• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA DENGAN PENGUSAHA PADA DINAS SOSIAL TENAGA KERJA KOTA PADANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA DENGAN PENGUSAHA PADA DINAS SOSIAL TENAGA KERJA KOTA PADANG"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN

ANTARA PEKERJA DENGAN PENGUSAHA PADA DINAS

SOSIAL TENAGA KERJA KOTA PADANG

ARTIKEL

YULASMI NPM. 0710018412005

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS BUNG HATTA

(2)

Proses Mediasi Dalam Penyelesaian perselisihan Antara Pekerja Dengan Pengusaha Pada Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang

Yulasmi, Miko Kamal, Zarfinal

Program Studi Ilmu Hukum, PascasarjanaUniversitas Bung Hatta Email:yulasmi01@gmail.com

ABSTRAK

Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial diiringi dengan harapan tewujudnya hubungan yang harmonis antara pengusaha dengan pekerja yang akan mengakibatkan meningkatnya hasil produksi.Tapi, kenyataannya belum terpenuhinya hak-hak normatif pekerja, karena pengusaha belum mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku mengakibatkan tingkat kesejahteraan pekerja sangat rendah karena pengusaha membayar upah dibawah ketentuan upah minimum. Adapun rendahnya tingkat kesejahteraan pekerja berkaitan erat dengan rendahnya tingkat pendidikan dan skill yang dimiliki, ditambah lagi dipicu oleh angkatan kerja yang tidak seimbang dengan ketersediaan lapangan kerja, sehingga membuat pengusaha berada pada posisi yang kuat, bisa berbuat leluasa dan tidak berfikir panjang untuk melakukan tindakan PHK karena masih banyak tenaga kerja yang membutuhkan pekerjaan ditambah dengan sedikitnya lapangan pekerjaan, ditambah lagi dengan fungsi dan serikat pekerja yang belum berjalan dengan maksimal, terutama pengurus unit pekerja yang berada di perusahaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 melindungi hak-hak pekerja dan kendala yang dihadapi pemerintah serta aparat penegak hukum dalam melindungi pekerja. Pemerintah harus berupaya melindungi hak-hak pekerja demi terselenggaranya kehidupan pekerja yang sejahtera, adil dan makmur.

Keyword : Mediasi, Pekerja, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja

Pendahuluan.

Pembangunan Ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dilaksanakanya pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya bertujuan untuk meningkatkan harkat, martabat dan

harga diri pekerja serta mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur serta merata baik materil dan spiritual.

(3)

Di antara masalah ketenagakerjaan yang menonjol di Indonesia adalah terjadi kesenjangan karena melimpahnya angkatan kerja yang akan memasuki dan memerlukan pekerjaan, di lain pihak terbatasnya lapangan pekerjaan untuk menyerap angkatan kerja tersebut. Akibat kenyataan itu terjadilah kontradiksi di satu pihak sumber daya manusia merupakan modal utama dalam proses pembangunan, di lain pihak kondisi melimpahnya angkatan kerja dapat menimbulkan masalah-masalah.

Perselisihan antara pengusaha dan pekerja penyelesaian diatur secara khusus dalam Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar

serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan. Atas dasar itu, Undang-Undang No.2 Tahun 2004 tentang penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial membagi perselisihan hubungan Industrial menjadi :

a. Perselisihan hak;

b. Perselisihan kepentingan; c. Perselisian pemutusan

hubungan kerja;

d. Perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

(4)

serikat pekerja/serikat buruh yang lain dalam satu perusahaan yang berselisih.

Dalam hal perundingan oleh para pihak yang berselisih (bipartit) gagal, maka salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat

Perselisihan kepentingan, Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja atau Perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh yang telah dicatat pada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan dapat diselesaikan melalui konsiliasi atas kesepakatan kedua belah pihak, sedangkan penyelesaian perselisihan melalui abitrase atas kesepakatan kedua belah pihak hanya perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh. Apabila tidak ada kesepakatan kedua belah pihak untuk menyelesaikan perselisihannya melalui konsiliasi atau arbitrase, maka sebelum diajukan ke pengadilan hubungan industrial terlebih dahulu melalui mediasi. Hal ini dimaksukan untk menghindari menumpuknya perkara perkara

perselisihan hubungan industrial di pengadilan.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk dan membahas masalah tersebut, hasil penelitian ini nantinya akan penulis buat dalam bentuk tesis dengan judul

“Pelaksanaan Mediasi Antara

Pekerja Dengan Pengusaha Pada

Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota

Padang”.

Rumusan Permasalahan

Berkaitan dengan latar belakang di atas, maka permasalahan yang perlu dibahas dan diteliti adalah sebagai berikut :

a. Bagaimana proses mediasi dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang?

b. Bagaimana pelaksanaan aturan-aturan mediasi dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang?

(5)

mediasi dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang?

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari Penelitian ini adalah : a. Mengetahui proses mediasi

dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang.

b. Mengetahui pelaksanaan aturan-aturan mediasi dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang.

c. Mengetahui hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan aturan-aturan mediasi dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang.

2. Manfaat Penelitian

Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan manfaat baik dari segi teoritis, praktis bagi pekerja, pengusaha dan aparat pemerintah

yang menangani permasalahan ketenagakerjaan, manfaat teoritis dan praktis yang diharapkan adalah sebagai berikut:

 Teoritis

Harapan penulis penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya di bidang hukum ketenagakerjaan terutama mengenai perselisihan hubungan industrial.

 Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi pedoman dan acuan bagi pekerja dan pengusaha dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dengan mengutamakan musyawarah mufakat.

Kerangka Teoritis dan Konseptual

a. Kerangka Teoritis

(6)

mengorganisasikan dan mensistematisasikan masalah yang di bicarakan. Menggorganisasikan diartikan sebagai menyusun data menjadi satu kesatuan dan mensistematisasikan diartikan sebagai menyusun data yang ada hubungan dengan permasalahan yang diteliti.

Fungsi teori mempunyai maksud dan tujuan untuk memberikan pengarahan kepada penelitian yang di lakukan.

Metode Penelitian

a. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridissosiologis yang focus penelitiannya adalah mengkaji proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi pada Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang dan Pengadilan Hubungan Industrial di lingkungan Pengadilan Negeri Padang. Pelaksanaan aturan-aturan mediasi dalam penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang dan Pengadilan Hubungan

Industrial di lingkungan Pengadilan Negeri Padang. Selain itu juga dibahas mengenai hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan aturan-aturan mediasi dalam penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada lingkungan Pengadilan Negeri Padang. Permasalahan-permasalahan tersebut juga dikaji dengan menggunakan peraturan per-Undang-Undangan yang terkait.

b. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kantor Ketenagakerjaan Kota Padang dan Pengadilan Hubungan Industrial di lingkungan Pengadilan Negeri Padang. Lokasi ini dipilih karena terdapat banyak kasus perselisihan hubungan industrial yang penyelesaiannya diteruskan melalui mediasi.

c. Sumber Data

1) D

ata Primer:

(7)

Tenaga Kerja Kota Padang dan pengadilan Hubungan Industrial di Lingkungan Pengadilan Negeri Padang. Pelaksanaan aturan-aturan mediasi dalam penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang dan Pengadilan Hubungan Industrial di Lingkungan Pengadilan Negeri Padang, Selain itu juga dibahas mengenai hambatan yang ditemui dalam Pelaksanaan aturan-aturan mediasi dalam penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pada Lingkungan Pengadilan Negeri Padang dengan cara wawancara dengan responden. Responden dalam penelitian ini adalah Mediator pada Dinas Sosial Tenaga Kerja Kota Padang, Hakim pada Pengadilan Hubungan Industrial di Lingkungan Pengadilan Negeri Padang, Buruh, Pengusaha. b. Data Sekunder

Data Sekunder data yang diperoleh dari penelusuran pustaka,

penelusuran internet, dokumen-dokumen, dan peraturan per-Undang-Undangan.

d. Teknik Pengumpulan Data 1) Studi Dokumen

Dalam penelitian data sekunder, alat yang digunakan adalah studi dokumen dengan menggunakan metode dokumentasi. Yang diteliti adalah dokumen-dokumen, peraturan-peraturan, kasus-kasus perselisihan hubungan industrial.

2) Wawancara (interview)

Wawancara merupakan metode yang paling efektif dalam mengumpulkan data primer di lapangan. Wawancara dilakukan secara langsung melalui tanya jawab dengan responden. Sehingga hasil dari wawancara tersebut dijadikan pedoman alat penelitian yang ditujukan kepada petugas mediator pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang.

3) Pengamatan (observation)

(8)

pada jalur penelitian yang dilakukan, serta secara sistematis melalui perencanaan yang matang. Pengamatan berfokus pada fenomena sosial atau perilaku-perilaku sosial yang berkaitan dengan judul, dan tujuan penelitian ini.

4) Studi Kepustakaan

Data ini penulis peroleh dari buku-buku, majalah yang berhubungan dengan ketenaga kerjaan.

e. Teknik Sampling

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pihak yang terkait dengan penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha melalui mediasi di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang, yakni Kepala Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang, para mediator di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang, Hakim pada Pengadilan Hubungan Industrial di lingkungan Pengadilan Negeri Padang yang menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui

perantaraan mediator di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang. Tekhnik sampling jumlah kasus yang diteliti antara tahun 2012-2013.

f. Teknik Pengolahan dan analisis Data Tekhnik analisa data yang akan dipakai adalah teknik analisa kualitatif. Dimana semua data yang terkumpul akan diolah dan dianalisa dengan cara:

1) Editing data

Memeriksa dan mengedit semua data yang terkumpul dengan teknik dokumentasi dan wawancara dengan mengoreksi satu persatu sehingga didapat data yang akurat, jika ada yang salah akan diperbaiki.

2) Coding

(9)

selesai dilakukan. Tujuan pemberian kode-kode tiada lain adalah untuk memudahkan pekerjaan analisis data yang akan dilakukan.

