd.com/doc/221899911/Laporan-Praktikum-Penentuan-Kadar-Vit-c- Dengan-Titrasi-Iodometri (diakses pada 29 Mei 2021)
Smartlab. 2020. Material Safety Data Sheet Aquades.
http://smartlab.co.id/assets/pdf/MSDS_AQUADEST_(INDO).pdf (diakses pada 29 Mei 2021)
LAMPIRAN
TUGAS PENDAHULUAN
Pertanyaan
1. Apa beda iodometri dengan iodimetri ?
2. Mengapa indikator amilum mudah rusak dan bagaimana cara supaya agar awet ?
Jawab
1. Iodometri adalah suatu titrasi redoks dengan pentiter yang bertugas sebagai larutan iodida. Selain itu, iodimetri adalah suatu titrasi redoks dengan pentiter yang bertugas sebagai larutan iodium. Perbedaannya, yaitu iodometri menggunakan metode titrasi tidak langsung pada prosesnya. Sedangkan, iodimetri menggunakan metode titrasi langsung pada prosesnya.
2. Karena indikator amilum rentan terurai yang disebabkan oleh bakteri. Oleh karena itu, agar indikator lebih tahan lama diperlukan pembersihan atau sterilisasi menggunakan suatu zat pengawet.