3) Pengolahan data

Sesudah itu dilaksanakan kualifikasi atas data-data dan diolah dengan cara menyusunnya sesuai dengan masalah yang dirumuskan, sehingga dengan demikian akan terlihat hasil seluruh masalah yang diteliti 4) Analisa data

Adapun analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif yaitu analisa terhadap data yang tidak bisa dihitung, bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus dan tidak menggunakan alat bantu statistik. Data yang telah diperoleh ditafsirkan dan dihubungkan dengan konsep-konsep yang ada kemudian dihubungkan dengan masalah yang dirumuskan. Dalam menganalisa data tersebut penulis tetap mengacu pada peraturan per-Undang-Undangan

yang dengan teori dan literatur bahan bacaan yang berkaitan dengan mediasi dalam penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial. Sehingga diperoleh penemuan penelitian yang pada akhirnya disusun yang berkaitan dengan mediasi dalam penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial memberikan manfaat yang besar bagi pekerja dalam menyelesaikan masalahnya terhadap pengusaha yang merupakan kesimpulan penulis.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian dan Ruang Lingkup

Perselisihan Hubungan Industrial

Dalam Undang-Undang Nomor 2

tahun 2004

a. Pengertian

(10)

pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

b. Ruang Lingkup

Berdasarkan definisi perselisihan hubungan industrial yang ada dalam Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, maka perselisihan hubungan industrial dibagi menjadi empat macam, yaitu:

1) Perselisihan hak

Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan per-Undang-Undangan,

perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Perselisihan hak merupakan perselisihan hukum karena perselisihan ini terjadi akibat pelanggaran kesepakatan yang telah di buat oleh para pihak, termasuk di dalamnya hal-hal yang sudah di tentukan dalam peraturan perusahaan serta peraturan per-Undang-Undangan yang berlaku. Perselisihan hak terjadi karena tidak adanya persesuaian paham mengenai pelaksanaan hubungan kerja.

(11)

perubahan syarat-syarat kerja dan atau keadaan perburuhan. 3) Perselisihan pemutusan

hubungan kerja.

Perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak. Perselisihan mengenai PHK selama ini paling banyak terjadi karena tindakan PHK yang dilakukan oleh satu pihak, tidak dapat diterima oleh pihak yang lain. Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi atas inisiatif dari pihak pengusaha maupun pekerja/ buruh. Pengusaha melakukan PHK karena pekerja/buruh melakukan berbagai pelanggaran. Pemutusan hubungan kerja juga dapat dilakukan atas permohonan pekerja/buruh karena pihak pengusaha tidak melaksanakan kewajiban yang

telah disepakati, atau karena pengusaha berbuat sewenang-wenang kepada pekerja/buruh. 4) Perselisihan antar serikat

pekerja/serikat buruh

Perselisihan antar serikat pekerja atau serikat buruh adalah perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/ serikat buruh lain hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikat pekerjaan. Berlakunya Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh memberikan kemudahan bagi buruh untuk membentuk serikat pekerja/serikat buruh tingkat perusahaan. Kemudahan yang diberikan antara lain

(12)

2. Siapapun dilarang menghalangi atau memaksa pembentukan atau tidak membentuk serikat pekerja atau serikat buruh tingkat perusahaan. Ketentuan ini mengandung makna bahwa tidak seorangpun dapat menghalangi pekerja/ buruh untuk menjadi pengurus atau anggota serikat pekerja/serikat buruh, atau melarang serikat tersebut melakukan atau tidak melakukan aktivitasnya. Dengan peraturan ini, dapat tercipta kondisi dimana di dalam satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja/serikat buruh. Kondisi ini menimbulkan potensi konflik antara satu serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/ serikat buruh lainnya

dalam satu perusahaan yang sama.

2. Lembaga Perselisihan Hubungan

Industrial Menurut

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004

a. Perundingan Bipartit

Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial mengharuskan setiap perselisihan hubungan industrial diselesaikan melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mufakat terlebih dahulu.

Perundingan bipartit adalah perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

(13)

Dalam suatu perundingan bipartit, harus dibuat risalah yang memuat ringkasan umum perundingan. Risalah ini harus ditandatangi oleh kedua belah pihak. Bila dalam perundingan bipartit kedua belah pihak mencapai kesepakatan (mufakat), maka dibuatlah perjanjian bersama yang ditandatangani oleh kedua belah pihak.

Perjanjian bersama ini menjadi hukum yang mengikat yang harus dilaksanakan oleh para pihak. Perjanjian bersama ini harus didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri tempat perundingan dilaksanakan. Apabila Perjanjian Bersama tersebut tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar

untuk mendapat penetapan eksekusi.

Dalam lingkup Alternative

Dispute Resolution (ADR),

perundingan bipartit dikategorikan sebagai negosiasi. Negosiasi artinya upaya penyelesaian sengketa oleh para pihak dengan tanpa melibatkan pihak lain dengan tujuan mencari kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang harmonis dan kreatif.

Negosiasi adalah saran bagi para pihak yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah.

b. Mediasi Hubungan Industrial Penyelesaian melalui mediasi dilakukan melalui seorang penengah yang disebut mediator.

(14)

perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.

Mediator haruslah seorang pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator.

Mediator berada di setiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenaga kerjaan Kabupaten/ Kota.

Mediator ditetapkan oleh menteri dan memiliki kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat

pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan, mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang mediasi, dan tugas tersebut harus sudah diselesaikan dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan

c. Konsiliasi Hubungan Industrial Penyelesaian melalui konsiliasi dilakukan melalui seorang atau beberapa orang atau badan sebagai penengah yang disebut konsiliator, dengan mempertemukan atau memberi fasilitas kepada pihak-pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perelisihannya secara damai.

(15)

Hubungan Industrial, Konsiliasi Hubungan Industrial didefinisikan sebagai penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.

Konsiliator adalah seorang atau lebih yang memenuhi syarat-syarat sebagai konsiliator ditetapkan oleh Menteri. Konsiliator bertugas melakukan konsiliasi dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan. Penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi dilakukan oleh konsiliator yang terdaftar

pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Kabupaten/ Kota dan yang wilayah kerjanya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja.

Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima permintaan penyelesaian perselisihan secara tertulis, konsiliator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduk perkara dan selambat lambatnya pada hari kerja kedelapan harus sudah dilakukan sidang konsiliasi pertama dan kemudian konsiliator sudah harus menyelesaikan tugasnya dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima permintaan penyelesaian perselisihan

(16)

yang disebut arbiter dan para pihak menyatakan akan mentaati putusan yang diambil oleh arbiter.

Dalam Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Arbitrase Hubungan Industrial adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar Pengadilan Hubungan Industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh Menteri untuk memberikan putusan mengenai perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan

yang di serahkan penyelesaiannya melalui arbitrase yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase meliputi perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbiter dilakukan atas dasar kesepakatan para pihak yang berselisih.

(17)

e. Pengadilan Hubungan Industrial Pengadilan Hubungan Industrial adalah pengadilan khusus yang dibentuk di lingkungan pengadilan negeri yang berwenang memeriksa, mengadili dan memberi putusan terhadap perselisihan hubungan industrial. Kewenangan mutlak atau kompetensi absolut dari Pengadilan Hubungan Industrial disebutkan dalam Pasal 56 Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, yakni Pengadilan Hubungan Industrial bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus:

1) Di tingkat pertama mengenai perselisihan hak

2) Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan kepentingan 3) Di tingkat pertama mengenai

perselisihan pemutusan hubungan kerja

4) Di tingkat pertama dan terakhir mengenai perselisihan antar serikat

pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam Undang-Undang ini.

Dalam proses beracara di Pengadilan Hubungan Industrial, pihak-pihak yang berperkara tidak dikenakan biaya, termasuk biaya eksekusi yang nilai gugatannya di bawah Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Sedangkan susunan hakim PHI dalam lingkungan Pengadilan Negeri Kelas IA Padang adalah 2 hakim ad hoc yang namanya diusulkan oleh serikat pekerja dan organisasi pengusaha, serta 1 hakim karier.

(18)

Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Berdasarkan Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Pasal 103, dinyatakan bahwa hakim harus memberikan putusan paling lama 50 hari sejak hari pertama sidang.

3. Proses Mediasi Dalam

Penyelesaian Perselisihan

Hubungan Industrial

a. Pengertian Mediasi

Kata mediasi berasal dari bahasa

Inggris “mediation” yang artinya

penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara menengahi dan yang menengahinya di sebut mediator atau orang yang menjadi penengah. Dalam terminologi hukum, istilah

mediation” berarti pihak ketiga

yang ikut campur perkara cenderung mencari penyelesaiannya, sedangkan pihak yang menjadi penengah disebut dengan istilah

“mediator“. Untuk memberikan

gambaran yang lebih jelas, berikut diuraikan pengertian mediasi menurut pandangan para sarjana dan secara konstitusi.

(19)

mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan di bantu oleh mediator. Selanjutnya yang dimaksud dengan mediator berdasarkan Pasal 1 butir 5 PERMA No. 2 Tahun 2003 adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. Melihat kedua ketentuan ini, dapat dikatakan bahwa mediasi merupakan bentuk penyelesaian sengketa para pihak yang dibantu oleh mediator sebagai pihak penengah.

Dari beberapa pengertian mediasi yang diberikan para pakar serta Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 dan PERMA No. 2 Tahun 2003 tersebut diatas, maka terminologi mediasi mengadung unsur-unsur sebagai berikut :

1. Mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan 2. Mediator terlibat dan diterima

oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan

3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian 4. Mediator tidak mempunyai

kewenangan membuat keputusan selama perundingan berlangsung 5. Tujuan mediasi adalah untuk

mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.

(20)

(mediator). Pihak yang netral tersebut tugas utamanya adalah menolong para pihak untuk memberikan pandangan kepada pihak lain sehubungan dengan masalah-masalah yang disengketakan, dan selanjutnya membantu mereka melakukan penilaian objektif dari keseluruhan situasi.

Keputusan yang di ambil dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi didasarkan atas kehendak para pihak yang bersengketa, jadi bukan kehendak pihak ketiga (mediator). Mediator tersebut tetap bersifat netral dan selalu membina hubungan baik dengan kedua belah pihak, berbicara dengan bahasa para pihak, mendengarkan secara aktif, memberikan saran-saran, menekankan pada keuntungan potensial serta meminimalisir perbedaan-perberdaan dengan menitikberatkan pada persamaan. Oleh sebab itu, tujuan mediasi adalah untuk

membantu para pihak bernegosiasi secara lebih baik terhadap penyelesaian suatu sengketa.

b. Asas-asas Hukum Mediasi

Asas yang dalam bahasa Inggris

disebut “Principle“ yang dapat

berarti sebagai : 1) sumber atau asal sesuatu, 2) penyebab yang jauh dari sesuatu, 3) kewenangan atau kecakapan asli, 4) aturan atau dasar bagi tindakan seseorang, dan 5) suatu pernyataan (hukum, aturan, kebenaran) yang dipergunakan sebagai dasar-dasar untuk menjelaskan suatu peristiwa. Dengan demikian, asas adalah sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alas, sebagai dasar, sebagai tumpuan, sebagai tempat untuk menyandarkan atau untuk mengendalikan sesuatu hal yang hendak dijelaskan.

(21)

penyelesaian sengketa melalui mediasi:

1) Asas Perwakilan. Adalah asas yang sangat mendasar dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi, karena dalam penyelesaian sengketa melalui mediasi pembicaraan secara langsung antara para pihak yang bersengketa selalu dihindarkan, baik dalam proses tawar-menawar maupun musyawarah untuk menentukan keputusan yang diambil, semua pembicaraan dilakukan melalui perantara mediator yang telah dipilih dan disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Para mediator ini dapat berasal dari daftar mediator yang dimiliki oleh pengadilan atau mediator diluar daftar pengadilan. Sedangkan seseorang yang dianggap mampu menjadi mediator apabila telah mengikuti pelatihan atau

pendidikan mediasi melalui lembaga yang telah diakreditasi oleh Mahkamah Agung.

(22)

dan yang paling penting adalah diharapkan para pihak saling menerima dan bersedia mengalah untuk mencapai suatu kesepakatan bersama.

3) Asas mufakat. Asas ini mengajarkan bahwa perbedaan kepentingan pribadi diantara para pihak yang bersengketa haruslah diselesaikan dengan cara perundingan, antara seorang dengan orang lain yang bersengketa. Perundingan ditujukkan kepada pihak-pihak yang bersengketa akibat terjadinya perbedaan antara kehendak atau prinsip dan pendirian dari masing-masing pihak. Dengan melakukan tawar menawar keinginan diharapkan sampai pada persamaan dan kesepakatan mengenai apa yang dikehendaki oleh masing-masing pihak. Dalam mewujudkan proses tawar-menawar tersebut

(23)

tekanan dalam bentuk apapun dan dari siapapun, sehingga kesepakatan bersama yang dicapai mulalui mediasi merupakan kesepakatan yang benar-benar bersumber dari hati nurani yang dalam dari masing-masing pihak yang bersengketa. Untuk itu, peran mediator harus betul-betul netral, hanya berusaha semaksimal mungkin membantu, membimbing, dan mengarahkan para pihak yang bersengketa untuk mencapai consensus bersama.

4) Asas kepatutan, merupakan asas yang mengarah kepada usaha untuk mengurangi jatuhnya perasaan seseorang karena rasa malu yang ditimbulkan oleh hasil penyelesaian sengketa tersebut. Oleh karena itu, asas kepatutan ini memusatkan perhatiannya kepada cara menemukan

penyelesaian sengketa yang dapat menyelamatkan kualitas dan status pihak-pihak yang besangkutan dengan sebaik-baiknya. Penyelesaian sengketa melalui mediasi akan menyelamatkan harkat dan martabat para pihak yang bersengketa dengan lebih baik, hal ini dikarenakan tidak ada para pihak yang dikalahkan dan dimenangkan oleh keputusan mediasi. Keputusan mediasi semata-mata merupakan hasil kesepakatan para pihak, yang merupakan solusi terbaik untuk menghindarkan para pihak dari rasa malu di tengah-tengah masyarakat.

(24)

terkecuali para pihak menghendaki lain

6) Asas Terbuka Untuk Umum, artinya anggota masyarakat dapat hadir atau mengamati, atau masyarakat dapat mengakses informasi yang muncul dalam proses mediasi. Namun asas terbuka untuk umum ini hanya untuk menyelesaikan sengketa public, seperti sengketa lingkungan hidup, hak asasi manusia, perlindungan konsumen, pertanahan dan perburuhan.

7) Asas Mediator Aktif setelah mediator ditunjuk maka langkah awal yang wajib dilakukan mediator adalah menentukan jadwal pertemuan untuk penyelesaian proses mediasi. Kemudian mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan mereka yang bersengketa dan mencari berbagai pilihan

penyelesaian yang terbaik bagi para pihak. Selain itu, mediator dengan persetujuan para pihak dapat mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu para pihak dalam penyelesaian perbedaan. Namun harus diingat kebebasan mediator disini hanya berdasarkan kesepakatan para pihak yang bersengketa, artinya mediator hanya memberi semangat serta saran kepada para pihak, dengan demikian mediator tidak dapat memaksakan kehendaknya dalam menyelesaikan sengketa tersebut, apalagi berpihak kesalah satu pihak. 8) Asas Para Pihak bebas

(25)

mediator yang dimiliki oleh pengadilan atau memilih mediator di luar daftar pengadilan.

9) Asas Ketelitian, dimana kesepakatan yang terjadi di antara para pihak yang bersengketa dituangkan secara tertulis, namun sebelum kesepakatan tersebut ditandatangani oleh para pihak, mediator wajib memeriksa materi kesepakatan untuk menghindari adanya kesepakatan yang bertentangan dengan hukum. 10) Asas kepastian hukum. Asas

ini memberikan kepastian kepada para pihak yang bersengketa, dimana setelah terjadi kesepakatan maka para pihak wajib membuat klausul pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai. Untuk itu, para pihak harus menghormati substansi kesepakatan yang telah mereka buat,

sebagaimana layaknya sebuah Undang-Undang. Kemudian para pihak menghadap kepada hakim untuk memberitahukan bahwa telah dicapainya kesepakatan dan hakim dapat mengukuhkan kesepakatan sebagai suatu akta perdamaian sebagai bentuk kepastian hukum bagi para pihak.

(26)

a. Perselisihan hak;

Timbul karena tidak dipenuhinya hak; di mana hal ini timbul karena perbedaan pelaksanaan atau perbedaan penafsiran terhadap ketentuan Undang-Undang, PK, PP atau PKB.

b. Perselisihan kepentingan Timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja dalam PK, PP atau PKB. c. Perselisihan PHK

Timbul apabila tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak;

d. Perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan.

Karena tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatan.

Mekanisme yang harus ditempuh dalam setiap perselisihan adalah sebagai berikut;

Bipartit

Mediasi atau Konsiliasi dan atau Arbitrase

Pengadilan Hubungan Industrial. Semua jenis perselisihan ini harus diselesaikan terlebih dahulu melalui musyawarah secara Bipartit, apabila perundingan mencapai persetujuan atau kesepakatan, maka Persetujuan Bersama (PB) tersebut di catatkan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), namun apabila perundingan ticlak mencapai kata sepakat, maka salah satu pihak mencatatkan perselisihannya ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan pada Kabupaten/Kota.

(27)

untuk melakukan perundingan Bipartit, jika perundingan menghasilkan kesepakatan (damai) maka akan dibuat Perjanjian Bersama (PB) yang akan dicatatkan ke PHI, jika tidak ada kesepakatan dengan bukti/risalah perundingan yang lengkap, maka kepada para pihak ditawarkan tenaga penyelesaian perselisihan apakah melalui Konsiliator atau Arbitrase, jika para pihak tidak memilih atau justru memilik mediasi maka perselisihan tersebut akan diselesaikan dalam forum mediasi.

Pengadilan Hubungan Industrial berwenang menangani ke 4 jenis perselisihan, dengan ketentuan bahwa pada tingkat pertama dan terakhir untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan. Sedangkan tingkat pertama untuk jenis perselisihan hak, dan perselisihan PHK.

Pada Mahkamah Agung telah diangkat Majelis Hakim Hubungan Industrial, yang diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Ketua Majelis adalah Hakim Agung dan dua anggota Majelis terdiri dari Hakim Ad-Hoc masing-masing dari unsur pengusaha dan unsur pekerja, yang berwenang menangani perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Proses mediasi dalam

penyelesaian perselisihan antara

pekerja dengan pengusaha Dinas

Sosial Tenaga Kerja kota padang

Proses mediasi dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang adalah sebagai berikut:

(28)

Sosial dan Tenaga Kerja, melalui Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Kasi Perselisihan Hubungan Industrial

2. Setelah menerima pelimpahan, Mediator Hubungan Industrial kemudian melakukan analisa terhadap kasus yang dilimpahkan kepadanya, guna mencari dan memastikan apakah termasuk perselisihan hubungan industrial atau bukan perselisihan hubungan Industrial.

3. Berdasarkan hasil analisa mediator Hubungan Industrial jika kasus tersebut merupakan perselisihan hubungan Industrial, maka mediator hubungan industrial melakukan panggilan terhadap para pihak yang baru berselisih untuk datang ke Dinas Sosial dan Tenaga Kerja guna memberikan keterangan berkaitan dengan kasus hubungan industrial tersebut.

4. Setelah meminta keterangan kepada para pihak dan Mediator Hubungan Industrial telah mengetahui dan mengerti atas kasus yang ditanganinya selanjutnya Mediator Hubungan Industrial memberikan penjelasan kepada para pihak tentang hak adan kewajiban mereka.

5. Jika Pada Saat Pemanggilan dan mediator telah memberikan penjelasan kepada para pihak mengenai hak dan kewajiban masing-masing kemudian para pihak setuju dan sepakat untuk berdamai, maka mediator membuat Persetujuan Bersama. 6. Jika pada saat pemanggilan dan

(29)

tersebut dijelaskan hak dan kewajiban masing-masing pihak.

7. Dengan telah dikeluarkan anjuran tertulis oleh Mediator Hubungan Industrial maka tugas mediator telah selesai sesuai dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan.

Proses mediasi dalam penyeleseaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kota Padang telah sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2004 Penyelesaian perselisihan hubungan industrial yaitu :

1. Pasal 8 berbunyi “Penyelesaian

perselisihan melalui mediasi dilakukan oleh mediator yang berada disetiap kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan

Kabupaten/Kota.”

2. Pasal 10 berbunyi “Dalam

waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah

menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan, mediator harus sudah mengadakan penelitian tentang duduknya perkara dan segera

mengadakan sidang mediasi”.

3. Pasal 13 ayat (1) berbunyi

”Dalam hal tercapai

kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftar di Pengadilan Hubungan

Industrial“.

4. Pasal 13 ayat (2) berbunyi ”pada

Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran. Dalam hal tidak tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka:

(30)

b. Anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam waktu selambat lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak sidang mediasi pertama harus sudah disampaikan kepada para pihak;

c. Para pihak harus sudah memberikan jawaban secara tertulis kepada mediator yang isinya menyetujui atau menolak anjuran tertulis dalam waktu selambat lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah menerima anjuran tertulis;

d. Pihak yang tidak memberikan pendapatnya sebagaimana dimaksud pada huruf c dianggap menolak anjuran tertulis;

e. Dalam hal para pihak menyetujui anjuran tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator

harus sudah selesai membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama untuk kemudian didaftar di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti

pendaftaran”.

5. Pasal 13 ayat (3) berbunyi

“Pendaftaran Perjanjian

Bersama di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) huruf e dilakukan sebagai berikut :

a. Perjanjian Bersama yang telah didaftar diberikan akta bukti pendaftaran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Bersama;

(31)

tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftar untuk mendapat penetapan eksekusi;

c. Dalam hal pemohon eksekusi berdomisili di luar wilayah hukum Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri tempat pendaftaran Perjanjian Bersama, maka pemohon eksekusi dapat mengajukan permohonan eksekusi melalui Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon eksekusi untuk diteruskan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri yang berkompeten melaksanakan eksekusi.

2. Pelaksanaan Aturan-Aturan

Mediasi Dalam Penyelesaian

Perselisihan Antara Pekerja

Dengan Pengusaha Dinas Sosial

dan Tenaga Kerja Kota Padang.

Bahwa karena tingkat keberhasilan mediasi di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang hanya sebesar 50% maka di perlukan pembenahan supaya lebih berhasil. Menurut Soerjono Soekanto faktor-faktor penegakan hukum meliputi:

a. Faktor hukumnya sendiri

Semakin baik suatu peraturan hukum (Undang-Undang) akan semakin memungkinkan penegakan hukum. Secara umum peraturan hukum yang baik adalah peraturan hukum yang memenuhi tiga konsep keberlakuan, yaitu berlaku secara yuridis, sosiologis, dan filosofis. b. Faktor penegak hukum

(32)

hukum terdiri dari badan legislatif dan pemerintah (pihak yang membuat hukum) serta kepolisian, kejaksaan, kehakiman, kepengacaraan, dan masyarakat (pihak yang menerapkan hukum).

c. Faktor sarana atau fasilitas

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seterusnya. Kalau hal-hal tidak terpenuhi, maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya.

d. Faktor masyarakat

Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Sebab itu, masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum dimana

peraturan hukum berlaku atau diterapkan. Bagian terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakan hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. e. Faktor kebudayaan

Kebudayaan hakekatnya merupakan buah budidaya, cipta, rasa, dan karsa manusia dimana suatu kelompok masyarakat berada. Dengan demikian suatu kebudayaan di dalamnya mencakup nilai-nilai mana merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari)

3. Hambatan yang ditemui dalam

pelaksanaan aturan-aturan

mediasi dalam penyelesaian

perselisihan antara pekerja

dengan pengusaha Dinas Sosial

(33)

Berdasarkan penjelasan yang disampaikan oleh ibu Yulita, SH selaku Kepala Bidang Hubungan Industrial, dan Bapak Baharuddin, SH selaku kasi perselisihan Hubungan Industrial, Ibu Era Azwar, Ssos selaku kasi Persyaratan Kerja dan beberapa Mediator Hubungan Industrial Yitu Drs.Jasri, Yusmalinda SKom, Berto Ivan, S.Sos dan Zaini Hz, S.Sos dapat disimpulkan Hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan aturan mediasi dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kota Padang adalah sebagai berikut:

1. Belum tersedianya ruangan sidang mediasi secara khusus, untuk pelaksanaan mediasi 2. Masih banyak pengusaha dan

pekerja belum mengerti dan paham tentang fungsi dan peranan mediator Hubungan Industrial untuk diperlukan penjelasan terlebih dahulu kepada para pihak.

3. Sering terjadi perdebatan dengan para pihak yang berselisih sehingga menyita waktu ketika mediator hubungan industrial memberikan penjelasan tentang fungsi dan peranannya

4. Salah satu kewajiban mediator hubungan industrial adalah meminta keterangan pada waktu yang tidak bersamaan kepada para pihak mengenai penyebab perselisihan karena proses meminta keterangan pada waktu yang tidak bersamaan hal ini menimbulkan kecurigaan dan dugaan negatif para pihak dan atau salah satu pihak terhadap mediator hubungan industrial. Kecurigaan ini timbul disebabkan para pihak atau sala satu pihak tidak mengerti tentang proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

(34)

salah satu pihak merasa lebih berkuasa atau lebih benar sehingga tidak adanya saling menghargai. Bahwa tindakan mediator Dinas Sosial dan Tenaga Kerja kota Padang pada saat mediasi meminta keterangan pada waktu yang tidak bersamaan kepada para pihak adalah sudah tetap untuk menghindarkan emosi para pihak saat berunding. Hal ini dibenarkan Undang-Undang yang dinamakan kaukus.

Pasal 1 ayat 4 PERMA No 1 tahun 2008 berbunyi kaukus adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya.

Untuk mengatasi masalah ini mediator Dinas Sosial Tenaga Kerja kota padang harus menjelaskan ketentuan Pasal ini kmepada para pihak dalam pelaksanaan mediasi.

PENUTUP

Kesimpulan

1) Proses mediasi dalam penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha Dinas Sosial dan Tenaga

Kerja kota padang telah sesuai dengan Undang-Undang

2) Penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial dengan cara mediasi berhasil pada Tahun 2007 sebesar 45,24%, Tahun 2008 sebesar 45,2%, Tahun 2009 sebesar 58,1%, Tahun 2010 sebesar 41,7%, Tahun 2011 sebesar 52,2%, Tahun 2012 sebesar 54,3%, Tahun 2013 sebesar 57,97%. Hal ini berarti bahwa tingkat keberhasilan mediasi di di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang adalah sebesar 50% dan semenjak tahun 2011 mengalami peningkatan.

(35)

dengan para pihak yang berselisih sehingga menyita waktu ketika mediator hubungan industrial memberikan penjelasan tentang fungsi dan peranannya, salah satu kewajiban mediator hubungan industrial adalah meminta keterangan pada waktu yang tidak bersamaan kepada para pihak mengenai penyebab perselisihan karena proses meminta keterangan pada waktu yang tidak bersamaan hal ini menimbulkan kecurigaan dan dugaan negatif para pihak dan atau salah satu pihak terhadap mediator hubungan industrial. Kecurigaan ini timbul disebabkan para pihak atau sala satu pihak tidak mengerti tentang proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial.

Saran

1) Bahwa karena tingkat keberhasilan mediasi di di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Padang hanya sebesar 50% maka di perlukan pembenahan supaya lebih berhasil baik dari segi sarana maupun prasarana

2) Untuk mengatasi masalah kecurigaan para piahak pada mediator maka mediator Dinas Sosial Tenaga Kerja kota padang harus menjelaskan ketentuan Pasal mengenai kaukus dan tujannya kepada para pihak dalam pelaksanaan mediasi

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Asikin, (Ed) Zainal. Wahab, Agusfiar. Husni, Lalu.Asyhadie Zaeni. 1997.

Dasar-dasar Hukum Perburuhan,

PT. Raja Grafindo Persada Jakarta Asyhadie Zaeni. 2007. Hukum Kerja

(Hukum Ketenagakerjaan Bidang

Hubungan Kerja), PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta

Husni, Lalu. 2004. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Melalui Pengadilan & Luar

Pengadilan, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta

Husni, Lalu. 2006. Pengantar Hukum

Ketenagakerjaan Indonesia. PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta Ilo, 2006. Pedoman Kerja Mediator,

Konsiliator dan Arbiter Hubungan

Industrial. Jakarta

Jehani, Libertus. 2006.Hak-hak Pekerja

Bila Di PHK, Visimedia. Payaman

(36)

Judiantoro. Widodo, Hartono. 1992.

Segi Hukum Penyelesaian

Perselisihan Perburuhan, Rajawali

Pers,Jakarta

Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu

Hukum dan Tata Hukum Indonesia:

Balai Pustaka, Jakarta

Kartasapoetra, G. Kartasapoetra, R.G. Kartasapoetra A.G. 1994. Hukum

Perburuhan di Indonesia

Berlandaskan Pancasila, Sinar

Grafika, Jakarta

Kosidin, Koko.1999. Perjanjian Kerja,

Perjanjian Perburuhan dan

Peraturan Perusahaan, Mandar

Maju, Bandung

Law Firm, Farianto & Darmanto. 2009,

Himpunan Putusan Mahkamah

Agung Dalam Perkara PHI

Tentang Pemutusan Hubungan

Kerja (PHK) disertai Ulasan

Hukum Jilid I, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta

Margono, Suyud. 2004. ADR & Arbitrase Pelembagaan & Aspek

Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta

Mertokusumo, Sudikno. 2003.

Mengenal Hukum Suatu Pengantar.

Liberty, Yogyakarta

Prinst, Darwan. 2000. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Buku Pegangan Bagi Pekerja Untuk

Mempertahankan Hak-haknya). PT.

Citra Aditya Bakti, Bandung

Rahmadi, Takdir. 2011. Mediasi

Penyelesaian Sengketa Melalui

Pendekatan Mufakat, PT Raja

Grafindo Persada, Jakarta

Simanjuntak. 2003. Manajeman

Hubungan Industrial, Pustaka Sinar

Harapan, Jakarta

Soekanto, Soerjono. 2006. Pengantar

Penelitian Hukum, UI Press,

Jakarta

Soetopo, H. B. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif (Teoritis dan

Praktis). Pusat Penelitian

Surakarta.

Suwarto. 2003. Hubungan Industrial Dalam Praktek, Asosiasi Hubungan

Industrial Indonesia, Jakarta

Syahrani, Riduan. 1991. Rangkuman

Intisari Ilmu Hukum. Pustaka

Kartini, Jakarta

Tutik, Titik Triwulan. 2006. Pengantar

Ilmu Hukum, Prestasi Pustaka,

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pemikiran Friedrich Nietzsche mengenai Übermensch yang tertuang da lam kumpulan puisi ‘’ Nietzsche” Karya Friedrich

Pelaksanaan Survailan dan Penelitian Lapangan ini bertujuan untuk "Meningkatkan pelayanan kesehatan terutama bagi ibu dan anak melalui penyediaan informasi dan peningkatan

Tamanan merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Bondowoso yang mempunyai sistem pemerintahan yang sama dengan kecamatan lain di Bondowoso.. Unit

Skripsi ini meneliti tentang praktik jual beli padi dengan sistem tebas dan Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa transaksi jual beli padi

- Menghindari hal-hal yang bersifat mengadudomba karena perbedaan SARA, Bias Gender, dan Pelanggaran HAM.. - Disusun dengan konsep yang menarik

Potensi Perolehan Energi Listrik Dalam Proses Pengolahan Limbah Cair Tahu Melalui Sistem Stack Microbial Fuel Cell.. (MFC) Menggunakan Isolat Bakteri Limbah

Berdasarkan uji analisis data menggunakan uji korelasi rank spearman diperoleh nilai ρ = 0.000 dimana p< 0.05 dengan nilai r spr sebesar 0.531 maka Ha diterima

Para lulusan mahasiswa dari luar negeri yang akan mendominasi menjadi tenaga guru di Indonesia.. Mahasiswa Indonesia tidak boleh berkecil hati dengan kenyataan